Anda di halaman 1dari 53

Mulyadi

PENENTUAN KOS PRODUK


BERSAMA DAN PRODUK
SAMPINGAN
Mulyadi
2

BUTIR PENTING
1. Biaya bersama
2. Akuntansi produk bersama
3. Biaya bersama dan keputusan manajemen
4. Akuntansi produk sampingan
Mulyadi
3

BUTIR PENTING KE-1

BIAYA BERSAMA
(JOINT COST)
Mulyadi
4
PRODUK BERSAMA DAN
PRODUK SAMPINGAN
 Dalam proses produksi perusahaan tertentu, seringkali kita jumpai pengolahan satu atau
beberapa macam bahan baku dalam satu proses produksi dapat menghasilkan dua jenis
produk atau lebih.
 Contoh:
– Perusahaan penggilingan gabah misalnya, mengolah bahan baku berupa gabah dan
menghasilkan lebih dari satu macam produk berupa: beras, menir, katul, dan dedak. Perusahaan
gas asam arang mengolah diesel fuel menjadi gas asam arang (CO2) berupa gas dan gas asam
arang padat (dry ice).
– Perusahaan minyak mengolah minyak mentah menjadi bensin, minyak tanah, oli, dan produk
dari minyak yang lain. Dalam perusahaan semacam ini, karena berbagai produk yang dihasilkan
tersebut berasal dari proses pengolahan bahan baku yang sama, timbul masalah pengalokasian
biaya bersama (joint cost) kepada berbagai produk yang dihasilkan tersebut.
 Biaya bersama ini dikumpulkan dengan ABOC— job order costing method atau ABOC—
process costing method tergantung dari sifat produksinya. Alokasi biaya bersama kepada
produk bersama ini terutama ditujukan untuk penentuan laba dan penentuan kos sediaan
—dua informasi yang dimanfaatkan oleh pemakai luar perusahaan.
 Oleh karena informasi yang dihasilkan dari proses penentuan kos produk bersama dan
produk sampingan ini lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan,
maka prinsip akuntansi berterima umum dipakai sebagai basis penentuan kos produk.
Biaya produksi menjadi fokus, dan perhitungan kos produk menggunakan full costing
method.
Mulyadi
5

DEFINISI BIAYA BERSAMA


 Biaya bersama (common cost) dapat diartikan sebagai biaya tidak
langsung produk yang harus dibebankan ke berbagai produk
yang mengkonsumsinya, baik dalam perusahaan yang kegiatan
produksinya berdasarkan pesanan maupun yang kegiatan
produksinya dilakukan secara massa.
 Biaya produk bersama (joint product cost) adalah biaya yang
dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai
dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan
identitasnya
 Biaya bersama dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi
berbagai macam produk yang dapat berupa produk bersama
(joint products), produk sampingan (by-product) dan produk
sekutu (co-product).
Mulyadi
6

BIAYA BERSAMA
Biaya Bersama
(Joint Cost) Biaya Terpisah
(Separable Cost)
Biaya aktivitas persiapan
Biaya aktivitas pemasakan
Produk A Produk A'

Produk B
Titik Pemisahan
(Split-off Point ) Produk C Produk C'

 Biaya bersama hanya mencakup biaya aktivitas yang dikeluarkan untuk


mengolah bahan baku sampai dengan titik pemisahan.
 Setelah titik pemisahan, berbagai macam produk yang dihasilkan ada
yang dapat dijual tanpa memerlukan proses pengolahan lebih lanjut
(Produk B) dan ada yang memerlukan pengolahan lebih lanjut (produk A
menjadi produk A’ dan Produk C menjadi Produk C’).
 Biaya aktivitas yang dikeluarkan sejak titik pemisahan sampai suatu
produk dalam kondisi siap untuk dijual disebut biaya terpisah (separable
costs).
Mulyadi
7

PENJELASAN LEBIH LANJUT


BIAYA BERSAMA
 Biaya bersama ini terdiri dari biaya result-producing
activities setelah mendapat pembebanan biaya dari non-
result producing activities.
 Pada Gambar 13.1 tersebut, biaya bersama terdiri dari
biaya aktivitas persiapan dan biaya aktivitas pemasakan
setelah menerima pembebanan biaya dari result-
contributing activities, support activities, dan hygiene and
housekeeping activities.
 Dalam contoh ini biaya bahan baku dikonsumsi oleh
aktivitas persiapan dan dari bahan baku tersebut
dihasilkan berbagai macam produk bersama A, B, dan C.
Pada gambar tersebut, biaya terpisah juga terdiri dari
biaya result-producing activities setelah menerima
pembebanan biaya dari non-result-producing activities.
Mulyadi
8

DEFINISI PRODUK BERSAMA


 Produk bersama adalah dua produk atau lebih yang
diproduksi secara serentak dari bahan baku yang sama
dengan serangkaian proses atau dengan proses gabungan.
 Nilai jual (kuantitas kali harga jual per unit) setiap produk
bersama ini relatif sama, sehingga tidak ada di antara
produk-produk yang dihasilkan tersebut dianggap sebagai
produk utama atau pun produk sampingan.
Mulyadi
9

DEFINISI PRODUK SAMPINGAN


 Produk sampingan (by product) adalah satu produk atau lebih yang nilai jualnya
relatif lebih rendah, yang diproduksi bersama dengan produk lain yang nilai jualnya
lebih tinggi.
 Pada umumnya pembedaan antara produk bersama dengan produk sampingan
didasarkan pada nilai jual relatifnya.
 Jika nilai jual produk-produk yang dihasilkan relatif sama atau setidak-tidaknya
material jumlahnya bila dibandingkan dengan seluruh pendapatan (revenues)
perusahaan, maka produk-produk tersebut merupakan produk bersama.
 Sebaliknya jika nilai jual salah satu produk relatif kecil bila dibandingkan dengan
total pendapatan perusahaan, maka produk tersebut merupakan produk
sampingan.
 Pembedaan produk bersama dan produk sampingan atas dasar kriteria nilai jual
tersebut memungkinkan produk yang ada pada suatu saat diperlakukan sebagai
produk sampingan, di saat lain dapat menjadi produk bersama, atau sebaliknya.
Mulyadi
10

DEFINISI PRODUK SEKUTU


(CO PRODUCT)

 Produk sekutu (co product) adalah dua produk atau lebih yang
diproduksi pada waktu yang bersamaan, tetapi tidak dari aktivitas
pengolahan yang sama atau tidak berasal dari bahan baku yang
sama. Dalam perusahaan penggergajian kayu misalnya, pada saat
yang sama, dari proses penggergajian dapat dihasilkan papan mutu
nomor 1, nomor 2, dan sebagainya, tetapi dari batang kayu yang
berbeda (sebagai bahan bakunya).
Mulyadi
11
KARAKTERISTIK PRODUK
BERSAMA DAN PRODUK
SEKUTU
 Produk bersama dan produk sekutu merupakan tujuan utama
kegiatan produksi.
 Harga jual produk bersama atau produk sekutu relatif tinggi bila
dibandingkan dengan produk sampingan yang dihasilkan pada saat
yang sama.
 Dalam mengolah produk bersama tertentu, produsen tidak dapat
menghindarkan diri untuk menghasilkan semua jenis produk bersama,
jika ia ingin memproduksi hanya salah satu di antara produk bersama
tersebut.
Mulyadi
12

KARAKTERISTIK PRODUK
SAMPINGAN

 Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan


dapat atau tidaknya produk tersebut dijual pada titik
pemisahan dari produk utama (main product).
– Produk sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari
produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.
– Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih
lanjut setelah terpisah dari produk utama.
Mulyadi
13

BUTIR PENTING KE-2

AKUNTANSI PRODUK BERSAMA


(JOINT PRODUCT ACCOUNTING)
Mulyadi
14

AKUNTANSI PRODUK
BERSAMA

 Masalah pokok akuntansi biaya bersama adalah


penentuan proporsi total biaya aktivitas (yang
dikeluarkan sejak bahan baku dikonsumsi oleh
berbagai aktivitas sampai dengan saat produk-
produk dapat dipisahkan identitasnya) yang harus
dibebankan kepada berbagai macam produk
bersama.
Mulyadi
15

METODE ALOKASI BIAYA


BERSAMA

 Biaya bersama dapat dialokasikan kepada setiap


produk bersama dengan menggunakan salah satu dari
empat metode di bawah ini:
– Metode nilai jual relatif
– Metode unit fisik
– Metode rerata biaya per unit
– Metode rerata tertimbang
Mulyadi
16

METODE NILAI JUAL RELATIF


 Metode nilai jual relatif adalah metode alokasi biaya bersama ke
produk bersama berdasarkan perbandingan nilai jual relatif produk
bersama.
 Metode ini banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama
kepada produk bersama.
 Dasar pikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk
merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
mengolah produk tersebut.
 Jika salah satu produk terjual lebih tinggi dari pada produk yang
lain, hal ini karena biaya yang dikeluarkan untuk produk tersebut
lebih banyak bila dibandingkan dengan produk yang lain.
 Oleh karena itu menurut metode ini, cara yang logis untuk
mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual
relatif setiap produk bersama yang dihasilkan.
Mulyadi
17

CONTOH 1
 Misalkan biaya bersama yang dikeluarkan oleh PT El Sari
selama satu periode akuntansi berjumlah Rp750.000.
Jumlah dan harga jual per unit produk yang dihasilkan
perusahaan tampak dalam Gambar 13.2 berikut ini.

Biaya Kos per


Kuantitas Nilai Jual Bersama Kg
Produk Relatif Alokasian Produk
Harga Nilai Jual (4) Ö
Produk yang (5) x Bersama
Bersama Dihasilkan Jual/kg (2) x (3) 1.000.000) 750.000) (6) Ö ((2)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

A 15.000 kg Rp10,00 Rp150.000 15% Rp112.500 Rp7,50


B 20.000 Rp17,50 350.000 35% 262.500 13,13
C 25.000 Rp12,00 300.000 30% 225.000 9,00
D 10.000 Rp20,00 200.000 20% 150.000 15,00
70.000 kg Rp1.000.000 100% Rp750.000
Mulyadi
18

CONTOH 2
 Pemakaian metode nilai jual relatif dalam mengalokasikan biaya
bersama ini akan menghasilkan persentase laba bruto dari hasil
penjualan yang besarnya sama untuk setiap jenis produk bersama
yang bersangkutan.
 Dari data dalam Gambar 13.12 misalnya jumlah unit produk yang
dijual selama periode akuntansi berjumlah seperti disajikan dalam
Gambar 13.3.

Unit yang terjual 10.000 15.000 20.000 8.000 53.000

Hasil penjualan Rp100.000 Rp262.500 Rp240.000 Rp160.000 Rp762.500

Kos produk yang dijual 75.000 196.875 180.000 120.000 571.000

Laba bruto Rp25.000 Rp65.625 Rp60.000 Rp40.000 Rp190.625

Persentase laba bruto


dari hasil penjualan 25% 25% 25% 25% 25%
Mulyadi
19
CONTOH 3
 Bila setelah titik pemisahan di antara produk bersama masih
memerlukan pengolahan lebih lanjut.
 Misalkan biaya bersama selama satu periode akuntansi berjumlah
Rp3.000.000. Harga jual per kg dan jumlah produk yang diproduksi
selama periode akuntansi tampak dalam Gambar 13.4 berikut ini.
Produk A setelah terpisah dari produk B memerlukan biaya tambahan
(separable cost) sebesar Rp100 per kg. Alokasi biaya bersama dapat
dilakukan seperti tampak dalam Gambar 13.4 berikut ini:

Nilai Jual
Hipotetis
Biaya x Jumlah Nilai Jual Alokasi
Pengolah yang Hipotetis Biaya Kos per
an per kg Nilai Jual Diproduk Relatif (%) Bersama Kg
Jumlah si
Setelah Hipotetis Produk
Harga yang (6) Ö (7) Ö
Produk Saat Bersama
Bersama Jual per Terpisah (2) x (3) Diproduk (4) x (5) 4.500.000 3.000.000 (8) Ö ((5)
kg si
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

A Rp400 Rp100 Rp300 10.000 kg Rp3.000.000 66,7 Rp2.000.000 Rp200


B 250 0 250 6.000 kg 1.500.000 33.3 Rp1.000.000 167

Rp4.500.000 100,0 Rp3.000.000


Mulyadi
20

METODE UNIT FISIK


 Metode unit fisik adalah metode alokasi biaya bersama ke produk
bersama berdasarkan perbandingan unit fisik produk bersama yang
dihasilkan.
 Jika unit fisik produk bersama berbeda satu dengan lainnya, dasar
yang digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama ke produk
bersama adalah equivalent unit tiap-tiap produk bersama yang
dihasilkan.
 Untuk menggambarkan pemakaian metode ini, misalkan 10.000
barrels minyak mentah (crude oil) diolah dalam proses penyulingan
(refinery). Hasil produksi pengolahan tersebut setelah dikurangi
dengan kerugian sebanyak 200 barrels (akibat susut atau hilang
dalam proses) tampak dalam Gambar 13.5.
Mulyadi
21

GAMBAR 13.5 HASIL PENGOLAHAN TIAP


10.000 BARREL MINYAK MENTAH

Produk Kuantitas (barrels) Persentase

Gasoline 2.600 26,52


Bensin 200 2,04
Kerosin 1.000 10,21
Minyak pelumas 300 3,06
Minyak bakar 5.000 51,03
Gas 300 3,06
Produk-produk lain 400 4,08

Jumlah 9.800 100,0


Mulyadi
22

ALOKASI BIAYA BERSAMA DENGAN METODE


UNIT FISIK
Misalkan selama pengolahan 10.000 barells minyak mentah tersebut, kos bahan
baku yang dipakai berjumlah Rp15.000.000. Alokasi kos bahan baku tampak pada
Gambar 13.5.

Kuantitas (Tidak
Termasuk Jumlah Alokasi Kos
yang Hilang) Bahan
Produk Dalam Barrel Persentase Baku

Gasoline 2.600 26,52 Rp 3.978.000


Bensin 200 2,04 306.000
Kerosene 1.000 10,21 1.531.500
Minyak pelumas 300 3,06 459.000
Minyak bakar 5.000 51,03 7.645.500
Gas 300 3,06 459.000
Produk-produk lain 400 4,08 512.000

9.800 100,00 Rp15.000.000


Mulyadi
23

METODE RERATA BIAYA PER


UNIT
 Metode rerata biaya per unit adalah metode alokasi biaya bersama ke
produk bersama berdasarkan rerata biaya per unit yang dihitung
dengan membagi total biaya bersama dengan total kuantitas produk
bersama yang dihasilkan.
 Metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang
dihasilkan diukur dalam unit yang sama.
 Pada umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan yang
menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses
bersama tetapi mutunya berlainan.
 Dalam metode ini kos setiap produk dihitung sesuai dengan proporsi
kuantitas yang diproduksi. Jalan pikiran yang mendasari pemakaian
metode ini adalah karena semua produk dihasilkan dari proses yang
sama, maka tidak mungkin biaya untuk memproduksi satu unit produk
berbeda satu sama lain.
Mulyadi
24

CONTOH 5
Perusahaan penggergajian kayu menghasilkan berbagai macam mutu
kayu. Data kegiatan perusahaan selama satu periode akuntansi adalah
sebagai berikut:

a. Jumlah produksi 762.000 m3


b. Biaya bersama Rp22.860.000
c. Rerata biaya per 1.000 m3 =Rp30.000 ( Rp22.860.000 ÷ 762)

Rerata biaya per 1.000 m3 digunakan untuk menghitung kos berbagai


macam kayu yang mempunyai mutu yang berbeda-beda sesuai dengan
proporsi kuantitasnya masing-masing disajikan pada Gambar 13.6.
Mulyadi
25

ALOKASI BIAYA BERSAMA DENGAN METODE


RERATA BIAYA PER UNIT

Kuantitas yang Rerata Biaya Kos


Mutu Kayu Diproduksi per 1.000 m3 Produk

Utama 76.200 m3 Rp30.000 Rp 2.286.000


No. 1 381.000 m3 30.000 11.430.000
No. 2 152.400 m3 30.000 4.572.000
No. 3 152.400 m3 30.000 4.572.000

Jumlah 762.000 m3 Rp22.860.000


Mulyadi
26

METODE RERATA TERTIMBANG


 Metode rerata tertimbang adalah metode alokasi biaya bersama ke
produk bersama berdasarkan rerata tertimbang biaya per unit yang
dihitung dengan membagi total biaya bersama dengan total angka
penimbang.
 Jika dalam metode rerata biaya per unit, dasar yang dipakai dalam
mengalokasikan biaya bersama adalah kuantitas produksi, maka
dalam metode rerata tertimbang kuantitas produksi ini dikalikan dulu
dengan angka penimbang dan hasil kalinya baru dipakai sebagai dasar
alokasi.
 Penentuan angka penimbang untuk setiap produk didasarkan pada
jumlah bahan yang dipakai, sulitnya pembuatan produk, waktu yang
dikonsumsi, dan pembedaan jenis tenaga kerja yang dipakai untuk tiap
jenis produk yang dihasilkan.
 Jika yang dipakai sebagai angka penimbang adalah harga jual produk
maka metode alokasinya disebut metode nilai jual relatif.
Mulyadi
27

CONTOH 5
 Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode akuntansi
berjumlah Rp64.500.000. Jumlah produk yang dihasilkan dan angka
penimbang tiap produk disajikan pada Gambar 13.8

Jumlah yang Alokasi


Diproduksi x Biaya Bersama
Produk Jumlah yang Angka Angka Penimbang [(4) ÷ 215.000] x
Diproduksi Penimbang (2) x (3) 64.500.000

(1) (2) (3) (4) (5)

A 40.000 3 120.000 Rp36.000.000


B 35.000 2 70.000 21.000.000
C 25.000 1 25.000 7.500.000

215.000 Rp64.500.000
Mulyadi
28

BUTIR PENTING KE-3

BIAYA BERSAMA DAN


KEPUTUSAN MANAJEMEN
Mulyadi
29

BIAYA BERSAMA DAN KEPUTUSAN MANAJEMEN

 Setelah diuraikan di muka berbagai metode alokasi biaya bersama


kepada berbagai macam produk bersama, jelas tampak bahwa dasar
yang dipakai untuk alokasi tidak menggambarkan arus biaya bersama
tersebut ke dalam tiap-tiap jenis produk.
 Oleh karena itu sekali lagi perlu diperhatikan bahwa tujuan alokasi
biaya bersama adalah untuk penghitungan laba, agar supaya dapat
diketahui berapa kontribusi setiap produk bersama terhadap seluruh
laba yang diperoleh perusahaan.
 Kos tiap-tiap produk bersama yang diperoleh dari proses alokasi tidak
bermanfaat bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, bahkan
seringkali menyesatkan.
Mulyadi
30

CONTOH 6
 Perusahaan A misalnya memproduksi dua jenis produk: A dan B, dari
satu proses produksi. Biaya bersama sebesar sejumlah Rp375.000
telah dialokasikan kepada produk A dan B dengan metode rerata
biaya per unit, dan disajikan pada Gambar 13.9.

Jumlah Unit Biaya Rerata Alokasi Biaya


Produk Produk per kg Bersama

A 15.000 kg Rp15 Rp225.000


B 10.000 kg 15 150.000

25.000 kg Rp375.000
Mulyadi
31

CONTOH 6—LANJUTAN
 Jika semua produk yang dihasilkan tersebut terjual habis dengan
harga: produk A Rp16,50 per kg dan produk B Rp14,50 per kg, maka
perhitungan laba-rugi disajikan pada Gambar 13.10.

Produk A Produk B Jumlah

Hasil penjualan Rp247.500 Rp145.000 Rp392.500


Kos produk yang dijual 225.000 150.000 375.000

Laba (rugi) Rp 22.500 (Rp 5.000) Rp 17.500


Mulyadi
32

CONTOH 6—LANJUTAN
 Apabila manajemen melihat perhitungan tersebut pada Gambar 13.10
dan salah dalam melakukan analisis, maka ia akan beranggapan
bahwa produk B berhubung mengakibatkan kerugian Rp5.000 tidak
perlu dilanjutkan produksinya.
 Padahal dalam pengolahan produk bersama, pada umumnya salah
satu jenis produk tidak dapat dihindari produksinya.
 Jadi misalnya karena produk B menghasilkan rugi Rp5.000, dan
kemudian tidak perlu di jual, maka kerugian perusahaan tersebut
menjadi sebesar Rp27.500 (Rp247.500 - Rp375.000), karena proses
produksi tetap menghasilkan jenis produk B.
 Seharusnya dalam hal ini manajemen melihat berapa kontribusi produk
B dalam menghasilkan laba perusahaan. Produk B memberikan
kontribusi Rp145.000 kepada laba perusahaan sehingga total biaya
bersama Rp375.000 dapat ditutup dan menghasilkan laba perusahaan
secara keseluruhan sebesar Rp17.500.
Mulyadi
33

CONTOH 6—LANJUTAN
 Kos per unit produk bersama juga tidak dapat dipakai sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam memutuskan apakah salah satu produk bersama tersebut
perlu diolah lebih lanjut atau tidak.
 Misalkan dari contoh pada Gambar 13.10 produk B dapat diolah lebih lanjut
menjadi produk C dengan biaya tambahan sebesar Rp3 per kg dan dapat laku
dijual dengan harga Rp17,75 per kg.
 Dalam pengambilan keputusan semacam ini informasi yang relevan hanyalah
tambahan penghasilan dan tambahan biaya saja (differential revenues dan
differential costs).
 Jika manajemen membandingkan harga jual dan biaya per kg, maka akan
diperoleh rugi sebesar Rp0,25 per kg dari pengolahan lebih lanjut produk B
tersebut (yaitu Rp17,75 - Rp18). Hal ini keliru karena sebenarnya informasi yang
relevan dalam hal ini adalah tambahan penghasilan dan tambahan biaya akibat
pengolahan lebih lanjut produk B tersebut.
 Ternyata tambahan pendapatan lebih besar Rp0,25 (Rp3,25 - Rp3) bila
dibandingkan dengan tambahan biaya. Menurut perhitungan terakhir ini maka
produk B dapat diolah lebih lanjut menjadi produk C. Tentu saja hal ini hanya
merupakan salah satu pertimbangan.
 Keputusan apakah suatu produk diolah lebih lanjut atau tidak ditentukan juga oleh
pertimbangan-pertimbangan lain (misalnya perusahaan tidak ingin memperluas
usahanya ke arah pengolahan lebih lanjut produknya karena tidak tersedianya
tenaga kerja atau karena sulitnya memperoleh bahan baku tambahan).
Mulyadi
34

BUTIR PENTING KE-4

AKUNTANSI PRODUK SAMPINGAN


(BY PRODUCT ACCOUNTING)
Mulyadi
35

AKUNTANSI PRODUK SAMPINGAN


 Dalam uraian tentang produk bersama telah dibahas mengenai bagaimana
mengalokasikan biaya bersama ke berbagai produk bersama.
 Dalam produk sampingan titik berat pembahasannya adalah bagaimana
memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut.
 Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada
umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah
bila dibandingkan dengan produk utama. Meskipun demikian ada beberapa
metode untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan
produk sampingan.
 Metode akuntansi yang digunakan untuk memperlakukan produk sampingan
dapat dibagi menjadi dua golongan:
– Metode-metode yang tidak mencoba menghitung kos produk sampingan
atau sediaannya, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk
sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya produksi. Metode ini
biasa disebut metode tanpa kos (non-cost methods).
– Metode-metode yang mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama
kepada produk sampingan dan menentukan kos sediaan produk atas dasar
biaya yang dialokasikan tersebut. Metode-metode ini dikenal dengan nama
metode kos (cost methods).
Mulyadi
36

METODE TANPA KOS


(NON-COST METHODS)

 Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai


pendapatan di luar usaha.
 Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai
tambahan pendapatan penjualan produk utama.
 Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai
pengurang kos penjualan.
 Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai
pengurang total biaya produksi
Mulyadi
37

PENDAPATAN PENJUALAN PRODUK


SAMPINGAN DIPERLAKUKAN SEBAGAI
PENDAPATAN DI LUAR USAHA

 Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan


produk sampingan dikurangi dengan penjualan returnya dicatat
dalam akun "Pendapatan Penjualan Produk Sampingan" dan pada
akhir periode akuntansi ditutup ke akun Laba-Rugi. Akun
Pendapatan Penjualan Produk Sampingan di cantumkan dalam
laporan laba rugi dalam kelompok penghasilan di luar usaha (other
income).
Mulyadi
38

CONTOH 7
 Bentuk laporan laba-rugi perusahaan yang menghasilkan produk
utama dan produk sampingan, yang pendapatan penjualan produk
sampingannya diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
disajikan dalam Gambar 13.11.
Mulyadi
39
LAPORAN LABA-RUGI
Pendapatan penjualan produk utama
(25.000 unit @ Rp4) Rp100.000
Dikurangi:
Kos produk yang dijual
Biaya produksi bersama
(30.000 unit @ Rp2) Rp60.000
Kos sediaan akhir (5.000 unit @ Rp2) 10.000

50.000
Laba bruto Rp 50.000
Dikurangi:
Biaya usaha
Biaya pemasaran Rp20.000
Biaya administrasi dan umum 10.000
30.000
Laba bersih usaha Rp 20.000
Ditambah:
Penghasilan di luar usaha:
Pendapatan penjualan produk sampingan 4.000
Laba bersih sebelum PPh Rp 24.000
Mulyadi
40

DALAM KONDISI APA METODE INI


COCOK DIGUNAKAN?

 Metode perlakukan pendapatan penjualan produk


sampingannya diperlakukan sebagai penghasilan di luar
usaha cocok digunakan dalam perusahaan yang:
– Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak
dapat ditentukan.
– Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang
tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
– Titik pemisahannya produk sampingan dari produk utama
tidak begitu jelas dan pembebanan kos produk sampingan
kepada produk utama tidak mengakibatkan perbedaan yang
mencolok pada kos produk utama.
Mulyadi
41

KEBERATAN PENGGUNAAN
METODE INI
 Apabila pada akhir periode akuntansi terdapat sediaan produk sampingan, maka
timbul masalah penilaian sediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan.
Pada umumnya terhadap sediaan akhir produk sampingan tidak diadakan
penilaian sehingga hal ini mengakibatkan kos sediaan produk utama lebih besar.
Bila metode ini digunakan maka nilai pasar sediaan produk sampingan tersebut
harus dilaporkan dalam neraca sebagai catatan kaki.
 Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam
periode yang tepat. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat
jurnal pencatatan dan pencatatan baru dilakukan pada saat dijual. Apabila
produksinya tidak dilakukan dalam periode akuntansi yang sama dengan saat
terjadinya penjualan, maka akan mengakibatkan penghitungan penghasilan dan
biaya yang tidak tepat.
 Tidak adanya pengawasan terhadap sediaan produk sampingan, sehingga hal ini
membuka kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk
sampingan tersebut.
 Meskipun nilai jual produk sampingan kecil, tetapi kalau pendapatan
penjualannya dilaporkan sebagai penghasilan di luar usaha, maka hal ini akan
mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
Mulyadi
42

PENDAPATAN PENJUALAN PRODUK SAMPINGAN DIPERLAKUKAN


SEBAGAI TAMBAHAN PENDAPATAN PENJUALAN PRODUK UTAMA

 Metode ini merupakan variasi metode pertama di atas. Semua biaya


produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (baik
produk utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto.
 Dalam metode ini tidak diadakan alokasi biaya bersama seperti halnya
dengan metode pertama.
 Dari contoh di muka, pendapatan penjualan produk sampingan
sebesar Rp4.000 dicantumkan dalam laporan laba-rugi di bawah pos
pendapatan penjualan produk utama, sehingga pendapatan penjualan
semua produk berjumlah Rp104.000. Angka-angka lain dalam laporan
tersebut tetap sama kecuali jumlah laba bruto dan laba bersih usaha
yang berbeda.
Mulyadi
43

PENDAPATAN PENJUALAN PRODUK SAMPINGAN DIPERLAKUKAN


SEBAGAI PENGURANG KOS PENJUALAN

 Dalam metode ini pendapatan penjualan produk sampingan


sebesar Rp4.000 dikurangkan dari kos penjualan sehingga
menghasilkan laba bruto Rp54.000 (Rp100.000 - Rp46.000). Laba
bersih sebelum pajak tetap sama sebesar Rp24.000.
Mulyadi
44

PENDAPATAN PENJUALAN PRODUK SAMPINGAN


DIPERLAKUKAN SEBAGAI PENGURANG TOTAL BIAYA
PRODUKSI

 Pendapatan penjualan produk sampingan sebesar


Rp4.000 dikurangkan dari total biaya produksi Rp60.000,
sehingga biaya produksi turun menjadi Rp56.000. Hal ini
menyebabkan biaya produksi per unit turun menjadi
Rp1,87 (Rp56.000 ÷ Rp30.000). Sehingga kos sediaan
produk akhir turun menjadi Rp9.350. Perhitungan laba-rugi
disajikan dalam Gambar 13.12.
Mulyadi
45

LAPORAN LABA-RUGI
Pendapatan penjualan produk utama:
(25.000 unit @ Rp4) Rp100.000
Dikurangi:
Kos produk yang dijual
Biaya produksi bersama:
(30.000 unit @ Rp2) Rp60.000
Dikurangi hasil penjualan produk sampingan 4.000

Biaya produksi bersih produk utama Rp56.000


Dikurangi: sediaan akhir produk utama
5.000 x Rp1,87 9.350

46.650

Laba bruto Rp 53.350

Dikurangi:
Biaya usaha
Biaya pemasaran Rp20.000
Biaya administrasi dan umum 10.000
30.000

Laba bersih usaha Rp 23.350


Mulyadi
46

METODE NILAI PASAR (REVERSAL


COST METHOD)

 Metode perlakuan produk sampingan ini pada dasarnya sama


dengan metode terakhir yang telah dibicarakan di atas.
 Ada perbedaan sedikit di antara keduanya, yaitu kalau pada
metode terakhir yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah
pendapatan penjualan sesungguhnya produk sampingan,
sedangkan pada metode nilai pasar ini yang dikurangkan adalah
taksiran nilai pasar produk sampingan.
 Metode ini mencoba menaksir biaya produk sampingan dengan
titik tolak dari nilai pasarnya.
 Biaya produk sampingan dihitung seperti disajikan dalam Gambar
13.13.
Mulyadi
47

PERHITUNGAN BIAYA PRODUK


SAMPINGAN

Nilai pasar produk sampingan Rpxx


Taksiran biaya pemasaran produk sampingan Rpxx
Taksiran biaya administrasi & umum produk sampingan xx
Taksiran biaya pengolahan setelah titik pemisahan xx
Taksiran laba bruto xx
xx
Taksiran biaya produk sampingan pada titik pemisahan Rpxx
Mulyadi
48

CONTOH 9
 Biaya bersama yang dikeluarkan untuk memproduksi 40.000 kg
produk utama dan 5.000 kg produk sampingan berjumlah
Rp6.400.000.
 Setelah terpisah dari produk sampingan, produk utama dapat laku
dijual tanpa harus mengalami pengolahan lebih lanjut.
 Nilai pasar produk sampingan Rp80 per kg. Biaya pemasaran
produk sampingan ditaksir 5% dari harga jual dan laba bruto ditaksir
15% dari harga jualnya. Biaya-biaya pengolahan produk sampingan
yang dikeluarkan setelah produk sampingan terpisah dari produk
utama diperkirakan berjumlah Rp70.000.
 Penghitungan kos produk utama dan produk sampingan
dicantumkan dalam Gambar 13.14.
Mulyadi Produk utama Produk sampingan 49

Biaya bersama Rp6.400.000


Taksiran pendapatan penjualan produk PERHITUNGAN
sampingan 500 kg x Rp80 Rp400.000 KOS PRODUK
SAMPINGAN
Dikurangi dengan:
Taksiran laba bruto 15% x Rp400.000 Rp60.000
Taksiran biaya pemasaran
(5% x hasil penjualan) 20.000
Biaya pengolahan produk sampingan
setelah titik pemisahan 70.000
150.000

Taksiran biaya produk pada titik pemisahan Rp 250.000


Taksiran biaya tambahan setelah produk
sampingan terpisah dari produk utama 70.000

Kos produk sampingan Rp 320.000

Nilai produk sampingan yang harus


dikurangkan dari biaya bersama
(taksiran biaya produk sampingan
pada titik pemisahan) 250.000

Kos produk utama Rp6.150.000


Kos produk utama per unit
Rp6.150.000 ÷ 40.000 kg Rp153,75/kg

Kos produk sampingan per unit


Rp320.000 ÷ 5.000 kg Rp64/kg
Mulyadi
50

METODE KOS
(COST METHIOD)

 Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk


sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan
penolong.
 Kos yang diperhitungkan dalam produk sampingan adalah sebesar
harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku di
pasar. Jumlah ini kemudian dikreditkan pada akun Pusat
Pertanggungjawaban—Result-Producing Activity—Biaya Bahan
Baku, sehingga mengurangi biaya produksi produk utama.
 Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan
kos per unit sediaan produk utama menjadi lebih rendah.
Mulyadi
51

CONTOH 10

Misalkan diketahui data berikut ini:

Jumlah biaya produksi untuk 18.000 kg produk utama Rp27.000


Pendapatan penjualan produk utama: 15.000 x Rp3,00 Rp45.000
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam
pengolahan produk utama Rp1.800
Biaya pemasaran dan administrasi & umum Rp4.000
Sediaan akhir produk utama 3.000 kg
Mulyadi
52

LAPORAN LABA-RUGI

Pendapatan penjualan produk utama Rp45.000


Kos produk yang dijual
Biaya produksi 18.000 x Rp1,50 Rp27.000
Dikurangi: Biaya pengganti produk sampingan 1.800
Rp25.200
Dikurangi: Sediaan akhir 3.000 kg x Rp1,40* 4.200
21.000
Laba bruto Rp24.000
Biaya pemasaran dan administrasi & umum 4.000
Laba bersih sebelum PPh Rp20.000

* Rp25.200 ÷ 18.000 = Rp1,40


Mulyadi
53

AKHIR BAB 13

Anda mungkin juga menyukai