Anda di halaman 1dari 17

KATA

PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Paralisis Periodik” referat ini dibuat sebagai persyaratan untuk
mengikuti KKS pada ilmu penyakit saraf di RSUD Bangkinang.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.
Elvina Zuhir, Sp.S dan segenap staff bagian ilmu penyakit saraf RSUD
Bangkinang atas bimbingan dan pertolongannya selama menjalani
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit saraf. Penulis memohon maaf
apabila terdapat banyak kesalahan pada penulisan maupun penyusunan
referat. Kritik dan saran pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan
kesempurnaan referat sangat kami hargai.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah- mudahan referat ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang
menempuh pendidikan.

Bangkinang, 5 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................2

2.1 Definisi...........................................................................................................2

2.2 Etiologi dan Klasifikasi..................................................................................2

2.3 Patogenesis.....................................................................................................3

2.4 Manifestasi Klinis..........................................................................................4

2.5 Penegakan Diagnosis......................................................................................4

2.6 Tatalaksana.....................................................................................................7

2.7 Diagnosis Banding.........................................................................................8

2.8 Prognosis........................................................................................................9

BAB III KESIMPULAN........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I

PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang


Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok sindrom klinis langka yang
ditandai dengan episode kelumpuhan yang berlangsung beberapa menit hingga
hari sebagai akibat dari fluks saluran ion abnormal pada otot rangka. Mutasi
saluran ion yang diturunkan dalam pola dominan autosomal adalah penyebab
sindrom PP primer. Mutasi ini berhubungan dengan perubahan kalium serum dan
bermanifestasi pada masa kanak-kanak hingga dewasa muda. Terdapat 3 tipe
paralisis periodik: Paralisis Periodik Hypokalemi (HypoKPP), Paralisis Periodik
Hyperkalemi (HyperKPP), Paralisis Periodik Normokalemi (NormoKPP).
Hipokalemia dari etiologi lain juga dapat menyebabkan kelemahan ekstremitas,
dan disebut kelumpuhan periodik sekunder (Dissanayake and Padmaperuma,
2018).
Frekuensi kelumpuhan periodik hiperkalemia, paramyotonia congenita (PC),
dan potassium-aggravated myotonias (PAM) tidak diketahui. Paralisis periodik
hipokalemia memiliki prevalensi 1 kasus per 100.000 penduduk.PP tirotoksik
paling sering terjadi pada pria (85%) keturunan Asia dengan frekuensi sekitar 2%
(Naganand Sripathi, 2018). Pada makalah ini akan lebih di bahas periodik
paralisis hipokalemi, dimana Paralisis periodik hipokalemia (HPP) adalah
gangguan neuromuskular yang ditandai dengan kelemahan otot rangka periodik
yang dapat menyebabkan kegagalan otot pernapasan bahkan kematian.1].
Prevalensi HPP adalah 1 dari 100.000 kasus. Kelemahan otot tergantung pada
perubahan kadar kalium serum (<3,5 mmol/dL) yang dapat disebabkan oleh
penyebab primer atau sekunder (Permatasari et al., 2022).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Paralisis Periodik (PP) merupakan kelemahan otot lurik yang
diturunkan secara autosomal dominan, yang dikaitkan dengan kadar
kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi, hiperkalemi, dan
normokalemi, bersifat periodik dan reversibel (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2016).
Paralisis periodik hipokalemia (hypoPP) adalah suatu kondisi di
mana individu yang terkena dapat mengalami episode paralitik dengan
hipokalemia bersamaan (kalium serum <3,5 mmol/L). Serangan paralitik
ditandai dengan penurunan tonus otot (flaccidity) yang lebih menonjol di
proksimal daripada distal dengan refleks tendon dalam yang normal hingga
menurun. Episode berkembang dari menit ke jam dan berlangsung beberapa
menit sampai beberapa hari dengan pemulihan spontan (Frank Weber, MD,
PhD and Frank Lehmann-Horn, MD, PhD, 2018).
Paralisis periodik hipokalemik (HypoKPP) adalah gangguan langka
yang ditandai dengan terjadinya kelemahan otot yang parah secara episodik,
biasanya dipicu oleh olahraga berat atau diet tinggi karbohidrat. Episode
hipoKPP berhubungan dengan kadar kalium serum yang rendah. Sebagian
besar kasus HypoKPP bersifat turun temurun atau kekeluargaan. Bentuk
familial dari HypoKPP adalah saluranopati langka yang disebabkan oleh
mutasi pada salah satu saluran ion kalsium atau natrium, terutama yang
mempengaruhi sel-sel otot rangka. Kasus HipoKPP yang didapat juga
diidentifikasi dan dikaitkan dengan hipertiroidisme. Paralisis periodik
hipokalemia pertama kali dijelaskan pada tahun 1727 oleh Musgrave, pada
tahun 1853 oleh Cavare dan pada tahun 1857 oleh Romberg. Mutasi
penyebab penyakit pada HypoKPP, gen CACNA1S, diidentifikasi oleh
Jurkat-Rott et al. pada tahun 1994 (Prabin Phuyal; Shivaraj Nagalli, 2021).
Semua paralisis periodik adalah serangan kelumpuhan otot, yang
dapat berlangsung beberapa menit hingga berjam-jam atau hari dan
menyebabkan morbiditas dan gangguan kualitas hidup. Serangan sering
dipicu oleh perilaku atau diet, dan sering dikaitkan dengan perubahan
kadar kalium serum. Pada semua bentuk paralisis periodik, paresis iktal
disebabkan oleh depolarisasi sarkolema otot, yang selanjutnya
menyebabkan inaktivasi saluran natrium dan penurunan eksitabilitas serat
(Naganand Sripathi, 2018).

2.2 Etiologi
Kelemahan otot tergantung pada perubahan kadar kalium serum
(<3,5 mmol/dL) yang dapat disebabkan oleh penyebab primer atau
sekunder. Penyebab primer umumnya autosomal dominan, sedangkan
penyebab sekunder termasuk penggunaan diuretik, kehilangan dari saluran
pencernaan, asidosis tubulus ginjal (RTA), hiperaldosteronisme primer,
sindrom Barter, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme. Asidosis tubulus
ginjal mengacu pada defek transpor yang ditandai dengan ketidakmampuan
ginjal untuk mengekskresikan asam (H+) dan mereabsorbsi bikarbonat
(HCO3-) dengan sindrom klinis asidosis metabolik dengan anion gap
normal, hiperkloremia, dan gangguan pengasaman urin. Asidosis tubulus
ginjal dapat disebabkan oleh penyebab primer karena mutasi genetik atau
penyebab sekunder (Permatasari et al., 2022).

Kelumpuhan periodik karena hipokalemia dapat terjadi dalam tiga


keadaan:
1. Kanalopati herediter yang menyebabkan hipokalemia dan
kelumpuhan,

2. Tirotoksikosis yang memicu hipokalemia dan kelumpuhan,


kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik, dan

3. Hipokalemia oleh mekanisme lain yang menyebabkan kelumpuhan


(hipoKPP sekunder).

(Dissanayake and Padmaperuma, 2018).


2.3 Patogenesis

Umumnya gangguan ini biasanya muncul pada masa remaja dengan


pemicu terkait, termasuk konsumsi makanan kaya karbohidrat dan
mengikuti latihan berat (sehingga terjadi pelepasan insulin endogen dan
masuknya kadar relatif kalium ke ruang intraseluler) serta makanan
natrium tinggi dan stres emosional (Liam J Stapleton, 2017).
Dalam kondisi normal keseimbangan ion intraselular dan
ekstraselular yang mengatur voltase potensial istirahat sel (-90 mV) diatur
oleh ion Na+ dan K+ tubuh. Tetapi pada periodik paralisis hipokalemik,
dimana kadar kalium ekstraselular yang lebih rendah mengakibatkan
potensial kalium berubah lebih negative sehingga Na+ lebih banyak masuk
ke intraselular dan kalium terhambat juga lebih sedikit yang keluar ke
ekstraselular. Hal ini mengakibatkan potensial istirahat sel berada pada
voltase -50mV dan menyebabkan gangguan elektrik dan otot tidak dapat
dieksitasi (Gunawan Septa Dinata, 2018)
Paralisis periodik hipokalemik terjadi karena adanya redistribusi
kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara Kelemahan otot
terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat
(resting potential) akibat adanya mutasi gen SACNL1A3, SCN4A, dan
KCNE3, yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltagegated ion
channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot (Sudung O.
Pardede, 2012).
Kadar kalium plasma yang merupakan hasil keseimbangan antara
asupan kalium dari luar, eksresi kalium dan distribusi kalium di ruang
intra- dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang
intraselular, teurta di sel otot rangka. Secara fisiologis (seperti yang telah
dibahas sebelumnya) kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang
nilan 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ -K + -ATPase. Kanal ion
di membrane sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar masuknya ion
dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan
menutup dan bersifat impermiabel terhadap ion Na+ K + , sedangkan
dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka,
memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta
menjaganya dalam keadaan seimbang (Sudung O. Pardede, 2012).
Mutasi gen yang terjadi mengontrol kanal ion sehingga
menyebabkan influks K + berlebihan ke dalam sel otot rangka dan
turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak
dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis
(Sudung O. Pardede, 2012).

HypoPP dikaitkan dengan mutasi pada saluran kalsium


(CACNA1S; 60% dari jenis) dan saluran natrium (SCN4A; 20% dari
jenis). Presentasi klinis identik untuk pasien dengan HypoPP yang
disebabkan oleh kalsium atau mutasi saluran natrium karena defek gen
homolog dari salah satu saluran menyebabkan kebocoran arus yang tidak
normal, yang aktif pada potensial istirahat dan menghasilkan kerentanan
terhadap depolarisasi paradoks serat dan ineksitabilitas dalam pengaturan
K+ ekstraseluler rendah (2,5 hingga 3,5 Meq/L) (Statland, 2018).

Paralisis hipokalemia dapat terjadi akibat perubahan dalam


distribusi transseluler kalium atau mungkin karena penipisan kalium yang
sebenarnya dari ginjal atau ekstrarenal. Paralisis hipokalemia akut
ditandai oleh serangan paralisis flaccid reversibel dengan hipokalemia
secara bersamaan. Secara khas, onset pada masa remaja, serangan dapat
berkisar dari kelemahan ringan pada satu kelompok otot hingga
quadriplegia lengkap yang jarang dengan paralisis pernapasan dan
kematian. Kalium serum yang rendah ditambah dengan kadar kalium otot
yang tinggi menghasilkan hiperpolarisasi membran otot, sehingga tidak
dapat dirangsang. Refleks tendon mungkin berkurang atau tidak ada
(Kumar et al., 2014).
Mutasi fungsi pada saluran SCN4A menyebabkan masuknya
natrium persisten dan depolarisasi otot rangka yang berkelanjutan, yang
karenanya menjadi tidak sensitif terhadap rangsangan saraf. Mutasi
SCN4A tertentu menyebabkan tingkat depolarisasi yang lebih ringan yang
cukup untuk menyebabkan myotonia.6 Pasien-pasien ini rentan terhadap
PP setiap kali masuknya natrium ke dalam sel meningkat. Masuknya
natrium ke dalam sel disertai dengan penghabisan kalium, sehingga
meningkatkan kalium ekstraseluler (Dissanayake and Padmaperuma,
2018).

2.4 Manifestasi Klinis


Pasien dengan PP mengalami onset tanda dan gejala yang biasanya
dimulai pada dekade pertama atau kedua kehidupan. Pasien umumnya
datang dengan serangan intermiten kelemahan otot fokal atau umum,
sering dipicu oleh pemicu. Pasien dapat mengembangkan kelemahan
antara serangan dengan berbagai tingkat keparahan, dan sebagian besar
individu yang terkena menunjukkan kelemahan persisten di kemudian hari
(Kumar et al., 2014).

Tanda dan gejala HypoPP HyperPP

Level iktal K+ Rendah Tinggi/Normal

Usia saat onset Usia 5-35 tahun Sebelum usia 20 tahun

Durasi >2 jam <2 jam

Kekakuan otot Tidak ada Sedang

Kelemahan episode Ya Ya

Kelemahan maksimum Berat Ringan - Berat

Karakteristik wajah Tidak ada Tidak ada

Aritmia Tidak ada Tidak ada

Tabel 1. Manifestasi Klinis PP (Statland, 2018)

2.5 Penegakan Diagnosis


- Anamnesis
Kelumpuhan anggota gerak terutama pada pagi hari setelah bangun
tidur, setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat. Tanda awal
berupa nyeri otot, disusul kelemahan otot, dimulai pada ekstremitas
bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher, Otot pernapasan dan
otot menelan jarang terkena. Keluhan sensorik tidak didapati
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2016)

- Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, 2016):

 Kelumpuhan anggota gerak dan kekuatan otot saat serangan, otot


respirasi dan otot menelan jarang terkena
 Tidak ada gangguan sensoris
 Refleks tendon menurun

- Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis PP dapat dikonfirmasi dengan pengujian genetik, yang


kami rekomendasikan sebagai langkah diagnostik pertama ketika ada
kecurigaan klinis. Semua PP diturunkan secara autosomal dominan.
Pengujian genetik mengidentifikasi mutasi patogen heterozigot pada 60%
hingga 70% pasien yang memenuhi kriteria klinis (Statland, 2018)
Dengan tidak adanya mutasi genetik yang teridentifikasi pada
sekitar 30% pasien, subtipe kelumpuhan periodik dapat dibedakan
berdasarkan presentasi klinis, kadar kalium serum selama serangan, dan
pola kelainan (Statland, 2018)
 Pemeriksaan elektrolit
Kadar kalium serum menurun selama serangan tetapi tidak selalu
di bawah normal. Level kreatin fosfokinase (CPK) meningkat selama
serangan. Dalam penelitian terbaru, gradien konsentrasi kalium
transtubular (TTKG) dan rasio kalium-kreatinin (K / C) membedakan
PP hipokalemia primer dari PP sekunder akibat defisit kalium yang
besar. Nilai lebih dari 3,0 mmol / mmol (TTKG) dan 2,5 mmol / mmol
(PCR) menunjukkan PP hipokalemia sekunder (Naganand Sripathi,
2018).
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan
dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue,
dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan
otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai.
Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat
terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk miogobinuria (Eleanor
Lederer, MD, 2021).
 Elektrokardiografi
EKG mungkin menunjukkan bradikardia sinus dan bukti
hipokalemia (mendatarnya gelombang T, gelombang U di sadapan II,
V 2, V 3, dan V 4, dan depresi segmen ST) (Naganand Sripathi, 2018).
 Tes Provokatif
Tes provokatif berbahaya dan bukan tes diagnostik lini pertama.
Tes pemuatan glukosa oral: Glukosa diberikan secara oral dengan
dosis 1,5 g / kg hingga maksimum 100 g selama periode 3 menit
dengan atau tanpa 10-20 unit insulin subkutan. Kekuatan otot diuji
setiap 30 menit. Profil elektrolit lengkap diuji setiap 30 menit selama 3
jam dan setiap jam selama 2 jam berikutnya. Kelemahan biasanya
terdeteksi dalam 2-3 jam (Naganand Sripathi, 2018).
 Histologi dan EMG
Biopsi otot diantara serangan menunjukkan adanya agregasi
tubular atau vakuola sentral yang tunggal maupun multiple. Pada saat
serangan, tampak penurunan amplitudo pada pemeriksaan EMG yang
ditandai dengan hilangnya aktivitas listrik pada otot yang mengalami
kelemahan. Diantara serangan, hasil pemeriksaan EMG dan KHS
adalah normal, kecuali pada miopati unit motorik, potensial aksi
mungkin dapat terlihat pada pasien dengan kelemahan otot yang
menetap (Gunawan Septa Dinata, 2018).

Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2016)
1. Awitan akut dengan gejala kelumpuhan anggota gerak. Otot respirasi
dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun.
Tidak ada gangguan sensoris.
2. Faktor presipitasi : banyak makan karbohidrat, terlalu lelah, cuaca
dingin.
3. Kadar kalium darah bisa hiperkalemia, normokalemia, atau
hipokalemia. Yang terbanyak hypokalemia

Kriteria diagnostik untuk HypoKPP (Statland, 2018):


Dua atau lebih serangan kelemahan otot dengan serum K <3,5 mEq/L.

1. Satu serangan kelemahan otot pada proband, dan 1 serangan kelemahan


pada 1 relatif dengan serum K <3,5 mEq/L setidaknya dalam 1
serangan.
2. Tiga dari 6 gambaran klinis atau laboratorium:

a. Onset sebelum dekade ketiga,

b. Durasi serangan (kelemahan otot yang melibatkan 1 atau lebih


anggota badan) <2 jam,
c. Pemicu positif (olahraga, stres),

d. Myotonia,

e. Riwayat keluarga positif atau mutasi saluran natrium yang


dikonfirmasi secara genetik, dan
f. CMAP (McMannis Protokol) positif.
3. Pengecualian penyebab lain hipokalemia (ginjal, adrenal, disfungsi
tiroid; asidosis tubulus ginjal; diuretik dan laxative abu.
4. Tidak adanya miotonia (secara klinis atau laten terdeteksi oleh jarum
EMG), kecuali kelopak mata.

2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan periodik paralisis hipokalemia berfokus pada
pemulihan gejala akut dan pencegahan serangan berikutnya. Menghindari
makanan tinggi karbohidrat dan aktivitas yang berat, mengkonsumsi
acetazolamide (Diamox) atau carbonic anhydrase inhibitor dapat
mencegah serangan kelemahan. Pengobatan awal pasien dengan periodik
paralisis hipokalemia familial adalah dengan suplemen kalium oral, dapat
diulang dengan interval 15-30 menit, tergantung dari respon pasien. Dosis
kalium harian dapat mencapai 100-150 meq. Penggantian kalium melalui
jalur intravena harus diberikan jika pasien tidak bisa mengkonsumsi
suplemen kalium oral. Dosis kalium intravena yang diberikan adalah 0,05-
0,1 meq/KgBB dalam manitol 5%, dibolus dahulu sebelum diberikan
secara infus. Kalium infus hanya boleh diberikan sebanyak 10 meq selama
20-60 menit, kecuali pada kondisi aritmia jantung atau gangguan respirasi.
Profilaksis untuk mencegah berulangnya serangan periodik paralisis adalah
dengan pemberian spironolakton 100-200 mg/hari dan acetazolamide 250-
750 mg/hari. Salah satu obat lain yang efektif mencegah episode
kelemahan pada periodik paralisis adalah Dichlorphenamide (Gunawan
Septa Dinata, 2018).
Terapi paralisis hipokalemi biasanya simtomatik, bertujuan
menghilangkan gejala kelemahan otot yang disebabkan hipokalemi.
Terapinya mencakup pemberian kalium oral, modifikasi diet dan gaya
hidup untuk menghindari pencetus, serta farmakoterapi (Ismy, 2020)
 Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan berkurang
 Fase Akut : pemberian K secara per oral atau parenteral (pada
kasus hipokalemia)
 Profilaksis: Diet tinggi Kalium, rendah Na, rendah karbohidrat dan
spironolacton 100 mg / hari p.o
 Tiamin HCl 50 mg / hari
 Fisioterapi pada kelemahan berkepanjangan
 Edukasi : Menghindari faktor pencetus seperti makan banyak
karbohidrat, terlalu lelah, dan cuaca dingin (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2016)
2.7 Diagnosis Banding

Secara umum diagnosis banding periodik paralisis Hipokalemi


karena gastroenteritis, tirotoksikosis, Botulisme,neuropati akibat keracunan
logam berat, SGB, polimiosistis akut, tick paralisis, miastenia gravis, infeksi
HIV, porfira intermitten akut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2016).

Tanda dan HypoKPP Tyrotoxic PP HyperKPP Andersen-


Gejala Tawil
syndrome
Usia saat Dekade >20 tahun Dekade pertama Dekade
onset pertama pertama atau
atau kedua kedua
Frekuensi Jarang Jarang Sering (sampai Tiap bulan
serangan (beberapa beberapa hari)
kali dalam
setahun)
Durasi Jam hingga Jam hingga Menit hingga jam Setiap hari
serangan hari hari
Pemicu Olahraga Olahraga Olahraga Istirahat setelah
Karbohidrat Karbohidrat Puasa olahraga
stress stress Stress
Makanan yang
banyak
mengandung K
Kadar Rendah Rendah Normal/meningkat Rendah,
kalium saat normal,mening
serangan
Gejala Miopati Gejala Myotonia pada Gambaran
terkait onset lambat tirotoksikosis pemeriksaan dismorfik
TSH rendah dan/atau EMG Aritmia
dengan T4 Miopati onset ventrikel
meningkat lambat Interval QT
atau T3 memanjang
meningkat
Etiologi Autosomal Kongenital Autosomal Autosomal
dominant dominant dominant
kongenital kongenital defect kongenital
defect pada pada sodium ion defect pada
kalsium atau channel pada channel
sodium ion membrane otot potassium
channel
pada
membrane
otot
Epidemiologi Pria > Di Asia dan Pria = wanita Variasi
wanita pria > wanita fenotipik
intrafamilial
Tabel 2. Diagnosis Banding Paralisis Periodik (Chao and Akhondi, 2020)

2.8 Prognosis
Prognosis HypoKPP bervariasi antar individu. Serangan kelemahan
otot merespon dengan baik terhadap pemberian kalium oral. Serangan
berulang dari kelemahan otot dapat menyebabkan morbiditas yang
signifikan, meningkatkan penerimaan rumah sakit, dan dengan demikian
dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan profesional pasien. Kematian
yang terkait dengan serangan otot jarang terjadi, tetapi beberapa kematian
akibat pneumonia aspirasi telah dilaporkan (Prabin Phuyal; Shivaraj
Nagalli, 2021).
BAB III
KESIMPULAN

Paralisis Periodik (PP) merupakan kelemahan otot lurik yang


diturunkan secara autosomal dominan, yang dikaitkan dengan kadar
kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi, hiperkalemi, dan
normokalemi, bersifat periodik dan reversibel (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2016).
Pasien dengan PP mengalami onset tanda dan gejala yang biasanya
dimulai pada dekade pertama atau kedua kehidupan. Pasien umumnya
datang dengan serangan intermiten kelemahan otot fokal atau umum,
sering dipicu oleh pemicu. Pasien dapat mengembangkan kelemahan
antara serangan dengan berbagai tingkat keparahan, dan sebagian besar
individu yang terkena menunjukkan kelemahan persisten di kemudian hari
(Kumar et al., 2014)
Penatalaksanaan periodik paralisis hipokalemia berfokus pada
pemulihan gejala akut dan pencegahan serangan berikutnya. Menghindari
makanan tinggi karbohidrat dan aktivitas yang berat, mengkonsumsi
acetazolamide (Diamox) atau carbonic anhydrase inhibitor dapat
mencegah serangan kelemahan. Pengobatan alternatif pada paralisis
periodik hiperkalemia termasuk pengurangan kadar kalium baik dengan
mengurangi asupan atau penggunaan diuretik seperti hidroklorotiazid (V
Sansone 1, G Meola, T P Links, M Panzeri, 2008).
DAFTAR
PUSTAKA

1. Chao, A. and Akhondi, H. (2020) ‘Clinical Review Periodic Paralysis


Syndromes : A T3 Thyrotoxicosis Case and Review of Literature’, pp.
27–33.
2. Dissanayake, H. A. and Padmaperuma, P. (2018) ‘Periodic paralysis :
what clinician needs to know ?’, 6(Figure 1), pp. 284–289. doi:
10.15406/emij.2018.06.00189.
3. Eleanor Lederer, MD, F. (2021) ‘Hypokalemia’, Medscape. Available
at: https://emedicine.medscape.com/article/242008-overview.
4. Frank Weber, MD, PhD and Frank Lehmann-Horn, MD, PhD, M.
(2018) ‘Hypokalemic Periodic Paralysis’, pubmed NCBI. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1338/.
5. Gunawan Septa Dinata, Y. S. (2018) ‘Profil Pasien Periodik Paralisis
Hipokalemia Di Bangsal Saraf RSUP DR M Djamil’, Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018, 7(Supplement 2).
6. Ismy, J. (2020) ‘Periodik paralisis hipokalemia pada anak usia 15’,
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111,
20(2), pp. 115–120. doi: https://doi.org/10.24815/jks.v20i2.18506.
7. Kumar, M. R. et al. (2014) ‘Clinical Profile in Hypokalemic Periodic
Paralysis Cases’, Electronic Journal of General Medicine, 11(1), pp.
6–9. doi: 10.15197/sabad.1.11.02.
8. Liam J Stapleton (2017) ‘Hypokalaemia periodic paralysis’, pubmed
NCBI. doi: 10.1177/0036933017727420.
9. Naganand Sripathi (2018) ‘Periodic Paralyses’, Medscape. Available
at: https://emedicine.medscape.com/article/1171678-overview .
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2016) ‘Panduan
Praktik Klinis Neurologi’, Perdossi, pp. 1–305.
11. Permatasari, C. A. et al. (2022) ‘Hypokalemic periodic paralysis and
renal tubular acidosis in a patient with hypothyroid and autoimmune
disease’, Annals of Medicine and Surgery. Elsevier Ltd, 75(6), p.
103389. doi: 10.1016/j.amsu.2022.103389.
12. Prabin Phuyal; Shivaraj Nagalli (2021) ‘Hypokalemic Periodic
Paralysis’, pubmed NCBI. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559178/.
13. V Sansone 1, G Meola, T P Links, M Panzeri, M. R. R. (2008)
‘Treatment for periodic paralysis’, pubmed NCBI. doi:
10.1002/14651858.CD005045.pub2.
14. Statland, M. J. D. (2018) ‘Review of the Diagnosis and Treatment of
Periodic Paralysis’, pubmed NCBI. doi: 10.1002/mus.26009.
15. Sudung O. Pardede, R. F. (2012) ‘Paralisis Periodik Hipokalemik
Familial’, CONTINUING MEDICAL EDUCATION IDI.

Anda mungkin juga menyukai