BUTIR PENTING
1. Biaya bersama
2. Akuntansi produk bersama
3. Biaya bersama dan keputusan manajemen
4. Akuntansi produk sampingan
Mulyadi
3
BIAYA BERSAMA
(JOINT COST)
Mulyadi
4
PRODUK BERSAMA DAN
PRODUK SAMPINGAN
Dalam proses produksi perusahaan tertentu, seringkali kita jumpai pengolahan satu atau
beberapa macam bahan baku dalam satu proses produksi dapat menghasilkan dua jenis
produk atau lebih.
Contoh:
– Perusahaan penggilingan gabah misalnya, mengolah bahan baku berupa gabah dan
menghasilkan lebih dari satu macam produk berupa: beras, menir, katul, dan dedak. Perusahaan
gas asam arang mengolah diesel fuel menjadi gas asam arang (CO2) berupa gas dan gas asam
arang padat (dry ice).
– Perusahaan minyak mengolah minyak mentah menjadi bensin, minyak tanah, oli, dan produk
dari minyak yang lain. Dalam perusahaan semacam ini, karena berbagai produk yang dihasilkan
tersebut berasal dari proses pengolahan bahan baku yang sama, timbul masalah pengalokasian
biaya bersama (joint cost) kepada berbagai produk yang dihasilkan tersebut.
Biaya bersama ini dikumpulkan dengan ABOC— job order costing method atau ABOC—
process costing method tergantung dari sifat produksinya. Alokasi biaya bersama kepada
produk bersama ini terutama ditujukan untuk penentuan laba dan penentuan kos sediaan
—dua informasi yang dimanfaatkan oleh pemakai luar perusahaan.
Oleh karena informasi yang dihasilkan dari proses penentuan kos produk bersama dan
produk sampingan ini lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan,
maka prinsip akuntansi berterima umum dipakai sebagai basis penentuan kos produk.
Biaya produksi menjadi fokus, dan perhitungan kos produk menggunakan full costing
method.
Mulyadi
5
BIAYA BERSAMA
Biaya Bersama
(Joint Cost) Biaya Terpisah
(Separable Cost)
Biaya aktivitas persiapan
Biaya aktivitas pemasakan
Produk A Produk A'
Produk B
Titik Pemisahan
(Split-off Point ) Produk C Produk C'
Produk sekutu (co product) adalah dua produk atau lebih yang
diproduksi pada waktu yang bersamaan, tetapi tidak dari aktivitas
pengolahan yang sama atau tidak berasal dari bahan baku yang
sama. Dalam perusahaan penggergajian kayu misalnya, pada saat
yang sama, dari proses penggergajian dapat dihasilkan papan mutu
nomor 1, nomor 2, dan sebagainya, tetapi dari batang kayu yang
berbeda (sebagai bahan bakunya).
Mulyadi
11
KARAKTERISTIK PRODUK
BERSAMA DAN PRODUK
SEKUTU
Produk bersama dan produk sekutu merupakan tujuan utama
kegiatan produksi.
Harga jual produk bersama atau produk sekutu relatif tinggi bila
dibandingkan dengan produk sampingan yang dihasilkan pada saat
yang sama.
Dalam mengolah produk bersama tertentu, produsen tidak dapat
menghindarkan diri untuk menghasilkan semua jenis produk bersama,
jika ia ingin memproduksi hanya salah satu di antara produk bersama
tersebut.
Mulyadi
12
KARAKTERISTIK PRODUK
SAMPINGAN
AKUNTANSI PRODUK
BERSAMA
CONTOH 1
Misalkan biaya bersama yang dikeluarkan oleh PT El Sari
selama satu periode akuntansi berjumlah Rp750.000.
Jumlah dan harga jual per unit produk yang dihasilkan
perusahaan tampak dalam Gambar 13.2 berikut ini.
CONTOH 2
Pemakaian metode nilai jual relatif dalam mengalokasikan biaya
bersama ini akan menghasilkan persentase laba bruto dari hasil
penjualan yang besarnya sama untuk setiap jenis produk bersama
yang bersangkutan.
Dari data dalam Gambar 13.12 misalnya jumlah unit produk yang
dijual selama periode akuntansi berjumlah seperti disajikan dalam
Gambar 13.3.
Nilai Jual
Hipotetis
Biaya x Jumlah Nilai Jual Alokasi
Pengolah yang Hipotetis Biaya Kos per
an per kg Nilai Jual Diproduk Relatif (%) Bersama Kg
Jumlah si
Setelah Hipotetis Produk
Harga yang (6) Ö (7) Ö
Produk Saat Bersama
Bersama Jual per Terpisah (2) x (3) Diproduk (4) x (5) 4.500.000 3.000.000 (8) Ö ((5)
kg si
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Kuantitas (Tidak
Termasuk Jumlah Alokasi Kos
yang Hilang) Bahan
Produk Dalam Barrel Persentase Baku
CONTOH 5
Perusahaan penggergajian kayu menghasilkan berbagai macam mutu
kayu. Data kegiatan perusahaan selama satu periode akuntansi adalah
sebagai berikut:
CONTOH 5
Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode akuntansi
berjumlah Rp64.500.000. Jumlah produk yang dihasilkan dan angka
penimbang tiap produk disajikan pada Gambar 13.8
215.000 Rp64.500.000
Mulyadi
28
CONTOH 6
Perusahaan A misalnya memproduksi dua jenis produk: A dan B, dari
satu proses produksi. Biaya bersama sebesar sejumlah Rp375.000
telah dialokasikan kepada produk A dan B dengan metode rerata
biaya per unit, dan disajikan pada Gambar 13.9.
25.000 kg Rp375.000
Mulyadi
31
CONTOH 6—LANJUTAN
Jika semua produk yang dihasilkan tersebut terjual habis dengan
harga: produk A Rp16,50 per kg dan produk B Rp14,50 per kg, maka
perhitungan laba-rugi disajikan pada Gambar 13.10.
CONTOH 6—LANJUTAN
Apabila manajemen melihat perhitungan tersebut pada Gambar 13.10
dan salah dalam melakukan analisis, maka ia akan beranggapan
bahwa produk B berhubung mengakibatkan kerugian Rp5.000 tidak
perlu dilanjutkan produksinya.
Padahal dalam pengolahan produk bersama, pada umumnya salah
satu jenis produk tidak dapat dihindari produksinya.
Jadi misalnya karena produk B menghasilkan rugi Rp5.000, dan
kemudian tidak perlu di jual, maka kerugian perusahaan tersebut
menjadi sebesar Rp27.500 (Rp247.500 - Rp375.000), karena proses
produksi tetap menghasilkan jenis produk B.
Seharusnya dalam hal ini manajemen melihat berapa kontribusi produk
B dalam menghasilkan laba perusahaan. Produk B memberikan
kontribusi Rp145.000 kepada laba perusahaan sehingga total biaya
bersama Rp375.000 dapat ditutup dan menghasilkan laba perusahaan
secara keseluruhan sebesar Rp17.500.
Mulyadi
33
CONTOH 6—LANJUTAN
Kos per unit produk bersama juga tidak dapat dipakai sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam memutuskan apakah salah satu produk bersama tersebut
perlu diolah lebih lanjut atau tidak.
Misalkan dari contoh pada Gambar 13.10 produk B dapat diolah lebih lanjut
menjadi produk C dengan biaya tambahan sebesar Rp3 per kg dan dapat laku
dijual dengan harga Rp17,75 per kg.
Dalam pengambilan keputusan semacam ini informasi yang relevan hanyalah
tambahan penghasilan dan tambahan biaya saja (differential revenues dan
differential costs).
Jika manajemen membandingkan harga jual dan biaya per kg, maka akan
diperoleh rugi sebesar Rp0,25 per kg dari pengolahan lebih lanjut produk B
tersebut (yaitu Rp17,75 - Rp18). Hal ini keliru karena sebenarnya informasi yang
relevan dalam hal ini adalah tambahan penghasilan dan tambahan biaya akibat
pengolahan lebih lanjut produk B tersebut.
Ternyata tambahan pendapatan lebih besar Rp0,25 (Rp3,25 - Rp3) bila
dibandingkan dengan tambahan biaya. Menurut perhitungan terakhir ini maka
produk B dapat diolah lebih lanjut menjadi produk C. Tentu saja hal ini hanya
merupakan salah satu pertimbangan.
Keputusan apakah suatu produk diolah lebih lanjut atau tidak ditentukan juga oleh
pertimbangan-pertimbangan lain (misalnya perusahaan tidak ingin memperluas
usahanya ke arah pengolahan lebih lanjut produknya karena tidak tersedianya
tenaga kerja atau karena sulitnya memperoleh bahan baku tambahan).
Mulyadi
34
CONTOH 7
Bentuk laporan laba-rugi perusahaan yang menghasilkan produk
utama dan produk sampingan, yang pendapatan penjualan produk
sampingannya diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
disajikan dalam Gambar 13.11.
Mulyadi
39
LAPORAN LABA-RUGI
Pendapatan penjualan produk utama
(25.000 unit @ Rp4) Rp100.000
Dikurangi:
Kos produk yang dijual
Biaya produksi bersama
(30.000 unit @ Rp2) Rp60.000
Kos sediaan akhir (5.000 unit @ Rp2) 10.000
50.000
Laba bruto Rp 50.000
Dikurangi:
Biaya usaha
Biaya pemasaran Rp20.000
Biaya administrasi dan umum 10.000
30.000
Laba bersih usaha Rp 20.000
Ditambah:
Penghasilan di luar usaha:
Pendapatan penjualan produk sampingan 4.000
Laba bersih sebelum PPh Rp 24.000
Mulyadi
40
KEBERATAN PENGGUNAAN
METODE INI
Apabila pada akhir periode akuntansi terdapat sediaan produk sampingan, maka
timbul masalah penilaian sediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan.
Pada umumnya terhadap sediaan akhir produk sampingan tidak diadakan
penilaian sehingga hal ini mengakibatkan kos sediaan produk utama lebih besar.
Bila metode ini digunakan maka nilai pasar sediaan produk sampingan tersebut
harus dilaporkan dalam neraca sebagai catatan kaki.
Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam
periode yang tepat. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat
jurnal pencatatan dan pencatatan baru dilakukan pada saat dijual. Apabila
produksinya tidak dilakukan dalam periode akuntansi yang sama dengan saat
terjadinya penjualan, maka akan mengakibatkan penghitungan penghasilan dan
biaya yang tidak tepat.
Tidak adanya pengawasan terhadap sediaan produk sampingan, sehingga hal ini
membuka kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk
sampingan tersebut.
Meskipun nilai jual produk sampingan kecil, tetapi kalau pendapatan
penjualannya dilaporkan sebagai penghasilan di luar usaha, maka hal ini akan
mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
Mulyadi
42
LAPORAN LABA-RUGI
Pendapatan penjualan produk utama:
(25.000 unit @ Rp4) Rp100.000
Dikurangi:
Kos produk yang dijual
Biaya produksi bersama:
(30.000 unit @ Rp2) Rp60.000
Dikurangi hasil penjualan produk sampingan 4.000
46.650
Dikurangi:
Biaya usaha
Biaya pemasaran Rp20.000
Biaya administrasi dan umum 10.000
30.000
CONTOH 9
Biaya bersama yang dikeluarkan untuk memproduksi 40.000 kg
produk utama dan 5.000 kg produk sampingan berjumlah
Rp6.400.000.
Setelah terpisah dari produk sampingan, produk utama dapat laku
dijual tanpa harus mengalami pengolahan lebih lanjut.
Nilai pasar produk sampingan Rp80 per kg. Biaya pemasaran
produk sampingan ditaksir 5% dari harga jual dan laba bruto ditaksir
15% dari harga jualnya. Biaya-biaya pengolahan produk sampingan
yang dikeluarkan setelah produk sampingan terpisah dari produk
utama diperkirakan berjumlah Rp70.000.
Penghitungan kos produk utama dan produk sampingan
dicantumkan dalam Gambar 13.14.
Mulyadi Produk utama Produk sampingan 49
METODE KOS
(COST METHIOD)
CONTOH 10
LAPORAN LABA-RUGI
AKHIR BAB 13