Anda di halaman 1dari 140

IDENTIFIKASI KEBOCORAN OIL COOLER DAN ANALISIS

RELIABILITAS KOMPONEN AUXILIARY POWER UNIT B737-800

ANANTA RADITYA FANI


NIM : 41319120066

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA 2022
LAPORAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KEBOCORAN OIL COOLER DAN ANALISIS


RELIABILITAS KOMPONEN AUXILIARY POWER UNIT B737-800

Disusun Oleh :

Nama : Ananta Raditya Fani


NIM : 41319120066
Program Studi : Teknik Mesin

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KELULUSAN MATA KULIAH


TUGAS AKHIR PADA PROGRAM SARJANA SATU (S1)
AGUSTUS 2022

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Ananta Raditya Fani
NIM : 41319120066
Jurusan : Teknik Mesin
Fakultas : Teknik
Judul Tugas Akhir : Identifikasi Kebocoran Oil Cooler dan Analisis Reliabilitas
Komponen Auxiliary Power Unit B737-800

Dengan ini menyatakan bahwa saya melakukan Tugas Akhir dengan sesungguhnya
dan hasil penulisa Laporan Tugas Akhir yang telah saya buat ini merupakan hasil
karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisa
Laporan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan di Universitas Mercu Buana.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan
Jakarta, 04 Agustus 2022

Ananta Raditya Fani

ii
PENGHARGAAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, shalawat dan
salam tidak lupa saya ucapkan kepada baginda Rasullullah SAW beserta keluarga,
para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai
penyusunan laporan akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
laporan ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Hawikarya, M.T selaku Plt. rektor Univeristas Mercu Buana, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan studi di
Universitas Mercu Buana
2. Dr. Ir. Mawardi Amin, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Mercu
Buana.
3. Bapak Muhamad Fitri, ST, M.Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Universitas Mercu Buana.
4. Bapak Alief Avicenna Luthfie, ST., M.Eng. selaku Koordinator Tugas Akhir
Program Studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana.
5. Ibu Swandya Eka Pratiwi, ST, M.Sc. selaku Pembimbing yang selalu
meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis
selama penyusunan Tugas Akhir.
6. Bapak Gian Villany Golwa, ST, M.Si. Selaku kepala Lab Teknik mesin
7. Seluruh dosen, staf dan karyawan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana yang
selalu membantu dalam hal penyusunan Tugas Akhir.
8. Ayah dan Ibu tercinta atas kasih sayang dan do’anya yang tak terhingga.
9. Teman-teman seperjuangan yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini banyak terdapat kekurangan
dan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu saran dan
kritik sangat diharapkan dalam rangka mendapatkan hasil yang lebih baik di waktu
yang akan datang. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 4 Agustus 2022
Penulis

Ananta Raditya Fani


NIM :41319120066

iii
ABSTRAK

Pesawat Boeing seri 737-800 registrasi pada tanggal 13 September 2019 harus
mendarat darurat di bandara kualanamu dikarenakan ada gangguan. Setelah
dilakukan pengecekan ditemukan penyebabnya adalah Auxiliary Power Unit Auto
Shutdown dengan Indikasi panel kontrol mesin di kokpit menunjukan kenaikan suhu
melebihi batas pada sistem lubrikasi Auxiliary Power Unit. Kejadian kenaikan suhu
pada APU disebabkan oleh kebocoran pada komponen oil cooler dan telah terjadi 17
kali dengan penyebab yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
penyebab kenaikan suhu pada sistem lubrikasi APU maka dilakukan studi kasus
penyebab kenaikan suhu Auxialary Power Unit menggunakan fishbone diagram Man
Machine Material Method. Setelah mengetahui penyebabnya maka dapat dilakukan
Tindakan perawatan yang sesuai dengan Maintenance manual. Tindakan pencegahan
yaitu diperlukan Analisa keandalan menggunakan distribusi weibull sehingga
mengetahui keandalan dari komponen oil cooler. Hasil penelitian setelah dilakukan
identifikasi didapatkan solusi atas permasalahan yang terjadi menggunakan five ws
method serta penentuan jadwal penggantian komponen oil cooler setiap 16.156 flight
hours berdasarkan keandalannya .

Kata kunci: High Oil Temperature, Fishbone Diagram, Identifikasi

iv
IDENTIFICATION OF OIL COOLER LEAKAGE AND RELIABILITY
ANALYZE ON AUXILIARY POWER UNIT B737-800 COMPONENT

ABSTRACT

The Boeing 737-800 series aircraft registered on September 13, 2019 had to make an
emergency landing at Kualanamu Airport due to a disturbance. After checking, it
was found that the cause was the Auxiliary Power Unit Auto Shutdown with an
indication that the engine control panel in the cockpit showed an increase in
temperature exceeding the limit on the Auxiliary Power Unit lubrication system. The
occurrence of temperature increase in the APU is caused by a leak in the oil cooler
component and has occurred 17 times with the same cause. The purpose of this
research is to find the root cause of high oil temperature on Auxialary Power Unit.
so a case study is conducted on the cause of the increase in temperature of the
Auxialary Power Unit. Using Five Ws Methods to determine root cause of failure
include Man, Machine, Material and Methode possibilites After knowing the cause,
maintenance actions can be carried out in accordance with the Maintenance manual.
Preventive action is required reliability analysis using weibull distribution to
determine the reliability of the oil cooler components. The result of this research is to
find the solution of the problem with 5ws method and for addition determine the
schedule for replacing the oil cooler components every 16.156 flight hours based on
oil cooler reliability.

Keywords: Return to base, High Oil Temperature, identification

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN i
HALAMAN PERNYATAAN ii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR PERSAMAAN xii
DAFTAR ISTILAH xiii
BAB I PENDAHULUAN 16
1.1. LATAR BELAKANG 16
1.2. RUMUSAN MASALAH 17
1.3. TUJUAN 17
1.4. MANFAAT PENELITIAN 17
1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN DAN BATASAN MASALAH 18
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20


2.1. AUXIAULARY POWER UNIT (APU) 20
2.2. HONEYWELL 131-9(B) AUXIALARY POWER UNIT 21
2.2.1. Komponen APU Honneywell 131-9b 21
2.2.2. Proses Menghidupkan APU 26
2.2.3. Proses Mematikan APU 27
2.2.4. Protective Shutdown 28
2.2.5. Sistem Lubrikasi 31
2.2.6. Indikasi Sistem Lubrikasi APU 36
2.3. OIL COOLER HONEYWELL 131-9(b) 37
2.3.1. Sistem Oil Cooler 37
2.3.2. High Oil Temperature pada Apu 39
2.3.3. Penyebab High Oil Temperature 40
2.3.4. Prosedur Menanggulangi Kejadian High Oil Temperature 41
2.4. PENELITIAN TERDAHULU (Silaen, 2018) 44

vi
2.5. PERPINDAHAN PANAS 46
2.6. PENGERTIAN PERAWATAN 49
2.7. PREVENTIVE MAINTENANCE 49
2.8. CORRECTIVE MAINTENANCE 51
2.9. BREAKDOWN MAINTENANCE 51
2.10. PERAWATAN PADA PESAWAT 51
2.11. RELIABILITAS PADA PESAWAT 52
2.12. LIFE DISTRIBUTION 53
2.13. DISTRIBUSI WEIBULL 53
2.13.1. Persamaan Distribusi Weibull 54
2.13.2. Parameter Weibull 54
2.13.3. Pengaruh Parameter Distribusi Weibull 55
2.13.4. Reliability 57
2.13.5. Unreliability 57
2.13.6. Median Rank 58
2.13.7. Metode Regresi Linear 58
2.13.8. Failure Rate 59
2.13.9. Mean Time To Failure 59

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 60


3.1. DIAGRAM ALIR 60
3.2. ALAT DAN BAHAN 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 68


4.1 MENEMUKAN PENYEBAB KEJADIAN HIGH OIL TEMPERATURE 68
4.1.1 Melakukan Pengecekan Pada Penyebab High Oil Temperature akibat
kerusakan komponen 71
4.1.2 Penggantian Komponen Oil Cooler 78
4.1.3 Membersihkan Oil Cooler 78
4.1.4 Melakukan Pemasangan Oil Cooler 79
4.1.5 Analisis Data Menggunakan Five Ws method 80
4.2 MENENTUKAN JADWAL PENGGANTIAN KOMPONEN 85
4.2.1 Data Kejadian High Oil Temperature Akibat Oil Cooler 85
4.2.2 Menentukan Parameter Distribusi Weibull 86

vii
4.2.3 Melakukan Perhitungan Mean Time to Failure 92
4.2.4 Melakukan Perhitungan Reliability, Unreliability dan Failure Rate 92
4.2.5 Pembahasan 97

BAB V PENUTUP 99
5.1 KESIMPULAN 99
5.2 SARAN 100

DAFTAR PUSTAKA 101


LAMPIRAN 102

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. APU Engine 20
Gambar 2. 2. Honeywell 131-9(b) 21
Gambar 2. 3. APU Gearbox 22
Gambar 2. 4. APU Air Inlet 22
Gambar 2. 5. APU Air Inlet Door 23
Gambar 2. 6. APU Engine Compressor 23
Gambar 2. 7. APU Combution Chamber 24
Gambar 2. 8. APU Turbine 24
Gambar 2. 9. Oil Cooler dan Temperature Control Valve 25
Gambar 2. 10. APU Exhaust Duct 25
Gambar 2. 11. APU starting sequence 26
Gambar 2. 12. APU shutdown Sequence 28
Gambar 2. 13. Protective Shutdown Process 30
Gambar 2. 14. Sistem Lubrikasi oli 31
Gambar 2. 15. Oil Reservoir 32
Gambar 2. 16. APU lube module 32
Gambar 2. 17. APU Oil Cooler 33
Gambar 2. 18. Magnetic Drain Plug 33
Gambar 2. 19. Low Oil Pressure Switch (GMF Aeroasia Learning Service, 2021) 34
Gambar 2. 20. Oil Level Sensor 34
Gambar 2. 21. Temperature Control Valve (GMF Aeroasia Learning Service, 2021)
35
Gambar 2. 22. Filter Bypass Switch (GMF Aeroasia Learning Service, 2021) 35
Gambar 2. 23. Indicating Schematic 36
Gambar 2. 24. Oil Cooler Honeywell 131-9(b) 37
Gambar 2. 25. APU Compartment 38
Gambar 2. 26. Oil Cooler dan Temperature Control Valve 39
Gambar 2. 27. Control Display Unit 39
Gambar 2. 28. Grafik pengaruh shape parameter 55
Gambar 2. 29. Grafik pengaruh scale parameter 56

Gambar 3.1. Diagram Alir 60


Gambar 3.2. Spanner 63
Gambar 3.3. Torque Wrench 64
Gambar 3.4. Screw Driver Flat 64
Gambar 3.5. Screw Driver Phillips 64
Gambar 3.6. Screw Gun 65
Gambar 3.7. Side Cutter 65
Gambar 3.8. Alkohol Isopropil 66
Gambar 3.9. Penetrating oil 66
Gambar 3.10. Contact Cleaner 67

Gambar 4.1. Fishbone Diagram High Oil Temperature 68


Gambar 4.2. Fishbone Diagram kerusakan komponen 69
ix
Gambar 4.3. Temperature Control valve dan Sensor 72
Gambar 4.4. Temperature Control Valve Terpasang pada APU 73
Gambar 4.5. Fault Light Pada Cockpit menunjukkan kerusakan 74
Gambar 4.6. Oil Cooler kotor 76
Gambar 4.7. Oil Cooler setelah dibersihkan 79
Gambar 4.8. Lampu indikasi kerusakan APU tidak menunjukan kerusakan 80

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu 44

Tabel 4.1. Analisa Five Ws method 81


Tabel 4.2. Solusi akar masalah Machine 84
Tabel 4.3. Solusi akar masalah Man 84
Tabel 4.4. Data kejadian High Oil Temperature akibat oil cooler 85
Tabel 4.5. Umur komponen Oil Cooler (flight hours) 86
Tabel 4.6. Data median rank dan Ln (1-median rank) 90
Tabel 4.7. Tabel untuk perhitungan Regresi Linier 91
Tabel 4.8. Perhitungan t = 0 FH sampai dengan t = 25000 FH 95
Tabel 4.9. Penjadwalan baru 98

xi
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan 2.1 Konduksi 45
Persamaan 2.2 Konveksi 45
Persamaan 2.3 Radiasi 45
Persamaan 2.4 Laju Panas Ideal 46
Persamaan 2.5 Fouling Factor 46
Persamaan 2.6 Distribusi Weibull 51
Persamaan 2.7 Reliability 53
Persamaan 2.8 Unreliability 54
Persamaan 2.9 Median Rank 54
Persamaan 2.10 Regresi Linear Y 55
Persamaan 2.11 Regresi Linear B 55
Persamaan 2.12 Regresi Linear A 55
Persamaan 2.13 Failure Rate 55
Persamaan 2.14 Mean Time to Failure 57
Persamaan 4.1 Laju Panas 70
Persamaan 4.2 Fouling Factor 70
Persamaan 4.3 Unreliability 75
Persamaan 4.4 Log Normal Unreliability 76
Persamaan 4.5 Sifat Logaritma 76
Persamaan 4.6 Penyederhanaan persamaan F(t) 76
Persamaan 4.7 Log Normal pada kedua sisi 76
Persamaan 4.8 Penyederhanaan Log Normal 76
Persamaan 4.9 Unreliability 76
Persamaan 4.10 Persamaan Garis Linear 76
Persamaan 4.11 Median Rank 77
Persamaan 4.12 Scale Parameter 77
Persamaan 4.13 Shape Parameter 77
Persamaan 4.14 Shape parameter terhadap a 77
Persamaan 4.15 Scale Parameter terhadap b 77
Persamaan 4.16 Persamaan akhir parameter Alpha 77
Persamaan 4.17 Persamaan akhir Parameter Etha 77
Persamaan 4.18 Regresi Linear b 77
Persamaan 4.19 Regresi Linear a 77
Persamaan 4.20 Mean time to Failure 80
Persamaan 4.21 Reliability 80
Persamaan 4.22 Unreliability 81
Persamaan 4.23 Failure Rate 82

xii
DAFTAR ISTILAH

Aircraft Maintenance Logbook : Dokumen pencatatan untuk riwayat


perawatan pesawat
Aircraft Maintenance Manual : Dokumen prosedur perawatan pesawat
Auxialary Power Unit (APU) : Mesin Turbin kecil yang berfungsi
sebagai sumber energi cadangan
Civil Aviation Safety Regulation (CASR) : Peraturan penerbangan sipil negara
indonesia
Combustion Chamber : Ruang bakar
Compressor : Kompressor untuk meningkatkan
tekanan aliran fluida
Control Display Unit : Tampilan indicator pada kokpit
Duct : Saluran pipa pneumatic
Engine Control Unit (ECU) : Komputer yang mengatur kinerja
Engine
Failure Rate : Banyaknya kerusakan sistem yang
terjadi per satuan waktu
Fault Insulation Manual : Dokumen prosedur pemecahan
masalah
Ground Power Unit : Pembangkit energi tambahan pada
apron
High Oil Temperature : Kenaikan suhu oli
Mean Time to Failure : Rata rata waktu kegagalan suatu sistem
Oil Cooler : Komponen pendingin oli pada APU
Oil temperature sensor : Sensor temperatur oli
Oil pressure switch : Sensor tekanan pada aliran oli
Oil level sensor : Sensor volume oil
Protective Shutdown : Sistem emergency mematikan APU
Reliability : Probabilitas suatu komponen atau
sistem untuk melakukan fungsi yang

xiii
ditentukan dalam periode waktu
tertentu di bawah kondisi yang
dirancang untuk beroperasi
Reservoir : Tempat penyimpanan oli
Return to Base : Kejadian pesawat mendarat darurat ke
bandara awal
Repetitive Problem : Kejadian yang terjadi secara berulang
Scale Parameter : Parameter pada distribusi Weibull yang
menentukan persebaran data terpusat
atau tersebar
Shape Parameter : Parameter pada distribusi Weibull yang
menentukan luas atau sempitnya
distribusi
Turbine : Turbin sebagai penghasil energi
putaran untuk memutar kompressor
Unreliability : Probabilitas Suatu komopnen untuk
mengalami kerusakan dalam periode
waktu tertentu

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Maintenance Manual Removal Oil Cooler 78


Lampiran 2 Maintenance Manual Installation Oil Cooler 81
Lampiran 3 Maintenance Manual Inspection Oil Cooler 83
Lampiran 4 Maintenance Manual Removal Temperature Control Valve 91
Lampiran 5 Maintenance Manual Installation Temperature Control Valve 96
Lampiran 6 Maintenance Manual Removal Magnetic Drain Plug 100
Lampiran 7 Maintenance Manual Installation Magnetic Drain Plug 104
Lampiran 8 Maintenance Manual Inspection of Magnetic Drain Plug 107

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pesawat Boeing seri 737-800 registrasi pada tanggal 13 September 2019 harus
mendarat darurat di bandara Kualanamu dikarenakan ada gangguan. Pada Laporan
kejadian pesawat sudah berhasil mengudara, namun setelah sampai setengah jam
mengudara, pilot melihat ada panel yang hidup itu dan terlihat indikasi kenaikan
suhu oli pada sistem lubrikasi APU sehingga dilakukan prosedur kembali ke bandara
Kualanamu untuk mendarat dan dilakukan pengecekan.
Setelah dilakukan pengecekan ditemukan penyebabnya adalah Auxiliary
Power Unit Auto Shutdown dengan Indikasi panel kontrol mesin di kokpit
menampilkan kenaikan suhu melebihi batas pada sistem lubrikasi Auxiliary Power
Unit. Ketika suhu oli pada Auxiliary Power Unit (APU) mengalami peningkatan
hingga melebihi batas normal maka bantalan pada turbin dapat terkikis karena
kemampuan oli dalam melindungi bearing dari gesekan berkurang ketika suhu oli
tinggi maka dari itu kejadian tersebut dapat mengancam keselamatan penerbangan.
Karena itu harus segera dilakukan pendaratan darurat dan kembali ke hanggar atau
dengan istilah “Return to Base” bertujuan untuk memperbaiki sistem yang rusak
(Michaelis, 2016).
Berdasarkan laporan pada Aircraft Maintenance Logbook kejadian kenaikan
suhu pada APU disebabkan oleh kebocoran pada komponen oil cooler dan telah
terjadi 6 kali dengan penyebab yang sama, maka perlu dilakukan tindakan
pencegahan karena permasalahan yang terjadi telah masuk kategori Repetitive
Problem. Agar kejadian Return to Base tidak terjadi lagi maka dilakukan studi kasus
16
penyebab kenaikan suhu Auxialary Power Unit. Setelah mengetahui penyebabnya
maka dapat dilakukan Tindakan perawatan yang sesuai dengan Maintenance manual.
Namun pada kasus ini diperlukan tindakan pencegahan yaitu diperlukan analisis
keandalan sehingga mengetahui keandalan dari komponen oil cooler. Berdasarkan
Federal Aviation Administration analisis keandalan dapat dilakukan dengan
menggunakan data umur kegagalan komponen oil cooler yang pernah terjadi
berulang. Sehingga di dapatkan keandalan komponen tersebut terhadap jam terbang.
Lalu dapat dilakukan penentuan jadwal penggantian komponen oil cooler
berdasarkan keandalannya sehingga di dapatkan jadwal yang lebih efektif (ÃELJKO
MARUŠIÆ, 2009).

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:


1. Terjadi kebocoran Oil Cooler sehingga terjadi kenaikan suhu oli APU pada
pesawat yang menyebabkan return to base
2. Kejadian terjadi berulang sehingga diperlukan prosedur pencegahan
3. Jadwal perawatan yang digunakan belum efektif

1.3. TUJUAN

Dalam penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :


1. Mengidentifikasi penyebab kebocoran pada Oil Cooler
2. Menentukan solusi kebocoran Oil Cooler pada sistem lubrikasi APU
3. Melakukan analisis reliabilitas untuk mendapatkan jadwal perawatan yang lebih
baik

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

17
1. Dapat menanggulangi kejadian kenaikan suhu oli pada apu yang disebabkan
kebocoran Oil Cooler.
2. Mendapatkan jadwal perawatan yang lebih efektif sehingga dapat mencegah
kejadian tingginya suhu oli pada APU.

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN DAN BATASAN MASALAH

Pada penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut :


• Tipe pesawat :Boeing 737-800 NG
• Jenis APU :131-9(b) honeywell
• Penyebab Return to Base :Disebabkan oleh High Oil Temperature
• Membahas cara kerja sistem lubrikasi oli pada APU.

Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan sebagai berikut :


• Metode yang digunakan untuk menentukan jadwal perawatan
menggunakan distribusi weibull dengan memprediksi waktu kegagalan
sistem lubrikasi APU.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar pembahasan pada Tugas Akhir ini disusun dalam beberapa
bab yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang tugas akhir, perumusan masalah, tujuan,
ruang lingkup dan batasan masalah, manfaat tugas akhir dan sistematika
penulisan.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka
Membahas tentang teori teori terkait yang berhubungan dan dijadikan acuan
dalam penyusunan tugas akhir. Tinjauan Pustaka dilakukan dengan mencari
buku buku dan maintenance manual yang terakait dengan tugas akhir.
BAB 3 : Metode Penelitian

18
Membahas tentang metode Penelitian yang diterapkan dalam tugas akhir ini
yaitu antara lain : Persiapan, Pengamatan langsung, Studi literatur,
Pengumpulan data, Pengolahan data, Analisa dan Pembahasan, dan
Kesimpulan dan Saran.

19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. AUXIAULARY POWER UNIT (APU)

Auxiliary Power Unit atau APU sering disebut dengan Mesin Turbin kecil yang
berfungsi sebagai sumber energi listrik saat Mesin Turbin utama belum bekerja
maupun saat keadaan darurat, menghasilkan tenaga pneumatic yang di butuhkan saat
menghidupkan Mesin Turbin utama dan untuk sirkulasi udara pada pesawat. APU
disebut sebagai auxialary power dikarenakan bukan sumber energi utama pada
pesawat dan sering digunakan saat pesawat berada di darat ketika Mesin Turbin
utama belum bekerja namun dapat digunakan di udara saat Mesin Turbin utama mati.
Prinsip kerja APU sama dengan gas turbine engine namun dengan ukuran yang lebih
kecil. (GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

Gambar 2. 1. APU Engine


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)
20
2.2. HONEYWELL 131-9(B) AUXIALARY POWER UNIT

Honeywell 131-9(B) merupakan APU yang digunakan pada B737-800 yang


berfungsi sebagai sumber energi listrik dan pnemuatic untuk system pada pesawat.
Pesawat dapat beroperasi tanpa Ground Power unit atau menghidupkan Mesin
Turbin Utama dan APU biasa digunakan saat di udara dalam keadaan darurat
(Honeywell International Inc., 2018).

Gambar 2. 2. Honeywell 131-9(b)


(Honeywell International Inc., 2018)

Honeywell 131-9(b) dapat menghasilkan 90KVA daya listrik pada ketinggian


32.000 kaki dan 66 kVA pada ketinggian 41.000 kaki. APU ini dapat digunakan pada
ketinggian 41.000 kaki atau kebawah. APU terpasang pada bagian belakang fuselage
pesawat dan memiliki ruangan khusus yang terdapat pembatas panas antara APU dan
Fuselage pesawat.

2.2.1. Komponen APU Honneywell 131-9b

Berikut merupakan komponen APU honeywell yang digunakan pada pesawat B737-
800:
1. Gearbox
Rangkaian Planetary gear yang terhubung pada starter motor Mesin Turbin utama
dan Generator pesawat. Berfungsi sebagai pemindah daya putar yang dihasilkan
21
oleh turbin untuk digunakan pada sistem yang membutuhkan seperti starter gas
turbine engine (Honeywell International Inc., 2018).

Gambar 2. 3. APU Gearbox


(GMF Aeroasia Learning Service, 2015)

2. Air Inlet
Berfungsi untuk pintu masuk udara untuk sistem APU yang akan digunakan untuk
proses memutar turbine APU dan menghasilkan tenaga. Dalam proses aliran
udaranya terdapat katup yang dapat terbuka dan tertutup sesuai keadaan APU di
gunakan atau tidak dan katup tersebut digerakan dengan actuator. (Honeywell
International Inc., 2018)

Gambar 2. 4. APU Air Inlet


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

22
Gambar 2. 5. APU Air Inlet Door
(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

3. Engine Compressor
Engine compressor berfungsi untuk meningkatkan tekanan udara yang mengalir
masuk ke dalam APU untuk selanjutnya di bakar di ruang combution chamber.
(Honeywell International Inc., 2018)

Gambar 2. 6. APU Engine Compressor


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

4. Combustor
Pada combutstor dilakukan pembakaran udara yang telah di naikkan tekanannya di
compressor sehingga udara yang bertekanan tinggi memilki juga memiliki suhu

23
yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk memutar turbin. (Honeywell
International Inc., 2018)

Gambar 2. 7. APU Combution Chamber


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

5. Turbine
Setelah udara dibakar dan memiliki energi yang besar di combustor udara masuk
ke bagian turbine dan memutarkan turbine menghasilak putaran yang dapat
dikirim putaran tersebut untuk memutarkan gearbox dan load compressor.
(Honeywell International Inc., 2018)

Gambar 2. 8. APU Turbine


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)
24
6. Load Compressor
Load compressor berbeda dengan engine compressor, load compressor berfungsi
sebagai penyedia tenaga pneumatik yang dihasilkan APU untuk dialirkan ke sistem
pneumatik pada pesawat. Load compressor juga memiliki stator dan rotor blade
untuk menaikan tekanan udara yang masuk dari air inlet. (Honeywell International
Inc., 2018)

Gambar 2. 9. Oil Cooler dan Temperature Control Valve


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

7. Air Exhaust
Air exhaust berada pada bagian belakang APU, Berfungsi untuk mengalirkan
udara keluar dari turbin memiliki duct sebagai tempat mengalirnya udara keluar
pesawat. (Honeywell International Inc., 2018)

Gambar 2. 10. APU Exhaust Duct


(The Boeing Company, 2018)
25
2.2.2. Proses Menghidupkan APU

Proses menghidupkan APU melalui proses sebagai berikut. (The Boeing Company,
2018)

Gambar 2. 11. APU starting sequence


(The Boeing Company, 2021)

1) Menekan tombol Battery switch on, baterai pesawat 28 VDC mengirim


daya listrik menuju APU control unit.
2) Setelah itu menekan saklar APU control unit untuk menghidupkan APU
control unit.
3) Lampu indikasi tekanan oli akan menyala memberi informasi oli tersedia ,
pada saat starting indikasi oli akan menunjukan tekanan rendah karena oli
belum menyebar seluruhnya.

Setelah menghidupkan APU Control unit ke posisi on langkah selanjutnya otomatis


APU control unit dengan urutan sebagai berikut :
1) Melalu perintah dari APU Control Unit actuator akan membuka katup Air
Inlet agar udara dapat masuk melalui inlet duct.
2) Lalu daya listrik akan menggerakan motor listrik dan memutar
compressor APU bersamaan dengan igniter pada combustor yang
menyala ketika bahan bakar telat disemprotkan.

26
3) Setelah putaran compresor mencapai 60 % kecepatan maksimal ignitor
akan dimatikan.
4) Motor listrik akan melepas sambungan gear nya terhadap compressor.
5) Setelah putaran APU mencapai performa 95 % kecepatan maksimal
energi listrik dan pneumatik yang dihasilkan APU dapat digunakan oleh
sistem listrik dan pneumatik pesawat.

2.2.3. Proses Mematikan APU

Untuk mematikan APU proses nya dikontrol oleh Engine control unit (ECU)
termasuk Normal Shutdown dan protective shutdown. Ketika APU switch sudah pada
posisi OFF, sinyal 28 Volt DC akan terputus untuk posisi ON dan akan memberi
sinyal OFF pada ECU. Setelah ECU menerima sinyal OFF akan mengatur: (The
Boeing Company, 2018)
1) Melepas beban pneumatik
2) Menutup bleed air valve
3) Menutup inlet guide vane
4) Membuka surge control valve
5) Melepas sumber daya pada generator
6) Putaran pada poros APU akan berkurang hingga berhenti

27
Gambar 2. 12. APU shutdown Sequence
(The Boeing Company, 2018)

2.2.4. Protective Shutdown

Protective Shutdown dilakukan apabila terjadi kerusakan sehingga APU beroperasi


dengan kondisi yang tidak normal. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut. Kejadian protective shutdown dapat terjadi ketika APU start maupun
APU sudah hidup. Data kejadian Protective shutdown di simpan oleh mesin Control
Unit (ECU) di memori, data ini dapat diakses melalu Control Display Unit.
ECU akan menyalakan lampu indikasi kegagalan (fault light) ketika terjadi
kerusakan pada sistem APU. Indikasi ini dapat dilihat di kokpit. Setelah itu ECU
akan mematikan APU (The Boeing Company, 2021). Contoh penyebab APU
shutdown adalah sebagai berikut:
• ECU kehilangan sumber listrik DC lebih dari 50 ms.
Jika ECU kehilangan sumber listrik maka ECU tidak dapat mengolah data yang
diterima oleh sensor. Kejadian ini berbahaya karena proses kontrol kondisi APU
tidak dapat dilakukan.
• Suhu kompresor melebihi 176.667℃ selama 3 detik.

28
Kejadian ini dapat merusak kompresor dan ketika kompresor rusak maka dapat
membahayakan penerbangan karena APU tidak dapat beroperasi jika tidak mendapat
suplai udara dari kompresor
• Suhu pada turbin melebihi 1204.444℃.
Sama hal nya dengan kompresor, turbin memiliki batas suhu maksimal
saat beroperasi. Jika melebihi batas maksimal, Umur komponen turbine
akan lebih pendek dan kerusakan dapat terjadi. Hal ini membahayakan
karena jika turbin mengalami kerusakan, maka APU tidak dapat
beroperasi karena kehilangan tenaga putaran dari turbin.
• Suhu oli pada sistem lubrikasi melebihi 300℉ selama 10 detik.
Semakin tinggi suhu oli semakin tidak efektif dalam melumasi bearing.
Karena viskositas oli berbanding terbalik dengan suhu oli. Ketika
viskositas terlalu tinggi, oli tidak dapat melumasi bagian yang sempit.
Namun jika viskositasnya rendah, dalam suhu yang tinggi oli mudah
menguap. Kejadian ini berbahaya karena kemungkinan kerusakan pada
bearing meningkat. Ketika bearing mengalami kerusakan performa APU
akan menurun karena putaran pada poros akan menurun bahkan jika
kerusakan nya parah dapat menghentikan operasi APU dan merusak
komponen lainnya.
• Tekanan oli pada sistem kurang dari 30 psi.
Hal ini berhubungan dengan sistem lubrikasi. Ketika tekanan oli terlalu
rendah, oli tidak dapat melumasi bearing dengan sempurna. Maka
gesekan yang terjadi pada bearing semakin besar. Kejadian ini berbahaya
karena ketika bearing rusak performa APU akan turun dan bahkan bisa
rusak total.
• Putaran pada poros APU melebihi 51.000 rpm.
Dengan beban putaran yang terlalu besar dapat memberi tekanan yang
terlalu besar pada poros. Jika Poros menerima beban yang terlalu besar,
poros dapat mengalami kerusakan.
• Kerusakan sensor suhu dalam mendeteksi suhu sehingga tidak dapat
memberikan informasi yang tepat.

29
Kejadian ini sangat harus dihindari karena kesalahan sensor dapat
mengacaukan informasi yang diterima oleh ECU. Jika ECU menerima
informasi yang salah. Pilot akan melakukan tindakan yang salah. Ini
sangat berbahaya karena tindakan yang salah akan mengancam
keselamatan penerbangan.
Sistem kerja protective shutdown dijelaskan pada schematic berikut :

Gambar 2. 13. Protective Shutdown Process


(The Boeing Company, 2021)

Seperti yang dijelaskan di atas tadi, ketika terjadi kerusakan atau kejadian yang tidak
normal, sensor pada sistem yang mengalami kerusakan akan memberi sinyal ke ECU
lalu APU akan mengalami protective shutdown dengan proses sebagai berikut : (The
Boeing Company, 2021)
1. Setelah menerima sinyal protective shutdown, Fuel solenoid akan
menutup sehingga fuel tidak dialirkan lagi ke combustion chamber.
2. Lampu indikasi kegagalan akan menyala sesuai dengan jenis kerusakan
yang terjadi
3. Setelah itu pembakaran akan terhenti ketika bahan bakar sudah tidak
mengalir ke combustion chamber

30
4. Karena sudah tidak terjadi pembakaran putaran APU akan melambat.
5. Ketika Putaran APU melambat, katup seperti Inlet guide vane, Bleed air
valve akan menutup karena APU sudah tidak menghasilkan energi
pneumatik
6. Ketika Putaran APU sudah berhenti maka ECU akan memberi perintah
pada actuator APU inlet door untuk menutup.

2.2.5. Sistem Lubrikasi

Sistem lubrikasi membersihkan dan mendinginkan komponen APU starter


generator, bantalan dan roda gigi. Pompa Oli yang terdapat pada lube module,
memompa oli dari reservoir. Oli yang bertekanan dari lube module akan dipompa
menuju semua bearing pada APU namun harus melewati Temperature control valve
yang mengatur suhu oli. Jika suhu oli diatas 60℃ maka temperature control valve
akan membuka dan oli akan mengalir menuju oil cooler untuk di dinginkan terlebih
dahulu. Setelah didinginkan kembali ke lube module. Namun jika saat melalui
temperature control valve suhu oli sudah cukup dingin makan valve akan menutup
sehingga oli tidak perlu melalui oil cooler dan dapat langsung dipompa menuju
bantalan pada gearbox, starter generator, load compressor, engine compressor dan
turbine. Setelah oli digunakan untuk melumasi bantalan, oli dikembalikan menuju
reservoir oleh scavenge pump.

Gambar 2. 14. Sistem Lubrikasi oli


31
(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)
Komponen yang digunakan pada sistem lubrikasi APU sebagai berikut :
1) Reservoir oli
Tempat oli disimpan dan menjadi sumber oli untuk sistem lubrikasi atau
dapat disebut juga dengan istilah oil tank. Pada oil tank terdapat sight
glass yang berfungsi untuk mengetahui volume oli yang ada pada
reservoir (GMF Aeroasia Learning Service, 2015).

Gambar 2. 15. Oil Reservoir


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

2) Lube module
Pada lube module terdapat lube dan scavenge pump berada pada bagian
depan roda gigi APU (GMF Aeroasia Learning Service, 2021).

Gambar 2. 16. APU lube module


32
(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)
3) Oil cooler
Berfungsi untuk mendinginkan oli yang kembali ke reservoir. bertujuan
agar oli bekerja pada suhu yang optimal (GMF Aeroasia Learning
Service, 2021).

Gambar 2. 17. APU Oil Cooler


(The Boeing Company, 2018)
4) Magnetic Drain Plug
Terdapat magnet yang menarik partikel metal yang terdapat pada sistem
oli. Sehingga dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat metal
pada sistem oli (GMF Aeroasia Learning Service, 2021).

Gambar 2. 18. Magnetic Drain Plug


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

5) Low oil pressure switch

33
Merupakan sensor yang mengirim sinyal ke ECU ketika tekanan pada oli
lebih kecil dari 30 psi (GMF Aeroasia Learning Service, 2021).

Gambar 2. 19. Low Oil Pressure Switch


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

6) Oil level sensor


Dapat mendeteksi volume oil yang terdapat pada sistem oli dan sekaligus
sensor ketika volume oli lebih kecil dari 3,6 liter maka akan mengirim
sinyal ke ECU dan lampu low oil pressure akan menyala (GMF Aeroasia
Learning Service, 2021).

Gambar 2. 20. Oil Level Sensor


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

34
7) Temperature Control valve dan Sensor
Mendeteksi suhu pada oli setelah melewati pompa dan jika suhu melebihi
300℉ (149℃)maka lampu indikator High Oil Temperature akan
menyala (GMF Aeroasia Learning Service, 2021).

Gambar 2. 21. Temperature Control Valve


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

8) Filter Bypass Switch


Filter bypass switch atau juga dapat disebut sebagai filter pressure switch
akan bekerja apabila terdapat perbedaan tekanan pada inlet dan outlet filter
pada scavenge system dengan batas perbedaan tekanan 40 psi. Filter
menututup sehingga aliran oli tidak melewati filter namun langsung
mengalir melewati bypass valve menuju reservoir. (GMF Aeroasia
Learning Service, 2021)

Gambar 2. 22. Filter Bypass Switch


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

35
2.2.6. Indikasi Sistem Lubrikasi APU

Sistem indikasi oli pada APU menyediakan data kondisi sistem oli. Indikasi
ditampilkan pada CDU (Control Display Unit). Data yang didapatkan di kendalikan
oleh ECU agar sistem oli dapat bekerja dengan efektif. (The Boeing Company, 2021)
Proses indikasi pada sistem lubrikasi oli sesuai dengan skematik berikut ini :

Gambar 2. 23. Indicating Schematic


(GMF Aeroasia Learning Service, 2021)

Oil temperature sensor, Oil pressure switch dan oil level sensor mendeteksi suhu
tekanan dan volume dari oli pada sistem lubrikasi dan mengirim sinyal informasi
mengenai keadaan oli pada ECU. Sementara itu filter bypass switch mengirim
informasi apakah terjadi bypass pada filter. Setelah itu ECU akan mengirim sinyal
keadaan oli pada sistem lubrikasi berdasarkan informasi dari sensor pada Control
display unit untuk ditampil kan pada monitor dan mudah untuk dilihat.
Jika ECU menerima sinyal bahwa keadaan suhu oli terlalu tinggi atau tekanan terlalu
tinggi atau volume oli kurang maka ECU akan menghidupkan Lampu indikasi pada
APU indicator sebagai tanda terjadinya kerusakan pada sistem lubrikasi (GMF
Aeroasia Learning Service, 2021).

36
2.3. OIL COOLER HONEYWELL 131-9(b)

Honeywell 131-9(b) adalah jenis oil cooler yang digunakan pada APU B737-
800. Oil cooler adalah alat penukar panas antara oli dan udara. Udara yang
masuk ke oil cooler berasal dari udara lingkungan dan akan mendinginkan oli
bertekanan yang telah melewati pompa oli. Oil cooler berada pada sisi samping
kiri bagian atas APU dan merupakan bagian dari eductor cooling system
(Honeywell International Inc., 2018).

Gambar 2. 24. Oil Cooler Honeywell 131-9(b)

2.3.1. Sistem Oil Cooler

Pada Bagian APU Exhaust terdapat aliran udara berkecepatan dan menyebabkan
perbedaan tekanan pada sisi exhaust dan lingkungan. Hal ini menyebabkan udara
bergerak dari lingkungan ke Oil Cooler melalu Eductor. Setelah itu udara mengalir
menuju oil cooler dan pertukaran panas secara konveksi dan konduksi terjadi, udara
yang telah mengalami pertukaran panas keluar melalui out air port lalu menuju ke
lingkungan.

37
Gambar 2. 25. APU Compartment
(The Boeing Company, 2018)

Temperature Control Valve berada pada APU gearbox dibagian belakang.


Temperature Control valve berfungsi untuk mengatur volume oli yang akan mengalir
pada oil cooler.

Temperature Control Valve akan menutup dan oli tidak melewati oil cooler apabila
temperatur oli dibawah 140 ℉ (60 ℃) hal ini dikarenakan jika temperatur oli tidak
terlalu panas maka tidak perlu melewati oil cooler. Namun apabila temperatur oli
melebihi 170℉ maka katup akan terbuka dan oli akan mengalir melewati oil cooler
untuk di dinginkan. Selain di atur oleh temperatur , Katup ini dapat juga dipengaruhi
oleh tekanan oli. Jika tekanan oli yang akan melewati oil cooler melebihi 50 psi
maka katup ini akan menutup dan aliran oli tidak melewati oil cooler karena bypass
valve bekerja.

38
Gambar 2. 26. Oil Cooler dan Temperature Control Valve
(The Boeing Company, 2018)

2.3.2. High Oil Temperature pada Apu

Kejadian High Oil Temperature pada APU terjadi jika temperatur oli melebihi 300℉
(149℃) dalam waktu lebih dari 10 detik. Kejadian ini dapat dilihat indikasi nya pada
panel P5 Control Display Unit di Cockpit menunjukan fault BITE message 49-91005
(Al-Garni, 2011).

Gambar 2. 27. Control Display Unit


(The Boeing Company, 2021)

39
2.3.3. Penyebab High Oil Temperature

Macam macam penyebab High Oil Temperature sebagai berikut:


1) Kotoran pada oil cooler
Karena ketika Terdapat kotoran pada oil cooler proses perpindahan panas
dari oli ke udara pada oil cooler menjadi terhambat sehingga suhu oli
tetap panas (The Boeing Company, 2018).

2) Kebocoran pada Oil cooler


Jika terjadi kebocoran pada oil cooler, maka aliran udara dalam oil cooler
akan keluar dari oil cooler dan proses perpindahan panas dari oli ke udara
pun berkurang. Maka suhu oli akan tetap panas (The Boeing Company,
2018).

3) Perputaran Poros APU mengalami hambatan


Putaran poros mengalami hambatan merupakan indikasi bahwa terjadi
masalah pada bearing. Ketika bearing mengalami masalah maka saat
poros berputar akan terjadi gesekan sehingga suhu oli mengalami
peningkatan (The Boeing Company, 2018).

4) Temperature Control Valve tidak dapat membuka ketika suhu oli naik
Ketika temperature oli melebihi 60℃ temperature control valve akan
membuka sehingga oli akan mengalir melalui oil cooler, namun jika
temperature control valve tidak dapat terbuka maka suhu oli tidak
didinginkan di oil cooler (The Boeing Company, 2018).

5) Kerusakan pada oil temperature sensor


Berhubungan dengan temperature control valve, Oil temperature sensor
berfungsi untuk mendeteksi suhu oli. Jika oil temperature sensor tidak
dapat mengetahui suhu oli maka temperature control valve tidak akan
membuka tanpa perintah dari oil temperature sensor. Lalu oli akan tetap
panas karena tidak melewati oil cooler. Selain itu dapat terjadi juga
40
kesalahan dalam sensor dikarenakan arus pendek pada sensor sehingga
sensor memberi sinyal bahwa suhu oli tinggi pada electronic control unit
ketika suhu oli normal (The Boeing Company, 2018).

2.3.4. Prosedur Menanggulangi Kejadian High Oil Temperature

Untuk menemukan penyebab dan menanggulangi kejadian tersebut kita mengikuti


Fault Insulation Manual task 49-90-801 dengan langkah sebagai berikut :
1) Melakukan inspeksi secara visual pada oil cooler
a) Prosedur melakukan inspeksi terdapat pada AMM task 49-91-41-200-
801
b) Jika ditemukan kebocoran, atau kerusakan pada oil cooler lakukan
Penggantian APU dengan langkah :
Oil Cooler removal Task 49-91-41-000-801
Oil Cooler Installation Task 49-91-41-400-801
c) Jika ditemukan kotoran pada oil cooler lakukan :
Oil Cooler Removal Task 49-91-41-000-801
Oil Cooler cleaning SUBTASK 49-91-41-210-00
Oil cooler Installation Task 49-91-41-400-801
d) Jika dilakukan pemasangan oil cooler lakukan :
1) Hidupkan APU
2) Menekan sakelar ON pada APU Master
3) Melihat indikasi pada CDU jika tidak menunjukan Fault Light
maka masalah telah diatasi
4) Menekan sakelar off pada APU Master
e) Jika ditemukan fault light menyala maka lakukan langkah
selanjutnya.
2) Inspeksi pada Magnetic Plug
a) Pastikan kondisi APU dalam keadaan mati
b) Lakukan Magnetic Drain Plug Inspection, AMM TASK 49-91-81-
200-801

41
c) Jika tidak ditemukan partikel besi pada Magnetic Drain Plug lakukan
perintah selanjutnya
3) Lakukan pemutaran APU secara manual
a) Pastikan APU dalam keadaan mati
b) Lakukan TASK Manually Turn the APU Engine, 49-21-00-980-801
c) Jika putaran APU tidak lancar lakukan task berikut
• Melakukan penggantian APU
- APU Power Plant Removal, AMM TASK 49-11-00-400-801
- APU Power plant Installation, AMM TASK 49-11-00-4
00-801
• Melakukan APU BITE Procedure, 49-60 TASK 801
• Hidupkan APU
• Lihat indikasi pada CDU apakah terdapat fault message dan jika
tidak ada maka masalah telah selesai.
• Jika masih terdapat fault message lakukan perintah selanjutnya
• Matikan APU
4) Mengganti Temperature Control Valve
a) Pastikan APU dalam keadaan mati
b) Lakukan penggantian Temperature Control Valve
- Temperature Control Valve Removal, AMM TASK 49-91-21-000-
801
- Temperature Control Valve Installation, AMM TASK 49-91-21-
400-801
c) Lakukan APU BITE test procedure, 49-60 TASK 801
d) Hidupkan APU
e) Lihat indikasi pada CDU apakah terdapat fault message dan jika
tidak ada maka masalah telah selesai.
f) Jika masih terdapat fault message lakukan perintah selanjutnya
g) Matikan APU
5) Mengganti Oil Temperature Sensor
a) Pastikan APU dalam keadaan mati

42
b) Lakukan penggantian oil temperature sensor
- Oil temperature sensor removal, AMM TASK 49-94-21-000-801
- Oil Temperature Sensor Removal, AMM TASK 49-94-21-400-801
c) Lakukan APU BITE procedure, 49-60 TASK 801
d) Hidupkan APU
e) Lihat indikasi pada CDU apakah terdapat fault message dan jika
tidak ada maka masalah telah selesai.
f) Jika masih terdapat fault message lakukan perintah selanjutnya
g) Matikan APU
6) Melakukan menggantian Electronic Control Unit
a) Pastikan APU dalam keadaan mati
b) Lakukan penggantian Electronic Control Unit
- Electronic Control Unit Removal, AMM TASK 49-61-12-000-801
- Electronic Control Unit Installation, AMM TASK 49-61-12-400-
801
c) Lakukan APU BITE Procedure, 49-60 TASK 801
d) Hidupkan APU
e) Lihat indikasi pada CDU apakah terdapat fault message dan jika
tidak ada maka masalah telah selesai.
f) Jika masih terdapat fault message lakukan perintah selanjutnya
g) Matikan APU
7) Melakukan penggantian APU
a) Pastikan APU dalam keadaan mati
b) Lakukan penggantian APU
- APU Power Plant Removal, AMM TASK 49-11-00-000-801
- APU Power Plant Installation, AMM TASK 49-11-00-400-801
c) Lakukan APU BITE Procedure, 49-60 TASK 801
d) Hidupkan APU
e) Lihat indikasi pada CDU apakah terdapat fault message dan jika
tidak ada maka masalah telah selesai.
f) Jika masih terdapat fault message lakukan perintah selanjutnya

43
2.4. PENELITIAN TERDAHULU (Silaen, 2018)

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu


Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Rony Kristian Silaen Analisis Faktor- Dari 5 kategori utama yang
Faktor penyebab menjadi faktor penyebab
Terjadinya terjadinya Technical Delay
Deviasi (Materials, Manpower, Method,
Performance Supporting dan Media) akhirnya
Akibat Technical didapat 2 kategori utama dengan
Delay Pada nilai persentase terbesar yaitu
Pesawat airbus Materials sebesar 72% dan juga
330-200/300 Di Man power sebesar 56%.
PT. GMF Permasalahan utama yang
Aeroasia disebabkan dari kategori Materials
adalah masalah ketepatan waktu
distribusi material. Setelah
dilakukan analisis diperoleh lah
akar utama permasalahannya
adalah karena material kebutuhan
maintenance selalu diinfokan
secara mendadak sehingga
material tidak tersedia di gudang.
Permasalahan utama yang
disebabkan darikategori
Manpower adalah kurangnya
pelatihan yang diberikan bagi
teknisi. Setelah dilakukan analisis
diperoleh lah akar utama
permasalahannya adalah karena
hubungan kerja antar karyawan
tidak tertanam etika yang baik dan
harmonis.
Solusi yang diperoleh dari hasil
brainstorming dengan para teknisi
lapangan, expert serta manajer
untuk menyelesaikan akar
permasalahan pada kategori
Materials adalah sebaiknya
dilakukan proses perencanaan dan
forecasting terhadap material yang
dibutuhkan pada perawatan
pesawat setidaknya seminggu
sebelum pelaksanaan (Silaen,
2018).
Asep Apriana dan Identifikasi Dari Penelitian dengan
Marwan Nabil Penyebab menggunakan metode FTA

44
Rusaknya Heavy didapatkan faktor yang
Liquid Chamber menyebabkan kerusakan heavy
pada Lo Purifier liquid chamber pada Lube Oil
Mitsubishi Sj25t Purifier adalah tidak seimbangnya
Di Mv. Jingu putaran bowl yang disebabkan
Dengan Metode adanya kerusakan pada spiral
FTA gear sehingga menyebabkan
putaran vertical shaft tidak
seimbang, hal ini dapat dicegah
dengan meningkatkan
pengawasan dan pemeriksaan
kondisi bagian Lube Oil Purifier
setiap mengadakan perawatan
(Apriana, 2019).

Ikhwan Analisis Dengan dilakukan analisa


Rahmadianto, Dian Kegagalan Air
menggunakan fishbone diagram
Saputra, dan Dedek Turbine Starter
pada penelitian diatas didapatkan
Zuldin Boeing 777-
Penyebab kegagalan Air Turbine
300ER di PT Starter berasal dari 3 komponen
GMF Aeroasia utama yang mengalami kerusakan
yaitu turbine wheel, starter carbon
seal dan rotor ball bearing, hal ini
menyebabkan berkurangnya output
putaran dari starter yang menyebab
kan kegagalan saat starting engine.
Solusi dari kegagalan Air Turbine
Starter adalah mengganti
komponen yang rusak dengan
komponen yang baru dengan jenis
yang sesuai, dan melakukan
removal atau perbaikan Air
Turbine Starter setiap 600 Flight
Cycle agar perbaikan Air Turbine
Starter lebih efektif, perhitungan
berdasarkan perhitungan Mean
Time To Failure dari analisis
reliability (Rahmadianto, 2019).
Asep Apriana dan Jadwal a. Pembuatan perencanaan
Marwan Nabil Pemeliharaan dan penjadwalan pemeliharaan
Preventive Vane pada Vane Pump merk Vickers
Pump Merk 35VQ ini berfungsi agar kita bisa
Vickers 35VQ Di mengetahui cara pemeliharaan dan
PT. X waktu pemeliharaan Vane Pump
merk Vickers 35VQ serta
mengetahui siapa yang harus
memeliharanya dalam workshop.
b. Diharapkan agar
perencanaan dan penjadwalan
pemeliharaan ini dapat

45
memanfaatkan personil dengan
efektif, menghindari kelupaan
dalam aktifitas pemeliharaan dan
operator dapat menggunakan
mesin dengan aman dan nyaman.
c. Setelah perencanaan dan
penjadwalan pemeliharaan Vane
Pump merk Vickers 35VQ telah
dibuat maka hasilnya sebagai
usulan ke industri yang terkait
(Nabil, 2019).
Damarjati Studi Kasus a. Berdasarkan analisis yang di
Kusumo,Muslimin, Kerusakan Shut- lakukan penyebab terjadinya
dan Dedek Zuldin off Valve Pada kerusakan pada WAI shutt-off
Wing Anti-Ice valvea dalah karena actuator
Pesawat Boeing rotary stuck.
737-800NG b. Teknisi memperbaiki kerusakan
tersebut dengan cara mengganti
actuator rotary yang rusak dengan
actuator rotary yang baru
(Kusumo, 2019).
Fakhriza Aziz Analisa Reliability 1.Kerusakan terjadi pada Hole
Pratama, Sunarto, Flexible Hose yang pada inner tube.
Indriyani Rebet, dan pada Sistem 2.Didapatkan jadwal perawatan
Abas Green Hydraulic yang lebih efektif menggunakan
Leak A330 metode predictive maintenance
dengan mengetahui penyebab
kejadian dan sebagai rujukan
pergantian komponen sesuai
MTTF tersebut (Aziz, 2019).

2.5. PERPINDAHAN PANAS

Perpindhan panas adalah proses pertukaran panas yang terjadi antara benda panas
dan benda dingin.Ada tiga cara perpindahan panas yaitu konduksi , konveksi dan
radiasi .
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas antar molekul melalui bidang
padat homogen persegi mupun silinder dimana mekanisme perpindahan panasnya
terjadi rambatan proses dari suatu benda yang bersuhu tinggi ke benda yng bersuhu
rendahsecara kontak langsung.Perpindahan panas konduksi dapat berlangsung pada
zat padat ,cair dan gas .Besarnya nilai perpindahan panas berdasarkan rumus Fourier
adalah:

46
𝐾𝐴𝑇
𝑄= (2.1)
𝑋

Dimana:
Q = Laju perpindahan panas
K = Koefisien konduksi
A = Luas penampang
T = Perbedaan suhu
x = panjang

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan secara aliran yaitu perpindahan


panas yang terjadi dari suatu benda ke benda lain melalui bidang batas persegi
homogeny maupun silider yang homogen.
Perpindahan panas konveksi ini terbagi dua yaitu konveksi alami dan konveksi paksa
dimana konveksi alami adalah perpindahan secara alamiah yang berlangsung melalui
benda padai cair maupun gas. Besarnya nilai perpindahan secara alami menurut
Fourier adalah

𝑄 = ℎ𝐴𝑇 (2.2)

Dimana:
Q = Laju perpindahan Panas
h = koefisien konveksi
A = luas penampang
T = perbedaan suhu

Konveksi paksa yaitu perpindahan panas konveksi yang berlangsung dengan bantuan
tenaga lain, misalnya kipas angin , alat pengering rambut ,kue,pakain danlain
sebagainya. Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas dari suatu benda ke
benda lain dengan bantuan gelombang elekto magnetic dimana tenaga ini akan
diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda lain. Besarnya panas yang

47
dipancarkan menurut Hukum Steven Boltzman dapat digunakan rumus sebagai
berikut:

𝑄 = 𝑒𝐴𝑇 4 (2.3)

Dimana:
Q = Laju perpindahan panas
c = emisivitas benda
A= Luas area
 = Konstanta Steven Boltzman
T = Suhu benda
Proses perpindahan panas pada kondisi Heat exchanger kotor sesuai dengan
persamaan perpindahan panas secara umum yaitu (Sudrajat, 2017)

Qact = Udirty.As. ΔTlm (2.4)


Dimana:
Qact = laju perpindahan panas actual
Udirty = Koefisien perpindahan panas global saat kotor
As = Luas permukaan perpindahan panas
ΔTlm = Perbedaan temperature rata rata logaritma

Terdapat perbedaan yaitu Udirty dengan UClean yaitu terdapa Fouling factor yang
menurunkan efektifitas dari kinerja Heat Exchanger. Fouling factor adalah besarnya
pengotoran yang terjadi pada heat Exchanger yang mengakibatkan bertambahnya
besaran tahanan termalnya. Fouling factor dinotasikan dengan Rf yang akan
mempengaruhi besarnya nilai Udirty. (Sudrajat, 2017)

1 1
𝑅𝑓 = 𝑈𝑑𝑖𝑟𝑡𝑦 − (2.5)
𝑈𝑐𝑙𝑒𝑎𝑛

Dimana:
Rf = Fouling Factor (m2.K/W)
Udirty = Koefisien perpindahan panas global setelah terjadi pengotoran (W/m2.K)
Uclean = Koefisien perpindahan panas global sebelum terjadi pengotoran (W/m2.K)
48
2.6. PENGERTIAN PERAWATAN

Sistem perawatan mempunyai arti, yaitu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
untuk menjaga atau memperbaiki aktifitas, atau sistem yang menyimpang dari
pemakaian peralatan. Tujuan Perawatan pada mesin mempunyai tujuan, antara lain:

1. Mengurangi tingkat kerusakan yang akan terjadi pada mesin;


2. Meminimalkan biaya perawatan;
3. Menjaga kualitas komponen pada tingkat yang tepat guna untuk memenuhi
kebutuhan mesin itu sendiri dan juga untuk menjaga kelancaran proses
produksi;
4. Memperpanjang usia pakai mesin;
5. Menghindari terjadinya kerusakan yang tidak terencana.

Terdapat beberapa macam maintenance yaitu sebagai berikut:


1) Preventive maintenance
2) Predictive maintenance
3) Corrective maintenance
4) Breakdown maintenance

2.7. PREVENTIVE MAINTENANCE

Preventive maintenance adalah jenis maintenance yang dilakukan untuk mencegah


terjadinya kerusakan pada mesin selama operasi berlangsung. Contoh nya adalah
melakukan penjadwalan untuk pengecekan, penggantian suku cadang dan
pembersihan (Kurniawan, 2013).

Terdapat 2 macam preventive maintenance yaitu sebagai berikut:

a.) Periodic Maintenance (perawatan berkala).

49
Periodic maintenance ini diantaranya adalah perawatan berkala yang terjadwal
dalam melakukan pembersihan mesin, inspeksi dan penggantian suku cadang
yang bertujuan mencegah terjadi kerusakan mesin secara mendadak yang dapat
mengganggu performa mesin.
b.) Predictive maintenance (perawatan prediktif).
Predictive maintenance adalah perawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
kegagalan sebelum terjadi kerusakan total. Predictive maintenace ini akan
memprediksi kapan akan terjadinya kerusakan pada komponen tertentu pada
mesin dengan cara melakukan analisa keandalan (Reliability). Sehingga dapat
dilakukan perawatan sebelum waktu kegagalan.

50
2.8. CORRECTIVE MAINTENANCE

Corrective Maintenance adalah perawatan yang dilakukan dengan cara


mengidentifikasi penyebab kerusakan dan kemudian memperbaikinya sehingga
mesin atau peralatan Produksi dapat beroperasi normal kembali. Corrective
Maintenance biasanya dilakukan pada mesin atau peralatan produksi yang sedang
beroperasi secara abnormal. (Kurniawan, 2013)

2.9. BREAKDOWN MAINTENANCE

Breakdown maintenance adalah perawatan yang dilakukan ketika sudah terjadi


kerusakan pada mesin atau peralatan kerja sehingga mesin tersebut tidak dapat
beroperasi secara normal sehingga terhentinya operasional secara total. Breakdown
maintenace ini harus dihindari karena terjadi kerugian akibat berhentinya mesin
secara mendadak dapat mengurangi kualitas hasil produksi. (Kurniawan, 2013)

2.10. PERAWATAN PADA PESAWAT

Perawatan pada pesawat masa kini menggunakan konsep MSG-3. Konsep MSG 3
adalah Maintenance Steering Group , yaitu mengelompokkan proses proses
perawatan yang harus dilakukan dengan urutan dari perawatan ringan hingga
overhaul. (Directorate General Of Civil Aviation, 2019)

Perawatan pada pesawat dibagi menjadi line maintenance dan base maintenance
berdasarkan dimana perawatan tersebut dilakukan, seberapa besar kerusakan yang
terjadi dan berapa lama waktu perawatannya.
1) Line Maintenance
Line Maintenance dilakukan dekat Flight Line atau Apron. Disini
dilakukan perawatan ringan seperti servicing, Cleaning, dan Light
Inspection. Pada line maintenance tidak dilakukan perawatan tak terjadwal
dan hanya dilakukan penggantian dan inspeksi.
2) Base Maintenance
51
Base Maintenance dilakukan di hanggar. Disni dilakukan perawatan pada
kerusakan yang berat. Durasi perawatanya pun lama. Disini dilakukan
semua macam perawatan dari yang terjadwal, tidak terjadwal dan overhaul.

2.11. RELIABILITAS PADA PESAWAT

Reliabilitas adalah kemungkinan sebuah komponen untuk tetap berfungsi atau daya
tahan komponen. Untuk mempertahankan kapabilitas dan kemampuan sebuah sistem
diperlukan adanya pemeliharaan dan reliabilitas. (Directorate General Of Civil
Aviation, 2019)

Sebuah sistem harus selalu dipelihara dan dijaga reliabilitasnya agar mampu
mencapai kinerja dan kualitas yang diinginkan. Reliabilitas adalah kemungkinan
berfungsinya mesin atau produk secara laik dalam waktu dan kondisi tertentu.
Sedangkan pemeliharaan adalah serangkain aktivitas yang saling berkaitan untuk
menjaga system tersebut dapat bekerja sesuai urutannya.

Reliabilitas digambarkan sebagai nilai probabilitas sebuah komponen/sistem dapat


bekerja. Reliabilitas 90% dapat diartikan sebagai suksesnya sebuah sistem dapat
bekerja 90% dan gagal bekerja sebesar 10% dari seluruh aktivitasnya. Dalam proses
produksi pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah produk failure rate. Untuk
menentukan reliabilitas dibutuhkan salah satu dari data berikut:

1. Flight time dan cycles pada pesawat


2. Data pembatalan atau keterlambatan penerbangan melebihi 15 minutes
3. Penggantian komponen diluar jadwal
4. Penggantian engine diluar jadwal
5. In-flight shutdowns pada engine
6. Laporan pilot atau catatan pada logbooks pesawat
7. Laporan Crew cabin
8. Kerusakan komponen secara berulang
9. Temuan masalah pada proses perawatan
10. Critical failures
52
Data data diatas digunakan dalam menyusun jadwal perawatan menggunakan metode
predictive maintenance dengan mengacu pada reliabilitas suatu mesin lalu
menentukan Mean Time to Failure (MTTF) sehingga didapatkan waktu perawatan
mesin yang efektif. (HBM Prenscia, 2021)

2.12. LIFE DISTRIBUTION

Life distribution dapat digunakan untuk korelasi pada distribusi probalistik yang
digunakan pada keandalan teknik dan analisis data. Distribusi ini memiliki
persamaan untuk mempresentasikan kejadian tertentu. Terdapat jenis jenis distribusi
yang dapat menunjukan keandalan data. Berikut adalah distribusi yang sering dipakai
untuk analisa life distribution (Abernethy, 2015).

1. Distribusi Exponensial
2. Distribusi Weibull
3. Distribusi Normal
4. Distribusi Lognormal
5. Distribusi Mixed Weibull
6. Distribusi Generalisasi Gamma
7. Distribusi Logistik

2.13. DISTRIBUSI WEIBULL

Analisa Weibull adalah suatu metode yang digunakan untuk memperkirakan


probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan atas data yang ada. Seperti yang
diperkirakan oleh Weibull, distribusi ini sangat berguna sekali karena kapabilitas dan
sampelnya, serta kemampuanya dapat menunjukan bentuk distribusi yang terbaik.
Win Smith Weibull meletakkan dan menggambarkan data pada beberapa jenis skala
distribusi (Abernethy, 2015).

Analisa Weibull digunakan pada dunia penerbangan dan telah menjadi sebuah
standar dalam menentukan umur atau lifetime komponen pada pesawat terbang. Hal
ini dikarenakan dapat memprediksi kerusakan sehingga dapat dihitung umur
53
komponen dan dapat membuat renaca perawatan serta penggantian komponen
tersebut secara efektif (Abernethy, 2015).

2.13.1. Persamaan Distribusi Weibull

Pada penelitian ini menggunakan distribusi weibull dengan 2 parameter, persamaan


ini digunakan untuk mmenghitung frekuensi relaitf kegagalan dalam fungsi waktu
(Abernethy, 2015).
Persamaannya sebagai berikut :

 −1 t 
t − 
 
f (t ) =   e (2.6)
  
Dimana:
t = Waktu yang akan dihitung probabilitasnya
 = Scale parameter
 = Shape Parameter
2.13.2. Parameter Weibull

Pada distribusi weibull menggunakan 2 parameter yaitu


• Shape Parameter (β)
Merupakan parameter dalam perhitungan distribusi probabilitas, parameter
ini mempengaruhi bentuk dari suatu distribusi apakah akan luas atau sempit
(Abernethy, 2015).
• Scale Parameter (  )
Merupakan parameter juga dalam perhitungan distribusi probabilitas, namun
parameter ini mempengaruhi persebaran distribusi nya apakah akan tersebar
atau terpusat (Abernethy, 2015).
• Untuk mendapatkan Scale dan shape parameter menggunakan metode
regresi linier dari persamaan unreliability pada distribusi weibull dengan
pendekatan F(t) = Median Rank (Abernethy, 2015).

54
2.13.3. Pengaruh Parameter Distribusi Weibull

Parameter berbentuk weibull β, biasanya disebut juga sebagai kelandaian Weibull.


Hal ini dikarenakan nilai β sama dengan kelandaian garis grafik probabilitas. Nilai
parameter bentuk akan mempengaruhi pola distribusi. Parameter β ialah murni
sebuah angka, tidak mempunyai dimensi (HBM Prenscia, 2021).

Penggambaran parameter β menentukan tingkat kerusakan-kerusakan yang sering


terjadi. Tingkatan tingkatan kerusakan β adalah :

Gambar 2. 28. Grafik pengaruh shape parameter


(HBM Prenscia, 2021)

• Beta 0 < β < 1 diindikasikan sebagai kerusakan berkurang sejalan dengan


waktu. Biasa dikenal juga dengan istilah early-life failure atau Kindy Effect.
Menurut Goldman ketika Beta 0 < β < 1 komponen mengalami Childhood
dimana failure rate akan turun mengikuti pola bathub curve. Hal ini dapat
dikarenakan akibat terjadinya stres, masalah pada produksi perakitan, kualitas
kontrol, pemeriksaan dan kegagalan pada keadaan padat.
• Beta = 1 di indikasikan kerusakan secara random (tidak dipengaruhi alat atau
mesin), dimana laju kerusakan adalah konstan (tidak berubah). Hal ini dapat

55
dikarenakan akibat kesalahan pada pemeliharaan atau manusia, kegagalan
karena alam, benda asing dan petir.
• 1 < β < 4 di indikasikan kerusakan wear out, dimana laju kerusakan
meningkat sejalan dengan waktu. Hal ini dapat dikarenakan akibat korosi,
erosi kegagalan pada bearing dll.
• Β> 4 menandakan wear out.

Perubahan pada parameter skala  mempunyai efek yang sama pada


distribusi yang disebut sebagai perubahan skala absis (scale). Penambahan
nilai  dan β dibuat tetap akan menghasilkan peregangan kurva distribusi
weibull. Karena nilai dalam kurva konstan, maka puncak kurva pun akan
berkurang seiring meningkatnya β (HBM Prenscia, 2021).

Gambar 2. 29. Grafik pengaruh scale parameter


(HBM Prenscia, 2021)
• Jika η bertambah, namun β tetap maka distribusi akan melebar dan
tingginya berkurang.
• Jika η berkurang, namun β tetap maka distribusi akan menyempit dan
tingginya bertambah

56
2.13.4. Reliability

Reliability adalah keandalan suatu sistem untuk bekerja sebagai mana mestinya.
Fungsi reliabilitas adalah fungsi matematik yang menyatakan hubungan peluang
keandalan terhadap waktu. Karena fungsi ini merupakan fungsi probabilitas maka
hasil nya berkisar 0 sampai 1 (Abernethy, 2015).
Dengan persamaan sebagai berikut :

𝑡
−( )𝛽
𝑅(𝑡) = 𝑒 𝜂 (2.7)
Dimana:
t = Waktu yang akan dihitung probabilitasnya
 = Scale parameter
 = Shape Parameter

2.13.5. Unreliability

Unreliability merupakan lawan dari reliability, maka unreliability merupakan


kemungkinan suatu sistem mengalami kerusakan. Fungsi unreliability adalah fungsi
matematik yang menyatakan hubungan peluang kerusakan terhadap waktu
(Abernethy, 2015).
Dengan persamaan sebagai berikut :

𝑡
−( )𝛽
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒 𝜂 (2.8)

Dimana:
t = Waktu yang akan dihitung probabilitasnya
 = Scale parameter
 = Shape Parameter

57
2.13.6. Median Rank

Posisi median rank adalah salah satu cara yang digunakan untuk membuat grafik
Distribusi Weibull Median rank yang digunakan pada tingkat 50%. Pendekatan ini
dikenal dengan Bernard’s Approximation (Abernethy, 2015).
Untuk Menemukan nilai ini menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝑖−0.3
𝑀𝑅~ 𝑁+0.4 𝑥100 (2.9)

Dimana:
i = Urutan kegagalan
N = Total jumlah sampel

2.13.7. Metode Regresi Linear

Metode regresi linear atau yang biasa dikenal dengan kuadrat terkecil adalah suatu
metode untuk menggambarkan garis yang menunjukan arah dalam hubungan
beberapa variabel, serta digunakan untuk melakukan prediksi. Analisa ini
dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama
untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna.
Dalam distribusi weibull Metode ini digunakan untuk dapat menentukan parameter
pada weibull (Abernethy, 2015).

Persamaan umumnya adalah sebagai berikut ini:

y= a + bx (2.10)

𝑛 ∑𝑛 𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖𝑦𝑖− ∑𝑖=1 𝑥𝑖 ∑𝑖=1 𝑦𝑖
𝑎= 2 (2.11)
𝑛 ∑𝑛 2 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥𝑖 )

∑ 𝑦𝑖 – b(∑ 𝑥𝑖)
𝑏= (2.12)
𝑛

58
2.13.8. Failure Rate

Failure rate adalah banyaknya kerusakan sistem yang terjadi per satuan waktu
(Abernethy, 2015).
Memiliki persamaan sebagai berikut :

𝑓(𝑡) 𝛽 𝑡
𝜆(𝑡) = 𝑅(𝑡) = 𝜂 (𝜂)𝛽−1 (2.13)

Dimana:

t = Waktu yang akan dihitung probabilitasnya


 = Scale parameter
 = Shape Parameter

2.13.9. Mean Time To Failure

Mean Time to Failure adalah waktu prediksi kapan suatu sistem atau peralatan tidak
dapat beroperasi kembali (Abernethy, 2015).
Dengan persamaan sebagai berikut :

1
𝑇̅ = 𝜂. 𝛤(𝛽 + 1) (2.14)

Dimana:
 = Scale parameter
 = Shape Parameter

59
BAB III

METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1. DIAGRAM ALIR


Berikut ini merupakan Alur Penelitian tugas akhir yang dilakukan :

Mulai

Identifikasi Masalah Yang terjadi

Man Machine Method Material

Menentukan Penyebab masalah

Pengumpulan Data Umur Terbang


Komponen Pendingin Oli

Pengolahan Data umur terbang

Analisa Keandalan

Jadwal lebih Tidak


efektif
Ya

Hasil dan Kesimpulan

Selesai

Gambar 3. 1. Diagram Alir

60
1. Identifikasi Masalah
Menemukan dan menentukan kejadian return to base yang akan diangkat
menjadi tugas akhir dengan mengidentifikasi data kejadian return to base
pada laporan perawatan.
2. Kemungkinan penyebab dari masalah Man Machine Method Material
a. Man
Membuat daftar kemungkinan penyebab masalah dari kategori Man
seperti apakah personel yang terlibat dalam perawatan sudah kompoeten
atau apakah personel sedang dalam kondisi fit
b. Machine
Membuat daftar kemungkinan penyebab masalah dari kategori Machine
mengidentifikasi kemungkinan masalah disebabkan oleh komponen
Auxialary Power Unit
c. Method
Membuat daftar kemungkinan penyebab masalah dari kategori Method.
Dengan mempertimbangkan metode yang digunakan pada saat
perawatan sudah sesuai standar atau tidak.
d. Material
Membuat daftar kemungkinan penyebab masalah dari kategori Material
seperti apakah material yang digunakan seperti seal sudah sesuai standart
manufaktur.
3. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat laporan kejadian
kerusakan pada unit engineering GMF Aeroasia dan wawancara terkait
permasalahan yang akan penulis angkat menjadi tugas akhir sebagai berikut:
• Part Number Auxialary Power unit yang terpasang
• Komponen komponen yang digunakan pada APU yang mempengaruhi
kinerja pendingin oli
• Laporan personel yang melakukan perawatan apakah sudah kompeten
• Laporan kejadian High Oil Temperature APU B737
• Tanggal kejadian High Oil Temperature APU B737

61
• Berapa kali terjadi High Oil Temperature APU B737 pada pesawat
dengan tipe yang sama
• Data umur komponen Oil Cooler dengan tipe yang sama pernah
mengalami kerusakan sehingga terjadi High Oil Temperature.

4. Pengolahan data
Data akan di olah dengan langkah sebagai berikut :
1) Membuat Fishbone Diagram kejadian High Oil Temperature APU B737-
800
2) Mengidentifikasi penyebab Man, Machine, Method dan Material
3) Membuat tabel seluruh kejadian High Oil Temperature APU B737-800
4) Membuat urutan kejadian yang terjadi
5) Membuat tingkat resiko yang terjadi
5. Analisa data
1) Menentukan penyebab Utama dari kejadian High Oil Temperature dari
kemungkinan Man, Machine, Method dan Material
2) Sistem yang rusak akan dilakukan pemecahan masalah menggunakan
FIM B737-800 sehingga mengetahui penyebab kerusakan
3) Mendapatkan cara menanggulangi sistem yang rusak berdasarkan
penyebab kerusakan menggunakan AMM B737-800
4) Membuat tabel data umur komponen Oil Cooler
5) Melakukan analisa reliability pada data seluruh kejadian overheat pada
APU dengan tipe yang sama menggunakan metode weibull
6) Menentukan mean time to failure berdasarkan reliability
7) Membuat jadwal perawatan baru berdasarkan mean time to failure
8) Menentukan solusi berdasarkan man, machine, material dan method
untuk mencegah kejadian tersebut terulang kembali
9) Membuat maintenance program yang lebih baik

62
6. Jadwal lebih efektif
Jika jadwal yang didapat lebih efektif dibandingkan jadwal sebelumnya
maka dapat digunakan sebagai pencegahan kejadian kenaikan suhu oli dan
dilanjutkan ke kesimpulan dan saran.
7. Jadwal tidak lebih efektif
Jika jadwal yang didapatkan tidak lebih efektif dikarenakan permasalahan
teknis atau biaya maka diperlukan pengumpulan data lebih lanjut sehingga
hasil analisis mendapatkan jadwal yang lebih efektif
8. Hasil dan Kesimpulan
Setelah melakukan identifikasi dari kemungkinan penyebab akan didapatkan
solusi dari permasalahan berdasarkan Man Machine Method dan Material.
Sebagai tambahan untuk maintenance program disertakan juga jadwal
perawatan yang lebih efektif.

3.2. ALAT DAN BAHAN


Pada penelitian ini digunakan alat dan bahan sebagai berikut:
• Alat – Alat
1. Spanner

Gambar 3.2. Spanner

63
2. Torque Wrench

Gambar 3.3. Torque Wrench


3. Screw Driver Flat

Gambar 3.4. Screw Driver Flat


4. Screw Driver phillips

Gambar 3.5. Screw Driver Phillips

64
5. Screw Gun

Gambar 3.6. Screw Gun

6. Side Cutter

Gambar 3.7. Side Cutter

65
• Bahan - bahan
1. Alkohol untuk pembersih

Gambar 3.8. Alkohol Isopropil

2. Penetrating oil (Aerokroil)

Gambar 3.9. Penetrating oil

66
3. Contact Cleaner

Gambar 3.10. Contact Cleaner

67
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 MENEMUKAN PENYEBAB KEJADIAN HIGH OIL TEMPERATURE


Membuat Fishbone Diagram Penyebab Kejadian High Oil Temperature berdasarkan
semua kemungkinan penyebab kejadian high oil temperature sehingga dibuat
fishbone diagram sebagai berikut:

Tools Man Machine


Kerusakan
belum dikalibrasi Belum Trainning pada
komponen
Tools yang digunakan rusak Human Factor Kesalahan
desain dari
manufaktur
High Oil
Temperature
Metode inspeksi yang salah
Seal yang digunakan
tidak sesuai
Tidak mengikuti manual spesifikasi
maintenance

Umur bahan
Tidak menggunakan manual yang terbaru

Method Material

Gambar 4.1. Fishbone Diagram High Oil Temperature

68
Temperature
control valve
Short Circuit pada tidak dapat
Thermocouple membuka

High Oil Temperature


akibat kerusakan
komponen

Kerusakan
pada bearing
Terdapat
kotoran pada
Oil Cooler

Gambar 4.2. Fishbone Diagram kerusakan komponen

Dari data penelitian yang telah didapat, terdapat beberapa penyebab utama kerusakan
setelah dilakukan maintenance pada Oil Cooler, yang terbagi atas empat bagian
utama yaitu :
1. Man
2. Material
3. Methods
4. Tools

1. Man
Man dalam Bahasa Indonesia merupakan manusia, faktor ini tentunya berhubungan
pada personil pemeliharaan. Personil pemeliharaan yang belum training mengenai
pesawat B737-800 dapat menjadi faktor penyebab high oil temperature dari segi
manusia karena kurang pengalaman ketika melakukan pemeliharaan. Selain itu, ada
faktor lain penyebab terjadinya kerusakan dari segi man yaitu complacency karena

69
personil terlalu optimis karena kebiasaan bekerja yang salah sehingga mengakibatkan
kesalahan prosedur saat pemeliharaan Auxialary Power Unit.

2. Material
Material merupakan faktor lain penyebab High Oil Temperature, tentunya material
berhubungan dengan material yang digunakan yaitu menggunakan material alternate
part number yang memiliki kualitas berbeda dengan yang material yang original.
Sehingga hal ini juga merupakan faktor pencetus kerusakan Oil Cooler yang tidak
sesuai dengan jadwal perawatan.

3. Methods
Methods merupakan faktor penyebab kerusakan Oil Cooler yang diakibatkan oleh
metode yang salah saat pemeliharaan Auxialary Power Unit yaitu seperti kesalahan
inspeksi yang tidak berlandaskan dengan manual, hanya ikut senior yang sering
mengerjakan kegiatan pemeliharaan tersebut, selanjutnya adalah tidak menggunakan
torsi saat mengencangkan bolt, nut dan sebagainya saat melakukan pemeliharaan
yang seharusnya mengikuti prosedur aircraft maintenance manual.

4. Tools
Tools merupakan alat yang digunakan saat pemeliharaan Auxialary Power Unit,
penyebab kerusakan Oil Cooler yang diakibatkan oleh faktor tools yaitu dikarenakan
tools rusak dan tools tidak terkalibrasi, hal ini mengakibatkan ketika menggunakan
tools tersebut tidak dalam keadaan akurat sehingga terkadang ketika personil sedang
melakukan pengencangan port tersebut sudah sesuai dengan torque namun torque
wrench ini sendiri tidak terkalibrasi dengan baik sehingga terkadang ada bagian bolt
yang masih kendor ataupun over torque yang nantinya berakibat pada kerusakan
komponen pada Auxialary Power Unit.

70
4.1.1 Melakukan Pengecekan Pada Penyebab High Oil Temperature akibat
kerusakan komponen

Setelah membuat fishbone diagram dilakukan pengecekan pada setiap penyebab


kejadian High Oil Temperature. Pengecekan dilakukan berdasarkan FIM B737-800
dengan langkah langkah sebagai berikut (The Boeing Company, 2021):

1) Melakukan pengecekan pada temperature control valve dan temperature sensor


Berdasarkan studi pustaka diketahui temperature control valve merupakan valve
yang berfungsi untuk mengalirkan oli menuju Oil Cooler ketika suhu oli melebihi
60℃. Namun jika temperature control valve tidak dapat membuka sehingga oli yang
memiliki suhu melebihi 60℃ tidak mengalir menuju Oil Cooler untuk
didinginkan. (The Boeing Company, 2021)
Temperature sensor berdasarkan studi pustaka sebagai alat yang mendeteksi
suhu oli dan memberi sinyal kepada temperature control valve. Jika temperature
sensor rusak maka temperature control valve tidak akan terbuka ketika suhu diatas
60℃ karena temperature sensor tidak memberi sinyal berapa suhu oli saat itu. (The
Boeing Company, 2021)
Dalam melakukan pengecekan pada temperature control valve dapat dilakukan
pengecekan pada temperature sensor karena temperature sensor terdapat pada
temperature control valve. Maka dilakukan penggantian agar mengetahui apakah
temperature control valve dan temperature sensor merupakan penyebab High Oil
Temperature pada kasus ini (The Boeing Company, 2021).

Langkah langkah melakukan inspeksi pada penyebab High Oil Temperature: (The
Boeing Company, 2018).
a. Pastikan APU Dalam keadaan tidak beroperasi
b. Melepaskan Temperature Control Valve sesuai dengan AMM TASK 49-91-21-
00-801
c. Buka Circuit Breaker dan pasang safety tag pada panel
F/O Electrical System Panel P6-2 APU Fire SW Power
71
F/O Electrical System Panel P6-4 Aux Power Unit Control
d. Melepas dua baut yang terpasang pada temperature control valve di APU
Gearbox
e. Putar Temperature Control Valve searah jarum jam hingga flange lepas dari
Studs
f. Lepas Temperature Control Valve

Gambar 4.3. Temperature Control valve dan Sensor


g. Pastikan menggunakan alat keamanan yang cukup
h. Setelah itu ambil Temperature Control Valve yang baru dan lakukan
pemasangan dengan mengikuti AMM TASK 49-91-21-400-801
i. Lakukan Lubrikasi pada seal plate menggunakan turbine engine oil D50055
j. Pasang Temperature Control Valve pada APU Gearbox
k. Pastikan Flange pada temperature Control Valve terpasang sempurna pada Stud

72
Gambar 4.4. Temperature Control Valve Terpasang pada APU

l. Putar Temperature Control Valve berlawanan dengan jarum jam hingga flange
terpasang sempurna dengan stud
m. Kencangkan baut dengan torsi 40 pound-inch (4.5 Nm)
n. Lalu hidupkan APU Untuk melihat apakah masih terdapat Fault Code pada
Control Display Unit pada cockpit
o. Setelah melakukan langkah diatas ternyata masih ditemukan fault code, maka
penyebab High Oil Temperature pada kasus ini bukan temperature control valve
p. Dikarenakan temperature control valve dilakukan penggantian maka untuk
temperature sensor juga telah diganti maka temperature sensor bukanlah
penyebab High Oil Temperature pada kasus ini.
.

73
Gambar 4.5. Fault Light Pada Cockpit menunjukkan kerusakan

2) Melakukan pemutaran APU secara manual


Dilakukan untuk mengetahui apakah shaft dan bearing APU dapat berputar dengan
lancar. Karena jika terdapat masalah dalam putarannya / terhambat maka itu dapat
menjadi penyebab atas kejadian High Oil Temperature. Ketika putaran pada bearing
terhambat gesekan pada bearing akan semakin besar sehingga panas hasil dari
gesekan akan diserap oleh oli sehingga suhu oli akan meningkat hingga 60℃. Maka
dari itu dilakukan prosedur memutar APU secara manual agar mengetahui apakah hal
diatas merupakan penyebab High Oil Temperature pada kasus ini (The Boeing
Company, 2018).
Prosedur memutar engine secara manual berdasarkan TASK AMM 49-21-00-980-
801
a) Pastikan APU dalam keadaan tidak beroperasi
b) Lepas Circuit breaker berikut dan pasang safety tags
F/O Electrical System Panel, P6-2 APU Fire SW Power
F/O Electrical System Panel, P4-6 Aux Power Unit Control
c) Buka lockwire yang terpasang pada Plug terhadap air/oil separator adapter
d) Lepas Plug beserta Packing nya
e) Gunakan ¼ Inch Hexagonal Driver untuk memutar pinion gear pada air/oil
separator searah jarum jam
f) Lalu lepaskan hexagonal driver dari pinion gear pada air/oil separator
74
g) Beri lubrikasi pada packing yang baru dengan Lubricant D00341
h) Pasang packing pada Plug
i) Lalu pasang Plug
j) Ikat plug menggunakan locking wire sebagai pengaman
k) Jika putaran pada APU terhambat atau tidak lancar lakukan penggantian
APU dengan langkah langkah pada AMM Task 49-11-00-000-801

Ketika melakukan task diatas putaran APU lancar dan tidak macat maka bearing
bukan menjadi penyebab High Oil Temperature pada kasus ini.

3) Melakukan Inspeksi pada Magnetic Drain Plug


Inspeksi pada magnetic dragin plug dilakukan agar mengetahui apakah terdapat
partikel besi pada magnetic element. Sesuai dengan studi pustaka bahwa partikel besi
pada magnetic element merupakan salah satu tanda untuk mengetahui apakah
bearing menjadi penyebab High Oil Temperature karena jika terdapat partikel besi
maka saat partikel tersebut berasal dari bearing yang mengalami gesekan berlebihan
sehingga besi pada bearing atau poros mengalami pengikisan. Hal itu menyebabkan
panas nya oli karena gesekan menghasilkan panas (GMF Aeroasia Learning Service,
2021).

Langkah langkah untuk melakukan pengecekan magnetic drain plug berdasarkan


AMM B737 adalah sebagai berikut : (The Boeing Company, 2018)
a) Pastikan APU dalam keadaan tidak beroperasi dan pasang Do Not Operate
Tag
b) Buka Circuit Breaker dan pasang safety tags pada
F/O Electrical System Panel P6-2 APU Fire SW Power
F/O Electrical System Panel P6-4 AUX Power Unit Control
c) Lepaskan Magnetic Element dari plug
d) Lepaskan Packing dari Magnetic Element
e) Setelah itu lakukan Inspeksi dengan melihat apakah terdapat partikel besi
pada magnetic element.

75
f) Jika terdapat partikel berwarna perak maka hal itu menjadi indikator terjadi
gesekan pada engine sehingga besi terkelupas.
g) Jika ditemukan banyak kotoran bukan besi pada magnetic element maka
harus magnetic element harus dibersihkan

Setelah melakukan langkah diatas tidak ditemukan partikel besi atau kotoran pada
magnetic drain plug. Maka pada kasus ini bearing bukan menjadi penyebab High Oil
Temperature. Lalu lakukan pemasangan magnetic drain plug (The Boeing Company,
2018).

4) Melakukan inspeksi secara visual pada oil cooler


Berdasarkan studi pustaka Oil Cooler berfungsi sebagai tempat terjadi nya
perpindahan panas antara oli dan udara. Hal ini bertujuan agar suhu oli dapat turun
ke suhu optimal yaitu dibawah 60℃. Karena Oil Cooler merupakan komponen yang
penting dalam sistem pendinginan oli perlu dilakukan pengecekan kondisi Oil
Cooler. Prosedur melakukan pengecekan Oil Cooler berdasarkan pada AMM Task
41-91-41-200-801 sebagai berikut : (The Boeing Company, 2018)
1. Melihat secara keseluruhan kondisi oil cooler Melakukan inspeksi pada seluruh
bagian apakah terdapat kebocoran, kerusakan bagian dari oil cooler dan
ditemukan kotoran .
2. Setelah melakukan inspeksi ternyata ditemukan kondisi oil cooler sudah kotor
dan terdapat material yang menutupi lapisan oil cooler.

Gambar 4.6. Oil Cooler kotor

76
Setelah dilakukan pengecekan pada Oil Cooler diketahui bahwa penyebab kerusakan
adalah Oil cooler yang kotor karena kotoran dapat menghambat proses perpindahan
panas pada oil cooler sehingga proses pendinginan oli pada oil cooler tidak efektif.
Hal itu menyebabkan suhu oli tetap panas ketika melalui Oil Cooler (The Boeing
Company, 2018).

Proses perpindahan panas pada kondisi Oil Cooler kotor sesuai dengan persamaan
perpindahan panas secara umum yaitu (Sudrajat, 2017)

Qact = Udirty.As. ΔTlm (4.1)

Qact = laju perpindahan panas actual


Udirty = Koefisien perpindahan panas global saat kotor
As = Luas permukaan perpindahan panas
ΔTlm = Perbedaan temperature rata rata logaritma

Terdapat perbedaan yaitu Udirty dengan UClean yaitu terdapa Fouling factor yang
menurunkan efektifitas dari kinerja Heat Exchanger. Fouling factor adalah besarnya
pengotoran yang terjadi pada heat Exchanger yang mengakibatkan bertambahnya
besaran tahanan termalnya. Fouling factor dinotasikan dengan Rf yang akan
mempengaruhi besarnya nilai Udirty. (Sudrajat, 2017)

1 1
𝑅𝑓 = 𝑈𝑑𝑖𝑟𝑡𝑦 − (4.2)
𝑈𝑐𝑙𝑒𝑎𝑛

Rf = Fouling Factor (m2.K/W)


Udirty = Koefisien perpindahan panas global setelah terjadi pengotoran (W/m2.K)
Uclean = Koefisien perpindahan panas global sebelum terjadi pengotoran (W/m2.K)

77
Hal ini membuktikan bahwa kotoran pada Oil Cooler mempengaruhi kinerja dari
proses perpindahan panas pada oli dengan udara. Akibatnya suhu oli pada APU tidak
didinginkan secara efektif.

4.1.2 Penggantian Komponen Oil Cooler


Setelah diketahui penyebab dari High Oil Temperature adalah Oil Cooler yang kotor
maka sesuai dengan studi pustaka tindakan yang dilakukan untuk menanggulangi
kejadian ini adalah mengganti Oil cooler mengikuti TASK 49-91-41-000-801 Oil
Cooler Removal. Langkah langkah mengganti Oil Cooler adalah sebagai berikut:
(The Boeing Company, 2018)
1) Memasang plug pada setiap lubang pada oil cooler agar sisa oli tidak menetes.
2) Melepas 8 baut yang pada oil cooler yang terpasang pada eductor housing.
3) Mengangkat oil cooler sehinggal flange yang tersambung pada eductor housing
terlepas
4) Lepas oil cooler dari eductor housing
5) Simpan oil cooler untuk selanjutnya dilakukan pembersihan.

4.1.3 Membersihkan Oil Cooler

Sesuai dengan studi Pustaka untuk membersihkan Oil Cooler menggunakan petunjuk
dari AMM B737-800 dengan langkah sebagai berikut: (The Boeing Company, 2018)
1) Pastikan tekanan air untuk membersihkan oil cooler tidak merusak komponen
didalam oil cooler.
2) Gunakan sumber tekanan udara, STD-1087 untuk membersihkan lapisan
3) Bersihkan lapisan dan sisi sisi oil cooler. Untuk membersihkan kotoran yang
tersisa gunakan alcohol B00130 dan Cotton Wiper G00034.
4) Lalu Keringkan Oil cooler menggunakan udara bertekanan dari kompresor.

78
Gambar 4.7. Oil Cooler setelah dibersihkan

4.1.4 Melakukan Pemasangan Oil Cooler

Setelah Oil Cooler dibersihkan dilakukan pemasangan Oil cooler. Sesuai dengan
studi pustaka untuk memasang oil cooler lakukan TASK 41-91-41-400-801 : Oil
cooler installation dengan langkah sebagai berikut : (The Boeing Company, 2018)
1) Isi Oil cooler dengan oli dengan tipe yang sama pada APU Gearbox
2) Menutup lubang pada oil cooler port agar oli tidak tumpah
3) Memasang oil cooler pada eductor housing
4) Pastikan flange pada bagian bawa oil cooler terpasang dengan sempurna
5) Kencangkan 8 baut yang terpasang pada oil cooler
6) Setelah itu lepas penutup lubang pada oil cooler port
7) Beri lubrikasi pada packing dengan lubricant D00341
8) Lakukan pemasangan 2 packing pada supply tube, Return tube
9) Hubungkan return tube dan supply tube ke oil cooler
10) Putar flange berlawanan terhadap arah jam sehingga tube retainer pada suply
tube dan terpasang sempurna
11) Kencangkan baut pada supply tube dan return tube hingga torsinya mencapai 50
pound-inches (5.7 newton-meter)
12) Lalu lakukan pengisian oli pada gearbox

79
13) Setelah Oil Cooler terpasang lakukan Oil Cooler test
14) Oil Cooler installation test

Berdasarkan studi pustaka langkah langkah untuk melakukan Oil Cooler test sebagai
berikut :
1) Hidupkan APU
2) Operasikan APU selama 5 menit
3) Ketika APU di operasikan lakukan inspeksi apakah lampu indikasi kerusakan
APU hidup
4) Jika lampu indikasi kerusakan APU hidup maka lakukan perbaikan pada
penyebab High Oil Temperature lainnya.
5) Matikan APU.

Setelah dilakukan ternyata lampu indikasi kerusakan APU tidak hidup maka
penanggulangan kejadian High Oil Temperature telah diselesaikan.

Gambar 4.8. Lampu indikasi kerusakan APU tidak menunjukan kerusakan

4.1.5 Analisis Data Menggunakan Five Ws method


Kelima kategori memang menjadi faktor yang mengakibatkan munculnya
permasalahan, namun untuk mendapatkan penyelesaian yang lebih efektif
maka dari itu diambil kategori-kategori yang memiliki efek terbesar terhadap
permasalahan. Dengan harapan jika menemukan solusi terhadap kategori-

80
kategori tersebut dapat mengurangi atau bahkan mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi saat ini.
Pada penelitian ini ditemukan penyebab High Oil Temperature adalah Oil
Cooler yang kotor sehingga menyebabkan system pendingin oli pada APU
tidak efektif. Namun faktor manusia tidak dapat dihindari Maka dari itu
dibuatlah Analisa data menggunakan Five Ws method pada kategori Machine
dan Man untuk permasalahan ini.

Tabel 4.1. Analisa Five Ws method


Kategori Permasalahan Analisa Five Ws method Jawaban
Machine Oil Cooler Mengapa pada Oil Cooler bisa terjadi Dikarenakan Oil
Kotor kotor? Cooler
menggunakan
udara pendingin
dari luar sehingga
saat penerbangan
kotoran dapat
masuk melalui
Inlet APU
Mengapa Oil Cooler yang kotor dapat Ketika Oil Cooler
menyebabkan High Oil Temperature kotor aliran
perpindahan
panas nya
berkurang
dikarenakan
adanya fouling
factor
Apakah Oil Cooler yang terpasang Oil Cooler yang
tidak sesuai? terpasang sudah
sesuai dengan part
number dari
manufaktur yaitu
Honeywell 131(b)
Siapa yang memasang Oil Cooler? Mechanic dengan
Stamp M583XXX
dan Engineer
Airframe IA87XX
telah memiliki
sertifikasi sesuati
tipe pesawat
Kapan penggantian Oil Cooler Penggantian
sebelumnya? sebelumnya
dilakukan pada
Inspeksi A- Check
sebelumnya (19
Sept 2020)
Bagaimana cara perawatan terhadap Dengan mengikuti
Oil Cooler yang kotor Component
Maintenance
manual dilakukan
81
pembersihan
menggunakan
alkohol di
Component shop
Man Faktor Apakah personel yang melakukan Personel yang
Manusia perawatan belum mendapatkan melakukan
pelatihan? perawatan sudah
memiliki basic
license serta
engineer on duty
telah memiliki
sertifikasi tipe
pesawat B737-
800
Apakah personel yang melakukan Personel yang
perawatan mengikuti maintenance melakukan
perawatan telah
manual
mengikuti
maintenance
manual karena
ketika inspeksi
tidak ditemukan
discrepancy
kesalahan
instalasi

Siapa yang mengizinkan personel Superior dari


tersebut melakukan perawatan personel tersebut
mengatur
pembagian tugas
sesuai dengan
sertifikasinya

Bagaimana personel tersebut Dengan


mengerjakan perawatan pada mengikuti
maintenance
Auxialary Power Unit
manual pada
jadwal
perawatan A-
82
Check

Apakah terjadi kesalahpahaman Tidak ditemukan


antara superior dan subordinat pada bukti
kesalahpahaman
saat perawatan
sehingga terjadi
kesalahan pada
perawatan
sebelunya

Apakah personel yang melakukan Tidak ditemukan


perawatan dalam kondisi baik secara bukti terjadi
kesalahan
jiwa dan raga
perawatan

Dengan melakukan brainstorming akhirnya didapat lah solusi untuk akar


permasalahan utama pada kategori machine dan Man. Brainstorming ini dilakukan
untuk mendapatkan solusi yang lebih objektif dan sesuai dengan penerapannya di
lapangan nantinya. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

83
Tabel 4.2. Solusi akar masalah Machine
Kategori Permasalahan Detail Akar Solusi akar
Permasalahan permasalahan

Machine Oil Cooler Kotoran Umur terbang Diperlukan


Kotor menghambat laju oil cooler sudah pengecekan yang
perpindahan besar sehingga lebih detail serta
panas dari oli ke keandalan dari perawatan rutin
fluida pendingin komponen untuk memastikan
pada oil cooler menurun kondisi oil cooler
masih memiliki
keandalan yang baik

Tabel 4.3. Solusi akar masalah Man


Man Faktor Faktor manusia Kesalahan Sebaiknya
Manusia tidak dapat pada proses manajemen
dihindari perawatan melakukan sharing
meskipun pada dikarenakan dan mentoring
kasus ini tidak tidak terhadap personil
terjadi namun mengikuti serta pelatihan
kedepannya maintenance yang rutin agar
harus tetap jadi manual atau tetap menjaga
perhatian kesalahan dari pengetahuan dan
personil yang fokus personil yang
tidak fokus melakukan
dapat perawatan. Selain
menyebabkan itu perlu juga
kejadian high kesadaran diri
oil temperature sendiri agar tetap
jika pada disiplin mengikuti
proses prosedur yang ada
perawatan dan tidak terbawa
komponen permasalahan
terkait terjadi eksternal dalam
kesalahan pekerjaan

84
4.2 MENENTUKAN JADWAL PENGGANTIAN KOMPONEN
Membuat jadwal yang baru bertujuan agar kejadian High Oil Temperature tidak
terjadi kembali. Berdasarkan CASR part 43 preventive maintenance untuk
menentukan jadwal penggantian komponen yang lebih efektif digunakan analisa
reliability agar menemukan mean time to failure yang akan digunakan sebagai waktu
penggantian komponen (Abernethy, 2015).

4.2.1 Data Kejadian High Oil Temperature Akibat Oil Cooler


Sesuai dengan daftar pustaka berikut merupakan data yang dibutuhkan untuk
melakukan analisa reliability (Abernethy, 2015).

Tabel 4.4. Data kejadian High Oil Temperature akibat oil cooler
Part Part Serial
No Notification ATA Equipment Register
Number Name Number
OIL
1 10568077 49 12197073 160564-2 3431 GMO
COOLER
OIL
2 11802046 49 12248787 160564-2 4658 GMR
COOLER
OIL
3 12481619 49 12124997 160564-2 4696 GML
COOLER
OIL
4 12491851 49 12247518 160564-2 4962 GMR
COOLER
OIL
5 12184267 49 12108302 160564-2 4556 GEG
COOLER
OIL
6 12172712 49 12267065 160564-2 4514 GMR
COOLER
OIL
7 11920771 49 12248275 160564-2 5988 GNE
COOLER
OIL
8 13382695 49 12273115 160564-2 7526 GFC
COOLER
OIL
9 13478485 49 12308473 160564-2 1558 GMP
COOLER
OIL
10 13979445 49 12268111 160564-2 8141 GFU
COOLER
OIL
11 14137804 49 12213255 160564-2 1998 GNP
COOLER
OIL
12 14147465 49 12331537 160564-2 7630 GNV
COOLER
OIL
13 14774674 49 42006666 160564-2 6870 GNC
COOLER
14 14894412 49 12233082 160564-2 OIL 6755 GMR

85
COOLER
OIL
15 15161475 49 12369373 160564-2 8697 GML
COOLER
OIL
16 15125395 49 12360733 160564-2 6128 GMO
COOLER
OIL
17 14955487 49 12255500 160564-2 7630 GFJ
COOLER

Tabel 4.5. Umur komponen Oil Cooler (flight hours)


Date
TSN TSI CSN CSI
Removal
2014-12-26 4.555 4.555 0 0
2015-11-25 4.807 4.807 3.230 3.230
2016-06-24 8.302 8.302 0 0
2016-06-29 11.004 11.004 0 0
2016-03-22 26.930 26.930 22.836 22.836
2016-01-07 314 314 220 220
2017-10-25 12.349 1.103 9.860 760
2018-10-05 12.174 0 9.569 0
2020-03-23 15.623 5.607 12.124 4.152
2020-03-10 8.366 0 6.342 0
2020-02-05 193 0 147 0
2020-02-09 12.047 0 8.633 0
2021-02-12 16.336 1.175 12.675 883
2021-05-27 17.227 3.968 13.388 2.898
2021-06-25 3.774 3.774 2.710 2.710
2021-10-22 19.068 2.855 14.739 2.080
2022-02-14 15.556 1.187 11.232 893

4.2.2 Menentukan Parameter Distribusi Weibull


Dalam menentukan parameter distribusi weibull dilakukan pengolahan data flight
hour komponen Oil Cooler. Pengolahan data menggunakan regresi linear sehingga di
dapatkan parameter distribusi weibull β dan ƞ yang akan digunakan untuk melakukan
perhitungan reliability. Langkah langkah mendapatkan parameter distribusi weibull β
dan ƞ sebagai berikut: (Abernethy, 2015)
Diketahui persamaan Unreliability:

(4.3)

86
Dimana:
F(t) = Unreliability
t = Waktu (FH)
β = Shape Parameter
𝜂 = Scale Parameter

Untuk melakukan regresi linear maka persamaan harus diubah menjadi persamaan
linear. Maka diberikan log normal pada masing masing sisi sehingga didapatkan
bentuk persamaan garis

(4.4)

(4.5)

(4.6)

(4.7)
Lalu sekali lagi diberikan Log Normal pada kedua sisi

(4.8)

(4.9)
Dengan sifat logaritma sehingga

(4.10)

Sesuai dengan persamaan garis :


𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥 (4.11)
Maka
𝑦 = 𝐿𝑛(−(𝐿𝑛(1 − 𝐹(𝑡)))
𝑎 = −𝛽𝐿𝑛(𝜂)
𝑏=𝛽
𝑥 = 𝐿𝑛(𝑡)
87
88
Lalu menggunakan pendekatan Unreliability = Median Rank
𝑖−0,3
𝐹(𝑡) = 𝑁+0,4 (4.12)

F(t) = Median Rank


N = Jumlah Data
i = Urutan data

Untuk mendapatkan 𝜂 diketahui


𝑎 = −𝛽𝐿𝑛(𝜂) (4.13)
𝑎 = −𝑏𝐿𝑛(𝜂) (4.14)
𝑎 = 𝐿𝑛(𝜂)−𝑏 (4.15)

Maka didapatkan
𝑎
𝑒 −𝑏 = 𝜂 (4.16)
𝑎
𝜂 = 𝑒 −𝑏 (4.17)

Setelah itu melakukan regresi linear dengan persamaan

(4.18)
x = Ln(t)
y = Ln(-(Ln(1-F(t)))
N = Jumlah Data

(4.19)
x = Ln(t)
y = Ln(-(Ln(1-F(t)))
89
N = Jumlah Data

Setelah mengetahui persamaan diatas maka untuk melakukan regresi dibuat


tabel berikut

Tabel 4.6. Data median rank dan Ln (1-median rank)


TIME TO
No Rank Median Rank Ln (1-Median Rank)
FAILURE
1 193 1 0.040229885 -0.041061487
2 314 2 0.097701149 -0.102809494
3 3774 3 0.155172414 -0.168622712
4 4555 4 0.212643678 -0.239074373
5 4807 5 0.270114943 -0.314868213
6 8302 6 0.327586207 -0.396881364
7 8366 7 0.385057471 -0.486226465
8 11004 8 0.442528736 -0.584344321
9 12047 9 0.5 -0.693147181
10 12174 10 0.557471264 -0.815249877
11 12349 11 0.614942529 -0.95436268
12 15556 12 0.672413793 -1.116004031
13 15623 13 0.729885057 -1.308907698
14 16336 14 0.787356322 -1.548137387
15 17227 15 0.844827586 -1.863218433
16 19068 16 0.902298851 -2.325841955
17 26930 17 0.959770115 -3.21314515
Total 188625 153 8.5 -16.17190282

90
Tabel 4.7. Tabel untuk perhitungan Regresi Linier
Ln(-Ln(1- Ln(Time to
xiyi yi2 xi2
Median Rank)) failure)
-3.192684658 5.262690189 -16.8021 10.19324 27.69591
-2.274877577 5.749392986 -13.0792 5.175068 33.05552
-1.780091531 8.235890726 -14.6606 3.168726 67.8299
-1.43098059 8.42398081 -12.0546 2.047705 70.96345
-1.1556011 8.477828468 -9.79699 1.335414 71.87358
-0.924117873 9.024251729 -8.33947 0.853994 81.43712
-0.721080787 9.031931152 -6.51275 0.519958 81.57578
-0.53726488 9.306014122 -4.99979 0.288654 86.6019
-0.366512921 9.396570945 -3.44396 0.134332 88.29555
-0.204260615 9.407057809 -1.92149 0.041722 88.49274
-0.046711512 9.421330367 -0.44008 0.002182 88.76147
0.109754476 9.652201695 1.059372 0.012046 93.165
0.269192971 9.656499466 2.599462 0.072465 93.24798
0.437052522 9.70112654 4.239902 0.191015 94.11186
0.622305333 9.754233199 6.070111 0.387264 95.14507
0.844082105 9.855766816 8.319076 0.712475 97.13614
1.167250255 10.20099619 11.90712 1.362473 104.0603
-9.184546381 150.5577632 -57.856 26.49873 1363.449

(150,5577632)𝑥(−9,184546381)
(−57,856) −
𝑏= 17
(150,55776322 )
1363.449 − 17
𝑏 = 0,781321331

−9,184546381 150,5577632
𝑎= − (0,781321331)
17 17
𝑎 = −7,459914015

91
Setelah didapatkan a dan b maka persamaan garis linier adalah
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
𝑦 = −7,459914015 + 0,781321331𝑥
β=b
β = 0,781321331
Sesuai dengan referensi dari buku Weibull handbook diketahui jika nilai β
berada di antara 0 sampai dengan 1 (0< β<1) Maka terbukti bahwa pada
failure rate kerusakan berkurang sejalan dengan waktu.
𝑎

𝜂= 𝑒 𝑏

−7,459914015
− 0,781321331
𝜂= 𝑒
𝜂 = 14014,08527

4.2.3 Melakukan Perhitungan Mean Time to Failure


1
𝑇 = 𝜂𝛤(𝛽 + 1) (4.20)

T = Mean Time to Failure


𝜂 = Scale Parameter
𝛽 = Shape Parameter

Maka Mean Time to Failure:


1
𝑇 = (14014,08527)𝛤( + 1)
0,781321331
𝑇 = (14014,08527)𝑥(1,15284028502)
𝑇 = 16156.00206 FH

4.2.4 Melakukan Perhitungan Reliability, Unreliability dan Failure Rate


Perhitungan untuk t = 0
a. Reliability

𝑡
(− )𝛽
𝑅(𝑡) = 𝑒 𝜂 (4.21)

92
Dimana:
𝑅(𝑡) = Reliability
𝑡 = Waktu
β = Shape Parameter
η = Scale Parameter

Maka Reliability pada t = 0


0
(− )0,781321331
𝑅(𝑡) = 𝑒 14014,08527

𝑅(𝑡) = 100%

b. Unreliability

𝑡
(− )𝛽
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒 𝜂 (4.22)
Dimana:
F(t) = Unreliability
t = Waktu
β = Shape Parameter
η = Scale Parameter

Maka Unreliability pada t = 0


0
(− )0,781321331
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒 14014,08527

𝐹(𝑡) = 0%

c. Failure Rate

𝛽 𝑡 𝛽−1
𝜆(𝑡) = ( 𝜂 ) (𝜂) (4.23)

Dimana:
𝜆(𝑡) = Failure Rate
𝑡 = Waktu
𝛽 = Shape Parameter
93
𝜂 = Scale Parameter

Maka Failure Rate pada t = 0


0,781321331−1
0,781321331 0
𝜆(𝑡) = ( )( )
14014,08527 0,781321331
𝜆(𝑡) = 0

1. Perhitungan untuk t = 1000

Reliability
1000
(− )0,781321331
𝑅(𝑡) = 𝑒 14014,08527

𝑅(𝑡) = 88.06%

Unreliability
𝐹(𝑡) = 1 − 88,06%
𝐹(𝑡) = 11,94%

Failure Rate
0,781321331−1
0,781321331 1000
𝜆(𝑡) = ( )( )
14014,08527 0,781321331
𝜆(𝑡) = 9.93103E-05

Lalu lakukan perhitungan sampai dengan t= 25000 didapatkan hasil


sebagai berikut :

94
Tabel 4.8. Perhitungan t = 0 FH sampai dengan t = 25000 FH
Time Unreliability Reliability Failure Rate
0 0.00% 100.00% 0
1,000 11.94% 88.06% 9.93103 x 10-5
2,000 19.62% 80.38% 8.53425 x 10-5
3,000 25.91% 74.09% 7.81012 x 10-5
4,000 31.30% 68.70% 7.33393 x 10-5
5,000 36.04% 63.96% 6.98465 x 10-5
6,000 40.27% 59.73% 6.71165 x 10-5
7,000 44.09% 55.91% 6.48917 x 10-5
8,000 47.55% 52.45% 6.30242 x 10-5
9,000 50.71% 49.29% 6.14217 x 10-5
10,000 53.62% 46.38% 6.00227 x 10-5
11,000 56.29% 43.71% 5.87846 x 10-5
12,000 58.76% 41.24% 5.76767 x 10-5
13,000 61.05% 38.95% 5.66759 x 10-5
14,000 63.18% 36.82% 5.57648 x 10-5
15,000 65.17% 34.83% 5.49298 x 10-5
16,000 67.01% 32.99% 5.416 x 10-5
17,000 68.74% 31.26% 5.34467 x 10-5
18,000 70.36% 29.64% 5.27829 x 10-5
19,000 71.87% 28.13% 5.21625 x 10-5
20,000 73.30% 26.70% 5.15806 x 10-5
21,000 74.63% 25.37% 5.10332 x 10-5
22,000 75.89% 24.11% 5.05167 x 10-5
23,000 77.07% 22.93% 5.0028 x 10-5
24,000 78.18% 21.82% 4.95646 x 10-5
25,000 79.23% 20.77% 4.91241 x 10-5

95
Lalu menyusun hasil perhitungan pada grafik

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000

Series1

Gambar 4.8. Grafik Flight Hour terhadap Reliability

Berdasarkan grafik di atas maka dapat dilihat reliability komponen Oil


Cooler menurun dengan bertambahnya flight hour nya maka semakin lama
komponen digunakan kemungkinan untuk tetap berfungsi baik semakin kecil.

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000

Series1

Gambar 4.9. Grafik Flight Hour terhadap Unreliability

96
Berdasarkan grafik diatas dapat ditemukan bahwa unreliability komponen Oil
Cooler mengalami peningkatan dengan bertambah nya flight hour, maka
semakin sering komponen Oil Cooler digunakan maka kemungkinan
komponen tersebut untuk rusak semakin tinggi.

0.00012

0.0001

0.00008

0.00006

0.00004

0.00002

0
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000

Series1

Gambar 4.10. Grafik Failure rate terhadap waktu

Berdasarkan grafik diatas failure rate komponen Oil Cooler terhadap flight
hour mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ketika didapatkan
parameter beta lebih kecil dari 1 maka akan mengalami Lindy Effect, menurut
Goldman komponen akan mengalami “childhood” dimana failure rate akan
turun mengikutin umur dari komponen tersebut mengikuti “Bathub Curve”
(Abernethy, 2015).

4.2.5 Pembahasan

Setelah dilakukan identifikasi penyebab dari High Oil Temperature


didapatkan akar masalahnya adalah kondisi oil cooler yang kotor sehingga
menyebabkan turun nya efisiensi heat transfer dari heat exchanger oil cooler pada
system lubrikasi APU, pada kejadian maka agar kejadian tersebut tidak terjadi
97
kembali maka dalam proses perawatan selanjutnya harus memperhatikan faktor-
faktor sebagai berikut:
1. Personel yang bekerja telah tersertifikasi dan dalam kondisi yang fit secara
fisik dan psikologis
2. Pastikan dalam pengerjaan perawatan menggunakan maintenance manual
yang terbaru dan tidak ada prosedur yang terlewat
3. Menggunakan peralatan yang terkalibrasi dan dapat berfungsi dengan baik
4. Pastikan komponen yang digunakan sesuai dengan standart manufaktur
5. Pastikan Umur komponen yang terpasang masih layak pakai dengan
standar Manufaktur

Berdasarkan analisis reliabilitas penggantian komponen yang lebih awal


dibanding sebelumnya akan dapat mengatasi kejadian High Oil Temperature
sehingga tidak terjadi kembali, sesuai dengan Gambar 4.9 kemungkinan komponen
Oil Cooler untuk rusak sehingga mengakibatkan High Oil Temperature semakin
tinggi dengan bertambahnya Flight Hour komponen Oil Cooler. Namun untuk
melakukan perawatan yang baru harus disediakan komponen Oil Cooler yang siap
menggantikan maka harus ditambah jumlah Oil Cooler yang tersedia. Untuk jadwal
inpseksi tetap dilakukan pada 1200 FH mengikuti jadwal sebelumnya berdasarkan
rekomendasi dari manufaktur honeywell. Berdasarkan perhitungan waktu kegagalan
didapatkan mean time to failure pada 16156.00206 flight hour maka akan dilakukan
penggantian komponen yang lebih efektif setiap 16156 flight hour dengan metode
hard time yang sebelumnya condition monitoring.
Tabel 4.9. Penjadwalan baru
Penggantian Oil Tempat
No Jadwal Inspeksi Jenis Perawatan
Cooler perawatan
Penjadwalan Jika ditemukan 1200 FH Component Membersihkan Oil
1 Lama kerusakan saat Shop Cooler
inspeksi
Penjadwalan Setiap 16156 1200 FH Hanggar Penggantian dengan
2
Baru Flight Hour Oil Cooler baru

98
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1. Dengan dilakukan pemecahan masalah, penanggulangan dan menemukan solusi
atas kejadian High Oil Temperature teridentifikasi penyebab dari kejadian High
Oil Temperature pada kasus ini adalah kotoran yang terdapat pada Oil Cooler
sehingga menghambat proses pendinginan oli oleh udara karena kotoran
mengganggu proses perpindahan panas.
2. Dilakukan perawatan pada Oil Cooler sebagai solusi atas kejadian High Oil
Temperature dengan cara membersihkan kotoran menggunakan alkohol sehingga
Oil Cooler dapat mendinginkan oli kembali.
3. Agar permasalahan ini tidak terjadi kembali maka harus diperhatikan
a. Personel yang bekerja telah tersertifikasi dan dalam kondisi yang fit secara
fisik dan psikologis
b. Pastikan dalam pengerjaan perawatan menggunakan maintenance manual
yang terbaru dan tidak ada prosedur yang terlewat
c. Menggunakan tools yang terkalibrasi dan dapat berfungsi dengan baik
d. Pastikan komponen yang digunakan sesuai dengan standart manufaktur
e. Pastikan Umur komponen yang terpasang masih layak pakai dengan standar
Manufaktur
4. Dilakukan analisis reliabilitas sehingga didapatkan jadwal penggantian
komponen yang baru yaitu setiap 16.156 flight hours.

99
5.2 SARAN
Setelah jadwal perawatan yang baru digunakan diharapkan dapat mencegah
kejadian High Oil Temperature tidak terjadi kembali. Hal ini penting karena
keselamatan adalah hal yang utama serta menjaga kepercayaan penumpang
ketika melakukan perjalanan udara.

100
DAFTAR PUSTAKA

Abernethy, D. (2015). The New Weibull Handbook. North Palm Beach.


ÃELJKO MARUŠIÆ, P. (2009). MAINTENANCE RELIABILITY PROGRAM AS
ESSENTIAL PREREQUISITE OF FLIGHT SAFETY. Transport
Engineering, 269-277.
Al-Garni, A. (2011). Managing Failures of Aircraft System by Coapplication of
Parametric and Nonparametric Methods. Journal of Aircraft, 2-3.
Apriana, A. (2019). Identifikasi penyebab rusaknya Heavy Chamber pada Lo Purifier
Mitsubishi Sj25t di Mv. Jingu dengan metode FTA. Garuda.
Aziz, F. (2019). Analisa Reliability Flexible Hose pada Sistem Green Hydraulic
Leak A330. Garuda, 77-84.
CNBC. (2019, September 2019). CNBCINDONESIA. Retrieved from
www.cnbcindonesia.com:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190913220602-4-99437/pesawat-
mengalami-return-to-base-ini-penjelasan-garuda
Directorate General Of Civil Aviation. (2019). Safety Regulation Part 43 Preventive
Maintenance. Jakarta: Directorate General Of Civil Aviation.
GMF Aeroasia Learning Service. (2015). Aircraft Maintenance Management.
Jakarta.
GMF Aeroasia Learning Service. (2015). Module 11A Gas Turbine Engine. Jakarta.
GMF Aeroasia Learning Service. (2021). B737-800 Training Manual. Jakarta.
HBM Prenscia. (2021, oktober Sabtu). The Weibull Distribution. Retrieved from
https://reliawiki.org/:
https://reliawiki.org/index.php/The_Weibull_Distribution#:~:text=The%20W
eibull%20distribution%20is%20one,%7B%5Cbeta%7D%20%5C%2C%5C!.
Honeywell International Inc. (2018). Component Maintenance Manual ATA 49
Auxialary Power Unit. Charlotte: Honeywell.
Kurniawan. (2013). Manajemen Perawatan Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumo, D. (2019). Studi Kasus Kerusakan Shut off Valve pada Wing Anti-ice
Pesawat Boeing 737-800NG. 60-72.
Michaelis, S. (2016, April). Oil bearing seals and aircraft cabin air contamination.
Sealing Technology, 2-6.
Nabil, M. (2019). Jadwal Pemeliharaan Preventive Vane Pump Merk Vickers 35VQ
di PT.X. 90-120.
Rahmadianto, I. (2019). Analisis kegagalan Air Turbine Starter Boeing 777-300ER
di PT GMF Aeroasia. Garuda, 76-80.
Silaen, R. K. (2018). Analisis Faktor-Faktor penybab terjadinya Deviasi Performance
akibat Technical Delay pada pesawat Airbus 330-200/300 di PT.GMF
Aeroasia.
Sudrajat, J. (2017). ANALISIS KINERJA HEAT EXCHANGER SHELL & TUBE
PADA SISTEM COG BOOSTER DI INTERGRATED STEEL MILL
KRAKATAU. Jurnal Teknik Mesin Vol 06, 176.
The Boeing Company. (2018). Aircraft Maintenance Manual . Chicago.
The Boeing Company. (2021). Fault Insulation Manual. Chicago.

101
LAMPIRAN

Lampiran 1 Oil Cooler Removal Maintenance Manual

102
103
104
Lampiran 2 Oil Cooler instalation Manual

105
106
107
108
Lampiran 3 Oil Cooler Inspection Manual

109
110
111
112
113
114
Lampiran 4 Temperature Control Valve removal Maintenance Manual

115
116
117
118
119
Lampiran 5 Temperature Control Valve Installation Maintenance Manual

120
121
122
123
Lampiran 6 Magnetic Drain Plug Removal

124
125
126
127
Lampiran 7 Magnetic Drain Plug Installation

128
129
130
Lampiran 8 Magnetic Drain Plug Inspection

131
132
133
134
135
136
137
138

Anda mungkin juga menyukai