Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT-PENYAKIT KRONIS II

1. KANKER
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal
yang tidak terkendali di dalam tubuh . Pertumbuhan sel abnormal ini dapat merusak sel normal
di sekitarnya dan di bagian tubuh yang lain. Kanker merupakan penyebab kematian kedua
terbanyak di seluruh dunia. Kanker sering menyebabkan kematian karena umumnya
penyakit ini tidak menimbulkan gejala pada awal perkembangannya, sehingga baru
terdeteksi dan diobati setelah mencapai stadium lanjut. Oleh karena itu, lakukanlah
pemeriksaan skrining atau cek kesehatan secara berkala, agar kanker dapat terdeteksi
secara dini. Untuk mencegah kanker, jalani pola hidup yang sehat, yaitu dengan
mengonsumsi makanan bergizi seimbang, rajin berolahraga, tidak merokok, dan tidak
minum alkohol.
Penyebab Kanker
Penyebab utama kanker adalah perubahan (mutasi) genetik pada sel. Mutasi genetik
akan membuat sel menjadi abnormal. Sebenarnya, tubuh memiliki mekanisme sendiri
untuk menghancurkan sel abnormal ini. Bila mekanisme tersebut gagal, sel abnormal akan
tumbuh secara tidak terkendali. Faktor yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker
berbeda-beda, tergantung pada jenis kankernya. Meskipun demikian, tidak ada jenis
kanker yang spesifik hanya dipicu oleh satu faktor.
Faktor yang diduga berisiko menyebabkan mutasi genetik pada sel normal dan
kegagalan tubuh untuk memperbaikinya antara lain:
 Memiliki riwayat penyakit kanker dalam
 Berusia di atas 65 tahun. Namun, sebagian jenis kanker lebih banyak terjadi
pada anak-anak
 Merokok
 Terpapar radiasi, zat kimia (misalnya asbes atau benzene), atau sinar matahari
 Terinfeksi virus, seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HPV
 Terpapar hormon dalam kadar tinggi atau jangka Panjang
 Mengalami obesitas
 Kurang banyak bergerak dan tidak rutin berolahraga
 Menderita penyakit yang menyebabkan inflamasi kronis (peradangan jangka
panjang), misalnya kolitis ulseratif
 Menurunnya sistem kekebalan tubuh, misalnya akibat menderita HIV/AIDS
Gejala Kanker
Gejala yang timbul akibat kanker juga bervariasi, tergantung pada jenis kanker dan
organ tubuh yang terkena kanker. Beberapa gejala yang sering dialami penderita kanker
adalah:

 Muncul benjolan
 Nyeri di salah satu bagian tubuh
 Pucat, lemas, dan cepat lelah
 Penurunan berat badan secara drastis
 Gangguan buang air besar atau buang air
 Batuk kronis
 Demam yang terus berulang
 Memar dan mengalami perdarahan secara spontan

Kapan harus ke dokter


Orang yang berisiko terkena kanker perlu menjalani skrining dan pemeriksaan rutin
ke dokter. Contohnya, seorang perokok yang anggota keluarganya pernah terkena kanker,
atau seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom.
Seseorang juga perlu memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami gejala kanker,
seperti munculnya benjolan di tubuh, penurunan berat badan secara drastis, atau batuk
kronis. Deteksi dini kanker dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan.
Penderita kanker perlu menjalani pengobatan dari dokter onkologi. Selanjutnya, akan
dilakukan pemeriksaan rutin untuk melihat apakah pengobatan yang diberikan efektif. Jika
kondisi pasien sudah membaik dan kanker dinyatakan sembuh, pasien masih tetap perlu
untuk memeriksakan kondisinya ke dokter secara berkala. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk memastikan bahwa kankernya tidak kambuh.
Penderita yang kankernya sudah tidak bisa disembuhkan juga perlu berkonsultasi
dengan dokter. Dokter dapat memberikan pengobatan untuk memperlambat perkembangan
kanker dan mengurangi keluhan yang dialami penderita. Pengobatan tersebut dinamakan
pengobatan paliatif.
Diagnosis dan Stadium Kanker
Untuk mendiagnosis kanker, dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan
melakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu, ada beberapa tes tambahan yang akan dilakukan
dokter untuk memastikan diagnosa kanker, yaitu:
 Tes laboratorium
Tes laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan urine, dapat dilakukan untuk
memeriksa kelainan di dalam tubuh. Dokter juga dapat melakukan
pemeriksaan tumor marker untuk mendeteksi kanker.
 Tes pencitraan
Tes ini dapat berupa pemeriksaan Rontgen, USG, CT scan, MRI, atau PET
scan, untuk melihat kondisi organ yang bermasalah.
 Biopsi
Pada prosedur ini, dokter akan mengambil sampel jaringan tubuh pasien yang
diduga mengalami kanker. Biopsi merupakan pemeriksaan yang paling akurat
untuk menentukan apakah seseorang terkena kanker atau tidak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas, dokter akan menentukan tingkatan (stadium)
kanker. Secara umum, tingkatan kanker dibagi menjadi stadium 1, 2, 3, dan 4. Makin
tinggi stadium kanker, gejala penyakitnya akan makin parah dan kemungkinannya untuk
sembuh makin kecil. Tinggi rendahnya stadium kanker ditentukan berdasarkan ukuran
kanker, ada tidaknya penyebaran kanker ke kelenjar getah bening di sekitarnya, dan
seberapa jauh penyebaran kanker ke organ lain.
Pengobatan Kanker
Jenis pengobatan yang akan dipilih dokter tergantung pada beberapa hal, mulai dari
jenis kanker, letak kanker, stadium kanker, kondisi kesehatan pasien secara umum, hingga
keinginan pasien. Metode pengobatan kanker yang umum digunakan adalah sebagai
berikut:
 Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk merusak sel
kanker.
 Operasi
Operasi kanker dilakukan dengan memotong dan mengangkat jaringan kanker.
 Radioterapi
Radioterapi dilakukan dengan menggunakan paparan radiasi untuk membunuh
sel-sel kanker. Radioterapi terdiri dua jenis, yaitu radiasi dari mesin yang
berada di luar tubuh (radioterapi eksternal) atau radiasi dari alat implan yang
dipasang di dalam tubuh (brakiterapi).
 Transplantasi sumsum tulang
Lewat prosedur ini, sumsum tulang penderita akan diganti dengan sumsum
tulang baru dari donor, agar dapat menghasilkan sel baru yang normal dan
bebas kanker.
 Imunoterapi
Imunoterapi atau terapi biologis bertujuan untuk mengaktifkan sistem imun
penderita untuk melawan kanker.
 Terapi hormon
Beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara dan kanker prostat, dipicu oleh
hormon. Oleh karena itu, dengan menghambat hormon tersebut, pertumbuhan
sel kanker dapat dihentikan.
 Targeted drug therapy
Terapi ini dilakukan dengan memberikan obat-obatan yang mampu
menghambat mutasi genetik pada sel.
Perlu diketahui bahwa pengobatan kanker di atas dapat menyebabkan berbagai efek
samping. Salah satunya adalah berkurangnya jumlah sel darah putih, sehingga tubuh
penderita rentan mengalami infeksi.
Pencegahan Kanker
Pada tahun 2014, lebih dari 1,5 juta orang Indonesia meninggal karena penyakit
kanker. Di Indonesia, jenis kanker yang menyebabkan kematian terbanyak pada pria
adalah kanker paru-paru, sedangkan jenis kanker penyebab kematian terbanyak pada
wanita adalah kanker payudara.
Oleh karena itu, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menggalakkan program
perilaku CERDIK untuk mencegah kanker. Berikut adalah ini adalah kepanjangan dari
CERDIK:
 Cek kesehatan secara berkala
Konsultasikan dengan dokter Anda untuk menjalani tes skrining kanker,
berdasarkan faktor risiko yang Anda miliki.
 Enyahkan asap rokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai jenis kanker, terutama
kanker paru-paru.
 Rajin aktivitas fisik
Rutin berolahraga selama setidaknya 30 menit setiap harinya.
 Diet sehat dengan kalori seimbang
Perbanyak makan buah-buahan, sayuran, biji-bijian (misalnya gandum), dan
makanan yang kaya akan protein.
 Istirahat yang cukup
Kurang tidur dapat meningkatkan risiko terkena kanker.
 Kelola stres
Stres berlebih dan berkepanjangan dapat menyebabkan munculnya kanker.
Di samping CERDIK, ada beberapa hal lain yang juga perlu Anda lakukan untuk
mencegah kanker, yaitu:
 Hindari paparan sinar matahari berlebih
Paparan sinar ultraviolet dari matahari dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker kulit. Oleh karena itu, gunakanlah pakaian tertutup saat
beraktivitas di luar ruangan.
 Gunakan masker di tempat yang penuh polusi udara
Asap kendaraan bermotor, asap pabrik, asap pembakaran sampah, asap rokok,
serta debu asbes dapat menyebabkan kanker.
 Hentikan konsumsi alkohol
Jika Anda gemar mengonsumsi alkohol, mulailah untuk menghentikan
kebiasaan tersebut, sebab alkohol dapat memicu kanker.
 Lakukan vaksinasi
Terdapat dua jenis kanker yang dapat dicegah dengan vaksinasi, yaitu kanker
hati melalui vaksin hepatitis B dan kanker serviks dengan vaksin HPV.
Jenis-Jenis Kanker dan Ciri-Cirinya
 Kanker Prostat
Secara spesifik, kanker memiliki tipe berdasarkan organ yang diserangnya.
Gejala yang terjadi memiliki ciri khas masing-masing, tetapi tidak menutup
kemungkinan dapat juga muncul kombinasi gejala.
 Kanker Otak
Sakit kepala, badan terasa lemah, kebas pada lengan dan kaki, perubahan pada
ingatan, kesulitan berjalan, perubahan tidak normal pada penglihatan secara
signifikan, kesulitan bicara.
 Kanker Mulut
Terdapat sariawan pada mulut, lidah, dan gusi yang tidak kunjung sembuh
 Kanker Nasofaring
Perdarahan melalui hidung yang ringan hingga berat, atau sumbatan pada
hidung, telinga nyeri, telinga berdenging, rasa tidak nyaman, keluhan pada
mata berupa pandangan ganda, pembesaran, atau benjolan di leher.
 Kanker Leher Rahim
Gejala paling umum dari kanker leher rahim adalah perdarahan abnormal dari
vagina, atau terdapatnya flek kekuningan yang encer diikuti dengan bau amis
pada vagina. Perdarahan abnormal ini terutama terjadi setelah berhubungan
seksual, tetapi dapat juga muncul perdarahan di antara dua siklus menstruasi
atau setelah menopause. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka
nyeri punggung dapat terjadi diikuti dengan hambatan dalam berkemih serta
pembesaran ginjal.
 Kanker Ovarium
Pada umumnya tidak didapatkan gejala dini pada kanker ini, seandainya ada
biasanya samar-samar. Gejala tersebut di antaranya nyeri pada panggul,
kembung, mudah lelah, penurunan berat badan, konstipasi, dan perdarahan
menstruasi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik, jika didapatkan adanya
suatu massa atau benjolan pada panggul merupakan tanda yang perlu dicurigai.
 Kanker Payudara
Adanya benjolan, penebalan kulit, perubahan bentuk payudara, gatal-gatal,
kemerahan, rasa sakit yang tidak berhubungan dengan menyusui atau
menstruasi.
 Kanker Saluran Pencernaan
Adanya darah dalam kotoran yang ditandai dengan warna merah terang atau
hitam, rasa tidak enak terus-menerus pada perut, benjolan pada perut, rasa
sakit setelah makan, penurunan berat badan.
 Kanker Serviks
Pendarahan di periode-periode datang bulan, pengeluaran darah saat
menstruasi yang tidak seperti biasanya, dan rasa sakit yang luar biasa.
 Kanker Kolon
Pendarahan pada usus, ada darah pada kotoran, perubahan buang air besar
(diare yang terus-menerus atau sulit buang air besar).
 Kanker Kandung Kemih atau Ginjal
Ada darah pada air urine, rasa sakit atau perih pada saat buang air kecil,
keseringan atau kesulitan buang air kecil, sakit pada kandung kemih.
 Kanker Prostat
Kencing tidak lancar, rasa sakit yang terus-menerus pada pinggang belakang,
penis dan paha atas.
 Kanker Darah (Leukimia)
Pucat, kelelahan kronis, penurunan berat badan, sering kena infeksi, mudah
terluka, rasa sakit pada tulang dan persendian, dan mimisan.
 Kanker Kulit
Munculnya benjolan pada kulit yang menyerupai kutil (mengeras seperti
tanduk), infeksi yang tidak kunjung sembuh, bintik-bintik berubah warna dan
ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, perubahan warna kulit berupa bercak-
bercak.

2. DIABETES
Pengertian

Diabetes atau penyakit gula adalah penyakit kronis atau yang berlangsung jangka
panjang. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa) hingga di
atas nilai normal. Diabetes terjadi ketika tubuh pengidapnya tidak lagi mampu mengambil
gula (glukosa) ke dalam sel dan menggunakannya sebagai energi. Kondisi ini pada
akhirnya menghasilkan penumpukan gula ekstra dalam aliran darah tubuh. Penyakit
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi serius,
menyebabkan kerusakan pada berbagai organ dan jaringan tubuh. Contohnya organ seperti
jantung, ginjal, mata, dan saraf. Ada dua jenis utama diabetes, yaitu diabetes tipe 1 dan
tipe 2. Jika dijabarkan, berikut adalah penjelasan mengenai keduanya, yaitu: 

 Diabetes tipe 1: jenis ini adalah penyakit autoimun, artinya sistem imun tubuh akan
menyerang dirinya sendiri. Pada kondisi ini, tubuh tidak akan memproduksi insulin
sama sekali. 
 Diabetes tipe 2: Pada jenis diabetes ini, tubuh tidak membuat cukup insulin atau sel-
sel tubuh pengidap diabetes tipe 2 tidak akan merespons insulin secara normal. 

Penyebab Diabetes

Diabetes disebabkan karena adanya gangguan dalam tubuh, sehingga tubuh tidak


mampu menggunakan glukosa darah ke dalam sel. Alhasil, glukosa menumpuk dalam
darah. Pada diabetes tipe 1, gangguan ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan
menghancurkan sel penghasil insulin.

Akibatnya, tubuh kekurangan atau bahkan tidak dapat memproduksi insulin sehingga
gula yang seharusnya diubah menjadi energi oleh insulin, menyebabkan terjadinya
penumpukan gula dalam darah. Sedangkan pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan
insulin secara normal, tetapi insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal
juga sebagai resistensi insulin.

Faktor Resiko Diabetes

Terdapat beberapa faktor resiko diabetes tipe 1, antara lain :


 Faktor riwayat keluarga atau keturunan, yaitu ketika seseorang akan lebih
memiliki risiko terkena diabetes tipe 1 jika ada anggota keluarga yang
mengidap penyakit yang sama, karena berhubungan dengan gen tertentu.
 Faktor geografi, orang yang tinggal di daerah yang jauh dari garis
khatulistiwa, seperti di Finlandia dan Sardinia, berisiko terkena diabetes tipe 1.
Hal ini disebabkan karena kurangnya vitamin D yang bisa didapatkan dari
sinar matahari, sehingga akhirnya memicu penyakit autoimun.
 Faktor usia. Penyakit ini paling banyak terdeteksi pada anak-anak usia 4–7
tahun, kemudian pada anak-anak usia 10–14 tahun.
 Faktor pemicu lainnya, seperti mengonsumsi susu sapi pada usia terlalu dini,
air yang mengandung natrium nitrat, sereal dan gluten sebelum usia 4 bulan
atau setelah 7 bulan, memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, serta
menderita penyakit kuning saat lahir.
Sementara itu, berikut adalah beberapa faktor risiko dari diabetes tipe 2, antara lain:
 Berat badan berlebih atau obesitas
 Distribusi lemak perut yang tinggi
 Gaya hidup tidak aktif dan jarang beraktivitas atau berolahraga
 Riwayat penyakit diabetes tipe 2 dalam keluarga
 Ras kulit hitam, hispanik, Native American, dan Asia-Amerika, memiliki
angka pengidap lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih
 Usia di atas 45 tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi
sebelum usia 45 tahun
 Kondisi prediabetes, yaitu ketika kadar gula darah lebih tinggi dari normal,
tapi tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai diabetes
 Riwayat diabetes saat hamil
 Wanita dengan sindrom ovarium polikistik, yang ditandai dengan menstruasi
tidak teratur, pertumbuhan rambut berlebihan, dan obesitas.
Gejala Diabetes

Gejala diabetes akan muncul secara bervariasi pada setiap pengidapnya, tergantung
akan tingkat keparahan dan jenis yang diidap. Namun, secara umum ada beberapa gejala
yang akan dialami oleh pengidap diabetes tipe 1 maupun tipe 2, yaitu: 
 Peningkatan rasa haus.
 Peningkatan frekuensi buang air kecil.
 Mudah lelah atau rasa kelelahan terus-menerus.
 Adanya gangguan penglihatan, seperti pandangan yang kabur. 
 Terjadinya infeksi pada tubuh terus-menerus, yang umum terjadi pada bagian
gusi, kulit, maupun area vagina (pada wanita). 
 Penurunan berat badan yang tidak jelas apa penyebabnya. 
 Kehadiran keton dalam urine (keton adalah produk sampingan dari pemecahan
otot dan lemak yang terjadi ketika tidak ada cukup insulin yang tersedia). 
Maka dari itu, segeralah memeriksakan diri ke dokter jika mengalami salah satu atau
sejumlah tersebut. Hal ini bertujuan agar perawatan dapat segera dilakukan, sehingga
risiko akan komplikasi dari diabetes dapat terhindarkan. 

Diagnosis 

Dokter akan mendiagnosis diabetes pada seseorang dengan melakukan wawancara


medis, yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa jenis pemeriksaan kadar glukosa
darah. Contohnya seperti,  tes glukosa puasa, tes glukosa acak dan tes A1c. Nah, berikut
adalah penjabaran akan tes tersebut, yaitu: 
 Tes glukosa plasma puasa: Tes ini paling baik dilakukan di pagi hari setelah
puasa delapan jam (tidak makan atau minum kecuali seteguk air).
 Tes glukosa plasma acak: Tes ini dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu
puasa.
 Tes A1c: Tes ini, juga disebut HbA1C atau tes hemoglobin terglikasi, untuk
mengetahui kadar glukosa darah rata-rata selama dua hingga tiga bulan
terakhir. Tes ini mengukur jumlah glukosa yang melekat pada hemoglobin,
protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Mereka yang
menjalani tes ini, tidak perlu berpuasa sebelum melakukannya. 
 Tes toleransi glukosa oral: Dalam tes ini, kadar glukosa darah pertama kali
diukur setelah puasa semalam. Kemudian pasien minum minuman manis.
Kadar glukosa darah pasien kemudian diperiksa pada jam satu, dua dan tiga.
Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan darah dan urine untuk
membedakan apakah seseorang terkena diabetes tipe 1 atau 2. Nantinya, darah akan
diperiksa untuk autoantibodi (tanda autoimun bahwa imun tubuh menyerang dirinya
sendiri). Sementara itu, urine akan diperiksa untuk mengetahui adanya keton (pertanda
tubuh seseorang membakar lemak sebagai suplai energinya). 

Pengobatan 

Pengobatan akan disesuaikan dengan jenis diabetes yang kamu alami. Terapi insulin
menjadi salah satu pengobatan yang bisa dilakukan oleh pengidap diabetes tipe 1 maupun
tipe 2. Bahkan, pada diabetes tipe 1 yang cukup berat, transplantasi pankreas bisa
dilakukan guna mengatasi kerusakan pada pankreas. Sedangkan pada pengidap diabetes
tipe 2 akan diberikan beberapa jenis obat-obatan. Namun, umumnya ada beberapa
perawatan yang harus dilakukan untuk menurunkan risiko diabetes, seperti:
 Menerapkan Pola Makan Sehat
Jika kamu mengalami penyakit diabetes, sebaiknya atur kembali pola makan
yang sehat. Fokuskan pada asupan buah, sayur, protein tanpa lemak, dan juga
biji-bijian. Tidak hanya itu, kamu juga perlu mengonsumsi serat dan
mengurangi beberapa jenis makanan, seperti makanan yang mengandung
lemak jenuh, karbohidrat olahan, hingga pemanis buatan.
 Rutin Melakukan Aktivitas Fisik
Setiap orang tentunya membutuhkan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan
tetap optimal. Termasuk pengidap diabetes. Olahraga menjadi satu kegiatan
yang bisa dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah dengan mengubahnya
menjadi energi. Kamu bisa memilih untuk melakukan olahraga ringan, seperti
berjalan kaki, berenang, atau bersepeda. Jadikan kegiatan tersebut sebagai
rutinitas harian untuk membantu kamu menghindari kondisi diabetes menjadi
lebih buruk.

Pencegahan 

Meskipun faktor risiko diabetes seperti riwayat keluarga dan ras tidak dapat diubah,
tapi ada faktor risiko lain yang dapat dicegah sedari dini melalui penerapan hidup sehat.
Berikut adalah beberapa langkah gaya hidup sehat yang dapat kamu lakukan mencegah
penyakit diabetes, antara lain:
 Mempertahankan berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan rendah
lemak.
 Mengonsumsi makanan tinggi serat seperti buah dan sayur.
 Mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis.
 Berolahraga secara rutin dan banyak melakukan aktivitas fisik.
 Mengurangi waktu duduk diam terlalu lama, seperti ketika menonton televisi.
 Menghindari atau berhenti merokok.

Komplikasi 

Komplikasi dari diabetes akan berkembang secara bertahap. Semakin lama seseorang
mengidap diabetes dan semakin tidak terkontrolnya penyakitnya, maka akan semakin
tinggi pula risiko komplikasi. Akhirnya, komplikasi diabetes dapat melumpuhkan atau
bahkan mengancam jiwa. Berikut adalah beberapa kemungkinan komplikasi diabetes
secara umum, yaitu: 
 Penyakit kardiovaskular. Diabetes dapat meningkatkan risiko berbagai
masalah pada sistem kardiovaskular. Hal ini termasuk penyakit arteri koroner
dengan nyeri dada (angina), serangan jantung, stroke dan penyempitan arteri
(aterosklerosis). 
 Kerusakan mata (retinopati). Baik diabetes tipe 1 maupun 2 dapat
menyebabkan komplikasi berupa kerusakan retina mata, 
 Kerusakan saraf (neuropati). Kelebihan gula dapat melukai dinding
pembuluh darah kecil (kapiler) yang memberi nutrisi pada saraf terutama pada
kaki. Hal ini dapat menyebabkan kesemutan, mati rasa, terbakar atau nyeri
yang biasanya dimulai pada ujung jari kaki atau jari tangan dan secara
bertahap menyebar ke atas.
Di samping itu, diabetes juga berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal, disfungsi
seksual, hingga keguguran sebagai komplikasinya. 
3. BIPOLAR
Pengertian Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang ditandai dengan perubahan yang drastis
pada suasana hati. Penderita gangguan ini bisa merasa sangat bahagia kemudian berubah
menjadi sangat sedih. Berdasarkan data World Health Organization di tahun 2017, ada
sekitar 45 juta orang di seluruh dunia yang menderita gangguan bipolar. Gangguan ini
merupakan salah satu penyebab utama cacat dan kematian akibat bunuh diri di seluruh
dunia. Gangguan bipolar dapat diderita seumur hidup sehingga memengaruhi aktivitas
penderitanya. Namun, pemberian obat-obatan dan psikoterapi dapat membantu penderita
menjalani kegiatan sehari-hari.
Gangguan bipolar atau mania depresif adalah gangguan mental yang menyebabkan
perubahan suasana hati, energi, tingkat aktivitas, konsentrasi, serta kemampuan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Pengidap bipolar yang sebelumnya merasa sangat
gembira bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat sedih dan putus asa. 
Perubahan suasana hati secara tiba-tiba ini dapat memengaruhi tidur, energi, aktivitas,
perilaku, dan kemampuan berpikir pengidapnya. Gangguan bipolar adalah kondisi seumur
hidup. Artinya, gangguan mental ini tidak benar-benar bisa disembuhkan. Meski begitu,
gejalanya bisa dikelola dengan baik melalui terapi dan pengobatan. 

Gejala Gangguan Bipolar


Terdapat dua fase dalam gangguan bipolar, yaitu fase mania (naik) dan depresi
(turun). Pada periode mania, pengidapnya jadi terlihat sangat bersemangat, enerjik, dan
bicara cepat. Sedangkan pada periode depresi, pengidapnya akan terlihat sedih, lesu, dan
hilang minat terhadap aktivitas sehari-hari. 
 Fase mania
Pengidap gangguan bipolar yang sedang berada dalam fase mania bisa
menunjukkan gejala, seperti:
 Sangat bersemangat, senang, dan mudah tersinggung atau sensitif.
 Sangat gelisah.
 Mengalami penurunan kebutuhan untuk tidur.
 Kehilangan nafsu makan.
 Berbicara dengan sangat cepat tentang banyak hal berbeda.
 Merasa seperti pikirannya berpacu.
 Berpikir bisa melakukan banyak hal sekaligus atau satu waktu.
 Melakukan hal-hal berisiko, seperti makan dan minum secara
berlebihan, menghamburkan uang, atau melakukan hubungan seks
yang sembrono.
 Merasa sangat penting, berbakat, atau kuat
 Fase depresi
Sementara itu, gejala gangguan bipolar fase depresi bisa berupa:
 Sangat sedih, hampa, khawatir, atau putus asa.
 Sangat gelisah.
 Kesulitan tidur, bangun terlalu pagi, atau terlalu banyak tidur.
 Peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan.
 Berbicara dengan sangat lambat, merasa tidak ada yang ingin mereka
katakan, atau banyak lupa.
 Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.
 Merasa tidak mampu melakukan bahkan hal-hal sederhana.
 Tidak berminat untuk melakukan semua aktivitas, dorongan seks yang
menurun atau tidak ada, atau ketidakmampuan untuk merasakan
kesenangan (“anhedonia”).
 Merasa putus asa atau tidak berharga, dan munculnya pikiran tentang
kematian atau bunuh diri.
Berdasarkan perputaran episode suasana hati, ada sebagian pengidap gangguan
bipolar yang mengalami keadaan normal di antara mania dan depresi. Namun, ada pula
yang mengalami perputaran cepat dari mania ke depresi atau sebaliknya tanpa adanya
periode normal (rapid cycling).

Selain itu, ada juga pengidap yang mengalami mania dan depresi secara bersamaan.
Contohnya, ketika pengidap merasa sangat berenerjik, tetapi di saat bersamaan juga
merasa sangat sedih dan putus asa. Gejala ini dinamakan dengan periode campuran (mixed
state). 

Penyebab Gangguan Bipolar

Beberapa ahli berpendapat, kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan


neurotransmitter atau zat pengontrol fungsi otak. Ada juga yang berpendapat bahwa
gangguan bipolar berkaitan dengan faktor keturunan. Beberapa faktor yang diduga bisa
meningkatkan risiko seseorang terkena gangguan bipolar adalah Mengalami stres tingkat
tinggi, pengalaman traumatic, kecanduan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang,
memiliki riwayat keluarga dekat (saudara kandung atau orangtua) yang mengidap
gangguan bipolar.

Faktor Risiko Gangguan Bipolar

Terdapat beberapa faktor yang diduga meningkatkan risiko seseorang terkena


gangguan bipolar, yakni mengalami stres berat, kejadian traumatis, kecanduan akan
minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang, memiliki riwayat keluarga dekat (saudara
kandung atau orangtua) yang mengidap gangguan bipolar.

Diagnosis Gangguan Bipolar

Diagnosis lebih lanjut mengenai kondisi ini sangat dibutuhkan, sebab gejala gangguan
bipolar mirip dengan kondisi lain, seperti penyakit tiroid, serta dampak dari kecanduan
alkohol atau penyalahgunaan NAPZA. Pemeriksaan yang dilakukan bisa dengan metode
wawancara ke keluarga atau kerabat pengidap gangguan bipolar. Wawancara ini terkait
gejala, seperti sejak kapan dan seberapa sering gejala muncul. Kemudian, pengidapnya
akan dirujuk ke psikiater atau dokter spesialis kesehatan jiwa. Psikiater akan melakukan
beberapa pengamatan terkait pola bicara, berpikir, dan bersikap.

Psikiater juga mungkin menanyakan riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit,


hingga pola tidur. Pengidapnya juga mungkin akan diberikan kuesioner yang dapat diisi.
Saat hasil pemeriksaan dirasa cukup, psikiater kemudian akan mengklasifikasikan kondisi
seseorang berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).

Komplikasi Gangguan Bipolar

Jika tidak diobati, gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang
lebih lama dan lebih parah. Misalnya, episode depresi terkait bipolar dapat bertahan
hingga 6 bulan, sedangkan episode mania dapat bertahan hingga 4 bulan tanpa perawatan
berkelanjutan. Pengidap bipolar juga lebih berisiko untuk mengalami hal-hal berikut:
 Penyalahgunaan zat (misalnya, alkohol atau obat-obatan).
 Kecemasan.
 Kondisi jantung dan kardiovaskular.
 Diabetes.
 Berat badan yang tidak sehat (seperti obesitas).
 Pikiran untuk bunuh diri.
Pengobatan Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar adalah penyakit seumur hidup dan gejalanya bisa datang sewaktu-
waktu. Perawatan jangka panjang dan berkelanjutan dapat membantu pengidapnya
mengelola gejala-gejala ini. Nah, berikut sejumlah perawatan yang bisa direkomendasikan
dokter untuk pengidap bipolar:
 Obat-obatan
Jenis obat yang umumnya digunakan untuk mengobati gangguan bipolar
termasuk penstabil suasana hati, antipsikotik, dan antidepresan. Pengidap
bipolar juga kerap kesulitan tidur sehingga dokter seringkali juga meresepkan
obat tidur atau anti kecemasan. Hindari menghentikan pengobatan tanpa
membicarakannya dengan dokter terlebih dahulu. Pasalnya, hal ini dapat
menyebabkan “rebound” atau memburuknya gejala gangguan bipolar. 
 Psikoterapi
Terapi bicara atau psikoterapi sering menjadi bagian dari rencana perawatan
pengidap bipolar. Psikoterapi adalah istilah untuk berbagai teknik pengobatan
yang bertujuan untuk membantu seseorang mengidentifikasi dan mengubah
emosi, pikiran, dan perilaku yang mengganggu. Terapi ini dapat memberikan
dukungan, pendidikan, dan bimbingan kepada orang-orang dengan gangguan
bipolar dan keluarga mereka. 
 Electroconvulsive Therapy (ECT)
ECT adalah prosedur stimulasi otak yang dapat membantu pengidap bipolar
yang mengalami gejala cukup parah. ECT umumnya diberikan bersama obat
anestesi dan ini aman dilakukan. Pengobatan ECT biasanya diperlukan untuk
mengobati episode depresif dan mania yang parah dan ketika pengobatan
lainnya tidak membantu. 
 Transcranial magnetic stimulation (TMS)
TMS sebenarnya pengobatan baru untuk stimulasi otak dengan menggunakan
gelombang magnetik.  Penelitian menunjukkan bahwa TMS bermanfaat bagi
banyak orang dengan berbagai subtipe depresi, tetapi perannya dalam
pengobatan gangguan bipolar masih perlu diteliti lebih lanjut. 
Pencegahan Gangguan Bipolar

Penyebab pasti gangguan bipolar belum diketahui sehingga pencegahannya pun


belum ditemukan. Meski begitu, seseorang yang mengalami gejala bipolar sebaiknya
segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Perawatan
ini juga perlu dilakukan secara berkelanjutan guna mencegah dampak serius dari gangguan
bipolar.  Jika kamu memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar, penting untuk
mewaspadai tanda-tanda bipolar sedini mungkin. Hindari mengonsumsi zat yang dapat
memicu episode mania atau depresi, seperti kafein dalam jumlah berlebih, kokain, ekstasi,
dan amfetamin.  

4. STROKE
Pengertian Stroke

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau
berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke
hemoragik). Tanpa darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi,
sehingga sel-sel pada sebagian area otak akan mati. Kondisi ini menyebabkan bagian
tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik.
Stroke adalah kondisi gawat darurat yang perlu ditangani secepatnya, karena sel otak dapat
mati hanya dalam hitungan menit. Tindakan penanganan yang cepat dan tepat dapat
meminimalkan tingkat kerusakan otak dan mencegah kemungkinan munculnya
komplikasi.

Faktor Risiko Stroke

Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko stroke. Selain stroke, faktor risiko
ini juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung. Faktor-faktor tersebut meliputi:
Faktor kesehatan, yang meliputi:
 Hipertensi.
 Diabetes.
 Kolesterol tinggi.
 Obesitas.
 Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakit jantung bawaan, infeksi
jantung, atau aritmia.
 Sleep apnea.
 Pernah mengalami TIA atau serangan jantung sebelumnya.
 
Faktor gaya hidup, yang meliputi:
 Merokok.
 Kurang olahraga atau aktivitas fisik.
 Konsumsi obat-obatan terlarang.
 Kecanduan alkohol.

Faktor lainnya:
 Faktor keturunan. Orang yang memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami stroke, berisiko tinggi mengalami penyakit yang sama juga.
 Dengan bertambahnya usia, seseorang memiliki risiko stroke lebih tinggi
dibandingkan orang yang lebih muda.
Penyebab Stroke

Berdasarkan penyebabnya, ada dua jenis stroke, yaitu:


 Stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika pembuluh darah arteri yang
membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyempitan, sehingga
menyebabkan aliran darah ke otak sangat berkurang. Kondisi ini disebut juga
dengan iskemia. Stroke iskemik dapat dibagi lagi ke dalam 2 jenis, stroke
trombotik dan stroke embolik.
 Stroke hemoragik. Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di otak
pecah dan menyebabkan perdarahan. Pendarahan di otak dapat dipicu oleh
beberapa kondisi yang memengaruhi pembuluh darah. Kondisi tersebut meliputi
hipertensi yang tidak terkendali, melemahnya dinding pembuluh darah, dan
pengobatan dengan pengencer darah. Stroke hemoragik terdiri dari dua jenis,
yaitu perdarahan intraserebral dan subarachnoid.
Gejala Stroke

Tiap bagian otak mengendalikan bagian tubuh yang berbeda-beda, sehingga gejala
stroke tergantung pada bagian otak yang terserang dan tingkat kerusakannya. Itulah
mengapa gejala atau tanda stroke bisa bervariasi pada tiap pengidap. Namun, umumnya
stroke muncul secara tiba-tiba. Ada tiga gejala utama stroke yang mudah untuk dikenali,
yaitu:
 Salah satu sisi wajah akan terlihat menurun dan tidak mampu tersenyum karena
mulut atau mata terkulai.
 Tidak mampu mengangkat salah satu lengannya karena terasa lemas atau mati
rasa. Tidak hanya lengan, tungkai yang satu sisi dengan lengan tersebut juga
mengalami kelemahan.
 Ucapan tidak jelas, kacau, atau bahkan tidak mampu berbicara sama sekali
meskipun penderita terlihat sadar.
Beberapa gejala dan tanda stroke lainnya, yaitu:
 Mual dan muntah.
 Sakit kepala hebat yang datang secara tiba-tiba, disertai kaku pada leher dan
pusing berputar (vertigo)
 Penurunan kesadaran.
 Sulit menelan (disfagia), sehingga mengakibatkan tersedak.
 Gangguan pada keseimbangan dan koordinasi.
 Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba atau penglihatan ganda.
 

Diagnosis Stroke

Bila mengalami gejala seperti di atas, segera ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan. Agar bisa menentukan jenis penanganan yang paling tepat bagi pengidap
stroke, dokter akan mengevaluasi terlebih dahulu jenis stroke dan area otak yang
mengalami stroke. Sebagai langkah awal diagnosis, dokter bertanya kepada pasien atau
anggota keluarga pasien tentang beberapa hal, yang meliputi:
 Gejala yang dialami, awal munculnya gejala, dan apa yang sedang pasien lakukan
ketika gejala tersebut muncul.
 Jenis obat-obatan yang sedang dikonsumsi.
 Apakah pasien pernah mengalami cedera di bagian kepala.
 Memeriksa riwayat kesehatan pengidap dan keluarga pengidap terkait penyakit
jantung, stroke ringan (TIA), dan stroke.
 Kemudian, dokter melakukan pemeriksaan fisik pasien secara keseluruhan, yang
biasanya diawali dengan memeriksa tekanan darah, detak jantung, dan bunyi bising
abnormal di pembuluh darah leher dengan menggunakan stetoskop. Dokter juga bisa
merekomendasikan pemeriksaan lanjutan, seperti tes darah, CT scan, MRI,
elektrokardiografi, USG doppler karotis, dan ekokardiografi.

Komplikasi Stroke

Stroke dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, dan sebagian besar


komplikasi tersebut berakibat fatal. Beberapa jenis komplikasi yang mungkin muncul,
antara lain:
 Deep vein thrombosis. Sebagian orang akan mengalami penggumpalan darah di
tungkai yang mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut dikenal sebagai deep vein
thrombosis. Kondisi ini terjadi akibat terhentinya gerakan otot tungkai, sehingga
aliran di dalam pembuluh darah vena tungkai terganggu. Hal ini meningkatkan
risiko untuk terjadinya penggumpalan darah. Deep vein thrombosis dapat diobati
dengan obat antikoagulan.
 Sebagian pengidap stroke hemoragik dapat mengalami hidrosefalus, yaitu
menumpuknya cairan otak di dalam rongga jauh di dalam otak (ventrikel). Dokter
bedah saraf akan memasang sebuah selang ke dalam otak untuk membuang cairan
yang menumpuk tersebut.
 Kerusakan yang disebabkan oleh stroke dapat mengganggu refleks menelan,
akibatnya makanan dan minuman berisiko masuk ke dalam saluran pernapasan.
Masalah dalam menelan tersebut dikenal sebagai disfagia. Disfagia dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi.
 

Pengobatan Stroke

Pengobatan khusus yang diberikan pada pengidap stroke tergantung pada jenis
stroke yang dialaminya, stroke iskemik atau stroke hemoragik.
 Pengobatan stroke iskemik. Penanganan awal akan berfokus untuk menjaga
jalan napas, mengontrol tekanan darah, dan mengembalikan aliran darah.
 Pengobatan stroke hemoragik. Pada kasus stroke hemoragik, pengobatan awal
bertujuan untuk mengurangi tekanan pada otak dan mengontrol perdarahan. Ada
beberapa bentuk pengobatan terhadap stroke hemoragik, antara lain dengan
mengonsumsi obat-obatan dan operasi.
 Pengobatan TIA (Transient Ischemic Attack). Pengobatan TIA bertujuan untuk
menurunkan faktor risiko yang dapat memicu timbulnya stroke, sehingga
penyakit jantung tersebut dapat dicegah. Obat-obatan akan diberikan oleh dokter
untuk mengatasinya. Dalam beberapa kasus, prosedur operasi endarterektomi
karotis diperlukan jika terdapat penumpukan lemak pada arteri karotis.

Pencegahan Stroke

Cara mencegah stroke yang utama adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat.
Selain itu, kenali dan hindari faktor risiko yang ada, serta ikuti anjuran dokter. Berbagai
tindakan pencegahan stroke, antara lain:
 Menjaga pola makan. Terlalu banyak mengonsumsi makanan asin dan berlemak
dapat meningkatkan jumlah kolesterol dalam darah dan risiko menimbulkan
hipertensi yang dapat memicu terjadinya stroke. Hindari konsumsi garam yang
berlebihan. Konsumsi garam yang ideal adalah sebanyak 6 gram atau satu sendok
teh per hari. Makanan yang disarankan adalah makanan yang kaya akan lemak
tidak jenuh, protein, vitamin, dan serat. Seluruh nutrisi tersebut bisa diperoleh
dari sayur, buah, biji-bijian utuh, dan daging rendah lemak seperti dada ayam
tanpa kulit.
 Olahraga secara teratur. Olahraga secara teratur dapat membuat jantung dan
sistem peredaran darah bekerja lebih efisien. Olahraga juga dapat menurunkan
kadar kolesterol dan menjaga berat badan serta tekanan darah pada tingkat yang
sehat.
 Berhenti merokok. Perokok berisiko dua kali lipat lebih tinggi terkena stroke,
karena rokok dapat mempersempit pembuluh darah dan membuat darah mudah
menggumpal. Tidak merokok berarti juga mengurangi risiko berbagai masalah
kesehatan lainnya, seperti penyakit paru-paru dan jantung.
 Hindari konsumsi minuman beralkohol. Minuman keras mengandung kalori
tinggi. Jika dikonsumsi secara berlebihan, seseorang rentan terhadap berbagai
penyakit pemicu stroke, seperti diabetes dan hipertensi. Konsumsi minuman
beralkohol berlebihan juga dapat membuat detak jantung menjadi tidak teratur.
 Hindari penggunaan NAPZA. Beberapa jenis NAPZA dapat menyebabkan
penyempitan arteri dan mengurangi aliran darah.

Anda mungkin juga menyukai