Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-
Nya kami dapat kami menyelesaikan makalah Akuntansi Biaya tentang “joint product dan
product Sampingan” dengan baik meskipun banyak kekurangan. Dan juga kami berterima
kasih pada dosen mata kuliah Akuntansi biaya yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangata berharapa makalah ni dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kami tentang joint product dan product sampingan kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ni terdapat kekurangan dan jauah dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaakan yang telah
kami buata di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bag kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahana kata-kata yang
kurang berkenan dan kami mohon maaf kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Padang, 2 Desember 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Makalah

BAB II PEMBHASAN

2.1 Perbedaan antara Joint Product, By Product dan Scrap

2.2 Split-off Point pada Biaya Joint Product

2.3 Pengertian Joint Cost (biaya Bersama)

2.4 Akuntansi By Product

2.5 Jurnal untuk By Product

2.6 Alasan Pengalokasian Joint Cost

2.7 Pendistribusian Joint Cost ke Produk Sampingan dan Produk Gabungan untuk
Penilaian Persediaan dengan Berbagai Metode

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada banyak perusahaan manufaktur, suatu proses produksi dihasilkan lebih dari
satu jenis produk. Di perusahaan industri minyak bumi misalnya, proses penyulingan
minyak mentah dapat menghasilkan bensin, minyak tanah, oli dan lain – lain. Di
perusahaan yang memproduksi (potong) daging hewan dapat menghasilkan daging, kulit,
dan sebagainya.
Bila dalam suatu proses poduksi dihasilkan lebih dari satu produksi seperti contoh diatas
maka produk tersebut disebut produk bersama dan atau produk sampingan. Produk yang
dihasilkan akan dinamakan produk bersama atau produk sampingan akan tergantung pada
nilai relatif dari produk tersebut.
Persoalan yang timbul akibat dari proses produksi yang sama dihasilkan lebih dari satu
jenis produk ialah biaya yang dikeluarkan / dikorbankan untuk semua produk tersebut,
disebut biaya bersama (join cost) yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk –
produk yang bersangkutan.
Alokasi dari biaya bersama penting untuk penetuan harga pokok produksi masing –
masing produk dan penentuan nilai persediaan produk jadi. Oleh sebab itu, dikemukakan
masalah perlakuan produk bersama, produk sampingan yag lebih terfokus pada alokasi
biaya bersama yang terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimana Perbedaan antara Joint Product, By Product dan Scrap?
b) Bagaimana menentukan nilai atas Produk Sampingan yang belum dijual?
c) Apa alasan untuk mengalokasikan biaya gabungan?
d) Apa metode yang paling tepat untuk mendistribusikan Biaya Gabungan ke
Produk Sampingan dan Produk Gabungan untuk penilaian persediaan?
e) Bagaiaman mengenal keterbatasan alokasi Biaya Gabungan untuk pencanaan
dan pengendaliaan di masa mendatang?

1.3 Tujuan Makalah


a) Membedakan antara Produk Gabungan, produk sampingan dan nilai
rongsokn/sisa
b) Menentkan jika ada, berapa nilai yang akan ditetapkan perusahaan atas produk
sampingan sebelum di jual
c) Mengidentifikasi alasan untuk mengalokasikan biaya gabungan
d) Memilih metode yang paling tepat untuk mendistribusikan biaya gabungan ke
produk sampingan dan produk gabungan untuk penilaian persediaan
e) Mengenali keterbatasan aloakasi biaya gabungan untuk perencanaan dan
pengendalian di masa mendatang
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Antara Joint Produk, By Produk dan Scrap


A. Joint Product (produk bersama)
Yaitu beberapa produk yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri proses
produksi secara serempak dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan overhead
pabrik yang sama, yang tidak dapat dilacak atau dibedakan / dipisahkan pada setiap
produk dan mempunyai nilai jual atau kuantitas produk relative sama.
Ada beberapa karakteristik produk bersama, antara lain sebagai berikut :
a) Produk bersama memiliki hubungan fisik yang sangat erat satu sama lain dalam
proses produksinya. Bila ada tambahan kuantitas untuk menambah unit produk yang
lain, maka kuantitas produk yang lain akan bertambah secara proporsional.
b) Tidak ada satu produk pun dari produk bersama yang secara signifikan nilainya lebih
tinggi dari produk yang lain.
c) Dalam proses produk bersama dikenal istilah “titik pisah” yakni saat terpisahnya
(split-off) masing-masing jenis produk yang dihasilkan dari bahan baku, tenaga kerja
dan overhead yang telah dinikmati oleh produk secara bersama-sama.
d) Setelah terpisah (split-off) produk berdiri sendiri-sendiri yang mungkin langsung
dijual atau mungkin pula harus diproses lebih lanjut untuk mendapatkan produk
yang lebih menguntungkan.

Contoh dari produk gabungan antara lain sebagai berikut :


 Industry pengepakan daging hewan asalnya satu biaya
 Produk bensin
 Produk simultan berbagai jenis lem dan pemrosesan kedelai menjadi minyak dan
bahan pangan

B. By Product (Produk sampingan)


adalah produk-produk yang memiliki nilai jual terbatas (dalam pengertian tidak
terlalu tinggi) yang diproduksi bersamaan dengan produk utama (main produk) atau
produk bersama yang memiliki nilai jual lebih besar secara signifikan. Perbedaan
antara produk bersama dan produk sampingan hanya pada nilai jual dari produk
tersebut.
Ada beberapa asal mula produk sampingan, antara lain sebagai berikut :
a. Muncul dari pembersihan produk utama (bisa bernilai, atau bisa menjadi sampah).
Contoh gas dan tar dalam produksi arang, serbuk gergaji di tempat penggergajian.
b. Muncul dari proses persiapan bahan baku sebelum digunakan dalam proses produksi
produk utama. Contoh pemisahan biji kapas dari kapas, pemisahan kulit dari biji
coklat.

C. Scrap (Bahan sisa)


Yaitu bahan yang tersisa atau bahan yang rusak dari proses produksi yang tidak
dapat dimasukkan lagi ke dalam produksi dengan kegunaan seperti sebelumnya, tetapi
mempunyai nilai ekonomi yang relative kecil, dan bahan tersebut mungkin dapat di
pakai untuk kegunaan lain atau proses produksi lain atau bahan tersebut dapat dijual
kepada pihak luar.
Penyebab timbulnya bahan sisa bahan dapat karena sifat bahan baku yang diproses
atau karena sifat pengolahan produk atau karena bahan baku terlalu lama disimpan.
Misalnya pada perusahaan konfeksi timbul sisa bahan berupa potongan tekstil yang
tidak dapat di pakai.
Ditinjau dari dapat dijual atau tidaknya sisa bahan, maka sisan bahan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Sisa bahan yang tidak laku dijual
Sisa bahan yang tidak laku dijual timbul masalah akuntansi apabila untuk
membuang atau memusnahkan sisa bahan diperlukan biaya, supaya tidak
mengakibatkna pencemaran lingkungan hidup, perlakuan dari biaya tersebut
tergantung dari penyebab timbulnya sisa bahan. Apabila sisa bahan terjadi karena
pengerjaan pesanan tertentu, biaya pembuangan atau pemusnahan sisa bahan dapat
untuk menambah elemen biaya bahan baku pesanan yang bersangkutan. Apabila sisa
bahan secara normal terjadinya dalam perusahaan biaya tersebut dapat diperlakukan
sebagai elemen biaya overhead pabrik sesungguhnya. Maka pada penyusunan
budget biaya overhead pabrik awal periode untuk menghitung tarif sudah harus
dimasukkan besarnya budget biaya pembuangan atau pemusnahan sisa bahan.
2. Sisa bahan yang laku di jual
Sisa bahan yang laku di jual menimbulkan masalah akuntansi atas perlakuan hasil
penjualan sisa bahan, dalam hal ini dapat digunakan perlakuan hasil penjualan sisa
bahan.

2.2 Splitt-off Point Pada Biaya Joint Produk


Split-off point adalah perusahaan bekerja dan berproduksi secara bersama-sama atau
berbarengan dan sampai suatu titik tertentu produk yang dihasilkan dipisahkan dan
menjadi barang-barang lain yang berbeda.
Pada titik ini produk yang yang dihasilkan dengan menggunakan joint cost akan
menghasilkan joint produk atau produk bersama. Misalnya pada usaha pemotongan
hewan sapi.

2.3 Pengertian Joint Cost


Istilah biaya gabungan (joint cost) lebih terbatas, hanya ke biaya yang dikeluarkan
untuk memproses secara simultan dua atau lebih produk dengan nilai pasar tinggi. Di sisi
lain, kita menghubungkan biaya bersama (common cost) dengan pembagian fasilitas
secara bersama oleh dua atau lebih pemakai.
Joint Cost atau Biaya gabungan adalah biaya produksi yang dikeluarkan sampai ke
titik dimana produk diidentifikasi secara terpisah. Biaya gabungan tdak dapat dipisahkan
dan harus ditetapkan ke produk.
Akuntan mengalokasikan biaya produk gabungan ke biaya departemen jasa atas dasar
penggunaan; contohnya, mereka mengalokasikan biaya penempatan bangunan atas dasar
luas lantai. Sebagaimana sebelumnya telah membahas beberapa masalah pengalokasian
biaya bersama ke departemen. Masalah teorits dan praktis yang dhadapi dalam
perlakuan biaya bersama dan biaya gabungan adalah sama. Meskipun demikian,
sebagian besar akuntan membatasi biaya gabungan ke pengertian yang lebih sempit
sebagai pembuatan produk gabungan sebelum produk tersebut diidentifikasikan secara
terpisah.

2.4 Akuntansi By Product


Dari seluruh pendekatan untuk kalkulasi biaya produk sampingan merupakn variasi
dari dua metode berikut:
1. Menetapkan biaya produk sampingan sama dengan nilai pasar bersihnya, atau nilai
bersih yang dapaat direalisasikan. Kita mengurangjan jumlah ini dari total biaya
produksi produk utama atau produk gabungan, dengan demikian kita memisahkan
produk samongan dari produk utama dengan memindahkan jumlah nilai pasar bersih
produk sampingan dari akun persedian barang dalam proses ke persedian produk
sampingan. Kita menghitung nilai pasar bersih yang dapat diirealisasikan (net
market/realizable value) sebagai nilai pasar produk sampingan yang diproduksikan
dikurangi (a)biaya produksi,(b) biaya pemasaran, dan (c) biaya administrasi yang dapat
dipisahkan. Satu-satunya transaksi pada saat kita menjual produk sampingan adalah
enaikan Kas atau Piutang Usaha dan penuruna persediaan produk sampingan.
2. Tidak menetapkan nilai persedian ke produk sampingan pada saat produksi.
Sebaliknya, setiap jumlah yang diakibatkan oleh produk sampingan tetap bersama
dengan produk utama. Kita membuat ayat jurnal memo hanya utnuk mencatat jumlah
fisik produk sampingan yang diproduksi. Pada saat kita menjual keseluruhan nilai
pasar bersih sebagaimana pendapatan lainnya dengan menambah Kas atau Piutang
Usaha dan Pendapatan Lain-lain.
 Dua metode dasar akuntasi untuk produk sampingan

Laporan Laba Rugi

Metode 1 Metode 2
Nlai Pasar Bersih yang Tidak Ada Nilai Yang
Ditetapkan ke Persediaan Ditetapkan ke Persediaan
Produk sampingan produk Sampingan; Nilai
Pasar bersih Diperboleh-
kan sebagai Pendapatan
lain

Penjualan, Produk
Utama (gabungan) $480.000 $ 480.000
Harga pokok penjualan
Biaya produksi gabungan $300.000 180.000
Dikurangi nilai pasar
Bersih semua produk
Sampingan yang diproduksi 20.000
Biaya produksi bersih $280.000 $ 300.000
Persediaan Akhir 11.200 12.000
Harga pokok penjualan $268.800 $ 288.000
Marjin kotor $211.200 $ 192.000
Beban pemasaran
Dan administrasi 40.000 40.000
Laba operasi $171.200 $ 152.000
Pendapatan lain
Pendapatan dari penjualan
Produk sampingan
Laba sebelum pajak $171.200 $ 171.000

2.5 Jurnal untuk by Product


Dengan mengunakan data di atas, Ayat jurnal berikut mencatat transaksi yang
mengunakan metode pertama di mana kita menetapkan nilai pasar bersih ke persediaan
produk sampingan. Kita membebankan estimasi nilai pasar bersih sebesar $1 per Kg ke
akun sebagai berikut:
Persediaan Produk Sampingan 20.000
Persediaan Barang dalam Proses 20.000

Sebagaimana pemrosesan tambahan diselesaikan, kita membebankan biaya produksi yang


dapat di pisahkan ke akun persediaan produk Sampingan:
Persediaan Produk Sampingan
(20.000 kg x $0,06) 1.200
Bahan 600
Gaji 400
Biaya Overhead Pabrik 200
Pembebanan biaya pemasaran dan Administrasi adalah:
Persediaan produk Sampingan
(20.000 Kg x $0,04) 800
Pengendali Beban pemasaran 300
Pengendali Beban Administrasi 500

Untuk menyederhanakan, diasumsikan bahwa kita membebankan semua biaya


administrasi dan pemasaran sebesar 20.000 Kg untuk diproduksi, meskipun tersisa 1.000
kg yang belum di jual. Dengan asumsi 19.000 kg produk sampingan di jual sebesar $1,10
per Kg secara tunai, maka ayat jurnalnya adalah sebagai berikut:
Kas (19.000 Kg x $1,10) 20.900
Persediaan Produk Sampingan 20.900

Jika produk sampingan di jual seharga $1,25 dan bukan $1,10 seoerti yang digunakan
untuk kalkulasi biaya produk, maka ayat jurnalnya akan seperti berikut ini:
Kas (19.000 Kg x $1,25) 23.750
Persediaan Produk Sampingan 20.900
Keuntungan Penjualan Persediaan Produk
Sampingan (19.000 Kg x $0,15) 2.850

Akun Persediaan Produk Sampingan nampak sebagai berikut:

Persediaan Produk Sampingan

20.000 20.900
1.200
800
22.000

Saldo 1.100
Kita menunujukan saldo sebesar $1.100 di akun buku besar Persediaan produk sampingan
sebagai Aktiva pada Neraca, bersama dengan akun persediaan lainnya.

2.6 Alasan Pengalokasian Joint Cost


Akuntan mengalokasikan biaya produksi gabungan ke biaya produk sebenarnya dan
prosuk sampingan. Setiapa bagian biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead suatu produk
tdak dapat dipisahkan dari setiap bagian produk lainnya. Jka dibuat secara simultan,
produk gabungan dan produk sampingan tidak memiliki biaya yang dapat ditelisuri, yaitu
biaya individu. Oleh karen itu, pengalokasian biaya produksi gabungan ke produk
adalah perlu.
Alasan untuk megalokasikan biaya gabungan agar sampai ke biaya produk mencakup
hal-hal berikut:
1. Menilai persedian dan menghitung harga pokok penjualan bak untuk laporan keuangan
dan pajak eksternal. Jika kita tidak dapat menetapkan biaya gabungan ke setiap
produk, harga pokok penjualan mencakup semua biaya gabungan, dan produk
gabungan dalam persedian akhir mempunya biaya gabungan nol.
2. Menilai persedian unuk tujuan asuransi. Dalam kasus dimana terjadi kehilangan,
perusahaan asuransi dan pihak yang mengasuransikan harus sepakat megenai nilai
barang yang hilang. Salah satu pertimbangan dalam penyelesaiannya adalaha harga
pokok produk yang hilang. Jika poduk gabungan hancur, akuntan harus membagi
biaya pproduksi antara produk yang hilang dan yang tidak hilang.
3. Menilai persedian dan menghitung harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporaan
keuangan internal. Banyak perusahaan menghitung kompensasi eksekutif, setidaknya
sebagian, atas dasar setiap laba divisi atau segmen eksekutif. Jika satu atau lebih
segmen menjual produk gabungan, kita harus mengalokasikan biaya bahan dan
pemrosesan ke produk terkait.
4. Menentukan biaya pembayaran kembali (reimbursement) kontrak di mana perusahaan
hanya menjual sebagian dari produk atau jasa yang di produksi secara gabungan ke
satu pelanggan.
2.7 Metode Penilaian Pada Persediaan

Dalam menetapkan nilai suatu persediaan dari suatu perusahaan terlebih dahulu
perlu ditetapkan suatu metode penilaian persediaan yang akan dipilih oleh suatu
perusahaan agar persediaan yang digunakan dalam proses produksi dapat menunjukkan
nilai yang lebih tepat sehingga perusahaan dapat menetapkan laba atau rugi yang lebih
mencerminkan keadaan yang wajar.

“Untuk menilai persediaan dapat digunakan berbagai cara yaitu:


1. identifikasi khusus
2. mauk pertama keluar pertama (MPKP/FIFO)
3. rata-rata tertimbang
4. masuk terakhir keluar pertama
5. persediaan besi/minimum
6. biaya standar
7. biaya rata-rata sederhana
8. harga beli terakhir
9. metode nilai penjualan relatif
10. metode biaya variabel

Adapun penjelasan mengenai cara untuk dapat menghitung harga pokok penjualan dan
harga pokok persediaan akhir tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Metode Identifikasi Khusus


Metode identifikasi khusus ini didasarkan pada anggapan bahwa arus barang harus
sama dengan arus biaya. Untuk itu perlu dipisahkan tiap-tiap jenis barang berdasarkan
harga pokoknya dan untuk masing-masing kelompok dibuatkan kartu persediaan sendiri
sehingga masing-masing harga pokok bisa diketahui. Harga pokok terdiri dari harga
pokok barang-barang yang dijual dan sisanya merupakan persediaan akhir. Metode ini
dapat digunakan dalam perusahaan-perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan
fisik maupun buku.
2. Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP/FIFO)
Harga pokok persediaan akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila
ada penjualan atau pemakaian barang-barang maka harga pokok dibebankan adalah
harga pokok yang paling terdahulu, disusul yang masuk berikutnya. Persediaan akhir
dibebani harga pokok terakhir.

3. Rata-rata Tertimbang
Dalam metode ini barang-barang yang dipakai unutk produksi atau dijual akan
dibebani harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan
cara membagi jumlah harga perolehan dengan kuantitinya.

4. Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP/LIFO)


Barang-barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok
pembelian yang terakhir disusul dengan masuk sebelumnya. Persediaan akhir dihargai
dengan harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya.

5. Persediaan Besi/Minimum
Dalam metode ini dipakai anggapan bahwa perusahaan memerlukan suatu jumlah
persediaan minimum (besi) untuk menjaga kontinuitas usahanya. Persediaan minimum
(besi) ini dianggap sebagai suatu elemen yang harus selalu tetap, sehingga dinilai
dengan harga pokok yang tetap. Harga pokok untuk persediaan besi (minimum)
biasanya diambil dari pengalaman yang lalu dimana harga pokok itu nilainya rendah.
Pada akhir periode jumlah barang yang ada dalam gudang dihitung. Jumlah persediaan
besi dinilai dengan harga pokok yang tetap, sedangkan selisih antara jumlah barang
yang ada dengan jumlah persediaan besi dinilai dengan harga pada saat tersebut (bisa
dengan metode MTKP, MPKP, rata-rata tertimbang atau metode lain).

6. Biaya Standar
Dalam perusahaan manufaktur yang memakai sistem biaya standar, persediaan
barang dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-biaya yang seharusnya terjadi. Biaya
standar ini ditentukan dimuka, yaitu sebelum proses produksi dimulai, untuk bahan
baku, upah langsung dan biaya produksi tidak langsung. Apabila terdapat perbedaan
biaya-biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standarnya, perbedaan-perbedaan
itu akan dicatat sebagai selisih. Karena persediaan barang dinilai dengan biaya standar
maka dalam harga pokok penjualan tidak termasuk kerugian-kerugian yang timbul
karena pemborosan-pemborosan dan hal-hal yang tidak biasa. Biaya standar yang
ditetapkan akan terus digunakan apabila tidak ada perubahan harga maupun metode
produksi. Apabila ternyata ada perubahan maka biaya standar harus direvisi dan
disesuaikan dengan keadaan yang baru.

7. Biaya Rata-rata Sederhana


Harga pokok persediaan dalam metode ini ditentukan dengan menghitung rata-rata
tanpa memperhatikan jumlahnya. Apabila jumlah barang berbeda-beda maka metode ini
tidak menghasilkan harga pokok yang dapat mewakili seluruh persediaan.

8. Harga Beli Terakhir


Dalam metode ini persediaan barang yang ada pada akhir periode dinilai dengan harga
pokok pembelian terakhir tanpa mempertimbangkan apakah jumlah persediaan yang ada
melebihi jumlah yang dibeli terakhir

9. Metode Nilai Penjualan Relatif


Metode ini dipakai unutk mengalokasikan biaya-biaya bersama (joint cost) kepada
masing-masing produk yang dihasilkan atau dibeli. Masalah alokasi ini timbul dalam
usaha dagang maupun perusahaan manufaktur. Dalam perusahaan dagang apabila dibeli
beberapa barang yang harganya menjadi satu, timbul masalah berapakah harga pokok
masing-masing barang tersebut.

10. Metode Biaya Variabel


Dalam metode ini harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan
hanya dibebani dengan biaya produksi yang variabel yaitu bahan baku, upah langsung dan
biaya produksi tidak langsung variabel. Biaya produksi tidak langsung yang tetap akan
dibebankan sebagai biaya dalam periode yang bersangkutan dan tidak ditunda dalam
persediaan. Metode ini berguna bagi pimpinan perusahaan untuk merencanakan dan
mengawasi biaya-biayanya. Agar metode ini dapat digunakan, rekening-rekening biaya
harus dipisahkan menjadi biaya variabel dan tetap. Karena yang dimasukkan dalam
perhitungan harga pokok produksi hanya biaya-biaya yang variabel, metode ini tidak
diterima sebagai prinsip akuntansi yang lazim. Oleh karena itu jika digunakan metode
biaya variabel maka pada akhir periode harus diadakan penyesuaian terhadap persediaan
dan harga pokok penjualan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Joint product yaitu beberapa produk yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri
proses produksi secara serempak dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan
overhead pabrik yang sama, yang tidak dapat dilacak atau dibedakan / dipisahkan pada
setiap produk dan mempunyai nilai jual atau kuantitas produk relative sama.
By Product adalah produk-produk yang memiliki nilai jual terbatas (dalam
pengertian tidak terlalu tinggi) yang diproduksi bersamaan dengan produk utama (main
produk) atau produk bersama yang memiliki nilai jual lebih besar secara signifikan.
Scrap yaitu bahan yang tersisa atau bahan yang rusak dari proses produksi yang
tidak dapat dimasukkan lagi ke dalam produksi dengan kegunaan seperti sebelumnya,
tetapi mempunyai nilai ekonomi yang relative kecil, dan bahan tersebut mungkin dapat
di pakai untuk kegunaan lain atau proses produksi lain atau bahan tersebut dapat dijual
kepada pihak luar.
Joint Cost atau Biaya gabungan adalah biaya produksi yang dikeluarkan sampai ke
titik dimana produk diidentifikasi secara terpisah.
DAFTAR PUSTAKA

Rayburn,L.Gayle (R),Cost Accounting: Using a Cost Management Approach, 6th ed.


Mulyadi, Akuntansi Biaya, Edisi 5, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

https://plus.google.com/101753050095416497726/posts/DVA1wBDGFFj

http://rusdiananovi.blogspot.co.id/2012/08/pengalokasian-biaya-bersama-pada-produk.html

Anda mungkin juga menyukai