9. Setelah mengalami perubahan atau amandemen, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal,
194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
10. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui jalur perseorangan atau yang dikenal jalur
independen mulai berlaku sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
bahwa Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 lahir atas keputusan Mahkamah Konstitusi
(MK) Nomor 5/PUU-V/2007 23 Juli 2007
11. Perubahan syarat dukungan calon perseorangan tidak mengacu DPT pemilu sebelumnya
merupakan putusan MK atas uji materi Nomor 54/PUU-XIV/2016.
Sd 2 juta = 10 %
< 2 sd 6 juta = 8,5 %
< 6 sd 12 juta = 7,5 %
< 12 juta = 6,5 %
Calon perseorangan bupati/walikota
Sd 250.000 = 10 %
250.000 sd 500.000 = 8,5 %
500.000 sd 1.000.000 = 7,5 %
< 1.000.000 = 6,5 %
Sd 2 juta =2%
< 2 sd 6 juta = 1,5 %
< 6 sd 12 juta =1%
< 12 juta = 0,5 %
Sd 250.000 =2%
250.000 sd 500.000 = 1,5 %
500.000 sd 1.000.000 =1%
< 1.000.000 = 0,5 %
13. KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menghitung syarat pencalonan
Pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan rumus: a. syarat pencalonan =
jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil Pemilu Terakhir x 20% (dua puluh
persen); dan b. syarat pencalonan = jumlah seluruh suara sah hasil Pemilu Terakhir x
25% (dua puluh lima persen);
KAMPANYE
Kampanye Pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD Kab/Kota serta Pasangan Calon sampai dengan
dimulainya Masa Tenang.
Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum dan iklan media dilaksanakan selama 2l (dua puluh
satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
Berasal dari :
1. Temuan pelanggaran pemilu (hasil pengawasan bawaslu dan jajarannya)
- Hasil pengawasan ditetapkan sebagai temuan pelanggaran pemilu paling lama 7 hari
sejak ditemukannya dugaan pelanggaran pemilu
2. Laporan pelanggaran pemilu.( laporan langsung WNI yang mempunyai hak pilih, peserta
pemilu, dan pemantau kepada bawaslu)
- Laporan pelanggaran pemilu disampaikan paling lama 7 hari kerja sejak diketahui
terjadinya dugaan pelanggaran pemilu.
Bawaslu/jajarannya, menindaklanjuti hasil temuan yang telah dikaji paling lama 7 hari setelah
temuan dan laporan diterima dan diregistrasi. Apabila memerlukan keterangan tambahan
dilakukan paling lama 14 hari kerja setelah temuan dan laporan diterima dan diregistrasi.
Maklumat 3 November 1945 dapat disebut sebagai tonggak awal demokrasi Indonesia
1. Fusi Partai
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tah
un 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu 1999
- 48 parpol, pemungutan suara 20 Oktober 1999, Abdurrahman Wahid dan Megawati
terpilih jadi presiden dan wapres.
Pemilu 2004
- Diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun
DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
- 24 Parpol
Sebanyak 6 pasangan calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum
- Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan
Bangsa)
- Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)
- Hamzah Haz dan Agum Gumelar (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan)
- Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan)
- Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai
Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
- Wiranto dan Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)
Pemenang SBY-JK
Pemilu 2009
- Pemilihan Umum Anggota DPR 2009 diikuti oleh 38 partai politik. Pada 7
Juli 2008, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar 34 partai politik yang
dinyatakan lolos verifikasi faktual untuk mengikuti Pemilu 2009, dimana 18 partai
diantaranya merupakan partai politik yang baru pertama kali mengikuti pemilu ataupun
baru mengganti namanya. 16 partai lainnya merupakan peserta Pemilu 2004 yang
berhasil mendapatkan kursi di DPR periode 2004-2009, sehingga langsung berhak
menjadi peserta Pemilu 2009.[5] Dalam perkembangannya, Mahkamah
Konstitusimemutuskan bahwa seluruh partai politik peserta Pemilu 2004 berhak menjadi
peserta Pemilu 2009, sehingga berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) DKI Jakarta No. 104/VI/2008/PTUN.JKT, KPU menetapkan 4 partai
politik lagi sebagai peserta Pemilu 2009
- Pemungutan suara Pilpres diselenggarakan pada 8 Juli 2009.[2] Pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan
memperoleh suara 60,80%
- Peserta Pilpres
1. Mega-Prabowo
2. SBY-Boediyono
3. JK-Wiranto
Pemilu 2014
- diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsimaupun DPRD Kabupaten/Kota) se-
Indonesia periode 2014-2019.
- Diikuti oleh 12 Parpol dan 3 partai local aceh
BPUPKI beranggotakan sebanyak 62 orang, dengan dipimpin oleh seorang ketua yaitu Radjiman
Widoyoningrat dengan dibantu oleh dua wakil ketua, yaitu Ichibangase Yosio (orang Jepang)
dan Raden Pandji Soeroso.
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945 bertepatan pada hari ulang tahun Kaisar
Jepang, Kaisar Hirohito. BPUPKI diketuai oleh Dr.Radjiman Widoyoningrat dengan dibantu
oleh dua ketua, yaitu Ichibangase Yosio dari pihak Jepang, dan Raden Oandji Soeroso dari pihak
pribumi. Raden Pandji Soeroso juga ditunjuk menjadi kepala kantor tata usaha BPUPKI dengan
dibantu oleh wakilnya yaitu Masuda Toyohiko dan Abdoel Ghaffar Pringgodigdo. BPUPKI
beranggotakan 69 orang, dengan rincian 62 orang adalah anggota aktif (terdiri dari tokoh-tokoh
pergerakan nasional yang memiliki hak suara), dan 7 orang anggota istimewa/pasif, yang terdiri
dari tokoh-tokoh pihak Jepang (anggota istomewa tidak memiliki hak suara) dan berfungsi
sebagai pengamat pada sidang-sidang BPUPKI.
C. SIDANG-SIDANG BPUPKI
1. Sidang Pertama
Mulai tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI mengadakan acara pelantikan sekaligus pembukaan masa
sidangnya yang pertama di gedung Chuo Sangi In (gedung Volksraad saat masa Belanda).
Sidang resminya baru dimulai keesokan harinya pada tanggal 29 Mei 1945 dengan agenda yaitu :
Membahas bentuk negara Indonesia merdeka
Membahas filsafat negara Indonesia merdeka
Merumuskan dasar negara Indonesia
Sidang ini awalnya diikuti oleh seluruh anggota BPUPKI ditambah dengan dua orang pihak
Jepang, yaitu Panglima tentara Wilayah 7, Jenderal Izagaki, dan Panglima Tentara Wilayah 16,
jenderal Yuichiro Nagano. Namun, di hari selanjutnya, sidang BPUPKI hanya dihadiri oleh
anggota BPUPKI aktif saja.
Agenda sidang yang pertama ialah merumuskan bentuk negara Indonesia merdeka. Akhirnya
disepakati bahwa bentuk negara Indonesia merdeka ialah negara kesatuan berbentuk republik
(NKRI). Kemudian, agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi negara Indonesia.
Namun, sebelum menentukan konstitusi, maka terlebih dahulu harus ditentukan dasar negara,
yang dengan dasar tersebutlah dapat menjiwai konstitusi nantinya.
Guna mendapatkan dasar negara yang benar-benar sesuai dengan falsafah hidup bangsa
Indonesia, maka didengarkanlah pidato dari 3 orang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia,
yaitu : Pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin berpidato mengenai usulan dasar negara
Indonesia yang terdiri dari 5 poin, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri
kerakyatan, dan peri kesejahteraan rakyat.
Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945, berpidato mengenai usulan 5 dasar negara Indonesia
merdeka yang dinamakan dengan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Adapun ke-5 usulan
tersebut ialah persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah, dan keadilan
sosial.
Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 berpidato dengan mengusulkan juga 5 poin dasar negara
Indonesia yang dinamakan dengan Pancasila. Yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan
peri kemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa.
Gagasan Soekarno mengenai 5 poin dasar negara Indonesia menurutnya dapat diperas lagi
menjadi 3 poin (trisula), yaitu sosionasionalisme, sosiodemokrasi, dan ketuahanan yang
berkebudayaan. Lebih lanjut, Soekarno mengatakan bahwa jika ingin diperas lagi, maka dapat
dibuat menjadi 1 poin saja (ekasila), yaitu gotong royong. Gagasan Soekarno ini sebenarnya
menunjukkan bahwasanya rumusan dasar negara yang dikemukakannya berada dalam satu
kesatuan.
Pidato dari Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan pertama BPUPKI. Setelah itu,
BPUPKI memngumumkan masa reses/istirahatnya selama sebulan lebih. Namun, sebelum
berakhir, sidang pertama ini membentuk sebuah oanitia kecil yang bernama Panitia Sembilan
yang beranggotakan 9 orang dengan diketuai oleh Soekarno dengan tugas untuk membahas dan
mengolah ketiga usulan yang telah dikemukakan sebelumnya oleh anggota BPUPKI. Sidang
pertama selesai pada tanggal 1 Juni 1945.
2. Masa Reses
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, sidang pertama BPUPKI membentuk panitia Sembilan
dengan tugas untuk membahas usulan-usulan dasar negara yang telah dikemukakan sebelumnya
saat sidang. Adapun ke-sembilan anggota Panitia Sembilan tersebut ialah :
Para anggota ini diwakili oleh 4 orang golongan Nasionalis, 4 orang golongan Islam, dan 1 orang
golongan Kristen. Pada tanggal 22 Juni 1945, para panitia Sembilan kembali melakukan
pertemuan dan akhirnya menghasilkan suatu rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dinamakan dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter/Gentlement Aggrement). Kemudian,
Soekarno selaku ketua melaporkan hasil pertemuan panitia Sembilan kepada BPUPKI, dengan
isi :
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rancangan Panitia Sembilan ini diterima oleh BPUPKI dan kemudian akan dirampungkan pada
sidang kedua nantinya. Selain melaksanakan sidang resmi pada masa reses, Panitia Sembilan
juga mengadakan sidang tak resmi yang dihadiri oleh 38 orang anggota BPUPKI dengan agenda
untuk membicarakan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sidang tak
resmi ini dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno. Agenda sidang tak resmi ini kemudian
dilanjutkan kembali pada sidang kedua BPUPKI.
3. Sidang Kedua
Sidang kedua BPUPKI mulai dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 1945. Agenda sidang kedua ini
ialah untuk membahas luas wilayah NKRI, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-
Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran.
Untuk mengefektifkan waktu, maka BPUPKI membentuk panitia-panitia kecil untuk membahas
masing-masing agenda, panitia itu terdiri atas panitia perancang Undang-Undang Dasar yang
diketuai oleh Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air yang diketuai oleh Raden Abikusno
Tjokroesoejoso, dan panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Mohammad Hatta.
Pada tanggal 14 Juli 1945, forum BPUPKI mulai mendengarkan presentasi dari masing-masing
panitia kecil dalam sidang rapat pleno BPUPKI. Ir. Soekarno sebagai ketua panitia perancang
Undang-Undang Dasar memberikan laporan yang di dalamnya tercantum sebagai berikut :
Pernyataan tentang Indonesia merdeka
Pembukaan Undang-Undang Dasar
Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan dengan Undang-Undang Dasar
1945, yang isinya adalah :
Wilayah NKRI meliputi bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya,
Borneo Utara (sekarang adalah Sabah dan Serawak, serta wilayah Brunei Darussalam),
Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau di sekitarnya
Bentuk negara Indonesia adalah Kesatuan
Bentuk pemerintahan adalah Republik
Bendera nasional adalah Sang Saka Merah Putih
Bahasa nasional adalah Bahasa Indonesia
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI menuntaskan sidang keduanya dengan menghasilkan hasil-
hasil daripada agenda sidang yang telah disebutkan di atas. Lalu, pada tanggal 7 Agustus 1945,
BPUPKI akhirnya dibubarkan karena dianggap telah menyelesaikan tugas-tugas yang telah
dibebankan dengan baik.
PPKI
A. PENGERTIAN PPKI
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut dengan
Dokuritsu Junbi Inkai adalah suatu badan yang dibentuk dengan tujuan untuk melanjutkan tugas-
tugas dari BPUPKI dalam mempersiapkan negara Indonesia merdeka. PPKI dibentuk pada
tanggal 7 Agustus 1945 dengan diketuai oleh Ir.Soekarno.
PPKI beranggotakan sebanyak 21 orang yang terdiri atas tokoh-tokoh pergerakan nasional dari
berbagai etnis. 21 orang tersebut terdiri atas 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang
asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal
Maluku, dan 1 orang etnis Tionghoa. Mohammad Hatta menjadi wakil ketua membantu
Ir.Soekarno sebagai ketua. Dalam perjalanannya, anggota PPKI ditambah lagi sebanyak 6 orang,
yaitu Ki Hajar Dewantara, Wiranatakoesoma, Kasman Singodimedjo, Sayuti Melik, Iwa
Koesoemasoemantri, Raden Ahmad Soebardjo.
PPKI dilantik pada tanggal 9 Agustus 1945 oleh Jenderal Terauchi di sebuah kota yang bernama
Ho Chi Minh atau Saigon yang terletak di dekat sungai Mekong.
B. TUGAS-TUGAS PPKI
Tugas PPKI meliputi :
Meresmikan pembukaan (preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945
Melanjutkan hasil kerja BPUPKI
Mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pemerintah Jepang kepada bangsa Indonesia
Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan ketatanegaraan Indonesia
Keinginan rakyat Indonesia untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia saat it
uterus memuncak. Puncaknya, golongan muda yang tidak percaya akan badan PPKI ini berusaha
menekan golongan tua untuk segera melaksanakan kemerdekaan tanpa menunggu hasil sidang
PPKI, karena PPKI tidak lain hanyalah pemberian pemerintah militer Jepang.
Jenderal Teruauci kemudian mengumumkan keputusan pemerintah kedudukan militer Jepang
bahwasanya kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh
persiapan kemerdekaan Indonesia diatur seluruhnya oleh PPKI. Dalam keadaan demikian, maka
desakan-desakan untuk segera memproklamirkan kemerdekaan semakin memanas.
Rencana awal PPKI untuk melaksanakan sidang pada tanggal 16 Agustus 1945 terpaksa ditunda
dikarenakan terjadinya peristiwa Rengasdengklok, dimana terjadi penculikan kaum tua oleh
kaum muda untuk mendesak Soekarno agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia
tanpa embel-embel PPKI. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan kesepakatan dari
kedua belah pihak, baik golongan tua dan golongan muda, maka diproklamirkan kemerdekaan
Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, selama kurang lebih 15 menit, terjadi lobi-lobi politik yang
awalnya bersumber dari kaum agamis dari kalangan Non-Muslim untuk menghapuskan “tujuh
kata” dalam Piagam Jakarta. Lobi ini kemudian didukung oleh kaum agamis yang menganut
paham kebatinan dan oleh kaum nasionalis. Akhirnya kaum agamis dari kalangan Islam
menyetujui untuk menghapuskan “tujuh kata” tersebut.
Setelah itu, Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang PPKI dan membacakan empat poin
perubahan yang telah disepakati dalam proses kompromi dan lobi politik yang terjadi
sebelumnya. Ke-empat poin tersebut adalah :
Kata Mukaddimah yang berasal dari bahasa Arab “Muqaddimah” diganti menjadi
“Pembukaan”
Anak kalimat dalam Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 diganti dengan Negara Berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa.
Kalimat yang menyebutkan “Presiden adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam
dalam pasal 6 ayat 1 diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”
Pasal 29 ayat 1 yang semula berbunyi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluknya” diganti menjadi “Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa.
Pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI kemudian mengadakan rapat lanjutan yang kemudian
menghasilkan beberapa poin, yaitu :
Penetapan 12 menteri yang membantu tugas presiden
Membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi
Kemudian, pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI melaksanakan sidang lanjutan yang kemudian
menghasilkan keputusan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian diubah
menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945. BKR inilah yang
menjadi asal-usul dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) sekarang ini.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu
Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan
seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam
kerajaan Majapahit yang lebih bernafaskan agama Hindu (Ma’arif A. Syafii, 2011). Sejarah
Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi terbatas antara Muhammad Yamin, I Gusti
Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang BPUPKI sekitar 2,5 bulan sebelum
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia(Kusuma R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri
mengemukakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan ciptaan Bung Karno pasca Indonesia
merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika mendesain Lambang Negara Republik
Indonesia dalam bentuk burung Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan
ke dalamnya.
Secara resmi lambang ini digunakan dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yg
dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang diciptakan
oleh Sultan Hamid ke-2 (1913-1978). Pada sidang tersebut mengemuka banyak usulan rancangan
lambang negara, selanjutnya yang dipilih adalah usulan yang diciptakan Sultan Hamid ke-2 &
Muhammad Yamin, dan kemudian rancangan dari Sultan Hamid yang akhirnya ditetapkan
(Yasni, Z, 1979).
Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru sebab
dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas
beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran
tersebut yang menjadikan semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam cengkeraman
kedua cakar Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah kendaraanDewa
Vishnu (Ma’arif A. Syafii, 2011).
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus diingat sebagai orang yang
pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan semboyan
sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama
bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit (Prabaswara, I
Made, 2003). Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin
menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa
(temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan ungkapan
itu dengan “tan hana dharma mangrwa.” Sambungan spontan ini di samping menyenangkan
Yamin, sekaligus menunjukkan bahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup
dan dipelajari orang (Prabaswara, I Made, 2003). Meksipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang
sastrawan Buddha, pengaruhnya cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup toleran
untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar suku-
suku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan
tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya Kerajaan
Majapahit abad XV, pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secara
kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini (Ma’arif A. Syafii, 2011).
Bhinneka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia
Indonesia beruntuk telah memiliki falsafah bhinneka tunggal ika sejak dahulu ketika negara barat
masih mulai memerhatikan tentang konsep keberagaman. Indonesia merupakan negara yang
sangat kaya akan keberagaman. Jika dilihat dari kondisi alam saja Indonesia sangat kaya akan
ragam flora dan fauna, yang tersebar dari ujung timur ke ujung barat serta utara ke selatan di
sekitar kurang lebih 17508 pulau. Indonesia juga didiami banyak suku(sekitar kurang lebih 1128
suku) yang menguasai bahasa daerah masing-masing(sekitar 77 bahasa daerah) dan menganut
berbagai agama dan kepercayaan. Keberagaman ini adalah ciri bangsa Indonesia. Warisan
kebudayaan yang berasal dari masa-masa kerajaan hindu, budha dan islam tetap lestari dan
berakar di masyarakat. Atas dasar ini, para pendiri negara sepakat untuk menggunakan bhinneka
tunggal ika yang berarti "berbeda-beda tapi tetap satu jua" sebagai semboyan negara.
Bangsa Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan
perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan lainya.
Perbedaan tersebut dijadikan para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini menjadi
sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari
berbagai suku semua terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua ikut
berjuang dengan mengambil peran masing-masing.
Kesadaran terhadap tantangan dan cita-cita untuk membangun sebuah bangsa telah dipikirkan
secara mendalam oleh para pendiri bangsa Indonesia. Keberagaman dan kekhasan sebagai
sebuah realitas masyarakat dan lingkungan serta cita-cita untuk membangun bangsa dirumuskan
dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ke-bhinneka-an merupakan realitas sosial, sedangkan
ke-tunggal-ika-an adalah sebuah cita-cita kebangsaan. Wahana yang digagas sebagai “jembatan
emas” untuk menuju pembentukan sebuah ikatan yang merangkul keberagaman dalam sebuah
bangsa adalah sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia.
Para pendiri negara juga mencantumkan banyak sekali pasal-pasal yang mengatur tentang
keberagaman. Salah satu pasal tersebut adalah tentang pentingnya keberagaman dalam
pembangunan selanjutnya diperkukuh dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana
tercantum dalam ketentuan Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang
mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman.
Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan UUD 1945
I. Kedudukan Pancasila dalam sistem Ketatanegaraan RI
Dapat kita ketahui bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini
Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai system ketatanegaraan. Dalam
hal perubahan tersebut Secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah
empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas
Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan
dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung
kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi
yang dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke
dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen,
juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-
lembaga negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota
DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan
luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-
garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung
ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi
hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini
membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal
karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang
adalah sistem monopoli dan oligopoli.
Walaupun sudah banyak lembaga yang terdapat didalamnya namun kenyataannya aplikasi belum
bisa dijalankan. Sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia sudah memadai namun aplikasinya
masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Aplikasi yang menjalankannya belum seperti yang
diharapkan.
II. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 setelah Diamandemen.
Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini terbukti
dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar
pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.
Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :
• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan
DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak
budget (anggaran).
Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal
itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut,
antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and
balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan
pengawasan dan fungsi anggaran.
Era reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan
negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabiitas tinggi serta terwujudnya
good governance.
Tujuan Amandemen:
Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara, jaminan dan perlindungan HAM,
pelaksanaan kedaulatan rakyat, penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, jaminan
konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, serta melengkapi aturan
dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuanagan
negara mewujudkan demokrasi seperti pengaturan wilayah negara dan pemilu.
Tahapan Amandemen:
1. Amandemen ke-1 pada sidang MPR disahkan tangggal 19 Oktober 1999
2. Amandemen ke-2 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 18 Agustus 2000
3. Amandemen ke-3 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 10 Nopember 2001
4. Amandemen ke-4 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 10 Agustus 2002
1. MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat sehingga merubah kedudukan MPR.
Lembaga ini bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara tetapi sebagai lembaga tinggi
negara.
2. Kekuasaan DPR dalam struktur yang telah di amandemen menjadi lebih memperoleh
kedudukannya karena DPR memegang kekuasaan membentuk UU yan gsebelumnya
hanya berupa hak, sedang kewajiban membentuk UU ada di tangan Presiden.
3. DPA menjadi hilang dan sebagai gantinya disebut dengan Dewan Pertimbangan yang
dibentuk oleh Presiden dan statusnya di bawah Presiden. Tugasnya memberi nasihat dan
pertimbangan pada Presiden.
4. Kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan
Mahkamah Konstitusi yang masing-masing memiliki tugas yang berbeda .
5. Bentuk NKRI sudah final tidak akan dilakukan perubahan.
Kekuasaan Kehakiman
1. Mahkamah Agung (MA) : berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundangan di bawah undang-undang terhadap UU.
2. Mahkamah Konstitusi (MK) : berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan
keputusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus tentang pembubaran parpol
dan memutus perselisihan hasil pemilu.
3. Komisi Yudisial (KY) : bersifat mandiri. Berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara
hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih
dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensiil.
Dari Tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang
Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14–21 Oktober 1999 : PerubahanPertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7–18 Agustus 2000 : PerubahanKedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1–9 November 2001: PerubahanKetiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1–11 Agustus 2002 : PerubahanKeempat UUD 1945
Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai
kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola
mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta
tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut
dengan sistem ketatanegaraan.
Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972),
politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di
suatu negara terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan
dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat,
sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan
tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya
bersama-sama dengan rakyat.
Pada kurun waktu tahun 1999–2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali
perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 ini, telah
membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya sistem
ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang ada.
Berikut ini akan dijelaskan sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah Amandemen
UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah karena di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat
tujuan negara dan pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Jika Pembukaan UUD 1945
ini dirubah, maka secara otomatis tujuan dan dasar negara pun ikut berubah.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde
Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat),
kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga
dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara
hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih
dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensiil.
Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat dijelaskan sebagai
berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu
Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan
Mahkamah Konstitusi (MK).
a. MPR
· Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi Negara lainnya seperti
Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
· Menghilangkan supremasi kewenangannya.
· Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
· Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden
· Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
· Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.
b. DPR
- Posisi dan kewenangannya diperkuat.
- Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan
DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan
RUU.
- Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
- Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
c. DPD
- Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah
dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan
golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
- Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
- Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
- Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan
daerah.
d. BPK
- Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
- Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah
(APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
- Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
- Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
e. Presiden
- Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan
presidensial.
- Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
- Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
- Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan
DPR.
- Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan
DPR.
- Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian
jabatan presiden dalam masa jabatannya.
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
Kesimpulan
Negara adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sekumpulan masyarakat yang mempunyai
keinginan untuk bersatu yang diatur dalam sebuah organisasi yang berbentuk pemerintahan yang
mengatur berbagai kehidupan bersifat mengikat dan memaksa dan bertujuan untuk menciptakan
kehidupan yang aman, tertib, damai, sejahtera.
Hukum Ketatanegaraan di Indonesia telah disebutkan dan dijelaskan dalam UUD atau Konstitusi
Negara Indonesia. Ada dua perbedaan pendapat dalam memaknai istilah UUD dan Konstitusi.
Menurut tokoh paham kaum lama, Herman Heller menyatakan bahwa UUD dan Konstitusi itu
berbeda, konstitusi memiliki 3 pengertian, yaitu:
1. Konstitusi merupakan kehidupan politik dalam bermasyarakat.
2. Kegiatan mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang berlaku dan dijadikan sebagai
kaidah hukum, maka konstitusi disebut dengan UUD (Rechverfassung).
3. Tulisan naskah sebagai undang-undang dasar tertinggi dalam suatu Negara.
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa UUD adalah bagian dari konstitusi.
Sedangkan menurut tokoh paham modern, Oliver Cromwell, UUD dan konstitusi digunakan
sebagai landasan hukum bangsa. Pereseran makna konstitusi muncul karena adanya civil law
yang menganut kodifikasi (penyatuan) yang berujuan untuk mencapai kesatuan hukum,
kepastian hukum, dan keserhanaan hukum.
Sumber hukum ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan sejak awal kemerdekaan hingga
saat ini. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945
disahkanlah UUD 1945 oleh PPKI yang telah dirancang oleh BPUPKI dan bertahan 4
tahun.menurut Marsudi (2012:62) berikut ini masa berlaku beberapa UUD di Indonesia, yaitu:
1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949), dalam UUD ini tercantum
beberapa peraturan perundangan, yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Dalam prakteknya terdapat beberapa
jenis peraturan, yaitu, Penetapan Pemerintah, Peraturan Presiden, Penetapan Pemerintah,
Maklumat Pemerintah, dan Maklumat Presiden (Wakil Presiden).
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 s/d17 Agustus 1950), terdapat
beberapa peraturan yaitu, Konstitusi Sementara RIS, Undang-undang (Undang-undang
Darurat), dan Peraturan Pemerintah. Dalam pelaksanaannya terdapat peraturan lain,
misalnya peraturan menteri.
3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959), masa iniberlaku Undang-Undang,
Undang-undang Darurat, Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
Peraturan-Peraturan Tingkat Daerah.
4. UUD 1945 masa orde lama (5 Juli 1959 s/d 11 Maret 1966) peraturan perundang-
undangan yang berlaku adalah UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perppu, Peraturan
Pemerintah/Peratura Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan
Menteri. Selain itu juga terdapat peraturan perundangan tingkat daerah.
5. UUD 1945 masa ode baru (11 Maret 1966 s/d 28 Juli 1998), tata urutan peraturan
perundangan RI menurut Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 adalah UUD 1945, Ketetapan
MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Presiden, dan Peraturan-Peraturan lain
Pelaksanaannya.
Menurut Marsudi (2012:62-63) pada saat Reformasi saat ini tantang peraturan perundangan
diatur dalam Tap MPR No.III/MPR/2000, terdiri dari Undang-undang Dasar 1945 dan
Perubahan Undang-undang Dasar 1945, ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perppu), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan
Daerah. Setelah itu hierarki peraturan perundangan RI berubah berdasarkan UU No.10 tahun
2004 dan UU No 12 tahun 2012 tentang pembentukkan Peraturan Perundang-undangan. Jenis
dan peraturan Perundang-undangan RI menurut UU tersebut adalah UUD 1945, undang-
undang/Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Peraturan
Daerah mencakup peraturandaerah tingkat provinsi, peraturan daerah tingkat kota/kabupaten dan
peraturan tingkat desa.
Tata hukum di Indonesia selain tata hukum tertulis juga terdapat tata hukum tidak tertulis yang
disebut dengan istilah Konvensi yaitu, sebuah aturan ketatanegaraan yang menjadi kebiasaan
untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada dalam sebuah peraturan Negara.
Di Indonesia terdapat landasan hukum yang merupakan kekuatan dan cita-cita bangsa Indonesia
untuk menjamin kehidupan berbangsa dan bernegara yang diinginkan yang berbentuk landasan
filosofis yaitu yang disebut Pancasila yang mempunyai lima prinsip dan digunakan sebagaidasar
untuk mencapai tujuan nasional Negara Indonesia, yaitu:
Pada pembukaan UUD 1945 selain pancasila terdapat juga 4 pokok pikiran, yang dijelaskan
dalam pembukaan UUD 1945 sebelum amandemen, yaitu:
1. Bahwa negara Idonesia adalah negara yang melindungi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia
tanpa membeda-bedakan perseorangan baik itu golongan, ras, maupun suku.
2. Bahwa negara Indonesia mewujudkan keadilan social bagi seluruh warganya.
3. Bahwa negara Indonesia diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat.
4. Bahwa negara Indonesia adalah Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Setiap alinea yang terdapat dalam UUD 1945 mengandung cita-cita luhur yang menjiwai seluruh
materi dalam UUD. Alinea pertama, menegaskan bahwa kemerdekan adalah hak segala bangasa,
sehingga semua bentuk penajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan. Alinea kedua, menjelaskan tentang perjuangan panjang bangsa
Indonesia untuk mencapai Indonesia ang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea
ketiga, menunjukkan pengakuan bangsa Indonesia akan kekuasaan Tuhan yang telah memberika
kekuatan kepada bangsa Indoneia sehingga dapat merdeka. Alinea keempat, menggambarkan visi
bangsa Indonesia untuk membangun sistem kenegaraan yang diselenggarakan untukmewujudkan
Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia sejak masa kemerdekaan sampai era reformasi ini
mengalami pelaksanaan yang berbeda. Pada saat awal kemerdekaan menggunakan UUD 1945
sebagai peraturan pemerintahan dengan sistem presidensial, akan tetapi pada kenyataannya
pelaksanaannya menggunakan sistem parlementer.
Seiring berjalannya waktu dan Indonesia mengalami berbagai sistem pemerintahan saat ini,
Indonesia yakin bahwa Negara kesatuan yang berbentuk Republik Indonesia dengan sistem
pemerintahan presidensial dirasa masih cocok untuk diterapkan, akan tetapi kenyataannya dalam
UUD 1945 merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh sistem parlementer, sehingga para ahli
menyatakan bahwa Indonesia cenderung merupakan sistem kuasi presidensial (presidensial
semu). Kenyataan ini dapat dilihat, pada pertnggung jawaban presiden kepada MPR sebagai
lembaga tertinggi Negara. Selainitu juga kewenagan MPR sebagai lembaga tertinggi negara,
selain itu juga kewenangan MPR untuk memberhentikan Presiden di tengah jalan karena
Presiden melakukan pelanggaran dan kesalahan dalam memerintah negarannya.
Setelah 1945 diamandemen sistem yang dianut pemerintahan Indonesia mengarah presidensial.
Pada sistem pemerintahan ini presiden tidak lagi dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh
lembaga tertinngi negara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Akan tetapi presiden
langsung dipilih oleh rakyat dan MPR hanya melantik. Selain MPR yang menjadi lembaga
tertinggi Negara pada sistem presiensial, presiden kedudukannya juga menjadi lembaga tertinggi
Negara. Jika presiden dinyatakan melanggar UUD atau melakukan perbuatan yang tercela, maka
tugas MPR hanya menetapkan saja, tidak memutuskan dan yang memutuskan ialah Mahkamah
Konstitusi (MK).
Pada sistem presidensial, presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan. Sebagai Kepala Negara, tugas presiden sebagai tercantum dalam beberapa pasal
UUD 1945, yaitu:
1. Pasal 10, presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut,dan
angkatan udara.
2. Pasal 11, presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang dan membuat pernjanjian
dengan negara lain.
3. Pasal 12, presiden menyatakan keadaan bahaya.
4. Pasal 13, presiden mengangkat duta dan konsul.
5. Pasal 14, presiden memberi grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi.
6. Pasal 15, presiden gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
Dalam sistem ini presiden tidak sepenuhnya mempunyai kekuasaan presiden harus
memperhatikan pertimbangan dari beberapa pihak, diantaranya DPR dan Mahkamah Agung.
Dan juga tugas presiden sebagai kepala pemerintahan ada dalam UUD 1945 juga diantaranya
yaitu:
1. Pasal 17, presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara.
2. Pasal 22, dalam keadaan darurat presiden berhak menetapkan peraturan pemerinth
pengganti undang-undang.
3. Pasal 18, tentang pemerintahan daerah, hal ini berhubungan dengan penyelenggaraan
pemerintahan sehari-hari yang dalam penyelenggaraannya dijalankan oleh presiden
sebagai lembaga eksekutif.
Organ negara di Indonesia pada masa reformasi mengalami berbagai pergeseran, dari yang
semula menganut sistem Separation of Power (pembagiaan kekuasaan), bergeser kearah
Distribution of Power. Pergeseran ini dapat dilihat pada pasal 9 ayat 1 sebelum amandemen yang
menyatakan bahwa kekuasaan membuat perundang-undangan dilaksanakan oleh presiden dengan
persetujuan DPR. Setelah amandemen dapat dilihat pada pasal 20ayat 1 menyatakan dengan
tegas bahwa kekuasaan membentuk UU dilakukan oleh DPR, berbeda dengan pasal 9 ayat 1
menyatakan bahwa presiden hanya berhak mengajukan RUU kepada DPR.
LEMBAGA NEGARA
Sebuah Negara dalam menjalankan aktivitas kenegaraan memerlukan sebuah lembaga atau
organisasi untuk mengatur kehidupan bernegaranya. Lembaga Negara biasanya dikenal juga
dengan istilah Lembaga Pemerintahan. Sebuah lembaga dibentuk berdasarkan dan sesuai dengan
tujuan UUD 1945. Ada 3 bentuk pembentukan Negara berdasakan UUD 1945, yaitu:
1. Lembaga yang dibentuk secara eksplisit tercantum dalam UUD merupakan organ
konstitusi.
2. Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU termasuk organ Undang-undang.
3. Lembaga yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden merupakan organ Keppres
Negara itu seperti sebuah organisasi. Organisasi dalam negara untuk menjalankan aktifitas
diperlukan sebuah lembaga atau organ negara. Menurut ahli Hans Kelsen organ negara adalah
orang yang bekerja menjalankan suatu fungsi negara yang ditentukan oleh tata hukum. Selain itu,
organ negara dapat diartikan sebagai jabatan yang ditentukan oleh hukum yang berfungsi sebagai
menciptakan norma dan menjalankan norma.
Lembaga negara disebut lembaga pemerintahan dan lembaga negara. Lembaga yang dibentuk
oleh UUD yang disebut dengan organ konstitusi. Adapula lembagayang dibentuk oleh UU yang
disebut dengan organ UU. Sedangkan lembaga yang dibentuk oleh keputusan presiden disebut
dengan organ keputusan presiden (keppres). Dari ketiga lembaga tersebut kedudukannya tidak
sama, perbedaan tersebut disebabkan oleh peraturan pembentukkannya.
Secara eksplisit dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, terdapat 34 organ atau lembaga
negara.
Berdasarkan lembaga negara tersebut, ada yang berfungsi sebagai primer/ utama dan ada juga
sebagai penunjang, sedangkan menurut hirarkhinya lembaga negara dibagi tiga tingkatan, yaitu:
1. Lembaga tinggi negara
2. Lembaga negara
3. Lembaga Daerah
Berdasarkan bagan, lembaga tinggi negara tersebut kekuasaan yang terdapat dalam negara ada
tiga, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada lembaga legislatif terdapat MPR, DPR, dan
DPD. Di dalam lembaga eksekutif terdapat BPK, Presiden dan Wapres yang berperan untuk
melaksanakan pemerintahan berdasarkan peraturan yang telah dibuat. Sedangkan di dalam
lembaga yudikatif terdapat MA, MK, dan KY yang memiliki fungsi kehakiman atau penegak
hukum.
Berdasarkan perubahan UUD 1945 tidak mengenal lembaga tertinggi dan tinggi negara,
malainkan lembaga kekuasaan negara yang terdiri atas berikut:
1. Lembaga Legislatif, yaitu MPR, terdiri atas DPR dan DPD.
2. Lembaga Eksekutif, taitu Presiden dan Wakil Presiden.
3. Lembaga Yudikatif yang memegang kekuasaan kehakiman, yang terdiri dari MA, MK
dan KY.
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Perbandingan tugas dan wewenang MPR sebelum dan sesudah UUD 1945 Amandemen
No. UUD 1945 UUD 1945 Amandemen
1. Mengubah dan menetapkan UUD Mengubah dan menetapkan UUD
2. Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden Melantikt Presiden dan Wakil Presiden
berdasarkan hasil pemilihan dalam berdasarkan hasil pemilihan umum dalam
Sidang Paripurna MPR Sidang Paripurna MPR
3. Memberhentikan Presiden dan Wakil Memutuskan usul DPR berdasarkan
Presiden Apabila Presiden atau Wakil keputusan Mahkamah Konstitusi untuk
Presiden melanggar hukum atau GBHN memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya setelah
Presiden dan/ atau Wakil Presiden
diberikan kesempatan untuk
menyampaikan penjelasan dalam Sidang
Paripurna MPR
Sebelum amandemen UUD 1945, MPR mempunyai tugas dan wewenang untuk memilih dan
mengangkat presiden dan wapres. Selain itu MPR berwenang untuk memberhentikan presiden
dan wapres apabila presiden dan wapres dianggap melanggar GBHN. Sehingga penurunan ini
didasari oleh alasan hukum, ekonomi, maupun politik. Setelah diamandemen MPR hanya
bertugas untuk melantik presiden dan wapres, sedangkan yang memilih adalah masyarakat. MPR
juga tidak berwenang untuk memberhentikannya karena yang berwenang adalah MK yang
menyatakan bahwa presiden dan wapres telah melanggar hukum. Sehingga alasan politis sulit
untuk memberhentikan presiden dan wapres.
DPR terdiri dari 550 orang yang dipilih melalui PEMILU, yang beranggota dari partai politik.
Keanggotaan DPR diresmikan secara langsung oleh presiden dan menjadi anggota DPR dalam
waktu 5 tahun. DPR sebagai lembaga tinggi negara mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Fungsi legislasi DPR ialah mempunyai kekuasaan untuk membentuk UU. Bila
menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara adalah fungsi anggaran DPR. Sedangkan
fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemerintahan negara. Tugas dan wewenang DPR
antara lain:
1. Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
2. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti UU.
3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD berkaitan dengan bidang
tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.
4. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.
5. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
6. Melaksanakan pengawasan terhadan pelaksanaa UU anggara APBN serta kebijakan
pemerintah.
Sebagai lembaga tinggi negara DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah
mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak menyataka pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap
kebijakan pemerintah atau menganai kejadian luar biasa terjadi di tanah air atau situasi dunia
internasional disertai rekomendasi penyelasaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak
interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa presiden dan/atau wapres melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau
wapres.
Anggota DPR juga mempunyai hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat, dan imunitas. Hak imunitas atau hak kekebalan hukum anggota DPR adalah
hak untuk tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena penyataan dan pendapat yang
disampaikan dalam rapat-rapat DPR dengan pemerintah dan rapat-rapat DPR lainnya sesuai
dengan peraturan UU.
Presiden
Syarat untuk menjadi Presiden adalah Harus WNI sejak lahir dan tidak pernah berganti
kewarganegaraan, tidak harus orang Indonesia asli. Masa jabatannya adalah 5 tahun dan setelah
itu hanya dapat menjadi presiden lagi pada periode ke dua.
Presiden dan Wakil Presiden dapat diturunkan dari jabatan jika melakukan pelanggaran hukum,
sebagai berikut:
1. Pengkhianatan kepada negara
2. Korupsi
3. Penyuapan
4. Tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela
5. Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
Menurut Inu Kencana dan Azhari tentang Presiden dan Wakil Presiden yaitu:
BPK adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara. Anggota BPK terdiri dari 9 orang yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden.
Wewenang BPK menurut pasal 9 ayat 1 adalah:
1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan danmelaksanakan pemeriksaan,
menentukan waktu dan metode pemeriksaan
2. Menyusun dan menyajikan laporan pemerintaan
3. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya
4. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara
5. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK
6. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerahyang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara
7. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab diluar BPK yang
bekerja untuk dan atas nama BPK
8. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan
atas nama BPK
9. Membina jabatan fungsional Pemeriksa
10. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan
11. Memberi pertimbangan atas rencana sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah.
Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan pengadilan
yang diatur dalam UUD 1945 amandemen, dan lebih rinci diatur dalam UU No. 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota, dengan jumlah hakim
agung maksimal 60 orang. Syarat untuk menjadi hakim agung antara lain:
1) WNI
2) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3) Berijazah sarjana hukum, atau sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang hukum
4) Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun
Sistemnya yaitu, Komisi Yudisial mengajukan calon Hakim Agung kepada DPR. Setelah itu
DPR mengajukan nama kepada Presiden untuk ditetapkan atau diangkat sebagai Hakim Agung.
Sedang ketua dan wakil ketu Hakim Agung dipilih oleh semua anggota Hakim Agung.
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang unruk memeriksa dan memutuskan:
1) Permohonan kasasi
2) Sengketa tentang kewenangan mengadili
3) Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan
dari semua lingkungan pengadilan karena:
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya keputusan yang bersangkutan.
Ketika terdapat permohonan atau gugatan, beberapa bentuk persidangan yang dilakukan antara
lain:
1) Sidang Panel (Sidang pendahuluan yang tujuannya melakukan pemeriksaan terhadap
kedudukan hukum pemohon dan isi permohonan
2) Rapat permusyawaratan Hakim (RPH), yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. RPH
membahas secara mendalam materi permohonan atau gugatan untuk mengambil suatu
keputusan
3) Sidang Pleno, dilaksanakan secara terbuka untuk umum yang harus dihadiri minimal tujuh
hakim MK, persidangan ini meliputi mendengarkan pemohon, keterangan saksi, ahli dan
pihak terkait serta alat-alat bukti, dan akhir dari persidangan ini adalah pembacaan
keputusan.
Komisi Yudisial (KY)
Diatur dalam UUD 1945 pasal 24C yang terdiri dari empat ayat, berdasarkan UU No.22 Tahun
2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.
Anggota KY berjumlah 7 orang yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal terhadap hakim, yang kesemuanya itu dilakukan
dalam rangka menjaga dan menegakkan keehormatan martabat. Komisi Yudisial mempunyai
tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Hakim yang
diduhga telah melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
diperiksa oleh Mahkamah Agung dan/ atau Komisi Yudisial.