NOMOR SK 6623/MENLKHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021
BERUPA DATA VEKTOR FORMAT SHAPEFILE (SHP)
Oleh : Ilmiawan, S.T., M.Eng.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kolaka Timur
Anggota Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) Komwil Jawa Barat
1. Peta Digital
Pemetaan digital adalah suatu proses pekerjaan pembuatan peta dalam format
digital yang dapat disimpan dan dicetak sesuai keinginan pembuatnya baik dalam
jumlah atau skala peta yang dihasilkan. Format digital terdiri dari 2 macam :
a) Raster.
Merupakan format data dengan satuan pixel (resolusi/kerapatan) ditentukan
dalam satuan ppi (pixel per inch). Contoh format data raster : bitmap (seperti tiff,
targa, bmp), jpeg, gif, dan terbaru PNG.
b) Vektor.
Merupakan format data yang dinyatakan oleh satuan koordinat (titik dan garis
termasuk polygon) format ini yang dipakai untuk pembuatan peta digital atau
sketsa. Contoh format ini : shapefile (shp), dxf (autocad), fix (xfig), tgif (tgif),
ps/eps (postscrift) dan lain lain
2. Data Vektor
Format data SHP atau shapefile merupakan format data vektor yang terkenal untuk
software Sistem Informasi Geografis (GIS). SHP adalah format data vektor yang
digunakan untuk menyimpan lokasi , bentuk, dan atribut dari fitur geografis.
Format data SHP disimpan dalam satu set file terkait dan berisi dalam satu kelas
fitur . Format data vektor ini berisi tentang data referensi geografis yang
didefinisikan sebagai objek tunggal seperti jalan, sungai, landmark, kawasan
hutan, peta bidang tanah dan lain lain. Data fitur dan atribut akan disimpan dalam
satu SHP.
5. Kesimpulan
1. Peta digital format shp peta kawasan hutan berdasarkan SK Menhut Nomor
Sk 6623/Menlkhk-Pktl/Kuh/Pla.2/10/2021 yang diperoleh dari BPKH dan
Tata Lingkungan Wilayah XXII Kendari dapat langsung digunakan oleh
pengguna peta tanpa memperhatikan skala peta karena format peta tersebut
berupa data vektor yang bergeoreferensi (bukan merupakan data raster yang
mesti memerlukan koreksi geometrik berdasarkan skala yang digunakan)
2. Karena berupa data vektor format shp maka data tersebut juga telah memiliki
sistem koordinat yang dapat ditransformasi menggunakan perangkat lunak Arc
GIS dan sejenisnya sesuai sistem koordinat yang diinginkan
3. Kebenaran sistem koordinat data shp kawasan hutan yang saat ini digunakan
oleh Kantor Pertanahan se-Provinsi Sulawesi Tenggara yang diperoleh secara
resmi dari BPKH dan Tata Lingkungan Wilayah XXII Kendari dapat dibuktikan
dengan surat klarifikasi dari BPKH bahwa bidang tanah yang diukur berada di
dalam kawasan APL namun berhimpitan langsung dengan kawasan hutan.
4. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa sistem koordinat yang
digunakan tidak akan terjadi overlap dengan kawasan hutan selama data shp
yang digunakan oleh BPN bersumber langsung secara resmi dari BPKH namun
untuk toleransi pada saat proses staking out di lapangan maka diperlukan
adanya buffer zone dengan jarak yang memenuhi unsur toleransi ketelitian GPS
non geodetic minimal 3 meter.