Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta karunianya, sehingga
saya dapat menyelesaikan karya mengulas novel “Siti Nurbaya” oleh Marah Rusli. Karya mengulas novel
ini di tujukan untuk persyaratan ujian praktek Bahasa Indonesia yang diadakan sebagai bentuk kesadaran
akan pentingnya membaca,melalui budaya,gaya bahasa,dan sejarah pada zaman dulu.

Perjalanan sejarah sastra Indonesia, tidak dapat di lepaskan dari peranan Balai Pustaka. Khazanah
kesusastraan yang diterbitkan Balai Pustaka ibarat harta kebudayaan bangsa. Maka, sembaca seri sastra
adiluhung yang diterbitkan Balai Pustaka ini, tidak hanya sebagai usaha menelusuri kembali jejak masa lalu
tentang kondisi sosial budaya zamanya, tetapi juga coba menelisik pemikiran pengarangnya sekaligus.
Dengan begitu, kita akan menemukan banyak hal yang sekarang ini mungkin hanya ada dalam catatan
sejarah.

Dengan pemahaman itu,pembelajaran sastra disekolah dengan memanfaatkan seri sastra adihulung
ini, penting artinya. Kita akan mengetahui jejak sastra indonesia ke belakang dan perjalanannya sampai ke
masa sekarang. Kita juga dapat menyentuh bidang lain :
bahasa,sejarah,sosiologi,antropologi,geografi,bahkan juga politik yang berlaku pada waktu itu. Selamat
membaca!

Putri hijau, Bengkulu utara, 27 Januari 2021


BIODATA PENULIS

Marah Rusli lahir di padang, 7 Agustus 1889. Ia adalah putra dari pasangan
Sutan Abu Bakar, seorang demang bergelar sutan pangeran, dengan seorang
wanita biasa. Marah Rusli adalah sastrawan indonesia angkatan Balai Pustaka.

Meninggal : 17 januari 1968,Bandung

Kebangsaan : Indonesia

Nama lahir : Marah Roesli

Sekolah : Rofdenschool ‘sekolah raja’ di bukittinggi, tamat tahun


1910.

Marah Roesli dianggap sebagai pengarang roman paling mula dalam sejarah
sastra indonesia. Ia di anggap sebagai pembaharu dalam penulisan prosa yang ketika
itu lebih banyak berbentuk hikayat. Maka tak berlebihan jika H.B. Jassin menggelari
Marah Roesli sebagai Bapak Roman Moderen Indonesia.
BIODATA PENGARANG

Nama : SELVYANA AGUSTIN

Kelas : XII IPA

Tempat Tanggal lahir : Pasar Sebelat, 29 April 2003

Alamat : PT.AGRICINAL, Bengkulu Utara

Hobby : Nonton drakor, bermain Bulutangkis

Cita – cita : Pengusaha muda

Motto : “Pantang pulang sebelum menang”


SINOPSIS

Siti nurbaya adalah anak seorang kaya raya bernama baginda sulaiman. Ibunya telah meninggal dunia, ia hidup hanya
berdua saja dengan ayahnya. Siti nurbaya tinggal bersebelahan dengan samsulbahri, putradari sutan mahmud syah,
seorang penghulu dikota padang. Hubungan keluarga itu terjalin dengan baik. Sejak kecil, siti nurbaya berteman baik
dengan samsulbahri. Keduanya selalu berangkat sekolah dan pulang sekolah sama-sama. Mulanya hubungan mereka
seperti kakak beradik, tetapi saat mereka beranjak remaja perasaan itu berubah menjadi cinta dan kasih.

Samsulbahri harus berangkat ke jakarta untuk melanjutkan studinya ke sekolah dokter.sebekum samsulbahri berangkat
ke jakarta, ia menyatakan cintanya kepada siti nurbaya saat mereka berjalan-jalan di gunung padang. Siti nurbaya juga
telah lama memendam cinta kepada samsulbahri.

Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan
hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah
yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang di kota Padang. Sebagian modal usahanya
merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.

Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki
oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih
menyuruh kaki tangannya untuk menghancurkan kebun kelapa milik Baginda Sulaiman dengan racun.
Perahu-perahu ayah siti nurbaya itupun ditenggelamkannya. Belum puas sampai di situ, ia pun menghasut
para pelanggan baginda sulaiman agar tidak berbelanja lagi dengan nya. Dengan demikian hancurlah usaha
Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih.
Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikan oleh Datuk Maringgih. Datuk Maringgih mendesak Baginda
Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Datuk yang serakah itu mengancam akan
memenjarakan baginda sulaiman jika utangnya tidak segera di lunasi,kecuali jika siti nurbaya diserahkan
menjadi istri mudanya.

Baginda sulaiman tentu saja tidak mau putrinya menjadi korban lelaki hidung belang itu walaupun
sebenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Ia pasrah saja di giring polisi dan siap menjalani hukuman. Pada
saat itulah, siti nurbaya keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri datuk maringgih
asalkan ayahnya tidak dipenjara.

Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda harus menikah dengan
Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar seprti kulit katak. Lebih sedih lagi ketika ia teringat
Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi
keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan Datuk
Maringgih.

Samsulbahri yang berada di Jakarta mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih karena Siti
Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya. Dia sangat terpukul
oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti
Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas
sudah akibat petaka yang menimpa keluarganya.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri sedang liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu empat mata dengan
Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih
sehingga terjadi keributan. Datuk Maringgih sangat marah melihat mereka berdua yang sedang duduk
bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau
membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga jatuh ketanah. Karena saking
kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya
yang tengah terbaring karena sakit keras karena derita beruntun yang menimpanya. Mendengar teriakan
anak yang sangat dicinatianya itu baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan
menghembuskan nafas terakhir.

Mendengar itu, ayah Samsulbahri yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi penghulu kota Padang,
malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri diusir dan harus kembali ke Jakarta dan ia benrjanji
untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk Maringgih juga tidak tinggal diam, oleh
karena itu Siti Nurbaya diusirnya, karena dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat
istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya dan tinggal bersama bibinya. Sementara itu Samsulbahri
yang ada di Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut
kekasihnya.

Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya untuk pergi menyusul
Samsulbahri ke Jakarta. namun di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena
ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang
bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.

Tetapi, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya berikutnya menunggunya di
daratan. Setibanya di Jakarta,Karena dengan siasat dan fitnah dari Datuk Mariggih Siti Nurbaya ditangkap
polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya, bahwa dia ke Jakarta telah
membawa lari emasnya atau hartanya. Sehingga memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.

Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan
oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsulbahri sehingga ia
menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak
saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.

Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah
Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan
pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang.
Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri
menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala
Samsulbahri dengan parangnya.

Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia
meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya.
Ayah Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri
memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang, yang sangat melanggar adat istiadat dan
memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun,
sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat
kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat
dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama
untuk selama-lamanya
TEMA

Sitti Nurbaya cenderung dianggap mempunyai tema anti-pernikahan paksa, atau menjelaskan perselisihan
antara nilai Timur dan Barat.[8] Novel ini juga pernah dinyatakan sebagai suatu "monumen perjuangan
pemuda-pemudi yang berpikiran panjang" melawan adat.[1] Namun, menurut Balfas tidaklah adil
apabila Sitti Nurbaya dianggap hanya sebuah cerita tentang kawin paksa, sebab hubungan antara Nurbaya
dan Samsu dapat diterima masyarakat.[5] Dia menegaskan bahwa novel ini merupakan perbandingan
pandangan Barat dan tradisional terhadap pernikahan, yang dilengkapi dengan kritik
sistem maskawin dan poligami
TOKOH
Sitti Nurbaya
Sitti Nurbaya (juga dieja Siti Nurbaya; disingkat menjadi Nurbaya) adalah salah satu protagonis
utama. Menurut penulis cerpen dan kritikus sastra Indonesia Muhammad Balfas, Nurbaya
merupakan tokoh yang dapat mengambil keputusan sendiri, sebagaimana terwujud ketika dia
memutuskan untuk menikah Datuk Meringgih ketika Meringgih mengancam ayahnya, kesediaannya
untuk mendorong Samsu, dan pelariannya dari Meringgih setelah ayahnya meninggal. Dia juga
cukup mandiri untuk pergi ke Batavia sendiri untuk mencari Samsu. Tindakannya dianggap
melanggar adat, dan ini akhirnya membuat dia diracuni.[5] Kecantikannya, sehingga disebut "bunga
Padang", dianggap sebagai wujud fisik dari hatinya yang baik dan beradab.[6]
Samsulbahri
Samsulbahri (juga dieja Sjamsulbahri; disingkat menjadi Samsu) adalah protagonis pria utama. Dia
dinyatakan sebagai orang yang berkulit kuning langsat, dengan mata sehitam tinta; namun, dari jauh,
dia dapat dikira orang Belanda. Sifat fisik ini dijelaskan oleh Keith Foulcher, seorang dosen bahasa
dan sastra Indonesia di Universitas Sydney, sebagai wujud sifatnya yang suka menjadi seperti orang
Belanda.[7] Penampilannya yang menarik juga dianggap sebagai wujud sifatnya yang baik dan
beradab.[6]
Datuk Meringgih
Datuk Meringgih adalah antagonis utama dari novel. Dia seorang pedagang yang dibesarkan di
keluarga yang miskin, lalu menjadi kaya setelah masuk ke dunia kriminal. Balfas menyatakan bahwa
dorongan utama Meringgih dalam cerita ialah rasa iri dan keserakahan, sebab dia tidak dapat
"menerima bahwa ada yang lebih kaya daripada dia".[8] Balfas beranggapan bahwa Meringgih adalah
tokoh yang "digambarkan dengan hitam dan putih, tetapi mampu untuk menyebabkan konflik di
sekitarnya".[5] Menjelang akhir novel, Meringgih menjadi "pejuang pasukan anti-kolonialis",
didorong oleh keserakahannya; menurut Foulcher, gerakan anti-kolonialis ini kemungkinan besar
bukanlah usaha untuk memasukkan komentar anti-Belanda
 KESIMPULAN

Dari gambaran novel Siti Nurbaya yang secara rinci telah memberikan sebuah pengalaman yang
sangat penting terhadap kehidupan sosial, karena kisah tersebut menggambarkan nilai-nilai, baik nilai sosial,
nilai kebudayaan , nilai agama maupun nilai pendidikan. Sebagaimana telah kita ketahui tentang sikap-sikap
yang telah dilakukan oleh para tokoh, ada sikap-sikap yang perlu kita contoh seperti samsul bahri dan sikap
yang tidak perlu dicontoh adalah Datuk Maringgih yang selalu meresahkan orang lain.
Berkali-kali buku Siti Nurbaya dibaca, berkali-kalin pula ditemukan keindahan yang berbeda,
berkali-kali ditemukan misteri yang tak sama . Novel ini menggambarkan  tentang cinta yang indah. Tentang
patriotisme. Dan perjuangan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada setiap  zaman, secara garis besar novel
ini menggambarkan sebuah percintaan yang tidak sampaipada  tujuan , walaupun begitu kesetiaan tetap ada
SARAN
 Pengarang mengajak kita untuk memetik beberapa nilai moral dari romannya yang terkenal ini,
antara lain:
 Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya
cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai mati.
 Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia
tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang
tuanya.
 Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga.
 Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk
menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga.
 Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.
 Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.

Anda mungkin juga menyukai