Anda di halaman 1dari 45

Skema : Dasar

LAPORAN KEMAJUAN
HIBAH PENELITIAN ITERA SMART

ANALISIS PENYEDIAAN BUS KAMPUS


INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

Tim Pengusul:
Ketua Siti Rahma Teknik Sipil
Anggota 1 Reza Asriandi Eka Putra Teknik Sipil

Dibiayai oleh:
Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Institut Teknologi Sumatera
Tahun 2019
Sesuai dengan Kontrak Penelitian
Nomor: B/356/IT9.C1/PT.01.03/2019

LEMBAGA PENELITIAN, PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT,


DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019
ii
RINGKASAN

Institut Teknologi Sumatera (ITERA) merupakan institut teknologi negeri pertama


di pulau Sumatera, yang berada di perbatasan kabupaten Lampung Selatan dan
Kota Bandar Lampung. Hingga tahun 2018, ITERA memiliki 3 Jurusan dan 25
Program Studi. Menurut Masterplan Percepatan Pembangunan Kampus Institut
Teknologi Sumatera 2017-2027, hingga tahun 2020 akan terdapat 10 Program
Studi baru yang akan dibuka, sehingga menjadi 35 Program Studi. Pendirian
Program Studi mempertimbangkan kebutuhan pembangunan di pulau Sumatera,
sehingga dalam jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan atau hingga tahun 2023,
akan terdapat 50 Program Studi taraf Strata-1 (S1), 12 Program Studi taraf Strata-
2 (S2), dan 25 Program Diploma. Dengan bertambahnya jumlah mahasiswa pada
masing-masing prodi seiring tahun akademik berjalan, dapat diprediksikan bahwa
pergerakan eksternal maupun internal wilayah kampus akan semakin meningkat.
Salah satu permasalahan dari hal tersebut yaitu, belum terdapatnya moda
transportasi umum yang memiliki trayek pelayanan di sekitar kampus ITERA,
yaitu kecamatan Sukarame dan kecamatan Jati Agung. Pergerakan sivitas
akademika menuju kampus, saat ini diakomodasi dengan menggunakan kendaraan
pribadi, angkutan online, maupun berjalan kaki. Sebagai wujud penerapan
transportasi umum yang berkelanjutan di lingkungan institusi pendidikan,
diperlukan suatu kajian mengenai penyediaan bus kampus yang melayani wilayah
sebaran tempat tinggal sivitas akademika ITERA. Adapun sebagai langkah awal
untuk menghadirkan Bus Kampus ITERA tersebut, dibutuhkan kajian mengenai
kelembagaan dan regulasi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam setiap kegiatan operasional
angkutan umum, harus diketahui masing-masing pihak pemegang kepentingan
yaitu Pemilik, Penyelenggara, dan Pengguna. Pada penelitian ini akan dilakukan
kajian mengenai kelembagaan transportasi yaitu mengenai Unit Pelaksana
Angkutan Bus Kampus ITERA dengan pihak-pihak terkait lainnya. Selain kajian
kelembagaan tersebut, pada kegiatan operasional moda Bus, terdapat regulasi
berupa hak dan kewajiban yang harus diketahui oleh masing-masing pemegang
kepentingan atau stakeholders.

iii
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Pendidikan tinggi merupakan pendidikan yang ditujukan untuk mempersiapkan
peserta didik untuk mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
yang tinggi atau profesional, dalam rangka mengisi pembangunan nasional dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kegiatan pembelajaran, selain
melalui perkuliahan, sarana pembelajaran lainnya yaitu melalui praktikum,
kunjungan lapangan, dan kegiatan non akademik lainnya untuk mendukung
kompetensi lulusan suatu universitas maupun institusi pendidikan tinggi. Untuk
memfasilitasi kegiatan pembelajaran tersebut, diperlukan sarana dan prasarana
pendukung. Selain fasilitas fisik berupa gedung perkuliahan dan laboratorium,
diperlukan fasilitas berupa moda transportasi untuk memudahkan pergerakan
sivitas akademika dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan
meningkatkan pemahaman peserta didik melalui kegiatan kunjungan lapangan,
ekskursi, maupun Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Institut Teknologi Sumatera (ITERA) merupakan institusi negeri pertama di pulau


Sumatera, yang berada di perbatasan kabupaten Lampung Selatan dan Kota
Bandar Lampung. Secara administrasi kampus ITERA berada di kabupaten
Lampung Selatan, yang hanya berjarak sejauh ± 1 km dari Gerbang Tol Kotabaru,
yang merupakan salah satu akses dari dan menuju Jalan Tol Trans Sumatera.
Dengan lokasi kampus yang strategis, perjalanan kegiatan mahasiswa yang
melintasi antar kota maupun antar propinsi dapat ditempuh secara efektif
menggunakan perjalanan darat. Dengan latar belakang demikian, maka
dibutuhkan Bus Kampus ITERA untuk melayani pergerakan tersebut. Hingga
tahun 2018, ITERA memiliki 3 Jurusan dan 25 Program Studi. Menurut
Masterplan Percepatan Pembangunan Kampus Institut Teknologi Sumatera 2017-
2027, pada tahun 2019 akan terdapat 10 Program Studi baru yang akan dibuka,
sehingga menjadi 35 Program Studi. Pendirian Program Studi mempertimbangkan
4
kebutuhan pembangunan di pulau Sumatera, sehingga dalam jangka waktu 5
(lima) tahun kedepan atau hingga tahun 2023, akan terdapat 50 Program Studi
taraf Strata-1 (S1), 12 Program Studi taraf Strata-2 (S2), dan 25 Program
Diploma.

Dengan bertambahnya jumlah mahasiswa pada masing-masing prodi seiring tahun


akademik berjalan, maka dibutuhkan suatu sistem untuk mengelola penjadwalan
kegiatan, maupun sebagai unit penjaminan mutu Bus Kampus ITERA. Sebagai
langkah awal untuk menghadirkan Bus Kampus yang melayani kegiatan
kemahasiwaan, dibutuhkan kajian mengenai kelembagaan dan regulasi. Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, dalam setiap kegiatan operasional angkutan umum, harus
diketahui masing-masing pihak yaitu Pemilik, Penyelenggara, dan Pengguna.
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian mengenai kelembagaan transportasi
yaitu mengenai Unit Pelaksana Angkutan Bus Kampus ITERA dengan pihak-
pihak terkait lainnya. Selain kajian kelembagaan tersebut, pada kegiatan
operasional moda Bus, terdapat regulasi berupa hak dan kewajiban yang harus
diketahui oleh masing-masing pemegang kepentingan atau stakeholders. Adapun
hal tersebut didapatkan melalui kajian regulasi yang juga akan dilakukan pada
penelitian ini.

I.2 Keutamaan
Keutamaan dari penelitian ini adalah, untuk mendukung penyediaan fasilitas Bus
Kampus yang merupakan sarana pendukung kegiatan pembelajaran. ITERA yang
merupakan institut pendidikan tinggi pertama di Sumatera berperan sebagai salah
satu Center of Excellent, yaitu kampus pendidikan tinggi yang akan terus
berkembang menyesuaikan dengan potensi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
terdapat di pulau Sumatera itu sendiri. Selain sebagai sarana untuk membantu
media pembelajaran, Bus Kampus ITERA juga bermanfaat bagi kegiatan
kemahasiswaan lainnya. Seperti mengakomodir perjalanan jarak dekat pada
kegiatan Unit Kemahasiswaan yang diselenggarakan dalam rangka membentuk
kemampuan soft skill, yang merupakan salah satu kompetensi diri yang harus
dimiliki oleh peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat ke depannya.

5
I.3 Perumusan Masalah
1. Bagaimana kesiapan kondisi ITERA sebagai institusi pendidikan dalam
melakukan peran sebagai operator Bus Kampus ITERA?
2. Bagaimana sistem pengelolaan dan sistem penjaminan mutu kegiatan
operasional Bus Kampus ITERA sesuai dengan kajian normatif yang berlaku?
3. Bagaimana peran serta hak dan kewajiban masing-masing pemegang
kepentingan, seperti Pemilik, Penyelenggara, dan Pengguna Bus Kampus
ITERA?

I.4 Tujuan
1. Menentukan sistem kelembagaan transportasi yang akan menaungi Bus
Kampus ITERA;
2. Mengidentifikasi regulasi terkait operasional Bus Kampus ITERA yang
disesuaikan dengan kajian normatif yang berlaku.
3.

6
Bab II Peta Jalan Penelitian

II.1 Peta Jalan Penelitian


Peta jalan penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut.

2021-2022 : Draft
2019 : Studi 2019-2020 : Target 2022-2023 : 2025 : Evaluasi
Masterplan Institusi
Analisis Kebutuhan luaran berupa Penerapan Sistem Kualitas Pelayanan
pada Penyediaan
Bus Kampus Jurnal Nasional Informasi pada Bus Bus Kampus
Bus Kampus
ITERA Tidak Terakreditasi Kampus ITERA ITERA
ITERA

Gambar II.1 Peta Jalan Penelitian

Terdapat empat tahap peta jalan penelitian pada Gambar II.1 diatas, adapun
penjelasan masing-masing tahapan adalah sebagai berikut :

II.1.1 Studi Analisis Kebutuhan Bus Kampus ITERA


Pada tahap saat ini, baru akan dilakukan kajian mengenai analisis kebutuhan Bus
Kampus ITERA. Kegiatan pembelajaran yang tidak hanya berupa kegiatan
perkuliahan maupun praktikum di laboratorium, akan menjadi kendala

7
dikemudian harinya apabila tidak terdapat fasilitas untuk memenuhi pergerakan
sivitas akademika tersebut. Melalui penelitian ini, akan dilakukan kajian mengenai
kelembagaan transportasi dan regulasi sistem pengelolaan Bus Kampus ITERA
sebelum dilakukannya kajian operasional.

II.1.2 Target Luaran


Rencana target capaian dari penelitian ini yaitu terdapat pada Tabel II.1 berikut.

Tabel II. 1 Target Luaran

No Jenis Luaran Indikator Capaian


1 Publikasi ilmiah pada jurnal nasional tidak Jurnal Nasional Tidak
terakreditasi Terakreditasi
2 Pemakalah dalam sesi paralel Forum Studi Menjadi Pemateri,
Transportasi Antar Perguruan Tinggi Prosiding FSTPT
3 Bahan Ajar Media Pembelajaran
Mahasiswa

II.1.3 Draft Kebijakan Institusi


Dengan tersedianya hasil kajian mengenai analisis kebutuhan Bus Kampus
ITERA, hal ini dapat menjadi masukan bagi pihak kampus untuk
mengimplementasikan hasil penelitian ini dalam bentuk draft kebijakan, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan pengadaan Bus Kampus ITERA.

II.1.4 Penerapan Sistem Informasi


Sistem informasi adalah hal yang sangat penting dalam pelayanan transportasi.
Selain bersifat aktual, informasi ini juga bersifat dua arah, yaitu terdapat jaringan
yang menghubungkan pihak informan dengan pengguna sistem informasi
tersebut. Salah satu penerapan sistem informasi pada Bus Kampus ITERA yaitu,
ketersediaan aplikasi yang dapat diakses oleh sivitas akademika yang dapat
memudahkan dalam pemesanan ataupun melihat penjadwalan penggunaan Bus
Kampus di setiap minggunya.

8
II.1.5 Evaluasi Kualitas Pelayanan Angkutan
Untuk mengevaluasi kualitas pelayanan Bus Kampus ITERA, diperlukan suatu
kajian lanjutan dengan menggunakan analisis SERVQUAL. Analisis
SERVQUAL merupakan alat berupa dimensi pengukuran kualitas pelayanan,
yang didasarkan dari hasil penilaian konsumen. Adapun dimensi-dimensi
pengukuran tersebut antara lain : tangibles atau bukti fisik, reliability atau
kehandalan, responsiveness atau tanggapan, assurance atau kepastian, dan
empathy atau pengertian.

9
Bab III Tinjauan Pustaka

III.1 Penjelasan Umum


Menurut Chemma (dalam Keban, 2008:38), governance atau pemerintahan adalah
sistem nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, sosial,
dan politik dikelola melalui interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor
swasta. Paradigma ini mengutamakan mekanisme dan proses dimana para warga
masyarakat dan kelompok dapat mengartikulasikan kepentingannya, memediasi
berbagai perbedaan-perbedaannya, dan menjalankan hak dan kewajibannya.

Governance (Syafri, 2012:177) mempunyai tiga fokus utama yaitu ekonomi,


politik, dan adminsitrasi. Economic governance meliputi proses pembuatan
keputusan yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of life. Political
governance adalah proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan.
Administrative governance merupakan sistem implementasi proses kebijakan.
Oleh karena itu, Institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara
atau pemerintahan), private sector (sektor swasta dan dunia swasta) dan society
(masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-
masing.

Interaksi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum


yang kondusif, sektor usaha menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan
society beperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk
mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam
aktivitas ekonomi, sosial, dan politik (Ali, 2011:164).

10
Gambar III.1 Hubungan Antar Sektor
Sumber : Ali, 2011

Aktor-aktor yang terlibat dari setiap domain governance (Ali, 2011:164) yaitu
negara terdiri dari lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik.
Sektor swasta meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di berbagai
bidang dan sektor informal lain di pasar. Masyarakat terdiri dari individual
maupun kelompok (baik terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara
sosial, politik, dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society
meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain.

III.1.1 Tata Kelola Transportasi


Secara umum transportasi dapat diartikan usaha pemindahan atau pergerakan
sesuatu, biasanya orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal ke
lokasi lain atau disebut juga lokasi tujuan untuk keperluan tertentu dengan
mempergunakan alat tertentu pula. Dari pengertian ini, maka transportasi
mempunyai beberapa dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan
keperluan tertentu seperti ekonomi, sosial dan kegiatan manusia lainnya. Jika
salah satu dari dimensi tersebut tidak ada, maka tidak disebut sebagai transportasi
(Miro, 1997). Sarana transportasi sebagai sarana pendukung harus memenuhi
standar kuantitas dan kualitas antara lain aman, cepat, lancar, nyaman, ekonomis,
dan terjamin ketersediaannya.

11
Menurut Khisty (2003), bentuk fisik dari kebanyakan sistem transportasi tersusun
atas empat elemen dasar yaitu:

a. Sarana perhubungan (link): Jalan raya atau jalur yang menghubungkan dua
titik atau lebih, pipa, jalur ban berjalan (belt coveyor), jalur laut, jalur
penerbangan juga dapat dikategorikan sebagai sarana perhubungan.
b. Kendaraan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari suatu titik
ke titik lain di sepanjang sarana perhubungan seperti mobil, bus, dan
sebagainya.
c. Terminal : Titik-titik dimana perjalanan orang dan barang dimulai atau
berakhir, seperti terminal bus dan bandar udara.
d. Manajemen dan tenaga kerja : Orang-orang yang membuat,
mengoperasikan, mengatur dan memelihara sarana perhubungan,
kendaraan dan terminal.

Sedangkan menurut Nasution (2004) pengangkutan diartikan sebagai pemindahan


barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan ini
terlihat bahwa unsur- unsur pengangkutan beberapa unsur penting diantaranya
adanya muatan yang diangkut, adanya kendaraan sebagai alat angkutan, ada jalan
yang dapat dilalui, ada terminal asal dan tujuan, serta ada sumber daya manusia,
organisasi atau manajemen yang menggerakkan kegiatan transportasi tersebut.
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara
dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik (Undang-Undang No. 25 Tahun
2009).

Jika dihubungkan dengan pengertian transportasi dan sistem transportasi, dapat


dikatakan, transportation governance adalah pengelolaan transportasi yang
terorganisasi dan memiliki keterkaitan dan keterikatan yang dikelola melalui
interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor swasta agar dapat menciptakan
tujuan pembangunan yang optimal. Pengelolaan transportasi yang optimal dengan
dukungan dari masyarakat dan swasta akan berdampak terhadap pembangunan
yang sedang berjalan.
12
Agar tata kelola transportasi dapat berjalan optimal dibutuhkan suatu perencanaan
transportasi yang matang. Perencanaan transportasi sangat perlu dilakukan agar
menciptakan sistem yang efisien dan efektif. Perencanaan transportasi untuk
mencapai sasaran yang diinginkan, menurut Adisasmita (2011:77), dengan
menetapkan kebijakan tentang beberapa hal berikut:

1. Sistem kegiatan (tata guna lahan). Rencana tata guna lahan yang baik
(lokasi tokoh, sekolah, pasar, kantor dan lainnya) dapat mengurangi
kebutuhan akan perjalanan yang panjang menjadi lebih dekat dan mudah.
2. Sistem jaringan (transportasi). Hal yang dapat dilakukan, misalnya
meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada, melebarkan jalan,
menambah jaringan baru dan lainnya.
3. Sistem pergerakan (lalu lintas). Hal yang dapat dilakukan antara lain
mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas
angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau
pembangunan jalan (jangka panjang).

Dalam transportasi, peran serta pihak selain pemerintah cukup penting dalam
merumuskan dan merencanakan kegiatan yang berhubungan dengan transportasi
sangat diharapkan seperti swasta dan masyarakat. Lebih lanjut menurut
Soejachmoen (2005:68) tata kelola transportasi kota yang baik perlu diletakkan
pada nilai nilai dasar dari tata kelola yang baik. Dengan demikian perlu sebuah
penyederhanaan, kemudian dirumuskan menjadi enam nilai dasar dari tata kelola
transportasi yang baik, yaitu:

1. Transportasi kota harus dikelola dengan bertanggung jawab atau akuntabel


dalam konteks kebaikan dan mutu, dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat sebagai pengguna sekaligus pemilik.
2. Penyelenggaraannya harus transparan sehingga semua orang dapat ikut
memantau dan mengontrol proses penyelenggaranya secara proporsional.
3. Transportasi publik harus responsif terhadap kebutuhan masyarakat kota,
termasuk diantaranya terhadap kemungkinan masalah yang muncul
maupun terhadap kemungkinan peluang mengembangkan tata transportasi
yang baru dan lebih baik.
13
4. Pengelolaan harus berdasarkan prinsip kewajaran atau fairness dimana
pengelolaan tidak boleh merugi atau memperoleh subsidi yang berlebihan,
namun tidak boleh dibebani untuk mencari laba yang sebesar besarnya.
Dengan demikian harus diterapkan inti dari performance indicators hal
tersebut.
5. Menjadi kesetaraan dasar dari setiap pengguna, artinya pelayanan yang
baik dan bermutu tidak membedakan kepada siapa pelayanan tersebut
diberikan.
6. Masyarakat harus berpartisipasi untuk menjamin bahwa pelayanan
transportasi kota berjalan dengan baik dan bermutu baik dalam menjaga
dan memelihara infrastrukturnya, yang pada akhirnya masyarakat dapat
menjadi pemelihara, investor atau pengelolanya.

Dapat dilihat bahwa tata kelola transportasi erat hubungannya dengan kebijakan
yang diambil oleh pemerintah. Akram, dkk (2011) menjelaskan isu-isu penting
yang berhubungan antara tata kelola transportasi dan efektivitas implementasi
kebijakan yang menjadi kunci dalam studi transportasi yaitu :

1. Perbedaan tujuan dan paradigma pemikiran masing-masing stakeholders


mengenai permasalahan transportasi;
2. Kurangnya integrasi perencanaan antar masing-masing stakeholders;
3. Kesenjangan antara analisis ekonomi dengan analisis dampak sosial;
4. Akuntabilitas dan transparansi yang rendah saat implementasi kebijakan
transportasi;
5. Struktur organisasi yang tidak terkoordinasi untuk merumuskan kebijakan
transportasi dan mengimplementasikan keputusan secara hierarkis dan
secara geografis.

Dari pernyataan di atas, disimpulkan bahwa hubungan tata kelola transportasi dan
implementasi kebijakan yang buruk akan berdampak terhadap sistem transportasi.
Sebab-sebab seperti kurangnya gabungan tujuan dan pendapat mengenai isu
transportasi, kurangnya integrasi antara rencana dan proses penyampaian, tidak
jelasnya hubungan antara ekonomi dan tujuan sosial dalam strategi pembangunan
transportasi, alokasi dana tidak terhubung dengan indikator kinerja, jarak dan
14
hubungan bermacam-macam antara tujuan pemerintah yang lebih luas dan tujuan
strategi transportasi, dan ketidakjelasan struktur untuk memformulasi kebijakan
transportasi dan implementasi secara hierarkis dan geografis, akan membuat
transportasi tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hubungan antara tata
kelola transportasi dan keefektifan implementasi kebijakan tentu tidak akan
berjalan baik jika tidak adanya interaksi dengan pihak lain yaitu swasta dan
masyarakat. Selain sebagai salah satu pengguna, peran swasta dan masyarakat
dapat menjadi salah satu pilar untuk mendukung kebijakan pemerintah seperti ikut
merencanakan atau memberikan aspirasi. Keterlibatan antara ketiga pihak tersebut
diharapkan dapat memberikan pelayanan transportasi yang lebih efisien dan
efektif.

III.2 Kelembagaan Transportasi


Kelembagaan didefinisikan sebagai hal‐hal yang berkaitan dengan siapa yang
bertanggungjawab terhadap aspek apa dan bagaimana mekanisme kerja dari
masing‐masing aspek yang dilaksanakan (Kelompok Keahlian Rekayasa
Transportasi ITB, 1997). Kelembagaan memiliki pengaruh yang penting dalam
suatu sistem baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat. Hal itu
dikarenakan kelembagaan sebagai sebuah peraturan akan dapat mengurangi
sebuah ketidakpastian dengan terbangunnya sebuah sistem yang kokoh bagi
interaksi antar manusia (North, 1990). Oleh karena itu, kelembagaan harus
dikelola dengan pendekatan kesisteman. Implikasinya pelaksanaan koordinasi
antar bagian didalamnya akan lebih mudah sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja (Siagian, 1999).

Manajemen dan kelembagaan juga berperan dalam suatu kebijakan transportasi di


suatu daerah. Dari sinilah seluruh asal kebijakan, koordinasi, pengelolaan
keuangan, dan faktor-faktor dasar penentu efektifitas dan efisiensi suatu
perencanaan transportasi dapat berjalan dengan baik. Kelembagaan dalam
kaitannya dengan sistem kegiatan, transportasi, dan pergerakan lalu lintas,
memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Miro, 1997):

15
 Legalisasi di bidang sistem transportasi, misalnya mengeluarkan undang-
undang, peraturan-peraturan, izin-izin, dan pengaturan lainnya dalam
sebuah surat keputusan;
 Perencanaan transportasi;
 Politik;
 Organisasi transportasi seperti kementerian, badan usaha, pemda, dinas,
organisasi (asosiasi) penyedia, dan sebagainya;
 Sumber pembiayaan dalam pengoperasian sistem transportasi;
 Pemeliharaan fasilitas;
 Pengawasan, sanksi hukum, dan pembinaan;
 Pajak dan subsidi.

Menurut Sektor Proyek Pelayanan Konsultasi Kebijakan Transportasi (GIZ, 2011)


pengelolaan angkutan umum yang efektif dibangun di atas empat fondasi, yaitu :

1. Kebijakan yang koheren, dan strategi implementasi;


2. Struktur industri angkutan umum yang mengamini persaingan sehat atau
pengendalian dengan regulasi;
3. Kerangka regulasi yang menyediakan dasar hukum untuk menyeimbangkan
antara hak, kewajiban, dan insentif;
4. Kelembagaan regulasi yang memiliki kemampuan memadai dan kemandirian
(otonomi) untuk melakukan perencanaan jaringan dasar, menjalankan
peraturan dan mengarahkan pengembangan industri angkutan umum.

Selain empat fondasi di atas, menurut (GIZ, 2011) terdapat lima langkah penting
dan hirarkis dalam penyelenggaraan sistem angkutan umum, yaitu:

1. Menentukan visi serta kebijakan transportasi perkotaan yang koheren, dan


menyusun garis-garis besar strategi implementasi;
Menurut Modul Transportasi Perkotaan dan Kebijakan Pembangunan, fondasi
yang kuat dari suatu struktur transportasi yaitu penyataan visi kebijakan
transportasi perkotaan yang jelas, yaitu yang menetapkan prinsip-prinsip,
tujuan, dan prioritas dari penggunaan ruang jalan dan untuk moda transportasi
umum dan pribadi, termasuk pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor.
16
Kebijakan untuk mengembangkan angkutan umum akan lebih efektif jika
didukung oleh kebijakan lain, terutama kebijakan tata guna lahan, yaitu
mendorong pembangunan berkepadatan tinggi pada angkutan umum, serta
penerapan langkah-langkah mobilitas untuk mengurangi penggunaan mobil.

2. Menginisiasi proses perencanaan yang efektif;


Proses perencanaan serta langkah-langkah yang dilakukan untuk
mempengaruhi pengembangan di masa depan demi tercapainya tujuan
kebijakan, dilakukan oleh pemerintah kota. Oleh karena itu, sangat penting
bagi pihak tersebut untuk memiliki kemampuan memantau sistem
transportasi, menganalisis dan mengolah data untuk memprediksi
kecenderungan tren.

3. Menentukan komposisi dari struktur industri angkutan umum;


Komposisi dari industri diartikan dengan jumlah kendaraan, ukuran
kendaraan dan armada, perimbangan antara kepemilikan individual
(perorangan), dan bentuk badan usaha lain, dan menentukan sejauh mana
diperlukannya kepemilikan publik atau pemerintah.

4. Mengembangkan kerangka regulasi yang tepat;


Kerangka regulasi harus mengandung hal-hal berikut, antara lain
kewenangan, tugas, dan kebebasan dari pemerintah dan operator.

5. Membentuk lembaga perencanaan dan regulator yang efektif;


Lembaga perencanaan dan regulator harus dibentuk sedemikian rupa dan
harus sepenuhnya mampu menjalankan fungsi perencanaan dan menegakkan
peraturan secara baik. Pada beberapa studi kasus, terdapat contoh lembaga
yang dibentuk tidak mampu menjalankan fungsi perencanaan, adapun
penyebab hal ini salah satunya yaitu komposisi industri yang terlalu
terfragmentasi maupun dikarenakan peraturan yang tidak sesuai dengan
struktur industri dan tujuan kebijakan.

17
Berikut pada Tabel II.1 ini merupakan strategi untuk mengembalikan
keseimbangan transportasi perkotaan.

Tabel III.1 Strategi untuk Mengembalikan Keseimbangan Transportasi


Tujuan Strategi
Mengurangi jumlah Berinteraksi dengan sejumlah organisasi berbasis
pemohon izin trayek (asosiasi trayek koperasi, atau perusahaan),
dan tidak dengan operator kendaraan pribadi
Mengurangi kedalaman - Peraturan harus fokus pada perencanaan
dan ruang lingkup strategis dan kebijakan peraturan harus bersifat
kebijakan pengendalian membimbing
- Memberikan tanggung jawab kepada
organisasi trayek mengenai koordinasi internal
dan aspek operasional
- Memberikan keleluasaan kepada organisasi
trayek untuk menyesuaikan layanan untuk
memenuhi permintaan, sesuai pedoman yang
diberikan
Mengurangi kompleksitas - Menyederhanakan kategori kendaraan dan
peraturan trayek
- Meniadakan peraturan yang berlebihan
- Memilih operator yang terbaik melalui
tender/lelang, melalui hal ini dimungkinkan
terjadinya pengurangan kebutuhan intervensi
selanjutnya oleh regulator/pemerintah
Sumber : Dorsch Consult, 1999

Ada empat tahap evolusi kelembagaan angkutan umum di Indonesia (Kerangka


Kelembagaan, Urban Mobility for Indonesia, GIZ 2010) yaitu meliputi:

18
Tahap 1: Kondisi eksisting institusi umum saat ini, dimana angkutan umum
didominasi oleh angkutan individual. Angkutan umum berada di bawah proses
perijinan dan pengawasan Dinas Perhubungan (Dishub) daerah.

Tahap 2: Angkutan umum berbentuk perusahaan. Tahap ini ditandai dengan


pembentukan UPTD Dishub yang menangani implementasi SPM (Standar
Pelayanan Minimum), melakukan kontrak perjanjian operasional dengan operator,
dan melakukan pelelangan dengan dasar kualitas (quality based licencing).

Tahap 3: Tahap ini telah menetapkan suatu badan berupa “management company”
untuk melakukan proses implementasi SPM, lelang, dan kontrak kepada seluruh
operator angkutan umum. UPTD memberikan kontrak kepada management
company dalam bentuk penugasan dengan jangka waktu tertentu melalui lelang
dengan dasar kualitas terbaik dan harga paling kompetitif (Outsourcing)

Tahap 4: Merupakan pengembangan tahap 3. UPTD tidak hanya melayani


angkutan umum tetapi juga menangani TDM (Transportation Demand
Management), yaitu Manajemen Permintaan Transportasi yang terdiri dari 3
konsep, yaitu: tata guna lahan, jaringan jalan, dan pengembangan angkutan
umum.

Gambar III.2 Tahap Evolusi Kelembagaan Angkutan Umum

Sumber : Urban Mobility for Indonesia, 2011

19
III.3 Kebijakan Transportasi Perkotaan
Kebijakan transportasi digunakan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan
transportasi, adapun kebijakan transportasi dibagi menjadi 6 kebijakan
(Adisasmita, 2011) yaitu:

1. Kebijakan Transportasi yang Terkonsolidasi


Terkonsolidasi diartikan sebagai upaya pemanfaatan kapasitas moda
transportasi yang tersedia secara maksimum. Pemanfaatan kapasitas sarana
transportasi secara terkonsilidasi adalah mengupayakan faktor penumpang
(passenger factor atau sering disebut pula load factor) mencapai angka
(presentase) yang tinggi.
2. Kebijakan Transportasi yang Terkoordinasi
Terkoordinasi diartikan bahwa masing-masing jenis sarana angkutan
perkotaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya, yaitu dalam
penyediaan jumlah dan kapasitasnya yang ditempatkan dalam rute atau
trayek yang dilayaninya, penentuan rute atau trayek yang dilayani,
penentuan tarif angkutan, pemberian izin usaha dan lainnya, harus
dilakukan secara terkoordinasi dengan baik, tidak seharusnya mengikuti
kepentingan masing-masing operator. Terkoordinasi dengan baik
dimaksudkan bahwa masing- masing sarana angkutan perkotaan yang
berbeda-beda itu, dalam penyelenggaraan pelayanan kegiatan
transportasinya tidak dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi terkait satu
sama lain.
3. Kebijakan Transportasi yang Terintegrasi
Terintegrasi atau terpadu dimaksudkan bahwa penyelenggaraan kegiatan
pelayanan transportasi perkotaan yang mencakup prasarana transportasi
dan sarana transportasi dikelola dan dilaksanakan secara kesisteman.
Secara kesisteman berarti keseluruhan unsur transportasi, yang meliputi
prasarana transportasi dan sarana transportasi baik darat, laut dan udara
dikelola dan dilaksanakan dalam kegiatan pelayanan transportasi yang
padu, yang utuh secara menyeluruh.

20
4. Kebijakan Transportasi yang Tersinkronisasi
Tersinkronisasi berarti sesuai (kesesuaian) atau serasi (keserasian).
Kebijakan transportasi yang tersinkronisasi dimaksudkan menyediakan
berbagai sarana angkutan yang serasi dalam jenisnya, dalam jumlahnya
dalam besaran kapasitas angkutnya. Jumlah sarana angkutan yang serasi
dimaksudkan tersedia mencukupi, tidak perlu berlebihan atau tidak
kekurangan. Kebijakan transportasi yang tersinkronisasi dimaksudkan
untuk menyediakan jumlah dan kapasitas sarana angkutan yang serasi
dengan besarnya kebutuhan jasa transportasi
5. Kebijakan Transportasi yang Berkesinambungan
Berkeseimbangan diartikan bahwa pelayanan transportasi diselenggarakan
keseluruhan bagian wilayah daerah perkotaan, untuk memenuhi kebutuhan
akan jasa transportasi bagi penduduk yang bermukim tersebar di seluruh
bagian daerah perkotaan. Terlaksananya pembangunan perkotaan yang
berkelanjutan ditunjang oleh pelayanan transportasi yang
berkeseimbangan. Fungsi transportasi sangat penting dan strategis dalam
melayani pembangunan dan pertumbuhan perkotaan yang cenderung
semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk kota
yang cukup tinggi.
6. Kebijakan Transportasi yang Harmonis
Harmoni diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan melalui berbagai
unsur, satu sama lain tidak terjadi benturan untuk menciptakan keadaan
yang lebih tinggi. Sistem transportasi perkotaan yang harmonis dapat
diwujudkan meliputi banyak faktor, diantaranya didukung oleh peraturan
yang komperhensif, akomodatif dan implikatif, manajemen lalu lintas
yang cerdas, kemampuan dan keterampilan pengelola dan perlilaku
kegiatan transportasi yang tinggi, serta kepedulian masyarakat luas.

III.3.1 Kebijakan Angkutan Umum


Kebijakan angkutan umum akan menjadi salah satu komponen dari kebijakan
transportasi perkotaan yang akan membahas mengenai kebijakan pembangunan
perkotaan yang lebih luas, termasuk sosial, ekonomi, lingkungan, dan tata ruang.
21
Kebijakan angkutan umum pada masing-masing wilayah pada umumnya akan
dipayungi oleh suatu undang-undang. Pada suatu negara dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, terdapat tiga prinsip kebijakan yang dianjurkan, yaitu :

- Mengembangkan infrastruktur transportasi;


- Memperbaiki sistem angkutan umum;
- Mengelola permintaan penggunaan jalan.

Di beberapa negara dengan peran Ibukota yang mendominasi dari segi ekonomi
dan jumlah penduduk yang tidak proporsional, hal tersebut memerlukan langkah-
langkah kebijakan khusus, antara lain dengan ketentuan untuk menggunakan bus
besar, pengembangan angkutan umum massal kereta api, dan pembatasan
penggunaan mobil pribadi.

Perhatian serius pemerintah tentang keadaan transportasi di Indonesia baru


tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ). Dalam pasal 158 disebutkan bahwa “Pemerintah menjamin
ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan
orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan”. Salah satu
alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan Bus Rapid Transit.

Beberapa sisi posistif penggunaan BRT adalah:

1) Biaya investasi rendah,


2) Menggunakan prasarana jalan raya yang dapat melalui pusat kota,
3) Cepat,
4) Kapasitas tinggi,
5) Nyaman, murah, aman,
6) Dapat terintegrasi dengan angkutan lain (sebagai feeder)

22
III.4 Studi Literatur
Berikut merupakan penelitian yang menjadi bahan rujukan dalam penyusunan proposal penelitian Analisis Penyediaan Angkutan Bus
Kampus Institut Teknologi Sumatera.

Tabel III.2 Studi literatur


N
Sumber Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian
o
1. Besarnya perjalanan dengan menggunakan
kendaraan tidak bermotor, disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain faktor iklim,
fasilitas jalur khusus sepeda dan pejalan kaki,
serta ketersediaan lahan untuk parkir
Melakukan survei terhadap kendaraan
Menganalisis kebijakan
mahasiswa di kampus, yang telah
Sustainable kampus terhadap
Balsas, memiliki fasilitas pedestrian dan
Transportation transportasi berkelanjutan 2. Beberapa aspek yang harus diperhatikan
1 Carlos J.L. komunitas sepeda, seberapa besar
Planning on yaitu dari sisi penggunaan untuk menyukseskan kebijakan pengunaan
(2003) peran dan kontribusi mereka dalam
College Campuses kendaraan tidak bermotor di kendaraan tidak bermotor di wilayah kampus
mendukung kebijakan transportasi
dalam wilayah kampus yaitu strategi TDM (Transportation Demand
yang berkelanjutan
Management), aspek perencanaan, asosiasi
pendukung, ketersediaan fasilitas, kegiatan
sosialisasi, dan kebijakan yang 'memaksa'
konsumen untuk mengurangi pemakaian
kendaraan bermotor

23
N
Sumber Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian
o

1. 18% dari responden yaitu sivitas


akademika UKM, memilih untuk berjalan
kaki, 31% menggunakan bus kampus, dan
Menganalisis pola
Norzalwi Public Approach Melakukan survei terhadap dosen, 50% lainnya menggunakan kendaraan pribadi
pergerakan dan persepsi
Norsyuhadah, Towards tenaga kependidikan, dan mahasiswa
sivitas akademika di
2 Ismail Sustainable mengenai moda transportasi yang
Universiti Kebangsaan 2. Keinginan berjalan kaki sivitas akademika
Amiruddin Transportation in digunakan untuk melakukan
malaysia terhadap layanan UKM untuk pergerakan di wilayah dalam
(2011) UKM's Campus pergerakan di wilayah dalam kampus
transportasi dalam kampus kampus yaitu sejauh 100 meter
3. Minimnya pengguna bus kampus
dikarenakan tidak terjadwalnya perjalanan
bus dengan baik, dan faktor kenyamanan bus
3 Hashim Assessment of Menganalisis seberapa Melakukan evaluasi terhadap 1. Lebih dari 50% mahasiswa universitas
Rugayah, Campus Bus besar peran bus kampus angkutan bus yang melayani rute negeri di Malaysia, menggunakan bus
Haron Service Efficacy : dalam menjaga kualitas kampus di Universitas Negeri yang kampus sebagai moda untuk berpindah di
Shireen, An Application lingkungan terdapat di Malaysia. dalam wilayah kampus.
Mohamad Towards Green
Sabariah, Environment 2. Sebagian dari suatu perjalanan kampus,
Hassan memiliki jarak tempuh yang kurang dari 5
Farihah km. Dengan adanya bus kampus, pergerakan
(2013) ini dapat diakomodasi dengan lebih praktis

24
N
Sumber Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian
o
3. Penggunaan bus kampus bersifat ramah
lingkungan dikarenakan dapat mengurangi
penggunaan mobil pribadi yang dapat
menyebabkan kemacetan khususnya di
gerbang masuk dan keluar kampus

4. Penggunaan layanan bus kampus


mengurangi limbah karbon yang sangat
signifikan

25
Bab IV Metodologi Penelitian

IV.1 Bagan Alir Pekerjaan


Berikut ini merupakan bagan alir tahapan pengerjaan dari penelitian berikut:

Gambar IV.1 Bagan alir penelitian

26
IV.1.1 Tahap Persiapan
Penelitian ini dimulai dengan tahapan persiapan, yaitu pada tahap ini disusun
kerangka studi untuk seluruh aktifitas dalam penelitian ini. Kegiatan tersebut
antara lain, pemantapan metodologi penelitian dengan mempelajari latar belakang,
tujuan, dan ruang lingkup penelitian. Selain itu dilakukan pula kajian normatif
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kelembagaan transportasi dan regulasi
transportasi yang berlaku di Indonesia.

1. Kegiatan pemantapan metodologi penelitian, dilakukan dengan cara


berikut:
a. Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan
berikutnya, untuk efisiensi waktu dan sumber daya;
b. Menetapkan metode analisis yang digunakan, dikarenakan hal tersebut
akan mempengaruhi kebutuhan data, penyediaan waktu analisis dan
kualitas hasil studi secara keseluruhan.
2. Kajian normatif digunakan untuk memahami peraturan perundangan yang
berlaku mengenai aturan mengenai Angkutan Jalan. Adapun kajian ini
akan digunakan pada saat tahap analisis akhir dengan membandingkan
dengan studi kasus penelitian, agar dihasilkan kesimpulan dan
rekomendasi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

IV.1.2 Tahap Pengumpulan Data


Setelah tahap persiapan selesai, mulai dilakukan kajian kelembagaan dan regulasi
BRT Kampus dengan melihat preseden kajian yang telah dilakukan sebelumnya
dan mengkaji regulasi yang ada mengenai penyediaan angkutan umum massal
seperti Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar Lampung dan regulasi lainnya yang
terkait.

Selanjutnya tahap pengumpulan data dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data


penelitian, adapun data yang digunakan bersifat data primer dan data sekunder.
Data primer digunakan untuk menganalisis dari kajian normatif yang telah
27
dilakukan pada tahap persiapan, selain itu data primer didapatkan dari hasil
wawancara terhadap para pemegang kepentingan (stakeholders) di lembaga yang
terlibat pada suatu sistem angkutan umum. Studi kasus yang dilakukan yaitu
Jaringan Angkutan Umum di Wilayah Kampus ITERA, yang secara administrasi
wilayah tersebut termasuk ke dalam Kabupaten Lampung Selatan yang berdekatan
dengan Kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, wawancara kepada para
stakeholder akan dilakukan kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung
Selatan, Kota Bandar Lampung, dan Provinsi Lampung.

IV.1.3 Tahap Analisis


Tahap analisis merupakan tahapan pengolahan data yang telah didapatkan menjadi
informasi agar karakteristik data tersebut dapat lebih mudah dipahami, sehingga
dapat menghasilkan suatu kesimpulan dan rekomendasi. Adapun analisis data
yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis komparasi. Setelah tahap
pengumpulan data, dilakukan kembali survei lapangan mengenai data trayek
eksisting jaringan angkutan umum di wilayah Provinsi Lampung. Analisis
deskriptif dilakukan untuk mentransformasikan data mentah ke dalam bentuk data
yang lebih mudah dimengerti dan ditafsirkan dan menyajikannya menjadi
informasi yang akurat. Pada analisis komparasi studi, yaitu analisis yang
dilakukan dengan mengkomparasikan kondisi wilayah studi dengan pengelolaan
bus kampus di kampus lainnya, maupun dibandingkan dengan Bus Rapid Transit
(BRT) yang telah beroperasi di Indonesia.

28
Bab V Kemajuan Penelitian

V.1 Kemajuan Pelaksanaan Penelitian


Dari bagan alir tahapan penelitian yang dilakukan, adapun kemajuan pelaksanaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:

V.1.1 Kajian Normatif


Kajian normatif merupakan kajian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan
tertulis yang berlaku mengenai aturan mengenai Angkutan Jalan. Adapun kajian
ini akan digunakan pada saat tahap analisis akhir dengan membandingkan dengan
studi kasus penelitian, agar dihasilkan kesimpulan dan rekomendasi yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Beberapa peraturan tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan


Jalan;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan;
5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum.
6. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar Lampung

V.1.2 Pengumpulan Data


Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis, yaitu data
primer dan data sekunder. Adapun untuk data primer didapatkan melalui survei
kepada responden, yaitu sivitas akademika ITERA, serta survei lapangan. Untuk
data sekunder didapatkan melalui instansi terkait, dalam hal ini yaitu Dinas
Perhubungan Kabupaten, Kota, dan Propinsi Lampung.

29
1. Data Sebaran Responden

Untuk melakukan izin penyelenggaraan trayek angkutan umum penumpang,


analisis rute Bus Kampus ITERA, diawali dengan melakukan survei sebaran
tempat tinggal para sivitas akademika. Dari data tersebut, dilakukan pemetaan
sebagai berikut:

Gambar V.1 Sebaran Tempat Tinggal Sivitas Akademika ITERA


Sumber: Hasil Analisis, 2019

2. Data Sekunder

Adapun untuk data sekunder, hingga saat ini masih dalam tahap pengumpulan
data.

V.2 Hasil Penelitian dan Luaran yang telah Diperoleh

V.2.1 Rencana Trayek Bus Kampus ITERA


Dari pemetaan tersebut, diketahui sebaran tempat tinggal sivitas akademika
ITERA. Adapun untuk penentuan trayek, harus diketahui terlebih dahulu luas
coverage area atau wilayah yang dapat terlayani suatu angkutan umum. Adapun

30
kemampuan berjalan kaki calon penumpang, ditentukan melalui ketetapan World
Bank yaitu sejauh 300 meter. Selain parameter tersebut, hal-hal lain yang
dipertimbangakan dalam penentuan trayek BRT ITERA yaitu data trayek
angkutan umum yang telah beroperasi di wilayah Kota Bandar Lampung dan
Kabupaten Lampung Selatan, serta geometri jaringan jalan yang mendukung
untuk operasional konfigurasi suatu BRT, berikut merupakan rencana trayek yang
akan dilalui Bus Kampus ITERA:

Gambar V.2 Rencana Trayek 1 Bus Kampus ITERA


Sumber: Hasil Analisis, 2019

Dari Gambar rencana trayek 1 Bus Kampus ITERA diatas, dapat diketahui secara
administratif kepemilikan jalan yang dilalui adalah sebagai berikut:

1. Jalan Terusan Ryacudu : Jalan Nasional


2. Jalan Hi. Pangeran Suhaimi : Jalan Propinsi
3. Jalan Airan Raya : Jalan Kabupaten
4. Jalan Ratu Dibalau : Jalan Kota
5. Jalan Lintas Sumatera : Jalan Nasional

31
6. Jalan Ryacudu : Jalan Propinsi

Adapun untuk rencana trayek dua Bus Kampus ITERA adalah sebagai berikut:

Gambar V.3 Rencana Trayek 2 Bus Kampus ITERA


Sumber: Hasil Analisis, 2019

Dengan status administrasi kepemilikan jalan yang dilalui oleh rencana trayek 2
Bus Kampus ITERA sebagai berikut:
1. Jalan Pangeran Senopati Raya : Jalan Propinsi
2. Jalan Ryacudu : Jalan Propinsi
3. Jalan Soekarno Hatta : Jalan Nasional
4. Jalan Endro Suratmin : Jalan Propinsi

Pada tingkat lintas kabupaten/kota, dalam pengajuan izin operasional trayek


angkutan jalan, harus dilakukan kajian mengenai angkutan apa saja yang mungkin
memiliki trayek yang tumpang tindih ke Dinas Perhubungan Kabupaten dan Dinas
Perhubungan Kota. Berikut merupakan kondisi mengenai ketersediaan trayek
eksisting dengan kedua rencana trayek Bus Kampus ITERA tersebut:

32
Tabel V.1 Analisis Jaringan Trayek

Analisis
Kondisi Eksisting Strategi
Kesenjangan

Trans Bandar Akan dibangun halte integrasi


Lampung (Panjang - Bersinggungan di Jalan Nasional Soekarno
Rajabasa) Hatta oleh Kemenhub

Trans Lampung
Bersinggungan Adanya halte integrasi
(ITERA - UNILA)

Bersifat sebagai feeder


Angkutan Kota Bersinggungan
menuju bus stop

Sumber: Hasil Analisis, 2019

Lokasi ITERA secara administrasi berada di Kabupaten Lampung Selatan, namun


berbatasan langsung dengan Kota Bandar Lampung, dengan demikian izin
operasional trayek angkutan jalan akan dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan
Provinsi Lampung. Akan tetapi, Dinas Perhubungan Provinsi akan meminta
rekomendasi dari Kabupaten dan Kota terlebih dahulu, untuk mengantisipasi
mengenai trayek yang bersingungan. Setelah mendapatkan rekomendasi tersebut,
apabila di tingkat Provinsi memberikan izin operasional, maka Dinas
Perhubungan Provinsi akan mengeluarkan izin prinsip yang selanjutnya
dilanjutkan dengan adanya rekomendasi untuk dapat diajukan ke Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.

V.2.2 Kelembagaan Bus Kampus ITERA


Kelembagaan angkutan Bus Kampus ITERA memerlukan suatu kajian ataupun
analisis, dikarenakan ITERA merupakan institusi pendidikan yang tidak dapat
berdiri sendiri dalam pengelolaan angkutan umum penumpang. Diperlukan suatu
unit usaha dan kerjasama dengan pihak pengelola lainnya, untuk menciptakan
suatu tata kelola angkutan umum penumpang yang baik. Berikut merupakan
penjelasan peran masing-masing stakeholders Bus Kampus ITERA.
33
V.2.2.1 Analisis Peran ITERA sebagai Operator Bus Kampus ITERA
Usulan yang diberikan dalam kajian kelembagaan Bus Kampus ITERA ini adalah,
pengelolaan Bus oleh unit usaha koperasi yang dimiliki oleh ITERA. Adapun
mekanisme pengelolaan operasional yang ditawarkan antara lain sebagai berikut:

Gambar V.4 Usulan Mekanisme Operasional Bus Kampus ITERA


Sumber: Hasil Analisis, 2019
Dalam menjalankan peran sebagai operator, terdapat beberapa karakteristik yang
harus dimiliki oleh operator tersebut. dari kondisi real di wilayah studi, terdapat
beberapa analisis kesenjangan yang disertai dengan strategi untuk mengatasi gap
tersebut. Adapun analisis data tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel V.2 Peran ITERA sebagai Operator

Karakteristik Operator Analisis Kesenjangan Strategi


Memiliki Bidang Usaha ITERA belum unit kerja Koperasi ITERA dapat
Angkutan yang memiliki izin menjadi unit usaha
usaha di bidang angkutan bus kampus
angkutan umum
Memiliki Surat Izin Usaha Belum Ada Proses pengajuan
Angkutan
Memiliki manajemen
operasi armada bus
Memiliki Surat Izin Usaha Belum Tersedia Membentuk struktur
Angkutan organisasi pengelolaan
Memiliki manajemen yang melibatkan
operasi armada bus akademisi ITERA
Memiliki Pengalaman dan Belum Ada - Perencanaan, Kajian
34
Karakteristik Operator Analisis Kesenjangan Strategi
Kompetensi Mengelola Operasional, Kajian
Operasional Bus Kelembagaan
dilakukan oleh Tim
Akademisi ITERA
- Meskipun tidak secara
legal bekerja sama
dengan pihak penyedia
armada, akan
dilakukan laporan hasil
kinerja operasional
setiap tahunnya
sebagai bagian dari
pengawasan
Mengoperasikan Belum Tersedia Akan dilakukan
Prasarana Pool, pengadaan rambu Bus
Workshop, dan Bengkel Stop oleh Operator, dan
halte integrasi oleh
Kementerian
Perhubungan
Sumber: Hasil Analisis, 2019

V.2.2.2 Analisis Peran Pemerintah sebagai Regulator


Terdapat tiga lembaga atau instansi yang terlibat dalam pengadaan Bus Kampus
ITERA nantinya, yaitu Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan Propinsi,
Dinas Perhubungan Kota, dan Dinas Perhubungan Kabupaten. Berikut ini
merupakan tugas dan wewenang masing-masing instansi:

Tabel V.3 Tugas dan Wewenang Pemerintah sebagai Regulator

Tugas dan
Instansi Keterangan
Wewenang
Sebagai pemberi hibah, secara legal
Kementerian Pengadaan
tidak bekerja sama dengan Pihak
Perhubungan angkutan umum
Operator
Mengeluarkan izin operasional, dan
Dinas Perhubungan trayek kepada BRT ITERA untuk
Izin trayek
Propinsi Lampung beroperasional; mengawasi kinerja
operasional Smart BRT ITERA
Dinas Perhubungan Izin trayek Mengeluarkan izin kepemilikan
Kota Bandar trayek, yang melintasi jalan di
Lampung perkotaan Kota Bandar Lampung;
melakukan pengawasan pada kinerja

35
Tugas dan
Instansi Keterangan
Wewenang
operasional Smart BRT ITERA
Mengeluarkan izin kepemilikan
Dinas Perhubungan trayek, yang melintasi jalan
Kabupaten Izin trayek Kabupaten Lampung Selatan;
Lampung Selatan melakukan pengawasan pada kinerja
operasional Smart BRT ITERA
Sumber : Hasil Analisis, 2019

V.2.2.3 Standar Pelayanan Minimal Bus Kampus ITERA


Elemen besar dari Bus Kampus ITERA adalah sebagai berikut:

Tabel V.4 Elemen Besar Bus Kampus ITERA

Bus Bus Stop E-Payment Sistem Informasi


Pengelolaan oleh Pengelolaan oleh Fasilitas prasarana Aplikasi Pocket
operator operator di bus berupa oleh UPT TIK
Tapping ITERA
Pengadaan Pengadaan Rambu Uang Elektronik
Sumber Daya
Manusia
Pengawasan Pengawasan Pengawasan
dengan SPM dengan SPM dengan SPM
Angkutan Angkutan Angkutan
Penumpang Penumpang Penumpang
Sumber : Hasil Analisis, 2019

Adapun penjelasan dari masing-masing elemen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas Bus
Kendaraan operasional angkutan umum akan dikelola secara penuh oleh
pihak operator, dengan bantuan dari kerjasama pihak pengelola lain. Untuk
penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia juga termasuk
tanggung jawab dari pihak pengelola atau operator. Adapun kegiatan
operasional Bus Kampus ITERA, akan dilakukan pengawasan oleh
pemerintah terkait regulator sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
Angkutan Penumpang.
2. Fasilitas Bus Stop
Fasilitas halte pemberhentian, akan diadakan dibawah pengelolaan operator.
Dengan izin pengadaan yang dikeluarkan oleh masing-masing instansi sesuai
36
dengan wilayah pelayanan masing-masing. Fasilitas bus stop juga akan
dilakukan pengawasan oleh pemerintah terkait regulator sesuai dengan
Standar Pelayanan Minimal Angkutan Penumpang.
3. Metode Pembayaran
Metode pembayaran tarif dilakukan dengan menggunakan fasilitas electronic
payment yaitu dengan ketersediaan fasilitas tapping yang berada di dalam
bus. Metode pembayaran dapat dilakukan menggunakan kartu payment.
Adapun dalam hal ini operator diharuskan bekerjasama dengan pihak bank
untuk memudahkan penumpang melakukan pembayaran dengan kartu
tertentu yang telah ditentukan. Fasilitas metode pembayaran ini juga akan
dilakukan pengawasan oleh pemerintah terkait regulator sesuai dengan
Standar Pelayanan Minimal Angkutan Penumpang.
4. Sistem Informasi
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, sistem informasi di
ITERA, telah menggunakan aplikasi untuk masing-masing sivitas akademika
untuk mengakses kebutuhan informasi mengenai dunia kampus. Adapun hal
ini juga akan dikembangkan untuk sistem informasi secara real time apabila
telah diberlakukan operasional Bus Kampus ITERA. Pengadaan sistem
informasi bus, akan disesuaikan dengan standar sistem informasi yang
terdapat pada peraturan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Penumpang.

V.2.3 Luaran yang Telah Dihasilkan


Hingga saat ini belum terdapat luaran yang dihasilkan, namun saat ini penulis
sedang dalam masa submit prosiding Forum Studi Transportasi antar Perguruan
Tinggi yang akan dilaksanakan pada tanggl 1-3 November 2019 di Universitas
Haluoleo di Kendari, Propinsi Sulawesi Tenggara yang akan memasuki tahap
review pada bulan Agustus 2019 mendatang.

V.3 Tahap yang Masih Harus Diselesaikan


Beberapa tahapan yang masih harus diselesaikan antara lain yaitu:

1. Kajian subsidi pada Bus Kampus ITERA;


2. Kajian analisis evaluasi kinerja operasional Bus Kampus ITERA;

37
3. Pemetaan hasil survei mengenai trayek angkutan umum eksisting yang
melalui wilayah Kecamatan Sukarame dan Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Selatan.

V.4 Kendala yang Dihadapi dan Solusinya


Kendala yang dihadapi pada pengerjaan penelitian ini yaitu, pengumpulan data
sekunder, yang hingga saat ini belum mendapatkan data yang sesuai. Adapun data
yang dibutuhkan yaitu mengenai pemetaan trayek angkutan umum di wilayah
Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung dan Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan. Hingga saat ini data yang didapatkan yaitu berupa
daftar trayek angkutan umum yang melayani wilayah Provinsi Lampung, tanpa
adanya pemetaan rute. Adapun solusi yang dilakukan yaitu, dengan melakukan
survei primer yaitu survei lapangan, menggunakan pengamatan langsung.

38
Bab VI Kesimpulan Sementara

Institut Teknologi Sumatera merupakan institut teknologi negeri pertama di pulau


Sumatera yang akan terus berkembang dan berinovasi dalam memenuhi
kebutuhan sumber daya dan ilmu teknologi di Pulau Sumatera khususnya. Dengan
penambahan sumber daya manusia yang terus berkembang, dibutuhkan suatu
kajian mengenai pembangunan transportasi yang berkelanjutan, yaitu salah
satunya adalah penyediaan Bus Kampus ITERA. Dalam perencanaannya, selain
kajian operasional yaitu terkait dengan trayek, spesifikasi sarana dan prasarana,
dibutuhkan kajian regulasi dan kelembagaan untuk membangun suatu tata kelola
transportasi yang baik. Status institusi yang berupa Satuan Kerja, menimbulkan
suatu kondisi khusus dalam pengelolaan usaha angkutan umum.

1. Berikut merupakan usulan mekanisme pengelolaan Bus Kampus ITERA:


a. Pengelolaan usaha angkutan umum akan dilaksanakan oleh unit usaha
Koperasi ITERA;
b. Akan dibentuk tim ahli transportasi yang berasal dari akademisi ITERA,
yang bertugas sebagai pengelola dan pengawas internal operasional;
c. Akan dilakukan Laporan Evaluasi Kinerja Operasional Tahunan, sebagai
bentuk pertanggungjawaban meskipun secara legal tidak terikat kerjasama
dengan Kementerian Perhubungan;
d. Pembayaran BOK kepada Koperasi ITERA sebagai pengelola.

2. Adapun beberapa kondisi kesenjangan disertai strategi mengenai izin usaha


dan trayek maupun struktur organisasi tata kelola Bus Kampus ITERA adalah
sebagai berikut:
a. Terdapat trayek yang bersinggungan dengan Trans Lampung, Trans
Bandar Lampung, dan angkutan kota. Adapun strategi yang akan
dilakukan yaitu, pembangunan halte integrasi, serta pemanfaatan
angkutan umum selain bus sebagai angkutan pengumpan.

39
40
DAFTAR PUSTAKA

1 Balsas, Carlos J.L. “Sustainable Transportation Planning on College


Campuses”, Transport Policy.vol.10, pp.35-49, 2003.

2 Chairunnisa, Yane dan Rachmawati, Rini. 2012. Kajian Penyediaan dan
Pemanfaatan Pelayanan Transportasi Publik di Kota Bekasi.

3 Eboli Laura dkk. “Service Quality Attributes Affecting Customer Satisfaction
for Bus Transit”, Journal of Public Transportation.vol.10, No. 3, 2007.

4 Faried Ali. (2011). Teori dan Konsep Administrasi : Dari Pemikiran
Paradigmatik Menuju Redefinis. Jakarta : Rajawali Pers.

5 Ghoni, Ahmad, Yuniar, Haptiwi Tri, Riyanto, Bambang dan Supriyono. 2013.
Optimalisasi Kelembagaan dan Manajemen dalam Bus Rapid Transit Semarang.

6 GTZ. (2003): Sustainable Urban Transport Sourceboo for Policy-makers in


Developing Cities, Germany : TZ Verlagsgessellchaft mbH.

7 Hariyono, Dipo Warjoeno dan Prawesthi, Wahyu. 2015. Penyelenggaraan


Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum di Surabaya.

8 Hashim Rugayah, Haron Shireen, Mohamad Sabariah, Hassan Farihah.


“Assessment of Campus Bus Service Efficacy : An Application Towards Green
Environment”, Procedia – Social and Behavioral Sciences 105, 294-303, 2013.

9 Keban, Jeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik :


Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.

10 Masterplan ITERA, 2017.

11 Miro,Fidel. 1997. Sistem Transportasi Kota : Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: Penerbit Tarsito.

12 North, C Douglass. 1990. Institution, Institutional Change and Economic


Performance.

41
13 Norzalwi Norsyuhadah, Ismail Amiruddin. “Public Approach Towards
Sustainable Transportation in UKM's Campus”, Australian Journal of Basic and
Applied Sciences, 5(5): 1332-1337, 2011.

14 Puspitasari, Reni. 2018. Analisis Subsidi Angkutan Umum Perdesaan Bagi
Pelajar di Kabupaten Pasuruan. Jakarta. Jurnal Penelitian Transportasi Darat.

15 Sakti Adji Adisasmita. (2011). Jaringan Transportasi : Teori dan Analisis.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

16 Siagian,P.Sondang, 1999. Administrasi Pembangunan : Konsep, Dimensi dan


Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.

17 Soejachmoen, MH. (2005). Transportasi Kota Dalam Pembangunan Kota


Yang Berkelanjutan. Jakarta : Subur Printing.

18 Waseem Akram, Julien Hine & Jim Berry. (2011). Transport Governance,
Structures And Policy Implementation: A Methodological Framework. University
College Cork.

19 Wirman Syafri. (2012). Studi Tentang Administrasi Publik. Jakarta : Penerbit
Erlangga.

20 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

21 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Umum.

22 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintah Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.

23 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penanaman Modal.

24 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 35 Tahun 2003 tentang


Penyeleggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum.

42
25 Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 06/PERMEN/M/2009 tentang
Pendelagasian Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Penanaman Modal
kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

26 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar Lampung

27 Sistem Informasi Pelayanan Publik (https://sipp.menpan.go.id) diakses pada


tanggal 20 Juni 2019 pukul 22.15.

43
Lampiran A Daftar Luaran Sementara

1. Submit prosiding Forum Studi Transportasi Antar Perguruan


Tinggi

44
Lampiran B Laporan Keuangan Sementara

45

Anda mungkin juga menyukai