Novel ini menceritakan tentang Siti Nurbaya yang sudah
menderita sejak masih kecil karena ditinggal oleh ibunya
yang meninggal dan hanya hidup Bersama ayahnya, Sulaiman. Ayahnya adalah seorang pedagang sukses di kota Padang. Sebagian modal usahanya adalah uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Awalnya, usaha Sulaiman mendapat kemajuan pesat.
Tetapi Datuk Maringgih tidak menyukainya. Dengan keserakahannya, ia menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Sulaiman agar Sulaiman jatuh miskin dan tidak bisa membayar utangnya. Sehingga Datuk Maringgih dapat mengganggap utang tersebut lunas asalkan Sulaiman menyerahkan Siti Nurbaya kepada Datuk Maringgih.
Lalu, Siti Nurbaya terpaksa menerima perjodohan itu
agar dapat melunasi utang ayahnya. Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus menikah dengan Datuk Maringgih yang sudah tua. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsul bahri, kekasihnya yang sedang sekolah Jakarta. Samsul bahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya. Datuk Maringgih yang mengetahui Samsul bahri Kembali ke Padang pun memicu keributan. Sulaiman yang sedang sakit mendengar keributan berusaha bangun tetapi tidak sanggup hingga ia menghembuskan napas terakhirnya. Kemudian, Kejadian itu ternyata terdengar oleh ayah Samsul Bahri, Sultan Mahmud Syah yang merupakan seorang penghulu di Kota Padang. Melihat perbuatan anaknya Syamsul Bahri harus kembali ke Jakarta, bahkan tidak diizinkan kembali ke kota Padang lagi. Tak lama kemudian, Siti Nurbaya meninggal dunia karena sengaja diracuni oleh orang suruhan Datuk Maringgih. Syamsul Bahri yang mengetahuinya pun, merasa sangat putus asa dan mencoba untuk bunuh diri, tetapi mengurungkan niat. Syamsul Bahri pun meneruskan kuliahnya kemudian sekolah di Dinas Militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikota Padang terjadi huru-
hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.
Pada Akhirnya, Samsulbahri pun tewas tanpa
mendapatkan gadis pujaannya Siti Nurbaya. Pada saat- saat terakhir, ia meminta dipertemukan dengan ayahnya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya dan Siti Nurbaya yang telah mendahuluinya.
Novel “Siti Nurbaya” menggunakan alur maju. Novel “Siti
Nurbaya” ini dimulai dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah. Berdasarkan padat tidaknya cerita, cerita Siti Nurbaya beralur rapat, karena semua kisahan harus diceritakan secara jelas dan urut agar keutuhan cerita tidak terganggu.