Anda di halaman 1dari 19

Penentuan Harga Pokok Produk Bersama dan Produk Sampingan

MATA KULIAH AKUNTANSI BIAYA

OLEH:

KELOMPOK 4

1. Putu Melia Utami Putri (07) (2107531019)


2. Gusti Ayu Putu Wiwit Sukmayanti (12) (2107531053)
3. Ferina Khusumadewi Yasa (13) (2107531062)
4. Maya Laura Listi (14) (2107531063)

Program Sarjana Akuntansi Kelas B5

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

2022/2023

1
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................................................... 1
MATA KULIAH AKUNTANSI BIAYA ............................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
1. Biaya Bersama ............................................................................................................... 3
2. Akuntansi Produk Bersama ......................................................................................... 5
3. Biaya Bersama dan Keputusan Manajemen ............................................................ 10
4. Akuntansi Produk Sampingan .................................................................................. 11
KESIMPULAN ...................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19

2
PEMBAHASAN

1. Biaya Bersama

Biaya bersama ini dikumpulkan dengan metode harga pokok proses atau metode
harga pokok pesanan, tergantung dari sifat produksinya. Alokasi biaya bersama kepada
produk bersama ini terutama ditujukan untuk penentuan laba dan penentuan harga
pokok persediaan.
a. Definisi Biaya Bersama
Biaya bersama dapat diartikan sebagai biaya overhead bersama (joint
overhead cost) yang harus dialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam
perusahaan yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan maupun yang
kegiatan produksinya dilakukan secara massa. Lalu, biaya produk bersama
(joint product cost) adalah biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula
bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat
dipisahkan identitasnya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
b. Biaya Bergabung (common cost)
Biaya bergabung adalah biaya-biaya untuk memproduksi dua atau lebih
produk yang terpisah (tidak diolah bersama) dengan fasilitas sama pada saat
yang bersamaan.
c. Perbedaan Biaya Bersama dan Biaya Bergabung
1) Biaya bergabung dapat diikuti jejak alirannya ke berbagai produk yang
terpisah tersebut atas dasar sebab akibat, atau dengan cara menelurusi
jejak penggunaan fasilitas. Sedangkan, biaya bersama tidak dapat diikuti
jejak alirannya ke berbagai macam produk yang dihasilkan.
2) Biaya bergabung tidak meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Sedangkan, biaya bersama meliputi biaya-biaya bahan baku,
tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
d. Biaya bersama dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi berbagai
macam produk yang dapat berupa:
1) Produk bersama (joints products), adalah dua produk atau lebih yang
diproduksi secara serentak dengan serangkaian proses atau dengan
proses gabungan.

3
2) Produk sampingan (by-product), satu produk atau lebih yang nilai
jualnya lebih rendah, yang diproduksi bersama dengan produk lain yang
nilai jualnya lebih tinggi.
3) Produk sekutu (co-product), dua produk atau lebih yang diproduksi pada
waktu yang bersamaan, tetapi tidak dari kegiatan pengelolaan yang sama
atau tidak berasal dari bahan baku yang sama.
e. Karakteristik Produk Bersama, Produk Sampingan, dan Produk Sekutu
a) Produk Bersama dan Produk Sekutu memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1) Produk bersama dan produk sekutu merupakan tujuan utama
kegiatan produksi
2) Harga jual produk bersama atau produk sekutu relatif tinggi bila
dibandingkan dengan produk sampingan yang dihasilkan pada saat
yang sama
3) Dalam mengolah produk bersama tertentu, produsen tidak dapat
menghindarkan diri untuk menghasilkan semua jenis produk
bersama, jika ia ingin memproduksi hanya salah satu di antara
produk bersama tersebut.
b) Produk Sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat tidaknya
produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk utama (main
product).
1) Produk sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari produk
utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.
2) Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih
lanjut setelah terpisah dari produk utama.

Contoh produk sampingan yang tidak memerlukan proses pengolahan


lebih lanjut setelah terpisah dari produk utamanya terdapat dalam proses
penggilingan gabah. Produk sampingan berupa menir, katul, dedak, dapat
lagsung dijual setelah terpisah dari beras.

4
2. Akuntansi Produk Bersama

Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi


masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-masing produk tertentu
mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda-beda. Manajemen
biasanya ingin mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama
terhadap seluruh penghasilan perusahaan, karena dengan demikian dapat diketahui dari
beberapa macam produk bersama, jenis produk yang menguntungkan atau jenis yang
perlu didorong pemasarannya. Sehingga perlu diketahui seteliti mungkin bagian dari
seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk bersama, oleh
karena itu masalah pokok akuntansi harga pokok bersama adalah penentuan proporsi
total biaya produksi (yang dikeluarkan sejak bahan baku diolah sampai dengan saat
bahan produk-produk dapat dipisahkan identitasnya) yang harus dibebankan kepada
berbagai macam produk bersama.
Biaya bersama dapat dialokasikan kepada tiap-tiap produk bersama dengan
menggunakan metode, sebagai berikut:
a. Metode nilai jual realtif
Metode ini banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama. Dasar
pikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika suatu produk
terjual lebih tinggi dari produk yang lain, hal tersebut terjadi karena biaya yang
dikeluarkan untuk produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan produk
yang lain. Sehingga cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah
berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama yang dihasilkan.
Contoh:
Misalnya biaya bersama yang dikeluarkan oleh PT El Sari selama satu periode
akuntansi berjumlah Rp 750.000. Jumlah dan harga jual per satuan produk yang
dihasilkan perusahaan, yaitu:

5
Nilai Jual Alokasi Harga
Relatif Biaya Pokok
Bersama Produk
Bersama
per Kg
Jml Produk Harga Nilai Jual (3)x (4)x (5): (1)
yg Jual/Kg (1)x(2) 1.000.000 750.000
Dihasilkan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
15.000 kg Rp 10,0 Rp 150.000 15% Rp Rp 7,50
112.500
20.000 17.5 350.000 35% 262.500 13,13
25.000 12,0 300.000 30% 225.000 9,00
10.000 200.000 20% 250.000 15,00
70.000 kg Rp 1.000.000 100% Rp 750.000

Variasi penggunaan metode nilai jual relative bisa didapati bila satu atau
beberapa produk bersama memerlukan biaya pengolahan tambahan setelah saat
terpisah (split-off). Nilai jual produk bersama dapat diketahui setelah produk bersama
tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Dengan demikian saat terpisah produk
bersama tersebut belum memilki nilai jual. Untuk mengalokasikan biaya bersama perlu
dihitung nilai jual hipotesis yang dihitung dengan cara mengurangi nilai jual produk
bersama setelah diproses lebih lanjut dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
pengolahan sejak terpisah sampai dengan produk siap untuk dijual.

Contoh:

Misalnya biaya bersama selama satu periode akuntansi berjumlah Rp 3.000.000. Harga
jual per kg dan jumlah produk yang diproduksi selama periode akuntansi, yaitu:

6
Produk Harga Biaya Nilai Jumlah Nilai jual Nilai jual Alokasi Harga
Bersama Jual pengolahan jual yang hipotesis x hipotesisi biaya produk
per per kg hipotesis diproduksi jumlah relatif bersama per kg
kg setelah yang
dipisah diproduksi
A 400 100 300 10.000 3.000.000 66,7% 2.000.000 200
B 250 250 6.000 1.500.000 33,3% 1.000.000 167
4.500.000 100,0 3.000.000

b. Metode Satuan Fisik


Metode satuan fisik mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai
dengan manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode ini
biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien fisik yaitu kuantitas
bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk. Koefisien fisik disajikan
dalam satuan berat, volume, atau ukuran yang lain. Metode ini menghendaki bahwa
produk bersama yang dihasilka harus dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang
sama. Jika satu produk mempunyai satuan ukuran yang berbeda, harus ditentukan
koefisien ekuivalensi yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut
menjadi satuan ukuran yang sama. Misalnya, 10.000 barrels minyak tanah diolah
dalam proses penyulingan. Hasil produksi pengolahan tersebut dikurangi dengan
kerugian 200 barrels, yaitu sebagai berikut:
Produk Kuantitas (barrels) Persentase
Gasoline 2.600 26,52
Bensin 200 2,04
Kerosin 1.000 10,21
Minyak pelumas 300 3,06
Minyak bakar 5.000 51,03
Gas 300 3,06
Produk lain 400 4,08
Jumlah 9.800 100,00
Jumlah yang hilang dalam proses 200
10.000

7
Jika persentase sama dalam setiap proses produksi, maka dapat digunakan untuk
mengalokasikan biaya bahan baku yang dipakai. Upah langsung dapat juga
dialokasikan dengan memakai persentase tersebut, kecuali bila ada metode lain yang
lebih teliti. Misalnya dalam pengolahan 10.00 barrels minyak mentah tersebut, harga
pokok bahan baku yang dipakai berjumlah 15.000.000
Produk Kuantitas Persentase Alokasi harga
(barrels) pokok bahan
baku
Gasoline 2.600 26,52 Rp 3.978.000
Bensin 200 2,04 306.000
Kerosin 1.000 10,21 1.531.500
Minyak pelumas 300 3,06 459.000
Minyak bakar 5.000 51,03 7.645.500
Gas 300 3,06 459.000
Produk lain 400 4,08 512.000
Jumlah 9.800 100,00 Rp 15.000.000
Jumlah yang hilang dalam proses 200
10.000

c. Metode Rata-Rata Biaya per Satuan


Metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang dihasilkan diukur
dalam satuan yang sama. Pada umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan
yang menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama
tetapi mutunya berlainan. Dalam metode ini harga pokok masing-masing produk
dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas yang diproduksi. Jalan pikiran yang
mendasari pemakaian metode ini adalah karena semua produk dihasilkan dari
proses yang sama, maka tidak mungkin biaya untuk memproduksi satu satuan
produk berbeda satu sama lain.
Contoh:
Perusahaan penggergajian kayu menghasilkan berbagai macam mutu kayu.
Data kegiatannya yaitu:
- Jumlah produksi 762.000 m
- Biaya bersama Rp 22.860.000

8
- Rata-rata biaya per 1.000 m – 30.000 (22.860.000:762)

Rata-rata biaya per 1.000 m digunakan untuk menghitung harga pokok berbagai
macam kayu yang mempunyai mutu yang berbeda-beda sesuai dengan proporsi
kuantitasnya, disajikan dalam:

Mutu Kayu Kuantitas yang Rata-rata Biaya Harga Pokok


Diproduksi per 1.000 m Produk
Utama 76.200 m Rp 30.000 Rp 2.286.000
No 1 381.000 30.000 11.430.000
No 2 152.400 30.000 4.572.000
No 3 152.400 30.000 4.572.000
Jumlah 762.000 22.860.000

d. Metode Rata-Rata Tertimbang


Jika dalam metode rata-rata per satuan dasar yang dipakai dalam
mengalokasikan biaya bersama adalah kuantitas produksi, maka dalam metode
rata-rata tertimbang kuantitas produksi ini dikalikan dulu dengan angka
penimbang dan hasil kalinya dipakai sebagai dasar alokasi. Penentuan angka
penimbang untuk tiap-tiap produk didasarkan pada jumlah bahan yang dipakai,
sulitnya pembuatan produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis
angka penimbang adalah harga jual produk maka metode alokasinya disebut
metode nilai jual relatif.
Contoh:
Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode akuntansi berjumlah Rp
64.500.000. Jumlah produk yang dihasilkan dan angka penimbang tiap produk
disajikan dalam:
Produk Jml yang Angka Jml yg Alokasi biaya
diproduksi penimbang diproduksi x bersama
angka
penimbangan
A 40.000 3 120.000 Rp 152.400
B 35.000 2 70.000 152.400
C 25.000 1 25.000 152.400

9
215.000 152.400

3. Biaya Bersama dan Keputusan Manajemen

Berdasarkan uraian mengenai berbagai metode alokasi biaya bersama kepada


berbagai macam produk bersama, tampak bahwa dasar yang dipakai untuk alokasi tidak
menggambarkan aliran biaya bersama tersebut ke dalam tiap-tiap jenis produk. Maka dari
itu, perlu digarisbawahi bahwa tujuan alokasi biaya bersama adalah untuk penghitungan
laba, sehingga nantinya dapat diketahui kontribusi masing-masing produk bersama
terhadap seluruh laba yang diperoleh perusahaan. Pada dasarnya, harga pokok tiap-tiap
produk bersama yang didapat dari proses alokasi tidak bermanfaat bagi manajemen dalam
pengambilan keputusan, bahkan seringkali menyesatkan. Berikut merupakan contoh
mengenai penjelasan hal di atas:
Perusahaan A misalnya memproduksi dua jenis produk: A dan B, dari satu proses
produksi. Biaya bersama sebesar sebesar Rp375.000 telah dialokasikan kepada produk A dan
B dengan metode rata-rata biaya per satuan, dan tampak dalam tabel berikut.
Produk Jumlah Satuan Produk Biaya Rata-Rata Alokasi Biaya
per kg Bersama
A 15.000 kg Rp15 Rp225.000
B 10.000 kg Rp15 150.000
25.000 kg Rp375.000
Apabila semua produk yang dihasilkan tersebut terjual habis dengan harga:
produk A Rp16,50 per kg dan produk B Rp14,50 per kg, maka perhitungan laba
ruginya adalah sebagai berikut:
Produk A Produk B Jumlah
Hasil Penjualan Rp247.500 Rp145.000 Rp392.500
Hasil Pokok Penjualan Rp225.000 Rp150.000 375.000
Laba (Rugi) Rp22.500 (Rp5.000) Rp17.500
Jika dasar perhitungan di atas digunakan lalu terdapat salah analisis oleh
manajem, maka ia akan beranggapan bahwa produksi produk B tidak usah dilanjutkan,
berhubung produk B tersebut mengakibatkan kerugian Rp5.000. Padahal dalam
pengolahan produk bersama, pada umumnya salah satu jenis produk tidak dapat
dihindari produksinya. Sebagai contoh, karena produk B menghasilkan rugi Rp5.000,

10
dan kemudian tidak usah dijual, maka kerugian perusahaan tersebut menjadi sebesar
Rp27.500 (Rp247.500-Rp375.000), karena proses produksi tetap menghasilkan jenis
produk B. Seharusnya dalam hal ini manajemen melihat berapa kontribusi produk B
dalam menghasilkan laba perusahaan. Produk B memberikan kontribusi Rp145.000
kepada laba perusahaan sehingga total biaya bersama Rp375.000 dapat ditutup dan
menghasilkan laba perusahaan secara keseluruhan sebesar Rp17,500.
Harga pokok per satuan produk bersama juga tidak dapat digunakan sebagai
salah satu bahan pertimbangan dalam memutuskan apakah salah satu produk bersama
tersebut perlu diolah lebih lanjut atau tidak. Sebagai contoh, produk B di atas dapat
diolah lebih lanjut menjadi produk C dengan biaya tambahan sebesar Rp3 per kg dan
dapat laku dijual dengan harga Rp17,75 per kg. Dalam pengambilan keputusan
semacam ini informasi yang relevan hanyalah tambahan penghasilan dan tambahan
biaya saja (differential revenues dan differential costs). Apabila manajemen
membandingkan harga jual dan biaya per kg, maka akan diperoleh rugi sebesar Rp0,25
per kg dari pengolahan lebih lanjut produk B tersebut (yaitu Rp17,75 - Rp18). Hal ini
keliru karena sebenarnya informasi yang relevan dalam hal ini adalah tambahan
penghasilan dan tambahan biaya akibat pengolahan lebih lanjut produk B tersebut.
Ternyata tambahan pendapatan lebih besar Rp0,25 (Rp3,25 - Rp3) bila dibandingkan
dengan tambahan biaya. Menurut perhitungan terakhir ini maka produk B dapat diolah
lebih lanjut menjadi produk C. Sejatinya, keputusan apakah suatu produk diolah lebih
lanjut atau tidak ditentukan juga oleh pertimbangan-pertimbangan lain (misalnya
perusahaan tidak ingin memperluas usahanya ke arah pengolahan lebih lanjut
produknya karena tidak tersedianya tenaga kerja atau karena sulitnya memperoleh
bahan baku tambahan), sehingga perhitungan di atas hanya merupakan salah satu
bentuk pertimbangan yang dapat dilakukan manajemen.

4. Akuntansi Produk Sampingan

Terdapat dua metode akuntansi yang digunakan untuk memperlakukan produk


sampingan, yaitu:
1. Metode-metode Tanpa Harga Pokok (Non-cost methods)
Metode-metode yang tidak mencoba menghitung harga pokok produk
sampingan atau persediannya, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan
produk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya produksi.

11
2. Metode Harga Pokok (Cost methods)
Metode-metode yang mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama
kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk
atas dasar biaya yan dialokasikan tersebut.
4.1 Metode-metode Tanpa Harga Pokok
Berikut merupakan beberapa metode perlakuan terhadap pendapatan penjualan
produk sampingan.
1. Pendapatan penjualan jumlah produk sampingan diperlakukan sebagai
pendapatan di luar usaha.
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan diikurangi dengan
penjualan returnya dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk
Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Rugi Laba
dalam kelompok penghasilan di luar usaha.
Contoh

Penyajian Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Sebagai Penghasilan di Luar Usaha


Pendapatan penjualan produk utama (25.000 unit @Rp 4) Rp 100,000
Harga pokok penjualan:
Biaya produksi bersama (30.000 unit @Rp 2) Rp 60,000
Harga pokok persediaan akhir (5.000 unit @Rp 2) Rp 10,000
Rp 50,000
Laba bruto Rp 50,000
Biaya usaha:
Biaya pemasaran Rp 20,000
Biaya administrasi dan umum Rp 10,000
Rp 30,000
Laba bersih usaha Rp 20,000
Penghasilan di luar usaha:
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 4,000
Laba bersih sebelum PPh Rp 24,000

Metode ini tidak mencoba menentukan harga pokok produk sampingan.


Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang:
a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
b. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang tidak sebanding
dengan manfaat yang diperoleh.
c. Saat terpisahnya produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan
pembebanan harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidak
mengakibatkan perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.

Keberatan penggunaan metode ini adalah:

12
a. Apabila ada akhir periode akuntansi terdapat persediaan produk sampingan,
maka timbul masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca
perusahaan.
b. Dapat mengakibatkan penandingan dengan biaya tidak dalam periode yang
tepat.
c. Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal
ini membuka kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk
sampingan tersebut.
d. Meskipun nilai jual produk sampingan kecil, tetapi kalau pendapatan
penjualannya dilaporan sebagai penghasilan di luar usaha, maka hal ini akan
mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
2. Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Diiperlakukan sebagai
Tambahan Pendapatan Penjualan Produk Utama.
 Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan sebagai
Pengurang Harga Pokok Penjualan
Dalam metode ini pendapatan penjualan produk sampingan sebesar Rp4.000
dikurangkan dari harga pokok penjualan sehingga menghasilkan laba bruto
Rp54.000 (Rp100.000-Rp46.000). Laba bersih sebelum pajak tetap sama
sebesar Rp24.000.
 Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan sebagai
Pengurang Total Biaya Produksi
Pendapatan penjualan produk sampingan sebesar Rp4.000 dikurangkan dari
total biaya produksi Rp60.000, sehingga biaya produksi turun menjadi
Rp56.000. Hal ini menyebabkan biaya produksi per satuan turun menjadi
Rp1,87 (Rp56.000 : Rp30.000). Sehingga harga pokok persediaan produk
akhir tahun turun menjadi Rp9.350.

13
Pendapatan Produk Sampingan Dikurangkan dari Total Biaya Produksi
Pendapatan penjualan produk utama: (25.000 unit @Rp 4) Rp 100,000
Harga pokok penjualan:
Biaya produksi bersama (30.000 unit @Rp 2) Rp 60,000
Dikurangi hasil penjualan produk sampingan Rp 4,000
Biaya produksi bersih produk utama Rp 56,000
Dikurangi persediaan akhir produk utama Rp5.000 x Rp1,87 Rp 9,350
Rp 46,650
Laba bruto Rp 53,350
Biaya usaha:
Biaya pemasaran Rp 20,000
Biaya administrasi dan umum Rp 10,000
Rp 30,000
Laba bersih usaha Rp 23,350

Pendapatan penjualan produk sampingan yang ditambahkan pada


pendapatan penjualan produk utama, atau yang dicantumkan sebagai
pendapatan lain-lain, atau yang dikurangkan dari harga pokok penjualan atau
yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan produk
sampingan setelah dikurangi dengan biaya pemasaran, biaya administrasi dan
umum produk sampingan tersebut setelah terpisah dari produk utama.
Contoh
Misalkan biaya administrasi dan umum serta biaya pemasaran yang
ebrhubungan dengan produk sampingan ditaksir sebesar Rp500.

Pendapatan Bersih Produk Sampingan Dikurangkan dari Total Biaya Produksi


Pendapatan penjualan produk utama: (25.000 unit @Rp 4) Rp 100,000
Harga pokok penjualan: Biaya produksi bersama: (30.000 unit @Rp 2) Rp 60,000

Dikurangi:
Hasil penjualan produk sampingan Rp 4,000
Biaya pemasaran, administrasi dan umum (taksiran) Rp 500
Rp 3,500
Biaya produksi bersih utama Rp 56,500
Dikurangi harga pokok persediaan akhir produk utama
(5.000 x Rp1,88*) Rp 9,400
Rp 47,100
Laba bruto Rp 52,900
Biaya-biaya usaha:
Biaya administrasi dan umum Rp 29,500
Laba bersih usaha Rp 23,400

*Berasal dari Rp56.000 : 30.000 = Rp1,88

Karena ada sebagian biaya penjualan dan biaya administrasi dan umum
yang dibebankan kepada produk sampingan sebesar Rp500, maka jumlah biaya-
biaya tersebut yang semula Rp30.000 dalam laporan rugi laba tersisa Rp29.500
(Rp30.000 – Rp500).

14
Metode Nilai Pasar atau Reversal Cost Method
Pada metode ini yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah taksiran
nilai pasar produk sampingan. Metode ini mencoba menaksir biaya produk
sampingan dengan titik tolak dari nilai pasarnya.

Perhitungan Taksiran Biaya Produk Sampingan pada Saat Terpisah


Nilai pasar produk sampingan Rp xxx
Taksiran biaya pemasaran produk sampingan Rp xxx
Taksiran biaya administrasi & umum produk sampingan Rp xxx
Taksiran biaya pengolahan setelah saat terpisah Rp xxx
Taksiran laba bruto Rp xxx
Rp xxx
Taksiran biaya produk sampingan pada saat terpisah Rp xxx

Taksiran biaya produk sampingan pada saat terpisah ini kemudian dikurangkan
dari biaya bersama untuk mendapatkan biaya produk utama.
Contoh
Biaya bersama yang dikeluarkan untuk memproduksi 40.000 kg produk utama dan
5.000 kg produk sampingan berjumlah Rp6.400.000. Setelah terpisah dari produk
sampingan, produk utama dapat laku dijual tanpa harus mengalami pengolahan
lebih lanjut. Nilai pasar produk sampingan Rp80 per kg. Biaya pemasaran produk
sampingan ditaksir 5% dari harga jual dan laba bruto ditaksir 15% dari harga
jualnya. Biaya-biaya pengolahan produk sampingan yang dikeluarkan setelah
produk sampingan terpisah dari produk utama diperkirakan berjumlah Rp70.000.

15
Perlakuan produk sampingan
Produk Utama Produk Sampingan
Biaya bersama Rp 6,400,000

Taksiran pendapatan penjualan produk sampingan


(500 x Rp80) Rp 400,000
Dikurangi dengan:
Taksiran laba bruto 15% x Rp400.000 Rp 60,000
Taksiran biaya pemasaran (5% x hasil penjualan) Rp 20,000
Biaya pengolahan produk sampingan setelah saat terpisah Rp 70,000
Rp 150,000
Taksiran biaya produk pada saat terpisah Rp 250,000

Taksiran biaya tambahan setelah produk sampingan terpisah


Rp 70,000
dari produk utama
Harga pokok produk sampingan Rp 320,000

Nilai produk sampingan yang harus dikurangkan dari biaya


Rp 250,000
bersama (taksiran biaya produk sampingan pada saat terpisah)
Harga pokok produk utama Rp 6,150,000
Harga pokok produk utama per satuan
(Rp6.150.000 : 40.000 kg) Rp 153.75 /kg
Harga pokok produk sampingan per satuan
Rp320.000 : 5.000 kg Rp 64 /kg

4.2 Metode Harga Pokok


Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Method)
Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya
dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Harga pokok yang
diperhitungkan dalam produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti
(replacement cost) yang berlaku di pasar. Jumlah ini kemudian dikreditkan pada
rekening Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku, sehingga mengurangi biaya
produksi produk utama. Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan
mengakibatkan harga pokok per satuan persdiaan produk utama menjadi lebih rendah.
Contoh
Jumlah biaya produksi untuk 18.000 kg produk utama Rp 27.000
Pendapatan penjualan produk utama: 15.000 x Rp3,00 Rp 45.000
Biaya pengganti produk sampingan yg digunakan dlm pengolahan produk utama Rp 1.800
Biaya pemasarann dan administrasi & umum Rp 4.000
Persediaan akhir produk utama 3.000 kg

Laporan laporan laba/rugi disajikan sebagai berikut.

16
Laporan Rugi Laba dengan Replacement Cost Method dalam Perlakuan
terhadap Produk Sampingan
Pendapatan penjualan produk utama Rp 45,000
Harga pokok penjualan:
Biaya produksi 18.000 x R1,50 Rp 27,000
Dikurangi: Biaya pengganti produk sampingan Rp 1,800
Rp 25,200
Dikurangi: persediaan akhir 3.000 kg x Rp1,40* Rp 4,200
Rp 21,000
Laba bruto Rp 24,000
Biaya pemasaran dan administrasi & umum Rp 4,000
Laba bersih sebelu PPh. Rp 20,000

*Rp25.200 : 18.000 = Rp1,40

17
KESIMPULAN

Dalam suatu perusahaan, berbagai produk yang dihasilkan berasal dari proses
pengolahan bahan baku yang sama dapat menimbulkan permasalahan dalam pengalokasian
biaya bersama (joint cost) kepada berbagai produk yang dihasilkan. Biaya bersama dikeluarkan
untuk mengolah bahan baku menjadi berbagai macam produk yang dapat berupa produk
bersama (joint product), produk sampingan (by-product), serta produk sekutu (co-product).
Oleh sebab itu, dalam kepentingan penentuan penghasilan dan perhitungan harga pokok
persediaan, biaya bersama perlu dialokasikan kepada produk bersama. Adapun rmpat metode
alokasi biaya bersama kepada produk bersama yang dapat dilakukan, yakni metode nilai jual
relatif, metode satuan fisik, metode rata-rata biaya per satuan, dan metode rata-rata tertimbang.
Mengingat produk sampingan merupakan produk yang mempunyai nilai jual relatif jauh lebih
rendah dibandingkan dengan produk utamanya, maka ada dua kelompok metode perlakuan
terhadap produk sampingan. Pertama, yakni tidak berusaha untuk mengalokasikan biaya
bersama kepada produk sampingan, karena rendahnya nilai jual produk sampingan tersebut.
Adapun kelompok metode kedua berusaha mengalokasikan biaya bersama kepada produk
sampingan tersebut.
Adapun metode akuntansi yang digunakan untuk memperlakukan produk sampingan
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu (a) metode-metode tanpa harga pokok (non-cost
methods) yang tidak mencoba menghitung harga pokok produk sampingan atau persediaanya,
tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan dengan beberapa metode,
seperti sebagai pendapatan di luar usaha, sebagai tambahan pendapatan penjualan produk
pertama, sebagai pengurang harga pokok penjualan, atau sebagai pengurang total biaya
produksi; serta (2) metode-metode harga pokok (cost methods), yakni metode-metode yang
mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama kepada produk sampingan dan menentukan
harga pokok persediaan produk atas dasar biaya yang dialokasikan tersebut. Metode harga
pokok meliputi metode nilai pasar dan metode biaya pengganti

18
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. (2018). AKUNTANSI BIAYA EDISI 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

19

Anda mungkin juga menyukai