Anda di halaman 1dari 5

SUBSIDI PUPUK YES ?!

NO

 SK Menteri Pertanian Nomor 106/Kpts/SR.130/2/2004


Pemberian subsidi pertanian adalah dalam rangka mewujudkan program ketahanan pangan
nasional melalui peningkatan 6 produksi komoditas pertanian (beras dan palawija (5 jenis)),
didukung dengan penyediaan sarana produksi (pupuk) sampai di tingkat petani

 Tujuan utama subsidi pertanian -> untuk peningkatan produksi pangan dan akses masyarakat
terhadap pangan (Bappenas, 2011)

 Subsidi Pupuk -> penggunaan pupuk optimum (saat fungsi produksi/teknologi sama) ->
produktivitas maksimum -> laba tinggi -> inovasi teknologi -> produktivitas semakin besar
(Badan Litbang pertanian, 2011)

 Tujuan utama subsidi pupuk adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan pangan
rumah tangga pedesaan, melalui peningkatan produksi tanaman pokok (Ricker‐Gilbert, J. and
Jayne, T.S, 2010)

 Kebijakan subsidi pupuk diarahkan mencapai Tujuan Antara dan Tujuan Akhir. Tujuan Antara
adalah meningkatkan kemampuan petani untuk membeli pupuk dalam jumlah yang sesuai
dengan dosis anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi. Tujuan Akhir adalah meningkatkan
produktivitas dan produksi pertanian dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional.
(Bappenas, 2011)

Beberapa negara di Asia yang melaksanakan Program Subsidi (Badan Litbang Pertanian, 2011)
 Malaysia
subsidi pupuk diberikan secara langsung ke petani dengan persentase tertentu
 Filiphina
subsidi pupuk diberikan secara langsung dengan kupon diskon harga
 Srilanka, India, China dan Indonesia
subsidi pupuk secara tidak langsung melalui industri pupuk
 Bangladesh dan Pakistan
subsidi harga pupuk impor

Program yang dilaksanakan beberapa negara tersebut sejalan dengan teori produksi dan teori
efisiensi alokatif
I. Teori Produksi

Keterangan:

F= pupuk, Z=subsidi

Y1 : Produksi saat penggunaan pupuk (QF1)


dibeli tanpa subsidi (harga normal= PF1)

Y2 : Produksi saat harga turun (PF2) karena


pemberian subsidi sehingga penggunaan pupuk
bertambah dan akhirnya produksi meningkat

Y3 : Produksi saat asumsi penggunaan pupuk


subsidi sama dan mendapatkan keuntungan
lebih (tingkat kemiringan slope = kurva naik
diatas kurva produksi semula) untuk
menerapkan teknologi (menggunakan benih
unggul) sehingga akhirnya produksi maksimum

Y4 : Produksi saat penggunaan pupuk subsidi


ditambahkan terus menerus hingga sebesar QF3
akan menurunkan jumlah produksi (the law of
diminishing marginal return) karena
penggunaan pupuk yang berlebihan justru
Gambar 3. Dampak Subsidi Harga Pupuk terhadap Jumlah Konsumsi
menyebabkan keracunan tanaman
Pupuk dan Produktivitas Pertanian.

Teori Efisiensi Alokatif (allocative efficiency) Keterangan :

Y3 : produksi disaat rasio harga (kemiringan


slope) turun (garis landai) menunjukkan laba
naik dari kurva sebelumnya Y (rasio harga
P=0 (kemiringan slope) menukik) menjadi kurva Y’
maka penggunaan pupuk menjadi sebesar QF2
sehingga akhirnya meningkatkan produksi

Secara teori petani tidak hanya mengusahakan


kenaikan produksi tetapi ingin mencapai laba
maksimum, artinya tingkat kemiringan = 0 (nol)
atau garis datar, dengan kata lain gratis maka
penggunaan pupuk sebesar QF2 dapat
memaksimumkan produksi maupun laba.

Gambar 4. Hubungan antara Rasio Harga Input-Output dan


Penggunaan Input (Pupuk), Produksi dan Laba
Usaha Tani

Realisasi Subsidi Pupuk Tahun 2011 s/d 2015 (dalam triliun rupiah)
Tahu Tingkat
Alokasi Realisasi Peyerapan
n Kenaikan
2011 15,56 12,82 - 82,39%
2012 13,96 13,97 8,96% 100,06%
2013 15,83 15,83 13,33% 100,00%
2014 18,05 17,93 13,27% 99,34%
2015 28,26 20,41 13,83% 72,22%
sumber: Kementerian Pertanian, 2016

Realisasi Penyaluran Pupuk dengan Hasil Verifikasi Dokumen (dalam


ton)
Jenis Pupuk 2013 2014 2015 2016*
Urea 3.669.232 3.391.282 3.745.878 2.972.535
SP-36 806.827 760.000 811.217 712.367
ZA 927.720 800.000 959.271 768.295
NPK 2.260.836 1.941.470 2.436.243 2.063.904
Organik 747.826 720.596 780.535 493.984
Total 8.412.441 7.613.348 8.733.144 7.011.085

tingkat kenaikan -9,50% 14,71% -19,72%

sumber: KPK, diolah

Produktivitas
Tanaman Pangan 2013 2014 2015 2016
(kwi/ha)/Tahun
padi 46,04 45,81 47,29 46,47
palawija 76,57 79,19 80,44 85,69
jumlah 122,61 125,01 127,74 132,16
rata2 produktivitas 61,31 62,50 63,87 66,08
kenaikan produktivitas #VALUE! 1,95% 2,19% 3,46%
sumber: statistik pertanian 2017, diolah

Analisa :

Tingkat (dalam persen)/Tahun 2012 2013 2014 2015


Realisasi Subsidi Pupuk sumber: 13,83
Kementerian Pertanian, diolah 8,96 13,33 13,27
Fluktuatif?
Realisasi Penyaluran Pupuk Subsidi
sesuai Hasil Verifikasi Dokumen - -9,50 14,71 -19,72
sumber: KPK, diolah
Produktivitas Pangan Nasional sumber:
Kementerian Pertanian, diolah - 1,95 2,19 3,46
20
14.71
15 13.83 Realisasi Subsidi Pupuk
sumber: Kementerian Per-
Peningkatan/Penurunan ( % )

13.3313.27
10 tanian, diolah

5 3.46
2.19
1.95 Realisasi Penyaluran
Pupuk Subsidi sesuai Hasil
0 Verifikasi Dokumen
0 0.1 201
0.2 0.3 0.42014
0.5 0.6 0.7 201
0.8 0.9 2016
1
-5 3 5
-10 -9.50
sumber: KPK, diolah -
-15
-20 -19.72 Produktivitas Pangan Na-
sional sumber: Kemente-
-25 rian Pertanian, diolah -

Tahun

Gambar 5. Perkembangan Pupuk Subsidi di Indonesia (2011-2015)

Gambar1. Petani yang menggunakan pupuk bersubsidi


di Indonesia, 2013

Hasil:

1. Pemberian subsidi pupuk cenderung meningkat dari tahun ke tahun


2. Sejak tahun 2011 jumlah pupuk subsidi yang disalurkan langsung kepada petani cukup fluktuatif
3. Produktivitas pangan nasional dari petani (pengguna pupuk subsidi dan non subsidi) di
Indonesia meningkat dari tahun ke tahun

Pembahasan :
1. Alokasi anggaran pemerintah Indonesia untuk program subsidi pupuk meningkat dari tahun ke
tahun dan mencapai Rp30 Triliun di tahun 2016 namun penetapan alokasi pupuk di level
kabupaten/kota tidak menjangkau sampai level kelompok tani/petani. Adanya kesenjangan
antara usulan dengan jatah alokasi pupuk bersubsidi sering menimbulkan persepsi kelangkaan
pupuk di tingkat petani. (Laporan Kajian Subsidi Pertanian KPK, 2017)

2. Penyaluran pupuk subsidi menemui kendala-kendala sebagai berikut :


 Mekanisme penetapan HPP produsen yang berubah-ubah antara lain mengikuti kenaikan
harga gas yang diterima produsen yang pada akhirnya menyebabkan perolehan pupuk
subsidi menurun (Laporan Kajian Subsidi Pertanian KPK, 2017)
 Data petani penerima pupuk subsidi tidak akurat dan tidak lengkap (Badan Litbang
Pertanian, 2011)
 Jalur distribusi yang panjang untuk pupuk subsidi sampai kepada petani sering menimbulkan
“kebocoran” (Badan Litbang Pertanian, 2011)
3. Produktivitas pangan mengalami kenaikan yang relatif minim setiap tahunnya, artinya program
subsidi pupuk belum berjalan efektif. Kendala yang dihadapi antara lain:
 Monitoring dan sosialisasi program pupuk subsidi terhadap petani penerima pupuk subsidi
oleh petugas pengawas di lapangan belum optimal
 Tidak ada data khusus produktivitas petani penerima pupuk subsidi sehingga sulit untuk di
evaluasi

Kesimpulan :
1. Program pupuk bersubsidi masih diperlukan 83,88% petani dengan jumlah kebutuhan diatas
lima juta ton pupuk bersubsidi setiap tahun
2. Masih banyak kendala-kendala yang membutuhkan perbaikan dalam penyaluran pupuk subsidi
3. Program pupuk bersubsidi belum efektif untuk mencapai produktivitas yang tinggi

Rekomendasi:
1. Program subsidi pupuk tetap dilakukan sesuai pola saat ini (pupuk subsidi + benih subsidi)
dengan perbaikan-perbaikan :
 Standarisasi struktur HPP
 Validasi data secara berkala terkait petani penerima pupuk subsidi oleh Kementerian
Pertanian
 Memotong jalur distribusi pupuk subsidi menjadi dari produsen (yang mewakili produsen)
langsung kepada petani
 Melaksanakan Monitoring, evaluasi dan sosialisasi program subsidi pupuk secara berkala
oleh pihak-pihak yang ditunjuk
 Menyusun data produktivitas dari petani penerima pupuk subsidi secara nasional oleh
Kementerian Pertanian

2. Bantuan langsung berupa pupuk gratis dengan persentase tertentu (untuk mencegah overdosis
pemupukan) dengan tetap memperhatikan poin-poin perbaikan diatas.

Anda mungkin juga menyukai