dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
659
Lahan di Pulau Sumbawa NTB
ABSTRAK
ABSTRACT
All kind commodities require specific growing requirements for growing and
producing well, and thus, an effort to match between land capability classification
and plant growing requirements as a form of land conservation is required. The
purpose of this study is to evaluate the suitability of land and the location of crop
plantation development in Sumbawa Island, West Nusa Tenggara. The study was
conducted by a desk study approach including spatial data preparation and
analysis, identification of land, field verification, and land evaluation. Land
suitability is acquired from the actual land suitability of every unit of land with the
heaviest limiting factor as a determinant. Evaluation result of land suitability in
Sumbawa Island for some crop plantations (palm, cocoa, cashew, and coffee)
indicates that the area of very suitable land (S1) was varied enough with palm and
cashew about 134,815.59 ha, while coffee and cocoa subsequently around
94,317.46 ha and 5,531.54 ha, respectively. Quite suitable class (S2) for palm,
cocoa, and cashew were in the range of 200000-380000 ha, while for coffee was
660 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan
only 40,498.13 ha. However, marginal suitable land (S3) class for coffee was very
wide about 526,155.78 ha, while three other commodities were about 140,000-
170,000 ha. The widest potential land area for development of palm, cocoa,
cashew, and coffee was found in Sumbawa district, followed by Bima, West
Sumbawa, Dompu, and then Bima City. Such an effort to improve some growth
limiting factors may contribute to more optimal production and the preservation of
land quality because it is used as intended.
PENDAHULUAN
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya seringkali menjadi faktor
penyebab rendahnya produksi komoditas yang diusahakan dan tidak jarang mengakibatkan
kerusakan lahan (Sivakumar dan Valentine, 1997). Rayes (2007) menjelaskan bahwa semua
jenis komoditas memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu untuk dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik, diantaranya penyinaran, temperatur, kelembaban, oksigen, unsur hara,
dan kualitas media perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi
tanah, serta kedalaman efektif tanah. Arsyad (2013) menambahkan bahwa pengaruh bersama
antara berbagai unsur lahan/syarat tumbuh tersebut di atas, yang sifatnya permanen
mempengaruhi klasifikasi kemampuan lahan.
Hasil klasifikasi kemampuan lahan digunakan untuk menentukan arahan penggunaan
lahan secara umum baik untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi,
maupun yang lainnya (Wahyuningrum et. al., 2003; Marten dan Sancholuz, 1982; Sheng et al.,
2010; Mulyani et al., 2006). Berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan maka dapat dilakukan
evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas tertentu berdasar syarat tumbuhnya masing-masing.
Evaluasi kesesuaian lahan dapat dengan mudah dilakuka melalui analisis data spatial dan
tambahan data analisa ekonomi (Stomph et. al., 1994; Sitorus, 2010).
Pulau Sumbawa yang merupakan bagian dari wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat
memiliki potensi lahan yang cukup luas untuk pegembangan komoditas perkebunan. Beberapa
faktor pendukung seperti tipe lahan kering yang menempati hampir sebagian besar wilayah di
pulau Sumbawa dan tipe iklim setempat mendukung perkembangan beberapa jenis tanaman
perkebunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian lahan untuk beberapa
tanaman perkebunan sehingga diketahui luas potensi dan lokasi pengembangan di pulau
Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Data-data yang ada dianalisis dengan menggunakan metode desk study untuk
memperoleh satuan lahan sebagai dasar evaluasi kesesuian lahan untuk komoditas tertentu
berdasarkan syarat tumbuh masing-masing tanaman. Satuan lahan merupakan satuan unit lahan
yang memiliki karakteristik serupa dalam hal landform, bahan induk, dan bentuk wilayah/lereng
yang dapat didelineasi (Marsoedi et al., 1997). Hasil analisis satuan lahan ini digunakan sebagai
dasar dalam membedakan satuan peta tanah. Satuan peta tanah diklasifikasikan berdasarkan Soil
Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010).
Evaluasi lahan dilakukan untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan dan dikompilasi
dengan penggunaan lahan existing sehingga diperoleh potensi lahan untuk masing-masing
komoditas. Evaluasi kesesuaian lahan terhadap masing-masing komoditas perkebunan yang
dinilai mengacu pada petunjuk tekhnis kesesuaian lahan (Djaenudin, et. al., 2003; Ritung, S., et.
al., 2011). Software yang digunakan untuk mengevaluasi lahan adalah ALES/Automated Land
Evaluation System (Roositer dan Van Wambeke, 1997), sehingga diperoleh kelas kesesuaian
untuk masing-masing komoditas. Kesesuaian lahan diperoleh dari kesesuaian lahan aktual pada
setiap satuan lahan dengan faktor pembatas terberat sebagai penentu. Kesesuaian lahan potensial
diperoleh dari pemberian perbaikan pada faktor pembatas disetiap satuan lahan pada tingkat
kesesuaian lahan aktual yang disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya (Suriadi et al., 2013).
Pada gambar 1. dapat dilihat bahwa lahan sangat sesuai hingga sesuai marginal untuk
aren di pulau Sumbawa mayoritas berada pada dataran rendah dan bergelombang, sedangkan
dataran tinggi yang sebarannya di bagian tengah pulau tidak sesuai untuk pengembangan aren.
Kondisi biomorfologi di wilayah ini tidak sesuai dengan syarat tumbuh aren. Solum tanah yang
cenderung dangkal dan kondisi lereng yang agak curam menjadi faktor pembatas sehingga
apabila dipaksakan untuk dijadikan daerah pengembangan aren akan memperbesar potensi
bahaya erosi, retensi hara, tidak tersedianya media perakaran yang baik bagi tanaman (Hidayat,
2009; Sulaeman et al., 2011).
Gambar 1. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas aren di pulau Sumbawa, NTB
Suriadi A. dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
663
Lahan di Pulau Sumbawa NTB
Gambar 2. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas kakao di pulau Sumbawa, NTB
664 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Dapat dilihat pada gambar 3 bahwa sebagian lahan yang tidak sesuai untuk aren, kakao,
dan komoditas perkebunan lainnya dapat menjadi sesuai marginal untuk mete. Hal ini
disebabkan karena perbedaan beberapa syarat tumbuh bagi komoditas ini, misalnya dari segi
ketersediaan oksigen untuk mete membutuhkan type drainase yang sedikit terhambat sedangkan
komoditas lainnya membutuhkan kondisi drainase yang baik hingga sedang.
Gambar 3. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas mete di pulau Sumbawa, NTB
Suriadi A. dan Fitria Zulhaedar, Potensi Lahan Pengembangan Tanaman Perkebunan sebagai Upaya Konservasi
665
Lahan di Pulau Sumbawa NTB
Gambar 4. Peta kesesuaian lahan untuk komoditas kopi di pulau Sumbawa, NTB
666 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Secara keseluruhan luas kesesuaian lahan untuk kopi paling rendah diantara komoditas
lainnya di semua Kabupaten/Kota di pulau Sumbawa. Salah satu penyebabnya adalah faktor
iklim terutama temperatur rata-rata di pulau Sumbawa yang kurang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman kopi, dimana kopi arabika membutuhkan suhu 16-200C dan kopi robusta
membutuhkan suhu 20-240C untuk masuk kedalam kelas sangat sesuai. Sedangkan temperatur
rata-rata di pulau Sumbawa berada pada kisaran 23-340C (BPS, 2013).
Gambar 5. Luas potensi pengembangan tanaman perkebunan di Pulau Sumbawa Provinsi NTB
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala, 2010. Konservasi tanah dan air. IPB Press, Bogor. 472 hal
Bakosurtanal, 1998. Peta Rupabumi Digital Indonesia Skala 1:25.000
Balai Penelitian Agrokloimat dan Hidrologi, 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia
Skala 1:1.000.000. Balai Penelitian Agroklimat, Puslitbangtanak Bogor
BBSDLP., 2013. Peta pewilayahan komoditas pertanian Nusa Tenggara Barat. Balai Besar
Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
BPS., 2012. Kabupaten Dompu dalam angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dompu, NTB
BPS., 2013. Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Buurman, P., and T. Balsem, 1990. Land unit classification for the reconnaissance soil survey of
Sumatera. TR No.3, Version 2 LREP Project, Centre for Soil and Agroclimate
Research, Bogor
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo, H., dan A. Hidayat, 2011. Petunjuk teknis evaluasi lahan
untuk komoditas pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, Bogor. 36p
FAO., 1976. A Framework for land evaluation. FAO Soil Bulletin, 32. Rome: FAO
Hidayat, A., 2009. Sumberdaya Lahan Indonesia: Potensi, Permasalahan, dan Strategi
Pemanfaatan. Jurnal Sumberdaya Lahan Pertanian. 3 (2): 107-117
Idjudin, A.A., 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan. Jurnal
Sumberdaya Lahan Pertanian. 5 (2): 103-116
Marsoedi, DS., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, S.W. P. Darul, S. Hardjowigeno, J. Hof, dan E. R.
Jordans, 1997. Pedoman klasifikasi landform. Laporan Teknis no. 5. Versi 3. LREP II
Project, CSAR, Bogor
Marten G.G dan L. A. Sancholuz, 1982. Ecological land-use planning and carrying capacity
evaluation in the Jalapa region (Veracruz, Mexico). Agro-Ecosystems, 8 (2): 83-124
Mulyani, A., F. Agus, dan D. Allelorung, 2006. Potensi sumber daya lahan untuk
pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian.
25 (4): 130-138
Rayes, M. Luthfi, 2007. Metode inventarisasi sumber daya lahan. Andi Publisher, Yogyakarta.
300 hal
Ritung, S., Kusumo Nugroho, Anny Mulyani, dan Erna Suryani, 2011. Petunjuk teknis evaluasi
lahan untuk komoditas pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
Rossiter, D., and Van Wambeke, 1997. Automated land evaluation system (ALES). User's
Manual Version 4.6. Cornell University, Ithaca, New York
Sheng, J., L. Ma, P. Jiang, B. Li, F. Huang, H. Wu, 2010. Digital soil mapping to enable
classification of the salt-affected soils in desert agro-ecological zone. sAgri. Water
Manage. 97 (12). 1944-1951
Sitorus, S.R.P., 2010. Land Capability Classification for Land Evaluation: A Review. Jurnal
Sumberdaya Lahan Pertanian. 4 (2): 69-78
Sivakumar, M.V.K dan Valentine, C., 1997. Agroecological zones and the assessment crop
production potential. Phil. Tran. R. Soc. B. 352. 907-916
668 Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri
Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Soil Survey Staff, 2010. Keys to soil taxonomy, 11th. Ed. USDA Natural Resources
Conservation Service. Washington DC
Stomph, T.J., L.O. Fresco, H. van Keulen, 1994. Land use system evaluation: concepts and
methodology. Agricultural system, 44 (3): 243-255
Sulaeman, Y., B. Minasny dan Mamat,H.S., 2011. The dissemination of agricultural land
resouse maps. Jurnal Sumberdaya Lahan.5 (1): 46-60
Suparto, Hapid Hidayat, Noto Prasodjo, 2013. Potensi lahan dan arahan penggunaan lahan
untuk pengembangan pertanian amah lingkungan di Kabupaten Dompu dan Bima
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Ramah
Lingkungan, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, pp: 1-19 Bogor
Suriadi, A., F. Zulhaedar, dan W. Amaria, 2013. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kopi
di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar NAsional Inovasi
Teknologi Kopi “Peran Inovasi Teknologi Kopi Menuju Green Economy Nasioanl”,
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (pp 133-140). Bogor
Wahyuningrum, N., C. Nugroho SP., Wardojo, Beny Harjadi, Endang Savitri, Sudimin,
Sudirman, 2003. Klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan. Info DAS Surakarta No.
15.