Anda di halaman 1dari 8

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
TEHIT
 
 
 
written by
 
NASHWA IBTISAM
ANGGITA TRI WAHYUNI
TIM KREATIF
 
 
DRAFT 4
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Address
Phone
E-mail
 
Pada pagi hari di Suku Tehit,  Rakyat suku yang dipimpin
kepala suku atau ondoafi Ohohako dengan hikmat melaksanakan
upacara adat yaitu menari Diru-Diru Nina. Setelah itu mereka
bersalaman atau saling merangkul satu sama lain tanda
selesainya upacara adat.
Ondoafi Ohohako berkumandang dalam syairnya,
ONDONAFI OHOHAKO
"Wahai rakyatku! Bersenang-
senanglah kamorang di hari bahagia
ini. Kita perlu mensyukuri segala
berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kita semua adalah amanah Tuhan,
untuk menjaga tanah ini. Di sinilah
alam kehidupan dan penghidupan,
bagi siapa yang menghargai
pertiwi."
RAKYAT SUKU TEHIT
"Tehit! Tehit! Tehit!"
 
ujar rakyat suku dengan mengepalkan tangannya ke udara.
Tiba-tiba, seseorang dengan perawakan gemuk dan gagah
berjalan dan membawa dua pesuruh yang berada di belakang
mereka dan hendak mendekati. Di sampingnya tampak seorang
perempuan yang membawa kipas dan berlagak sombong. Tatapannya
terlihat sangat membenci suku Tehit. Dari jauh mereka sudah
berbicara. Pemimpin mereka bernama Guan, ia sedikit
berteriak,
GUAN
"Hai, kalian semua. Hai, hai, hai.
Kalian sedang apa?"
Ohohako mewakili rakyat sukunya berkata,
ONDONAFI OHOHAKO
"Untuk apa kau berada di sini?"
 
Mimik mukanya tampak marah.
ONDONAFI OHOHAKO (CONT'D)
 
“Ini sudah pengalaman kesekian
kalinya suku Tehit didatangi oleh
orang-orang yang tak bertanggung
jawab.”
2.

GUAN
"Tenang, Tuan, tenang. Saya di sini
hanya memberi tahukan Tuan-Tuan
sekalian untuk segera berkemas.
Tanah kalian ini akan dijadikan
pembangunan untuk kepentingan
negara."
ONDONAFI OHOHAKO
"Kepentingan negara katamu?"
RAKYAT SUKU
"Huuu!"
RAKYAT SUKU (CONT'D)
 
Rakyat Suku memukulkan tombak mereka ke tanah
GUAN
"Tuan-Tuan, tenanglah. Apa Tuan-
Tuan masih belum mengerti? Ini
untuk kemajuan negara kita lho.
Dalam rangka pembangunan ekonomi
ini. Masa kalian tidak akan memberi
jalan. Untuk kepentingan Negeri
kalian lho ini."
ONDONAFI OHOHAKO
"Ini hak milik kami! Ini tanah
kami! Jangan salah oy! Kami punya
sertifikat tanah juga!"

RAKYAT SUKU TEHIT


"Huuu!"
Rakyat Suku sudah siap dengan tombaknya dan akan melempar
pada mereka.
Seorang perempuan di sebelahnya mengeluarkan selembar kertas
dari map, dan menyerahkannya pada Guan. Lantas Guan
menunjukkan sertifikat usaha yang ia miliki pada ketua suku.
GUAN
"Ini saya juga bertanda tangan,
Tuan. Langsung dari gubernur.
Sudahlah Tuan, segera berkemas
saja, kalian mau minta tolong
siapa? Di tengah hutan begini,
terpencil sudah. Layaknya ... tidak
ada ruang untuk minoritas. Hei,
sudahlah berkemas saja apa
susahnya?"
3.

Rakyat suku sudah sampai puncak, mereka hendak melemparkan


tombaknya. Namun, gubernur tiba-tiba datang untuk mengawasi.
Ia datang dengan mengecek saku, dan menyiapkan lengannya.
Datang dengan penampilan rapi dan tampak resmi.
GUBERNUR
"Ada apa ini? Ada apa?" Tampangnya
seolah-olah tidak bersalah. Padahal
tanda tangan tertulis nama dirinya.
ONDONAFI OHOHAKO
"Gubernur, tolonglah kami. Jangan
hanya karena kami di sini
terpencil, minoritas, jangan buat
kau bermain ganda Gubernur.
Indonesia butuh kami, dan kami
butuh Indonesia."
Ohohako memohon pada Gubernur walau dirasa menjadi sesuatu
yang tidak mungkin.
GUBERNUR
"Baiklah, rakyat kembali masing-
masing. Akan saya bicarakan dengan
Tuan Guan sebentar."
Gubernur melerai perdebatan antara Guan dan Ondoafi.
Gubernur menjulurkan tangannya ke depan untuk mempersilakan
Ondoafi atau kepala suku menjauh dari keberadaannya.
Sedangkan rakyat suku kembali ke aktivitas biasa.
Gubernur membalikkan badan dan berfokus pada Guan yang duduk
di kursi dan bersantai mengamati sekitaran.
GUBERNUR (CONT'D)
"Tuan, apa maksud?"
GUAN
"Apa salah saya? Mereka sudah saya
katakan demi kepentingan bangsa dan
negara. Tetap saja tidak mau
pindah. Baiknya kau sajalah yang
bicarakan."
GUBERNUR
"Dari mana hak anda untuk menggusur
tanah otoritasku?"
Gubernur menanyakan dengan serius. Jari telunjuknya
mentitahkan kepentingan dari kata-kata yang diucapkannya.
4.

Guan meminta sesuatu dari seorang perempuan di sebelahnya.


Brak! Suara tumpukan uang berjumlah satu milyar di depan
mata. Sangat menggiurkan.
GUAN
"Sudahlah Gubernur, tidak perlu
terlalu fokus dengan masalah ini.
Uang ini untuk anda seorang. Saya
juga yang akan bertanggung jawab
akan kesejahteraan mereka,"
Guan berucap dengan halus.
Gubernur tercekat. Ia tergiur. Dia mengambil tanpa segan.
Lantas ia kembali ke rakyat suku.
GUBERNUR
"Tuan-Tuan yang saya hormati.
Tenang, kali ini sungguh tidak
seperti pengusaha bengis di waktu
lalu. Sekarang Tuan-Tuan, benar-
benar untuk kepentingan bangsa dan
negara. Ekonomi negara harus
bangkit lagi. Jangan sampai
resesi."
TETUA SUKU
"Haah! Sama saja yang dikatakan
seperti tadi! Berkedok
pembangunan!"
Tetua suku kini bersuara
GUBERNUR
"Maaf, Tuan, saya benar-benar
serius. Tidak untuk bermaksud
ganda."
RAKYAT SUKU TEHIT
"Huuu!"
Rakyat Suku kembali tidak mempercayai mereka.
GUBERNUR
"Tuan-Tuan sekalian, kalian tidak
akan pindah. Hanya bergeser saja.
Di bagian sini, kalian akan
tinggal. Karena di sini menjadi
titik prioritas dari projeknya.
Dimohon dengan sangat, Tuan-Tuan
mempersiapkan diri."
Gubernur berkata dengan perlahan.
5.

Rakyat suku kembali dengan rasa kecewa yang amat sangat.


Mereka diam-diam berbincang mempersiapkan perlawanan.
Beberapa barang disalurkan. Dua tiga orang yang dekat dengan
Ondoafi berbincang tampak serius. Kemudian menyebarkan berita
dengan bisik-bisik pada sesama lainnya.

Suatu ketika mereka menyerahkan benda tajam yang dibungkus


dengan kain untuk disalur-salurkan. Atau mereka mempersiapkan
sesuatu untuk mendukung perlawanan mereka.
Setelah berbicara dengan rakyat suku, Gubernur bersalaman
dengan Guan dan meninggalkan suku. Ia sedikit menyinggung
soal kesejahteraan rakyat suku.
GUBERNUR (CONT'D)
"Dengan apa pula anda bertanggung
jawab akan kesejahteraan rakyat
suku?"
GUAN
"Tuan Gubernur, di dalam kotak ini
masih ada satu koma lima lagi.
Pastilah semua akan kebagian rata.
Rata!"
Gubernur tertawa sinis.

***
Malam hari. Rakyat Suku tidur. Guan yang masih duduk di kursi
dan membaca koran ikut tertidur. Ia kemudian dikagetkan
dengan seorang mata-mata yang menyusup ke Suku Tehit. Mata-
mata itu memberitahukan rencana perlawanan dari Suku Tehit.
Kebetulan, Ondoafi terbangun karena tersadar bahwa suara
gesekan barusan itu tidak lain ialah seseorang dan ia
tersadar jika dirinya berada di luar rumah honai. Oleh
karenanya ia langsung bangkit berdiri dan melihat di
sekelilingnya. Ia menghitung jumlah rakyat sukunya. Ia merasa
ada yang kurang satu, dan mencoba membangunkan beberapa orang
yang lain.
Ia yang sebelumnya telah mempersiapkan rakyat suku untuk
perlawanan secara tiba-tiba tanpa kenal waktu, kini rakyat
suku semua kembali tersadar. Dan ada seseorang yang hilang.
Ondoafi tidak mengetahui jika yang hilang itu justru
pengkhianat.
Ia kemudian mengomandoi untuk menyerang Guan secara tiba-
tiba. Sedangkan pasukan Guan sudah siap hendak
membumihanguskan mereka secara sembunyi-sembunyi. Juga karena
malam, maka pergerakan seakan tidak terlalu menarik perhatian
banyak pihak.
6.

Seakan, hilangnya rakyat suku Tehit secara tiba-tiba. Media


bisa saja diputarbalikkan. Karena keadilan jadi sukar, ketika
hukum hanya tegak pada yang bayar.
Di sinilah pertempuran bermula. Guan kaget karena bangunnya
rakyat suku. Guan pun menelpon Gubernur untuk mengamankan
keadaan Rakyat Suku. Walau sesungguhnya dirinya sendiri yang
lebih dulu ingin menyerang, andai saja rakyat suku tidak
bangun.
Gubernur segera datang membawa pasukan. Gubernur datang
malam-malam. Ia kemudian mendekat pada Guan, seolah-olah
sahabat karib yang sudah lama kenal. Hingga mereka saling
bertatap muka, Gubernur menampar Guan. Ia juga menyerahkan
uang sogok yang ia berikan tadinya.
Guan terkejut akan keberpindahan Gubernur menjadi pendukung
rakyat suku.
GUAN
"Gubernur?"
GUBERNUR
"Ya, apa maumu? Bagaimana rakyat
suku bisa menyerang kalian yang
sudah siap pistol di tangan."
GUAN
"Ini hanya kesiapsiagaan, Tuan
Gubernur."
GUBERNUR
"Bahkan peluru dan tombak, lebih
cepat peluru. Tindakan pencegahan
beberapa menit lalu? Sudah sesiap
ini?"
Guan meremehkan Gubernur.
GUAN
"Bagaimana sih anda ini!"
GUBERNUR
"Jangan salah, saya tidak beranjak
pergi ke Istana. Andai Tuan tahu,
seratus meter dari sini, saya
berada untuk pengawasan. Jangan tak
acuhkan negara ini. Kekokohan
semboyan kami sudah terkekang dalam
dada!"
Segera militer dari Gubernur meringkuk mereka semua secara
tiba-tiba. Rakyat suku kemudian melihat salah satu anggotanya
yang menghilang dan ternyata bersama Guan dan pesuruhnya.
7.

RAKYAT SUKU TEHIT


"Hei! Dia di sana! Pengkhianat!
Pengkhianat!"
Salah satu militer Gubernur menenangkan suasana, agar tidak
main hakim sendiri pada akhirnya. Hingga suasana didinginkan.
Lantas rakyat suku tidak jadi berberes serta berterima kasih
pada Gubernur dan Militernya.
Gubernur bersalaman dengan Ondoafi Ohohako serta memberi
hormat pada rakyat suku Tehit lainnya. Ondoafi berkata,
ONDONAFI OHOHAKO
"Terima kasih Sa sampaikan mewakili
segenap rakyat Suku Tehit. Semoga
keadilan selalu tegak. Kita satu,
kita bukan lagi minoritas, kita
bersama. Bhinneka tunggal ika.
Semoga kitorang selalu mendapat
lindungan Tuhan."
GUBERNUR
"Aamiin, Tuan Ondoafi. Terima kasih
kembali pada kalian. Saya beserta
jajaran akan berusaha menjaga
keadilan tanpa pandang bulu. Jangan
segan-segan datang menemui kami.
Kami pamit kembali ke Kota
Kabupaten."
ONDONAFI OHOHAKO
"Lancar sampai tujuan, Tuan
Gubernur,"

Anda mungkin juga menyukai