Anda di halaman 1dari 2

Sinopsis:

Samsulbahri dan Sitti Nurbaya berteman sudah sejak kecil dan selalu bersama-sama
seperti saudara. Samsulbahri adalah anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang, sedangkan
Sitti Nurbaya anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang. Hingga suatu hari,
Samsulbahri harus berangkat ke Jakarta untuk melanjukan sekolahnya. Sebelum berangkat
Samsulbahri menyatakan cintanya pada Sitti Nurbaya. Ternyata  perasaan itu terbalas. Betapa
bahagianya hati mereka berdua. Sungguh berat rasanya bagi mereka karena harus berpisah.
Besoknya Samsulbahri dan teman-temannya, Arifin dan Bakhtiar berangkat untuk
melanjutkan sekolah ke Sekolah Dokter Jawa dan Sekolah Opseter di Jakarta. Sudah tiga bulan
sejak kepergian Samsulbahri. Nurbaya termenung  ketika seorang Pak Pos memberikan surat dari
Samsulbahri. Setelah selesai membaca surat, dia tertidur. Kira-kira pukul dua malam dia
terbangun karena mendengar 3 buah tokonya terbakar dan 5 perahu yang mengangkut kapal
miliknya tenggelam. Sutan Mahmud curiga bahwa toko itu sengaja dibakar tapi dia tidak tahu
siapa pelakunya karena sepertinya Baginda Sulaiman tidak punya musuh. Baginda meminjam
uang kepada Datuk Maringgih. Saat jatuh tempo membayar hutang Baginda tidak mempunyai
uang karena dia telah bangkrut. Bila dia tidak bisa melunasinya maka dia akan di penjara dan
disita hartabendanya. Karena tak tega pada ayahnya, Nurbaya pun akhirnya menyerahkan diri
untuk dinikahi oleh Datuk Maringgih.
Saat bulan Ramadhan, Samsu pulang dan menemui Nurbaya. Mereka berdua pun
bercakap-cakap dan tanpa sengaja terbawa perasaan karena lama tak bertemu. Mereka
berpelukan dan berciuman karena saking kangennya. Tanpa disengaja kejadian itu dilihat oleh
Datuk Maringgih. Datuk Maringgih marah karena mereka bertemu diam-diam. Terjadilah
keributan. Baginda Sulaiman buru-buru keluar dari biliknya dan ketika dia menurubi tangga,
jatuhlah ia terguling-guling dan akhirnya meninggal. Nurbaya marah dan mengusir Datuk
Maringgih dari rumahnya. Ayahnya pun dikuburkan di Gunung Padang. Sementara itu ayah
Samsu mengusir Samsu dari rumahnya. Ibunya menangis dan akhirnya jatuh sakit. Pada saat itu
juga Nurbaya dan Datuk Maringgih bercerai. Nurbaya pun tinggal di rumah sepupunya, Sitti
Alimah. Nurbaya hanya termenung memikirkan kepergian Samsulbahri, Alimah yang
melihatnya termenung berusaha menghiburnya. Alimah menyarankan untuk menyusul Samsu ke
Jakarta. Sitti menyetujuinya dan akan berangkat Sabtu depan. Sitti merasa lega dan terlelap tidur
besama Alimah. Kemudian Sabtu depan Nurbaya dan Pak Ali menaiki kapal dan akan segera
berangkat ke Jakarta. Mereka tidak menyadari dua orang laki-laki mengikuti mereka. Mereka
adalah Panglima Tiga dan Panglima Lima.. Panglima Tiga kembali ke Padang untuk
memberitahukan Datuk Maringgih. Sedangkan Panglima Lima masih mengikuti Sitti Nurbaya.
Di kapal tiba-tiba ada badai, Sitti pun duduk di kursi. Tiba-tiba Panglima Lima muncul dan
hendak melempar Sitti ke laut. Tapi Sitti duluan minta tolong dan Pak Ali pun segera
menolongnya. Mendengar banyak orang yang datang, Sitti Nurbaya pun disuruh beristirahat di
kamar sakit. Saat kapal tiba, Samsu segera menuju kamar sakit dan menjenguk Sitti. Tiba-tiba
datang schout memeriksa dan menyerahkan surat pada Samsu yang ternyata berasal dari Datuk
Maringgih yang isinya menuduh Sitti mengambil barang-barang milik Datuk Maringgih. Ketika
tidak ditemukan apa-apa mereka pun keluar dari kapal itu. Pada suatu ketika, tampak Sitti
Nurbaya dan Sitti Alimah sedang becakap-cakap. Ketika mereka sedang bercakap-cakap
didengarlah suara tukang jualan kue. Sitti membeli 4 buah lemang. Ketika dia memakannya dia
pun tertidur. Setelah diperiksa, ternyata dia sudah tidak bernapas lagi. Ternyata yang menjual
kue itu adalah Pendekar Empat, anak buah Datuk Maringgih. Ibu Samsu yang sakit keras di
kampung sebelah pun tiba-tiba berpulang. Makam kedua jenazah ini dikuburkan dekat makam
Baginda Sulaiman. Samsu yang mendengar kabar ini merasa sedih dan terpukul. Dia pun
menembakkan pistol ke kepalanya hingga berlumuran darah. Sepuluh tahun kemudian tampak
dua orang opsir berjalan. Salah satunya adalah Letnan Mas yang gagah berani di medan perang
sehingga tanda bintang pun menghiasinya. Suatu hari dia ditugaskan ke Padang untuk memungut
uang belasting. Karena masyarakat disana tak setuju dengan peraturan itu, terjadilah kerusuhan.
Tampak Datuk Maringgih ikut menyerang. Letnan Mas pun segera menyerangnya.
Setelah diamati, ternyata Letnan Mas adalah Samsulbahri. Betapa terkejutnya dia, tetapi
peperangan tetap berlangsung. Hingga pistol Samsu mengenai Datuk Maringgih dan parang
Datuk Maringgih mengenai Samsu. Terkaparlah mereka berdua. Letnan Mas segera dibawa ke
dokter. Disana dia meminta untuk bertemu dengan Sutan Mahmud. Setelah itu, dia pun
meninggal. Beberapa tahun kemudian Sutan Mahmud pun meninggal. Di Gunung Padang
tampak 5 buah nisan berjejer. Dimana itu adalah makam dari Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya,
Samsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud.

Anda mungkin juga menyukai