Anda di halaman 1dari 11

Suriadi A.

dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
659
Lahan di Pulau Sumbawa NTB

POTENSI LAHAN PENGEMBANGAN TANAMAN PERKEBUNAN SEBAGAI


UPAYA KONSERVASI LAHAN DI PULAU SUMBAWA PROVINSI NTB

Ahmad Suriadi dan Fitria Zulhaedar

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat


E-mail : ahmadsuriadi@litbang.deptan.go.id

ABSTRAK

Semua jenis komoditas memerlukan persyaratan tumbuh tertentu untuk tumbuh


dan berproduksi dengan baik, sehingga diperlukan upaya pencocokan antara
klasifikasi kemampuan lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman sebagai salah
satu bentuk konservasi lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
kesesuaian lahan dan lokasi pengembangan beberapa tanaman perkebunan di pulau
Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian dilakukan dengan pendekatan
desk study meliputi penyiapan dan anlisis data spatial, identifikasi lahan, verifikasi
lapang, dan evaluasi lahan. Kesesuaian lahan diperoleh dari kesesuaian lahan
aktual pada setiap satuan lahan dengan faktor pembatas terberat sebagai penentu.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan di pulau Sumbawa untuk beberapa tanaman
perkebunan (aren, kakao, mete, dan kopi) menunjukkan bahwa luas lahan sangat
sesuai (S1) cukup bervariasi dimana aren dan mete seluas 134.815,59 ha dan kakao
dan kopi berturut-turut 94.317,46 ha dan 5.531,54 ha. Kelas cukup sesuai (S2)
untuk aren, kakao, dan mete berada pada kisaran 200.000-380.000 ha, sedangkan
untuk komoditas kopi hanya 40.498,13 ha. Namun untuk kelas sesuai marjinal kopi
sangat luas yaitu 526.155,78 ha, sedangkan tiga komoditas lainnya berkisar antara
140.000-170.000 ha. Lahan potensial terluas untuk pengembangan aren, kakao,
mete, dan kopi berada di kabupaten Sumbawa, kemudian Bima, Sumbawa Barat,
Dompu, lalu kota Bima. Secara keseluruhan pulau Sumbawa masih memiliki lahan
yang sangat luas untuk pengembangan tanaman perkebunan. Adanya usaha
perbaikan pada beberapa faktor pembatas dapat menghasilkan produksi yang lebih
optimal dan kualitas lahan yang tetap terjaga karena digunakan sesuai dengan
peruntukannya.

Kata kunci: Potensi, tanaman perkebunan, evaluasi lahan, faktor pembatas.

ABSTRACT

All kind commodities require specific growing requirements for growing and
producing well, and thus, an effort to match between land capability classification
and plant growing requirements as a form of land conservation is required. The
purpose of this study is to evaluate the suitability of land and the location of crop
plantation development in Sumbawa Island, West Nusa Tenggara. The study was
conducted by a desk study approach including spatial data preparation and
analysis, identification of land, field verification, and land evaluation. Land
suitability is acquired from the actual land suitability of every unit of land with the
heaviest limiting factor as a determinant. Evaluation result of land suitability in
Sumbawa Island for some crop plantations (palm, cocoa, cashew, and coffee)
indicates that the area of very suitable land (S1) was varied enough with palm and
cashew about 134,815.59 ha, while coffee and cocoa subsequently around
94,317.46 ha and 5,531.54 ha, respectively. Quite suitable class (S2) for palm,
cocoa, and cashew were in the range of 200000-380000 ha, while for coffee was
660 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

only 40,498.13 ha. However, marginal suitable land (S3) class for coffee was very
wide about 526,155.78 ha, while three other commodities were about 140,000-
170,000 ha. The widest potential land area for development of palm, cocoa,
cashew, and coffee was found in Sumbawa district, followed by Bima, West
Sumbawa, Dompu, and then Bima City. Such an effort to improve some growth
limiting factors may contribute to more optimal production and the preservation of
land quality because it is used as intended.

Keywords: Potential, crop plantation, land evaluation, limiting factors.

PENDAHULUAN
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya seringkali menjadi faktor
penyebab rendahnya produksi komoditas yang diusahakan dan tidak jarang mengakibatkan
kerusakan lahan (Sivakumar dan Valentine, 1997). Rayes (2007) menjelaskan bahwa semua
jenis komoditas memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu untuk dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik, diantaranya penyinaran, temperatur, kelembaban, oksigen, unsur hara,
dan kualitas media perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi
tanah, serta kedalaman efektif tanah. Arsyad (2013) menambahkan bahwa pengaruh bersama
antara berbagai unsur lahan/syarat tumbuh tersebut di atas, yang sifatnya permanen
mempengaruhi klasifikasi kemampuan lahan.
Hasil klasifikasi kemampuan lahan digunakan untuk menentukan arahan penggunaan
lahan secara umum baik untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi,
maupun yang lainnya (Wahyuningrum et. al., 2003; Marten dan Sancholuz, 1982; Sheng et al.,
2010; Mulyani et al., 2006). Berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan maka dapat dilakukan
evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas tertentu berdasar syarat tumbuhnya masing-masing.
Evaluasi kesesuaian lahan dapat dengan mudah dilakuka melalui analisis data spatial dan
tambahan data analisa ekonomi (Stomph et. al., 1994; Sitorus, 2010).
Pulau Sumbawa yang merupakan bagian dari wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat
memiliki potensi lahan yang cukup luas untuk pegembangan komoditas perkebunan. Beberapa
faktor pendukung seperti tipe lahan kering yang menempati hampir sebagian besar wilayah di
pulau Sumbawa dan tipe iklim setempat mendukung perkembangan beberapa jenis tanaman
perkebunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian lahan untuk beberapa
tanaman perkebunan sehingga diketahui luas potensi dan lokasi pengembangan di pulau
Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat.

MATERI DAN METODE


Penelitian yang dilakukan merupakan rangkaian kerja sama dengan Dinas Perkebunan
Provinsi NTB yang dilaksanakan pada 2012. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi peta geologi, citra penginderaan jauh, peta rupabumi (digital dan hardcopy) skala
1:25.000, peta-peta dasar, dan peta status kawasan. Data-data hasil survey juga digunakan
sebagai bahan kompilasi dan korelasi yang diperoleh dari hasil dokumentasi, pengamatan,
pengukuran, dan wawancara di lapang serta hasil uji laboratorium.
Suriadi A. dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
661
Lahan di Pulau Sumbawa NTB

Data-data yang ada dianalisis dengan menggunakan metode desk study untuk
memperoleh satuan lahan sebagai dasar evaluasi kesesuian lahan untuk komoditas tertentu
berdasarkan syarat tumbuh masing-masing tanaman. Satuan lahan merupakan satuan unit lahan
yang memiliki karakteristik serupa dalam hal landform, bahan induk, dan bentuk wilayah/lereng
yang dapat didelineasi (Marsoedi et al., 1997). Hasil analisis satuan lahan ini digunakan sebagai
dasar dalam membedakan satuan peta tanah. Satuan peta tanah diklasifikasikan berdasarkan Soil
Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010).
Evaluasi lahan dilakukan untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan dan dikompilasi
dengan penggunaan lahan existing sehingga diperoleh potensi lahan untuk masing-masing
komoditas. Evaluasi kesesuaian lahan terhadap masing-masing komoditas perkebunan yang
dinilai mengacu pada petunjuk tekhnis kesesuaian lahan (Djaenudin, et. al., 2003; Ritung, S., et.
al., 2011). Software yang digunakan untuk mengevaluasi lahan adalah ALES/Automated Land
Evaluation System (Roositer dan Van Wambeke, 1997), sehingga diperoleh kelas kesesuaian
untuk masing-masing komoditas. Kesesuaian lahan diperoleh dari kesesuaian lahan aktual pada
setiap satuan lahan dengan faktor pembatas terberat sebagai penentu. Kesesuaian lahan potensial
diperoleh dari pemberian perbaikan pada faktor pembatas disetiap satuan lahan pada tingkat
kesesuaian lahan aktual yang disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya (Suriadi et al., 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Wilayah
Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar dan ratusan pulau kecil. Pulau
Sumbawa merupakan pulau terbesar di NTB yang terdiri dari 5 kabupaten/kota. Luas pulau ini
mencapai 1.453.805 ha dengan karakteristik relief sebagian besar bergunung 522.975 ha (35,98
%) dan berbukit 402.584 ha (27,69 %), sedangkan wilayah datar 206.059 ha (14,17 %) dan
berombak seluas 144.968 ha (9,97 %). Sebagian besar wilayah di pulau Sumbawa berada pada
ketinggian 700-900 m.dpl yaitu seluas 1.291.991 ha (88,87 %). Bentuk lereng sebagian besar
wilayah di pulau Sumbawa sebagian besar > 40% yaitu seluas 522.975 ha atau 35,97 % dari
total luas wilayah.
Pulau Sumbawa memiliki bentuk wilayah yang variatif terdiri dari 57 landform.
Landform merupakan bentukan permukaan bumi sebagai hasil dari proses-proses pembentukan
secara geomorfik, yang disebabkan oleh tenaga dari dalam (endogen) maupun dari luar
(exogen). Landform sangat erat kaitannya dengan keadaan dan sifat-sifat geologi, litologi, iklim,
organisme, dan relief, yang sekaligus menentukan jenis dan sifat-sifat tanahnya (Suparto et al..
2013). Landform pulau Sumbawa sebagian besar merupakan lereng dan pegunungan volkan
(44,73 %), aliran lava dan dataran alluvial berada di sepanjang dataran daerah selatan pulau
Sumbawa dan teras angkatan berada pada pesisir pantai bagian selatan pulau Sumbawa.
662 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

Kesesuaian Lahan untuk Aren


Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas aren di pulau Sumbawa menunjukkan
bahwa lahan sangat sesuai (S1) seluas 134,815,59 ha sebagian besar tersebar di kabupaten
Sumbawa yaitu seluas 75.890,87 ha, kemudian diikuti kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa
Barat, dan kota Bima (Tabel 1). Begitu juga dengan kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal
(S3), namun luas lahan di lapang yang sudah ditanami aren (existing) tidak ada di kabupaten
Sumbawa, Bima, dan Dompu. Dengan demikian potensi pengembangan aren di pulau Sumbawa
khususnya di kabupaten Sumbawa masih sangat luas.
Tabel 1. Luas kesesuaian lahan (ha) untuk komoditas aren di pulau Sumbawa, NTB
Kesesuaian Lahan Aren Ketersediaan Lahan
Kab/Kota Existing Total
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Sumbawa 0 75,890.87 164,312.92 80,001.38 75,890.87 164,312.92 80,001.38 320,205.17
Dompu 0 14,897.96 32,539.23 18,083.08 14,897.96 32,539.23 18,083.08 65,520.27
Bima 0 31,116.98 137,329.09 28,283.63 31,116.98 137,329.09 28,283.63 196,729.70
Sumbawa
148 12,273.40 34,772.55 15,886.98 12,125.40 34,772.55 15,886.98 62,784.93
Barat
Kota 20 636.38 11,239.30 3,707.62 636.38 11,239.30 3,707.62 15,583.30
Bima
Total 168 134,815.59 380,193.09 145,962.69 134,667.59 380,193.09 145,962.69 660,823.37
Keterangan: S1= sangat sesuai; S2= cukup sesuai; S3= sesuai marginal; N= tidak sesuai; X3= badan air
(sungai, waduk, danau); X6= tidak ada data/tidak dinilai.

Pada gambar 1. dapat dilihat bahwa lahan sangat sesuai hingga sesuai marginal untuk
aren di pulau Sumbawa mayoritas berada pada dataran rendah dan bergelombang, sedangkan
dataran tinggi yang sebarannya di bagian tengah pulau tidak sesuai untuk pengembangan aren.
Kondisi biomorfologi di wilayah ini tidak sesuai dengan syarat tumbuh aren. Solum tanah yang
cenderung dangkal dan kondisi lereng yang agak curam menjadi faktor pembatas sehingga
apabila dipaksakan untuk dijadikan daerah pengembangan aren akan memperbesar potensi
bahaya erosi, retensi hara, tidak tersedianya media perakaran yang baik bagi tanaman (Hidayat,
2009; Sulaeman et al., 2011).

Gambar 1. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas aren di pulau Sumbawa, NTB
Suriadi A. dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
663
Lahan di Pulau Sumbawa NTB

Kesesuaian Lahan untuk Kakao


Sebagian besar wilayah di pulau Sumbawa masuk kedalam kelas sesuai marginal untuk
komoditas kakao (81,74 % dari luas lahan sesuai keseleruhan). Berbeda halnya dengan aren
yang jarang dibudidayakan, di wilayah ini luas lahan eksisting untuk kakao adalah 707,36 ha
(Tabel 1). Curah hujan optimal yang dibutuhkan kakao untuk memperoleh kelas kesesuaian S1
adalah 1.500-2.500 mm, jumlah bulan kering 1-2 dan kelembaban 40-65 %. Drainase terhambat
dan agak cepat serta bahan kasar yang tinggi (35-55 %) pada media perakaran menjadi faktor
penyebab rendahnya kelas kesesuaian lahan.
Tabel 2. Luas kesesuaian lahan (ha) untuk komoditas kakao di pulau Sumbawa, NTB
Kesesuaian Lahan Kakao Ketersediaan Lahan
Kab/Kota Existing Total
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Sumbawa 92.13 42,753.22 33,137.65 244,314.30 42,674.22 33,124.52 227,333.07 303,131.81
Dompu 159.00 14,643.11 254.85 50,622.31 14,643.11 254.85 50,622.31 65,520.27
Bima 279.23 26,967.63 4,149.35 165,612.72 26,897.63 4,149.35 165,612.72 196,659.70
Sumbawa
177.00 9,317.12 2,956.28 50,659.53 9,246.94 2,887.28 50,659.53 62,793.75
Barat
Kota - 636.38 - 14,946.92 636.38 - 14,946.92 15,583.30
Bima
Total 707.36 94,317.46 40,498.13 526,155.78 94,098.28 40,416.00 509,174.55 643,688.83
Keterangan: S1= sangat sesuai; S2= cukup sesuai; S3= sesuai marginal; N= tidak sesuai; X3= badan air
(sungai, waduk, danau); X6= tidak ada data/tidak dinilai.
Kelas lahan S1 di pulau Sumbawa yang memiliki luas lebih dari 1.000 ha dijumpai di
kecamatan Alas Barat, Buer, Empang, Lape, Lopok, Maronge, Moyohilir, Plampang, Tarano,
Unter Iwes, dan Utan kabupaten Sumbawa; kecamatan Hu’u, Kempo, Kilo, Manggelewa, dan
Pekat kabupaten Dompu; kecamamatan Lambu, Langgudu, Mada Pangga, Monta, Sanggar,
Sape, Soromandi, Tambora, dan Wera kabupaten Bima (Gambar 2). Kelas kesesuaian S2
sebagian besar di Kabupaten Sumbawa dan beberapa Kecamatan di Kabupaten Bima.
Sedangkan kelas lahan sesuai marginal (S3) tersebar merata dari Kabupaten Sumbawa Barat
hingga kota Bima dengan luas rata-rata melebihi 3.000 ha. Potensi pengembangan kakao dengan
kualitas lahan sangat sesuai dapat dicapai dengan perbaikan pada faktor-faktor pembatas,
misalnya dengan penerapan teras bangku dan penambahan bahan organik (kompos) pada lahan
(Idjudin, 2011).

Gambar 2. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas kakao di pulau Sumbawa, NTB
664 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

Kesesuaian Lahan untuk Mete


Luas lahan existing untuk komoditas mete cukup tinggi di pulau Sumbawa merata di
semua kabupaten/kota (Tabel 3), paling luas berada di kecamatan Pekat kabupaten Dompu yaitu
mencapai 8.052,25 ha (BPS, 2012). Mete merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi
NTB, tingginya luas tanam yang ada sebagian besar merupakan milik masyarakat. Hasil
evaluasi lahan menunjukkan bahwa total luas lahan sesuai untuk mete lebih rendah
dibandingkan dengan kakao, namun memiliki kelas sangat sesuai lebih luas. Jumlah curah hujan
yang dibutuhkan mete untuk kelas sangat sesuai lebih sedikit yaitu 1.200-1.500 mm, sedangkan
kakao membutuhkan curah hujan 1.500-2.500 mm sesuai dengan kondisi curah hujan di pulau
Sumbawa yang sebagian besar tergolong lahan kering iklim kering (Balitklimat dan Hidrologi,
2003).
Tabel 3. Luas kesesuaian lahan (ha) untuk komoditas mete di pulau Sumbawa, NTB
Kesesuaian Lahan Mete Ketersediaan Lahan
Kab/Kota Existing Total
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Sumbawa 5,193.53 75,890.87 164,312.92 80,001.38 71,012.16 163,998.10 80,001.38 315,011.64
Dompu 12,173.70 14,897.96 32,539.23 18,083.08 2,724.26 32,539.23 18,083.08 53,346.57
Bima 10,272.70 31,116.98 137,329.09 28,283.63 21,017.78 137,329.09 28,283.63 186,630.50
Sumbawa
1,335.00 12,273.40 34,772.55 15,886.98 10,938.40 34,772.55 15,886.98 61,597.93
Barat
Kota Bima 300.27 636.38 11,239.30 3,707.62 473.61 11,101.80 3,707.62 15,283.03
Total 29,275.20 134,815.59 380,193.09 145,962.69 106,166.21 379,740.77 145,962.69 631,869.67
Keterangan: S1= sangat sesuai; S2= cukup sesuai; S3= sesuai marginal; N= tidak sesuai; X3= badan air
(sungai, waduk, danau); X6= tidak ada data/tidak dinilai.

Dapat dilihat pada gambar 3 bahwa sebagian lahan yang tidak sesuai untuk aren, kakao,
dan komoditas perkebunan lainnya dapat menjadi sesuai marginal untuk mete. Hal ini
disebabkan karena perbedaan beberapa syarat tumbuh bagi komoditas ini, misalnya dari segi
ketersediaan oksigen untuk mete membutuhkan type drainase yang sedikit terhambat sedangkan
komoditas lainnya membutuhkan kondisi drainase yang baik hingga sedang.

Gambar 3. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas mete di pulau Sumbawa, NTB
Suriadi A. dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
665
Lahan di Pulau Sumbawa NTB

Kesesuaian Lahan untuk Kopi


Luas kesesuaian lahan untuk komoditas kopi di pulau Sumbawa lebih rendah
dibandingkan dengan kakao dan mete yaitu 394.365,38 ha. Luas lahan existing di wilayah ini
mencapai 6.924,35 ha, sehingga diperoleh luas potensi pengembangan kopi 375.269,77 ha (tabel
4). Namun demikian dari hasil evaluasi lahan diketahui bahwa sebagian besar masuk kedalam
kelas cukup sesuai, sehingga masih diperlukan beberapa usaha perbaikan pada faktor-faktor
pembatasnya untuk memperoleh kelas sangat sesuai di pulau Sumbawa.
Tabel 4. Luas kesesuaian lahan (ha) untuk komoditas kopi di pulau Sumbawa, NTB
Kesesuaian Lahan Kopi Ketersediaan Lahan
Kab/Kota Existing Total
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Sumbawa 4,290.19 5,151.99 104,170.48 105,413.55 1,599.51 89,860.32 105,413.55 196,873.38
Dompu 1,286.58 - 30,172.31 9,062.30 - 30,172.31 9,062.30 39,234.61
Bima 1,087.25 - 68,493.88 41,413.62 - 67,521.42 41,413.62 108,935.04
Sumbawa
260.00 379.55 9,317.12 8,348.78 379.55 9,306.94 8,098.78 17,785.27
Barat
Kota 0.33 - 6,622.32 5,819.48 - 6,621.99 5,819.48 12,441.47
Bima
Total 6,924.35 5,531.54 218,776.11 170,057.73 1,979.06 203,482.98 169,807.73 375,269.77
Keterangan: S1= sangat sesuai; S2= cukup sesuai; S3= sesuai marginal; N= tidak sesuai; X3= badan air
(sungai, waduk, danau); X6= tidak ada data/tidak dinilai.
Lahan sangat sesuai untuk kopi hanya berada di kabupaten Sumbawa Barat dan
kabupaten Sumbawa yaitu di kecamatan Poto Tano (380 ha), Alas (1 ha), Lenangguar (3.281
ha), Lunyuk (231 ha), Moyohulu (10 ha), Orong telu (1.012 ha), Ropang (453 ha), dan Tarano
(163 ha). Meskipun kabupaten Dompu dan Bima memiliki luas lahan existing untuk kopi yang
cukup tinggi yaitu 1.286,58 ha dan 1.087,25 ha, namun dari hasil evaluasi lahan tidak
ditemukan kelas lahan S1 sehingga diperlukan upaya perbaikan pada faktor-faktor pembatas di
lahan tersebut untuk mencapai produksi kopi yang optimal dan existensi lahan.

Gambar 4. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas kopi di pulau Sumbawa, NTB
666 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

Secara keseluruhan luas kesesuaian lahan untuk kopi paling rendah diantara komoditas
lainnya di semua Kabupaten/Kota di pulau Sumbawa. Salah satu penyebabnya adalah faktor
iklim terutama temperatur rata-rata di pulau Sumbawa yang kurang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman kopi, dimana kopi arabika membutuhkan suhu 16-200C dan kopi robusta
membutuhkan suhu 20-240C untuk masuk kedalam kelas sangat sesuai. Sedangkan temperatur
rata-rata di pulau Sumbawa berada pada kisaran 23-340C (BPS, 2013).

Gambar 5. Luas potensi pengembangan tanaman perkebunan di Pulau Sumbawa Provinsi NTB

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa potensi pengembangan komoditas perkebunan


terluas berada di kabupaten Sumbawa. Disamping karena kabupaten ini memiliki luas lahan
terbanyak, kondisi biomorfologi lahan pada wilayah ini sesuai dengan sebagian besar syarat
tumbuh tanaman tahunan. Dibandingkan dengan kabupaten lainnya, kabupaten Sumbawa
memiliki curah hujan yang cenderung lebih lebih tinggi sehingga syarat tumbuh beberapa
komoditas tersebut diatas terpenuhi untuk kelas S1 dalam hal ketersediaan air.

KESIMPULAN DAN SARAN


Hasil evaluasi kesesuaian lahan di pulau Sumbawa untuk beberapa tanaman perkebunan
(aren, kakao, mete, dan kopi) menunjukkan bahwa luas lahan sangat sesuai (S1) cukup
bervariasi dimana aren dan mete seluas 134.815,59 ha dan kakao kopi berturut-turut 94.317,46
ha dan 5.531,54 ha. Kelas cukup sesuai (S2) untuk aren, kakao, dan mete berada pada kisaran
200.000-380.000 ha, sedangkan untuk komoditas kopi hanya 40.498,13 ha. Namun untuk kelas
sesuai marjinal kopi sangat luas yaitu 526.155,78 ha, sedangkan tiga komoditas lainnya
140.000-170.000 ha.
Lokasi terluas untuk pengembangan aren, kakao, mete, dan kopi berada di kabupaten
Sumbawa, kemudian Bima, Sumbawa Barat, Dompu, lalu Kota Bima. Secara keseluruhan pulau
Sumbawa masih memiliki lahan yang sangat luas untuk pengembangan tanaman perkebunan
tersebut di atas, dengan melakukan perbaikan pada beberapa faktor pembatas maka dapat
diperoleh produksi yang lebih optimal dan kualitas lahan tetap terjaga karena digunakan sesuai
dengan peruntukannya.
Suriadi A. dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
667
Lahan di Pulau Sumbawa NTB

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala, 2010. Konservasi tanah dan air. IPB Press, Bogor. 472 hal
Bakosurtanal, 1998. Peta Rupabumi Digital Indonesia Skala 1:25.000
Balai Penelitian Agrokloimat dan Hidrologi, 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia
Skala 1:1.000.000. Balai Penelitian Agroklimat, Puslitbangtanak Bogor
BBSDLP., 2013. Peta pewilayahan komoditas pertanian Nusa Tenggara Barat. Balai Besar
Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
BPS., 2012. Kabupaten Dompu dalam angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dompu, NTB
BPS., 2013. Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Buurman, P., and T. Balsem, 1990. Land unit classification for the reconnaissance soil survey of
Sumatera. TR No.3, Version 2 LREP Project, Centre for Soil and Agroclimate
Research, Bogor
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo, H., dan A. Hidayat, 2011. Petunjuk teknis evaluasi lahan
untuk komoditas pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, Bogor. 36p
FAO., 1976. A Framework for land evaluation. FAO Soil Bulletin, 32. Rome: FAO
Hidayat, A., 2009. Sumberdaya Lahan Indonesia: Potensi, Permasalahan, dan Strategi
Pemanfaatan. Jurnal Sumberdaya Lahan Pertanian. 3 (2): 107-117
Idjudin, A.A., 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan. Jurnal
Sumberdaya Lahan Pertanian. 5 (2): 103-116
Marsoedi, DS., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, S.W. P. Darul, S. Hardjowigeno, J. Hof, dan E. R.
Jordans, 1997. Pedoman klasifikasi landform. Laporan Teknis no. 5. Versi 3. LREP II
Project, CSAR, Bogor
Marten G.G dan L. A. Sancholuz, 1982. Ecological land-use planning and carrying capacity
evaluation in the Jalapa region (Veracruz, Mexico). Agro-Ecosystems, 8 (2): 83-124
Mulyani, A., F. Agus, dan D. Allelorung, 2006. Potensi sumber daya lahan untuk
pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian.
25 (4): 130-138
Rayes, M. Luthfi, 2007. Metode inventarisasi sumber daya lahan. Andi Publisher, Yogyakarta.
300 hal
Ritung, S., Kusumo Nugroho, Anny Mulyani, dan Erna Suryani, 2011. Petunjuk teknis evaluasi
lahan untuk komoditas pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
Rossiter, D., and Van Wambeke, 1997. Automated land evaluation system (ALES). User's
Manual Version 4.6. Cornell University, Ithaca, New York
Sheng, J., L. Ma, P. Jiang, B. Li, F. Huang, H. Wu, 2010. Digital soil mapping to enable
classification of the salt-affected soils in desert agro-ecological zone. sAgri. Water
Manage. 97 (12). 1944-1951
Sitorus, S.R.P., 2010. Land Capability Classification for Land Evaluation: A Review. Jurnal
Sumberdaya Lahan Pertanian. 4 (2): 69-78
Sivakumar, M.V.K dan Valentine, C., 1997. Agroecological zones and the assessment crop
production potential. Phil. Tran. R. Soc. B. 352. 907-916
668 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

Soil Survey Staff, 2010. Keys to soil taxonomy, 11th. Ed. USDA Natural Resources
Conservation Service. Washington DC
Stomph, T.J., L.O. Fresco, H. van Keulen, 1994. Land use system evaluation: concepts and
methodology. Agricultural system, 44 (3): 243-255
Sulaeman, Y., B. Minasny dan Mamat,H.S., 2011. The dissemination of agricultural land
resouse maps. Jurnal Sumberdaya Lahan.5 (1): 46-60
Suparto, Hapid Hidayat, Noto Prasodjo, 2013. Potensi lahan dan arahan penggunaan lahan
untuk pengembangan pertanian amah lingkungan di Kabupaten Dompu dan Bima
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Ramah
Lingkungan, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, pp: 1-19 Bogor
Suriadi, A., F. Zulhaedar, dan W. Amaria, 2013. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kopi
di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar NAsional Inovasi
Teknologi Kopi “Peran Inovasi Teknologi Kopi Menuju Green Economy Nasioanl”,
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (pp 133-140). Bogor
Wahyuningrum, N., C. Nugroho SP., Wardojo, Beny Harjadi, Endang Savitri, Sudimin,
Sudirman, 2003. Klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan. Info DAS Surakarta No.
15.

Anda mungkin juga menyukai