LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun oleh:
MUH. FARID
25321028
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Tujuan .............................................................................................................................................. 1
C. Ruang Lingkup................................................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................. 3
A. Prinsip Dasar Pengolahan Biologi ................................................................................................. 3
B. Proses Pengolahan Aerobik (Lumpur Aktif) ................................................................................ 4
C. Limbah Cair Air Tahu ................................................................................................................. 13
BAB III METODOLOGI ......................................................................................................................... 14
A. Waktu dan Tempat ....................................................................................................................... 14
B. Alat dan Bahan .............................................................................................................................. 14
1. Tahap Seeding ............................................................................................................................. 14
2. Tahap Aklimatisasi ..................................................................................................................... 14
C. Prosedur ......................................................................................................................................... 15
1. Seeding........................................................................................................................................ 15
2. Pengambilan dan Karakterisasi Limbah Air Tahu ...................................................................... 15
3. Aklimatisasi ................................................................................................................................ 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................. 17
A. Seeding ........................................................................................................................................... 17
B. Karakterisasi Awal Sampel .......................................................................................................... 19
C. Aklimatisasi ................................................................................................................................... 20
1. Tahap Aklimatisasi 1 .................................................................................................................. 20
2. Tahap Aklimatisasi 2 .................................................................................................................. 22
3. Tahap Aklimatisasi 3 .................................................................................................................. 24
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 27
LAMPIRAN............................................................................................................................................... 29
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber air limbah dapat dikategorikan menjadi dua yakni domestik dan industri.
Air limbah industri ialah limbah yang dihasilkan oleh industri selama kegiatan normal, yang
sering mengandalkan sistem pembuangan air limbah lokal untuk pengolahan limbah. Oleh
karena itu,komposisi air limbah, termasuk jumlah dan konstituennya, sangat bervariasi
dari satu tempatke tempat lain, tergantung pada rangkaian sumber, perilaku sosial, jenis
dan jumlah industri dalam daerah tangkapan air, kondisi iklim, konsumsi air, dan sifat
air limbah system pengumpulan. Dengan variasi ini, proses pengolahan air limbah harus
fleksibel secara bawaan,tetapi juga terkadang harus disesuaikan dengan limbah dan kondisi
spesifik (Ahammad, 2013).Pada tahun-tahun awal abad kedua puluh, metode pengolahan
biologis dirancang, dan sekarang telah menjadi dasar pengolahan air limbah di seluruh
dunia (Davies, 2005). Proses pengolahan limbah dengan metode biologi adalah proses
penghancuran atau penghilangan kontaminan dengan menggunakan bantuan
mikroorganisme. Konsep dari pengolahan biologi ini yakni hanya melibatkan
pengurungan bakteri yang terjadi secara alami pada consents yang jauh lebih tinggi dalam
tangki.
Proses lumpur aktif adalah proses pengolahan biologis alami. Ketika lumpur aktif
ditambahkan ke air limbah, organisme dalam cairan campuran ini dengan cepat menguraikan
limbah dalam air limbah yang sedang diolah. Pada proses lumpur aktif ini, dibutuhkan aeratoruntuk
memasukkan oksigen yang akan membantu metabolisme mikroorganisme. Setelah periode aerasi
dan agitasi yang diperlukan dalam tangki aerasi, mixed liquor biasanya mengalir ke tangki terpisah
yang disebut alat penjernih dimana lumpur teraktivasi dibiarkan mengendapdan cairan yang tersisa
dikeluarkan sebagai limbah. Lumpur pengendapan dibuang sebagai limbah yang diaktifkan limbah
atau digunakan kembali dalam tangki aerasi sebagai lumpur yang diaktifkan kembali (Pennsylvania
Department of Environmental Protection, 2014). Kelebihan dari proses Activated Sludge (AS) ialah
prosesnya lebih fleksibel, lebih mudah, dandapat digunakan untuk mengolah limbah dalam jumlah
besar dengan ruang atau tempat yang tidak luas (Ahansazan et.al, 2014). Oleh karena itu, pada mata
kuliah Laboratorium Teknik Lingkungan kali ini akan dilakukan percobaan proses pengolahan
biologi secara aerobic atau menggunakan lumpur aktif konvensional dalam proses penyisihan
limbah cair pencucian industri tahu.
B. Tujuan
Tujuan praktikum pengolahan biologi pada mata kuliah Laboratorium Teknik
Lingkungan ialah sebagai berikut:
1) Mengetahui mekanisme operasi proses aerobik pengolahan limbah cucian tahu di
reactor
2) Menentukan dan membandingkan nilai laju pertumbuhan spesifik
() mikroorganisme pada setiap tahap seeding dan aklimatisasi
1
3) Mempelajari hubungan antara konsentrasi organik (COD) yang berada dalam reaktor
terhadap konsentrasi biomassa sistem dalam menentukan keberhasilan proses
pengolahan limbah secara biologis
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan laporan ini antara lain:
1) Limbah yang digunakan adalah limbah cair pencucian Pabrik Tahu Abang Cibuntu
2) Praktikum dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Program Studi Teknik Lingkungan
ITB.
3) Mikroorganisme yang digunakan untuk proses biakan/ seeding berasal dari septik tank
4) Aklimatisasi mikroorganisme dilakukan dengan 3 tahap
5) Pengolahan limbah cair tahu secara aerobic dengan menggunakan reaktor batch
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
3
• Proses Anoxic
Ini adalah proses yang terjadi tanpa oksigen molekul bebas (O2) dan
menghasilkan energi melalui respirasi anaerob. Mikroorganisme menggunakan
oksigen gabungan dari bahan anorganik dalam limbah (mis., Nitrat) sebagai
akseptor elektron terminal mereka. Proses anoksik yang umum adalah sistem
penghilangan nitrogen biologis melalui denitifikasi.
• Proses anaerobic
Ini adalah proses yang terjadi tanpa adanya oksigen bebas atau gabungan, dan
menghasilkan reduksi sulfat dan metanogenesis. Mereka biasanya
menghasilkan biogas (mis., Metana) sebagai produk sampingan yang
bermanfaat dan cenderung menghasilkan jumlah biosolid yang lebih rendah
melalui pengolahan.
Proses lumpur aktif pertama kali dikandung pada awal 1900-an dengan kata
"diaktifkan" mengacu pada padatan yang mengkatalisasi degradasi limbah. Kemudian
ditemukan bahwa bagian "aktivasi" lumpur adalah campuran kompleks mikroorganisme.
Cairan dalam sistem lumpur aktif disebut "mixed liquor," yang mencakup air limbah dan
organisme di dalamnya. Ada beberapa inkarnasi dari proses lumpur aktif. Desain yang
paling umum menggunakan reaktor tangki berpengaduk konvensional, aerasi step, dan
aliran kontinu. Lumpur aktif konvensional terdiri dari langkah-langkah pretreatment
standar, tangki aerasi, dan clarifier sekunder. Tangki aerasi dapat diangin-anginkan oleh
aerator bawah permukaan atau permukaan yang dirancang untuk memasok oksigen terlarut
yang cukup ke dalam air. mikroorganisme berkembang. Air limbah mengalir melalui
tangki dan mikroorganisme mengkonsumsi bahan organik dalam air limbah. Tangki aerasi
mengalir ke clarifier di mana mikroorganisme dipindahkan. Supernatan clarifier kemudian
ditransfer ke unit-unit desinfeksi atau pengolahan lainnya, dan akhirnya dibuang ke badan
air. Biosolids dari settler didaur ulang kembali ke sistem pengolahan atau dikirim ke
digester untuk diproses lebih lanjut (Ahammad, 2013).
Kelebihan dari sistem lumpur aktif adalah dapat diterapkan untuk hamper semua
jenis limbah cair, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi
fosfor secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan limbah cair
dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya biaya investasi maupun biaya operasi
4
karena sistem ini memerlukan peralatan mekanis seperti pompa dan blower. Biaya operasi
umumnya berkaitan dengan pemakaian energi listrik (Bone, 2017). Gambaran mengenai
proses lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut
5
dimana Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD); BOD5 = BOD5 (mg/l);
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l); V = Volume tangki aerasi
(Gallon).
Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi
lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional
rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi
hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986: Said, 2007). Rasio
F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi
dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin
efisien (Said, 2007).
5) Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu
rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk
proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D)
(Sterritt dan Lester, 1988 dalam Said, 2007).
HRT = 1/D = V/Q
Dimana, V merupakan volume tangka aerasi, Q merupakan laju influent air
limbah ke dalam tangki aerasi, dan D merupakan laju pengenceran.
6) Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka
waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya.
Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur
lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Said, 2007).
dimana :
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l). V = Volume tangki aerasi (L)
SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe = Laju effluent limbah (m3/hari) Qw = Laju influent limbah (m3/hari).
6
sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses pengolahan ini diantaranya kondisi lingkungan dan
nutrient yang optimum juga keberadaan mikroorganisme. Mikroorganisme ini diharapkan
mempunyai kemampuan untuk mendegradasi zat-zat organik yang terkandung dalam
limbah yang akan diolah. (Indriyati, 2003). Oleh karena itu, terdapat tahap persiapan
mikroorganisme agar dapat digunakan untuk melakukan degradasi senyawa yang terdapat
pada air limbah yakni sebagai berikut
1) Seeding
Seeding atau pembiakan dilakukan dengan pemberian nutrisi berupa glukosa
(C6H12O6) kepada bakteri sampai kadar COD menjadi tunak (Syahrin dkk,
2016). Pembibitan adalah langkah utama dalam memulai proses dalam lumpur
aktif. Bakteri yang muncul dalam benih adalah kontributor utama untuk arah,
laju proses dan nasib polutan. "Benih" adalah titik awal untuk proses
pencernaan dan pertumbuhan bakteri (Banister S.S.et.al, 1998 dalam ). Tanpa
penyemaian, prosesnya tidak dapat dimulai. Keuntungan lain penyemaian atau
seeding ini adalah pengurangan volume proses melalui penurunan usia lumpur
kritis, pencegahan endapan lumpur dan penghapusan polutan spesifik oleh
bakteri yang secara khusus disesuaikan. Seeding biasanya dilakukan pada saat
start-up pabrik dan daur ulang lumpur aktif, sehingga disesuaikan untuk
mempertahankan tingkat kultur bakteri yang diperlukan untuk MLSS yang
diperlukan (Mixed Liquor Suspended Solids). Namun, ketika perubahan dalam
beban influen terjadi, MLSS akan menurun tajam dan penyemaian ulang bakteri
diperlukan, sesuai kebutuhan proses (Rao dan Subrahmanyam, 2004).
2) Aklimatisasi
Untuk memperoleh mikroorganisme yang mampu mendegradasi zat-zat
organik dalam limbah, maka sebelumnya dilakukan proses pengadaptasian atau
aklimatisasi mikroorganisme. Dengan proses ini diharapkan mikroorganisme
dominan yang dapat beradaptasi dengan limbah diperoleh. Mikroorganisme
dominan ini mampu mendegradasi dan memanfaatkan bahan-bahan organik
dan anorganik yang terdapat dalam limbah cair dan dapat membentuk flok
seperti mikroorganisme jenis bakteri. (Kurniawan, 2014)
Menurut Indriyati (2003), tahap aklimatisasi bertujuan agar mikroorganisme
yang digunakan dalam proses degradasi beradaptasi terlebih dahulu dengan
bahan baku yang akan diolah sehingga mikroorganasime dapat bekerja secara
maksimal. Tahap aklimatisasi merupakan tahap mengkondisikan
mikroorganisme agar mikroorganisme dapat hidup dan melakukan penyesuaian
diri terhadap lingkungan baru.
Pada tahap aklimatisasi, limbah dimasukkan ke dalam tangki aerob, lumpur
aktif kemudian dicampur dengan starter bakteri yang telah dibuat dan diaerasi
selama 1 minggu karena pada waktu ini mikroorganisme sedang mengalami
fase pertumbuhan lag (eksponensial) (Mulyana, 2013 dalam Kurniawan, 2014).
Pada proses aklimatisasi mikroorganisme tidak diberi nutrisi sampai
konsentrasi COD turun yang menandakan telah adanya aktivitas
7
mikroorganisme. Aklimatisasi dengan pemberian makanan secara bertahap
dilakukan agar bakteri tersebut terbiasa dengan konsentrasi yang kecil dahulu,
jika sudah mulai kekurangan makanan baru dinaikkan konsentrasi makanannya.
Jika pemberian makanan langsung pada konsentrasi yang besar, bakteri yang
masih rentan dan belum banyak jumlahnya akan mengalami shock loading,
karena bakteri belum mampu untuk mendegradasi bahan organik (Indriyati,
2003).
Menurut Ananda (2017) Pengukuran parameter pH, temperature dan COD
selama aklimatisasi dilakukan untuk mengetahui kesiapan substrat untuk
dilakukan proses selanjutnya. Peningkatan pH menunjukkan bahwa telah
adanya aktivitas organisme, kemudian temperature dimana pada rentang 25-
35⁰C umumnya mampu mendukung laju reaksi biologi secara optimal dan
menghasilkan pengolahan yang lebih stabil (Tchobanoglous, 2004 dalam
Ananda 2017). Selanjutnya terdapat parameter COD yang menjadi batas
penentu apakah substrat telah steady state. Proses aklimatisasi ini dikatakan
selesai ketika efisiensi penyisihan COD telah konstan (steady state) dengan
fluktuasi yang tidak lebih dari 10% (Herald, 2010 dalam Ananda, 2017). Hal
ini berarti mikroorganisme siap untuk dilakukan proses selanjutnya.
3) Pertumbuhan bakteri
Beberapa bakteri dapat menggandakan biomassa mereka hanya dalam 20 menit,
dengan syarat kondisi suhu, pH yang tepat, dan banyak karbon organik, nutrisi
lain, elemen pelacak, dll. Perhatikan bahwa satu bakteri memiliki kapasitas
terbatas untuk pertumbuhan, hanya tumbuh dari ukuran anak yang diproduksi
pada saat pembelahan hingga ukuran sel normal. Oleh karena itu tingkat
pertumbuhan diukur sebagai peningkatan jumlah sel dengan waktu. Kondisi
yang diperlukan untuk pertumbuhan bervariasi antara spesies bakteri. Namun,
ada beberapa prinsip umum. Tingkat pertumbuhan yang diamati adalah hasil
dari faktor genetik dan lingkungan. Bentuk kurva pertumbuhan, dan laju
pertumbuhan maksimumnya dalam kondisi optimal ditentukan secara genetic.
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ialah
konsentrasi substrat. Substrat utama untuk pertumbuhan adalah BOD, atau
COD. Dengan peningkatan konsentrasi substrat, laju pertumbuhan meningkat
secara eksponensial dan kemudian turun. Jadi, dengan semakin meningkatnya
konsentrasi media dalam medium, maka tidak ada lagi peningkatan dalam
pertumbuhan. Bakteri berada pada tingkat pertumbuhan maksimum mereka
(Davies, 2005). Fase pertumbuhan bakteri dapat dibagi dalam beberapa tahap
sebagai berikut:
a) Fase Lag
Fase pertama yang diamati dalam kondisi batch adalah fase lag di mana
tingkat pertumbuhan pada dasarnya nol. Ketika inokulum ditempatkan ke
dalam media segar, pertumbuhan dimulai setelah periode waktu yang
disebut fase lag. Fase lag didefinisikan sebagai transisi ke fase eksponensial
setelah populasi awal meningkat dua kali lipat. Fase lag diduga disebabkan
8
oleh adaptasi fisiologis sel terhadap kondisi kultur. Ini mungkin melibatkan
persyaratan waktu untuk induksi RNA messenger spesifik (mRNA) dan
sintesis protein untuk memenuhi persyaratan kultur baru (Maier, 2008).
b) Fase Eksponensial
Fase kedua pertumbuhan yang diamati dalam sistem batch adalah fase
eksponensial. Fase eksponensial dikarakterisasi oleh periode pertumbuhan
eksponensial - pertumbuhan paling cepat yang dimungkinkan oleh kondisi
yang ada dalam sistem batch. Selama pertumbuhan eksponensial, laju
peningkatan sel dalam kultur sebanding dengan jumlah sel yang ada pada
waktu tertentu (Maier, 2008).
c) Fase Stasioner
Fase ketiga pertumbuhan adalah fase diam. Fase stasioner dalam kultur
batch dapat didefinisikan sebagai keadaan tidak ada pertumbuhan bersih,
yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
d) Fase kematian
Fase terakhir dari kurva pertumbuhan adalah fase kematian, yang ditandai
dengan hilangnya sel-sel yang bisa dikultur. Bahkan dalam fase kematian
mungkin ada sel-sel individual yang memetabolisme dan membelah, tetapi
lebih banyak sel yang hilang daripada yang diperoleh sehingga ada kerugian
bersih sel-sel yang hidup. Fase kematian sering bersifat eksponensial,
meskipun laju kematian sel biasanya lebih lambat daripada laju
pertumbuhan selama fase eksponensial (Maier, 2008).
9
4) Kinetika Pertumbuhan Bakteri
Laju pertumbuhan spesifik (µ) mikroorganisme ialah nilai yang menyatakan
apakah suatulimbah bersifat biodegradable atau tidak. Nilai µ dapat ditentukan
dengan menggunakan kinetika persamaan orde satu. Pertumbuhan bakteri pada
reaktor dapat diberikan dengan persamaan sebagai berikut
10
substrat (massa / volume), dan Ks adalah konstanta setengah saturasi (massa /
volume) juga dikenal sebagai tetapan afinitas
Persamaan di atas dikembangkan dari serangkaian percobaan yang dilakukan
oleh Monod. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi substrat
yang rendah, laju pertumbuhan menjadi fungsi dari konsentrasi substrat. Jadi,
Monod merancang Persamaan tersebut untuk menggambarkan hubungan antara
laju pertumbuhan spesifik dan konsentrasi media. Ada dua konstanta dalam
persamaan ini, maks, laju pertumbuhan spesifik maksimum, dan Ks, konstanta
setengah saturasi, yang didefinisikan sebagai konsentrasi substrat di mana
pertumbuhan terjadi pada setengah nilai maks. Baik µmax dan Ks
mencerminkan sifat fisiologis intrinsik dari jenis mikroorganisme tertentu.
Mereka juga tergantung pada substrat yang digunakan dan pada suhu
pertumbuhan. Persamaan monod ini diasumsikan bahwa tidak ada nutrisi selain
substrat yang membatasi dan tidak ada produk sampingan metabolisme yang
menumpuk (Maier, 2008).
11
Gambar 5. Kurva Lineweaver burk 1/µ terhadap 1/s.
Y adalah koefisien yield (massa biomassa yang diproduksi per massa substrat
yang dikonsumsi). Sebagai contoh nilai koefisien hasil Y = 0,2 menunjukkan
bahwa 20 mg biomassa diproduksi untuk setiap 100 mg substrat yang
dikonsumsi. perhatikan bahwa Y untuk karbon organik selalu <1 karena
organisme tidak 100% efisien dalam mengubah substrat menjadi biomassa dan
karena beberapa energi harus dikeluarkan untuk pemeliharaan sel. Koefisien
yield juga umum diterapkan untuk menghubungkan tingkat pemanfaatan
substrat (dS / dt) dengan tingkat pertumbuhan organisme (dX / dt) (Mihelcic,
1999).
12
Subsitusi persamaan Monod sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut
(Mihelcic, 1999)
1) Karakteristik Fisika
Karakteristik fisik yang penting adalah kandungan padatan total (total solid), suhu,
warna, dan bau. Padatan total terdiri dari padatan larutan, terendam, terapung,
bersuspensi dan koloid. Suhu limbah cair tahu berkisar antara 40-600C. limbah cair
tahu berwarna keruh keputih-putihan dan berbau busuk.
2) Karakteristik Kimia
Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan
minyak. Protein dan minyak merupakan kandungan terbesar diantara bahan organik
diatas. Limbah cair tahu cenderung bersifat asam (Sugiharto, 2005).
Menurut Bahri (2006), limbah cair yang dihasilkan industri tahu banyak mengandung
senyawa organik, dan sedikit senyawa anorganik. Senyawa organik apabila berada pada
konsentrasi tinggi akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Air limbah
dari industri tahu memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air. Kandungan
fosfor, nitrogen dan sulfur serta unsur hara lainnya dengan konsentrasi tinggi di dalam air
akan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi demikian lambat laun akan
menyebabkan kematian biota dalam air.
13
BAB III METODOLOGI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metodologi penelitian proses pengolahan biologi,
mulai dari tahapan seeding, aklimatisasi hingga running pengolahan secara biologi.
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada 4 Maret – 28 April 2022 di Laboratorium Air Jurusan
Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Pengambilan sampel air limbah
dilakukan pada tanggal 1 April 2022 di Pabrik Tahu Abang Cibuntu, l. Soekarno-Hatta
No.279, Babakan, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung. Lokasi pengambilan sampel
dapat dilihat pada gambar berikut.
2. Tahap Aklimatisasi
a. Alat
1) Reaktor biologis
2) Aerator
14
3) Gelas kimia
4) Neraca analitik
5) Selang
b. Bahan
1) Lumpur aktif
2) Aquadest
3) Sukrosa
4) NH4Cl
5) KH2PO4
6) Limbah Pencucian Tahu
C. Prosedur
1. Seeding
Seeding dilakukan secara batch dalam reaktor berukuran ±5 L dengan memberikan
substrat glukosa, nutrient N dan P dalam bentuk (NH4)2SO4 dan K2HPO4. Pada
praktikum ini seeding dilakukan untuk memberi nutrisi biomassa dengan
menambahkan larutan glukosa. Parameter pertumbuhan bakteri diukur setiap hari
sampai jumlah bakteri mencapai lebih dari 2.000 mg/l. Adapun proses seeding yang
dilakukan yaitu sebagai berikut:
a) Memasukkan biakan bakteri/biomassa dengan volume 2 L ke dalam reaktor
b) Menambahkan aquades ke dalam masing-masing reaktor hingga volume
mencapai 5 L.
c) Memberikan tambahan nutrient sukrosa, N, dan P.
d) Menyalakan aerator di dalam reaktor
e) Mengecek pH, DO, dan TSS secara berkala
f) Apabila telah mencapai 2000 mg/L, maka percobaan dilakukan ke tahap
aklimatisasi
3. Aklimatisasi
Setelah dilakukan seeding, maka percobaan dilanjutkan ke tahap aklimatisasi untuk
mengadaptasikan bakteri dengan limbah yang akan diolah. Proses aklimatisasi
dilakukan dalam 3 tahap yang dilakukan secara berurutan dengan perbedaan tiap tahap
terletak pada rasio komposisi larutan sukrosa (C12H22O11) atau gula pasir sebagai
sumber karbon dan limbah atau substrat. Selain itu, ditambahkan juga nutrien N dan P
dalam bentuk (NH4)2SO4 dan K2HPO4 dengan rasio perbandingan C : N : P yang
digunakan pada percobaan ini yakni 100 : 10: 1. Adapun tahapan yang dilakukan dalam
aklimatisasi ini yaitu sebagai berikut:
a) Mengendapkan biomassa di dalam reaktor
15
b) Menghitung kebutuhan COD sebagai substrat, N sebagai NH4Cl dan P dari PO4
dan persiapan kebutuhan bahan yang akan dimasukkan dalam reaktor
c) Mengeluarkan air dalam reaktor hingga tersisa endapan biomassa
d) Membuat larutan gula dengan mencampurkan akuades dengan sukrosa
e) Menambahkan air limbah dan larutan gula ke dalam reaktor (sesuai rasio
perbandingan per tahap aklimatisasi)
f) Menambahan akuades ke dalam reaktor hingga 4 L
16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Seeding
Untuk memperoleh mikroorganisme yang akan digunakan dalam proses
pengolahan limbah singkong secara biologi, maka dilakukan penumbuhan mikroorganisme
mixed culture yang berasal dari tangki septik atau dikenal dengan proses seeding. Pada
proses seeding digunakan sumber substrat berupa C yakni glukosa, N berupa NH4Cl, P
berupa KH2PO4. Pengukuran parameter lingkungan yang dilakukan selama proses seeding
ialah pengukuraan pH, dan DO yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Selama proses seeding, nilai DO (Dissolved Oxygen) berada dalam rentang nilai
7.2 – 8.8 dimana nilai tersebut optimum atau berada di atas nilai minimum yang dianjurkan
untuk pengolahan biologi aerob yakni minimum 3-4 mg/L. Adapun dikutip dari
Tchobanoglous (2003), sistem lumpur aktif secara batch yang mengikuti pertumbuhan
kurva bakteri, nilai DO harus dapat dipertahankan tetap berada diatas 2 mg/L untuk tetap
mempertahankan bakteri tersebut di dalam sistemnya.
Selanjutnya disajikan grafik hubungan COD dan TSS yang didapatkan dari hasil
pengukuran pada Gambar berikut.
17
Sumber : Hasil Pengukuran Kelompok 1, 2022.
Gambar 8. Hubungan COD dan TSS Proses Seeding
Berdasarkan trend grafik pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa laju
pertumbuhan mikroorganisme yang dilihat dari TSS meningkat seiring bertambahnya
waktu. Berdasarkan konsep teori yang dikembangkan Tchobanoglous (1991) diperoleh
bahwa proses seeding baru dapat dikatakan berakhir setelah mencapai kekonstanan nilai
TSS pada rentang atau mendekati 2000- 4000 mg/L. Karena nilai TSS pada hari ke-8
meningkat dan telah mendekati rentang TSS konstan yang telah disebutkan, tahap seeding
dapat dihentikan dan dilanjutkan dengan aklimatisasi.
Analisis selanjutnya ialah kinetika pertumbuhan biomassa atau mikroorganisme
pada proses seeding. Kurva pertumbuhan spesifik ini ditentukan dengan memplot data
waktu pertumbuhan bakteri sebagai sumbu x dengan nilai ln TSS (ln X/Xo) untuk sumbu
y yang dapat dilihat pada gambar berikut.
18
Dari gambar di atas, diperoleh grafik hasil plot antara waktu pertumbuhan bakteri
(sumbu x) dengan ln X/Xo (sumbu y) pada proses seeding sehingga diperoleh konstanta
pertumbuhan spesifik ( ). Nilai diperoleh dari persamaan regresi linier yakni merupakan
nilai slope persamaan. Oleh karena itu pertumbuhan spesifik biomassa (µ) pada tahap
seeding adalah sebesar 0,2956/hari dengan nilai R2 ialah 0,5208. Berikutnya ditampilkan
penentuan nilai kinetika degradasi substrat dapat dilihat pada gambar berikut
Dari gambar di atas didapatkan nilai laju degradasi substrat ialah 0,1334
mg/L.hari1, di mana nilai tersebut lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhannya, maka
proses seeding dapat menghasilkan yield bakteri yang besar.
pH 3,74
19
Berdasarkan tabel di atas, hasil pengukuran menunjukkan bahwa sampel air
memiliki kandungan COD sebesar 7000 mg/L, sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri,
persyaratan air limbahnya ialah COD adalah 300 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa
parameter COD dalam sampel air limbah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Selain
itu, untuk parameter pH yang nilainya 3,74 termasuk asam dan tidak berada dalam range
pH baku mutu yakni 6-9.
C. Aklimatisasi
Proses aklimatisasi merupakan proses dimana mikroorganisme atau bakteri dalam
reaktor diadaptasikan dengan limbah pencucian tahu sebagai substrat pada percobaan kali
ini. Berdasarkan tabel karakteristik awal limbarm beban COD nya ialah sebesar 7000
mg/L, sehingga mikroorganisme harus dibiasakan pada kondisi tersebut agar dapat
menyisihkan senyawa organik di dalam limbah. Dalam proses aklimatisasi ini nantinya
akan dilakukan 3 tahapan dengan variasi pemberian substrat menggunakan limbah cair
pencucian tahu dan larutan sukrosa untuk menghindari terjadinya shock loading.
Perbandingan larutan sukrosa dengan limbah cair pencucian singkong pada masing masing
tahap adalah tahap 1 sebesar 70:30, tahap 2 sebesar 30:70, dan tahap 4 atau akhir ialah
0:100. Kemudian volume lumpur yang digunakan untuk setiap tahapan aklimatisasi adalah
berjumlah 1 liter.
Dalam proses aklimatisasi dilakukan pengecekan terhadap beberapa parameter
yakni TSS dan COD. Parameter COD diukur karena COD merupakan indikator pencemar
yang dapat menunjukkan banyak sedikitnya zat organik yang terkandung dalam limbah.
Selain itu nilai COD yang diukur digunakan sebagai indikator keberhasilan aklimatisasi
sekaligus penanda bakteri sudah dalam kondisi steady state. Patokan dari aklimatisasi
adalah terjadi ketika nilai COD sudah berkurang secara konstan dengan nilai degradasi
pernah mencapai 20% atau kurang. Selain itu terdapat pula pengukuran dan pemberian
nutrien N dan P untuk menyesuaikan rasio C:N:P dalam reaktor untuk proses aklimatisasi
yakni 100:10:1.
1. Tahap Aklimatisasi 1
Pada tahap aklimatisasi 1, pemberian substrat dilakukan dengan rasio perbandingan
antara larutan sukrosa dan limbah cair pencucian tahu ialah 70:30. Perbandingan
tersebut didasarkan pada dasar untuk memastikan tingkat adaptabilitas bakteri terhadap
tipe substrat baru.
Pada proses aklimatisasi 1 yang berlangsung dari 1 hingga 8 April 2022. Berikut
digambarkan grafik yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi substrat (nilai
COD) dengan nilai pertumbuhan bakteri (TSS) selama tahap aklimatisasi yang dapat
dilihat pada di bawah ini.
20
Aklimatisasi 1
2500
2000
1500
1000
500
0
1 2 3 4 5
Hari Ke-
TSS COD
21
Selanjutnya untuk kinetika degradasi substrat untuk proses aklimatisasi 1 ini dapat
dilihat pada gambar di bawah. Berdasarkan Gambar tersebut diperoleh konstanta laju
penyisihan substrat pada tahap aklimatisasi 1 adalah -0,1085 mg/L.hari-1.
2. Tahap Aklimatisasi 2
Pada tahap aklimatisasi 2, pemberian substrat dilakukan dengan rasio perbandingan
antara larutan sukrosa dan limbah cair pencucian tahu ialah 30:70. Perbandingan
tersebut ditingkatkan dengan komposisi limbah cair pencucian tahu yang lebih tinggi
karena bakteri telah mulai beradaptasi dengan air limbah.
Pada proses aklimatisasi 1 yang berlangsung dari 11 hingga 18 April 2022. Berikut
digambarkan grafik yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi substrat (nilai
COD) dengan nilai pertumbuhan bakteri (TSS) selama tahap aklimatisasi yang dapat
dilihat pada di bawah ini.
22
Berdasarkan gambar di atas, pada aklimatisasi 2, konsentrasi COD awal yang
diolah sebesar 2000 mg/L hingga berkurang menjadi 1120,5 mg/L dan TSS dari 2000
mg/L menjadi sebesar 1346,67 mg/L. Dari grafik tersebut, terlihat tren konsentrasi
COD dan TSS yang saling berkebalikan sejak hari kedua, di mana terjadi tren
penurunan konsentrasi COD yang cenderung menunjukkan bahwa mikoorganisme
menggunakan sukrosa dan limbah cair tahu sebagai sumber karbon. Selain itu, pada
grafik tersebut juga menampilkan pola peningkatan nilai TSS menandakan bahwa
terjadi peningkatan kuantitas mikroorganisme dalam reaktor. Grafik kinetika
pertumbuhan biomassa pada proses aklimatisasi 2 dapat dilihat pada gambar sebagai
berikut.
23
3. Tahap Aklimatisasi 3
Pada tahap aklimatisasi 3, running 100% limbah, pemberian substrat dilakukan
dengan rasio perbandingan antara larutan sukrosa dan limbah cair pencucian tahu ialah
0:100. Perbandingan tersebut ditingkatkan dengan komposisi limbah cair pencucian
tahu yang lebih tinggi karena bakteri telah mampu untuk lebih beradaptasi dengan air
limbah.
Pada proses aklimatisasi 1 yang berlangsung dari 20 hingga 28 April 2022. Berikut
digambarkan grafik yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi substrat (nilai
COD) dengan nilai pertumbuhan bakteri (TSS) selama tahap aklimatisasi yang dapat
dilihat pada di bawah ini.
24
Sumber : Hasil Percobaan Kelompok 1, 2022.
Gambar 18. Kinetika Pertumbuhan Aklimatisasi 3
25
BAB V KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Adany, Fildzah. 2017. Review: proses pengolahan air limbah secara fisika, kimia dan biologi
Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya
Agarwal et.al. Brunauer-Emmett-Teller (B.E.T.), Langmuir and Freundlich Isotherm Studies for
the Adsorption of Nickel Ions onto Coal Fly Ash. Asian Journal of Water, Environment
and Pollution, Vol. 13, No. 2 (2016), pp. 49–53
Ahammad et.al. Wastewater Treatment : Biological
Ahansazan, et.al. Activated Sludge Process Overview. International Journal of Environmental
Science and Development, Vol. 5, No. 1, February 2014
Ananda, Rizki Amalia, Etih Hartati, Salafudin. 2017. Seeding dan Aklimatisasi pada Proses
Anaerob Two Stage System menggunakan Reaktor Fixed Bed. Jurnal online Itenas nomor
1 vol. 6
Andita Rachmania Dwipayanidan dan Suprihanto Notodarmodjo. Penggunaan Lempung Sebagai
Adsorben Dan Coagulant Aid Dalam Penyisihan Cod Limbah Cair Tekstilthe Use Of Clay
As Adsorbent And Coagulant Aid In Cod Removal From Textile Wastewater. Jurnal
Teknik Lingkungan Volume 19 Nomor 2, Oktober 2013 (Hal 130-139)
Davies, Peter Spencer. 2005. The Biological Basis of Wastewater Treatment. Strathkelvin
Instruments.
Eckenfelder W Wesley Industrial Water Pollution Control [Book]. - New York : McGraw Hill
Companies, Inc, 2000. - Third Edition : p. 389. - IESBN 0-07-116475-5.
Gawande et.al. 2014. Adsorption and its Isotherm – Theory. International Journal of Engineering
Research ISSN:2319-6890 (online), Volume No.6, Issue No.6, pp:312-316
Grady, C. P. L.Jr.; dan H. Lim. 1980. Biological Wastewater Treatment. Theory and
Applications. Marcel Dekker Inc., New York.
Herlambang, Arie. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif. Diakses
di http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html
Indriyati. 2003. Proses Pembenihan (Seeding) dan aklimatisasi pada reaktor tipe fixed Bed.
BPPT. J.Tek.Ling. P3TL-BPPT.(2):54-60
Kholifah, Khusnul (2012) Uji kemampuan Scenedesmus sp dalam mendegradasi polutan limbah
cair tapioka. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Kurniawan, Agung , Rizki Purnaini, Berlian Sitorus. 2014. Rancang Bangun Sistem Pengolahan
Limbah Cair Domestik Terpadu (compact system). Pontianak. Universitas Tanjungpura
Kurniawan, Allen. 2013. Penentuan Koefisien Biokinetik dan Nitrifikasi pada Proses Biologi
Limbah Air
27
Lin Shun Dar Water and Wastewater Calculations Manual [Book] / ed. Lee C. C.. - New York :
McGraw Hill Companies, Inc, 2007. - Second Edition : p. 961. - ISBN 0-07-147624-5.
Maier. 2008. Chapter 3 : Bacterial Growth, Environmental Microbiology. Academic Press Inc.
Metcalf & Eddy, Inc. (2003). Wastewater engineering : treatment and reuse. Boston
:McGraw-Hill
Mihelcic. 1999. Fundamental of Environmental Engineering. John Wiley & Sons, Inc.
Nusa I. Saiddan Kristianti Utomo. 2007. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Proses
Lumpur Aktif yang diisi dengan Media Bioball. JAI Vol.3, No.2
Oktavia Sitorus, Desiani (2014) Peningkatan Potensi Campuran Serat Sabut Kelapa Dan Serbuk
Kayu Gergaji Terkativasi H2SO4 Sebagai Media Adsorben Zat Warna Terhadap Limbah
Kain Songket. Other thesis, Politeknik Negeri Sriwijaya.
Pennsylvania Department of Environmental Protection. 2014. Wastewater Treatment Plant
Operator Certification Training Module 15: The Activated Sludge Process Part 1
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
Permatasari et.al. Treating domestic effluent wastewater treatment by aerobic biofilter with
bioballs medium. The 4th International Seminar on Sustainable Urban Development IOP
Publishing IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 106 (2018) 012048
Reynolds, Tom D and Paul A Richards. 1996. Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering; Second Edition. Cengage Learning
Said, Nusa Idaman. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis. BPPT.
http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/013biologi.pdf
Septiriyani, Veronika Indah. 2017. Potensi Pemanfaatan Singkong (Manihot Utilissima) sebagai
Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es Putersecara Tradisional. Universitas Sanata
Dharma. Yogyakarta. Skripsi
Syahrin, Alif Dkk. Proses Seeding Dan Aklimatisasi Untuk Pengolahan Anaerob Limbah Cair
Produksi Minyak Sawit. Jomf Teknik Vol 3 No 2, Oktober 2016.
Setyawan, Donatus, dkk., (2009), Peningkatan Kualitas minyak Jelantah menggunakan Adsorben
H5-NZA dalam Reaktor Sistem Fluid Fixed Bed, Jurnal Ilmu Dasar, 10 (2), Univeritas
Udayana, Bali.
Tchobanoglous, G. (1991). Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuse. Singapore:
McGraw-Hill
http://www.davidmoore.org.uk/21st_Century_Guidebook_to_Fungi_PLATINUM/Ch17_06.h tm
2018
28
LAMPIRAN
DATA PENGUKURAN
29
Dokumentasi Praktikum
30