Anda di halaman 1dari 3

TUGAS STRUKTUR BAHASA INDONESIA

Hana Fadiyah Ansari


XI MIPA 3
11

SITTI NURBAYA
(Kasih Tak Sampai)
Karya Marah Roesli
Terbit pada Tahun 1922
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit nasional negeri Hindia Belanda

Samsulbahri merupakan anak tunggal dari Sutan Mahmud Syah, salah


seorang bangsawan & penghulu yang sangat disegani dan dihormati di
Padang. Rumah Samsulbahri bersebelahan dengan rumah Sitti Nurbaya,
anak tunggal dari Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya.

Hubungan antara keluarga Sutan Mahmud Syah dan keluarga Baginda


Sulaiman, berjalan dengan baik. Begitu pula hubungan Samsulbahri dan Sitti
Nurbaya. Sejak anak-anak sampai usia mereka menginjak remaja,
persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar di sekolah yang
sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta.
Perasaan tersebut baru mereka sadari ketika Samsulbahri akan berangkat ke
Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.

Ayah Sitti Nurbaya jatuh miskin.


Bisnis Baginda Sulaiman, ayah Sitti Nurbaya, semakin berkembang pesat. Hal
ini menyebabkan Datuk Maringgih marah. Ia tak ingin kekayaan Baginda
Sulaiman melebihinya. Ia pun menyuruh anak buahnya untuk membakar dan
menghancurkan bangunan, toko-toko, dan semua harta kekayaan Baginda
Sulaiman. Rencana Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh
miskin. Namun, ia belum menyadari bahwa semua peristiwa pembakaran
tersebut akibat perbuatan licik Datuk Meringgih. Oleh karena itu, ia meminjam
uang kepada Datuk Maringgih. Datuk Meringgih pun memberikannya, namun
pinjaman tersebut harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat
yang telah ditetapkan, Datuk Meringgih datang menagih janji. Namun Baginda
Sulaiman tak dapat melunasi hutangnya. Datuk Meringgih marah. Ia
mengancam akan memenjarakan Baginda Sulaiman jika hutangnya tidak
segera dilunasi, kecuali Sitti Nurbaya menjadi istri mudanya.
Fitnah terhadap Samsulbahri
Baginda Sulaiman memilih untuk dipenjara karena ia tak ingin putri
tunggalnya menikah dengan Datuk Maringgih. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya
keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih
asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu putusan yang kelak akan disesali
oleh Sitti Nurbaya. Sitti Nurbaya mengirimkan surat untuk mengabarkan
peristiwa yang dialaminya kepada Samsulbahri. Samsulbahri merasa sedih
karena besarnya cinta kepada Sitti Nurbaya, maka ketika liburan, ia pun
pulang ke Padang, dan menyempatkan diri menengok Baginda Sulaiman
yang sedang sakit. Kebetulan, Sitti Nurbaya sedang menjenguk ayahnya,
tanpa sengaja. Mereka pun bertemu,lalu saling menceritakan pengalaman.
Ketika mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Ia
menuduh mereka telah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri
menyangkalnya, karena ia merasa tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh
Datuk Maringgih, maka terjadilah pertengkaran. Ayah Sitti Nurbaya berusaha
turun ke bawah untuk melerai pertengkaran tersebut, namun kondisinya yang
kurang sehat menyebabkan Baginda Sulaiman jatuh dari tangga. Ia pun
meninggal.

Samsulbahri diusir dari rumah.


Ternyata ayah Samsulbahri merasa malu atas tuduhan terhadap anaknya, ia
pun mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta.
Sementara Sitti Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah
bebas dan tidak perlu lagi tunduk dan patuh kepada Datuk Meringgih. Sejak
saat itu, ia tinggal menumpang di rumah kerabatnya, Aminah. Sitti Nurbaya
bermaksud menyusul Samsulbahri ke Jakarta. Namun, semua itu terhalang
karena tuduhan dari Datuk Maringgih, mantan suaminya. Menurut Datuk
Maringgih, Sitti Nurbaya sudah mencuri perhiasan miliknya. Namun, semua
tuduhan tersebut tak terbukti. Datuk Maringgih masih belum puas. Ia
kemudian menyuruh seseorang untuk meracuni Sitti Nurbaya. Kali ini,
perbuatannya berhasil. Akhirnya, Sitti Nurbaya meninggal karena keracunan.
Berita kematian Sitti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia jatuh sakit,
dan tak berapa lama kemudian meninggal dunia. Berita kematian Sitti
Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai ke Jakarta. Samsulbahri amat berduka,
ia mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya, Arifin, dapat menggagalkan
aksi nekat tersebut. Namun, berita yang sampai ke Padang, Samsulbahri
dikabarkan telah meninggal dunia.
Samsulbahri menjadi serdadu kompeni.
Sepuluh tahun berlalu, Samsulbahri telah menjadi serdadu kompeni
berpangkat letnan. Ia sekarang dikenal dengan nama Letnan Mas.
Sebenarnya, ia menjadi serdadu kompeni hanyalah pelarian dari rasa
frustasinya saat mendengar orang-orang yang dicintainya telah meninggal. Ia
sempat ragu ketika mendapat tugas memimpin pasukan untuk memadamkan
pemberontakan yang terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu
saja melupakan tanah leluhurnya itu. Ternyata, pemberontakan tersebut
didalangi oleh Datuk Meringgih. Dalam pertempuran melawan pemberontak,
Letnan Mas mendapat perlawanan cukup sengit. Namun, akhirnya ia berhasil
menumpasnya, termasuk juga menembak Datuk Meringgih, hingga tewas.
Namun, Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih
pada bagian kepala, sehingga terpaksa dirawat dirumah sakit.

Samsulbahri meninggal dunia.


Saat itulah timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan ayahnya.
Ternyata, pertemuan antara “Si anak hilang” dan ayahnya itu merupakan
pertemuan terakhir, setelah Letnan Mas mengatakan bahwa dirinya adalah
Samsulbahri, ia mengembuskan napas terakhir di depan ayahnya. Ayahnya
sangat terpukul dengan kepergian Samsulbahri menghadap Sang Pencipta,
sehingga esok harinya, Sutan Mahmud Syah pun menghadap Illahi.

Anda mungkin juga menyukai