PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anak itu beda. Setiap anak itu unik. Perbedaan dan keunikan itulah
yang akan menjadi keunggulan mereka kini dan kelak. Pendidikan adalah
„menuntun‟. Menuntun Peserta didik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat
zamannya. Menuntun Peserta didik agar dapat mewujudkan keselamatan dan
kebahagiaan di dalam hidupnya. Sesungguhnya Peserta didik yang datang
kesekolah, bukan seperti kertas kosong. Sejatinya mereka seperti kertas yang telah
memiliki coretan-coretan, namun coretan tersebut masih buram dan samar.
Coretan yang buram tersebut terdiri dari coretan positif dan negatif. Coretan-
coretan yang dimaksud adalah ilustrasi dari sikap, ucapan dan tingkah laku
Peserta didik.
Setidaknya ada 3 (tiga) makna merdeka yang harus kita pahami bersama,
yang pertama tidak hidup terperintah, yang kedua berdiri tegak karena kekuatan
sendiri dan yang ketiga cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Ketiga makna
merdeka tersebut adalah salah satu esensi kuat dalam merdeka belajar. Pendidikan
yang memerdekakan adalah ikhtiar menuntun Peserta didik menemukan jati
dirinya sesuai dengan kodratnya. Dalam menempuh pendidikan, tugas pendidik
adalah menghubungkan Peserta didik dengan dunia nyata yakni lingkungan
masyarakat. Konsep ini sejatinya harus dipahami bahwa semakin tinggi anak
mengenyam pendidikan, akan semakin tinggi tingkat pengabdiannya kepada
lingkungan masyarakatnya.
Jika konsep sekolah sebagai penghubung antara Peserta didik dengan
dunia nyata benar-benar dipahami dan dijalankan oleh pendidik, Peserta didik
akan memiliki orientasi kebutuhan terhadap pendidikan yang sedang dijalaninya.
Selama Peserta didik tidak paham dan sadar kebermaknaan dan kebermanfaatan
dari pendidikan yang ditempuhnya, maka selama itu juga Peserta didik akan
belajar dalam keterpaksaan. Belajar dalam keterpaksaan tentu saja sangat
kontrdiktif dengan konsep pendidikan yang memerdekakan.
Pendidikan yang memerdekakan harusnya dipahami bahwa guru tidak
boleh merasa benar dan hebat sendiri. Guru harus memahami bahwa Peserta didik
1
pun berhak atas kebenaran tersebut. Konsep ini kemudian menjadi sebuah
motivasi kuat untuk senantiasa melibatkan anak dalam membuat kesepakatan
kelas. Kesepakatan kelas yang dibuat oleh guru dan Peserta didik dalam suasana
demokrasi dan gotong royong akan membuat Peserta didik merasa memiliki dan
tentu saja bertanggung jawab atas kesepakatan kelas tersebut. Mengajak Peserta
didik berefleksi bersama di setiap akhir pembelajaran adalah sebuah keniscayaan.
Refleksi ini bukan caci maki, namun ia adalah energi untuk guru senantiasa
mengembangkan diri memperbaiki kualitas pembelajaran ke depannya.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran
intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar Peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
Dalam proses pembelajaran guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai
perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar
dan minat Peserta didik. Di dalam kurikulum ini terdapat projek untuk
menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila. Projek tersebut dikembangkan
berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek ini tidak
bertujuan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak
terikat pada konten mata pelajaran.
Kegiatan utama kurikulum merdeka berbeda dengan kurikulum
sebelumnya, terutama di struktur kurikulum. Kurikulum merdeka hanya tersedia
mata pelajaran dan alokasi waktu. Pada Struktur Kurikulum Merdeka, setiap mata
pelajaran terbagi manjadi dua yaitu alokasi waktu pembelajaran reguler dan
aloaksi waktu kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila.
Kedua kegiatan utama kurikulum merdeka memiliki sistem pelaksanaan
yang berbeda. Alokasi waktu kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila
digunakan secara akumulatif atau total, tidak berdasarkan mata pelajaran.
sehingga pelaksanaannya lintas mata pelajaran. Kegiatan pembelajaran
intrakurikuler dirancang agar anak dapat mencapai kemampuan yang tertuang di
dalam capaian pembelajaran. Capaian Pembelajaran ditetapkan oleh SK BSKAP
No. 8 Tahun 2022 tentang Capaian Pembelajaran SMA, Dikdasmen pada
Kurikulum Merdeka.
2
Intisari kegiatan pembelajaran intrakurikuler adalah bermain bermakna
sebagai perwujudan “Merdeka Belajar, Merdeka Bermain”. Kegiatan yang dipilih
harus memberikan pengalaman yang menyenangkan dan bermakna bagi anak.
Kegiatan perlu didukung oleh penggunaan sumber-sumber belajar yang nyata dan
ada di lingkungan sekitar anak. Sumber belajar yang tidak tersedia secara nyata
dapat dihadirkan dengan dukungan teknologi dan buku bacaan anak. Oleh karena
itu SMA Negeri 1 Tambusai melakukan perubahan kurikulum satuan pendidikan
menjadi kurikulum merdeka belajar.
B. Landasan Hukum
Pendidikan sebagai usaha sadar yang selalu bertolak dari sejumlah dasar
hukum tertentu. Dasar hukum tersebut sangat penting karena pendidikan
merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat. Secara
umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Tiap-tiap negara memiliki peraturan
perundang-undangan sendiri. Dasar hukum pendidikan Indonesia juga mempunyai
seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem
pendidikan di Indonesia.
3
teknologi, serta tantangan zarnan yang berubah, melalui penyempurnaan substansi
pengaturan. Penyempurnaan tersebut dimaksudkan agar Standar Nasional
Pendidikan tetap mutakhir dan relevan, sehingga dapat mendukung akselerasi
peningkatan mutu sistem Pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia
Indonesia. Beberapa hal yang menjadi pokok penyempurnaan pengaturan
dilakukan terhadap susunan Standar Nasional Pendidikan, kurikulum, evaluasi
hasil belajar Peserta didik, dan evaluasi sistem Pendidikan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan lembaga mandiri.
2. PP No. 4 Tahun 2022
Dalam penyelenggaraan Pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal lka. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi Peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut memandatkan bahwa
Pancasila tidak hanya menjadi salah satu landasan dalam penyelenggaraan
Pendidikan, tetapi secara konkrit juga perlu terintegrasi dalam komponen
penyelenggaraan Pendidikan yaitu kurikulum.
Muatan kurikulum dan standar Pendidikan bagi Jenjang Pendidikan tinggi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2O2l tentang
Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dan dilaksanakan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur mengenai pendidikan tinggi. Agar tercapai cita-
cita pendidikan nasional secara berkesinambungan serta menjamin kepastian
4
hukum, perlu upaya pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian
standar nasional pendidikan secara nasional, yang dilaksanakan oleh suatu badan
standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan, serta keselarasan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lain terkait dengan bidang
pendidikan. Mempertimbangkan hal tersebut maka Peraturan Pemerintah Nomor
57 Tahun 2027 tentangStandar Nasional Pendidikan dirasakan penting untuk
disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2O2l lentang Standar Nasional Pendidikan.
5
materi pembelajaran yang sesuai untuk mengembangkan kompetensi peserta didik
sesuai standar kompetensi lulusan, melakukan penyesuaian dengan kemajuan
pembelajaran (learning progression) peserta didik pada setiap jenjang,
merumuskan ruang lingkup materi pembelajaran yang memberikan fleksibilitas
kepada pendidik untuk memfasilitasi peserta didik mengembangkan
kompetensinya, serta mengadopsi prinsip diferensiasi dalam mengembangkan
ruang lingkup materi pembelajaran. Pengembangan Standar Isi mengacu pada
standar kompetensi lulusan pada satuan Jenjang Pendidikan Menengah umum
difokuskan pada persiapan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia,
penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan pengetahuan
untuk meningkatkan kompetensi peserta didik agar dapat hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
6
rata skor kelompok 10% (sepuluh persen) tertinggi di 10 (sepuluh) provinsi lain di
luar pulau Jawa.
Di antara hal yang berkontribusi terhadap kendala peningkatan dan
pemerataan mutu pendidikan adalah kompetensi dan kinerja guru. Rata-rata skor
uji kompetensi guru di Indonesia yaitu 57 (lima puluh tujuh) dari skala 0 (nol)-
100 (seratus). Selain itu, kreatifitas guru dalam mengajar juga menjadi isu
penting. Studi The Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) pada tahun 2015 menunjukkan interaksi guru dan siswa dalam
pembelajaran tidak merangsang adanya kemampuan analitis dan berpikir aras
tinggi (higher order thinking skills). Sebagai upaya untuk melanjutkan dan
mengembangkan kebijakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
menginisiasi Program Sekolah Penggerak. Program Sekolah Penggerak berupaya
mendorong satuan pendidikan melakukan transformasi diri untuk meningkatkan
mutu pembelajaran di sekolah, kemudian melakukan pengimbasan ke sekolah lain
untuk melakukan peningkatan mutu serupa.
Secara umum, Program Sekolah Penggerak bertujuan untuk mendorong
proses transformasi satuan pendidikan agar dapat meningkatkan capaian hasil
belajar peserta didik secara holistik baik dari aspek kompetensi kognitif maupun
non-kognitif (karakter) dalam rangka mewujudkan profil pelajar Pancasila.
Transformasi yang diharapkan tidak hanya terbatas pada satuan pendidikan,
melainkan dapat memicu terciptanya ekosistem perubahan dan gotong royong di
tingkat daerah dan nasional sehingga perubahan yang terjadi dapat meluas dan
terlembaga. Untuk mendukung dan menjamin tercapainya tujuan Program
Sekolah Penggerak, perlu disusun mekanisme penyelenggaraan Program Sekolah
Penggerak, yang nantinya akan digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan
Program Sekolah Penggerak.
7
6. Kepmendikristek Nomor 56 Tahun 2022 (Pedoman Penerapan
Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran)
Dalam rangka pemulihan ketertinggalan pembelajaran (learning loss) yang
terjadi dalam kondisi khusus, satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan
perlu mengembangkan kurikulum dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
kondisi satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Bagi satuan
pendidikan yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Sekolah Penggerak dan
Program Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan, kurikulum yang
digunakan mengacu pada Kurikulum Merdeka dan pemenuhan beban kerja guru
serta linieritas yang sesuai.
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka diberlakukan secara bertahap dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. tahun pertama dilaksanakan bagi peserta didik dengan usia 5 (lima) sampai
dengan 6 (enam) tahun pada pendidikan anak usia dini, serta peserta didik
kelas I, kelas IV, kelas VII, dan kelas X pada jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah;
b. tahun kedua dilaksanakan bagi peserta didik dengan usia 4 (empat) sampai
dengan 6 (enam) tahun pada pendidikan anak usia dini, serta peserta didik
kelas I, kelas II, kelas IV, kelas V, kelas VII, kelas VIII, kelas X, dan kelas
XI pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
c. tahun ketiga dilaksanakan bagi peserta didik dengan usia 3 (tiga) sampai
dengan 6 (enam) tahun tahun pada pendidikan anak usia dini, serta peserta
didik kelas I, kelas II, kelas III, kelas IV, kelas V, kelas VI, kelas VII,
kelas VIII, kelas IX, kelas X, kelas XI, dan kelas XII pada jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
7. Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan
Nomor 028/H/KU/2021
Dalam kegiatan pembelajaran, pasti terdapat capaian pembelajaran yang
harus dipenuhi oleh siswa, guru, maupun sekolah. Capaian pembelajaran siswa
merupakan kompetensi minimum yang harus dilewati oleh siswa dalam setiap
mata pelajaran. Capaian pembelajaran ini disusun mengacu pada Standar
8
Kompetensi Kelulusan atau SKL serta Standar Isi seperti Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar (KI-KD) dalam Kurikulum 2013. Capaian pembelajaran dalam
Kurikulum merdeka merupakan pembaruan dari kompetensi inti dan kompetensi
dasar yang dirancang untuk menguatkan fokus pembelajaran terhadap
pengembangan kompetensi. Kurikulum 2013 dan kurikulum nasional yang
terdahulu lainnya ditujukan untuk kompetensi sehingga kurikulum ini pun
meneruskan upaya tersebut. Dalam Kurikulum Merdeka capaian pembelajaran
berisikan kompetensi serta lingkup materi yang disusun secara komprehensif
berbentuk narasi.
9
terdiri dari beberapa elemen dan sebagian elemen dijelaskan lebih konkrit menjadi
subelemen.
10
pendidikan dikembangkan sesuai dengan konteks dan kebutuhan peserta didik dan
satuan pendidikan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Pemerintah pusat menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum
yang menjadi acuan untuk pengembangan kurikulum operasional satuan
pendidikan. Komponen dalam kurikulum operasional ini disusun untuk
membantu proses berpikir dan mengembangkan satuan pendidikan. Dalam
pengembangannya, dokumen ini juga merupakan hasil refleksi semua unsur
pendidik di satuan pendidikan yang kemudian ditinjau secara berkala guna
disesuaikan dengan dinamika perubahan dan kebutuhan peserta didik.
Dalam penyusunannya kurikulum operasional di satuan pendidikan
memiliki lima prinsip diantaranya:
1. Berpusat pada Peserta Didik
Pembelajaran harus memenuhi potensi, kebutuhan perkembangan dan
tahapan belajar, serta kepentingan peserta didik. Profil Pelajar Pancasila
selalu menjadi rujukan pada semua tahapan dalam penyusunan kurikulum
operasional sekolah.
2. Kontekstual
Menunjukkan kekhasan dan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan,
konteks sosial budaya dan lingkungan, serta dunia kerja dan industry
3. Esensial
Semua unsur informasi penting/utama yang dibutuhkan oleh para
pemegang kepentingan tentang kurikulum yang digunakan di satuan
pendidikan dapat diperoleh di dokumen tersebut. Bahasanya lugas dan
mudah dipahami, tidak mengulang naskah/kutipan yang sudah ada di
naskah lain. Dokumen tidak perlu memuat kembali misalnya lampiran
Kepmendikbud seperti CP, struktur, dll., dalam dokumen kurikulum
operasional
11
4. Akuntabel
Dapat dipertanggungjawabkan karena berbasis data dan aktual
5. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan
Pengembangan kurikulum satuan pendidikan melibatkan komite satuan
pendidikan dan berbagai pemangku kepentingan antara lain orang tua,
organisasi, berbagai sentra, serta industri dan dunia kerja untuk SMK, di
bawah koordinasi dan supervisi dinas Pendidikan atau kantor kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama sesuai
dengan kewenangannya.
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk membantu satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum operasional yang kontekstual dan relevan bagi satuan
pendidikan dan terutama peserta didik dalam mencapai profil Pelajar Pancasila
dan Capaian Pembelajaran. Satuan pendidikan memiliki kebebasan untuk
mengembangkan dengan cara lain selama selaras dengan tujuan utama dari
kurikulum operasional sekolah.
12