DIGITALISASI HADIS
(Studi Hadis di Era Digital)
Abstract
As the second sourceof Islamic teaching after the Qur’an, the study of the hadis continued
to be developed increasingly against the rapidly growing age of technology marked by the
development of technology as one of the tools of information and communication in the
global era. Accordingly, hadis were developed to balance and adapt to the present digital
age. Access to the hadis that used to be obtained manually has now been accessed through
the internet software/ applications. As the Maktabah Syamilah, the Lidwa Pusaka, the
Jawami’ al-Kalim and so on. With this development, it is expected that society in special
millennial generations use the software provided as the digitization forms of the hads to be
used as best possible. So the essence of hadis doesn’t fade or fade in the midst of today’s
modern society.
Keywords: Hadith And Digital
Abstrak
Sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an, kajian mengenai studi hadis terus
dikembangkan terlebih menghadapi perkembangan zaman yang semakin pesat yang
ditandai dengan perkembangan teknologi sebagai salah satu sarana informasi dan
komunikasi di era global. Maka, hadis pun turut serta dikembangkan guna menyeimbangi
dan menyesuaikan diri dengan kondisi di era yang digital saat ini. Akses terhadap pencarian
hadis yang dulu biasanya didapatkan secara manual kini telah dipermudah melalui software/
aplikasi di internet. Seperti Maktabah Syamilah, Lidwa Pusaka, Jawami’ al-Kalim dan lain
sebagainya. Dengan perkembangan ini, diharapkan masyarakat khususnya generasi
millennial supaya bisa memanfaatkan software yang disediakan sebagai bentuk digitalisasi
dari kitab hadis untuk digunakan dengan sebaik mungkin. Sehingga esensi hadis tidak hilang
atau pudar di tengah kehidupan masyarakat modern saat ini.
Kata kunci: Hadis dan Digital
1
Ramli Abdul Wahid & Dedi Masri, 3
Hamdan Husein Batubara, “Pemanfaatan
“Perkembangan Terkini Studi Hadis Di Indonesia”, Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam Sebagai Media Dan
MIQOT, Vol. XLII No. 2 Juli-Desember 2018, 264. Sumber Belajar Hadis”, Muallimuna, VOL. 2, NO. 2,
2
Hasep Saputra, “Genealogi Perkembangan Studi APRIL, 2017, 65.
Hadis Di Indonesia”, Al Quds, Volume 1, Nomor 1, 4
Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Kajian Hadis
2017, 44-45. Di Era Global”, Esensia, Vol. 15, No. 2, September
2014, 200.
Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10 3
jilid, tentu hal ini sangat melelahkan dan Bahasa Arab saja dan fitur-fiturnya juga
membutuhkan banyak waktu. Dengan masih perlu dikembangkan.7 Maka, sekalipun
perkembangan zaman dan teknologi, kini akses hadis menjadi mudah tetapi penggunaan
telah hadir berbagai software atau aplikasi terhadap aplikasi-aplikasi ini pun juga harus
hadis yang dapat digunakan untuk lebih hati-hati.
memudahkan pencarian hadis di beberapa
kitab hadis yang ada. Software atau aplikasi B. PEMBAHASAN
hadis telah banyak dikenal dalam kurun waktu
belakangan ini, seperti Maktabah Syamilah, 1. Sejarah literasi hadis
Lidwa Pusaka, Gawamil Kaleem, Mausyu’ah Dalam sejarahnya hadis memang terlambat
dan sebagainnya. Sofware atau aplikasoi ini untuk dibukukan. Para ahli sejarah mencatat,
berisi kitab-kitab hadis dan tafsir yang telah hadis baru seabad lebih kemudian dibukukan.
digitalisasi, sehingga pengguna dapat Selama itulah hadis bertebaran di masyarakat
menggunakannya dengan lebih praktis dan Islam dan umumnya dilestarikan hanya dalam
cepat. Meskipun begitu, kehati-hatian dan bentuk hafalan saja. Setidaknya dalam proses
ketelitian harus tetap menjadi dasar sikap historiografinya, hadis mengalami beberapa
pengguna, karena seringkali masih terjadi periode, dari periode keterpeliharaan dalam
kesalahan di dalam software atau aplikasi ini, hafalan hingga periode dibukukannya hadis
baik penomoran hadis ataupun ketidak tersebut (pentadwinan). Pertama adalah
lengkapan data yang tersedia.5 periode keterpeliharaan hadis dalam hafalan
Melihat perkembangan hadits sendiri yang yang berlangsung pada abad I hijriyah. Kedua,
sekarang sudah ber-era digital maka sudah periode pentadwinan hadis, yang masih
semestinya kita harus mengetahui bagaimana bercampur antara hadis dengan fatwa sahabat
cara memanfaatkan hal itu, terlebih para dan tabi’in yang berlangsung pada abad ke 2
akademi-akademisi tersebut sudah begitu hijriyah. Ketiga, periode pentadwinan dengan
bersemangat mengembangkan kajian hadits di memisahkan hadis dari fatwa sahabat dan
era digital ini. Peran kita sebagai regenerasi tabi’in, berlangsung sejak abad ke 3 hijriyah.
hanyalah memaksimal mungkin dan Keempat periode seleksi keshahihan hadis dan
mengembangkanya guna mengembangkan kelima periode pentadwinan hadis tahdzib
hirroh kajian hadits menuju era ke-emasan dengan sistematika penggabungan dan
kembali.6 Kendati demikian, beberapa penyarahan yang berlangsung semenjak abad
aplikasi hadis tersebut memiliki keterbatasan ke 4 hijriyah.8 Keenam, masa pembersihan,
dari sisi fitur dan konten hadis. Seperti E- penyusunan, dari awal abad ke04 sampai
Hadits pada Smartphone berbasis Java jatuhnya kota Bagdad tahun 656 H. Terakhir,
Eclipse yang mengembangkan yang Ketujuh, masa pen-syarh-an, pen-takhrij-an
dikembangkan oleh Syifa Nur Rakhmah dan pemabahasan hadis, dimulai tahun 656 H.
masih terbatas pada beberapa hadis pilihan sampai sekarang.9
saja. Adapun aplikasi yang tergoling lengkap Pada masa khalifah Umar bin Khattab
adalah aplikasi Mausu'ah al-Hadits al-Syarif sebenarnya sudah terpikir untuk membukukan
dan perpustakaan digital Maktabah Syamilah. hadis, tetapi setelah sebulan beristikharah
Namun kelemahan kedua aplikasi ini adalah iapun membatalkan niatnya dengan alasan
pada bahasanya yang masih terbatas pada kekhawatiran akan bercampurnya al-Qur’an
dengan hadis.4 Kemudian, pada masa tabi’in melalui surat edarannya kepada para gubernur
banyak muncul hadis-hadis palsu dimana di daerah agar menunjuk ulama ditempat
awal kemunculannya dikaitkan dengan masing-masing untuk menghimpun hadis-
peristiwa politik yang sering disebut sebagai hadis, dan salah satu gubernur yang cukup
fitnatul kubro yang diawali dengan tanggap dengan perintah khalifah adalah
terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan, gubernur Madinah Abu Bakar Muhammad
sehingga berimplikasi pada perpecahan umat ibn Amr Ibn Hazm yang pelaksanaanya
Islam menjadi beberapa golongan, seperti ditangani oleh Ibn Syihab al-Zuhri. Pada abad
khawarij, syi’ah, murji’ah dan lain ini juga para ulama mulai menyusun kitab
sebagainya. Dalan situasi yang cukup “rumit” hadis dan meletakkan pula landasan
ini, setiap golongan menggunakan dalil-dalil epistemologisnya. Sejak dikeluarnya perintah
yang dinisbatkan kepada Nabi Saw untuk tersebut, kegiatan kodifikasi ini terus berlanjut
mendukung kelompoknya. Kondisi inilah sampai abad ke 4 dan ke 5 Hijriyah dan
yang menyebabkan kebutuhan akan kodifikasi mencapai puncaknya pada abad ke 3 H,
dan menyeleksi hadis semakin dirasakan, karena pada abad ini banyak muncul para
karena jika tidak segera diambil tindakan pengumpul hadis seperti imam Ahmad bin
kodifikasi hadis akan semakin banyak hadis Hanbal, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-
palsu bercampur dengan hadis asli. Tirmidzi, An-Nasa’I, Ibn Majah, al-Damiri,
dan lain sebagainya.
Berbeda dengan kodifikasi al-Qur’an,
dimana para sahabat tidak menemukan Pada abad-abad tersebut perkembangan
banyak kendala dalam pengerjaannya, karena ilmu hadis cukup dinamis, disamping
tugas “panitia” kodifikasi hanya munculnya karya monumental di abad ke-3 H
mengumpulkan naskah-naskah al-Qur’an yang berupa kitab hadis yang dikenal dengan
yang sudah ada di tangan para sahabat untuk al-Kutub al-Sittah juga banyak bermunculan
disesuaikan dengan hafalan para sahabat kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis
lainnya yang secara mutawathir mereka dengan sistematika dan metode pemilahan
terima dari Nabi Saw dan secara ilmiyah dapat hadis yang berbeda-beda. Selain itu, ada juga
dipastikan sebagai ayat-ayat al-Qur’an. ulama yang melakukan kritik terhadap hadis-
Sementara dalam kodifikasi hadis banyak hadis yang dihimpun oleh ulama sebelumnya,
menemui berbagai macam kendala dan baik kritik matan maupun kritik sanad, seperti
kerumitan terkait dengan hadis yang lebih kritik matan yang dilakukan oleh ulama
banyak terpelihara dalam ingatan daripada mu’tazilah seperti al-Nazhzham dan kritik
dalam catatan. Apalagi hadis dalam ingatan sanad yang dilakukan oleh al-Daruquthni
para sahabat ini telah tersebar secara luas ke terhadap Shahihayni. Kemudian muncul lagi
berbagai daerah Islam yang dikunjungi oleh kalangan ulama yang merupakan anti tesis
para sahabat nabi. Rentang waktu yang cukup terhadap kritik-kritik tersebut, sehingga
lama serta munculnya perbedaan misi politik membuat keilmuan hadis semakin
10
serta madzhab pada masa itu juga menambah berkembang.
sulitnya “proyek” kodifikasi ini karena untuk Dalam perjalanan hadis sejak masa
menghimpun hadis-hadis yang cukup banyak pewahyuan sampai munculnya berbagai kitab
tersebut tentunya dibutuhkan ketelitian yang standar dan variasi di dalamnyaa dapat dilihat
cukup tinggi baik dalam kerangka ontologi, dalam kalsifikasi di bawah ini:
epistemologis, maupun aksiologi, sehingga
hadis benar-benar dapat 1. عرص الوىح والتكوين, masa kelahiran hadis dan
dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. pembentukan masyarakat Islam. Periode
Kodifikasi hadis secara resmi pertama kali ini ditandai dengan pewahyuan hadis oleh
digagas oleh khalifah Umar ibn Abd Aziz Nabi Muhammad Saw. dengan cara lisan,
tertulis maupun demonstrasi praktis.
10
M. Zulkarnain Mubhar, “Quo Vadis Studi”, 113-
115.
Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10 5
Terhadap penjagaan hadis Nabi Muhamad madrasah di berbagai daerah sebagai pusat
Saw., pada masa tersebut dilakukan dengan Pendidikan keagamaan. Waktu periode ini
cara menghafal dan terkadang jika adalah masa sahabat kecil sampai tabiin.13
memungkinkan bagi sahabat tertentu dapat 4. عصر الكتابة والتدوين, masa pembukuan hadis
menulis hadis-hadis yang diperolehnya. dimulai awal abad ke-2 H. sampai di
Masa ini juga dinamai dengan masa penghujung abad tersebut. Abad kedua
pembentukan masyarakat Islam. Karena Hijriah merupakan momentum baru bagi
pada masa inilah Nabi Muhammad Saw., perkembangan hadis dimana hadis yang
menggambleng masyarakat dengan baik sebelumnya dipelihara melalui tradisi
dengan meninggalkan Mutiara yang sangat hafalan dilakukan dengan cara pembukuan.
berharga berupa al-Qur’an dan hadis. Kitab hasil kodifikasi ulama pada masa
Rentang waktu masa ini berjalan selama 23 tersebut masih ada sampai sekarang adalah
tahun, selama Nabi Muhammad Saw. Muwatta’ karya imam Malik ibn Anas.
diutus oleh Allah Swt. sebagai Rasulullah Walaupun sebagai upaya awal, namun apa
untuk menyebarkan ajaran Islam.11 yang dilakukan Malik ibn Anas merupakan
2. عرص اتثبت والاقالل من الرواية, masa pematerian dan suatu hal yang baru dan dapat dijadikan
penyelidikan riwayat. Hanya berjalan pada kajian oleh ulama sesudahnya. Ini
masa pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin merupakan revolusi dahsyat dan
(11-40 H.). masa ini ditandai dengan upaya menimbulkan berbagai kritik yang
sahabat besar dalam menerima dan dilakukan para orientalis. Hadis adalah
meriwayatkan hadis. Hanya terhadap produk ulama abad pertengahan Islam.14
periwayat-periwayat tertentu saja yang 5. عرص التجريد والتصحيح والتنقيح, masa penyaringan,
dapat diterima. Oleh karena itu, Nampak pemeliharaan dan perlengkapan,
bahwa pada masa ini hadis tidak banyak berlangsung selama satu abad penuh
yang dimaterikan karena adanya kehati- dimulai awal sampai di penghujung abad
hatian sahabat dalam menerima dan ke-3 H. Hadis-hadis yang dibukukan tidak
meriwayatkan hadis. Hadis baru tersebar seperti pada masa sebelumnya, kini telah
luas dan menjadi suatu yang penting sejak ada upaya penyaringan dari unsur-unsur
wafatnya Usman bin Affan dan masa-masa yang bukan hadis Nabi Muhammad Saw.
sesudahnya. Persoalan di bidang politik Hanya hadis-hadis tertentu yang
lambat laun menjadi suatu persoalan dimasukkan dalam buku hadis. Kitab-kitab
keagamaan dengan munculnya justifikasi- hadis yang muncul dalam masa ini antara
justifikasi ajaran Islam melalui hadis.12 lain Musnad Ahmad, Kutub al-Sittah, Sahih
3. عرص الانتشار الرواية اىل ا ألمصار, masa penyebaran ke al-Bukhari dan Sahih Muslim.15
berbagai wilayah. Pelopornya adalah para 6. عرص الهتذيب والرتتيب والاس تدراك, masa pembersihan,
sahabat kecildan tabiin besar dari penyusunan, penambahan dan
berakhirnya Khulafa’ al-Rasyidin sampai pengumpulan hadis, dari awal abad ke-4
awal Dinasti Munawiyahabad pertama sampai jatuhnya kota Bagdad tahun 656 H.
Hijriah. Hadis pada masa ini sudah tersebar Mulai dari masa ini dan sesudahnya, ulama
ke berbagai wilayah kekuasaan Islam yang yang berperan dalam kegiatan hadis
tidak hanya di wilayah Hijaz melainkan disebut ulama muta’akhkhirin. Kegiatan
telah sampai ke Yaman dan bahkan sampai yang dilakukan hanya mencukupkan diri
ke Afrika. Penyebaran hadis tersebut juga dengan mengutip kitab-kitab hadis yang di-
diabrengi dengan munculnya madrasah-
11 14
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah
Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, vii
15
Kalimedia, 2017), vii. M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah
12
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, ix
Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, viii.
13
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah
Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, vii
6 Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10
tadwin oleh ulama abad ke 2 dan 3 H. oleh masing-masing , qabl al-tadwin (sebelum
karena itu, corak tadwin pada masa ini dan pembukuan), inda al-tadwin (masa
sesudahnya telah beraneka ragam seperti pembukuan) dan ba’da al-tadwin (setelah
menertibkan hadis, spesialisasi hadis, pembukuan).18 Pembahasan yang dilakukan
kitab-kitab komentar dan sebagainyaa. nampak bahwa hanya berpatokan pada
Seperti yang dilakukan oleh Isma’il ibn prestasi besar umat Islam dalam menjaga
Ahmad yang menghimpun kitab sahih al- hadis. Tradisi hafalan ke tradisi tulis oleh
Bukhari dan sahih Muslim dalam satu ‘Ajjaj al-Khatib dianggap sebagai sesuatu
kitab.16 yang penting. Oleh karna itu, masa-masa
7. عرص الرشح وامجلع والتخرجي والبحث عن الرواية والزوائد, masa sebelum dan sesudah pembukuan sudah
pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan cukup dikategorikan secara general dengan
dan pembahasan hadis. Rentang waktu menafikan peristiwa-peristiwa yang terjadi
relatif Panjang dimulai tahun 656 H. setiap periodenya.19
sampai sekarang. Masa ini merupakan Dan dalam menyusun kitab hadis, para
kelanjutan masa sebelumnya dan ulama tidak hanya mendasarkan pada aspek-
menambah semakin banyaknya khazanah aspek ontology, tetapi juga meliputi aspek
hasil tadwin ulama hadis. Jika epitemologi yang berupa kritik sanad dan
dihubungkan dengan sejarah matan serta aspek aksiologi yang berupa
perkembangan ‘ulum al-hadis, maka masa tujuan penyusunannya baik secara praktis
ini merupakan suatu masa keemas an dan maupun teoritis. Penyusunan kitab-kitab hadis
kematangan ‘ulum al-hadis. Oleh karena berdasarkan aspek-aspek tersebut disebut
itu, tidak heran jika masa terakhir ilmu riwayah dan ilmu dirayah. Ilmu riwayah
perkembangan hadis telah menekankan pada ketepatan menghimpun
menyempurnakan dirinya dengan berbagai segala yang dinisbahkan kepada Nabi Saw,
karya hadis yang tetap mengacu pada hasil sedangkan ilmu dirayah lebih menekankan
ulama sebelumnya, mutaqaddimin. Hasil pada faktor diterima dan tidaknya sesuatu
karya ulama pada periode ini antara lain yang dinisbahkan kepada Nabi tersebut.13
syarh Sahih al-Bukhari seperti Fath al- Kedua ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan
Bari karya al-‘Asqalani, ‘Umdah al-Qari satu sama lain dalam menentukan status hadis.
karya Muhammad ibn Ahmad al-‘Aini dan Tetapi dengan dibukukannya hadis Nabi
Irsyad al-Sari karya al-Qastalani. Hal SAW dan selanjutnya dijadikan rujukan oleh
serupa juga ditemukan pada kitab-kitab ulama yang datang kemudian, maka pada
lain seperti Sahih Muslim, Sunan al- periode selanjutnya ilmu hadis riwayah tidak
Tirmizi, Sunan al-Nasa’i, dan Sunan Ibn lagi banyak berkembang. Berbeda halnya
Majah.17 dengan ilmu hadis dirayah yang senantiasa
Periodesasi di atas terkesan lebih terperinci berkembang dan melahirkan berbagai cabang
dan menyebut berbagai generasi yang terlibat ilmu hadis. Oleh karena itu, pada umumnya
dalam setiap tahap perkembangan hadis. Oleh yang dibicarakan oleh ulama hadis dalam
karena itu, terdapat tujuh tahapan. Namun, kitab-kitab ulumul hadis yang mereka susun
pada perkembangannya ada juga ulama yang adalah ilmu hadis dirayah.20
hanya membagi ke dalam tiga periode saja
seperti yang dilakukan oleh Muhammad
Ajjajal-Khatib. Ketiga periode tersebut
16
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah di M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis
Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, ix. dari Teks ke Konteks,5-9.
17 19
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian
Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, ix Hadis, 9.
20
M. Zulkarnain Mubhar, “Quo Vadis Studi, 115.
18
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah
Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, x. Lihat juga
Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10 7
21
Luthfi Maulana, “Periodesasi Perkembangan 22
Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Kajian Hadis,
Studi Hadits (Dari Tradisi Lisan/Tulisan Hingga 202.
Berbasis Digital), Esensia, Vol 17, No. 1, April 2016, 23 Dliya Ul Fikriyyah, “Telaah Aplikasi Hadis”, 275.
120.
8 Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10
24
Dliya Ul Fikriyyah, “Telaah Aplikasi Hadis”,
276-277.
Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10 9
25
Dliya Ul Fikriyyah, “Telaah Aplikasi Hadis”, 26
Shabri Shaleh Anwar dan Ade Jamaruddin,
278-280, 282. Takhrij Hadis Jalan Manual dan Digital, (Riau: PT.
Indragiri, 2018), 58-59.
10 Siti Syamsiyatul Ummah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 1-10
27
Shabri Shaleh Anwar dan Ade Jamaruddin,
Takhrij Hadis Jalan Manual dan Digital, 60, 62.