VK194832
Dosen Pembimbing
Daril Ridho Zuchrillah, ST., MT
NIP. 19921106 201903 1 020
oleh:
Annisa Ridha Nahara 10411710000016
Aghin Asrofi Mustafa 10411710000023
disetujui:
Pebimbing,
DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Penentuan Lokasi.................................................................................. 3
1.3 Kapasitas Produksi................................................................................ 4
1.4 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk..................................................... 8
Bahan Baku Utama........................................................................ 8
1.4.2 Bahan baku pendukung................................................................ 11
1.4.3 Identifikasi produk utama............................................................ 12
BAB II SELEKSI DAN URAIAN PROSES........................................................ 1
2.1 Seleksi Proses........................................................................................1
Bulk blending (Pencampuran)........................................................1
Mixed Acid Route (Granulasi Fisika)............................................. 2
Nitrophosphate Route (Granulasi Kimia)...................................... 4
Penilaian Seleksi Proses.................................................................5
2.2 Uraian Proses........................................................................................ 7
Reaksi pada Pre neutralizer...........................................................8
Granulasi pada Rotary Granulator................................................ 9
Drying pada Rotary Dryer........................................................... 10
Screening......................................................................................11
Pendinginan pada Cooler............................................................. 11
Pelapisan pada Coater Drum....................................................... 12
i
Penyerapan gas (Gas Scrubbing)................................................. 12
BAB III NERACA MASSA...................................................................................1
BAB IV NERACA ENERGI................................................................................. 1
BAB V SPESIFIKASI ALAT................................................................................1
BAB VI EFISIENSI DAN OPTIMASI PROSES................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv
LAMPIRAN APPENDIKS A........................................................................... A-1
LAMPIRAN APPENDIKS B............................................................................B-1
LAMPIRAN APPENDIKS C........................................................................... C-1
LAMPIRAN APPENDIKS D........................................................................... D-1
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
Tabel IV.3 Neraca Energi Reaktor PN (R-110).................................................................... 3
Tabel IV.4 Neraca Energi Granulator (S-210)..................................................................... 4
Tabel IV.5 Neraca Energi Rotary Dryer (B-220)................................................................. 4
Tabel IV.6 Neraca Energi Rotary Cooler (E-310)................................................................ 5
Tabel IV.7 Neraca Energi Coater (X-320)............................................................................6
Tabel IV.8 Neraca Energi Air Chiller (E-312)......................................................................6
Tabel VI.1 Hasil Perhitungan Volume Reaktor.................................................................. 14
iv
BAB I
BAB I-1
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Penggunaan pupuk anorganik perlu dikurangi, salah satu alternatifnya adalah penggunaan
pupuk organik baik secara tunggal maupun kombinasi terhadap pupuk kimia lain (Ahira, 2006).
Penggunaan pupuk organik akan meningkatkan kandungan hara tanah sehingga akan
mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Kombinasi pupuk organik dan anorganik pada dosis
tertentu perlu dikaji lebih lanjut, sehingga hasil pertumbuhan bibit menjadi maksimal. Penelitian
Christine (2013) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik terhadap tanaman cabai
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot basah buah, dan jumlah buah
Pupuk merupakan material yang ditambahkan pada media tanam dengan tujuan yang
beragam. Untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas optimal, tanaman membutuhkan
beberapa unsur, antara lain C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain. Di antara unsur yang
diperlukan tanaman tersebut, unsur N, P, dan K adalah unsur tambahan yang paling dibutuhkan
oleh tanaman melalui pupuk. Unsur ini dapat diberikan secara terpisah maupun sekaligus. Secara
terpisah, unsur N dapat diberikan sebagai liquid amoniak (NH3) atau pupuk urea (CO2(NH2)2),
unsur P dapat diberikan sebagai pupuk TSP (triple superphospat) atau pupuk NSP (normal
superphospat), dan unsur K dapat diberikan sebagai pupuk MOP (muriate of potash). Nitrogen
merupakan nutrisi utama bagi tanaman yang jumlahnya sangat terbatas pada ekosistem tanah.
Nitrogen mempunyai peran penting bagi tanaman padi yaitu : mendorong pertumbuhan tanaman
yang cepat dan memperbaiki tingkat hasil dan kualitas gabah melalui peningkatan jumlah anakan,
pengembangan luas daun, pembentukan gabah, pengisian gabah, dan sintesis protein. Tanaman
padi yang kekurangan nitrogen anakannya sedikit dan pertumbuhannya kerdil. Daun berwarna
hijau kekuning-kuningan dan mulai mati dari ujung kemudian menjalar ke tengah helai daun.
Sedangkan jika nitrogen diberikan berlebih akan mengakibatkan kerugian yaitu : melunakkan
jerami dan menyebabkan tanaman mudah rebah dan menurunkan kualitas hasil tanaman.(Kaya,
2013)
Selain diberikan secara terpisah, pemberian ketiga unsur tersebut juga dapat dilakukan
bersamaan dalam satu pupuk, yang sering disebut dengan pupuk NPK. Pupuk majemuk (NPK)
merupakan salah satu pupuk anorganik yang dapat digunakan sangat efisien dalam meningkatkan
ketersediaan unsur hara makro (N, P, dan K), menggantikan pupuk tunggal seperti Urea, SP-36,
dan KCl yang kadang-kadang susah diperoleh di pasaran dan sangat mahal. Keuntungan
menggunakan pupuk majemuk (NPK) adalah (1) Dapat dipergunakan dengan memperhitungkan
kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal, (2) apabila tidak ada pupuk tunggal dapat
diatasi dengan pupuk majemuk, (3) penggunaan pupuk majemuk sangat sederhana, dan (4)
pengangkutan dan penyimpanan pupuk ini menghemat waktu, ruangan, dan biaya (Pirngadi dan
Abdulrachman, 2005). Pupuk NPK NPK (15:15:15) merupakan salah satu produk pupuk NPK
yang telah beredar di pasaran dengan kandungan nitrogen (N) 15%, Fosfor (P2O5) 15%, Kalium
(K2O) 15%, Sulfur (S) 10%, dan kadar air maksimal 2%. Pupuk majemuk ini hampir seluruhnya
larut dalam air, sehingga unsur hara yang dikandungnya dapat segera diserap dan digunakan oleh
tanaman dengan efektif
Industri pupuk organik di Indonesia harus mencukupi kebutuhan pertanian agar mampu
mendukung pertanian dalam menghasilkan hasil pangan. Berdasarkan data Asosiasi Produsen
Pupuk Indonesia (APPI), sepanjang 2018 konsumsi urea tumbuh 5% dari 5,97 juta ton pada 2017
menjadi 6,27 juta ton, sedangkan konsumsi NPK naik 7,88% dari 2,60 juta ton menjadi 2,80 juta
ton. Terkait dengan permintaan global, sepanjang 2018 ekspor pupuk dari Indonesia tercatat naik
48,88% year-on-year dari 766.864 ton menjadi 1,141 juta ton. Perusahaan pupuk di seluruh
Indonesia harus mempertimbangkan segala aspek untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain
penambahan kapasitas produksi pupuk, pendirian pabrik baru penghasil pupuk NPK juga
menjadi peluang untuk mendukung sektor pertanian sekaligus meningkatkan ekonomi
masyarakat Indonesia dengan menyediakan lahan pekerjaan.
tersebut. Berdasarkan data pemerintahan, sisa dari gunung kapur in yang membuat
banyaknya lahan kosong tidak bertuan sehingga diambil alih oleh pemerintah menjadi
tanah negara.
2. Ketersediaan bahan baku dan sumber mata air
Pabrik pupuk didirikan berdekatan dengan lokasi pabrik pemasok bahan baku untuk
meminimalisir biaya penyediaan bahan baku. Pabrik pemasok bahan baku yang dituju
antara lain PT. Petrokimia Gresik sebagai pemasok urea, ammonia, asam sulfat, asam
fosfat dan ZA. Sumber mata air dapat mengikuti PT. Petrokimia Gresik dengan
memanfaatkan sumber mata air Sungai Bengawan Solo di Babat, Lamongan.
3. Strategi Pemasaran Produk
Lokasi Ngimbang strategis dan dekat dengan lokasi pertanian. Beberapa lokasi pertanian
yakni Lamongan, Nganjuk, Kediri dan beberapa lokasi perkebunan berada di daerah yang
sama.
4. Fasilitas dan Akses Transportasi
Akses transportasi per 2019 telah terjadi peningkatan baik melalui darat (jalan tol 18 km),
(Stasiun Babat 18 km).
persentase pertumbuhan produksi pupuk NPK, kebutuhan, ekspor dan impor yang ada selama 10
tahun terakhir di Indonesia.
Berikut adalah data persentase pertumbuhan produksi, kebutuhan, ekspor dan impor pupuk
NPK di Indonesia selama taun 2013 - 2018.
Tabel I.1 Persentase Pertumbuhan Produksi NPK di Indonesia (Pupuk Indonesia)
Tahun Produksi % Pertumbuhan
(ton)
2013 2.538.347
2014 2.716.098 7
2015 3.001.373 10,5
2016 2.764.687 -7,89
2017 3.285.810 18,85
2018 3.120.000 -5,05
rata – rata (i) 0,05
(ton)
2013 2.196.450
2014 2.523.187 14,88
2015 2.670.430 5,84
2016 2.620.683 -1,86
2017 2.688.114 2,57
2018 2.691.408 0,12
rata – rata (i) 0,043
(Sumber: comtrade.un.org, 2020)
Berdasarkan data-data pada Tabel I.1 hingga Tabel I.4, maka dapat dilakukan perhitungan
untuk memperkirakan proyeksi data pada tahun 2024 menggunanakan persamaan:
� = � × (1 + �)�
Dimana :
� = Data pada tahun 2024
� = Data pada tahun terakhir
� = Rata- rata pertumbuhan data
� = Selisih Tahun data terakhir dengan tahun 2024
Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan tersebut, maka didapatkan data proyeksi
produksi, kebutuhan, impor dan ekspor NPK pada tahun 2024 seperti tertera pada tabel Berikut:
Dari data pada tabel di atas dapat diketahui kebutuhan NPK domestik yang belum
terpenuhi pada tahun 2024 dengan persamaan:
������ℎ�� ��� = �������� + ������ − �������� + �����
= 8.607.454 + 84 − 4.106.299 + 3.466.611
= 1.034.628 ��
Kapasitas produksi pabrik pupuk NPK dirancang dengan memenuhi 20% dari kebutuhan
yang akan digunakan di dalam negeri. Maka kapasitas yang akan dihasilkan sebesar:
Kapasitas = 23% × Kebutuhan
= 23% × 1.034.628 ton/tahun
= 240.000 ton/tahun
Sedangkan sifat fisik bahan baku Amonia ditinjau dari Petrokimia Gresik adalah sebagai
berikut:
Tabel I.7 Sifat Fisik Amoniak
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Massa jenis pada 0°C gr/L 0,641
2. Equilibrium Pressure pada 0°C kg/cm2 12
3. Suhu °C -33
4. s.g - 0,673
5. Specific heat Ammonia Gas kcal/kg°C 0,40
B. Ammonium Sulfat
Syarat mutu bahan baku ammonium sulfat atau yang biasa disebut ZA seperti tertera pada
Tabel 1.8. di bawah ini:
Tabel I.8 Spesifikasi Ammonium Sulfat
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Kadar nitrogen % 21
C. Asam Fosfat
Syarat mutu bahan baku asam fosfat seperti tertera pada Tabel 1.9 Spesifikasi Asam Fosfat
di bawah ini:
Tabel I.9 Spesifikasi Asam Fosfat
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Kadar P2O5 % min 50
2. Kadar SO4 2- % maks. 3,5
3. Kadar F- % maks. 1,5
4. Kadar Al2O3 % maks. 0,8
5. Kadar Fe2O3 % maks. 0,8
6. Kadar MgO % maks. 0,8
7. Kadar SiO2 % maks. 0,5
8. Tekanan kg/cm2 min. 4
9. Temperatur °C 33
10. Spesific heat kcal/kg°C 0,53
D. Asam Sulfat
Syarat mutu bahan baku asam sulfat seperti tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel I.10 Spesifikasi Asam Sulfat
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Kadar H2SO4 % 98
2. Tekanan kg/cm2 5
3. Temperatur °C 33
4. s.g - 1,84
5. Berat molekul gr/mol 98,08
6. Standard entalphy at boiling point kJ/kg -8,305
E. Kalium Klorida
Syarat mutu bahan baku kalium klorida atau yang biasa disebut KCl seperti tertera pada
tabel di bawah ini:
Tabel I.11 Spesifikasi Kalium Klorida
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Kadar K2O % min. 60
2. Kadar H2O % maks. 0,5
3. Kadar bahan organik ppm maks. 200
4. Bulk density kg/m3 1300
5. Specific heat J/kg°K 93,7
6. Heat of fusion kJ/kg 337,7
7. Enthalpy kJ/mol -436,7
7. Entrolpy J/mol°K 82,55
F. Urea
Syarat mutu bahan baku urea sesuai dengan SNI-2801-2010 seperti tertera pada tabel di
bawah:
Tabel I.12 Spesifikasi Urea
No. Uraian Satuan Persyaratan
Butiran Gelintiran
1. Kadar nitrogen % min. 46 min. 46
2. Kadar air % maks. 0,5 maks. 0,5
3. Kadar biuret % maks. 1,2 maks. 1,2
4. Ukuran: -
a) 1,00 mm – 3,35 mm % min. 90,0 -
b) 2,00 mm – 4,75 mm % - min. 90,0
2. Coating Powder
Konsumsi coating powder yang digunakan sebagai pelapis pada produk dikarenakan pupuk
NPK bersifat higroskopis. Identifikasi sifat coating powder seperti tertera pada tabel Berikut:
3. Pigmen
Pigmen terkonsumsi untuk pewarna produk Bahan baku dan bahan pendukung padat
disimpan di dalam gudang, sedangkan bahan pendukung cair ditampung dalam tangki
penyimpanan.
BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES
Selain itu karena prosesnya tidak rumit, waktu produksinya singkat karena tidak memerlukan
banyak alat. Sehingga biaya investasi dari metode ini rendah. Kelemahan metode Bulk blending
adalah produk pupuk yang dihasilkan kurang merata (homogen) mengingat bahan baku yang
digunakan berbentuk solid dan berupa bahan baku jadi.
Keunggulan dari bulk blending adalah:
1. Mengurangi biaya tenaga kerja
2. Penanganan penyimpanan dan produksi yang ekonomis
3. Modal investasi pada unit ini cukup rendah
Kemudian slurry yang terbentuk akan dicampur dengan bahan baku padat serta recycled
product di dalam granulator. Hingga menghasilkan granul dengan kandungan kadar air normal 2-
2,5 % dan diumpankan secara gravitasi ke dalam dryer untuk memperoleh kadar air yang
diinginkan yaitu 1-1,5 %. Produk kering yang keluar dari dryer kemudian disaring dengan screen
untuk dipisahkan antara produk undersize, onsize (4-10 mesh) atau 2-4 mm, dan oversize.
Produk dengan ukuran onsize kemudian diumpankan ke cooler drum untuk menurunkan
temperatur dengan menggunakan udara kering pendingin. Selanjutnya, produk dingin dikirim ke
coating rotary drum untuk dilapisi dengan Coating agent karena produk bersifat higroskopis
yang dapat merusak kualitas produk jika disimpan di tempat yang lembap. Produk keluaran dari
coater dikirim ke gudang penyimpanan akhir yang kemudian akan dikemas di storage.
Gambar II.2 Proses Pembuatan Pupuk NPK menggunakan Metode Mixed Acid Route
Liquid disaring dan kristal kalsium karbonat dikeluarkan dan digunakan untuk produksi
kalsium granular pupuk ammonium nitrat. Larutan amonium nitrat yang dihasilkan dan juga
digunakan untuk menghasilkan kalsium amonium pupuk nitrat atau NPK. Liquid kalsium nitrat
juga dapat dinetralisir dan diuapkan untuk mendapatkan pupuk yang solid.
Untuk seleksi proses produksi, digunakan pembobotan pada setiap aspek yaitu aspek
teknik (62%), aspek ekonomi (23%) dan aspek lingkungan (15%). Pembobotan ini dilakukan
agar sebagai produsen memberikan atau menyediakan produk sebaik mungkin. Tujuannya agar
konsumen merasa puas dengan produk yang kita buat. Sehingga, mereka akan terus membeli
produk kita dan secara otomatis, laba yang akan kita dapatkan juga akan semakin banyak
dikarenakan semakin tingginya demand. Sedangkan aspek lingkungan berada pada prioritas
paling terakhir karena limbah yang dihasilkan oleh proses Nitrophosphate Route dapat diolah
kembali menjadi produk lain. Hasil pembobotan yang didapat sebagai Berikut:
Tabel II.2 Hasil Pembobotan Seleksi Proses
Jenis Proses
Parameter Bulk Mixed Acid Nitrophosphate
blending Route Route
Aspek Teknis
Aspek Ekonomi
34,5 23 23
Aspek Lingkungan
11,25 7,5 7,5
TOTAL
278,25 278,5 247,5
Dari hasil pembobotan seleksi proses, maka dapat dipilih metode proses Mixed Acid Route.
Pemilihan proses tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa proses ini memilik nilai
pembobotan tertinggi dan juga 2 kelebihan proses yaitu waktu produksi yang cukup singkat derta
kualitas produk pupuk NPK yang baik. Selain itu pada proses ini juga terdapat recycle pada
limbah padat yang menguntungkan.
Gambar II.4 Blok diagram proses produksi NPK dengan Mixed Acid Route
nozzle di sekeliling preneutralizer setelah di umpankan air sekitar 5% dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya hammering. Cairan ammonia dan SA di masukan di bawah level slurry dari
PN reaktor untuk mencegah bahan baku menguap sebelum bereaksi.
1. Reaksi pembentukan Ammonium Phosphat
����
��= −1.500
�� ��3
�2��4 + 2��3 ��4 2 ��4
���� ������ ������� ������ ������
Keluaran pre neutralizer berupa amonium sulfat, monoamonium sulfat (MAP), sedikit
DAP dan sejumlah reaktan yang tidak bereaksi dikirim menuju granulator untuk proses tahap
selanjutnya, sedangkan amonia yang tidak bereaksi dan berubah menjadi gas dikirim ke
scrubbing unit untuk proses absorbsi. DAP terbentuk pada Pre neutralizer dalam jumlah sedikit
dikarenakan jumlah ammonia yang berlebih bereaksi dengan MAP. Namun, pada proses
selanjutnya DAP akan lebih banyak dihasilkan pada granulator.
Granulasi pada Rotary Granulator
Slurry MAP (monoamonium fosfat) dan amonium sulfat dari preneutralizer R-110,
didistribusikan ke granulator S-210 diatas lapisan padatan yang terdiri dari material recycle dan
bahan baku padat (Urea, ZA, dan KCl) yang diumpankan. Bahan baku padat dihantarkan oleh
drag conveyor sebelum diumpankan ke granulator S-210. Recycle ratio umumnya berada pada
rentang 1.5 – 3 tergantung pada produk yang dihasilkan. Recycle berasal dari produk yang
berbentuk butiran halus, produk oversize, produk under size, dan sebagian produk komersil (on
size) untuk menjaga keseimbangan air dan panas yang digunakan. Proses granulasi merupakan
proses pembentukan melalui aglomerasi dan layering. Pada proses granulasi terjadi reaksi kimia
dan fisis antara berbagai bahan baku. Reaksi yang terjadi dalam granulator berupa pembentukan
diammonium fosfat (DAP):
����
��= −1.100
�� ��3
��4 �2 ��4 + ��3 (��4 )2 ���4
��� ������� ���
Amonia dinjeksikan ke dalam granulator melalui sparyer yang terletak di tengah poros
granulator. Penambahan Amoniak bertujuan agar terbentuk padatan Diamonnium Fosfat (DAP)
oleh reaksi antara Amonia dengan asam fosfat yang tersisa dari reaksi di reactor Pre-Neutralizer.
Mol rasio N/P dijaga dalam kisaran 1,3 - 1,6. Suhu di dalam granulator berkisar antara 85 –
90oC dengan pH 6 – 7.
Parameter yang dipertimbangkan adalah jumlah air yang masuk ke granulator sebagai
dasar untuk menentukan tingkat basahnya asam fosfat atau asam sulfat, slurry yang dihasilkan
atau diumpankan dari Pre neutralizer serta kandungan air di dalam bahan baku padat yang
masuk ke dalam granulator.
Fasa cairan dalam granulator dapat ditingkatkan dengan menambahkan air (dalam bentuk
slurry atau scrubbing water), tetapi sifatnya hanya jika diperlukan dan dengan pengendalian
yang ketat karena jika kandungan air dalam granulator terlalu tinggi dapat menyebabkan hal-hal
seperti:
1. Granul yang dihasilkan basah, lengket, dan berukuran besar. Terbentuk scaling di dinding
granulator.
2. Panas dalam granulator berkurang (temperatur granul turun) karena panas reaksi yang
dihasilkan dari reaksi antara amonia, PA, SA, dan MAP terserap oleh air dan digunakan
untuk menguapkan air. Panas yang cukup diperlukan untuk menghasilkan granul yang baik
dari sisi bentuk, ukuran, dan kekerasan granul. Untuk menjaga temperatur tetap tinggi
diperlukan injeki SA yang lebih tinggi sehingga konsumsi SA meningkat.
3. Padatan yang keluar dari granulator memiliki kandungan kadar air normal 2- 3% dan
diumpankan secara gravitasi ke dalam dryer. Gas yang terbentuk dalam granulator di sedot
melalui granulator prescrubber untuk menangkap kembali sisa amonia dan debu yang lolos.
Drying pada Rotary Dryer
Dryer B-220 berbentuk rotary drum yang berfungsi untuk mengeringkan padatan keluaran
granulator hingga kadar airnya mencapai 1–1.5% menggunakan udara pengering dengan aliran
searah (co-current). Udara panas dipanaskan dalam heat exchanger dengan fluida pemanas
berupa steam. Contoh keluaran dari dryer diambil secara periodik sesuai dengan program
sampling dimana akan digunakan sebagai petunjuk dalam pengaturan kondisi dryer.
Selain itu juga ditmabahkan gas atau udara panas yang berasal dari cooler cyclones H-313
ke dryer melalui sambungan baru di bagian siku dari duct combustion chamber.
Udara keluaran dryer mengandung sejumlah amonia yang lepas dari produk, debu, dan air
yang teruapkan dari produk saat dikeringkan. Udara tersebut akan dimasukkan ke dalam cyclone
untuk memisahkan sebagian besar partikel produk yang terbawa gas. Partikel tersebut
dikembalikan ke recycle product, sedangkan udara panas yang membawa gas dikirim menuju
scrubbing unit untuk proses absorbsi amonia dan debu-debu yang masih tersisa. Produk kering
yang keluar dryer selanjutnya dikirim menuju unit screening melalui drag conveyor.
Screening
Produk yang telah dikeringkan dalam dryer B-220 dialirkan menuju screen H-225 dimana
produk yang kasar (butiran besar) dan lembut dipisahkan dari produk yang memenuhi syarat
mutu yaitu produk dengan ukuran 2-4 mm. Produk butiran besar tertahan di atas over size screen
dan dengan prinsip gravitasi masuk ke crusher C-226. Produk crusher dan produk undersize dari
C-226 jatuh ke dalam recycle drag conveyor J-217.
Produk yang memenuhi syarat mutu (onsize) dari screen C-226 mengalir ke screen
product conveyor J-411. Dari conveyor ini produk diumpankan ke product feeder X-511.
Sebagian produk on size sengaja dibuat overflow dari sisi atas dan dikembalikan bersama-sama
material recycle di J-217 untuk mempertahankan kondisi proses dan kelangsungan proses
granulasi. Recycle conveyor J-212 akan mengumpulkan partikulat dari seluruh unit cyclone,
produk keluaran crusher, produk undersize yang berasal dari screen, dan kelebihan produk.
Keluaran recycle conveyor dimasukkan ke dalam bucket elevator J-218 yang menampung semua
aliran recycle bersama-sama dengan bahan baku padat yang akan diumpankan ke dalam
granulator.
Pendinginan pada Cooler
Produk bersifat higroskopis sehingga jika suhu produk setelah dikemas masih panas,
produk akan menyerap air dan granul-granul produk akan menjadi menggumpal sehingga sulit
dikemas. Selain itu, suhu produk yang tinggi akan menyebabkan caking disaat proses pelapisan
atau coating. Untuk mencegah hal ini, digunakan cooler. Pada cooler, produk dengan ukuran on
size yang keluar dari conveyor J-510 diumpankan secara gravitasi ke cooler E-310 yang akan
menurunkan temperatur produk menggunakan udara pendingin. Untuk mencegah penyerapan
kadar air oleh produk akhir selama proses pendinginan, ketika udara lingkungan terlalu basah,
dipasang air chiller E-222.
Udara ambien dialirkan menuju air chiller yang berfungsi menurunkan suhu udara dengan
cara mengalirkan amoniak yang bersuhu rendah, sehingga terjadi proses perpindahan panas
antara amoniak dan udara. Namun, suhu udara yang terlalu rendah akan mengakibatkan
terbentuknya embun di sekitar produk. Hal ini dapat membuat kadar air dalam produk dapat
bertambah sehingga suhu yang terlalu rendah akan merugikan kualitas produk. Maka dari itu,
udara dingin dari air chiller akan mengalami sedikit proses pemanasan melalui heater guna
menurunkan kelembapan udara.
Pada tahap ini, produk keluaran screen yang tadinya bersuhu 90°C didinginkan menjadi
55°C. Partikel yang terbawa udara saat keluar dari pendingin dipisahkan dengan aliran udara di
dalam cyclone H-830 dan dikumpulkan di dalam hopper. Dari hopper ini, partikulat akan
dikembalikan ke recycle conveyor J-217, sedangkan gas/udara dikembalikan ke dryer untuk
dipakai kembali.
Pelapisan pada Coater Drum
Produk onsize dari polishing screen mengalir masuk ke coater drum D-320 dimana produk
akan dilapisi dengan coating powder dan coating oil agent agar melindungi produk NPK yang
bersifat higroskopis dari kelembapan udara. Hal ini dikarenakan produk yang mengandung
ammonia memiliki Critical Relative Humidity, dimana jika produk terdapat di tempat yang
lembap maka akan terjadi degredasi produk.
Coating powder diinjeksikan dengan srew feeder J-324 yang dilengkapi dengan pengatur
kecepatan putar (speed variator), sedangkan untuk coating oil diinjeksikan dengan dosing pump
L-326 yang diatur dosisnya proporsional dengan rate produksi dan powder. Pelapisan ini harus
dilakukan untuk melindingi produk dengan menghalangi dari kelembaban udara pada saat
penyimpanan, terutama untuk produk NPK dengan kadar urea tinggi. Dari coater drum, produk
dikirim ke final product conveyor J-327 yang dilengkapi dengan weigher untuk mengukur rate
dan total produksi. Dari conveyor ini, contoh produk diambil secara periodik untuk dilakukan
analisis kualitas di laboratorium untuk keperluan pengendalian operasi.
Penyerapan gas (Gas Scrubbing)
Sistem scrubbing dan peralatan dedusting untuk membersihkan gas buang (mengandung
NH3) dan menangkap unsur hara untuk dikembalikan lagi ke sistem. Gas kemudian dilepaskan
ke udara dengan kandungan ± 200 ppm NH3. Scrubbing tower dilengkapi dengan PDI (pressure
drop indicator) yang terpasang diantara gas inlet scrubber dan gas outlet scrubber dengan nilai
sesuai dengan nilai yang diberikan supplier. Pembacaan nilai pressure drop akan tergantung
kepada pengaturan aliran menuju tower dan venturi sehingga alat ini harus sering diperiksa untuk
mengawasi pressure drop yang terjadi. Sistem scrubbing ini terdiri dari 3 tahap. Berikut tahapan
pencucian dalam scrubber system.
1. Tahap Pencucian Pertama
Pencucian tahap pertama, digunakan alat granulator prescrubber untuk mencuci gas (NH3,
fluorin, dust) yang mengalir dari granulator S-210 dan Preneutralizer R-110. Larutan
penyerap atau scrubber liquor yang digunakan adalah larutan H3PO4. Granulator pre
scrubber terdiri dari ventury scrubber dan cyclonic tower. Sisi dasar cyclone tower
merupakan tangki penampung larutan untuk disirkulasikan menggunakan pompa.
2. Tahap Pencucian Kedua
Pencucian tahap kedua termasuk tiga unit ventury scrubber existing dengan modifikasi
sprayer untuk memperbaiki efisiensi. Semua scrubber ini berjenis ventury type dan
cyclonic tower. Granulator dan dryer scrubber dengan satu buah tangki sirkulasi yang
dilengkapi dengan pompa-pompa resirkulasi untuk resirkulasi ke venturi dan duct
horizontal ke cyclonic tower. Dedusting scrubber dilengkapi sebuah tangki tersendiri
dengan pompa. Alat yang digunakan:
a. Granulator scrubber untuk mencuci gas-gasy ang dihisap oleh granulator scrubber
fan.
b. Dryer scrubber, untuk mencuci gas yang berasal dari dryer cyclone dan dihisap
oleh dryer fan.
c. Dust scrubber , untuk mencuci gas-gas berasal dari dust cyclone yang dihisap
dengan dust fan.
3. Tahap Pencucian Ketiga
Alat yang dipakai pada tahap pencucian ketiga adalah tail gas scrubber, yang digunakan
untuk mencuci gas-gas dari semua scrubber. Tail Gas Scrubber (TGS) merupakan ruang
pencucian gas dengan beda tekanan. Empat pompa digunakan untuk mensirkulasi larutan
scrubber. Dalam TGS, gas-gas yang berasal dari scrubber tingkat kedua, dicuci untuk
mengurangi kandungan fluorine yang lepas pada saat menggunakan media pencuci asam
fosfat di scrubber sebelumnya. Setelah sirkulasi di dalam TGS, kadar florin akan
meningkat. Jika kadarnya telah mendekati atau sama dengan syarat mutu emisi maka air di
TGS ini dikirim ke tangki sebagai make up air di scrubber sebelumnya. Larutan penyerap
yang digunakan adalah air dengan pH 3-4 melalui injeksi larutan H2SO4. Larutan tersebut
disirkulasi ke bagian atas tower dengan cara spray agar amonia dan gas florin yang masih
terikut di dalam gas buang dapat terserap sehingga diharapkan gas yang keluar dari tower
sesuai dengan batasan emisi buangan gas yang telah ditentukan. Sirkulasi larutan pencuci
dilakukan dengan pompa yang sekaligus berguna untuk mentransfer sebagian larutan ke
tangki. Pertimbangan pertimbangan umum variabel operasi untuk larutan scrubber:
a. Solubility (Kelarutan)
Variasi konsentrasi asam pada larutan scrubber berhubungan dengan titik kelarutan
garam yang terbentuk dari reaksi antara amonia dan asam fosfat atau asam sulfat.
Tujuannya adalah untuk memasukkan air dalam jumlah yang sedikit ke dalam
sistem untuk mengurangi jumlah recycle yang diperlukan di dalam granulator
dalam mencapai rate produksi yang maksimum. Kelarutan tergantung kepada kadar
air sehingga jika kelarutan dalam larutan scrubber tinggi maka lebih mudah padatan
larut. Namun, hal ini tidak disukai karena membutuhkan recycle yang tinggi dan
menurunkan rate produksi.
b. Tekanan uap NH3
Tekanan amonia dari larutan scrubber atau slurry naik secara proporsional dengan
MR N/P pada suhu tertentu. Untuk sesaat, pada MR N/P = 1 (sesuai dengan mono
ammonium phosphate / MAP) dan pada suhu 120 °C akan mempunyai tekanan uap
yang rendah sekitar 2 mmHg, pada N/P = 1.4 tekanan mencapai 40 mmHg, dan
pada N/P = 1.6 tekanan melebihi 100 mmHg. Suhu juga mempunyai efek yang
sama pada tekanan uap amonia pada MR N/P tertentu. Semakin tinggi tekanan uap
amonia, semakin tinggi kecenderungan amonia untuk menguap (losses amonia).
c. pH
Untuk setiap jenis asam fosfat yang akan digunakan dalam pabrik baru,
direkomendasikan untuk menyiapkan kurva titrasi. Netralisasi asam fosfat (kadar
asam sulfat kira-kira sama dengan kondisi dalam scrubbing system) dengan amonia
untuk mendapatkan hubungan antara pH dengan MR N/P slurry antara 0,1 – 1,0.
BAB III
NERACA MASSA
Dari perhitungan basis untuk kapasitas 33.333 kg pupuk NPK/jam, dibutuhkan bahan
baku yaitu:
Aliran <16>
(NH4)2SO4 1045,452
H2O 15,840
Total 1061,292
2. Granulator (S-210)
Fungsi : Mencampurkan bahan baku padat (urea, ZA, KCl) dan mereaksikan slurry
dengan bahan baku cair (NH3 dan H3PO4)
Fungsi: Mengurangi kadar air didalam pupuk hingga 1%-1,5% dari produk
Total 10124,481
4. Screen (H-225)
CO(NH2)2 145,343
KCl 1898,685
(NH4)2HPO4 1862,171
H2O 93,507
Total 6233,774
H2O 498,203
Total 33213,547
6. Coater (X-320)
Fungsi: Melapisi pupuk NPK dengan coating oil dan coating power agar pupuk tidak
mengalami degredasi selama disimpan di tempat lembab.
8. Cyclone (H-313)
Fungsi: Menyerap NH3 yang keluar dari Granulator Scrubber dan debu dari Dust
Scrubber
Aliran <31>
(NH4)2SO4 0,040
CO(NH2)2 0,003
KCl 0,034
(NH4)2HPO4 0,034
Udara 56965,372
Total 56965,483
BAB IV
NERACA ENERGI
2. Granulator (S-210)
Fungsi : Mencampurkan bahan baku padat (urea, ZA, KCl) dan mereaksikan slurry
dengan bahan baku cair (NH3 dan H3PO4)
Fungsi: Mengurangi kadar air didalam pupuk hingga 1%-1,5% dari produk
5. Coater (X-320)
Fungsi: Melapisi pupuk NPK dengan coating oil dan coating power agar pupuk tidak
mengalami degredasi selama disimpan di tempat lembab.
BAB V
SPESIFIKASI ALAT
Dalam pembuatan pupuk NPK dibutuhkan beberapa alat utama dan alat pendukung
dengan sepsifikasi sebagai berikut.
1. Reaktor Pre-Neutralizer
Kode alat : R-110
Fungsi : Mereaksikan NH3 dengan H2SO4 dan H3PO4
Tipe : Cylindrical-Torispherical Roof-Torispherical Bottom Tank
Bahan kontruksi : Carbon steel SA-283 Grade D
Jumlah :1 buah
Tekanan desain : 1,24 atm
Kapasitas tangki : 986,5 ft3
Diameter tangki
Diameter dalam : 8,841 ft = 2,695 meter
Diameter luar : 8,88 ft = 2,707 meter
Tebal tangki : 3/8 in = 0,0042 meter
Tebal head : 1/4 in = 0,00635 meter
Tinggi tangki : 17,7 ft = 5,395 meter
Diameter jaket
Diameter dalam : 8,12 ft = 2,475 meter
Diameter luar : 9,12 ft = 2,78 meter
2. Drum Granulator
Kode alat : S-210
Jumlah : 1 buah
Fungsi : Mengubah ukuran dan bentuk pupuk NPK menjadi butiran
granul
Tipe : rotary drum
Bahan kontruksi : Carbon steel SA-283 Grade C
Kapasitas : 7,5 ton/jam
Diameter :5 ft = 1,524 meter
Panjang : 10 ft = 3,048 meter
Power : 15 hp
Kecepatan putar : 17/10 rpm
3. Blower
Kode alat : G-221 A/B
Fungsi : Mengalirkan udara ke heat exchanger untuk mengeringkan
NH3
Tipe : Centrifugal Fan Tipe Backward-Curved
Bahan kontruksi : Carbon steel SA-283 Grade C
Jumlah :1 buah
Kapasitas tangki : 13,14 kg/s
Power : 600 hp
4. Belt Conveyor
Kode alat : J-215
Fungsi : Menampung recycle dan bahan baku menuju granulator
Tipe : Troughed Antifriction Idlers
Bahan kontruksi: Malleable Cast Iron
Kondisi operasi : 55 °C
Jumlah :1 buah
Kapasitas : 32 ton/jam
Lebar belt : 14 in = 0,3556 meter
Kecepatan
Normal : 200 ft/min
Maksimal : 300 ft/min
Luas beban : 0,11 ft2
Lapisan
Minimum :3
Maksimum :5
Power : 0,34 hp/10 ft
5. Bucket Elevator
Kode alat : J-218
Fungsi : Membawa produk dari dryer menuju screen
Tipe : Centrifugal-discharge spaced buckets
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI
Secara umum tahapan pembuatan pupuk NPK dengan metode Mixed Acid Route dimulai
dari reaksi pembuatan Monoammonium Phosphate (MAP) pada reaktor dengan mereaksikan
Amonia dan Asam Sulfat serta Asam Fosfat. Dilanjutkan sintesis Diammonium Phosphate (DAP)
di granulator, kemudian granulasi MAP, DAP dengan KCl, Urea dan ZA pada granulator.
Setelah itu granul NPK dikeringkan di rotary dryer dan dilakukan pendinginan pada cooler
untuk selanjutnya dilakukan pelapisan dan pewarnaan pada proses coating.
Reaksi yang terjadi pada reaktor adalah reaksi netralisasi asam sulfat dan asam fosfat oleh
ammonia cair. Reaksi netralisasi asam sulfat akan menghasilkan slurry Ammonium Sulfat (ZA).
Sedangkan reaksi netralisasi asam fosfat menghasilkan slurry Monoammonium Phosphate
(MAP).
1. Reaksi pembentukan Ammonium Phosphat
��= −1881333 ����
�2��4 + 2��3 ��4 2 ��4
���� ������ ������� ������ ������
Kedua reaksi bersifat eksotermis. Dimana untuk produk keluaran NPK 33.333 kg/jam,
panas reaksi 1 sebesar 1881333 kkal dan panas reaksi 2 sebesar 1951053 kkal.
Suhu ammonia masuk sebesar 5°C, asam sulfat dan asam fosfat sebesar 30°C, sedangkan
suhu slurry ZA dan MAP sebesar 120°C. Reaksi netralisasi Asam Sulfat menghasilkan slurry
ZA dengan mole ratio N/S 1,8. Reaksi netralisasi selanjutnya yaitu asam fosfat menghasilkan
slurry MAP dengan mole ratio N/P 0,9 dengan tujuan agar slurry tidak membubur karena
semakin tinggi N/P maka slurry akan mengental/membubur sehingga menghambat pemompaan
slurry ke granulator. Serta pH di jaga 2-3,5 agar tidak mudah kering. Kedua reaksinetralisasi
tersebut berlangsung secara simultan. Maka dari itu diperlukan reaktor dalam keadaan steady
state.
Agar reaksi netralisasi dapat menghasilkan produk secara efisien dan optimal, maka
diperlukan adanya proses pemilihan jenis reaktor dimana proses pemilihan ini dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya adalah fase suatu zat, zat pereaksi dan hasil, tipe reaksi dan persamaan
laju reaksi, dan kapasitas produksi dan volume reaktor yang dibutuhkan.
Reaktor adalah suatu alat proses tempat terjadinya suatu reaksi berlangsung, baik itu
reaksi kimia atau nuklir dan bukan secara fisika. Reaktor kimia adalah segala tempat terjadinya
reaksi kimia, baik dalam ukuran kecil seperti tabung reaksi sampai ukuran yang besar seperti
reaktor skala industri. Pada pembuatan reaktor kimia harus memastikan bahwa reaksi
menghasilkan efisiensi yang paling tinggi ke arah produk keluaran yang diinginkan, agar industri
yang membuat reaktor dapat meminimalisir biaya operasional untuk memperoleh produk yang
maksimal (Smith, 1981).
Menurut Nauman (2002), dua model reaktor yang paling umum digunakan untuk
perekasian kimia dalam kondisi tunak (steady state) adalah Continuous Stirred Tank Reactor
(CSTR) dan Plug Flow Reaktor (PFR). Perbedaannya keduanya adalah pada dasar asumsi
konsentrasi komponen-komponen yang terlibat dalam reaksi. Reaktor CSTR merupakan model
reaktor yang berupa tangki berpengaduk dan diasumsikan pengaduk yang bekerja dalam tangki
sangat sempurna sehingga konsentrasi tiap komponen dalam reaktor seragam dan konsentrasi
aliran yang keluar reaktor sama besar. Model ini biasanya digunakan pada reaksi homogen
dimana semua bahan baku dan katalis dalam bentuk cair.
Reaktor CSTR adalah suatu alat proses untuk terjadinya suatu reaksi kimia yang
berlangsung secara berkelanjutan atau kontinyu. Pada industri berskala besar, CSTR lebih sering
diaplikasikan karena kemampuan operasinya yang dapat diatur kapasitasnya. Reaktor CSTR
beroperasi pada kondisi steady state dan mudah dalam kontrol temperatur, tetapi waktu tinggal
reaktan dalam reaktor ditentukan oleh laju alir (debit) dari umpan dan reaktan masuk serta
produk keluar, maka waktu tinggal sangat terbatas sehingga sulit mencapai konversi reaktan per
volume reaktor yang tinggi, karena dibutuhkan reaktor dengan volume yang sangat besar (Smith,
1981).
Mekanisme kerja reaktor CSTR adalah dengan mengumpankan reaktan ke dalam suatu
tangki berpengaduk bersama dengan bahan baku, kemudian akan dilakukan pengadukan dengan
perangkat pengaduk dan menghasilkan produk. Pada reaktor ini pengaduk dirancang sesuai
dengan bahan yang akan diaduk, sehingga campuran teraduk dengan sempurna dan diharapkan
reaksi berlangsung secara optimal. Biasanya untuk mendapatkan konversi yang besar maka
reaktor disusun secara seri akan dilengkapi dengan pemanas. Reaktor berpengaduk sebenarnya
sama dengan reaktor batch namum yang membedakan adalah pada reaktor ini dilengkapi dengan
pengaduk (Kundari, et al., 2009).
Reaktor CSTR mempunyai bagian utama yaitu tangki dan pengaduk. Pada umumnya,
reaktor ini dilengkapi dengan saluran masuk dan keluar serta perlengkapan lain sesuai
kebutuhannya misalnya tutup, termometer, dan pemanas. Untuk pertukaran panas, reaktor
biasanya dilengkapi dengan mantel ganda yang dilas atau disambung dengan flens atau
dilengkapi dengan kumparan yang berbentuk belahan pipa yang dilas. Untuk mencegah
kerugian panas yang tidak dikehendaki tangki dapat diisolasi.
Sedangkan untuk persamaan kinerja reaksi orde pertama yang didapatkan dari turunan
persamaan volume dan waktu tinggal adalah sebagai Berikut:
�� (1+ε� �� )
�τ = 1−��
; untuk setiap ε�
Reaktor CSTR memliki beberapa kelebihan dan kekurang yang dapat dijadikan faktor
pembanding dalam pemilihan jenis reaktor. Berikut Kelebihan CSTR menurut Levenspiel (1972):
1. Operasi dalam keadaan tetap menyebabkan peralatan produk lebih stabil
2. Penggunaan energi yang kualitasnya meningkat
3. Produktivitas yang lebih tinggi dalam produksi pada periode tidak aktif
(pengisian, pemanasan, pendinginan, dan pengosongan)
4. Campuran lebih rata karena penggunaan teknik pengaduk (stiring)
5. Suhu dan komposisi campuran dalam reaktor sama
6. Volume reaktor besar, maka waktu tinggal juga besar, berarti zat pereaksi lebih lama di
reaktor.
7. Relatif murah untuk dibangun
8. Mudah mengontrol, karena setiap operasi pada keadaan tetap
9. Perawatan dan pembersihan relatif murah
10. Dengan pengadukan efisien dan viskositas tidak terlalu tinggi
11. Dapat digunakan untuk mereaksikan bahan dengan satu jenis fasa.
8. Untuk menghasilkan konversi yang sama, volume yang dibutuhkan CSTR lebih besar
dari PFR
Selain jenis CSTR, reaktor yang pada umumnya digunakan di industri adalah jenis PFR.
Plug Flow Reactor (PFR) memiliki nama lain adalah reaktor tubular yang memiliki aliran ideal
di mana fluida dicampur dalam aliran berprofil datar (plug flow). Kecepatan fluida diasumsikan
hanya pada fungsi posisi aksial dalam tabung dan memiliki kecepatan yang sama didalam reaktor
tubular Perilaku ideal dari PFR adalah menyerupai aliran sumbat sehingga disini tidak terjadi
pencampuran ke arah aksial dan semua molekul mempunyai waktu tinggal di dalam reaktor sama
besar. Dalam PFR back mixing dapat terjadi secara incidental (Levenspiel, 1972).
PFR biasa digunakan untuk mempelajari beberapa proses penting seperti reaksi termal dan
reaksi kimia plasma dalam aliran gas yang cepat serta daerah katalisis. Dalam beberapa kasus,
hasil yang didapat tidak hanya membantu kita dalam memahami karakteristik proses-proses
kimia, tetapi juga dapat memberikan kita pengertian praktis dari proses-proses kimia yang
penting. Didalam PFR, fluida mengalir dengan perlakuan yang sama sehingga waktu tinggal (τ)
sama untuk semua elemen fluida. Fluida sejenis yang mengalir melalui reaktor ideal disebut plug.
Saat plug mengalir sepanjang PFR, fluida bercampur sempurna dalam arah radial bukan dalam
arah axial (dari arah depan atau belakang). Setiap plug dengan volumen berbeda (Nauman, 2002).
reaktor. Ditinjau dari selektifitas dari reaktor sehingga kesetimbangan dalam reaktor secara
kontinyu bergeser membentuk lebih banyak produk (Levenspiel, 1999).
Pada umumnya PFR dilengkapi dengan katalisator. Seperti sebagian besar reaksi pada
industri kimia, reaksinya membutuhkan katalisator pada suhu tertentu. Dalam PFR, satu atau
lebih reaktan dipompakan kedalam suatu pipa. Biasanya reaksi yang digunakan pada reaktor ini
adalah reaksi fasa gas. Reaksi kimia berlangsung sepanjang pipa sehingga semakin panjang pipa
maka konversi yield akan semakin tinggi. Didalam reaktor PFR (tubular) proses reaksi berjalan
sepanjang reaktor, sehingga konversi yang reaktan yang terbentuk sepanjang reaktor tubular.
Namun tidak semudah ini menaikkan konversi, pada awalnya kecepatan reaksi berlangsung
secara cepat namun setelah panjang pipa tertentu jumlah reaktan akan berkurang dan kecepatan
reaksi berlangsung lebih lambat dan akan makin lambat seiring panjangnya pipa. Akan tetapi
dengan volume yang sama PFR memiliki konversi lebih besar dari pada CSTR (Fogler, 2006).
Menurut Levenspiel (1972), persamaan neraca komponen di dalam reaktor PFR adalah:
Input = Output + Massa hilang dalam reaksi + Akumulasi = 0 Persamaan tersebut
kemudian dituliskan kembali sebagai:
��
���
� = ���
��� −��
Dimana:
V = Volume Reaktor
�� = Mol akhir A Keluar Reaktor
��� = Mol awal Komponen A
��� = Laju Alir Molar Komponen A
Untuk persamaan scpace time PFR berbeda dengan CSTR karena waktu tinggal reaktan
untuk beraksi berada disepanjang segmen-segmen reaktor Maka:
�
τ=
���
��� ���
��� ��� ���
τ= = ���
��� 0 −�� 0 −��
Dimana:
��� = Laju Alir Volumentrik
−�� = Laju Reaksi
��� = Laju Alir Massa Umpan
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI TUGAS BESAR
FAKULTAS VOKASI EFISIENSI DAN OPTIMASI PROSES
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2021
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI BAB VI-14
Untuk reaksi heterogen, misalnya antara bahan baku gas dengan katalis padat umumnya
menggunakan model PFR. PFR mirip saringan air dari pasir. Katalis diletakkan pada suatu pipa
lalu dari sela-sela katalis dilewatkan bahan baku seperti air melewati sela-sela pasir pada
saringan. Asumsi yang digunakan adalah tidak ada perbedaan konsentrasi tiap komponen yang
terlibat disepanjang jari-jari pipa. PFR mempunyai ketinggian volumetrik pada unit konversi,
dapat digunakan pada janka waktu yang lama dan kecepatan transfer panas dapat dioptimasikan
dengan menggunakan banyak tube tipis atau sedikit tube yang lebih tebal yang disusun sejajar.
Berikut ini adalah keuntungan PFR menurut Levenspiel (1972):
1. Memberikan volume yang lebih kecil dari CSTR, untuk perolehan konversi yang sama
2. Reaktor dapat digunakan dalam operasi skala besar untuk produksi komersial, atau di
laboratorium
Berdasarkan dasar-dasar teori yang telah dijelaskan, dilakukan pemilihan reaktor yang
tepat agar reaksi netralisasi dapat berjalan secara efisien dan optimal. Pertimbangan pertama
dilihat dari besarnya volume reaktor yang diperlukan untuk membuat produk pupuk NPK
sebanyak 33.333 kg/jam dengan konversi H3PO4 diasumsikan sebesar 95%.
Hasil perhitungan volume reaktor yang dibutuhkan tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel VI.1 Hasil Perhitungan Volume Reaktor
No. Jenis Reaktor Volume (Liter)
1. CSTR 24.658
2. PFR 5.421
Pada hasil perhitungan desain memiliki volume sebesar 24.658 L dengan memiliki
overdesign sebesar 10% dengan volume sebenarnya sebesar 22.416,53 L pada jenis reaktor
CSTR dengan konversi reaksi sebesar 95%. Sedangkan hasil perhitungan desain memiliki
volume sebesar 5.421 L dengan memiliki overdesign sebesar 10% dengan volume sebenarnya
sebesar 4.928,183 L pada jenis reaktor PFR dengan konversi reaksi sebesar 95%. Hasil dari
perhitungan desain memiliki perbedaan yang signifikan antara reaktor dengan jenis CSTR dan
PFR yaitu hasil kapasitas volume reaktor jenis CSTR memiliki hasil kapasitas volume lebih
besar dibandingkan dengan reaktor jenis PFR.
Hal ini sesuai dengan literatur bahwa dengan nilai konversi reaksi yang sama, volume yang
dihasilkan CSTR memiliki hasil kapasitas volume lebih besar dibandingkan dengan reaktor jenis
PFR, namun pada CSTR memiliki kecendurungan bahwa semakin kecil konversi yang akan
dicapai maka semakin kecil pula volume reaktor yang dibutuhkan (Levenspiel, 1972).
Jika ditinjau dari segi volume reaktor, PFR akan lebih direkomendasi disbanding dengan
CSTR, karena semakin kecil volume yang dibutuhkan. Namun perlu dipertimbangkan aspek-
aspek lain untuk pemilihan jenis reaktor yang tepat. Seperti dipaparkan di awal, masing-masig
CSTR dan PFR memiliki kelebihan dan kekurangan. Ditinjau dari aspek harga, PFR memiliki
harga alat dan biaya instalasiyang lebih mahal disbanding CSTR. Selain itu Plug Flow Reactor
(PFR) memiliki waktu yang lebih lama untuk mencapai kondisi steady state. Reaksi yang
berlangsung adalah eksotermis dan PFR sering terjadi hot spot pada tempat pemasukan bahan
baku (Levenspiel, 1972).
Jika ditinjau dari beberapa point lainnya reaktor CSTR memiliki keunggulan dari segi
pengedalian suhu dan komposisi campuran didalam reaktor sama dan seragam (Levenspiel,
1972). Ditinjau dari fasa pada bahan yang digunakan untuk proses produksi pupuk NPK yaitu
fasa liquid-liquid maka reaktor memiliki keunggulan merupakan reaktor model berupa tangki
berpengaduk dan diasumsikan pengaduk yang bekerja dalam tangki sangat sempurna sehingga
konsentrasi dalam reaktor seragam sebesar konsentrasi aliran yang keluar dari reaktor. CSTR
biasanya digunakan pada reaksi homogen dimana semua bahan baku dan katalis cair (Nauman,
2002).
Dari hasil pertimbangan yang dilakukan, reaktor jenis CSTR lebih unggul dari segi harga
alat dan instalasi, pengendalian suhu, keseragaman komponen, serta kinera reaktor yang lebih
baik untuk fasa cair-cair. Maka dari itu dipilih reaktor jenis CSTR untuk reaksi netralisasi proses
pembuatan NPK dengan metode mixed acid route.
BAB VII
ANALISA EKONOMI
Analisa ekonomi adalah suatu parameter dalam menentukan kelayakan suatu pabrik untuk
didirikan. Dalam perhitungan neraca ekonomi, diperlukan perhitungan bahan baku yang
dibutuhkan dan produk yang dihasilkan menurut neraca massa yang terdapat pada Bab IV.
Demikian juga dalam penentuan harga peralatan, juga berdasarakan spesifikasi peralatan yang
dibutuhkan pada Bab V yang juga dihitung berdasarkan neraca massa dan energi. Selain yang
disebutkan diatas,juga diperlukan analisa biaya yang dibutuhkan untuk pengoprasian pabrik dan
utilitas, jumlah dan gaji karyawan serta pengadaan lahan untuk mendirikan pabrik.
Faktor-faktor yang ditinjau dalam penentuan analisa ekonomi ini antara lain adalah sebagai
berikut :
a. Laju pengembalian modal (Rate of Return)
b. Lama pengembalian modal (Pay out Period)
c. Titik impas (Break Even Point)
Untuk meninjau faktor-faktor diatas perlu dilakukan penaksiran terhadap beberapa faktor,
yaitu :
- Penaksiran modal industri (Total Capital Investment)
a. Modal tetap (Fixed Capital Investment)
b. Modal kerja (Working Capital Investment)
- Penentuan biaya total produksi (Total Production Cost)
a. Biaya pendirian (Manufacturing Cost)
b. Biaya pengeluaran umum (General Expanses)
- Total pendapatan
7.1 Struktur Organisasi
Umum
Bentuk perusahaan : PT (Perseroan terbatas)
Lapangan usaha : Industri Pupuk NPK
Lokasi : Ngimbang, Lamongan, Jawa Timur, Indonesia
Kapasitas produksi : 240.000 ton/tahun
VI-BAB VII-1
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 2
Dalam suatu perusahaan dan bentuk - bentuk organisasi lainnya, proses pengorganisasian
merupakan upaya dalam membentuk pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi. Pembagian secara cepat dianut para pegawai/karyawan perusahaan untuk menetapkan
mekanisme dalam mengkoordinasikan aktivitas – aktivitas perusahaan. Salah satu hasil dari
proses ini adalah struktur organisasi. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam
bentuk gambaran grafik atau bagan yang memperlihatkan hubungan unit-unit organisasi dan
garis-garis wewenang yang ada.
Bentuk Perusahaan
Pabrik pupuk NPK ini merupakan perusahaan swasta nasional yang direncanakan dalam
bentuk Perseroan Terbatas (PT)
Dasar-dasar dari kepemilikan bentuk perusahaan ini adalah sebagai berikut :
1. Terbatasnya tanggung jawab Perseroan terbatas sabagai badan hukum dan tanggung jawab
pemegang saham.
2. Pemilik dan pengusaha adalah terpisah satu dengan yang lainnya. Pemilik perseroan terbatas
adalah para pemegang saham, sedangkan pengurus adalah direksi. Pelaksanaan sebuah
perseroan terbatas diberikan kepada orang-orang yang sanggup untuk melaksanakan tugas
itu, dengan demikian kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan semakin
basar. Tanggung jawab pemegang saham terbatas oleh pemimpin perusahaan.
3. Mudah mendapatkan modal, yaitu dengan memperoleh modal dari bank dan penjualan
saham-saham, dengan membagi modal dan jumlah saham-saham, perseroan terbatas dapat
menarik modal dari banyak orang.
4. Kehidupan perseroan terbatas lebih terjamin. Ini berarti sutu perseroan terbatas mempunyai
potensi yang lebih permanen dari bentuk perusahaan lainnya. Meninggalkan seorang pemilik
saham,seorang direksi, seorang anggota komisaris, atau pegawai tidak begitu mempengaruhi
halannya suatu perusahaan.
5. Adanya efisiensi jalannya suatu perusahaan. Tiap bagian dalam perseroan terbatas dipegang
oleh orang yang ahli dalam bidangnya. Tiap orang atau tipa bgian mempunyai tugas yang
jelas sehingga ada dorongan untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.
6. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pemegang saham.
VI-2
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 1
VI-1
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 2
VI-2
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 3
VI-3
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 4
Direktur pemasaran yang bertugas membantu direktur dalam pelaksanaan tugasnya yang
berhubungan dengan pemasaran. Dalam hal ini direktur pemasaran dibantu oleh manager
promosi dan penjualan yang membawahi staf-staf bagian pemasaran.
Tugas Direktur Pemasaran:
a. Membantu direktur dalam perencanaan maupun dalam penelaahan kebijaksanaan pokok
dalam bidang pemasaran.
b. Menentukan kebijakan pemasaran agar dapat memperoleh hasil maksimal.
c. Mengadakan koordinasi yang tepat dari bagian pemasaran.
d. Memberikan instruksi kepada bawahannya (manager pemasaran) untuk mengadakan tugas
masing-masing.
e. Bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
6. Direktur Keuangan
Direktur keuangan yang bertugas membantu direktur dalam pelaksanaan tugasnya, yang
berhubungan dengan hal keuangan dan pembukuan perusahaan. Dalam hal ini Direktur
Keuangan dibantu oleh Manager Pengelolaan dana dan Manager Pembukuan yang masing-
masing membawahi staf di bagian masing-masing.
Tugas Direktur Keuangan:
a. Membantu direktur dalam perencanaan maupun dalam penelaahan kebijaksanaan pokok
bidang keuangan dan pembukuan perusahaan.
b. Menentukan kebijakan keuangan pabrik agar memperoleh keuntungan maksimal.
c. Mengadakan koordinasi yang tepat dari bagian keuangan.
d. Memberikan instruksi kepada bawahannya untuk mengadakan tugas masing-masing.
e. Bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
7. Direktur Teknik
Direktur teknik yang bertugas membantu direktur dalam pelaksanaan tugasnya, yang
berhubungan dengan operasi pabrik dalam hal operasi peralatan, maintenance peralatan, plant
technical dan pengadaan logistik untuk operasi pabrik. Dalam hal ini Direktur Teknik dibantu
oleh Manager Operasi, Manager Pemeliharaan yang masing-masing membawahi staf di bagian
masing-masing.
Tugas Direktur Teknik:
a. Membantu direktur dalam perencanaan maupun dalam penelaahan kebijaksanaan pokok
bidang operasi pabrik dalam hal operasi peralatan, maintenance peralatan, plant technical
VI-4
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 5
No Jabatan Jumlah
1 Dewan Komisaris 3
2 Direktur Utama 1
3 Direktur Produksi 1
4 Direktur Pemasaran 1
5 Direktur Keuangan 1
6 Direktur SDM 1
7 Direktur Teknik 1
8 Sekretaris 6
VI-5
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 6
9 Manager
a.Proses dan Produksi 1
b.Quality Control 1
c.Pemasaran 1
d. Administrasi 1
e.Keuangan 1
f.Kepegawaian 1
g.Diklat 1
h.Pemeliharaan 1
i. Utilitas 1
10 Dokter 2
11 Perawat 4
12 Karyawan
a.Proses dan Produksi 64
b.Quality Control 18
c.Pemasaran 15
d. Administrasi 12
e.Keuangan 12
f.Kepegawaian 15
g.Diklat 12
h.Pemeliharaan 21
i. Utilitas 21
13 Security 12
14 Supir 8
15 Karyawan Tidak Tetap 30
Total Pegawai : 270
Sistem Kerja
Pabrik ini direncanakan memiliki waktu operasi 300 hari per tahun dengan 24 jam kerja
per hari. Dengan pekerjaan yang membutuhkan pengawasan selama 24 jam para karyawan
diberikan jadwal bergilir (shift). Untuk ini jam kerja dibagi dalam tiga waktu kerja dimana tiap
shift dibagi masing-masing 8 jam. Distribusi jam kerja diatur sebagai berikut:
VI-6
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 7
1. Karyawan shift
Terdiri dari 3 shift:
Shift pagi : pukul 07.00-15.00
Shift sore : pukul 15.00-23.00
Shift malam : pukul 23.00-07.00
terdiri dari empat grup, yaitu grup A, B, C, dan D, setiap hari terdapat 3 grup masuk dan 1 grup
libur
2. Karyawan non – shift
Untuk pekerjaan yang tidak memerlukan pengawasan terus-menerus (non-shift)
pembagian jam keja dilakukan sebagai berikut :
Senin s/d Kamis : 07.00 – 12.00 dan 13.00 – 16.00
Jumat : 07.00 – 11.30 dan 13.30 – 17.00
Sabtu : 07.00 – 12.00
Minggu : Libur
3. Untuk bagian keamanan memiliki jam kerja sebagai berikut :
Shift I : 06.00 – 14.00
Shift II : 14.00 – 22.00
Shift III : 22.00 – 06.00
VI-7
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 8
VI-8
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 9
pengembalian modal minimum adalah 1,53 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pabrik ini layak
untuk didirikan karena POT yang didapatkan lebih kecil daripada perkiraan usia pabrik.
Break Even Point (BEP)
Analisa Break Even Point digunakan untuk mengetahui besarnya kapasitas produksi
dimana biaya produksi total sama dengan hasil penjualan. Biaya tetap (FC) dan biaya variabel
(VC), biaya semivariabel (SVC) dan biaya total tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Maka
dari perhitungan yang telah dilakukan pada Appendiks E didapatkan BEP = 22,08 %
VI-9
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 10
Investasi
Investasi total pabrik tergantung pada masa konstruksi. Investasi yang berasal dari modal
sendiri akan habis pada tahun pertama konstruksi. Nilai modal sendiri tidak terpengaruh oleh
inflasi dan bunga bank. Sehingga modal sendiri pada masa akhir masa konstruksi adalah tetap.
Untuk modal pinjaman dari bank total pinjaman pada akhir masa konstruksi adalah sebagai
berikut :
Tabel VII.3 Modal Pinjaman Selama Masa Konstruksi
Masa Modal Pinjaman
%
Konstruksi Jumlah (Rp) Bunga = 8 % Inflasi = 3%
-2 50% 0 0
83.251.931.059,72
-1 50% 2.497.557.932
83.251.931.059,72 8.283.567.140,44
0 0 2.497.557.932
8.283.567.140,44
Modal pinjaman akhir masa konstruksi 188.066.112.264
VI-10
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 11
��
(1+�)�
Keterangan :
n = tahun
CF = cash flow pada tahun ke-n
i = discounted factor
VI-11
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 12
164.511.524.940,53
Total 1.032.831.813.400
Dari perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan hargai i = 37,1% per tahun. Harga i
yang diperoleh lebih besar daripada harga i tingkat suku bunga yaitu 8% per tahun. Dengan
harga i = 37,1% per tahun menunjukkan bahwa pabrik ini layak didirikan.
Tahun
Cash Flow Comulative Cash Flow
ke-n
0 -Rp280.411.715.793 -Rp280.411.715.793
1 Rp336.652.967.410 Rp56.241.251.616
2 Rp422.581.106.653 Rp478.822.358.269
3 Rp423.634.276.882 Rp902.456.635.151
4 Rp424.687.447.111 Rp1.327.144.082.262
5 Rp425.740.617.339 Rp1.752.884.699.601
6 Rp426.793.787.568 Rp2.179.678.487.169
7 Rp427.846.957.797 Rp2.607.525.444.966
8 Rp428.900.128.025 Rp3.036.425.572.991
9 Rp429.953.298.254 Rp3.466.378.871.245
VI-12
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 13
10 Rp431.006.468.483 Rp3.897.385.339.727
- Utilitas 304.361.812.803
- Royalty 30.436.181.280
2.634.435.735.519
3 Biaya Semivariabel, SVC
- Pengawasan 3.531.600.000
- Laboratorium 2.354.400.000
359.314.485.803
VI-13
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 14
Kapasitas 0% 100%
Biaya Tetap Rp49.867.906.705 Rp49.867.906.705
Pengeluaran Total Rp157.662.252.446 Rp3.043.618.128.026
Rp
Penjualan Total - Rp3.600.000.000.000
BEP
VI-14
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI 15
= 22,08%
Laba bersih = Net Cash Flow saat pinjaman lunas
= Rp 412.199.857.256
BEP dari grafik terjadi pada kapasitas = 52.992 ton
VI-15
BAB VI
EFISIENSI DAN OPTIMASI BAB VIII-1
BAB VIII
KESIMPULAN
Dari hasil yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perencanaan operasi : Kontinyu, 24 jam/hari, selama 300 hari
2. Kapasitas produksi : 33.333,333 kg/jam
3. Kebutuhan bahan baku
a. KCl : 9500 kg/jam
b. Urea : 225 kg/jam
c. H3PO4 : 18000 kg/jam
d. H2SO4 : 6800 kg/jam
e. NH3 : 6000 kg/jam
f. Coating oil : 80 kg/jam
g. Coating powder : 73,33 kg/jam
4. Umur pabrik : 20 tahun
5. Masa konstruksi : 2 tahun
6. Analisa ekonomi
Pembiayaan
- Modal Tetap : Rp 256.159.787.876
- Modal Kerja : Rp 48.029.960.227
- Investasi Total : Rp 304.189.748.103
- Biaya Produksi Total : Rp 3.043.618.128.026
Penerimaan
- Hasil Penjualan / tahun : Rp 3.600.000.000.000
Analisa Ekonomi
- Internal Rate of Return : 37,1% / tahun
- Payout Time : 1,53 tahun
- BEP : 22,085%
Dari uraian di atas, maka pabrik NPK ini layak dan memiliki potensi yang tinggi untuk didirikan
VI-BAB VIII-1
DAFTAR PUSTAKA
Fogler, H. S., 2006. Elements of Chemical Reaction Engineering. 4th penyunt. Ann Arbor:
University of Michigan.
Kundari, N. A., Marjanto, D. & Dyah, A., 2009. Evaluasi Unjuk Kerja Reaktor Alir Tangki
Berpengaduk Menggunakan Perunut Radioisotop. Jurnal Forum Nuklir, 3(1).
Levenspiel, O., 1972. Chemical Reaction Engineering. 2nd penyunt. Singapore: John Wiley and
Sons, Inc..
Nauman, E., 2002. Chemical Reactor Design, Optimization and Scale up. New York: Mc Graw
Hill.
Smith, J., 1981. Chemical Engineering Kinetic. 3rd penyunt. New York: Mc.Graw Hill Boo
Company Inc.
iv