Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

BUDAYA MELAYU

“Wilayah Adat”

Disusun Oleh :
1. Aisyah Nurfakhirah Sandyna (1907113268)
2. Ayu Annisa (1907113004)
3. Ayu Elfichra (1907155663)
4. Azzahra Aqilla (1907155553)
5. Khoirunnisa Ritonga (1907111568)
6. Salsabilla Rahmadia Khoiri (1907156218)
7. Siti Arsila Khoirunnisa (1907110084)
8. Taufik Hatta Arrasyid (1907111903)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
mata kuliah Budaya Melayu tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah
kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulisan makalah berjudul “Wilayah Adat” dapat diselesaikan karena
bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang wilayah adat dapat
menjadi referensi bagi pihak yang tertarik pada kebudayaan Melayu. Selain itu,
kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah
membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah bertema bahasa ini masih memerlukan
penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik
dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah
budaya Melayu ini dapat bermanfaat.
Pekanbaru, 28 Oktober 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Sejarah Riau...................................................................................................1
1.2 Adat Riau........................................................................................................4
BAB 2 ISI...............................................................................................................19
2.1 Sosial Budaya Wilayah Adat Riau...............................................................19
2.2 Sosial Ekonomi Wilayah Adat Riau............................................................20
2.3 Sosial Keagamaan Wilayah Riau.................................................................21
BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
LAMPIRAN...........................................................................................................25

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Riau
Provinsi Riau merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yang
membentang dari lereng Timur Bukit Barisan sampai ke laut Cina Selatan,
terletak di antara 1005’ Lintang Selatan sampai 2025’ Lintang Utara atau antara
1000 sampai 1050 Bujur Timur Greenwich dan 6050 - 1 045 Bujur Barat1 .
Dari daerah ini mengalir beberapa sungai dari dataran tinggi Bukit Barisan
dan bermuara di Selat Malaka dan lautan Cina Selatan. Posisi Riau yang strategis
dalam lalu lintas pelayaran dan perdagangan, telah membuat penduduk Riau sejak
lama menerima dan bergaul dengan berbagai suku bangsa lain yang datang
merantau.
Asal nama Riau ada beberapa penafsiran. Pertama toponomi Riau berasal dari
penamaan orang Portugis dengan kata “rio” yang berarti sungai. Kedua mungkin
berasal dari tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Alfu Laila Wa Laila (Seribu Satu
Malam) yang menyebut “riahi”, yang berarti air atau laut, dan yang ketiga berasal
dari penuturan masyarakat setempat, diangkat dari kata “rioh” atau “riuh”, yang
berarti ramai, hiruk pikuk orang bekerja. Berdasarkan beberapa keterangan di atas,
maka nama Riau besar kemungkinan memang berasal dari penamaan rakyat
setempat, yaitu orang Melayu yang hidup di daerah Bintan. Nama itu besar
kemungkinan telah mulai terkenal semenjak Raja Kecik memindahkan pusat
kerajaan Melayu dari Johor ke Hulu Riau pada tahun 1719. Setelah itu, nama ini
dipakai sebagai salah satu negeri dari empat negeri utama yang membentuk
kerajaan Riau, Lingga, Johor dan Pahang.
Suku Melayu merupakan penduduk yang terbanyak mendiami daerah- daerah
Riau yang tersebar di seluruh Provinsi Riau . Kedatangan ras rumpun Melayu ke
daerah-daerah Riau ini dapat dibagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama
yaitu Proto Melayu, kedatangannya diperkirakan 2.500 – 1.500 tahun Sebelum
Masehi. Kedatangan mereka dari Asia menuju ke arah Selatan dan menyebar ke
Semenanjung Tanah Melayu dan di bagian Barat Pulau Sumatera. Pada
gelombang kedua 300 tahun Sebelum Masehi (Deutro Melayu ) kedatangan
gelombang kedua ini mendesak Proto Melayu ke arah pedelaman dan banyak pula
1
yang mengadakan pembauran dengan masyarakat setempat. Pembauran dari
kedua Proto Melayu inilah yang sampai sekarang masih mendiami tanah
Semenanjung Melayu dan daerah-daerah Kepulauan Riau dan Riau daratan.
Semenjak akhir abad XVIII istilah Melayu sudah hampir sinonim dengan
Islam. Bila penduduk pribumi dari satu daerah belajar hal-hal yang berhubungan
dengan Arab (Islam), berkhitan serta melakukan upacara-upacara keagamaan,
maka selalu disebut “menjadi Melayu” sebagai ganti dari istilah yang lebih tepat,
yaitu sudah masuk Islam.
Pada saat ini, Provinsi Riau memiliki 10 kabupaten dan 2 kota. Tiap
Kabupaten dikepalai oleh seorang Bupati dan Kota oleh seorang Walikota. Dari
12 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau pada akhir tahun 2010 terdapat 151
kecamatan yang dikepalai oleh seorang camat dan 1.643 kelurahan/desa yang
dikepalai oleh seorang lurah/kepala desa Provinsi Riau dengan luas wilayah
masing-masing kabupaten/ kota dan jumlah kecamatan dan kelurahan/ desa dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Wilayah Provinsi Riau per-Kabupaten/Kota


Kabupaten Luas Persentase Kelurahan
Ibukota Kecamatan
/ Kota (Ha) Luas / Desa
Kuantan Teluk
520.216 5.84 12 209
Singingi Kuantan
Indragiri
Rengat 767.627 8.61 14 194
Hulu
Indragiri 1.379.83
Tembilahan 15.48 20 192
Hilir 7
Pangkalan 1.240.41
Pelalawan 13.91 12 118
Kerinci 4
Siak Sri
Siak 823.357 9.24 14 126
Indrapura
1.092.82
Kampar Bangkinang 12.26 20 245
0
Rokan Hulu Pasir 722.978 8.11 16 153
2
Pengaraian
Bengkalis Bengkalis 843.720 9.46 8 102
Bagan Siapi-
Rokan Hilir 896.143 10.05 13 140
api
Kepulauan Selat
360.703 4.05 5 73
Meranti Panjang
Pekanbaru Pekanbaru 63.301 0.71 12 58
Dumai Dumai 203.900 2.29 5 33
Provinsi 8.915.01
Pekanbaru 100.00 151 1643
Riau 6
Sumber: BPS Provinsi Riau & Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau

Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten
Kampar memiliki kecamatan yang paling banyak yaitu 20 (dua puluh) kecamatan,
sedangkan Kabupaten yang memiliki luas wilayah paling besar adalah Kabupaten
Indragiri Hilir sebesar 1.379.837 Ha atau 15,48 persen dari seluruh wilayah Riau.
Sementara Kabupaten/ Kota yang memiliki wilayah terkecil adalah Pekanbaru
sebesar 63.301 Ha atau 0,71 persen dari seluruh wilayah Riau. Selain itu
kabupaten/ kota yang memiliki desa/ kelurahan terbanyak adalah Kabupaten
Kampar yaitu 245 desa.

Tabel 1.2 Penduduk Provinsi Riau Menurut Kabupaten/Kota


Kabupaten/Kota 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4)
01. Kuantan Singingi 278.523 285.570 292.116
02. Indragiri Hulu 340.791 352.471 363.442
03. Indragiri Hilir 646.243 654.384 661.779
04. Pelalawan 267.346 284.850 301.829
05. Siak 348.448 362.979 376.742
06. Kampar 639.565 664.579 688.204
07. Rokan Hulu 428.719 452.251 474.843

3
08. Bengkalis 472.861 486.046 498.336
09. Rokan Hilir 512.137 533.240 553.216
10.Kepulauan Meranti 174.692 175.546 176.290
11. Pekanbaru 834.902 867.239 897.767
12. Dumai 238.110 246.203 253.803
Jumlah 5.182.337 5.365.358 5.538.367
Sumber : Sensus Penduduk
Pada tabel 1.2, menunjukkan jumlah penduduk Provinsi Riau dari tahun
ketahun terdapat peningkatan. Penduduk Provinsi Riau menurut hasil Sensus
Penduduk 2010 adalah 5.538.367 jiwa. Distribusi penduduk menurut
kabupaten/kota menunjukkan bahwa penduduk Riau terkonsentrasi di Kota
Pekanbaru sebagai ibukota provinsi dengan jumlah penduduk 897.767 jiwa atau
sekitar 16,21 persen dari seluruh penduduk Riau. Sedangkan kabupaten/kota
dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar
176.290 jiwa atau 3,18 persen dari seluruh penduduk Riau.

1.2 Adat Riau


A. SUKU SAKAI
1. Riwayat Singkat
Asal kata “Sakai” sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Ada yang
mengatakan kata Sakai tersebut berasal dari nama pohon yang banyak tumbuh
di Kecamatan Mandau, yaitu pohon “Sikai”. Informasi lainnya mengatakan
kata Sakai itu adalah dari Sungai, yaitu sungai Sikai. Menurut keterangan para
tetua Sakai, nama Sakai baru ada sejak zaman penjajahan Jepang. Sebelum itu
Suku Sakai dikenal dengan nama ”Uang Daek” (orang darat) atau suku
”Pebatin”. Istilah Sakai pada mulanya dipakai oleh tentara Jepang untuk
membedakan masyarakat biasa dengan para tentara pejuang. Jepang menyebut
rakyat biasa yang bukan pejuang dengan sebutan orang ”sakai”. Akhirnya
nama tersebut melekat pada diri mereka sampai sekarang dan sebutan ”Uang
Daek” atau ”Suku Pebatin” lama kelamaan menjadi hilang dan sampai
sekarang dikenal dengan Suku Sakai.

4
Suku Sakai memiliki kebudayaan asli sendiri yang berbeda dengan Suku
bangsa Melayu lainnya di Riau. Orang Sakai yang kita temui di Riau adalah
Sakai dengan kebudayaan yang telah mengalami akulturasi dengan kebudayaan
lainnya. Menurut catatan naskah bahwa sebelum dibentuknya budaya sekarang
dalam satu Dasawarsa terakhir, mereka selalu hidup menyendiri didalam hutan
belantara ”Batin Selapan” yang sukar dicapai oleh orang luar dan hanya
dikunjungi oleh segelintir orang Melayu.
Sebagai ras veddoid asli, maka wilayah Hukum Adat Perbatinan Sakai
telah lama diakui jauh sebelum kemaharajaan Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Oleh karena itu, dalam budaya Sakai mereka mengenal “Hak Ulayat”
(Beschikkingsrech) yang kekuasaannya berada ditangan persekutuan hukum
komunitas Sakai. Namun karena sejak dahulu keberadaan Sakai ini telah
terdesak oleh kebudayaan Melayu Siak, Rokan dan Tapung hingga sekarang
oleh berbagai kepentingan pembangunan (pertambangan, kehutanan dan
perkebunan), maka lambat laun eksistensi Hak Ulayat Suku Sakai semakin
memudar.
Sejarah telah membuktikan bahwa dalam “Sakai Gebeit” jelas terlihat
pembagian wilayah perbatinan Suku Sakai Batin Selapan dan Batin Lima,
kemudian diperkuat lagi dengan “Besluit” Kerajaan Siak Sri Indrapura yang
mengakui keberadaan hukum adat Sakai di Kecamatan Mandau sekarang.
Dengan demikian sudah barang tentu “Hak Ulayat” Sakai harus diakui
keberadaannya. Menurut pasal 3 UUPA 1960 dijelaskan bahwa : “Hak Ulayat
dan hak-hak serupa dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataan masih ada, masih terus dapat dilaksanakan, tetapi harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

2. Unsur-unsur Kebudayaan
a. Pranata Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Garis keturunan Suku Sakai yang asli adalah “Matrilineal” artinya
mengikuti keturunan kaum perempuan, seperti yang berlaku dalam budaya
5
Minangkabau. Dalam budaya Sakai hak wanita sangatlah besar. Semua harta
benda, baik yang bergerak maupun tidak bergerak adalah milik perempuan.
Kedudukan Kepala Suku diwariskan melalui perempuan. Anak-anak mengikuti
ibunya bukan ayahnya.
Harta warisan secara umum ditetapkan bahwa pada kematian istri, warisan
dibagi tiga: sepertiga untuk suami, sepertiga untuk keluarga istri dan sepertiga
dibawa kedalam kubur. Pada kematian suami, semua harta yang diperoleh
selama perkawinan akan dibagi antara istri dan keluarga suami. Kasus poligami
dan poliandri tidak terdapat dalam Suku Sakai ini. Secara umum kesetiaan
perkawinan dalam budaya Suku Sakai bernilai tinggi.
Akibat pengaruh budaya Melayu dengan warna Islami yang telah
berlangsung lama, maka sistem kekerabatan asli Suku Sakai banyak mengalami
perubahan. Dalam arti kata Suku Sakai sekarang merupakan sistem
kekerabatan Bilineal (menggunakan kedua-duanya sistem kekerabatan
matrilineal dan patrilineal). Misalnya, perkawinan seketurunan ibu dilarang,
begitu juga dengan seketurunan ayah. Peran Kepala Suku dan Paman dalam
perkawinan telah digantikan oleh Ayah kandung. Pembagian harta warisan
mengacu pada Hukum Islam yaitu dua bagian untuk laki-laki dan satu bagian
untuk perempuan.
b. Pranata Politik dan Kepemimpinan.
Sistem kepemimpinan tradisional suku Sakai adalah ” Sistem Perbatinan”
sejenis kepala suku atau penghulu dalam budaya Melayu. Perbatinan sakai
terdiri ” Batin Selapan” dan ” Batin Limo” yang menempati beberapa wilayah
di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Berdasarkan informasi yang
diperoleh bahwa asal usul perbatinan tersebut merupakan 13 keluarga, 1 yang
membuat banjar panjang di kawasan hutan Mandau sebagai tempat tinggalnya.
Bantin selapan terdiri atas : Batin Bombam Petani, Batin Sebangar Sungai
Jeneh, Batin Betuah, Batin Bumbung, Batin Sembunai, Batin Jalelo, Batin
Beringin dan Batin Bomban Seri Pauh. Batin Limo terdiri atas Batin
Tengganau, Batin Beromban Minas, Batin Belitu, Batin Singameraja dan Batin
Meraso. Masing-masing kelompok kerabat mempunyai induk, yaitu Batin

6
Selapan induknya adalah Batin Jalelo, Batin Delimo induknya adalah Batin
Tengganau.
c. Pranata Ekonomi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Mata pencaharian pokok Suku Sakai pada dasarnya petani dan pengumpul
hasil hutan yang sangat tergantung pada kebaikan alam. Mayoritas Suku Sakai
tidak memiliki mata pencaharian yang tetap, Suku Sakai pada umumnya
bekerja ”serabutan” dan ”musiman” yang istilah mereka sehari-hari disebut
bekerja mocok-mocok artinya jika sedang ada pekerjaan yang dapat
menghasilkan uang, mereka akan bekerja. Sebaliknya jika tidak ada pekerjaan
mereka akan menganggur.
Mata pencaharian lain Suku Sakai adalah berkebun yang dilakukan secara
sub sistem, khususnya menanam ubi lambau dan ubi menggalau dan
menangkap ikan yang kebanyakan untuk konsumsi sendiri.

B. SUKU AKIT
1. Riwayat singkat
Mengenai sejarah perkembangan Suku Akit bermula dari suku laut, jika
dilihat dari asal muasal dari Suku Melayu Riau saat ini sama halnya dengan
suku bangsa lainnya yang ada di Indonesia, yaitu berbagai percampuran
genetika ras yang berasal dari pusat-pusat penyebaran di segala penjuru dunia.
Menurut perkembangan sejarah suku asli Akit yang ada di Pulau Rupat
Kabupaten Bengkalis khususnya di Desa Titi Akar dahulunya termasuk dari
Siak Sri Indrapura yang termasuk kerajaan Melayu Riau. Kerajaan ini didirikan
sekitar abad 17 oleh Raja Kecik yang digelari Sultan Siak yang berada di
pinggir Sungai Siak. Kelompok ini mengungsi ke daerah lain atas permintaan
suku tersebut pindah ke tempat yang lebih aman menuju ke Pulau Padang yang
dibatasi oleh selat. Suku tersebut kembali melanjutkan perjalanan ke lautan
yang luas yang ada dibagian utara kemudian kembali ke bagian barat disanalah
suku tersebut berlabuh dan diterima oleh Datuk Empang Kelapahan. Mereka
dapat mendiami pulau atas izin dengan syarat SEKERAT MATA BERAS –
SEKERAT TAMPING SAGU – SEBATANG DAYUNG EMAS, jika mereka
dapat memenuhi syarat tersebut mereka boleh tinggal dipulau itu. Kelompok
7
suku merasa keberatan, kemudian mengadakan perundingan dan mendapatkan
kesepakatan untuk pindah ke Pulau Tujuh.

2. Unsur-unsur Kebudayaan
a. Religi/Kepercayaan
Agama, religi atau kepercayaan suatu hal yang bersifat Universal yang
selalu ada dalam setiap masyarakat dimanapun. Berbagai bentuk agama, religi
atau kebudayaan dapat kita jumpai pada seluruh masyarakat yang kadang
memiliki perbedaan dan cara-cara tersendiri dalam bentuk pelaksanaan
ritualnya.
Terkait dengan hal tersebut diatas, agama yang ada di Desa Titi Akar
Kecamatan Rupat Utara antara lain adalah : Islam, Kristen dan Budha serta
masih adanya Animisme (kepercayaan leluhur). Agama / Religi bagi mereka
merupakan warisan dari leluhur yang harus dipertahankan. Masyarakat Suku
Akit sudah lama menganut agama Budha sesuai dengan sejarah dan legenda
yang berkembang dalam masyarakat. Meskipun demikian saat ini pelaksanaan
ritual agama dalam kehidupan mereka sehari-hari dipengaruhi oleh
kebudayaan etnis Cina. Sementara itu acara-acara ritual seperti mantera –
mantera dan pemujaan – pemujaan terhadap para leluhur juga masih terdapat
disana. Salah satu contohnya adalah upacara dalam pemujaan pohon yang
dikeramat (ketau), yaitu penyembahan berupa pemberian sesajen.

b. Mata Pencaharian
Sektor pertanian, perladangan, peternakan dan juga industri rumah tangga
seperti pembuatan tikar dari daun rumbia, disamping itu juga pada umumnya
masyarakat Suku Akit bergerak di sektor laut sebagai nelayan, baik
menggunakan kapal motor maupun sampan.
Kemudian disektor perladangan, pada umumnya telah dikelola dengan
penanaman padi, rata-rata kepemilikan ladang, berkisar 1 - 4 jalur padi yang
sudah dipanen pada umumnya untuk dikonsumsi sendiri, bahwa hasil panen
tersebut tidak cukup sampai pada musim panen berikutnya, sehingga petani
harus membeli beras hingga musim panen tiba.
8
c. Pranata Hubungan Sosial
Ciri masyarakat Suku Akit yang mudah beradaptasi dengan masyarakat
sekitarnya, sebenarnya modal utama dalam mengembangkan kehidupannya.
Sifat dan sistem kekerabatan yang longgar telah membawa dampak yang cukup
baik bagi proses adaptasi yang berhubungan dengan sistem perekonomian.
Secara spesifik pranata yang mengatur hubungan sosial di Desa Titi Akar
belum ada, namun komunitas Suku Akit tersebut dalam segala aktivitas
mempunyai nilai gotong royong dan kerjasama yang sangat tinggi, walaupun
berbeda etnis dan berbeda kepercayaan. Seperti dalam pekerjaan sehari-hari,
mereka saling bantu membantu misalnya dalam mengelola hasil alam seperti
buah kelapa dan durian.
Kepemilikan lahan tidak mengenal tanah ulayat, melainkan tanah milik
pribadi walaupun belum bisa dibuktikan hak kepemilikannya. Bagi warga
untuk memiliki lahan bisa dengan cara membuka hutan, pemberian / warisan
atau dengan cara dibeli. Bagi siapa yang dapat membuka lahan secara luas,
mereka itulah dianggap memiliki kekuasaan besar atas tanah tersebut.

C. SUKU TALANG MAMAK


1. Riwayat Singkat
Menelusuri asal usul Suku Talang Mamak merupakan suatu pekerjaan
yang tidak mudah, sebab dari banyak tulisan yang tidak membedakan antar
mitos dan sejarah. Namun demikian dalam tulisan ini akan dicoba
diketengahkan tulisan yang berbau mitos disamping dikutip tulisan yang
menggambarkan sejarah.
Orang Desa Talang Mamak menyatakan diri sebagai keturunan dari
“Datuk Patih Nan Sebatang” yang datang dari daerah Minang Kabau melalui
batang (sungai) Kuantan dengan mitos “Rakit Kulim”.
Selanjutnya Datuak Papatih Nan Sebatang yang dipanggil Mamak
mendirikan pemukiman baru (Talang) di Indragiri, maka untuk selanjutnya
anak kemenakan Datuak Papatih Nan Sebatang menyebut pemukiman baru
(Talang) sebagai “Talang Mamak” atau tempat tinggal mamak.
9
Menurut keturunan Patih Ke 28 dari Patih Bunga yang merupakan anak
Datuak Papatih Nan Sebatang bahwa leluhur orang Talang Mamak adalah
Talang Parit, disinilah Patih Nan Sebatang tinggal dan disinilah ia mempunyai
3 orang anak, yaitu Tuah Besi, Tuah Kelopak dan Tuah Bunga ketiga ini
selanjutnya membuka kampung (talang) sekaligus menjadi Patih dimasing-
masing Talang. Tuah Besi menjadi Patih di Talang Parit melanjutkan
kekuasaan ayahnya, Tuah Kelopak mendirikan Talang Perigi, Tuah Bunga
mendirikan Talang Durian Cacar.
Namun pewarisan selanjutnya setelah generasi ke-3 (cucu patih nan
sebatang) pola kepemimpinannya tidak diwariskan lagi kepada anak melainkan
diwariskan kepada keponakan, maka gelar tertinggi pemimpin tidak lagi patih
melainkan berubah menjadi Batin.
Selanjutnya terjadi pengembangan wilayah, Kampung Talang Parit
dimekarkan menjadi 2 yaitu talang parit dan talang sungai limau, Talang durian
cacar dibagi 3 yaitu, Talang selantai, Talang Tujuh Anak Tangga, dan Talang
Durian Cacar.
Dengan demikian satu talang telah berkembang menjadi 6 talang. Menurut
versi orang talang yang berada didesa siambul bahwa leluhur orang talang
adalah dari talang sungai limau karena leluhur orang talang 1 mendirikan
perkampungan disungai limau, kemudian terjadi penyebaran kearah selatan
(siambul) yang masuk Kecamatan Siberida dan kearah timur dengan nama
Talang Gerinjing.
Didaerah siambul terjadi pertemuan antar orang-orang Talang Mamak
dengan orang pendatang dari siam (Thailand), kemudian mereka hidup
bersama. Untuk mengenal orang-orang siam, maka pemukiman mereka
dinamakan siambul/Talang Siambul.

Aspek-aspek Kehidupan Suku Talang Mamak


1. Agama dan Kepercayaan
Pada dasarnya masyarakat Talang Mamak mempunyai pondasi
kehidupan beragama sebagai masysrakat muslim, namun dalam keadaan
sehari-hari mereka lebih banyak berpedoman kepada ajaran leluhur mereka
10
disebut adat dan kebiasaan – kebiasaan tersebut bukan merupakan ajaran
agam Islam, maka pada akhir – akhir ini ada sebagian dari warga itu mulai
menyadari bahwa adat kebiasaan tersebut tidak sesuai denagn ajaran agama
Islam yang sesungguhnya dan mereka menyadari ini, menyatakan diri
sebagai orang yang masuk Islam. Bagi mereka yang telah masuk Islam,
mereka menyamakan diri sama dengan masyarakat melayu atau sama
dengan mengikuti orang melayu, namun sebagian besar warga talang
mamak adalah mengikuti langkah lama.
Orang langkah baru adalah orang yang sering melakukan interaksi
dengan orang luar dan umumnya memiliki anak yang berpendidikan relatif
lebih tinggi. Kematian bagi orang talang mamak merupakan sesuatu yang
sakral.
2. Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian pokok masyarakat adalah berkebun
karet, disamping itu juga berladang padi, dengan masa panen selama 6
(enam) bulan, sistem teknologinya masih sederhana dalam pengolahan dan
pemeliharaannya. Hasil panen padi warga tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan hidup hingga menjelang musim panen berikutnya, karena
banyaknya hama pengganggu seperti babi hutan, burung, monyet serta
kurangnya pemeliharaan.
Tanaman lainnya yang menjadi tambahan penghasilan masyarakat desa
Talang Perigi adalah tanaman pekarangan seperti kelapa, rambutan, sayuran,
buah – buahan lainnya. Aktivitas lainnya yang menjadi alternatif untuk
menambah penghasilan masyarakat Desa Talang Perigi adalah berburu,
meramu hasil hutan untuk obat- obatan, menangkap ikan sungai.
3. Luas Pemilikan Lahan
Tanah bagi masyarakat Talang Perigi merupakan kekayaan yang dimiliki
baik secara turun temurun maupun atas usaha sendiri membuka lahan.
Walaupun sudah mengenal tempat tinggal dan berkebun tetap, namun dalam
berladang masih berpindah – pindah dengan sirkulasi 5 tahunan. Masyarakat
talang perigi umumnya memiliki kebun yang ditanam berbagai jenis pohon
seperti pohon karet, kelapa, buah-buahan dan lainnya sebagainya. Hanya
11
sekitar 5% saja yang tidak memiliki lahan. Kepemilikan lahan bila rata –
rata perkepala keluarga seluas 7 ha dengan interval berkisar antara 2-10 ha.
4. Lembaga Kepemimpinan
Sistem kepemimpinan dalam masyarakat desa Talang Mamak didesak
Talang perigi menempatkan batin sebagai pucuk pimpinan Adat, hal ini
diungkapkan melalui pepatah yang hidup ditengah - tengah masyarakatnya
yang berbunyi :
“Sebuah Nagari seorang Hatinya“
“Sebuah Banjar seorang Tuanya“
“Sebuah Rumah seorang Tungganainya“
5. Sistem Pengobatan
Pengobatan biasanya dipercaya kepada dukun atau kemantan. Didesa
Talang Perigi terdapat 2 orang kemantan, 3 orang dukun dan 4 orang dukun
beranak. Sistem yang dilakukan dukun dan kemantan berbeda. Kemantan
dalam melakukan pengobatan melakukan upacara bulian sedangkan dukun
dalam melakukan pengobatan disebut dengan upacara berdukun. Upacara
pengobatan Bulian dibantu “pinai” dan “kebayau” (beberapa orang wanita)
yang mengiringi perilaku kemantan.
Dukun sunat sudah dikenal dalam masyarakat desa Talang Perigi, mereka
menyebutnya orang pandai untuk penyunatan anak laki – laki dan bidan
untuk penyunatan terhadap wanita.

D. SUKU BONAI
1. Sejarah Singkat
Asal kata Bonai sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun dalam
masyarakat Suku Bonai berkembang 2 versi tentang asal usul mereka. Pertama
menerangkan bahwa nenek moyang mereka adalah berasal dari Borneo
(Kalimantan) yang datang menyusuri muara Sungai Rokan ke arah hulu, dan
sampailah mereka ketempat pemukiman sekarang. Menurut sejarah nenek
moyang suku Bonai dipimpin oleh 2 orang bersaudara, yaitu Sultan Janggut
yang menjadi cikal bakal orang Sakai dibagian hilir Sungai Rokan dan Sultan
Harimau yang menjadi cikal bakal orang Bonai.
12
Menurut cerita singkat setelah mereka bertemu diantara Rokan Kiri dan
Rokan Kanan (kuala sako). Kedua beradik tersebut berpisah mencari
pemukiman masing –masing. Sultan Janggut menyusuri sungai Rokan Kanan
dan Sultan Harimau menyusuri sungai Rokan Kiri kearah hulu sungai diyakini
oleh mereka bahwa Sultan Harimau berasal dari Borneo, sehingga kata Bonai
dianggap berasal dari kata tersebut.
Cerita versi ini sulit diterima kebenarannya, karena secara Geohistoris
tidak ditemukan bukti-bukti tentang adanya migrasi orang “Borneo atau
selebes” kewilayah pedalaman Sumatera bahkan bahkan menurut Alimandan
(P3-S, 1989), bahwa nama Sultan Harimau yang dipercayai sebagai nenek
moyang orang Bonai berasal dari Borneo (Kalimantan) yang dengan jelas tidak
ada harimaunya.
Versi kedua, menerangkan asal usul nenek moyang orang Bonai adalah
berasal dari kerajaan Pagaruyung. Terlepas dari mitos misi “Rakit Kulim”
Datuk Papatih Nan Sebatang yang juga berkembang dalam masyarakat Bonai,
seperti yang terjadi dalam orang Talang Mamak. Cerita ini cukup masuk akal
dan mudah diterima jika dikaitkan dengan kebudayaan dan sistem
kekerabatannya yang ada pada suku Bonai. Bukti konkritnya adalah orang
Bonai mengenal sistem kekerabatan seperti orang minang kabau. Mereka
mengenal Ninik Mamak dan hubungan dengan pihak keluarga ibu sangat dekat
(matrilineal) selain itu mereka juga mengenal suku-suku sebagai cerminan
keluarga dan garis keturunanya.
Dari kedua versi diatas tentu sangat sulit menyebutkan secara pasti dari
asal usul mereka. Tidak ada bukti sejarah yang kuat menyebutkan mereka
berasal dari salah satu versi tersebut. Namun bila pendekatan sosial budaya
yang dilakukan, maka kecenderungan kesimpulan lebih memberatkan asal usul
mereka kepada Minang Kabau yaitu berasal dari kerajaan Pagaruyung.

Tatanan Sosial Budaya


1. Pranata Ekonomi
Sumber mata pencaharian utama masyarakat suku Bonai adalah sebagai
nelayan penangkap ikan khususnya disepanjang sungai Rokan Kanan.
13
Teknologi yang digunakan masih tradisional seperti “siapang” (tombak
mata tiga), “kayo” (pancing yang dipasang malam dan akan diambil pagi
hari), lukah dan jaring.
Hasil tangkapan ikan mereka, kebanyakan digunakan untuk konsumsi
sendiri, dan sebagian dijual untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Selain dari
sektor perikanan, mereka juga sebagai petani dan pengumpul hasil hutan
yang sangat tergantung pada alam, pekerjaan perkebunan dilakukan secara
sub-sistem, khususnya tanaman ubi, jeruk dan tanaman muda lainya yang
tidak mendapatkan perawatan.
2. Pranata Kekerabatan
Extended Family merupakan tipologi keluarga suku Bonai disusun bunga
tanjung mereka mengacu kepada lineage campuran antara Patrilincal dan
Matrilincal dan biasa disebut dengan bilineal. Dalam banyak aspek
hubungan kekerabatan yang berlaku adalah Matrilineal. Hal ini disebabkan
dengan interaksi yang mereka lakukan dengan masyarakat disekitarnya.
Sebagai kelompok masyarakat dari dusun Bunga Tanjung, dalam suku
Bonai terdapat 2 suku, yaitu : Suku Monilang dan Suku Kandang Kopuh
sedangkan dalam masyarakat Dusun Bunga Tanjung Desa Kasimang
terdapat 7 suku yaitu :
a. Suku Melayu
b. Suku Monilang
c. Suku Anak Raja – Raja
d. Suku Pungkuik
e. Suku Kandang Kopuh
f. Suku Kuti
g. Suku Ampu
Dalam setiap suku mengenal istilah Mamak Sako (adik/abang laki-laki
saudara dari ibu) yang memiliki peran besar terhadap kehidupan dari
kemenakannya. Pada setiap suku memiliki ninik mamak, meskipun terdapat
dua suku yang memiliki ninik mamak didusun bunga tanjung akan tetapi
Suku Bonai tidak pernah merasa memiliki keterikatan langsung dengan
mereka.
14
Pada saat sekarang ini pula kepemimpinan tradisional sudah semakin
memudar dalam komunitas suku Bonai, mereka hanya mengakui
keberadaan ‘bomo” (dukun). Dalam kesehariannya masyarakat suku bonai
memang hidup berdampingan dengan “bomonya”. Jika “bomo” pindah
rumah kepemukiman lain, kecenderungan akan diikuti oleh sebagian besar
komunitas suku Bonai.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhan hidup serta
intensitas interaksi mereka dengan masyarakat Dusun Bunga Tanjung Desa
Kasimbang cukup tinggi, pada saat ini mereka telah semakinn terbuka
terhadap berbagai hal baru dalam kehidupanya. Terlebih lagi ketika masuk
program Inpres Desa Tertinggi (IDT pada Tahun 1996), dengan persetujuan
kelompok yang dibentuk oleh masyarakat Dusun Bunga Tanjung Desa
Kesimang mereka memperoleh bibit jeruk.
3. Pranata Religi
Komuntas Adat Terpencil Suku Bonai Dusun Bunga Tanjung Desa
Kesimang pada saat sekarang ini memeluk agama islam. Sebagaimana
masyarakat Komunitas Adat Terpencil lainnya, mereka pada awalnya
penganut “Animisme”. Islam dikenal pada fase kedua awal tahun 1930-an,
setelah para kholifah yang berasal dari Basilam Sumatra Utara menyebarkan
agama Islam.
Pada awalnya Dusun Bunga Tanjung Desa Kesimang merupakan kota
Raja, dengan nama Rantau Binuang. Konon, ditempat ini pada masa
tersebut Syech Abdul Wahab Rokan tinggal dan mengaji diatas pohon
Binuang.
Komunitas Adat Terpencil Suku Bonai dari Zaman kerajaan telah
mengenal Islam, dan menyatakan telah memeluk Islam. Dalam kehidupan
sehari-harinya masyarakat suku Bonai masih diwarnai oleh praktek-praktek
animisme, seperti tradisi pengobatan tradisional oleh bomo dan pemujaan
terhadap roh-roh penunggu hutan, syariat Islam belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh mereka, ini suatu kewajaran karena syiar Islam belum
intensif dan pembangunan bidang keagamaan belum menyentuh mereka.

15
E. SUKU LAUT (DUANO)
1. Sejarah singkat
Propinsi Riau mempunyai ciri khas yang berbeda dengan propinsi lain
(daerah), ciri khas tersebut termasuk geografis dan kondisi pulau yang terpisah-
pisah serta mempunyai komunitas terpencil paling banyak dibandingkan
dengan daerah yang lain, seperti suku Talang Mamak yang ada di Kabupaten
Indragiri Hulu, Suku Sakai yang ada di Kembang Luar di Kabupaten
Bengkalis, Suku Akit yang ada di Rupat Utara Kabupaten Bengkalis, Suku
Bonai, dan Suku Kuala (Duano) yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir.
Beberapa permasalahan yang timbul pada Komunitas Adat Terpencil
adalah masalah kemiskinan, relatif tertinggal dari kehidupan komunitas yang
lain, pada umumnya hidup dipedalaman, perairan, pulau-pulau atau daerah-
daerah perbatasan Negara tetangga dan kawasan industri. Asal usul tau
perkembangan Suku Kuala bermula dari Suku Laut. Yang bisa dikatakan
sebagai Suku Asli Suku Melayu yang ada di Propinsi Riau dan sama halnya
dengan suku bangsa lainya yang ada di Indonesia, yaitu berbagai percampuran
Genetika Ras, yang berasal dari pusat-pusat penyebaran disegala penjuru
dunia.
Gelombang migrasi kedua Ras Mongoloid sesudah Tahun 1500 SM, yaitu
Ras Nelayan Mongoloid yang disebut “Deutro – Melayu” berasal dari daratan
Asia Tenggara datang kepulau Indonesia, Malaysia dan Filipina. Kedatangan
Ras ini yang menyebabkan golongan Migrasi Ras pertama dan kedua
menyingkir kepedalaman dan sisanya berbaur dengan pendatang baru tersebut.
Dan hasil pencampuran inilah yang akhirnya menurunkan orang Melayu Riau
sekarang ini.
Dengan mengacu pada teori gelombang perpindahan ini, maka dapatlah
disimpulkan, bahwa asal usul nenek moyang penduduk asli Suku-suku
terbelakang di Provinsi Riau semuanya hasil pencampuran dari Ras Veddoit
dengan Asiattie Mongoloid yang telah melahirkan puak-puak asli Suku
terasing di Riau. Menurut perkembangan sejarah suku Asli yang ada di
Propinsi Riau, baik yang ada di Rupat Utara maupun di Indragiri Hilir
dahulunya termasuk dari Siak Sri Indrapura yang termasuk Kerajaan Melayu
16
Riau. Kerajaan ini didirikan sejak abad ke-17 oleh Raja Kecil yang diberikan
gelar Sultan Siak yang berada dipinggiran Sungai Siak.

2. Pranata Sosial Budaya


a. Politik dan Kelembagaan
Sekarang kepemimpinan Suku Laut (Duano) yang dikuala selat jaman
dahulu dipegang oleh seorang Batin. Kondisi sekarang tidak dapat
menjelaskan secara mendetail. Mereka hanya mengetahui saat ini adalah
Bapak Wali (Kepala Desa).
Kelembagaan didesa Kuala Selat dalam hal pemerintahan masih harus
dibenahi, warga ada yang tidak mempunyai KTP dan mempunyai KK.
Lembaga Adat tidak tersedia dan tidak berpengaruh terhadap warganya,
yang sangat berpengaruh adalah Kepala Desa dan Sekretaris Desa.
b. Agama / Religi dan Sistem Kepercayaan
Komunitas Adat terpencil Suku Doano dahulu menganut kepercayaan
pada berhala – berhala. Sekarang sudah tidak mengenal dan menggunakan
mantera – mantera. Dikarenakan program keagamaan islam telah masuk
kedesa. Tetepi mereka ada yang melaksanakan shalat dan ada hanya
beberapa orang saja yang bisa menggunakan doa – doa islam hanya bisanya
1 kalimat misalnya Bismillahirrohmanirrohim saja. Doa yang lainya
dilanjutkan dengan menggunakan bahasa Melayu (Kepada Tuhan).
c. Kesehatan dan Sistem Pengobatan
Kesehatan merupakan upaya untuk mencapai kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk atau warganya sehingga hidup menjadi optimal.
Dalam kondisi didesa Kuala selat terdapat Pustu, Bidan masing – masing
hanya 1 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada kurang
memadai. Terlihat dilokasi Desa Kuala Selat maka lingkungan rumah tidak
terjamin kesehatanya. Dikarenakan pemukiman diatas tepi pantai. Yang
kadang kala air masuk sampai pelantaran jalan maupun rumah. Masih
ditemukan warga untuk berobat ke dukun, karena ketidakmampuan secara
ekonomi.
d. Pendidikan Pengetahuan dan Sistem Teknologi
17
Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan pemerintah telah
mewajibkan pada usia sekolah untuk sekolah, sehingga pendidikan untuk
berbagai lapisan masyarakat. Namun di Desa Kuala Selat masih terdapat
anak usia sekolah tidak sekolah, karena membantu orang tuanya mencari
ikan dan yang sudah sekolah pun tidak ditamatkan. Karena tidak memahami
arti sekolah, ibu-ibu dan bapak-bapak pada umumnya ada yang masih buta
aksara. Sarana Sekolah Dasar di Desa tersebut sudah memenuhi kebutuhan
warganya. Teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan alat atau media
yang digunakan dalam pranata pendidikan pada generasi anak-anaknya.
Untuk Suku Laut yang ada di Desa Kuala Selat tidak ada keterampilan
apapun kecuali hanya anyam menganyam, pembuatan jaring dan lain-
lainnya.
e. Pranata Keturunan dan Kekerabatan
Mengikuti alur patrilineal yaitu menurut garis keturunan bapak. Hak
waris turun pada anak-anaknya. Sistem gotong royong masih kuat. Karena
kalau ada acara sunatan dan perkawinan saling bantu membantu.
f. Jaringan Sosial dan Hubungan Kerja
Untuk Komunitas Adat Terpencil di Desa Kuala Selat mempunyai
potensi gotong royong yang tinggi, ketika ada pesta perkawinan mereka
saling menyumbang materi, seperti memberi beras, gula, telor dan bumbu-
bumbu untuk memasak walaupun tidak banyak. Hubungan sosial dengan
etnis lainpun sudah berlangsung. Karena posisi pemukimanya saling
berdekatan, hubungan sosial dengan nelayan dan para toke bersifat
ketergantungan, sehingga hasil dari penangkapannya dikuasai oleh tokenya
(Patron Klien).

18
BAB 2
ISI

2.1 Sosial Budaya Wilayah Adat Riau


Riau termasuk daerah dengan tingkat heterogenitas etnis yang tinggi. Selain
penduduk asli, maka suku bangsa lain yang cukup dominan di Riau ialah
Minangkabau, Jawa, Mandailing, Bugis dan Tionghoa. Etnis Minangkabau dan
Tionghoa umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan
perkotaan. Sementara etnis Mandailing umumnya banyak terdapat di kabupaten
Rokan Hulu. Mayoritas penduduk asli Riau diklasifikasikan sebagai Melayu,
sosial budaya yang berkembang adalah Budaya Melayu. Setelah beberapa
penduduk Melayu memeluk agama Islam, maka alur kehidupan masyarakat mulai
berjalan dalam garis yang Islami. Jalan kehidupan yang demikian menyebabkan
sistem nilai Islam menjadi anutan dalam peri kehidupan masyarakat. Dalam
perkembangan berikutnya kebudayaan Melayu mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan Islam, bahkan nilai-nilai Islam ikut mewarnai dan mengisi
kebudayaan tersebut.
Menghadapi tata nilai adat, ajaran Islam ternyata mampu menyaring dan
memperbaiki kualitasnya. Ini terjadi karena bagaimanapun juga adat adalah hasil
konseptualisasi manusia yang jangkauannya sangat terbatas. Landasan adat yang
semula berpijak pada gagasan para datuk, kemudian dikokohkan dan disepuh oleh
ajaran Islam. Muncullah landasan baru “adat bersendi syara’, syara’ bersendi
kitabullah”.
Pada saat ini. Seiring dengan perkembangan pembangunan dalam berbagai
sektor, dan semakin terbukanya terhadap daerah sekitarnya, maka nilai budaya
dan adat istiadat masyarakat Melayu diperkaya oleh kebudayaan daerah
sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari sebahagian masyarakat adat Riau yang berada
di Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hulu, hampir mirip dengan adat istiadat
daerah Minangkabau. Baik dilihat dari sisi bahasa komunikasi, dalam proses
interaksi sosial, ataupun pada sistem adat istiadat.

19
2.2 Sosial Ekonomi Wilayah Adat Riau
Provinsi Riau mempunyai potensi pertambangan yang besar. Lipatan
buminya banyak mengandung bahan mineral, seperti minyak bumi, gas bumi,
batu bara, timah, bauksit, batu granit, gas alam, pasir uruk, pasir bangunan, pasir
kuarsa dan lain-lain. Selain potensi pertambangan, Riau juga kaya akan potensi
sumber daya alam berupa hasil hutan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan
hasil laut (perikanan). Dengan demikian, mata pencaharian penduduk Riau cukup
beragam sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah. Komposisi mata
pencaharian terbesar dari bidang usaha penduduk setempat adalah sektor pertanian
dan perkebunan.
Kebijakan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan usaha tani dan
perkebunan di wilayah Riau cukup baik, akan tetapi etos kerja dan kemampuan
petani sendiri yang menjadi kendala dalam mengembangkan produktifitas
pertanian dan perkebunan itu, hal ini dapat dilihat, terdapat lahan pertanian/
perkebunan yang berkurang dari tahun ketahun. Lahan pertanian/ perkebunan
yang diolah oleh penduduk setempat pada umumnya adalah tanah warisan dari
nenek moyang dan orang tua mereka. Areal pertanian/perkebunan yang dikuasai
oleh penduduk setempat sangat terbatas, karena lahan pertanian/perkebunan yang
dapat diolah tidak seimbang dengan jumlah penduduk.
Perkebunan mempunyai kedudukan yang amat penting di dalam
pengembangan pertanian baik di tingkat nasional maupun regional. Tanaman
perkebunan yang merupakan tanaman perdagangan yang cukup potensial di
daerah ini ialah kelapa sawit, kelapa, karet,dan kopi. Areal perkebunan kelapa
sawit setiap tahunnya terdapat penambahan dari 1.612.382 Ha pada tahun 2007
menjadi 2.256.538 Ha pada tahun 2011. Sementara areal perkebunan karet,
kelapa, kopi, cengkeh, enau, lada dan tanaman lainnya terdapat pengurangan areal
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu dapat pula diketahui
bahwa minat masyarakat menanam kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan dengan
menanam karet dan tanaman lainnya.
Selain pertanian dan perkebunan, Riau juga memiliki potensi ekonomi
lainnya dari hasil peternakan, perikanan, dan pertambangan. Sektor peternakan
20
tidak hanya untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam usaha
memperbaiki gizi masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan
peternak. Pada tahun 2011 tercatat sebanyak 164.707 ekor sapi, 38.300 ekor
kerbau, 180 ekor sapi perah, 196.115 ekor kambing, 3.985 ekor domba, dan
47.449 ekor babi. Informasi lain yang diperoleh dari tabel tersebut adalah jumlah
ayam ras petelur 141.258 ekor, ayam ras pedaging 38.043.692 ekor, ayam
kampung 2.848.075 ekor dan itik 274.033 ekor. Dari tabel tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa memelihara ayam ras pedaging dan kambing lebih disenangi oleh
masyarakat Riau. Pada Tahun 2011 tercatat jumlah ayam ras pedaging 38.043.692
ekor, dan kambing 196.115 ekor. Ayam ras pedaging lebih banyak terdapat di
Kabupaten Kampar sedangkan kambing lebih banyak terdapat di Kabupaten
Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singingi. Selain itu, ternak babi terbanyak
terdapat di Pekanbaru. Dari 47.449 ekor babi di Riau, 15.145 ekor dipelihara di
Pekanbaru.
Produksi perikanan di Provinsi Riau, sebagian besar berasal dari perikanan
laut. Data yang bersumber dari Dinas Perikanan dan Kelautan yang dimuat dalam
Riau Dalam Angka 2012 menunjukkan bahwa pada tahun 2011, dari sejumlah
195.194,7 ton total produksi ikan, 46,4 persen merupakan hasil perikanan laut dan
budidaya.

2.3 Sosial Keagamaan Wilayah Riau


Menurut para ahli sejarah, masuknya Islam ke Riau, sama halnya dengan
masuknya Islam di kawasan nusantara. Seminar sejarah masuknya Islam ke
Indonesia di Medan tanggal 21 sampai 24 Syawal 1382 H ( 17 sampai 20 Maret
1963 M ) menyimpulkan bahwa Islam untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia
pada abad pertama Hijriah ( abad ketujuh atau kedelapan Masehi ) disebarkan
langsung oleh saudagar muslim dari Mekah. Daerah pertama didatangi oleh Islam
ialah pesisir Sumatera dan setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja
pertama berada di Aceh.
Perkembangan agama Islam di daerah Riau dimulai dari Kuntu- Kampar yang
diperkirakan berkisar antara abad ketujuh dan abad keduabelas. Selain dari daerah
Kuntu-Kampar, Islam di daerah Siak dikembangkan pula dari Malaka. Sewaktu
21
Sultan Mansur Syah memegang kekuasaan, Malaka menaklukkan kerajaan Gasib
dan mengangkat anak raja yang ditaklukkan itu, Megat Kudu, menjadi penguasa
di Gasib setelah di Islamkan terlebih dahulu dan diberi gelar Sultan Ibrahim.
Hubungan Siak- Gasib dengan Malaka dalam waktu selanjutnya berjalan dengan
baik sampai ditundukkan Portugis dalam tahun 1511. Kemudian hubungan
tersebut dilanjutkan oleh Johor. Oleh sebab itu corak Islam yang berkembang di
Siak diwarnai oleh corak Islam yang berkembang di Semenanjung Malaya yang
menganut mazhab Syafi’i.
Sejak ajaran Islam melekat pada keyakinan masyarakat Riau, maka
kehidupan keagamaan terus mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Salah satu kemajuan kehidupan keagamaan tersebut terlihat
dari banyak rumah-rumah ibadah yang mereka bangun. Bangunan ini memainkan
peranan sebagai pusat pendidikan Islam, paling kurang untuk tingkat dasar atau
pemula.

22
BAB 3
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah sejauh mana


pengetahuan seseorang terhadap kebudayaannya sendiri dipengaruhi oleh
berberapa hal dan salah satunya adalah dirinya sendiri. Besar atau kecilnya nya
rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya itulah yang nantinya
mencerminkan bahwa sejauh mana seseorang mengenali budayanya
sendiri. Mengenali budaya sendiri khususnya melayu merupakan sebuah
keharusan baginya yang mengaku melayu. Sedikit banyaknya pengetahuan kita
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya melayu menjadikan kita
secara tidak langsung mempelajari budaya itu sendiri.

Posisi Riau yang strategis dalam lalu lintas pelayaran dan perdagangan,
telah membuat penduduk Riau sejak lama menerima dan bergaul dengan berbagai
suku bangsa lain yang datang merantau. Kelompok ini mengungsi ke daerah lain
atas permintaan suku tersebut pindah ke tempat yang lebih aman menuju ke Pulau
Padang yang dibatasi oleh selat. Agama, religi atau kepercayaan suatu hal yang
bersifat Universal yang selalu ada dalam setiap masyarakat dimanapun. Terkait
dengan hal tersebut diatas, agama yang ada di Desa Titi Akar Kecamatan Rupat
Utara antara lain adalah: Islam, Kristen dan Budha serta masih adanya Animisme .
Agama / Religi bagi mereka merupakan warisan dari leluhur yang harus
dipertahankan. Dari kedua versi diatas tentu sangat sulit menyebutkan secara pasti
dari asal usul mereka. Tidak ada bukti sejarah yang kuat menyebutkan mereka
berasal dari salah satu versi tersebut. Sumber mata pencaharian utama masyarakat
suku Bonai adalah sebagai nelayan penangkap ikan khususnya disepanjang sungai
Rokan Kanan. Teknologi yang digunakan masih tradisional seperti "siapang" ,
"kayo" , lukah dan jaring.

23
DAFTAR PUSTAKA

Kurtubi, D. A. (2017, September 5). Mengenal Suku Suku Asli di Provinsi Riau.
Retrieved from Dinas Sosial Provinsi Riau:
https://dinsos.riau.go.id/web/index.php?
option=com_content&view=article&id=410:mengenal-suku-suku-asli-
komunitas-adat-terpencil-di-provinsi-riau-oleh-dodi-ahmad-
kurtubi&catid=17&Itemid=117

Mahdini. (2003). Islam dan Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Daulat Riau.

Pemda Provinsi Riau. (1991). Adat Istiadat Melayu Riau di Bekas Kerajaan Siak
Sri Indrapura. Pekanbaru: Lembaga Adat Daerah Riau.

Riau dalam Angka. (2013). Badan Sensus Penduduk Provinsi Riau.

Taufik, I. (2015). Dari Percikan Kisah Membentuk Provinsi Riau. Pekanbaru:


Yayasan Pustaka Riau.

24
LAMPIRAN

Berikut Bukti Kegiatan Zoom Kelompok 3:

25

Anda mungkin juga menyukai