Anda di halaman 1dari 210

Judul: Ryoushin no Shakkin wo Katagawari Shite Morau Jouken wa Nihon’ichi

Kawaii Joshikousei to Issho ni Kurasu Koto Deshita

Penulis: Megumi Amane

Ilustrator: Kakao

Gendre: Comedy, Ecchi, Romance, School Life, Slice of Life

Diterjemahkan Oleh: Libby Translation

Dibuat Ke PDF Oleh: Maeru Novel

Bab 54
Apa Kau Marah?

Layaknya janji, apa yang menunggu dibalik suatu kesenangan adalah kesulitan.
Setelah semua kesenangan bermain ski dan memandangi bintang, yang menunggu
kami adalah ujain akhir. Tidak ada masalah untuk naik ke kelas berikutnya, tapi itu
bukan berarti ujian ini bisa dianggap enteng. Setiap kali mendapatkan ujian internal
untuk mengantisipisai ujian universitas, setiap ujian adalah suatu gunung yang
harus didaki, dan aku tidak ingin mengambil remidi.

“Aku berpikir untuk mengadakan sesi belajar di akhir pekan untuk mengatasi
situasi sulit ujian akhir, tapi bagaimana menurutmu Yoshi!?”

Itu adalah istirahat makan siang. Saat kami sedang makan di kelas, Otsuki tiba-tiba
mengusulkan itu.

“Mengapa kau menanyakan itu padaku, Otsuki-san?”

Bukankah aneh kalau hanya bertanya padaku? Oh begitu ya. Aku berkonsultasi
dengan Shinji sebelumnya dan memberi tahu Kaede di kelas.

Yah, sku sih setuju bahwa kami harus mengadakan sesi belajar. Meski aku tidak
keberatan melakukan sesuatu yang tenang sendirian, tapi terkadang juga
menyenangkan untuk berkumpul dan melakukan sesuatu bersama-sama. Kami
dapat saling mengajar dan memperdalam pemahaman kami masing-masing.
“Karena jika aku meminjam Kaede-chan tanpa bertanya padamu lebih dulu, kau
akan marah, kan? ‘Jangan mengambil Kaede-san-ku tanpa izin!’ Kupikir aku akan
diberitahu hal seperti itu!”

“Bahkan aku tidak akan mengatakan hal seperti itu... kupikir...mungkin?”

“Keraguan itu adalah bukti bahwa kau akan mengatakannya!”

Sambil berpikir dalam hati bahwa Otsuki sesemangat biasanya, aku menikmati
bekal makan siang buatan Kaede. Telur gulung itu enak.

“Terus bagaimana dengan tempatnya? Jika itu perpustakaan terdekat, aku tidak
tahu apakah ada tempat duduk yang tersedia bagi kita. Selain itu, jika kita membuat
sedikit kebisingan, itu bisa mengganggu pengunjung yang lain.”

Itu sudah menjadi premis bagi Kaede untuk membuat keributan. Hadeeeh, apakah
sesi belajar ini akan baik-baik saja? Aku merasa seperti kami akan berakhir
ngegosip dan tidak belajar.

“Kalau begitu, kenapa kita tidak melakukannya di rumah Yuya? Kurasa tidak akan
ada masalah jika kita membuat kebisingan di rumahnya, kan?”

“Tunggu dulu, Shinji. Hanya akan adalah masalah jika melakukannya di rumahku.
Aku yakin ada restoran keluarga, foud court, atau tempat yang lainnya.”

“Bukankah kedua tempat itu akan sangat berisik? Akan sulit untuk berkonsentrasi
jika kita belajar di tempat seperti itu?”

Yah, itu memang benar sih. Jika itu masalahnya, mengapa kita tidak kembali ke
pilihan awal yaitu perpustakaan. Asalkan kami langsung bergegas ke sana saat
sepulang sekolah, aku yakin akan kami akan beruntung dan mendapatkan tempat.

“Kalau begitu kenapa tidak berkumpul di rumahku? Itu luas, dan tentunya tidak ada
yang akan mengeluh kalau ribut. Tidak apa-apa, kan, Yuya-kun?”

“Yes! Jika Kaede-chan memberikan izin, kau tidak akan mengeluh, kan, Yoshi?”

Begitu ya. Jadi sejak awal sudah direncakan. Dengan asumsi bahwa aku akan
menolak, dia telah meminta izin Kaede lebih dulu sebelumnya. Tampaknya itu
adalah kuda-kuda dua tahap yang tidak memiliki celah, seperti teknik pedang untuk
menebas beberapa orang. Aku benar-benar terkena serangan telak. Ini kekalahan
total.
“Yah, jika Kaede tidak masalah, aku juga tidak akan keberatan.”

“Oke! Kalau begitu akhir pekan ini kita akan mengadakan sesi belajar di rumah
Kaede-chan!”

“Fufufu. Kalian maunya apa untuk makan siang saat itu? Aku akan membuatnya
berdasarkan permintaan!?”

Aku menghela nafas dalam hati sambil melihat ke samping pada Kaede yang
mengobrol riang dengan Otsuki, yang menjadi semakin bersemangat. Entah kenapa,
telur gulung ini jadi tidak enak...

---

Malam itu.

“Yuya-kun, apa kau lagi marah?”

Saat aku sedang cuci piring, Kaede menanyakan itu padaku. Aku marah? Aku sama
sekali tidak merasa seperti itu, tapi mengapa dia berpikir begitu?

“Karena ekspresimu jadi sedikit kesal sejak pertengahan istirahat makan siang. Apa
kau tidak suka dengan ide mengadakan sesi belajar di sini?”

“Hmm, bukannya aku tidak menyukainya. Aku yakin ini akan menyenangkan untuk
belajar dengan Shinji dan Otsuki-san, selain itu aku menantikannya karena aku
belum pernah melakukannya sebelumnya. Tapi entah kenapa, aku lebih berharap
bisa belajar berduaan saja denganmu.”

Tentu saja, aktivitas klub akan diliburkan selama masa ujian. Itu artinya aku akan
bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Kaede, dan bahkan aku bisa
menghabiskan semua waktu liburku dengannya. Ada bagian dari diriku yang
menyesali kehilangan waktu yang begitu berharga itu.

“Maafkan aku, Kaede-san. Sepertinya aku ini memang posesif...”

“Jangan khawatirkan itu, Yuya-kun. Justru aku jadi senang, tahu? Itu adalah bukti
seberapa besar kau memikirkanku.”

Kaede tersenyum padaku, yang mengejek diri sendiri, dan terus melanjutkan.

“Aku sendiri juga sangat posesif, tahu? Aku siap untuk mengambil setiap tindakan
yang mungkin sehingga tahun depan kita bisa berada di kelas yang sama!”
“Sungguh dapat diandalkan. Ngomong-ngomong, apa sebenarnya yang kau
rencanakan?”

“Hmm... sebagai permulaam aku akan menyuap kepala sekol—”

“Tidak! Itu benar-benar tidak! Daripada melakukan itu, lebih baik kita meminta itu
dengan berdoa kepada Tuhan bersama-sama!”

Kukira dia mau bilang apa, eh taunya ‘suap’!? Karena itu adalah Kaede, kupikir dia
akan mengatakan sesuatu tentang mengunjungi kuil, berdoa, atau membeli jimat
keberentungan, tapi anehnya dia begitu realistis dan jelas.

“Apa itu berrati kau mengajakku kencan? Artinya begitu, kan? Selepas ujian, ayo
pergi ke kuil perjodohan dan makan sesuatu yang enak dalam perjalanan pulang! Itu
janji loh ya!?”

Kaede mendekatkan wajahnya dengan momentum untuk mengatasi serangan balik


sambil berkata ‘Oke!?’, aku tidak bermaksud begitu, tapi tidak ada alasan untuk
mengatakan tidak, jadi aku menganggukan kepalaku.

“Yeesss! Dengan begini aku akan bisa melakukan yang terbaik dalam belajar untuk
ujian! Aku mencintaimu, Yuya-kun!”

Saat dia mencongkan tubuhnya ke depan, dia tiba-tiba memberiku ciuman kejutan.
Itu hanya sesaat, tapi bibir kami benar-benar bersentuhan. Kepalaku jadi beku.

“Ehehe. Aku mau mandi dulu ya. Kau bisa bersantai sebentar Yuya-kun. Ataukah...
kau mau mandi sama-sama lagi?”

“...Silakhan nikmati waktumu.”

“Aku sih kapan saja tidak keberatan mandi sama-sama. Kalau begitu aku duluan ya.
Terima kasih sudah mencuci piring.”

Mengatakan itu, Kaede keluar dari ruang tamu untuk bersiap-siap mandi. Setelah
selesai beres-beres, aku duduk di sofa dan melihat ke langit-langit.

“Ciuman kejutan itu curang, tahu...”

Merasa senang dengan sentuhan yang tertinggal di bibirku, aku merenungkan


seperti apa harus membalas ini.

Hasil dari renungan itu.


Saat aku tiba-tiba melakukan ciuman ‘selamat malam’, Kaede membeku di tempat
dan memeluk pinggangku, membuat kami tidur dalam pelukan sepanjang malam.

Bab 55
Sesi Belajar Di Sarang Cinta

Akhir pekan tiba. Shinji dan Otsuki datang ke rumah pukul 10 lewat. Aku terkejut
akan berapa jam kami akan belajar, tapi kupikir itu tepat karena paling-paling kami
akan kehilangan konsentrasi setelah makan siang.

“Kentang, sipp! Cokelat, sipp! Cola, sipp juga! Oke sippppp! Sekarang belajar sudah
bisa dimulai!”

Semangat Otsuki terlau tinggi saat dia tertawa ‘nyahaha’, dan rekannya Shinji juga
ikut tertawa. Kaede juga terlihat agak tercengag. Ngomong-ngomong, Kaede hari ini
memakai kacamata. Saat aku menanyakan alasannya,

[Fufufu. Aku mencoba membuat diriku terlihat seperti seorang tutor. Bagaimana,
apa itu terlihat cocok untukku?]

Aku menjawabnya dengan kurang lebih itu cocok. Meski begitu, sosok Kaede yang
mengenakan kacamata terasa seperti seorang onee-san, Aku ingin dimanjakannya.

Ups, sebaiknya aku berhenti memikirkan hal-hal aneh sekarang.

Kaede meletakkan sejumlah besar cemilan yang dibawa oleh Otsuki di atas piring
dan menaruhnya di tengah meja. Kalau dinilai dari sudut pandang lain, ini lebih
seperti pesta cemilan daripada sesi belajar. Aku jadi ragu apakah kami akan benar-
benar belajar.

“Akiho. Kupikir akan buruk jika kau tidak menganggapnya dengan serius? Bukankah
kau hampir mendapatkan nilai merah pada ujian akhir semester kedua?”

“Seperti yang dikatakan Higure-kun, Akiho-chan. Jika kau tidak melakukannya


dengan sungguh-sungguh, kau tidak boleh makan siang, loh ya? Dengan itu aku juga
akan menyita cemilanmu.”

“P-Penyiksaan seperti itu!? Bagian yang paling menyenangkan hari ini adalah
masakan buatan Kaede-chan, tahu!? Mengerikan kalau kau menyitanya dariku! Itu
terlalu kejam!”
Begitu ya. Terlepas dari kelihatannya, sepertinya nilai Otsuki tidak begitu bagus.
Kaede terus bertahan di peringkat pertama sejak masuk sekolah, sedangkan aku
dan Shinji berada di pertengahan atau bawah. Tapi kali ini aku bertujuan meraih
peringkat 10 besar. Bagaimanapun juga, aku ingin menjadi diriku yang tidak
memalukan sebagai pacar Hitotsuba Kaede.

“Sayangnya. Makan siang hari ini bukanlah buatanku, tapi lasagna buatan Yuya-kun.
Jika Akiho-chan tidak belajar dengan serius, maka aku juga akan memakan porsi
untukmu.”

“M-Masakan buatan Yoshi katamu? Tidak mungkin, kau bisa memasak Yoshi!? Selain
itu, lasagna itu benar-benar mewah...”

Ini tidak seperti lasagna itu terlalu sulit untuk dibuat. Aku hanya menggunakan sisa
saus daging yang kubuat banyak untuk spageti, dan aku dapat dengan mudah
membuat saus putih dengan membeli makanan kaleng dan mencampurkannya
dengan susu. Setelah itu, jika di taruh di antara adonan secara bergantian, perisapan
selesai. Panggang dalam oven dan setelah itu siap dihidangkan.

“Ini adalah lasagna spesial yang Yuya-kun siapkan sampai harus bangun pagi-pagi,
loh? Sebenarnya aku sungguh ingin memiliki semuanya untuk diriku sendiri, tapi
aku berusaha sebaik mungkin untuk menahannya. Dan apa maksud dari
pekataanmu barusan adalah kau tidak menginginkannya? Aku akan sangat marah,
loh, Akiho-chan!”

Kemarahan pada Otsuki yang mencoba tidak belajar berubah menjadi kemarahan
pada padanya karena tidak berniat makan lasagna buatanku. Yah, padahal Otsuki
sama sekali tidak mengatakan bahwa dia tidak mau memakannya.

“A-Aku ingin memakannya! Aku ingin makan lasagna spesial buatan Yoshi! Jadi aku
akan berusaha sebaik mungkin untuk belajar!”

“Oke. Kalau begitu sudah waktunya untuk memulai. Aku akan mengawasi Akiho-
chan, jadi Yuya-kun dan Higure-kun bisa bebas untuk melanjutkan. Jika ada yang
tidak mengerti, tolong tanyakan, oke?”

“Terima kasih, Hitotsuba-san. Kuserahkan Akiho-ku padamu.”

Shinji menundukkan kepalanya seperti orang tua yang menitipkan putrinya kepada
seorang tutor berbakat. Jika dia tidak bisa belajar sebaik kami yang melakukan
aktivitas olahraga, Otsuki akan menjadi murid yang agak sulit di ajari, tapi dengan
adanya Kaede-sensei mungkin akan baik-baik saja. Kuharap aku bisa memiliki
Kaede-sensei sebagai guruku.
“Fufufu. Aku akan memberikan bimbingan khusus pada Yuya-kun malam ini, jadi
nantikan saja!?”

Kaede, yang mengangkat kacamatanya dan tersenyum mempesona, menembak


jantungku dengan satu serangan. Ini buruk, aku mungkin akan mati karena
hiperventilasi.

“Mulai lagi dah... Shin-kun, apa kau masih hidup? Ngomong-ngomong, aku mungkin
sudah tidak bisa bertahan lagi.”

“Akiho... lakukan yang terbaik. Ayo lakukan yang terbaik dan bertahan. Jika tahun
depan kita berakhir di kelas yang sama dengan mereka berdua, kita harus
menghadapi situasi ini sepanjang waktu. Jadi mulai sekarang...... kita harus
terbiasa...”

Keduanya bergumam, tapi aku tidak peduli. Aku akan melakukan yang terbaik untuk
belajar dengan bimbingan khusus dari Kaede sebagai hadiah!

Bab 56
Ini Lagi Belajar?

“Duhhh... udah. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa melakukannya...”

“Aku tidak menyangka akan sampai sejauh ini...”

Otsuki-san membaringkan dirinya di atas meja dan kelelahan dalam sosok yang
sangat pucat. Dan seorang yang menyerukan kalimat terkenal dari agen FBI tertentu
sambil melihat ke arah langit-langit adalah Shinji.

Sekarang sudah lewat pukul 17:30. Terkadang kami istirahat, dan sesekali disela
oleh obrolan, tapi kupikir kami membuat kemajuan yang baik dalam sesi belajar
kami. Lasagna yang kusajikan pada siang hari diterima dengan baik oleh semua
orang, termasuk Kaede, dan menerima tiga bintang. Komentar Kaede yang
mengatakan ‘Enak banget’ adalah kesan yang paling membahagiakan.

“Kerja bagus kalian berdua. Rasanya menyenangkan bisa berkumpul dan belajar
seperti ini. Haruskan kita melakukannya lagi besok?”

Itu memang disayangkan bahwa waktu berduaanku dengan Kaede akan berkurang,
tapi aku harus menahannya untuk mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian. Pada
awalnya, aku tidak dalam suasana hati ingin belajar, tapi ketika aku melihat orang
lain di sekitarku berkonsentrasi, aku secara alami menjadi bersemengat, jadi seperti
ini juga tidak terlalu buruk.

Namun, Shinji menggelengkan kepalanya tanpa daya.

“Kami benar-benar sudah dibuat grogi karena tingkah pengantin baru antara dirimu
dan Hitotsuba-san yang terjadi sesekali. Seperti yang diharapkan dari Meotople. Jika
kami harus melihat hal seperti itu setiap hari, kami mungkin akan mati muda. Kira-
kira penyebab kematiannya karena diabetes.”

Dia ini ngomong apa sih? Saat aku memikirkan itu, Otsuki mendongak dan
menganggukan kepalanya seolah dirinya setuju dengan Shinji.

“Yoshi mencuci piring seolah itu adalah hal biasa, dan Kaede-chan dengan hati-hati
mengatur piring yang sudah dicuci di rak piring. Kalian berdua benar-benar luar
biasa dalam membagi pekerjaan sehingga aku ragu apakah kita ini benar-benar
teman sekelas. Kemudian ketika ada yang membuat kesalahan. kalian jadi saling
memandang dan mulai berbicara tanpa suara akan cinta kalian, itu terlalu manis
sampai aku dibuat ingin muntah...”

Begitukah? Memang sih ada banyak momen ketika aku dan Kaede saling
memandang, tapi kami tidak pernah berbicara tentang cinta. Yah meski aku
mengakui kalau aku menatapnya dengan persasaan ‘Aku mencintaimu, Kaede-san.”

“Kupikir kau tidak menyadarinya karena terlalu fokus. Tapi kau tahu, saat aku
mengejarkan soal, Kaede-chan terus menatapimu. Apalagi tatapanya memiliki
ekspresi yang tidak sopan sampai-sampai suara hatinya yang mengatakan [Aaah,
Yuya-kun yang berkonsentrasi keren banget.] terdengar.”

Seriusan? Aku sama sekali tidak menyadarinya. Kaede-san, apa kau terus-terusan
menatapiku?

“A-Akiho-chan!? Itu tidak seperti aku menatapi Yuya-kun dengan pemikiran seperti
itu!? Dan lagi, apa yang kau maksud dengan suara hati!?”

“Kalau begitu, apa yang kau pikirkan saat dirimu menatapi Yoshi? Bahkan kau
sampai melupakan belajarmu.”

Peran Kaede hari ini adalah seorang guru, jadi tidak heran jika dirinya tidak
membuat banyak kemajuan dalam belajarnya sendiri. Ngomong-ngomong, Kaede
sudah memiliki perisapan dan tinjauan ulang materi sebagai fondasinya, jadi dia
harusnya tidak akan memiliki kesulitan seperti kami. Yah, aku tidak peduli dengan
masalah itu, yang terpenting adalah alasan mengapa Kaede menatapku.
“—A-Aku berpikir dia sangat keren.”

“Apa kau bilang? Aku tidak bisa mendengarmu dengan baik, jadi aku ingin kau
mengatakannya lagi? Kau juga tidak mendengarnya, kan, Yoshi?”

“Y-Ya, aku tidak mendengarnya dengan baik karena suaranya begitu kecil. Kaede-
san, bisakah kau mengatakannya lagi?”

“Uh... Itu sangat keren! Aku terpesona oleh Yuya-kun yang memiliki ekspresi serius,
karena dia sangat keren! Apa itu salah!?”

Sambil memukul meja, Kaede berkata dengan wajah yang merah cerah. Otsuki, yang
menerima tatapan tajamnya, terkejut, Shinji tertawa getir, dan aku menjadi malu
dan memalingkan pandanganku.

“Orang yang kucintai memiliki raut wajah yang berbeda dari yang biasanya dia
tunjukkan, jadi tidak dapat dihindari kalau mataku tertuju olehnya! Dan ketika aku
menatapnya, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bergumam seperrti ‘aku
mencintaimu. Yuya-kun’.”

Kaede lagi dalam mode boost, ini adalah mode yang harus dihentikan. Otsuki perlu
melakukan sesuatu! Keluhan seperti itu tiba-tiba melintas di benakku. Dan sejak
awal, dialah yang meyebabkan situasi ini, jadi memang dia yang harus disalahkan.

“Di tempat pertama, ada juga saat-saat ketika Akiho-chan menatap Higure-kun dan
tanganmu jadi berhenti. Apa kau pikir aku tidak menyadarinya? Kau benar-benar
menampilan wajah yang begitu imut ketika dirimu menatap Higure-kun. Jadi aku
tidak ingin diberitahu hal seperti itu oleh dirimu. Akiho-chan!”

“Ka-Kaede-chan!? A-Aku tidak menatap Shin-kun atau semacamnya—”

Kaede dan Otsuki saling berdebat. Jika sudah begini, tidak akan mudah bagi kami
kedua pria untuk turun tangan. Nah, apa yang harus kami lakukan sekarang?

“Hahaha, kupikir yang terbaik adalah membiarkannya saja. Jika kau terlalu banyak
ikut campur, itu hanya akan menambah minyak ke dalam api. Yah, sekalipun kau
memang masih ingin menghentikan mereka, cara untuk menghentikan mereka tidak
banyak. loh!?”

“...Kupikir sebagian besar waktu ketika dirimu bersikap bijak seperti itu, kau hanya
memikirkan sesuatu yang tolol, tapi biarkan aku mendengar cara itu.”
Shinji berbicara tentang teknik kekuatan paksa yang tidak bisa disebut strategi.
Rasanya sangat memalukan untuk memutuskan akan melakukannya pada saat yang
sama dengan Shinji, tapi Shinji si ahli strategi mengatakan bahwa ini adalah satu-
satunya cara untuk menenangkan mereka. Aku menarik napas dalam-dalam dan
mempersiapkan diriku. Kami bergerak dengan tenang dan melakukan kontak mata.
Yosh, ayo lakukan!

Ini adalah operasi arbitrase!

Bab 57
Aku Ingin Memonopoli

Ada tiga poin penting dalam strategi yang dikemukakan Shinji.

Pertama, aku akan memposisikan diriku di belakang Kaede, dan Shinji akan
memposisikan dirinya di belakang Otsuki. Tapi pada saat kami melakukan itu, kami
tidak boleh sampai diperhatikan oleh mereka berdua. Ini dikarenakan unsur kejutan
sangatlah penting dalam strategi ini.

Dan yang kedua adalah mencocokkan timing, pokoknya tidak boleh sampai ada
selisih waktu. Selain itu, penting juga untuk terus benapas dengan sinkron.

Dan terakhir, ini adalah poin yang terpenting, yaitu melakukan segalanya dengan
lembut. Peluk selembut mungkin dengan semua perasaan yang kami miliki, lalu
berbisik di telinga mereka!

“Akiho, aku mengerti perasaanmu, tapi ayo akhiri ini di situ dan bersiap-siap untuk
pulang.”

“Perasaan Kaede-san sudah tersampaikan sepenuhnya padaku. Terima kasih, jadi


ayo kita akhiri itu di sini, oke?”

Kami memeluk setiap orang yang kami cintai dan dengan paksa memisahkan
mereka. Lalu apa yang terjadi setelah itu? Kaede dan Otsuki yang tadinya sangat
berisik sekarang sudah terdiam seperti kucing.

“Yu-Yuya-kun...”

Aku telah sangat memahami perasaan Kaede-san. Terima kasih, aku mencintaimu.
Berpikir seperti itu, aku membelai kepalanya. Jika hanya ada aku dan Kaede, aku
akan mengatakan pemikiranku dengan lantang, tapi aku malu mengatakannya di
depan Shinji dan Otsuki.

“Ehehe… Aku suka dibelai oleh Yuya-kun seperti ini. Jadi tolong belai aku lebih
banyak!”

“Hahaha, aku mengerti. Aku akan banyak-banyak membelaimu.”

Kaede terlihat begitu bahagia. Yap, itu sangat imut.

“Entah kenapa, aku merasa seperti mengalami kekalahan telak...”

“Sh-Shin-kun sendiri sudah cukup baik kok, tapi Yoshi mungkin lebih baik lagi..,
ekspresinya Kaede-chan juga benar-benar memiliki kekuatan destruktif.”

Aku ingin terus memeluk dan membelai Kaede sampai dia puas, tapi itu terpaksa
dihentikan karena Shinji dan Otsuki mengatakan bahwa mereka akan pulang.

Kemudian, ketika aku selesai mengirim kepergian dua orang yang tampak putus asa
itu, keheningan kembali ke rumah kami yang merupakan tempat sesi belajar yang
berisik namun menyenangkan. Merasa lelah, aku duduk di sofa.

“Hmm... apa yang harus kita buat untuk makan malam nanti? Aku tidak bisa
memikirkan apa-apa.”

“Saus daging yang dibuat Yuya-kun masih ada sedikit, jadi bagaima kalau kita
membuat spageti lagi malam ini? Aku tidak keberatan kok!”

“Begitukah? Maaf ya, karena jadi harus makan spageti dua hari berturu-turut. Aku
mau rebus air dulu...”

“Biar aku saja yang melakukannya, tapi sebelum itu, aku harus memberimu hadiah
atas kerja kerasmu.”

Apakah itu bimbingan khusus yang dia bicarakan tadi pagi? Dia mau melakukannya
sekarang? Tapi apa yang—?

“Fufufu, maksudku... seperti ini.”

Apa yang dilakukan Kaede samil tersenyum benar-benar mengejutkan! Dia


mengangkangiku yang duduk di sofa. Apalagi tidak hanya dia mengangkangiku, tapi
dia juga merangkul leherku seperti koala. Duh, kau tidak melakukan hal seperti ini!
“Bimbingan khusus di malam hari itu adalalah... bimbingan ciuman, bagaima kalau
seperti itu?”

Dia berbirisk di telingaku, dan menggigit daun telingaku dengan lembut. Sengatan
listrik menyetrum tubuhku karena terkejut akan sensasi menyenangkan yang tidak
bisa dijelaskan itu.

“Fufufu, kau yang terkejut itu imut sekali. Hei, Yuya-kun... ayo berciuman?”

Tidak ada alasan untuk menolak undangan yang memikat tersebut. Aku sangat
gugup hingga menelan ludahku kemudian mencium Kaede. Biasanya itu akan segera
berakhir, tapi sekarang aku tidak bisa menarik diri karena Kaede memelukku
dengan erat. Kami mengulangi ciuman ringan itu berulang kali, saling
mempertemukan bibir kami layaknya burung yang mematuk.

Ini buruk, aku sangat bahagia sampai tidak bisa memikirkan hal-hal lain. Otakku
seperti akan meleleh, tubuhku kepanasan, dan aku merasa seperti melayang di
udara.

“Mmh... Nh... Mm. Menyenangkan rasanya berciuman berkali-kali seperti ini. Aku
merasa Yuya-kun begitu menginginkanku, dan itu membuatku jadi deg-degan.”

“Aku juga... sangat deg-degan dan ngeblank, Kaede-san...”

“Ta-Tapi, ayo sudahi saja untuk hari ini! Aku akan menyiapkan makan malam, jadi
kau bisa bersantai. Kalau lebih dari ini, aku tidak akan bisa mempertahankan akal
sehatku...”

Aku tidak bisa mendengar kalimat terakhirnya karena dia menyerukannya dengan
nada pelan.

Kaede perlahan berdiri dari atasku dan pergi ke dapur. Aku menatapnya dengan
kepala yang terhuyung-huyung.

Tapi tetap saja, itu benar-benar bimbingan khusus yang mengerikan. Aku yakin
kalau aku mungkin akan menjadi serigala jika aku diberikan bimbingan yang seperti
ini lagi.

Tidak, tampaknya serigala yang sebenarnya bukanlah aku, tapi Kaede!


Bab 58
Aku Akan Menyeka Punggunmu

Entah kenapa, Kaede tersenyum lebih dari biasanya saat kami makan atau
menonton TV. Aku di sisi lain, dibuat begitu kewalahan oleh hujan ciuman yang
barusan, dan hanya dengan menatap mulutnya saja, jantungku langsung berdebar
dengan kencang.

Sekalipun di sini aku memutuskan untuk lanjut belajar, kepalaku sama sekali tidak
bisa bekerja dengan baik. Tanganku yang memegang pulpen akan menegang setiap
kali mencoba untuk berkonsentrasi, dan setiap kali aku terus-terusan menghela
napas.

“Kau baik-baik saja, Yuya-kun? Wajahmu terlihat merah?”

“A-Aku baik-baik saja. Aku merasa lelah, jadi aku akan pergi mandi untuk
merilekskan diri.”

Astaga, menurutmu siapa yang menyebabkan wajahku jadi memerah? Itu semua
karena dirimu tiba-tiba memelukku dan memberiku banyak ciuman. Nah, asalkan
aku berendam di bak mandi, aku mestinya akan menjadi sedikit lebih baikan.

“Oh! Kalau begitu bisakah aku bergabung denganmu? Aku akan menyeka
punggungmu karena kau telah belajar dengan giat seharian ini!”

Sambil mengepalkan tangannya, Kaede mengajukan usulan yang luar biasa. Apa sih
yang sebenarnya terjadi hari ini? Dia sangat agresif, seperti dirinya benar-benar
telah menjadi serigala dan membuatku kewalahan,

Namun, meski aku dengan malu-malu menolak usulan itu, aku bisa membaca apa
yang akan dilakukan Kaede selanjutnya. Aku yakin kalau tepat sebelum aku
melepaskan pakaianku dan pergi ke kamar mandi, dia akan menyerangku.
Kemudian dia akan mengejekku yang terkejut dan bersenang-senang. Aku tidak
akan membiarkan itu terjadi.

“...Hmm, itu bukan ide yang buruk untuk memintamu menyekakan punggungku.
Kalau begitu, bagaimana kalau aku juga menyekakan punggungmu? Lagian kita
sama-sama telah berusaha keras dalam belajar hari ini.”

“Yu-Yuya-kun!?”
Hahaha, itu serangan telak! Efeknya luar biasa! Itu adalah tipe serangan yang
mengincar atribut kelemahan lawan dan menghasilkan 4 damage yang mengurangi
HP Kaede menjadi 1!

“Ayo pergi ke kamar mandi bersama, Kaede-san. Ataukah selain menyekakan


punggungmu, kau juga mau aku melepaskan pakaianmu?”

“Ti-Tidak! Aku bisa melepas pakaianku sendiri! Aku hanya terkejut karena kau
mengangguk dengan patuh! Kupikir kau pasti akan menolak...”

Nah kan, ini seperti yang kuperkirakan. Seperti yang diharapkan dari Kaede yang
ahli strategi, dia sengaja membuat usulan seperti itu dengan premis bahwa aku akan
menjadi panik dan menolaknya. Tapi jangan berpikir kalau hal seperti itu akan
berhasil berkali-kali.

“Apa yang akan kau lakukan jika aku menolaknya?”

Dan sekaranglah waktunya untuk jawaban yang sangat penting. Nah, dengan
pipinya yang merona dan mulutnya yang cemberut manis seperti itu, apa yang akan
dia lakukan selanjutnya ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencananya
dan mendapatkan serangan balasan dariku?

“Jawabannya sudah jelas! Aku berencana untuk menyerang tepat sebelum kau
masuk ke kamar mandi! Oh, sebelum itu aku harus sudah melepaskan pakaianku di
kamar dan memakai baju renang, baru setelah itulah aku akan menyerang! Aku
sudah membuat persiapan untuk itu!”

Kurasa ini setengah benar dan setengahnya salah. Aku tidak menyangka kalau dia
akan memakai baju renang daripada handuk mandi. Karena terakhir kali kami
mandi bersama, dia benar-benar telanjang. Dari pada itu, sejak kapan kau
menyiapkan baju renang? Meski sekarang sudah bulan Maret, tetap saja masih jauh
dari musimnya baju renang.

“Fufufu, kau naif sekali, Yuya-kun. Memang benar aku belum membeli baju renang
untuk digunakan ketika pergi ke kolam renang atau pantai bersamamu di musim
panas ini, tapi untuk situasi seperti ini aku memilikinya. Aku yakin kalau dirmu akan
senang ketika melihatnya!”

Hou, itu kepercayaan diri yang luar biasa. Jenis baju renang apa itu? Mungkinkah itu
baju renang yang dia kenakan di musim panas lalu? Aku tidak tahu jenisnya macam
apa, tapi kalau Kaede yang mengenakannya, jenis apapun pasti akan terlihat imut!
Aku penasaran!
“Kalau begitu nantikan saja! Sekarang, ayo pergi!”

Kaede dengan santai menarik lenganku. Semangatnya yang membawaku ke kamar


mandi sudah seperti Pahlawan yang melakukan penyerbuan ke Kastil Raja Iblis
Delzogade.

Kemudian tiba-tiba, aku menyadari sesuatu. Eh, apa sudah dipastikan kalau kami
akan mandi sama-sama?

Bab 59
Baju Renang + Layanan = Berbahaya

Katakanlah bahwa aku dan Kaede yang akan mandi bersama lagi sudah diputuskan.
Satu-satunya hal yang perlu kuwaspadai adalah pingsan seperti terakhir kali, tapi
aku yakin kalau aku akan baik-baik saja hari ini.

Mengapa demikian? Itu karena Kaede akan memakai baju renang. Sebelumnya dia
hanya menggunakan handuk untu menutupi tubuh telanjangnya, yang dimana itu
selalu menarik perhatian seluruh umat manusia dari segala usia, dan membuat
sirkuit pemikiranku terputus ketika dirinya melakukan kontak dekat denganku.
Tapi kali ini berbeda, hari ini dia akan memakai baju renang, jadi aku yakin kalau
aku akan baik-baik saja.

Selain itu, saat aku melepaskan pakaianku di ruang ganti, Kaede melemparkan
kantong plastik di kakiku yang isinya benar-benar mengejutkan. Itu adalah baju
renang pria. Kaede bilang kalau Miyamoto-san lah yang menyiapkannya. Dia bilang
kalau-kalau kami akan mandi bersama lagi, aku bisa memakan baju renang ini.

Aku sangat berterima kasih atas hadiah yang tak terduga ini. Dengan begini, aku
juga bisa santai di depan Kaede. Tidak ada keluhan tentang desainnya, itu memiliki
nuansa musim panas dengan pohon palem berwarna hitam serta latar belakang
ptuih. Aku bisa menggunakan ini tanpa masalah.

“Miyamoto-san memang hebat. Dia benar-benar memahami apa harus dilakukan.


Yap, ini rasanya nyaman ketika dipakai.”

Puas dengan keketatan yang optimal, dimana itu tidak terlalu kencang dan tidak
terlalu kendor, aku menginjakkan kaki di medan pertempuran. Meski begitu, Kaede
masih berganti pakaian. Aku pun menunggunya, sambil menyesuaikan suhu shower
saat kami berbicara tentang menyeka punggung.
“Maaf membuat menunggu, Yuya-kun!”

“Tidak, itu tidak lama... Ka-Kaede-san!? Apa-apaan dengan penampilan itu!?”

Kaede memiringkan kepalanya dengan bingung terhadap reaksiku. Tidak, itu tidak
aneh, itu memang tidak aneh, tapi kekuatan penghancurnya benar-benar luar biasa.

Gaya Kaede yang luar biasa ditonjolkan karena lekukan tubuh yang tersorot dengan
jelas berkat desain ketat dari satu warna biru laut. Terutama buahnya yang kenyal-
kenyal itu sangatlah berbahaya. Betapapun elastisnya kain yang digunakan, itu bisa
saja sobek jika ukurannya tidak pas.

Selain itu, huruf-huruf bertuliskan [Hitotsuba] yang bersinar terang di dadanya


menciptakan kesan tidak bermoral. Mungkinkah ini adalah apa yang orang-orang
sebut-sebut sebagai—

“Fufufu, bagaimana menurutmu? Ini adalah baju renang sekolah yang kupakai
sampai tahun lalu... apa itu terlihat cocok untukku?”

Kaede bertanya sambil menundukan kepalanya dan menggeliatkan tubuhnya


dengan mata yang mengarah ke atas. Eh, apa-apaan dengan gadis imut ini? Aku
ingin memeluknya sekarang.

“Itu, ya! Itu sangat imut!”

Tiga tahun berada di SMP, baju renang sekolah adalah sesuatu yang kulihat hampir
setiap tahunnya. Pada saat itu, aku sama sekali tidak mempedulikannya, tapi ketika
aku masuk SMA, aku menyadari betapa bersyukurnya diriku atas keberadaan baju
renang itu. Dan terlebih lagi, orang yang mengenakan itu di depanku adalah orang
yang kucintai. Di dalam hatiku, aku benar-benar menunduk berterima kasih atas
keberadaannya.

“Aku senang kau mengatakan itu! Awalanya aku ragu apakah kau akan senang
melihatnya, tapi Miyamoto-san bilang; [Yoshizumi-sama pasti akan benar-benar
senang, jadi percaya dirilah.]. Aku harus berterima kasih padanya nanti!”

Miyamoto-san! Kau ini benar-benar panutan!

“Kalau begitu, aku akan segera menyeka punggungmu! Duduklah di kursi.”

Kaede dengan cepat memindahkan kursi dari tepi kamar mandi. Aku duduk dengan
perasaan sedikit aneh dan lembut. Kaede bersenandung saat dia menyalakan
shower dan perlahan mengarahkan air ke punggungku.
“Bagaimana suhur airnya? Apa itu terlalu panas?”

“Mmh, tidak ada masalah. Rasanya pas dan nyaman.”

“Baguslah kalau begitu. Sekarang, aku akan mulai menyeka punggungmu!”

Aku tersenyum dan menunggu momen itu dengan deg-degan, berharap dia akan
melakukannya dengan lembut.

Dia mengoleskan sabun mandi di atas kain dan membuatnya berbusa, kemudian dia
mengusapkan tangannya dengan lembut ke tubuhku dari bahu hingga ke pinggang.
Eh, kau tidak menggunakan kain?

“A-Ada apa...?”

“T-tidak. Tidak ada apa-apa. Hanya saja, ini sedikit berbeda dari yang
kubayangkan...”

“Fufufu, Aku mengerti. Aku tahu kalau kau akan mengatakan itu. Kau selalu saja
malu-malu, Yuya-kun.”

Eh? Apa maksudnya? Aku hanya heran karena dia sampai repot-repot memenuhi
tangannya dengan busa, padahal kupikir dia hanya akan menggunakan kain untuk
menyeka punggungku.

Selain itu, kenapa kau menyebutku malu-malu? Aku bisa melihatmu di cermin, tapi
kenapa kau mengoleskan busa di tubuhmu? Mungkinkah kau—!

“Aku... umm... Aku akan menggunakan tubuhku untuk membersihkan tubuhmu.


Mmh...”

Dia memelukku dengan erat dari belakang, berbisik di telingaku, dan menggigit
daun telingaku dengan lembut. Inilah serangan kombo dari Kaede! Eh, bukan
waktunya untuk mikirin itu. Apa ini? Karena basah kuyup, baju renang yang
menempel di punggungku dan sensasi buah alami yang memijatku tidak hanya
membuatku begitu bahagia, tapi rasa lelahku langsung teratasi, meski begitu di saat
yang sama, kesadaranku juga perlahan-lahan mulai lenyap!

“Mmh... Umm, Yuya-kun... apa kau merasa nyaman?”

“Y-ya, rasanya sangat nyaman.”

“Baguslah kalu begitu... aku akan membuatmu merasa sangat nyaman.”


Tolong jangan lagi berbisik dengan suara yang mengilap seperti itu. Suara
menggelegak, napasnya yang agak berkilau, suhu tubuhnya, dan sensasi spons alami
yang memadukan kelembutan dan elastisitas. Tubuhku merasakan semua ini
dengan sensitif, dan semua itu merangsak otakku.

“Ada apa, Yuya-kun? Kau terlihat imut sekali saat linglung seperti itu. Kalau sudah
seperti ini... Aku akan menyeka bagian depannya juga, oke?”

“....Apa?”

Aku tidak dapat memahami arti kalimat tersebut karena aku bingung dan
kemampuanku untuk berpikir sangat terganggu. Kaede tersenyum lembut,
mengambil kain yang masih banyak busanya, dan mulai membasuh dadaku dengan
kain itu sambil menekan tubuhnya dengan erat ke punggungku.

“B-Bagian depan tidak usah, Kaede-san! Aku bisa menyekanya sendiri!”

“Kau tidak perlu enggan, tahu? Serahkan saja semuanya padaku.”

Suara seksi Kaede merambat ke telingaku. Dia menggerakkan kain dengan gerakan
melingkar, menutupiku dengan busa dari dada sampai ke pusar. Saat aku
menggerakkan lenganku, desahan Kaede menjadi lebih kasar, dan perasaan lembut
dari tubuhnya membuatku kehilangan kekuatan.

“Nyaman gak? Kalau begitu selanjutnya adalah kakimu.”

Bergerak maju ke depan, Kaede membasuh dan menyeka kakiku dengan kain
berbusa. Jika dia menggunakan tubuhnya di sini, aku pasti akan jadi gila.

Setelah dia menyeka sampai bersih di atas lutut, dia beralih ke shower dan
membersihkan busa dari tubuhku. Ini adalah momen yang membahagiakan ketika
semua racun dan kotoran yang terkumpul di tubuhku mengalir bersama busa. Aku
pun mendesah nikmat.

“Bagaimana? Apa rasanya nyaman? Apa kau ingin aku melakukannya lagi?”

“Ah... itu sungguh nyaman. Terima kasih, Kaede-san. Kalau seperti ini, aku jadi ini
kau melakukannya setiap hari...”

“Begitukah? Jika kau memang mau... aku tidak masalah melakukannya setiap hari?”
Sebuah desahan manis dihembuskan dan aku segeera melompat dari kursi. Eh, apa
aku baru saja bilang kalau aku ingin melakukan ini setiap hari? Ketidaksadaran
sungguh menakutkan.

“Kalau begitu kau bisa berendam di bak mandi lebih dulu. Aku akan menyeka
tubuhku dulu sebelum masuk.”

“...Tunggu sebentar, Kaede-san. Itu berbeda dari yang disepakati, tahu?”

Kali ini dia terkejut. Aku memegang bahunya dan dengan lembut mendudukkannya
di kursi. Di tanganku ada kain yang digunakan sebelumnya.

“Yu-Yuya-kun... jangan bilang kau akan...?”

“Ya, itu benar, Kaede-san. Sekarang giliranku untuk menyeka punggungmu.”

Nah, giliranku baru akan dimulai dari sini! Tapi itu hanya selama aku bisa menjaga
akal sehatku!

Bab 60
Menyeka Dan Bermain Normal

Kaede membungkuk dan menggeliat dalam sosok yang mengenakan baju renang
sekolah. Dia duduk di kursi, tapi dia agak gelisah.

Rasakanlah apa yang kurasakan beberapa menit yang lalu.

Aku mengambil sabun mandi dan membuatnya berbusa dalam jumlah banyak,
kemudian mengoleskannya secara perlahan dari pundak seperti yang dia lakukan.

Aku penasaran, bagaimana rasanya dia mengenakan baju renang sekolah yang
benar-benar terbuka dari bagian tengkuknya. Menurutku bukan hanya uap yang
sampai membuat kulitnya berkilau cantik seperti tembikar yang bersinar merah.

Setelah punggungnya benar-benar tertutupi busa, aku menyeka lengannya. Aku


dengan hati-hati menyeka tangan dan ujung jarinya, menempatkan busa seperlunya.
Tangannya terasa enak saat disenuth, proporsi dagingnya benar-benar pas.

“K-Kau terlalu banyak menyentuh tanganku... Itu memalukan tahu.”


Dia memintaku untuk berhenti dengan suara yang 120% imut sambil malu-malu,
jadi kuputuskan untuk menyeka jari-jarinya yang indah dengan hati-hati satu per
satu.

“Fufufu, rasanya agak geli.”

Setelah bagian lengan selesai, aku akan melanjutkan ke yang berikutnya, tapi ini
adalah musuh yang sangat kuat. Karena bagaimanapun juga, itu adalah kaki
telanjang Kaede.

Itu memang wajar karena kami sedang mandi, tapi ini adalah pertamanya kalinya
aku akan menyentuh kaki Kaede secara langsung. Kakinya tidak terlalu kurus dan
tidak terlalu gemuk, itu adalah keseimbangan yang memilaukan. Aku pun memulai
dengan jari kaki dan telapak kakinya.

“Umm... itu geli...”

Setelah menyeka telapak kaki sembari mendengarkan suara Kaede yang teredam,
aku melanjutkan untuk menyeka betis dan pahanya.

Pertama, aku menyekanya ke atas dan ke bawah dari pergelangan kaki hingga betis
untuk merilekskannya.

Betis, juga dikenal sebagai jantung kedua, bertindak seperti pompa yang
mengembalikan darah yang terkumpul di kaki akibat gravitasi ke jantung. Itulah
sebabnya, menjaga kelembuan otot di sini akan meningkatkan sirkulasi darah serta
mengurangi pembengkakan dan rasa kaku. Jadi aku tidak menyeka betisnya untuk
merasakan betisnya yang halus! Jelas tidak!

“Umm... jadi begitu cara menyekanya... rasanya sangat enak.”

Dengan menggunkan model tangan kucing dengan ujung jari melengkuk, aku
menyekanya mulai dari bawa dan ke atas. Jika diseka terlalu keras, akan sakit
rasanya, jadi aku menyesuaikan sambil memperhatikan reaksinya.

Yap, Kaede tampaknya merasa nyaman di tingkat ini. Setelah melakukan ini selama
kurang lebih 30 detik, selanjutnya adalah paha.

Namun, ini adalah hal yang sangat sulit untuk dilihat. Dadanya sendiri juga
merupakan bom yang harus ditangani hati-hati karena itu seperti akan robek di
bagian payudara, tapi pahanya berada di zona garis V. Itu adalah senjata ajaib
terakhir yang dapat mereduksi akal sehat menjadi abu dalam sekejap.
Itu sebabnya aku mengatakan pada diriku sendiri kalau diriku ini adalah robot pijat
yang akan menyembuhkan kelelahan Kaede, dan aku tanpa berpikir melakukan
perawatan.

Tanganku masih dalam model tangan kucing, menyekanya dari dalam ke luar paha,
mendorong aliran darah naik ke atas. Waktu untuk ini juga 30 detik.

“Ngh... Mmh... Nhh,,. Yuya-kun, di situ, rasanya sangat enak...”

Apa desahan itu disengaja!? Apa dia sengaja membocorkan desahan seimut itu
setiap kali aku memijat untuk menghancurkan kesadaranku!?

“Kau sendiri juga pasti akan sama, kan? Kalau diberi pijatan senikmat ini. Sekalipun
aku menahannya, suaraku akan bocor dengan sendiri...”

Tenang, aku harus tenang. Pertama, tarik napas dalam-dalam untuk mengontrol
amukan jantungku. Suu, Haa. Sipp, sekarang aku baik-baik saja. Jka pijatan di paha
adalah bos terakhir, maka bagian yang akan kuseka selanjutnya jauh lebih kuat dari
bos terakhir itu..

Tempat itu tidak lain dan tidak bukan adalah tubuh bagian depan Kaede. Buah
surgawi yang dipenuhi dengan impian dan harapan pria. Aku akan menyeka area
yang tumbuh begitu mantap sehingga hampir merobekkan kain dari baju renangnya
yang elastis.

Namun pada titik ini, aku menyadari bahwa aku telah membuat kesalahan
mendasar. Benar, tidak ada gunanya untuk menyeka tubuhnya jika dia mengenakan
baju renang sekolah.

“Fufufu, itu benar. Tidak ada gunanya kalau diseka ketika aku mengenakan baju
renang. Kalau begitu... Nah, dengan begini kau bisa mencuci bagian depan dan
belakang!”

Kaede yang menambahan kata-kata ‘Malahan aku ingin diseka seperti ini!?’ tidak
mencapai telingaku. Lebih tepatnya, kecepatan pemahaman tentang apa yang terjadi
di depanku sangatlah tertunda. Karena—

“Sekali lagi, bisakah kau menyeka punggungku lagi? Setelah itu bagian depanku
juga.”

Kaede melepas setengah dari baju renang sekolahnya, memperlihatkan kulit


porselen yang bersinar putih. Dengan begini aku akan bisa menyeka bagian
belakang dan depan dengan benar! Tidak, bukan itu. Aku sangat malu dan segera
memalingkan pandanganku.

“Ada apa? Kan tadi aku dengan sepenuh hati telah menyeka punggung dan dadamu?
Apa kau tidak mau menyeka punggung dan dadaku? Kau... tidak ingin
menyentuhnya? Aku ingin kau menyentuhnya...”

Kaede memohon dengan suara sedih. Aku menelan ludah dan mempersiapkan
diriku. Untungnya, cermin beruap dan keruh. Ayo seka punggungnya apa adanya.
Jika aku membalikkan tangan dari belakang untuk memeluknya seperti yang dia
lalukan, aku seharusnya bisa menyekanya tanpa melihatnya secara langsung.

“...Aku mengerti. Kalau begitu... aku akan menyekanya.”

Mengambil busa, aku menyeka punggungnya dengan lembut. Kulit telanjangnya


cukup panas seperti terbakar.

Setelah beberapa saat, langkah selanjutnya adalah memijat bahu dengan kekuatan
sedang sambil berfokus pada tulang belikat. Dia duduk di kursi sepanjang hari
untuk belajar. Dengan begini, ototnya yang kaku dan tegang akan mengendur.

“K-Kau benar-benar pandai memijat Yuya-kun... Nnh. Rasanya enak sekali, aku jadi
ingin kau melakukannya setiap hari...”

“...Aku akan melakukannya setiap hari asalkan tidak di kamar mandi, seperti ketika
sebelum tidur atau semacamnya.”

“Sungguh? Jika demikian, bolehkah aku memintamu melakukannya lagi besok?”

“Tentu, kalau begitu besok aku akan memijat pinggangmu serta hal-hal yang tidak
bisa kulakukan di sini.”

Kaede dengan gembira mengucapkan terima kasih! Tapi sebelum menghadapi hari
esok, aku harus melalui rintangan hari ini.

“B-baiklah Kaede-san... Aku akan menyeka bagian depan juga...”

“Umm, jika memungkinkan... lakukan itu dengan lembut, oke?”

“A-aku mengerti. Aku akan melakukannya selembut mungkin...”


Percakapan ini terdengar seperti kami akan melakukan sesuatu yang sulit, namun
kenyataannya aku hanya akan menyeka tubuh Kaede, kan!? Tapi tetap saja, ada juga
percakapan akan menjadi sulit, yaitu ketika Shinji melakukan lawakan.

Aku pun kembali membuat busa! Nah, ini adalah medan perang terakhir!

Bab 61
Tahap Menyeka yang Sulit dan Esktra

Aku menelan ludahku dan berpikir dengan mati-matian tentang bagaimana cara
menaklukkan Kastil Kaede yang tak tertembus ini.

Aku ingin tahu, bagaimana caraku bisa mengurangi jumlah kontak tubuh dan
memenuhi misiku untuk menyeka tubuhnya,

Aku memutar otakku seperti koordinator dengan kecepatan penuh untuk


mendapatkan solusi terbaik.

Baiklah, ayo lakukan.

“Kalau begitu... A-aku akan menyekanya.”

Sebisa mungkin aku harus tetap tenang. Pertama-tama, mulai dari area perut yang
berpusat di pusar. kemudian seka dengan lembut menggunakan gerakan melingkar.

Ketika aku menyentuhnya seperti ini, aku menyadari sekali lagi bahwa tidak ada
kecacatan dalam tubuh Kaede. Tubuhnya lembut, kenyal, dan elastis. Itu jadi
membuatku ingin meletakkan kepalaku di atas perutnya dan menyeruputnya. Aku
yakin itu pasti akan terasa enak.

Setelah selesai menyeka di area pusar, selanjutnya bagian ketiak. Namun, ketika
aku menyentuhnya, Kaede sedikit mendesah.

“Yu-Yuya-kun! M-Menyeka dengan cepat di ketiak saja sudah cukup! Kau tidak perlu
melakukannya dengan hati-hati!” serunya, kemudian “Hyaa!”

Kaede mengeluarkan suara imut. Begitu ya, kurang lebih aku mengerti

“Yuuhyaa-kun!? J-jangan! A-Aku... hyaa... sensitif di area ketiak! T-Tolong berhen—


hya!”
Kaede menggeliatkan tubuhnya sambil tertawa. Seperti dugaanku, titik lemah Kaede
tampaknya ada di ketiaknya. Reaksinya sangat imut sehingga aku tidak bisa untuk
tidak bersikap iseng padanya. Setiap kali aku menggelitiknya, suara Kaede akan
meninggi. Gawat, bisa-bisa aku jadi ketagihan.

“Yu-Yuya-kun! Udah cukup! A-Aku nanti marah loh!? Apa kau yakin mau
membuatku marah!?”

“Hou, apa yang akan kau lakukan jika kau marah? Apa kau akan menggelitikku juga?
Tapi sayang sekali, aku tidak terlalu sensitif di area ketiak, jadi kau tidak akan bisa
menggelitikku!”

“Tidak,! Aku tidak akan menggelitikmu. Sebaliknya, aku akan melakukan ini!”

Sebelum aku bisa bertanya apa yang mau dia lakukan, Kaede berbalik dan
memelukku. Tindakan itu membuatku dapat merasakan sensasi kenyal dan empuk
secara langsung. Begitu banyak informasi memasuki kepalaku sehinggaku otakku
terasa memanas.

“Ini salahmu sendiri. Aku sudah menyuruhnmu untuk berhenti, tapi kau malah terus
menggelitikku...”

“Aku mengerti. Aku terlalu terbawa suasa, jadi aku minta maaf. Itu sebabnya, ayo
kita berpisah dulu, oke?”

“Gak mau! Jika aku menarik diri di sini, kau akan menggelitikku lagi!”

“Aku tidak akan menggelitikimu! Aku janji tidak akan melakukan itu, jadi
menjauhlah dariku!”

“Gak mau. Aku ingin berpelukan denganmu. Lagipula, kalau akau menjauh, kau tidak
akan bisa menyeka seluruh tubuhku dengan benar. Jadi...”

Kaede memutar tubuhnya sambil memelukku dan mengambil sabun.

Apa yang mau dia lakukan? Saat aku memikirkan itu, dia mencoba untuk
menempatkan sabun itu di celah di antaranya dadanya.

“Kaede-san!? Kau tidak boleh melakukan itu! Tidak, situasi ini sendiri sebenarnya
sudah buruk, kalau kau melakukan itu malah akan jadi tambah buruk!”

“Kenapa? Kurasa jika aku menempatkannya sepreti ini dan menggosoknya, ini akan
menjadi berbusa dan bersih...?”
“Tidak! Sama sekali tidak boleh! Bahkan meskipun kau tidak menyekanya sendiri,
aku akan tetap menyeka tubuhmu dengan benar!”

Aku menarik Kaede dan memutarnya untuk duduk di kursi. Lalu, dengan senjata
pamungkasku, aku menggosokkan sabun di handuk dan membuat busa. Aku
menyebarkan dan menutupi dua melon Kaede dengan busa itu. Kemudian aku
menyekanya dengan perlahan dari sisi ke sisi agar tidak terasa sakit, dan menyeka
bagian bawahnya dengan cara yang sama.

Hahahaha! Rupanya ini sangat mudah! Dengan begini, aku bisa menyeka tubuh
Kaede tanpa menyentuhnya secara langsung. Namun, kenapa kau mengerucutkan
bibirmu dan melihatku dengan eksresi protes, Kaede? Apa aku melakukan sesuatu
yang salah?

“...Yuya-kun goblok, sinting, tolol.”

Aneh. Kenapa aku malah dibacotin ketika aku menyeka tubuhnya dengan bersih?
Aku tidak mengerti.

“Sip, dengan begini selesai. Aku akan menggunakan shower untuk membilas
busanya, jadi tetap diam di tempat sampai akhir.”

Namun demikian, penaklukkan Raja Iblis sekarang sudah selesai. Aku pun
menuangkan air panas ke punggunggnya untuk membilas busa.

“Aaahh.” Kaede mengeluarkan suara yang tak terlukiskan. Itu pasti terlontar secara
alami sebagai curahan dari merasakan kebahagiaan yang tak terekspresikan seperti
yang juga kurasakan.

Setelah selesai membasuh seluruh tubuhnya sampai bersih, sekarang akhirnya kami
bisa berendam di bak mandi. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang harus
kusampaikan.

“Kaede-san, pastikan kau menata ulang baju renangmu, oke?”

Aku tidak ingin berendam di bak mandi dengan dewi bersosok Kaede yang dalam
keadaan setengah telanjang karena sebagaian pakaian renang sekolahnya dilepas.
Aku tidak perlu mengatakan asalan untuk itu. Aku sudah mencapai batasku dalam
banyak hal, jadi jangan biarkan aku mengatakannya.

“...A-aku tahu itu! Aku akan menata ulang pakaianku, jadi harap tunggu sebentar.”
Apa yang kau lakukan di rentang waktu yang sementara itu, Kaede-san? Dan juga,
fakta bahwa kau bersiul saat berpakaian ulang berarti kau mungkin berencana
untuk langsung masuk jika aku tidak waspada. Begitu kan?

“T-Tidak mungkin seperti itu. Ahahaha.”

“......Terima kasih atas jawabanmu yang mudah ditebak.”

Aku menghela nafas kesal saat merendamkan diri ke dalam bak mandi dan
meregangkan kakiku. Aaaahhhh, ini rasanya begitu nyaman setelah mengalami
kelelahan selama seharian ini.

“Kalau begitu, aku juga akan masuk.”

Kaede, yang sudah mengenakan pakaian renang dengan benar, juga dengan
perlahan menurunkan pinggulnya ke dalam bak mandi. Air hangat meluap dan
mengalir dengan deras. Tapi bukan itu intinya. Masalahnya adalah—

“H-Hei... Kaede-san? Bak mandinya kan besar, tapi kenapa kau masuknya di sini?”

Kaede memaksaku merentangkan kakiku dan duduk di antaranya. Bak mandi ini
ukurannya besar, jadi kenapa sampai repot-repot masuk ke tempat yang sempit
ketika kau bisa duduk di depanku dan meregangkan kakimu!

“Tentu saja, itu karena aku ingin kau memelukku dari belakang! Apa itu tidak
boleh?”

“Yah, bukan itu masalahnya... tapi kurasa kalau seperti ini kelelahanku justru tidak
akan hilang...”

“Aku akan sangat senang jika aku bisa mandi sambil dipeluk olehmu. Aku ingin kau
memelukku.”

Sambil mengatakan itu, Kaede mengusap-ngusap tulang selangkaku seolah-olah


dirinya adalah kucing yang memanjakanku. Matanya terlihat lembah dan dipenuhi
permohonan. Jika dia melihatku seperti ini, aku jadi ingin memeluknya.

“Fufufu. Aku senang. Terima kasih, Yuya-kun.”

Kaede merilekskan dirinya dan mempercayakan tubuhnya kepadaku. Aku sangat


senang menyadari bahwa aku dipercayainya. Aku mengerahkan semua kekuatanku
ke pelukan dan memeluknya erat saat waktu bahagia berlalu dengan tenang.
Akal sehatiku didorong ke ambang ketiadaan, tapi terkadang hal seperti ini tidak
terlalu buruk.

Bab 62
Aku Tidak Memakainya Saat Tidur Di Malam Hari

Pada saat aku keluar dari kamar mandi setelah mandi bersama dengan Kaede,
tanggal sudah berubah. Aku naik ke atas ranjang dengan tubuh yang terasa hangat
dan membuka buku kosakata bahasa Inggris untuk dihafalkan. Ini karena saat yang
terbaik untuk menghafal adalah ketika sebelum tidur, karena saat itulah mekanisme
ingatan bekerja dengan paling baik.

“Fufufu, kau rajin sekali, Yuya-kun. Padahal kau sudah belajar cukup banyak hari ini,
tapi kau masih melakukannya sebelum tidur. Berlebihan seperti itu juga tidak
terlalu baik, tahu?”

Kaede datang sambil menyisir rambutnya. Kulit putih yang mengintip dari balik
piyamanya sepertinya masih hangat. Pipinya juga terlihat beruap, dan dia terlihat
lebih seksi daripada biasanya setelah mandi. Tidak, bukan hanya itu. Alasan utama
untuk ini adalah aku tidak bisa menghilangkan sosok Kaede yang mengenakan baju
renang sekolah di kepalaku.

“Fufufu. Yuya-kun, wajahmu memerah loh? Mungkinkah... kau mengingat


penampilanku yang mengenakan baju renang? Sosok dari diriku yang memakai baju
renang ketat karena sudah semakin tumbuh besar.”

Kaede menghampiriku dengan posisi merangkak. Anehnya, jilatan lidahnya


mengilap, dan bisikannya di telingaku sangat manis.

Tidak hanya itu. Jika aku sedikit mengalihkan pandanganku ke bawah, aku dapat
melihat belahan dadanya melalui piyamanya. Dan belahan itu terlihat sangat jelas.
Aku tahu kalau rasanya panas setelah mandi, tapi kupikir kau harus menutupi
bagian depanmu dengan benar. Tunggu dulu. Yang bisa kulihat hanya bagian
kulitnya, mungkinkah—

“Apa kau menyadarinya? Itu benar, seperti yang kau bayangkan, aku... tidak
memakai bra.”

Gyaaaaaa!? Seperti dugaanku, kenapa kau begini!? Kau jadi berbeda dari biasanya?
Padahal biasanya, ketika aku tidur sambil berpelukan denganmu, kau selalu
mengenakan pakaian dalammu dengan benar! Jadi kenapa?
“Karena aku menghabiskan begitu banyak waktu di kamar mandi, aku merasa
pengap jika aku memakaiknya... selain itu, sebenarya aku biasanya tidak memakai
pakaian dalam saat tidur.”

“Kuharap kau mengatakan itu lebih cepat jika bisa! Kenapa dari semua hari justru
hari ini!?”

Itu adalah kebenaran yang mengejutkan. Aku tidak tahu kalau Kaede biasanya tidak
memakai bra sebelum tidur. Yah, itu sih baik-baik saja (sebenarnya tidak baik-baik
saja), tapi timingnya buruk. Meskipun kami berdua mengenakan pakaiana renang,
jika dia menungkapkan hal ini kepadaku pada hari yang sama ketika kami saling
menyeka tubuh, mandi, dan berpelukan di dalam bak mandi, itu hanya akan
mendorongku ke tepi jurang jika aku mengingatnya.

“Karena... kupikir kau akan terkejut jika aku mengatakan bahwa aku tidak memakai
pakaian dalam ketika aku tidur di malam hari saat kita pertama kali mulai tinggal
bersama...”

Tidak, tidak! Pada malam ketika kita pertama kali tinggal bersama, kau mencoba
untuk mandi bersamaku seolah itu adalah hal biasa. Keesokan paginya, kau benar-
benar menerobos masuk saat ketika aku sedang mandi! Kau tidak melupakan itu,
kan!?

“...Duh, itu tidak masalah, kan? Itu sudah berlalu. Yang lebih penting adalah
sekarang. Sejak Yuya-kun adan aku mandi bersama serta menyeka tubuh satu sama
lain, kupikir sudah waktuya mencabut larangan tanpa bra pada waktu tidur.”

Kaede pun entah kenapa jadi terkikik. Sekarang lagi musim dingin, dan aku senang
dia mengenakan piyama yang tebal. Jika ini adalah musim panas dan dia
mengenakan kaos atau semacamnya, itu akan menjadi masalah besar.
Bagaimanapun juga, senjata pembunuh itu tidak hanya terbatas pada buah yang
berlimpah itu sendiri.

“Fufufu. Sungguh, kau ini benar-benar lucu, Yuya-kun. Sangat mudah untuk
diketahui kalau kau lagi deg-degan. Melihatmu yang seperti itu... aku jadi ingin
menjahilimu.”

“M-Menjahili? Apa yang kau biacarakan Kaed—!?”

“Selamat makan. Haaum.”


Sebelum aku selesai berbicara. Kaede mempersempit jarak dan menjilat daun
telinganku. Dan tidak hanya berhenti di situ. Ketika dia menjilat seluruh daun
telingaku dengan lidahnya yang basah, dia kemudian menggigitnya dengan lembut.
Itu berlangsung sekitaran lima detik.

Karena terkejut, aku melompat dengan teriakan singkat dan jatuh dari tempat tidur.
Ini menyakitkan.

“Yuya-kun!? Kau baik-baik saja!?”

“Aduh,... aku tidak apa-apa...”

Saat dia mengusap punggungku, Kaede pun mepeuk dadanya dengan lega. Aku
minta maaf meskipun kau merasa lega, tapi aku ingin mengatakan sesuatu.

“Kaede-san, ayo kita hentikan ini, oke?”

“...Ya. Maaf, aku terlalu terbawa suasana.”

Kaede meminta maaf dengan sedih. Jika dia anak anjing, telinganya akan terkulai
dan ekornya akan turun setelah dimarahi oleh majikannya. Ketika aku melihatmya
seperti itu, aku jadi merasa kasihan, jadi kurasa aku juga cukup naif. Tapi itu mau
bagaimana lagi. Bagaimanapun juga, aku ingin Kaede selalu tersenyum.

“Ya... Aku sih tidak masalah jika hanya sesekali dan bukan tiap hari, dan juga bukan
berarti aku tidak suka saat kau menjilat telingaku atau semacanya... jadi jangan
sedih seperti itu, Kaede-san.”

“...Apa kau marah? Apakah kau marah karena aku bertindak terlalu berlebihan?”

Kaede bertanya dengan tatapan tajam. Astaga, jadu kau menyadari bahwa kau
bertindak berlebihan? Aku tersenyum masam dan dengan lembut menepuk kepala
Kaede.

“Aku tidak marah, jadi jangan khawatir. Memang benar aku terkejut, tapi ini lebih
seperti hadiah bagiku. Tapi jangan berlebihan juga, oke?”

“Ya. Aku mengerti. Biarpun Yuya-kun jadi akan terlihat imut, aku akan berusaha
menahannya sedikit. Sedikiiit saja.”

Hei, Kaede-san. Mengapa kau mengatakannya dua kali? Apa karena itu penting? Apa
kau hanya kan menahan diri dengan sedikit? Haaa... aku lelah. Aku tidak bisa
menghafal lagi, jadi lebih baik pergi itidur.
“Kita masih punya waktu sebelum ujian, jadi ayo tidur untuk hari ini. Nah, biar aku
yang mematikan lampu, jadi kau bisa naik berbaring lebih dulu.”

Aku pun segera masuk ke dalam selimut. Kemudian, tentu saja, Kaede mengatur
jarak di antara kami menjadi nol dan memelukku. Aku merasakan kelembutan yang
lebih dari biasanya, ini lebih berbahaya dari yang kubayangkan.

“Hei, Yuya-kun. Apa tidak ada ciuman sebelum tidur?”

Inikah yang disebut keuntungan di situasi yang terjepit, lumayan. Sambil


menggumamkan kesan bodoh di kepalaku, Kaede memohon kepadaku dengan mata
yang basah. Ya, itu sangat imut.

“Selamat malam, Kaede-san.”

Aku berbalik dan balas memeluk Kaede-san. Aku menciumnya dengan lembut,
seolah-olah aku sedang mendorongnya ke bawah di tempat tidur, kemudian aku
berbalik lagi dan kembali ke posisiku sebelumnya. Kaede terdiam, tapi dari
lengannya aku bisa tahu kalau dia gemetaran. Ada apa?

“Kau benar-benar seorang striker Yuya-kun. Kau membalikkan situasi pertandingan


dengan satu tembakan...”

Bahkan dalam ruangan yang gelap karena lampu dimatikan, aku bisa melihat wajah
Kaede memerah.

Dengan demikian, hari panjang yang dimulai dari sesi belajar akhirnya berakhir.

Bab 63
Tidak Ingin Kami Sekelas

Kami hanya satu kali mengadakan sesi belajar di rumah kami sebagai persiapan
untuk ujian. Sebagai gantinya, kami berempat akan tetap tinggal di sekolah ketika
sudah waktunya pulang dan belajar di ruang kelas atau perpustakaan, hanya saja
aku tidak suka dengan cara Shinji dan Otsuki yang selalu memandangi kami setiap
kali kami pergi.

“Yuya-kun, bagaimana ujianmu? Apa menurutmu kau bisa mendapatkan hasil yang
baik?”
“Entahlah. Berkat bimbingan darimu, kurasa ini ini adalah ujian teroptimis yang
pernah kulalui. Meski begitu, aku tidak akan tahu sampai hasilnya keluar.”

Hari ini tanggal 13 Maret, hari terakhir ujian. Sekolah usai lebih awal, jadi siswa/i
sedang membicarakan tentang untuk pergi nongkrong bareng, seperti berkaraoke
dan bermain bowling untuk menghilangkan stres yang terlah terkumpul selama
periode ini.

Segera setelah sesi kelas selesai, Kaede dan Otsuki datang ke kelas. Mereka
diundang oleh gadis-gadis lain dari kelas mereka untuk nongkrong bareng, dan
kemudian aku dan Shinji diajak ikut bergabung dengan mereka. Tentu saja, Shinji
langsung mengatakan kalau dia akan bergabung, tapi...

“Maaf, Kaede-san. Aku tidak bisa ikut karena ada yang harus kulakukan.”

Sayangnya, aku menolak undangan tersebut. Responku tidak bisa dipercaya! Itulah
apa yang ketiga orang itu ingin katakan melalui ekpresi mereka. Kaede sendiri
memiliki raut wajah yang seperti ingin berteriak.

“Yu-Yuya-kun... apa kau mau pergi ke suatu tempat? Kalau begitu, aku akan ikut
denganmu—”

“Tidak, ini lebih seperti urusan pribadi, jadi aku tidak bisa membawa Kaede-san
bersamaku, tentu saja Shinji dan Otsuki-san juga sama. Hanya saja, kupikir orang itu
akan kesulitan ketika melihatmu, Kade-san...”

“Orang itu? Siapa yang kau maksud dengan orang itu!? Apa dia orang yang kukenal!?
Mungkinkag kau seling—”

“Bukan! Jelas bukan seperti itu! Kaede-san, orang yang mau kutemui adalah Taka-
san. Kau pernah bertemu dengannya, kan?”

---

Itu terjadi tadi malam saat Kaede sedang mandi. Untuk pertama kalinya setelah
sekian lama, aku menerima telepon dari Takashi Omichi, yang juga dikenal sebagai
Taka-san.

[Halo, apa ini kau Yuya? Sudah lama kita tidak berbicara seperti ini. Apa kabarmu?]

[Lama tidak bersua, Taka-san. Aku baik-baik saja. Kau sendiri apa kabar, Taka-san?]
[Tidak terlalu buruk. Aku minta maaf karena menelponmu tiba-tiba seperti ini. Jadi
gini, putriku, Rika, dia bilang kalau dia ingin bertemu denganmu. Bisakah kau
mampir ke rumahku?]

Rika-chan, anak perempuannya Taka-san, yang sangat dia sayangi. Aku telah bemain
dengannya berkali-kali sejak dia masih kecih, jadi dia sudah seperti adik perempuan
bagiku.

Ketika orang tua brengsekku sedang jauh dari rumah, aku sering makan di
rumahmya Taka-san, dan entah kenapa, aku jadi cukup merindukan suasana di sana.
Ngomong-ngomong, istri Taka-san namanya Harumi, dia selalu memiliki senyum
lembut yang sudah seperti hewan kecil yang lucu. Tapi ketika dia marah, dia tampak
sama menakutkannya dengan iblis (menurut Taka-san).

[Itu sebabnya, kenapa kau tidak segera datang mengunjungi kami? Harumi juga
mengkhawatirkanmu, jadi cukup dengan menunjukkan wajahmu saja gak masalah
kok. Aku mohon ya, Yuya.]

[Oke, Taka-san. Lagian aku juga punya sesuatu yang ingin kubicara denganmu, jadi
ini waktu yang tepat. Besok adalah hari terakhir ujian akhir, dan sekolahku selesai
lebih awal, jadi tidak masalah kan kalau aku pergi setelah itu?]

[Tentu! Kalau begitu, aku akan mencoba untuk tinggal di rumah juga. Nah, sampai
jumpa besok!]

---

Itulah pembicaraan kami tadi malam. Aku seharusnya memberitahu Kaede saat itu,
tapi aku tidak bisa memberitahunya karena setelah ditelpon, aku mandi
dengannnya dan setelah itu langsung pergi tidur.

“Jadi begitu. Jika kau mau pergi ke rumah Omichi-san, memang benar mungkin aku
akan menghalangi.”

“Maaf ya, Kaede-san. Sebisa mungkin, aku akan pulang sebelum waktunya makan
malam.”

“Tidak apa-apa kok, yang penting kau sudah mengatakan itu padaku. Lagian
hubungan kalian itu sudah seperti dua kakak-adik yang telah berpisah. Aku tidak
boleh mengganggu itu. Jadi kuharap kau bersenang-senang.”
Kaede tersenyum padaku, tapi aku bisa melihat warna kesepian di matanya. Aku
sekali lagi meminta maaf dalam hatiku dan meraih tangannya untuk memberi tahu
dia bagaimana perasaan terbaikku.

“Aku hanya menyukaimu Kaede-san, dan hanya dirimu sosok yang selalu kulihat.”

“Yu-Yuya-kun!? Apa yang kau katakan begitu tiba-tiba seperti itu!? Tolong katakan
hal semacam itu dirumah, atau setidaknya di tempat yang sepi!”

Wajah Kaede menjadi merah sehingga terlihat seperti akan terbakar, dan teman
sekelas lainnya, termasuk Shinji dan Otsuki, secara alamai menghela nafas keras.

[Jangan tiba-tiba membuat pengakuan cinta seperti itu, sialan!]

[Itu benar-benar tidak tertahakan ketika diberitahu secara lugas seperti itu...]

[Menurutku itu keren bagi seorang pria untuk menyatakan persaannya seperti itu.
Aku juga ingin diberitahu seperti itu]

[Namun, itu terbatas pada pria tampan. Jadi begitulah... Sungguh, mati aja lu sana
njing, meotople.]

Aku melakukan yang terbaik untuk mengabaikan komentar pria dan wanita. Kaede
menatapku dengan tatapan berkedip. Ada apa? Ketika aku bertanya dengan mataku,
dia memberiku isyarat agar aku mendekat ke wajahnya,

“A-aku... Aku juga mencintaimu, Yuya-kun, jadi... cepat-cepat pulang, oke?”

Kaede dengan lembut berbisik di telinganku sehingga tidak ada yang akan
mendengarnya. Selain itu, suara itu bercampur dengan desahan panas yang samar,
yang mengirimkan gelombang kejut ke punggungku. Tunggu, bukankah yang seperti
ini yang harusnya tidak boleh dilakukan di depan umum!?

“Entah di mana pun itu, selalu mudah bagi mereka untuk mencipatkan suasana
stroberi.., Emang kok meotople ini...”

“Entah kenapa, akhir-kahir ini aku jadi khawatir pria spontan seperti Yoshi jadi
begitu agresif pada Kaede-chan. Aku harus banyak-banyak berdoa supaya mereka
tidak berakhir di kelas yang sama.”

Perkataanmu itu agak kejam tahu, Otsuki! Bukankah kau harusnya berdoa supaya
kita berempat bisa satu kelas!?
“Itu adalah sesuatu harus kau pikiran sendiri di dalam hatimu, Yoshi.”

Sambil terkekeh, Otsuki meraih tangan Shinji dan keluar dari kelas. Yang lainnya
juga mulai bergerak menanggapi hal itu.

“B-Baiklah, Yuya-kun. Aku akan pergi bermain dengan Akiho-chan dam yang
lainnya. Tolong hubungi aku saat kau akan pulang.”

“Y-Ya. Kalau begitu, ayo kita pergi bersama sampai di tengah jalan.”

Berpegangan tangan lagi, kami pun meninggalkan kelas.

Bab 64
Taka-san adalah Orang Tua yang Tolol

Aku berpisah dengan Kaede di stasiun, sambil menahan rasa penyesalanku karena
meninggalakannya. Kudengar mereka akan pergi berkaraoke. Meskipun aku sangat
ingin mendengar Kaede bernyanyi, prioritas tertinggiku adalah berbicara dengan
Taka-san.

“Jangan khawatir, Yuya. Aku akan merekam video saat Hitotsuba-san bernyanyi dan
mengirimkannya kepadamu nanti.”

“Aku mengandalkanmu, Shinji.”

Yang harus kau miliki adalah sahabat yang pengertian. Saat kami berpisah, Shinji
mengacungkan jempolnya. Dengan beggini, aku tetap bisa mendengarkan suara
Kaede yang sedang bernyanyi.

“Kalau begitu Yuya-kun. Aku pergi dulu.”

“Ya. Selamat bersenang-senang.”

Setelah melihat Kaede menaiki kereta ke arah yang berlawan dari rumah, aku
mengirim pesan ke Taka-san bahwa aku sedang dalam perjalan ke rumahnya. Apa
yang kuinginkan sampai harus mengorbankan kesenangan hari ini adalah nasihat
yang datang dari pengalaman. Dan juga, pendapat Harumi-san sebagai seorang
wanita dewasa.

Alasan kenapa aku pergi ke rumah Taka-san adalah untuk berkonsultasi tentang
bagaimana mengembailkan hadiah untuk White Day, yang akan datang esok hari.
Semua itu demi membuat Kaede bahagia. Satu-satunya waktu bagiku untuk bisa
berbelanja untuk itu adalah hari ini, jadi itu benar-benar pas jika aku bisa
berkonsultasi lebih dulu!

“Kak Yuya!”

Begitu sampai di depan rumah dan membunyikan bel, pintu terbuka bersamaan
dengan seorang gadis yang dengan penuh semangat menghampiri dan memelukku.
Gadis kecil yang imut dengan rambut yang dikuncir ini adalah Rika-chan, putri satu-
satunya Taka-sana yang sangat dia sayangi. Aku tidak bisa mengatakan sampai di
tingkat mana Taka-san menyayanginya, tapi yang jelas, rasa sayangnya itu cukup
untuk membuatnya menggertakkan gigi ketika dia melihat putrinya berpegangan
tangan denganku.

“Yuya! Aku tidak akan memberikanmu Rika-ku! Jika kau benar-benar ingin
meminangnya sebagai istrimu, maka kau harus melangkahi mayatku terlebih
dahulu!”

“Tidak, apa sih yang kau bicarakan, Taka-san? Memangnya kau pikir berapa
perbedaan usia antara aku dan Rika-chan? Itu jelas tidak mungkin.”

Selain itu, yang kucintai hanyalah Kaede. Meskipun kupikir saat Rika-chan besar
nanti, dia akan menjadi wanita yang cantik seperti ibunya, Harumi-san.

“Apa katamu!? Apa kau bermaksud mengatakan kalau Rika-ku itu tidak imut!?
Waduh! Keknya kita harus baku hantam di sini!”

Nih orang nyebelin banget. Itu menyedihkan tahu kalau kau berdiri berteriak
seperti itu, Taka-san. Padahal ketika kau ada di tempat kerja, kau begitu
bermartabat dalam setelan jasmu, tapi saat di rumah, kau sudah jadi seperti orang
yang menyedihkan.

“Jika kau punya anak, kau pasti akan mengerti apa yang kurasakan sekarang! Dan
dalam kasusmu, Hitotsuba Kaede adalah istrimu. Anak kalian pasti akan sangat
imut, membuatmu akan berpikir sepertiku!”

Anak dariku dan Kaede, ya? Jika dia terlihat seperti Kaede, aku yakin dia akan
menjadi gadis yang cantik jika dia perempuan, dan jika dia laki-laki, dia pasti akan
jadi bishounen*. [Catatan Penerjemah: Gak tau nerjemahinnya gimana, tapi yang
jelas, itu kurang lebih sama seperti yang kalian sebut sebagai ‘trap’. Singkatnya, itu
kayak Pico.]

“Kak Yuya... kau sudah menikah?”


Rika-chan, yang mendengarkan percakapanku dengan Taka-san, meremas tanganku
dan bertanya dengan mata yang agak basah.

“Aku belum menikah, oke? Dan bahkan jika aku mau, aku masih belum bisa.”

“Bugslah! Kau tahu, aku ingin menjadi istri Kak Yuya!”

Hei Taka-san. Jangan mengarahkan pandangan ingin membunuh seperti itu kepada
siswa SMA. Jika Rika-chan yang sepertinya sedang bersenang-senang melihat
wajahmu yang seperti itu, aku yakin dia pasti akan langsung menangis. Kalau sudah
seperti itu, Harumi-san akan marah loh!?

“Selamat datang, Yuya-kun. Lama tidak bertemu! Bagaimana kabarmu?”

Saat kami bertiga membuat keributan di pintu, Harumi-san, seorang istri muda yang
cantik dan tidak cocok dengan Taka-san, mendatangi kami.

“Duh, Taka-san. Cepatlah bawa Yuya-kun masuk ke ruang tamu! Rika, apa kau
senang bertemu dengan Yuya-kun?”

“Ya! Sangaaaaat senang!”

Sambi tersenyum, Rika-chan memelukku. Dia sangat imut, dan dia sudah seperti
adik perempuan bagiku, jadi aku tidak bisa untuk tidak menepuk kepalanya dengan
lembut seperti yang kulakukan pada Kaede. Taka-san menjadi seperti iblis, dan
Harumi-san tertawa sambil menutup mulutnya.

“Fufufu. Bagus dong kalau begitu. Yuya-kun, aku tahu kau lelah setelah ujian, tapi
bisakah kau bermain dengan Rika?”

“Ya, tidak apa-apa. Aku juga punya sesuatu untuk dikonsultasikan denganmu
Harumi-san, jadi bisakah aku melakukannya nanti?”

“Aku akan menjawab apa pun yang bisa kujawab, tapi pertama-tama, ayo kita
makan siang lebih dulu. Nah, Taka-san, jangan terus merajuk seperti dan bantu aku
bersiap-siap!”

Mengatakan ‘aku mengerti’, Taka-san berbalik dengan tidak bermartabat ketika


punggungnya dipukul dan menuju ke dapur. Jika Kaede seperti ini, entah apa yang
akan terjadi padaku jika kami sudah menikah. Aku merasa seperti pantatku yang
akan dipukul. Yah, mungkin itu tidak buruk.
“Ishh... Kak Yuya, padahal sudah ada gadis sepertiku di sini, tapi kau sekarang
sedang memikirkan gadis lain, kan? Itu bukan perilaku yang baik, tahu!”

Rika-chan pun menggembungkan pipinya. Aku harus bertanya pada Taka-san


kebijakan pendidikan seperti apa yang dia ikuti nanti.

Bab 65
Yang Terbaik Adalah Bertanya Pada Orang Yang Berpengalaman

“Jadi, apa yang mau kau konsultasikan Yuya-kun?”

Dengan secangkir kopi setelah makan, kami akhirnya masuk ke topik utama hari ini.

Sudah lama sejak aku memakan makanan buatan Harumi-san, tapi masakannya
terasa menjadi lebih enak. Harumi-san tidak pandai memasak. Tentu saja, dia telah
mencoba melakukan yang terbaik dengan caranya sendiri, tapi dia memiliki cara
yang buruk sehingga tidak terhitung sudah berapa kali dia menghancurkan lidah
Taka-san karena rasa hambar.

Karena kebiasaan menaruh bumbu sesuai resep, jawaban untuk itu sederhana;
Harumi-san tidak mencicipinya. Aku pun mengajarkan padanya untuk mengukur
dengan benar dan mencicipi rasanya di akhir. Dengan begitu, hasil masakannya
meningkat, tapi Taka-san menjadi begitu terharu dan menangis.

Yah, hal itu tidak penting sekarang.

“Yang mau kukonsultasikan adalah... Aku ingin bertanya apa yang akan membuat
seseorang senang sebagai hadiah untuk White Day.”

“Sebagai hadiah untuk White Day? Jika kau menanyakan itu, apa itu berarti kau
belum pernah melakukannya sebelumnya? Terus kenapa kau ingin mengetahuianya
sekarang... Oh! Aku mengerti! Itu akan menjadi hadiah untuk gadis SMA terimut di
Jepang yang tinggal bersamamu, kan? Ya kan?”

Hei Taka-san! Apa kau membicarakan perihal itu pada Harumi-san? Hmm, kau yang
berpaling sambil bersiul itu berarti aku benar. Duh, bisa gak sih mulutmu kau jaga
sedikit.

“Hei, Yuya-kun! Sudah sampai di tahap mana kau dengan gadis itu? Bagaimana
dengan ciuman? Apa kalian sudah melakukan hal-hal dewasa? Atau mungkin kalian
sudah ngen—”
“Tidak akan kubiarkan kau mengatakannya, Harumi-san! Atau lebih tepatnya, apa
yang hendak kau katakan saat Rika-chan ada di sini!?”

Astaga, aku benar-benar lupa. Mereka ini adalah suami-istri goblok yang sama sekali
tidak keberatan berciuman dewasa—sesuatu yang belum pernah kulakukan—di
depan putri mereka yang masih kelas 1 SD. Untungnya, Rika-chan lagi asyik main
gim. Dia lagi main gim baku hantam bersama Taka-san dan membuatnya babak
belur. Entah apakah itu hanya imajinasiku, tapi Taka-san terlihat seperti akan
menangis saat dibuat tidak berkutik.

“Nah, kembali ke topik, kau sedang mencari tahu apa hadiah yang bagus untuk
diberikan, ya... Gimana ya. Seperti hadiah ulang tahun, mungkin sesuatu yang bisa
dipakai akan membuatnya senang. Seperti misalnya lipitik, sesuatu yang akan
membuatnya senang saat memikirkan kau berusaha kerasa mencarikan hadiah yang
cocok untuknya.”

Begitu ya. Sesuatu yang bisa dipakai ya? Sepertinya kalung akan menjadi hadiah
yang bagus? Tidak, aku akan mempertimbangkan itu sebagai hadiah ulan tahun. Dan
kalau lipstik, karena bibir Kaede seindah warna bunga sakura, kira-kira warna apa
yang cocok untuknya?

“Selain itu, sesuatu yang berkaitan dengan gelang juga akan bagus. Sekarang sih
tidak terlalu banyak orang yang memakainya, tapi menurutku jam tangan juga pasti
akan bagus. Itu akan memberikan perasaan bahwa kalian selalu bersama.”

Memang sih, jika itu jam tangan, tidak akan ada masalah meskipun itu dipake di
sekolah. Semisal Kaede memberikanku jam tangan sebagai hadiah, aku pasti akan
melihat dan menyentuhnya tanpa alasan. Itu ide yang bagus.

“Menurutku akan menjadi ide yang bagus untuk mencocokkan warna dari jam
tangan itu dengan hadiah untuk ulang tahun. Itu saja sih semua saran yang bisa
kuberikan kepadamu, kuharap itu bisa membantumu.”

“Ya! Itu sangat membantu. Aku senang aku berkonsultasi denganmu Harumi-san!
Aku akan membelinya sekarang juga!”

Setelah berterima kasih kepada Harumi-san, aku mengambil tasku dan berdiri. Rika-
chan, yang sedang melakukan serangan kombo dan tanpa ampun mendesak
karakter yang digunakan oleh Taka-san, sepertinya menyadari hal ini dan buru-
buru meraih kakiku.

“Kak Yuya udah mau pulang!? Kan kau baru saja datang! Karena Papa tidak sepadan
sebagai lawanku, jadi kenapa kita tidak main gim sama-sama! Kau mau kan?”
“Itu benar, Yuya! Kuy main gim! Aku dan Rika akan membuatmu babak belur!”

“TIdak! Aku dan Kak Yuya yang akan membuat Papa babak belur! Kumohon Kak
Yuya, satu jam saja, ayo bermain gim denganku?”

Kupikir tidak mungkin jika anak kelas 1 SD yang memohon dengan mata lembab
akan membuatku terpikat. Itu adalah sesuatu yang aku yakin kalau hampir semua
pria dewasa akan ter-knock out oleh tatapan mata itu. Sungguh gadis yang
menakutkan. Terus aku gimana? Tentu saja, aku juga ter-knock out.

“Baiklah, lagian aku sudah berjanji untuk bermain bersamamu. Kalau begitu, ayo
bersama-sama kita buat Papa-mu babak belur!”

“Yey! Aku sayang banget sama kamu, Kak Yuya!”

Kami akhirnya menghabiskan waktu satu jam untuk nge-gim. Bersama dengan Rika,
kami membuat Taka-san babak belur. Saking babak belurnya, aku jadi merasa agak
kasihan saat Taka-san berteriak meminta agar kami menahan diri. Namun,
permohannya itu sama sekali tak berarti di hadapan Rika-chan yang tersenyum
bahagia.

Kemudian, aku memutuskan untuk pulang agar bisa membeli hadiah.

“Terima kasih telah meluangkan waktu untuk mendengarkan konstultasiku Harumi-


san. Rika-chan, ayo bermain lagi kapan-kapan, oke?”

“Uh... Kak Yuya, pastikan untuk datang ke sini lagi, ya? Janji, oke?”

“Iya, jangan menangis gitu, karena aku akan datang lagi. Sampai jumpa, Taka-san.”

“Oke! Sampai kau datang lagi, aku akan berlatih sehingga aku bisa mengalahkanmu
sampai babak belur! Lebih baik kau mempersiapkan dirimu!”

“Duh, kau ini tidak dewasa banget, Taka-san.”

Akhirnya, sekali lagi, aku berterima kasih kepada mereka dan meninggalkan rumah.
Saat aku pergi, Harumi-san tersenyum dan berkata bahwa lain aku datang, aku
harus bawa pacarku bersamaku, tapi kurasa itu tidak mungkin.

Karena, Kaede mungkin malah akan bertengkar dengan Rika-chan.


Bab 66
Memilih Hadiah Dengan Hati-Hati

Setelah meninggalkan rumah Taka-san, aku naik kereta ke pusat perbelanjaan yang
terletak di pusat kota. Waktu sekarang sudah lewat pukul 16:30. Aku sudah bilang
pada Kaede kalau aku akan kembali pada pukul 19:00, jadi aku masih punya cukup
waktu.

Berdasarkan saran dari Harumi-san, hadiah yang kupilih untuk White Day adalah
jam tangan. Aku juga belum pernah melihat Kaede memakai jam tangan, jadi aku
ingin ingin memberikan itu padanya.

Aku mempertimbangkan untuk memberikan kalung, tapi jika itu adalah sesuatu
yang bisa dia pakai baik di sekolah ataupun di hari libur, maka jam tangan akan
menjadi pilihan yang baik. Aku menyimpulkan seperti itu dan melihat ke etalase,
tapi ada begitu banyak pilihan sehingga aku tidak bisa memilih mana yang cocok
untuk Kaede.

“Selamat datang. Jam tangan jenis apa yang kau cari?”

Saat aku termenung, seorang pegawai toko mendekatiku. Untungnya, dia adalah
seorang pegawai wanita. Mungkin akan sedikit memalukan, tapi dia adalah orang
yang tepat untuk ditanya-tanyai.

“Aku sedang mencari hadiah White Day untuk pacarku. Jadi kupikir akan bagus jika
itu adalah jam tangan yang imut... tapi aku tidak bisa memilih jika ada begitu banyak
pilihan seperti ini.”

“Jadi, anda sedang mencari jam tangan imut sebagai hadiah untuk pacar anda.
Mungkin akan lebih baik jika anda memilihnya berdasarkan warna atau desain.”

Menurut si pegawai. Untuk wanita dengan lengan yang kecil, akan lebih aman untuk
memilih desain wanita dengan dial kecil. Namun, ada sebagian besar orang yang
lebih menyukai desain yang kokoh seperti yang dikenakan pria, jadi sulit untuk
memastikannya. Tali dari kulit memberikan kesan dewasa, namun pada musim
panas menjadi pengap, kotor, dan terkadang sobek. Um, aku jadi semakin bingung.

“Ngomong-ngomong, pacar anda ini orangnya seperti apa?”

“Pacarku? Yah... Dia anak yang manja, dia memiliki wajah yang imut saat dia
tertawa, dia sangat agresif, tapi juga rentan terhadap serangan balik, kalau sudah
seperti itu, tau-tau dia akan menjadi manja dan ingin dipeluk ketika tidur... Eh, apa
itu kedua kalinya aku mengatakan manja?”
“...Aku mengerti. Sudah cukup. Sungguh, aku benar-benar mengerti.”

Loh, kan aku masih belum selesai mengatakannya. Dia adalah orang yang
mempedulikanku lebih dari siapa pun, orang yang benar-benar menyayangiku lebih
dari siapa pun, Itulah Hitotsuba Kaede.

“Jadi bisa dibilang, si pacar ini seperti kucing. Ada kesan kalau pacar anda seperti
kucing yang sangat menyayangi pemiliknya.”

Oh, pegawai toko memang hebat! Meskipun entah kenapa wajahnya jadi sedikit
mengendur, tapi dia mendeskripsikan Kaede dalam analogi yang tepat. Tanpa sadar
aku jadi bertepuk tangan. Meski begitu, aku tidak tahu bagaimana bisa dia mampu
mendapatkan jawaban yang akurat dengan informasi yang tidak lengkap itu.

“Ahahaha... terima kasih. Ada merek yang kurekomendasikan untuk pacar anda.
Silahkan ke sini.”

Pegawai itu membawaku ke depan kotak kaca dengan senyum ramah, di dalamnya
ada jam tangan dengan merek yang tidak kukenal. Tapi desain jam itu sangat imut,
dan aku yakin kalau itu akan cocok untuk Kaede.

“Ciri khas dari merek ini adalah motif wajah kucingnya. Warna dari jam itu sendiri
adalah pink-gold, yang sekarang sedang populer di kalangan wanita, jadi itu akan
terlihat cantik dan imut jika pacar anda memakainya.”

Dan itu belum semuanya. Pelat jam dan telinga kucing dihiasi dengan banyak batu
lampu merah terang. Selain itu, ada kelucuan di mana seekor kucing sedang diam-
diam bersembunyi di antara banyak simbol hati yang ada di dial.

“Fufu. Sepertinya anda tertarik dengan ini?”

“......Ya. Aku akan membeli yang ini. Bisakah anda mempersiapkannya?”

Mengatakan ‘mengerti’ sambil tersenyum, pegawai itu pun mengenakan sarung


tangan dan mengeluarkan jam tersebut dari kotak kaca. Dia kemudian memastikan
kalau tidak ada goresan, dan membungkusnya sebagai hadiah. Dan juga, dia
mengatakan kalau misalnya saat Kaede memakainya dan ukurannya tidak pas di
lengannya, maka kami bisa datang kembali ke sini untuk menyesuaikannya.

“Terima kasih sudah membeli.”

“Aku juga berterima kasih, berkat anda aku bisa membeli hadiah yang bagus.”
“Kami berharap kita bisa bertemu lagi. Dan di saat itu, tolong bawa si pacar yang
anda banggakan. Kami akan senantiasa menunggu.”

“Ya, aku pasti akan ke sini lagi jika aku mau membeli jam tangan!”

Aku mengucapkan terima kasih lagi dan meninggalkan toko. Sekarang masih belum
pukul 18:00, sepertinya aku bisa pulang tanpa terburu-buru. Lebih baik aku
mengirim pesan kepada Kaede sebelum pulang.

Segera setelah aku mengirim pesan kalau aku akan pulang, itu segera di dibaca dan
dibalas. Sepertinya Kaede dan yang lainnya masih belum bubar, tapi katanya dia
mau pulang duluan. Saat aku sedang membaca pesan itu, aku menerima panggilan
telepon. Tentu saja, itu dari Kaede.

“Halo, Kaede-san? Ada apa?”

[Yuya-kun! Tolong aku! Akiho-chan membuliku!]

“Otsuki-san? Apa maksudmu?”

[Pas aku bilang kalau aku mau pulang duluan, dia ngatain aku ‘paling-paling juga
cuman kepingin segera bertemu dengan pacar tercinta’ atau ‘pasti mau dibelai
kepalanya sama si pacar tercinta sebagai hadiah karena sudah belajar keras untuk
ujian’! Yang jelas, kata-kata yang jahat... Tolong aku!]

“...Apa kau bisa memberikan telponnya pada Otsuki-san?”

Aku tidak akan mentolerir siapa pun yang mengatakan sesuatu yang meresahkan
Kaede, sekalipun itu adalah pacarnya sahabatku! [Catatan Penerjemah: Ah siap,
entah kenapa jadi kepengen gua pentong kepalanya nih MC.]

Aku juga ingin segera bertemu dengan Kaede. Jadi aku akan membuatnya
dilepaskan!

[Halo, ini aku Otsuki! Ada apa Yoshi?]

“Ah... Otsuki-san. Bisakah kau berhenti membuli Kaede-san?”

[Bacot! Kaede-chan adalah Kaede-chan semua orang, dia itu bukan hanya untukmu!
Sikapmu itu adalah pelanggaran hukum antitrust*, tahu!]

[Catatan Penerjemah: Antitrust merupakan kebijakan pemerintah untuk


menangani monopoli.]
Dari telepon, aku bisa mendegar teriakan ‘itu benar’ dari Shinji dan gadis-gadis
lainnya. Aki bisa mengerti keinginan mereka untuk bermain dengan Kaede. Tapi—

“Maaf, Otsuki-san. Kaede-san adalah orang yang penting bagiku. Dan secara tidak
terduga, aku ini orangnya cukup posesif. Aku ingin segera bertemu dengannya. Jadi
aku minta maaf, tapi bisakah kau melepaskan Kaede?”

[A-Aku mengerti... Aku akan segera melepaskan Kaede-chan. Silahkan bersenang-


senang... nih telponnya Kaede-chan.]

[Yu-Yuya-kun... aku akan pulang sekarang.]

“Ya, hati-hati di jalan.”

[Iya... aku mencintaimu, Yuya-kun]

Akhirnya, Kaede berkata dengan suara samar dan kemudian menutup panggilan.
Panggilan ini, mungkinkah Kaede didesak untuk meneleponku? Tidak, mungkin aku
terlalu berlebihan memikirkannya.

Aku meletakkan jam tangan di tasku dan pulang. Waktu yang terbaik untuk
menyerahkannya adalah sebelum tidur. Tepat setelah tanggal berubah.

Kuharap Kaede akan senang.

Bab 67
Ciuman 'Selamat Datang'-nya mana?

Aku lagi gabut di ruang tamu saat menunggu Kaede pulang. Sebelum aku pulang
tadi, aku singgah berbelanja untuk makan malam, tapi aku masih terkejut bahwa
aku sampai lebih awal daripada dia. Apa Kaede tidak segera pulang setelah
panggilan itu?

“...Aku pulang, Yuya-kun.”

Aku mendengar suara pintu masuk dibuka, jadi aku bangkit dari sofa dan bergegas
ke pintu masuk. Di sana, ada Kaede yang kelihatan lelah.

“Selamat datang kembali, Kaede-san. Apa kau bersenang-senang saat berkaraoke?”


Mengatakan ‘ya’ dengan suara lesu, Kaede melepas sepatunya, berjalan kearahku,
kemudian mememelukku begitu saja. Aku terkejut, tapi aku balas memeluknya, dan
membelai kepalanya.

“Ada apa, Kaede-san? Mungkinkah mereka mengatakan banyak hal kepadamu


setelah panggilan itu?”

“Ya... semua orang mengejekku. Dikatain pasangan kemanisan lah, pengantin baru
lah, pokok banyak hal dah. Dan itu semua karena salahmu, Yuya-kun.”

Kenapa kok justru aku yang disalahkan. Aku yakin aku tidak mengatakan sesuatu
yang aneh. Aku mencoba untuk memikirkan kembali apa yang kukatan sebelumnya
sambil masih membelai kepala Kaede, tapi aku tidak bisa memikikran keanehan apa
pun.

“Uh... kau ini benar-benar lugas, Yuya-kun. Selalu mengatakan sesuatu yang
membuatku deg-degan seolah itu biasa saja adalah pelanggaran, tahu. Padahal aku
sendiri juga mau membuatmu jadi deg-degan...”

Tidak, Kaede. Fakta bahwa kau memelukku seperti ini saja sudah cukup untuk
membuatku deg-degan. Selain itu, melihat senyum bahagiamu yang sangat imut saja
sudah bisa membuatku jadi deg-degan. Tidak ada waktu aku tidak merasa deg-
degan ketika aku bersamamu.

“...Hei, Yuya-kun. Apa kau tidak akan memberikanku ciuman ‘selamat datang’?”

“Astaga, kau tiba-tiba jadi agresif lagi, Kaede-san.”

“Hei, mana ciumannya? Mana ciuman darimu!? Aku ingin dicium oleh dirimu!”

Kaede mulai meronta-rontakan tubuhnya di pelukanku seperti anak manja. Atau


lebih tepatnya, perkataan dan tindakannya tiba-tiba menjadi anak yang sangat
manja. Tapi meski begitu, itu masih tetap imut.

“Aku mengerti, jadi jangan meronta-ronta seperti itu. Selamat datang kembali,
Kaede-san. Aku sudah menunggumu.”

Aku mengerahkan kekuatan di lengan yang memeluk pinggangnya untuk


menghentikan pergerakannya, kemudian mengangkat dagunya dan menciumnya.
Bibir kami menyatu sedikit lebih lama dari biasanya saat kami saling merasakan
satu sama lain.

“Yay... Aku mencintaimu, Yuya-kun.”


“Aku juga mencintaimu, Kaede-san.”

Kami jadi lupa waktu untuk beberapa saat. Aku dan Kaede berulang kali berciuman
seperti burung yang mematuk satu sama lain, dan menyerah pada kebahagiaan.

---

Karena kami tidak memiliki banyak waktu untuk bersiap-siap, makan malam hari
ini adalah Oyakodon* yang cepat dan mudah untuk dibuat. Daging ayam itu murah
dan mudah diolah asalkan ada bawang dan telur. Sebelum Kaede pulang, persiapan
untuk itu sudah kuselesaikan, jadi apa yang tersisa untuk kulakukan hanyalah
memasak.

[Catatan Penerjemah: Oyakodon = nasi, ayam, dan telur.]

“Umu! Seperti biasa, racikan bumbumu benar-benar pas! Tidak terlalu pedas, tidak
terlalu manis, dan keseimbangannya sempurna! Kemudian, telur yang empuk dan
meleleh ini adalah yang terbaik, aku jadi sampai ingin tambah!”

“Hahaha, aku senang kalau kau menikmatinya. Tapi ingat, jangan makan terlalu
banyak, oke?”

“Ya! Aku akan mengingatnya!”

Sambil mengatakan itu, Kaede mengunyah dengan porsi yang banyak, yang
membuatku merasa nyaman saat melihatnya. Jika dia begitu menikmatinya seperti
ini, itu jadi membuatku ingin memasaknya lagi agar dapat terus melihat senyum
lebarnya.

“Aku merasa kalau akhir-akhir ini Yuya-kun terus yang memasak. Aku juga akan
memasak, jadi tolong beri tahu aku jika kau memiliki sesuatu yang ingin kau makan,
oke?”

“Karena aku jadi bisa melihat wajahmu yang bahagia, tanpa sadar aku jadi ingin
terus memasak. Meski begitu, aku juga ingin makan masakanmu... Oh, benar! Mau
bikin gyoza* bersama gak lain kali? Menurutku akan menyenangkan jika kita
berkompetisi membuatnya. Bagaimana menurutmu?”

[Catatan Penerjemah: Gyoza adalah pangsit dengan irisan kubis yang dicincang,
bawang putih, daun bawang, dan daging.]

Aku pernah mencoba membuat gyoza sekali, tapi aku tdak bisa membuatnya. Aku
ingin membuatnya bersama dengan orang lain sambil bersenda gurau. Kupikir
bukan ide yang buruk untuk mengundang Shinji dan Otsuki, kemudian mengadakan
pesta gyoza dengan kami bereempat. Tapi sebelum itu, aku ingin melakukan itu
dengan Kaede terlebih dahulu.

“Kedengarannya bagus! Ini akan menjadi kompetisi pertama antara kita berdua!
Ayo kita membuatnya! Aku pasti akan menyelesaikannya dengan lebih baik
darimu.”

“Aku sendiri juga tidak akan kalah, oke? Ini adalah pertandingan untuk melihat
siapa yang bisa membuatnya dengan lebih baik.”

Kemudian, diputuskan kalau kamni akan mengadakan kompetisi untuk melihat


siapa yang bisa membuat gyoza dengan baik. Jurinya adalah Shinji dan Otsuki. Pada
hari kompetisi, kami akan mengirim foto yang akan membuat mereka terkejut dan
meminta mereka untuk menilai. Aku yakin mereka akan mengatakan sesuatu
tentang meotople, tapi aku aku tidak peduli.

“Fufufu... aku sangat kenyang dan bahagia. Boleh gak aku langsung tidur seperti ini?
Tidak masalah, kan?”

“Menurutku jauh lebih baik jika kau berendam di bak mandi untuk menghangatkan
diri sebelum pergi tidur?”

“Duh... Kau ini orangnya spartan. Oke, aku mengerti. Kalau begitu, kau bisa mandi
lebih dulu. Aku masih belum bisa bergerak untuk sementara waktu.”

Tampaknya dia kelelahan karena terus-terusan belajar untuk ujian, dan mengalami
kelelahan mental saat di karaoke. Kaede pindah ke sofa dan merosot di sana. Aku
khawatir padanya, tapi dia melambaikan tangannya untuk mengatakan dia baik-
baik saja, jadi aku percaya padanya dan menuju ke kamar mandi.

Bab 68
Ciuman Panas Di Kamar Mandi

Perhatianku tertarik pada pakaian renang yang disiapkan sang panutan Miyamoto-
san di ruang ganti, jadi aku mengambilnya. Aku jadi teringat saat ketika aku
memakainya dan mandi bersama dengan Kaede, kemudian pikiranku mulai ditelan
oleh pusaran nafsu duniawi.

“Tidak! Jangan berharap hal yang sama seperti hari itu akan terjadi lagi!”
Aku menggelengkan kepalaku dan mencoba mengembalikan pakaian renang itu ke
rak, tapi kemudian aku berpikir kembali. Kaede sedang lelah, jadi menurutku dia
tidak akan masuk. Tapi bagaimana jika Kaede melancarkan serangan mendadak?

Ketika aku baru-baru tinggal di sini, aku selalu mengunci pintu kamar mandi, tapi
sekarang aku membiarkannya tidak terkunci karena aku yakin dia takan masuk, dan
juga akan berbahaya kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi di kamar mandi saat
pintunya terkunci.

“Setiap tindakan harus disesuaikan dengan asumsi terburuk. Maka, aku harus
memakai pakaian renang...”

Meyakinkan diri sendiri tentang hal ini, aku memutuskan untuk memakai pakaian
renang dan mandi. Selain itu, aku perlu untuk menjernihkan pikiranku sebelum
operasi serius memberikan hadiah untuk White Day, yang akan kulukan sebelum
tidur. Jika aku was-was, aku tidak akan bisa berpikir jernih.

Aku mandi dengan cepat, menyeka tubuhku, dan membilasnya. Aku meletakkan
handuk yang dibasahi air hangat ke kepalaku dan bersantai. Haaaa, aku merasa
begitu nyaman.

---

Aku bertanya-tanya sudah berapa lama waktu berlalu. Aku merasa begitu nyaman
sampai-sampai kesadaranku berkelana ke dalam mimpi.

Apa yang kudengar dalam dunia mimpiku adalah suara dunia nyata dari seseorang
yang memasuki kamar mandi.

“Dengarkan aku, Yuya-kun. Akiho-chan itu benar-benar banyak tanya. Seperti


misalnya; Sejak kapan aku mencintaimu?; Bagaimana kau menyatakan perasaanmu
padaku?; Seperti apa rasa ciuman pertamaku?;... tidakkah menurutmu itu terlalu
berlebihan?”

“Kau benar. Aku ingin menyimpan kata-kata pernyataan cintaku hanya pada diriku
sendiri. Aku tidak ingin mendengar Shinji menanyaiku apa yang kukatan saat
menyatakan perasaanku.”

Si pengunjung ini terus berbicara dengan volume yang keras karena bunyi shower
yang mengalir ke tubuhnya.

“Ya kan! Itu sebabnya aku juga bertanya pada Akiho-chan, kalau dia sendiri
bagaimana!? Dan menrurutmu apa yang dia katakan? Wajahnya menjadi merah dan
mengatakan [Itu rahasia]. Padahal dia sendiri tidak mau mengatakan tentang
dirinya, tapi dia justru mencoba membuatku memberitahunya!”

“Itu cerita yang mengerikan. Jika dia bertanya kepada seseorang, maka tidak akan
adil jika dia tidak mau ditanyai.”

Shower berhenti. Si pengunjung ini kemudian masuk ke dalam bak mandi. Si


pengunjung itu pun memulukku dengan erat. Ada apa ini!? Saat aku melepas handuk
yang ada di kepalaku, yang kulihat adalah sesuatu seperti yang kuduga, itu adalah
Kaede yang mengenakan pakaian renang.

“Ka-Kaede-san!? Kenapa kau masuk ke kamar mandi, kan aku masih ada di dalam!?”

“Habisnya aku khawatir kau tidak kunjung keluar dari kamar mandi... dan ketika
aku masuk, aku melihatmu begitu bersantai, jadi kupikir akan lebih baik kalau aku
bergabung bersamamu! Apa itu tidak boleh?”

Bukannya tidak boleh. Lagian kau juga memakai baju renang. Tapi Kaede, bisa tidak
kau berhenti memelukku seperti koala? Kau tahu, ini akan menjadi buruk dalam
berbagai hal. Untuk lebih spesifiknya, kedua bukit itu terlalu menempel. Rasanya...
sangat enak.

“Bukankah ini tidak apa-apa? Aku ingin memelukmu lebih erat lagi. Dan juga... aku
ingin menciummu...”

Kaede menempelkan bibirnya ke bibirku sambil menghembuskan napas panas. Itu


adalah ciuman burung yang tidak pernah membuatku bosan meskipun kami telah
melakukannya berkali-kali. Ringan dan dangkal, suatu hujan ciuman yang
menyampaikan perasaan kami satu sama lain.

Namun, suhu kamar mandi yang panas dan fakta bahwa kami begitu dekat dalam
sosok yang sama seperti saat kami baru lahir membuat kami lebih bergairah dari
biasanya. Malahan, Kaede benar-benar berada di luar kendali.

“Yuya-kun... Yuya-kun...”

Terengah-terengah, Kaede menggumamkan namaku dengan suara yang manis dan


tidak senonoh, kemudian dia mulai menggerakkan lidahnya seperti anak anjing.
Lidahnya yang lembut dan berwarna merah ceri memasuki mulutku, dan kami
dengan lembut menjalinkan lidah kami. Seperti yang kubayangkan, lidah kaede
sangat lembut, sangat manis, dan sangat lezat.

“...Yuya-kun... Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu...”


“Aku juga mencintaimu, Kaede-san.”

Suara decakan air liur terdengar. Nafas kami yang kasar dan manis bergema di
kamar mandi yang sunyi, yang dimana hal itu meluluhkan otakku. Aku begitu
bahagia sampai tidak bisa memikirkan apa-apa lagi.

Aku ingin tahu, sudah berapa lami kami berciuman. Mungkinkah lidah kami akan
melebur dan menjadi satu kalau terus seperti ini?

Untuk waktu yang lama, bibir kami terus tumpang tindih. Tapi seperti yang bisa
diduga, kami tidak bisa menahan napas kami lebih lama lagi dan segera menarik
diri, dan di saat itu, suatu benang transparan yang berkilauan menetes dari bibirku,
melambangkan betapa manisnya tindakan tersebut.

“Haah... Haah... Fiuh... Bagaiman aku harus mengatakannya, itu rasanya sangat enak.”

“...Aku juga merasa enak, tapi kurasa ini sebenarnya tidak boleh...”

Mau itu ciuman yang seperti burung, atau french kiss seperti yang barusan,
merupakan buah terlarang yang akan membuatmu ketagihan begitu kau
mencicipinya. Aku ingin melakukannya lagi. Aku ingin merasakan lidah dan air liur
Kaede sesuka hatiku. Itulah apa yang dikatan oleh otakku.

“Kenapa tidak boleh? Oh, kurasa itu benar, tidak boleh melakukannya dalam posisi
ini di bak mandi. Karena Yuya junior... mulai mengamuk kepingin—”

“Hentikaaaaaaaaaaaaaaan!? Tidak akan kubiarkan kau mengatakannya!! Jadi,


maaaaaaaaaaf!!”

Aku menghentikan Kaede yang berbisik malu-malu di telingaku dengan berteriak.


Kemudian, dengan momentum seperti itu, aku melepaskan Kaede yang terjebak
dalam pelukan seoerti koala, dan segera keluar dari kamar mandi.

Maksudku ini benar-benar aneh! Jika itu hanya pelukan koala yang normal, itu tidak
akan sampai sejauh ini! Faktanya, terakhir kali kami melakukannya, semuanya baik-
baik saja! Untung saja kami mengenakan pakaian renang... tidak, sekalipun
memakainya, hal yang sama tetap akan berlaku.

Aku ingin memberinya hadiah White Day, tapi sekarang aku jadi terlalu malu untuk
melihat wajah Kaede.
Bab 69
Pijatan Pelopor

“Yuya-kun, tolong jangan terlalu tertekan seperti itu dong.”

Kaede memelukku dari belakang untuk menghiburku saat aku duduk di tepi ranjang
sambil terisak-isak di dalam hatiku.

“Tidak bisa... Aku terlalu malu sampai mersa tidak bisa menikah...”

Aku sih senang bisa mandi dengan Kaede, berpelukan seprti koala, dan bericuman
hebat sampair rasanya tubuh kami seperti menyatu. Tapi aku membuat kesalahan
besar yang menyebabkan juniorku mengamuk. Aku ingin mati.

“Kau kan laki-laki, jadi itu adalah hal yang normal. Justru, aku merasa lega. Karena
aku yang akan bermasalah jika si junior tidak bereaksi.”

Kalau ada pria yang sama sekali tidak bereaksi saat berciuman dengan orang yang
dia cintai, dimana ciuman itu membuatnya merasa seperti mereka saling menyatu,
maka aku ingin sekali untuk bertemu dengannya.

“Selain itu kan, sudah diputuskan kalau aku akan menjadi istrimu. Tapi tetap saja,
wajahmu yang menjerit saat kita berciuman... itu lucu sekali.”

Suara Kaede, yang begitu dewasa dan menggoda sampai-sampai aku tidak percaya
kalau kami ini seumuran, hinggap di telingaku. Aku sangat deg-degan hingga
tubuhku gemetar.

“Ka-Kaede-san... Kau membuatku merinding... Jadi tolong hetntikan...”

“Fufufu, kau benar-benar sensitif di telinga ya, Yuya-kun. Itu lucu sekali. Itu
membuatku jadi ingin lebih menjahilimu.”

Suatu desahan yang lembut dibisikkan ke telingaku, dan tubuh serta jiwaku tidak
bisa berhenti gemetar. Selain itu, bibir dan giginya mulai menyentuh daun telingaku.
Kelembutan bibirnya dan sedikit sentuhan giginya memberikanku perasaan nyaman
yang tak terlukiskan.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Kaede-san...? Kau... jadi aneh seperti ini?”

“Ini salahmuu sendiri, tahu! Nyam... wajah imut dan suara manismu itu...
membangunkan serigala yang tertidur dalam diriku.”
Terlepas dari apa yang dia katakan, Kaede dengan lembut menjauh dariku. Ketika
aku berpaling untuk melihatnya, aku melihat wajahnya menjadi merah cerah. Jika
kau begitu malu seperti itu, maka kau tidak perlu memaksakan diri, tahu.

“Lagian ini tidak apa-apa, kan. Ada kalanya aku juga ingin mengerjaimu! Biasaya
selalu dirimu yang membuatku jadi merasa deg-degan, jadi ini adalah pembalasan!”

Kaede menjadi bersikukuh sambil mengembungkan pipinya. Tidak, perkataanmu itu


benar-benar salah. Serangan kejutan darimu, baik itu saat kita mandi bersama hari
ini dan yang sebelumnya, hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Dan tidak
hanya itu, kau yang dengan lembut mengigit daun telingaku membuatku tidak bisa
untuk tidak berpikir kalau kau mencoba untuk menghabisiku.

“Aku sudah menjadi serigala, dan sebentar lagi akan melahapmu, Yuya-kun! Momen
itu pada akhirnya akan tiba, jadi nantikan saja.”

Apa arti senyum yang tak kenal takut itu? Dan kapan waktu itu akan tiba? Yah,
kurasa lebih baik untuk tidak memikirkannya.

“Untuk sekarang lupakan itu. Nah, Yuya-kun, aku ingin memintamu untuk
memberikanku pijatan yang kau sebutkan sebelumnya, apa kau bisa
melakukannya?”

“Oh, kalau dipikir-pikir aku sempat mengatakan itu ya. Oke. Aku yakin kau merasa
lelah karena ujian, jadi aku akan memijatmu. Bisakah kau berbaring tengkurap?”

Mengatakan ‘ya’ dengan gembira, Kaede segera berbaring di atas ranjang. Aku pun
memberinya bantal yang selalu dia gunakan agar lehernya tidak merasakan sakit
dalam posisi itu.

“Aku maunya bantalmu! Berikan aku bantalmu!”

Kaede pun menggerak-gerakkan lengan dan kakinya. Hari ini dia menjadi begitu
merepotkan, seperti anak manja dengan kecantikan yang mempesona. Tapi semua
tingkahnya itu sangat imut, sehingga kupikir aku mungkin akan menjadi kecanduan
terhadap Kaede.

“Iya iya, kalau begitu baringkan kepalamu di bantalku. Santai dan rilekskan
tubuhmu, oke?”

“Haaa... aromanya Yuya-kun... sangat menenangkan.”


Kaede, aku tidak kebertan jika kau menguburkan wajahmu di atas bantal, tapi aku
lebih suka kalau kau tidak mengendus-ngedusnya seperti itu. Karena bagaimanapun
juga, aku akan menggunakan bantal itu ketika tidur di malam hari.

Sambil tersenyum pahit di hatiku, aku duduk di sekitar pangkal kaki Kaede dan
dengan lembut memijat di sepanjang tulang punggungnya dengan gerakan
melingkar menggunakan telapak tanganku. Setelah itu, aku memijat otot di sekitar
tulang belikatnya.

“Ah, di sana... rasanya sangat enak. Lebih... tolong lakukan lebih banyak.”

Aku memijatnya sambil sesekali memerika apakah dia kesakitan. Namun, tubuh
Kaede tidak terlalu memiliki ketegangan otot saat aku memijatnya. Ini sangat
berbeda dari ayahku yang berengsek dan Taka-san. Punggung mereka begitu kaku
sehingga tidak peduli seberapa kerasa aku memijatnya, aku tidak bisa membuatnya
rileks.

“Yuya-kun, aku pernah mendengar seorang komentator sepak bola mengatakan


dalam sebuah iklan kalau ada baiknya memijat pantatmu ketika punggungmu terasa
kaku, apa itu benar?”

“Ya, itu benar. Aku juga pernah mendengar kalau ketika otot piriformis di pantatmu
kaku, otot punggung bawah yang berhubungan dengan otot itu juga akan ikut kaku.”

Yah, aku tidak apakah itu benar atau tidak, karena itu adalah cerita yang didengar
ayah brengsekkku dengan kepalanya yang sinting ketika dia pergi ke klinik terapi
fisik.

“Mmmh. Kau benar-benar mahir, Yuya-kun. Rasanya enak, sekarang... bisakah kau
memijat otot piriformis itu juga?”

“Kurasa tubuhmu sama sekali tidak kaku, tapi... aku mengerti. Aku akan memijat
otot itu juga.”

“Sudah kuduga, kau past tidak ma—eeh? Kau mau memijatku di sana!?”

Apa yang membuatmu begitu terkejut, Kaede? Ini pijatan kan? Selain itu, tidak
seperti saat aku menyeka betis dan pahamu di kamar mandi, saat ini kau
mengenakan piyama dengan benar. Aku mungkin memang akan gugup, tapi tidak
akan ada masalah.

“Nah, rilekskan pantatmu. Santai saja, oke?”


“Y-ya......”

“Tidak apa-apa, aku akan melakukannya dengan lembut.”

Aku sengaja merobohkan tubuhku dan berbisik di telinga Kaede, kemudian


melanjutkan pemijatan. Kaede menjerit tanpa suara dan membenamkan wajahnya
di atas bantal. Terlihat jelas kalau dia merasa malu, karena warna daun telinganya
benar-benar menjadi merah cerah.

Pantat Kaede yang seperti buah persik sangat lembut tanpa kekakuan sama sekali.
Meskipun aku memijat dan menekannya dengan telapak tanganku, elastisitasnya
seakan memantulkan tanganku, namun juga terasa seperti itu akan
menenggelamkan tanganku terlebih dahulu. Aku menjadi bersemangat ketika
memijatnya seperti ini.

“Mmmh... tanganmu terasa hangat dan nyaman, Yuya-kun...”

Fumu, kalau lama-lama akan menjadi berbahaya. Memijat pantanya sih sama sekali
tidak ada masalah, tapi jika suara desahan Kaede turut mengikuti prosesnya, akal
sehatku mungkin akan hilang.

“Nah! Pijatannya sudah selesai! Sama sekali tidak ada yang salah dengan tubuhmu
sekarang, Kaede-san!”

Aku pindah ke sisi Kaede dan menepuk kepalanya. Namun, entah kenapa dia terlihat
tidak puas. Apa dia ingin aku terus memijat pantatnya? Tidak, kurasa bukan begitu.
Dia tidak puas karena tidak ada pijatan di betis. Aku yakin pasti begitu.

“...Yah, karena aku terlalu banyak menjahilimu hari ini, jadi akan puas untuk
berhenti di sini.”

Syukurlah. Jika sekarang dia menuntut lebih, aku tidak punya pilihan selain
meminta maaf karena tidak mau melakukannya dengan berlutut.

Kaede pun mengangkat tubuhnya dan meregangkannya, memutar bahunya dan


dengan tenang memeriksa kondisinya. Kesunyian yang terjadi agak meresahkan,
tapi Kaede meneriakkan sorakan untuk memecahnya.

“Yu-Yuya-kun! Ini luar biasa! Tubuhku jadi terasa lebih ringan! Entah kenapa
pundakku yang biasanya terasa berat, sekarang jadi terasa ringan dan nyaman!”

“Begitukah! Maka aku senang.”


Dia memberiku senyum cerah seperti bunga matahari. Umu, Kaede yang menyihir
seperti ini juga menggoda dan menarik, tapi kurasa aku lebih suka Kaede yang lugu.
Itu membuatku ingin memanjakannya.

“Baiklah, karena pijatan darimu sudah selesai, ayo pergi tidur. Sekarang tanggal
sudah mau berubah.”

—Akhirnya, waktunya telah tiba. Aku menarik napas dalam-dalam dan meraih bahu
Kaede saat dia hendak memasuki selimut sambil bersenandung.

“Eh? A-Ada apa, Yuya-kun!?”

“Kaede-san. Aku... punya sesuatu yang ingin kuberikan padamu!”

Dengan antisipasi dan kecemasan di hatiku, aku berdiri di medan perang yang
disebut White Day.

Bab 70
Whita Day yang Bergairah

Saat Kaede sedang mengeringkan rambut dan merawat kulitnya, aku memanfaat
waktu tersebut untuk menyembunyikan hadiah yang kubeli di samping ranjang.

“A-Ada apa begitu tiba-tiba seperti ini, Yuya-kun? Hadiah? Ulang tahunku kan masih
jauh? Kita juga belum lama ini membicarakan untuk tidak perlu mengkhawatrikan
hari jadi kita...”

Kaede berpikir dengan ekspresi bingung. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa
mengingat segala sesuatu tentang hari-hari dimana dia yang menjadi pihak
memberikan hadiah seperti Valentine atau kesempatan lain, tapi ketika dia menjadi
pihak yang diberikan hadiah, dia jadi seperti tidak tahu apa-apa. Yah, ini mungkin
bagus karena itu menjadi kejutan yang tidak disengaja.

“Kaede-san, hari ini tanggal berapa dan bulan berapa?”

“Eh? Hari ini? Karena tanggal sudah berubah, jadi 14 Maret... eh!? Mungkinkah—!”

“Sip, tampaknya kau sudah menyadarinya. Hari ini adalah White Day. Aku memilih
hadiah ini sebagai tanda terima kasihku kepadamu, Kaede-san. Maukah kau
menerimanya?”
Sebisa mungkin aku menjaga agar suaraku tidak gemetar, dan menyerahkan
bungkusan hadiah itu kepada Kaede sambil merasa khawatir apakah dia bisa
mendengar suara jantungku yang berdegub kencang.

Kaede menerimanya, tapi untuk beberapa alasan dia hanya melihat ke arah hadiah
itu dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Keheningan mengalir di malam yang
sunyi. Aku sangat gugup hingga terasa seolah jantungku akan melompat keluar dari
mulutku.

Ketegangan ini berada pada level yang sama seperti saat aku mengungkapkan
perasaanku di bawah langit berbintang.

“Yuya-kun... bisakah aku membukanya sekarang?”

Setelah beberapa saat, Kaede memcah keheningan, dan aku mengangguk dalam
diam. Keheningan yang terasa seperti berlangsung selamanya itu kini telah
berakhir, tapi apa yang terjadi selanjunya adalah sesuatu yang terasa sulit untuk
melihatnya membuka hadiah itu.

Kaede pun membuka bungkus hadiah itu dengan hati-hati, padahal dia bisa
merobeknya begitu saja. Tenggorokkanku terasa kering, hingga suaraku yang
menelan ludah bisa terdengar dengan keras.

Akhirnya, Kaede selesai membuka bungkusnya. Dia membuka kotak kubus merah
muda muda yang muncul darinya dengan tangan yang gemetar.

“Ini... jam tangan...? Dan lagi model kucing... imut banget.”

“Karena kau memiliki kesan yang seperti anak kucing. Jadi kupikir itu akan terlihat
bagus untukmu. Selain itu, aku tidak pernah melihatmu memakai jam tangan
sebelumnya, jadi kupikir itu akan menjadi hadiah yang bagus.”

Terkadang dia begitu lucu seperti anak kucing, dan terkadang akan menyihir seperti
macan tutul, jadi kupikir itu sempurna. Warna pink-gold tidak hanya imut, tapi juga
memiliki kilauan yang menciptakan suasana dewasa. Ini akan terlihat bagus di kulit
putih Kaede.

“Aku sempat memikirkan kalung dan hal-hal selain jam tangan, tapi... kalau itu jam
tangan, maka kau akan bisa memakainya sekalipun itu di sekolah, kan? Jadi... kupikir
itu adalah cara yang bagus untuk menunjukkan bahwa kau selalu bersamaku... atau,
untuk menunjukkan bahwa kau adalah pacarku.”

Aku bahkan sudah tidak tahu lagi apa yang kubicarakan.


Aku ingin tahu, apakah dia akan dapat merasakanku jika dia selalu memakai jam
tangan itu, aku akan senang jika bisa melihat Kaede memakai jam tangan yang
kuberikan padanya setiap hari. Meski begitu, Kaede tidak menjawab apa-apa, justru
dia dengan lembut mengeluarkan jam itu dari kotak dan menatapnya.

“Ka-Kaede-san...? Umm, bagaimana? Apa kau menyukainya?”

Aku jadi was-was karena dia tidak mengatakan apa-apa. Tampaknya memang benar
kalau lebih baik memberikannya kalung atau gelang. Kupikir warnanya akan terlihat
cocok untuknya, tapi mungkinkah dia tidak menyukai warna pink-gold? Duh, aku
tidak bisa berhenti menyesal ketika memikirkannya seperti itu. Aahh, jadi pengen
nangis.

“Eh? Yuya-kun? Kenapa kau terlihat seperti akan menangis?”

“...Habisnya kau tidak kunjung mengatakan apa-apa, jadi aku merasa kalau kau tidak
menyukainya...”

“Kenapa kau mengatakan hal seperti itu? Aku minta maaf karena tidak mengatakan
apa-apa, tapi itu karena aku sangat senang dengan hadiah darimu sehingga aku jadi
tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.”

Terhadap perkataannya itu, aku mengangkat kepalaku dengan perlahan. Pipi Kaede
memerah, dan meskipin ekspresinya tersenyum, tapi ada cahaya di matanya yang
tampak seperti akan tumpah.

“Kau dengan susah payah memilih hadiah ini untukku, kan? Perasaan itu saja sudah
membuatku sangat bahagia. Selain itu, seperti yang kau bilang tadi, hanya dengan
memakai ini, aku akan bisa jadi merasakan kalau dirimu ada di sisiku. Fufufu,
kupikir itu pemikiran yang bagus. Yuya-kun, terkadang kau juga bisa menjadi begitu
romantis, ya.”

Menambahkan kalau itu sama seperti saat aku mengungkapkan perasaanku di


bawah langit berbintag, Kaede tersenyum.

“Hei, Yuya-kun. Bisakah kau memakaikan jam tangan ini padaku? Aku ingin kau
yang pertama kali memakaikannya, bukan diriku sendiri.”

Mengatakan itu, Kaede memberikan jam tangan itu kepadaku dan mengulurkan
tangan kirinya. Aku merasa malu, karena ini seolah-olah aku sedang memakaikan
cincin di upacara pernikahan. Tapi, aku tidak bisa mengelak dari pandangan Kaede
yang penuh harap. Baiklah, anggap saja ini sebagai latihan sebelum pertunjukkan
yang sebenarnya.
Aku mengambil tangan Kaede dan dengan lembut menempatkan jam tangan itu,
kemudian dengan cepat mengecangkan sambungan logamnya. Aku agak cemas
dengan ukurannya, tapi ini sangat pas.

“Terima kasih. Fufufu. Pelat di wajah kucing ini lucu. Warnanya juga lucu dan aku
sangat menyukainya. Sungguh, terima kasih banyak, Yuya-kun.”

“Aku akan senang jika kau merasa senang. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan
jika kau tidak menyukainya.”

“Ishh, bagaimana bisa kau berpikir bahwa aku tidak akan menyukai hadiah yang kau
pilih dengan bersusah payah untukku! Aku begitu senang sampai-sampai ingin
melompat-lompat tahu, tapi aku berusaha keras untuk menahan perasaan itu!”

Sampai mau melompat-lompat, ya. Jika dia jadi begitu bahagia seperti ini, maka itu
adalah keputusan yang benar untuk pergi ke rumah Taka-san dan berbicara dengan
si pegawai toko untuk meminta rekomendasi.

“...Aku senang melihat ekspresi puas di wajahmu itu, Yuya-kun. Hei, bolehkah aku
menciummu?”

Lengan Kaede melingkari leherku, dan kemudian dia menarik kepalaku untuk
dicium. Awalnya itu adalah ciuman biasa, namun lidahnya secara alami memasuki
mulutku dan segera terjalin dengan lidahku. Ciuman kami menciptakan suara yang
tidak senonoh, membuatku ingin menciumnya sedalam mungkin.

“Fufufu.... Aku mencintaimu, Yuya-kun. Lebih dari siapapun di dunia ini.”

“A-Aku juga mencintaimu... Kaede-san.”

“Fufufu..Yuya-kun, wajahmu terlihat sange. Apa itu memang terasa sangat enak?”

“...Y-Ya, itu sangat enak...”

Itu wajar untuk jadi sange saat menikmati air liur Kaede yang manisnya seperti
madu, dan lidahnya yang lembut seperti mochi saat lidah kami terjalin satu sama
lain.

“Aku juga merasa begitu. Lama-kelamaan aku mungkin akan jadi ketagihan. Tapi
kurasa bukan ide yang baik untuk melakukannya sebelum tidur. Karena bisa-bisa
kita menjadi terlalu bergairah, dan berakhir melakukan aktivitas malam.”

“...Kau benar. Ayo jangan melakukannya sebelum tidur.”


Aku penasaran, kapan saat yang tepat untuk melakukannya, tapi aku tidak
mengatakan apa-apa tentang itu. Jika kami bericuman seperti ini setiap malam
sebelum tidur, kami akan berada dalam kondisi sama-sama bergairah. Atau malah,
tidak saat sebelum tidur pun juga akan sama.

“Tapi yang lebih penting adalah apa yang terjadi kedepannya. Aku harus
mempersiapkan sesuatu karena Yuya-kun bisa menjadi serigala kapan saja.”

“...Hei, Kaede-san? Apa yang sedang kau bicarakan? Mungkinkah sesuatu itu...”

“Yap, itu sudah jelas kan? Kond―”

“Tidak akan kubiarkan kau mengatakannya!!!!”

Teriakanku terlontar di tengah malam.

Aku juga merupakan anak SMA yang sehat. Jadi itu tidak seperti aku tidak memiliki
keinginan yang seperti itu. Aku tidak akan mengatakan sesuatu yang sok mulia
seperti ‘Aku tidak akan melakukannya sampai kami menikah’. Namun, karena aku
mencintai dan menyayangi Kaede, aku tahu kalau aku harus menyelesaikan banyak
hal terlebih dahulu sebelum bisa melakukannya.

“Duh, sampai seberapa besar sih kau peduli padaku, Yuya-kun?... Aku jadi terlalu
bahagia.”

“Bukannya itu adalah hal yang sangat jelas. Udahlah, ini sudah larut, jadi ayo pergi
tidur. Masuklah ke selimut.”

Aku menggiring Kaede ke ranjang dan masuk ke posisiku yang biasa. Aku tertidur,
sambil merasakan kehangatan pacaraku di dadaku.

Restu*. Ini adalah ritus peralihan yang dilalui setiap pria untuk menyambut
mertuanya. Hanya setelah mengatasi hal ini kami bisa memperdalam hubungan
kami. [Catatan Penerjemah: ケジメ。 Gak tau artinya,]

Aku harus bekerja lebih keras untuk itu. Aku memperbarui tekadku dan menutup
kelopak mataku.
Bab 71
Kaede yang Malu-malu

Sudah beberapa hari berlalu sejak White Day, dan pagi diumumkannya hasil ujian
telah tiba. Aku merasa cukup yakin kalau aku akan mendapatkan nilai yang baik
berkat usaha yang telah kulakukan selama periode ujian, tapi aku juga cukup cemas
kalau-kalau aku mungkin ada melakukan kesalahan.

“Issh, tidak ada gunanya mengkhawatirkan hal itu sekarang. Selain itu, apa pun
hasilnya, itu adalah faktwa bahwa aku telah melihat kalau dirimu telah melakukan
yang terbaik. Bahkan jika kali ini kau gagal, aku yakin selanjutnya tidak akan
masalah.”

Hanya karena kau gagal satu kali, bukan berarti apa yang telah kau pelajari itu tidak
berguna. Kau dapat memikirkan kesalahanmu dan memperbaikinya di lain waktu.
Yang jelas, hal pertama yang harus dilakukan adalah menemukan studi yang paling
cocok untukmu sambil mengembangkan dasar-dasarnya. Itulah apa yang Kaede
katakan, dan menurutnya itu penting.

“Fufufu, malam ini aku akan memasakkan makan untukmu, jadi tolong semangatlah.
Atau apa kau mau aku membuatkamu daging panggang atau semacamnya?”

Secara tidak terduga, membuat daging panggang itu cukup mudah. Tapi karena itu
adalah Kaede, aku yakin dia tetap akan melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Dan mengenai rasanya, tidak diragukan lagi kalau itu akan enak. Jike demikian,
mungkin aku harus membuat pot-au-feu* dengan banyak sayuran.

[Catatan Penerjemah: Pot-au-feu adalah sup daging sapi Prancis.]

“Kalau begitu, kita akan berkolaborasi untuk membuat makan malam hari ini! AKu
menantikannya!”

“Jika aku memikirkan itu, aku merasa bisa melewati hari ini dengan terus
melakukan yang terbaik. Terima kasih, Kaede-san.”

“Ya! Ayo lakukan yang terbaik untuk hari ini! Baiklah, ayo pergi sekarang. Tapi
sebelum itu—”

Kaede melingkarkan tangannya di leherku sambil membisikkan namaku. Jika ada


yang di sebut ciuman ‘Aku pulang’, maka tentu saja akan ada yang di sebut ciuman
‘Aku pergi’. Dengan kata lain, itulah yang diinginkan Kaede. Aku pun dengan lembut
mencium bibir indahnya itu.
“Ah, kenapa kau menarik diri begitu cepat... padahal aku masih mau berciuman...”

“Lebih dari ini akan menjadi buruk! Bisa-bisa kita tidak akan pergi ke sekolah...”

Memalingkan wajahku dari Kaede yang mengerucutukan bibirnya, aku dengan


lembut menjauhkan tubuhnya yang semakin dekat denganku. Aku sih senang tinggal
di rumah dan memeluk serta menciumnya seperti ini, tapi kami akan terlambat ke
sekolah jika tidak segera berangkat. Kalau sudah seperti itu, Shinji pasti akan
mengolok-ngolok kami.

“Ayo, jangan terus merajuk seperti itu, Kaede-san. Pas pulang nanti, aku akan
memberikanmu ciuman ‘Aku pulang’, jadi cerialah.”

“Sip! Suasana hatiku sudah ceria sekarang! Ayo segera berangkat, Yuya-kun!
Kemudian lakukan banyak ciuman ‘Aku pulang’ pas udah pulang sekolah nanti.”

Kaede, yang tersenyum seperti sekuntum bunga yang telah mekar, menarik
tanganku saat kami meninggalkan rumah. Aku merasakan kehangatan di hatiku
ketika melihat warna dari jam tangan kucing yang kuberikan padanya bersinar di
lengannya.

Tapi tetap saja, itu terlalu cocok untuk Kaede. Dan juga warna itu cocok untuk
dikombinasikan dengan seragam sekolahnya, jadi itu benar-benar pemilihan warna
yang tepat. Terima kasih telah merekomendasikan ini padaku, pegawai toko!

---

Semua hasil ujian akhir dibagikan pada pagi hari. Sementara itu, ruang kelas
bergema dengan suara suka dan duka, aku dengan tenang mengambil hasil ujianku,
sementara dalam hati merasa gugup.

“Dilihat dari ekspresi wajahmu itu. Sepertinya hasil belajarmu terbayar dengan baik,
Yuya.”

“Ya. Ini adalah hasil terbaik yang pernah kuperoleh. Hanya saja, aku tidak
menyangka nilaiku akan sebagus ini. Itu justru membuatku gemetaran.”

Nilaiku kebanyakan berada di angka 70-80. Di antara semua nilai itu, bahasa Inggris
yang paling kupelajari mendapatkan 95, itu adalah nilai yang sangat tinggi bagiku.
Sedikit lagi dan itu sudah akan mendapatkan nilai 100. Ngomong-ngomong, aku
membuat kesalahan dalam kata-kata dasar bahasa Inggris. Penyebab dari kesalahan
itu pasti karena Kaede menciumku dengan penuh gairah. Jika bukan karena itu, aku
yakin aku akan mendapatkan nilai 100.
“Tetap saja, ini benar-benar luar biasa, Yuya. Kalau seperti ini, kau mungkin akan
masuk dalam peringkat 10 besar, atau bahkan 5 besar.”

“Entahlah. Kaede-san mungkin akan mendapatkan nilai sempurna pada semua


mapel, dan untuk masuk ke 5 besar, itu sulit kecuali nilai rata-ratamu sekitaran 80.
Bagaimanapun juga, temat-teman yang lain juga pintar.”

Menurut perhitungan kasarku, nilai rata-rataku pada ujian kali ini sedikit di atas 80,
Kurasa aku masih bisa memasuki peringkat 10 besar, tapi 5 besar ataupun 3 besar
jelas merupakan hal yang sulit. Di kelas 2 nanti, aku akan bertujuan meraih itu.

“Aku tidak menyangka kalau kau akan belajar dengan serius. Apakah itu pengaruh
dari Hitotsuba-san?”

“Tentu saja, aku harus melakukan yang terbaik sebagai pacar Kaede-san! Itu akan
aneh jika pacarnya Kaede-san, yang merupakan siswa terbaik di angkatan, tidak
memiliki nilai yang bagus.”

“Aku tidak berpikir kalau Hitotsuba-san mempedulikan hal secamam itu... tapi dia
yang bekerja keras dan berhasil membuatmu mendapatkan nilai itu, pasti cintanya
padamu itu benar-benar di tingkat ekstrim.”

Dalam pemikirannya yang dalam, Shinji mengangguk pada dirinya sendiri. Yah, apa
yang dia bilang ada benarnya. Sejak awal, jika bukan karena bantuan dari Kaede,
aku tidak bisa lagi pergi ke sekolah seperti ini. Aku harus menjadi pacar yang layak
untuk Kaede, dan pada saat yang sama melakukan yang terbaik agar dapat
membalas budinya.

“Kuharap semester berikutnya kita bisa sekelas. Tapi aku tidak mau kalau harus
sekelas dengak kalian berdua.”

“Jangan seperti itu lah, Shinji. Bukankah akan lebih menyenangkan jika kita
berempat, termasuk Otsuki-kun, berakhir di kelas yang sama? Terus, bagaimana
dengan kencan ganda yang kita bicarakan sebelumnya?”

“Hahaha! Kau pasti bercanda, Yuya. Apa kalian mencoba membuatku dan Akiho
diabetes? Aku tidak akan membiarkan kalian berdua mengganggu kencan kami.”

“Loh, kan kau sendiri yang sebelumnya ngajakin kencan ganda. Selain itu,
menyebabkan diabetes? Kupikir kau dan Otsuki-san juga sama saja seperti kami.”
“Bacot, meotople!! Perbedaan antara kemesraanku dan Akiho dengan kemesraan
kalian berdua itu sudah seperti kopi untuk begadang dengan kopi ABC Mocca. Itu
sebabnya, tidak akan ada kencan ganda.”

Apa-apaan coba dengan analogi itu? Bukankah itu terlau banyak perbedaan anra
kopi untuk begadang dengan kopi ABC Mocca?

“S-S-Shin-kun, ada yang gawat! Maksudku, selamatkan aku!!”

Saat aku hendak memanggil Shinji untuk memprotes lagi, aku mendengar suara
Otsuki yang berteriak meminta tolong dari koridor.

Ada apa sih, berisik sekali. Pertemuan akhir akan segera dimulai, jadi tidak bisakah
kau menunggu sampai saat itu?

“Akiho? Sesi kelasmu sudah selesai? Kami masih belum, jadi bisakah kau menunggu
lebih lama lagi?”

“Aku tidak bisa menunggu! Habisnya, aku sudah tidak tahan melihat Kaede-chan
yang terus-terusan tersenyum sange saat menatap dan menyentuh jam tangannya!”

Begitu ya. Jaid kau merawat jam tangan yang kuberikan padamu dengan baik ya,
Kaede, Aku senang mendengar kau melakukan itu ketika aku tidak melihatnya.

“...Sebenarnya aku merasa untuk tidak perlu bertanya siapa yang memberikan itu
padanya. Tapi ketika aku menanyakan itu padanya, benar saja; [Yuya-kun
memberikanku ini sebagai hadiah untuk White Day. Ehehe. Karena aku lucu dan
memiliki kesan seperti anak kucing, jadi dia memilih jam tangan yang bermodel
kucing. Bagaimana menurutmu? Bukankah ini sangat lucu?] Itulah yang dia katakan!
Memang sih senyum sange-nya Kaede-chan entah kenapa terlihat lucu, tapi itu juga
membuatku merasa seperti akan menderita diabetes!”

Bukankah itu adalah kesalahan Otsuki sendiri karena sok-sokan menanyakan


sesuatu yang tidak perlu ditanyakan? Hei, Shinji. Kenapa kau menatap tajam ke
arahku seperti itu? Bukankah itu hal yang buruk jika kau menatapaku dengan
pandangan menyalahkan?

“Memberikan jam tangan sebagai hadiah untuk White Day, ya... begitu ya. Jadi itu
sebabnya kau tidak pergi berkaraoke bersama kami pas akhir ujian... Sungguh, kau
benar-benar mencintai Hitotsuba-san, ya, Yuya.”

“...A-apaan sih? Apa kau punya keluhan tentang aku mencintai Kaede-san?”
“Haa... saat kau mengatakan itu, entah kenapa terasa menyebalkan. Tapi dari sudut
pandangmu, Hitotsuba-san, apakah kau bahagia?”

Mengapa nama Kaede tiba-tiba muncul? Saat aku memikirkan itu, aku berbalik dan
melihatnya yang ngos-ngosan dengan wajah memerah.

“Akiho-chan! Aku bingung ketika kau tiba-tiba menghilang begitu saja, tapi yang
sedang kau ocehkan? Kau harusnya merahasiakan kalau aku melihat jam tanganku
dan menjadi malu-malu!”

Oh, jadi bukan hanya tersenyum sange, tapi juga malu-malu ya. Yah, bagaimanapun
juga aku senang.

“D-Dan juga Yuya-kun! Aku juga mencintaimu, Yuya-kun! Tapi karena itu akan
memalukan, jadi jadi tolong jangan mengatakannya di depan umum!?”

Tidak, itu justru akan menjadi bumerang besar dan akan kembali padamu, Kaede.
Aku yakin itu adalah apa yang dipikirkan oleh semua teman sekelasku. Namun, dia
tidak menyadarinya, dan terus mencengkeram leher Otsuki yang tidak mau
bergerak, untuk pergi dari sini. Ini badai atau semacamnya apa?

“Persetan dengan kalian, meotople.”

“Bukankah itu terlalu berlebehin, kekasih tolol.”

Saat kami berdua menghela nafas, wali kelas datang dan pertemuan akhir semester
dimulai.

Ketika aku pulang dan bertemu dengan Kaede, wajahnya terlihat lebih merah dari
sebelumnya. Dia sepertinua sudah menyadari bahwa apa yang dikatakannya
sebelumnya adalah pengakuan publik.

“Jika di sini ada lubang, aku ingin memasukinya, Yuya-kun... boleh gak aku banyak-
banyak dimanjakan hari ini?”

“Tentu saja boleh. Sekarang, ayo pulang.”

Mengambil tangan Kaede yang menundukkan kepalanya, kami pulang ke rumah.

Ngomong-ngomong, aku mendapatkan peringkat 9 dalam ujian.


Bab 72
Kepanikan Dinosaurus Ada Di Pangkuanku

Kaede, yang dalam keadaan ingin masuk lubang jika ada sebuah lubang akibat saat
di sekolah berteriak “Aku mencintaimu Yuya-kun!”, langsung menagih ciuman ‘Aku
pulang’ begitu sampai di rumah.

“Yuya-kun. Mana ciumannya? Apa tidak ada ciuman manis yang tidak senonoh itu?”

“...Selamat datang kembali, Kaede-san.”

“Yay! Aku pulang, Yuya-kun!”

Kami merangkul pinggang satu sama lain dan berciuman denagan erat. Tidak
seperti ciuman ‘Aku pergi’, ciuman kali ini begitu dalam dan manis, itu begitu padat
sehingga otakku menjerit. Kaede sekarang jadi lebih agresif, karena dia tidak bisa
lagi puas dengan hanya ciuman biasa. Tentu saja, aku juga sama.

“Fuah... aku tidak bisa melakukannya lagi... kau terlalu pandai berciuman, Yuya-
kun...”

Mata Kaede berkaca-kaca dan menarik mulutnya, menyatakan kalau dia sudah
menyerah. Benang transparan yang menggantung pada momen itu menunjukkan
betapa dalamnya tindakan tersebut.

“Dengan begini, kurasa aku bisa melakukan yang terbaik untuk memasak makanan!
Kau bisa bersantai saja, Yuya-kun!”

Kaede, yang sudah merasa pulih dalam sekejap, mengambil tas belanja dari
supermarket yang kami singgahi dalam perjalanan pulang, dan menuju ke dapur.
Kemudian dia mengganti pakaiannya dikamar dan mulai memasak, dia juga yang
membuat pot-au-feu yang kubilang kalau aku yang akan membuatnya. Aku hanya
melihatnya serta mencuci piring. Entah kenapa, itu terasa menyedihkan.

Setelah menghabiskan daging panggang spesial yang dibuat Kaede, yang kami
lakukan sekarang adalah menonton film secara online seperti biasa di atas sofa.

Pilihan hari ini adalah film mendebarkan dari seri Jurassic Park. Itu adalah yang
terbaru, dan merupakan sebuah karya baru yang terkenal di dunia. Ada pro dan
kontra di dalamnya, tapi bagiku, aku menyukai semua adegannya.

“J-Jangan! Kalau kau melompat keluar begitu saja! Tuh kan! Kyaaaaaaa! Dia datang!”
Kaede bilang kalau dia memang tahu judulnya, tapi dia belum pernah menontonnya,
jadi aku memutuskan untuk menonton film ini, dan senang melihat dia bereaksi
seperti yang kuharapkan. Hanya saja, tolong jangan meremas perutku setiap kali
kau berteriak.

“Ini menakutkan tahu... jauh lebih menakutkan dari yang kubayangkan... Yuya-kun,
kau menipuku!?”

“Terlalu kencang. Santai saja Kaede-san, itu terlalu kencang...”

Kaede mengintip ke arahku dari bawah, dengan matanya tertuju kepadaku. Untuk
menjelaskan seperti apa postur tubuhnya, Kaede sedang berbaring dengan
kepalanya di pangkuanku. Dengan kata lain, itu adalah bantal pangkuan. Hanya saja,
dia akan selalu bereaksi terhadap kebisingan yang ada di film, dan akan segera
memelukku dengan mengerahkan semua kekuatannya. Begitulah situasinya.

Aku menepuk-nepuk kepalanya untuk menenangkannya, tapi itu tidak terlalu ada
efeknya. Karena, di sisi lain layar, T-rex sedang mengigit kepala seorang pria yang
sedang beristirahat di kamar mandi.

“Kyaaaaaaaaa!!!”

Bagaimanapun juga, itu adalah salah satu adegan paling terkenal di film itu. Aku
sudah pernah menontonnnya, jadi aku tidak terlalu terkejut, tapi karena ini adalah
pertama kalinya untuk Kaede, itu wajar jika dia menjadi panik. Tapi aku ingin tahu,
apakah dia akan baik-baik saja? Setelah ini, akan ada adegan menegangkan di dapur
dengan dinosaurus karnivora kecil bernama Velociraptor.

“K-K-Kalau menonton film seperti ini, aku jadi tidak berani untuk pergi ke kamar
mandi sendiran! Jadi Yuya-kun, kau harus menemaniku, oke!?”

“Ini tidak seperti kita sedang menonton film horor... kau terlalu berlebihan, Kaede-
san.”

“K-Kalau begitu, tolong jangan pernah melepaskanku saat kita tidur malam ini!
Pokoknya, aku tidak mau kau melapaskanku! Aku akan menjadi seperti serangga
yang terus menempel!”

Bukankah itu memang hal yang biasa kita lakukan? Aku tidak membuat bantahan
yang naif, dan hanya tersenyum serta mengangguk. Aku senang bisa tidur dengan
Kaede di pelukanku. Justru, aku ingin tidur dengan dirinya berada di pelukanku
sepanjang tahun, entah apapun musim yang sedang berlangsung.
“L-Lalu! Boleh tidak aku berada di posisi yang berbeda daripada bantal pangkuan?
Umm, begini sih sebenarnya tidak apa-apa, tapi aku maunya kau memelukku
dengan erat... habisnya aku merasa takut, apa kau mau?”

“Ya, aku mau. Apa yang harus kulakukan?”

“Kau begitu saja. Nah, aku akan pindah ke sini—sipp! Yuya-kun, tolong peluk aku!”

Tindakan yang diambil Kaede sederhana dan jelas. Alih-alih duduk di sofa yang
empuk, dia justru duduk di pangkuanku. Aku merasa deg-degan ketika merasakan
sensasi dari pantat bahenolnya Kaede, tapi aku segera merangkul pinggangnya dan
memeluknya dengan erat sesuai permintaannya.

“Ehehe. Sebenarnya aku selalu ingin menonton film dalam posisi ini. Dengan begini,
betapapun menakutkannya dinosaurus itu, aku akan baik-baik saja! Nah, tunjukkin
adegan menyeramkannya!”

Kaede, janga bergerak-gerak seperti itu di pangkuanku.

Saat aku memeluknya erat-erat agar dia tidak terlepas, aku bisa merasa kelembutan
tubuh marshmallownya yang mempesona lebih dari biasanya, dan itu membuatku
tidak bisa fokus pada film.

“L-Lari... Aa, tapi jangan ke sana! Sip... benar! Kalau ke situ tidak apa-apa! Cepat!”

Saat aku memeluk Kaede, yang begitu menikmati film layaknya anak kecil, segala
pikiran jahanam yang ada di kepalaku lenyap seketika. Aku akan terus memeluknya
dengan lembut sampai film itu selesai.

Aku menyukai Kaede yang memiliki daya tarik dewasa yang tidak sesuai dengan
usianya, tapi aku juga suka pada Kaede yang seperti anak kecil yang polos dan
bersemangat.

Aku ingin tahu apa yang akan terjadi jika dia bertemu Rika-chan? Mungkin saja,
secara tidak terduga mereka akan akrab.

Sambil memikirkan itu, aku menikmati menonton film.


Bab 73
Kaede yang Mengigau

Setelah ujian akhir selesai, tiga pertermuan akhir yang tersisa sudah seperti proses
penyelesaian. Upacara kelulusan dan penutupan para senior berakhir dengan
sukses, dan liburan musim semi sudah tiba. Dan setelah itu, tahun kedua kehidupan
SMA-ku akan dimulai.

“Mmh... ahh, jangan di sana. Yuyaa-kun... jangan... di sana.”

“......Kaede-san......”

“Ah! Lagi! Tolong lakukan itu lebih banyak!”

Kaede menggoyang-goyangkan tubuhnya. Dia menutup kakinya dengan erat seolah


dia merasa malu, tapi dia menggeliat dan bergerak seolah dia mencoba menahan
sesuatu. Perlahan-lahan, pipinya semakin memerah.

“Aku mencintaimu, Yuya-kun! Aku mencintaimu! Itu sebabnya... cintaiku aku lebih
banyak...”

Kaede memohon dengan suara melankolis, membuat detakan jantungku menjadi


tidak karuan. Jika dia mengatakan sesuatu seperti itu, aku jadi ingin memeluk
dirinya sekarang.

“Ataukah... Eheehe, apa kua lebih suka menjadi pihak yang dimakan, Yuya-kun? Apa
kau sukanya bermain dengan aku yang menjadi serigala, dan kau yang menjadi
kelinci?”

“............”

Kaede meneteskan air liurnya sambil memeluk bantalnya. Kalau dilihat begitu saja,
dia terlihat imut, tapi apa yang dia katakan terlalu berbahaya. Kenapa justru aku
yang dimakan? Yah, tetap saja ada bagian dari diriku yang menganggap kalau itu
tidak terlalu buruk.

“Kalau kau memang mau... Ehehe, aku akan melakukan yang terbaik!”

Lebih spesifiknya seperti apa kau akan melakukan yang terbaik? Ini akan menarik
untuk membiarkannya begitu saja dan melihatnya, tapi jika aku tidak segera
menghentikannya, mungkin itu akan buruk.
“Ah! Tatapan mata itu. Itu adalah tatapan pura-pura tolol yang bertanya seperti apa
aku akan melakukan yang terbaik, kan? Aku mengerti... Aku akan menunjukkan
keseriusanku padamu.”

Yosh. Mungkin aku harus membangunkannya sebelum dia menjadi serius dalam
mimpinya dan menyerangku. Aku tidak mau kalau dia jadi sampai merajuk, karena
hari ini kami ada kencan.

“Kaede-san. Kaede-san! Bangun udah pagi, hari ini kita akan pergi kencan, kan?”

“Apa sih? Apa kau mau mengatkan kalau kau tidak ingin aku membuatmu merasa
kenikmatan dengan pijatan spesial yang akan kulakukan sekarang?”

Oi. oi! Pijatan macam apa sudah itu! Aku sangat penasaran untuk melihat apa yang
hendak dia lakukan!? Tapi tidak, aku tidak boleh membiarkan pikiranku menjadi
seperti iblis di sini!

“Aku penasatan seperti apa pijatan itu, tapi ayo hentikan itu sekarang? Hari ini kita
mau pergi ke kuil untuk berdoa supaya kita berada di kelas yang sama, kan?”

“...Hah? Kencan...? Pergi ke kuil?”

“Iya! Kan aku sudah berjanji kalau kita akan pergi hari ini karena aktivitas klubku
diliburkan. Jadi ayo cepat bangun, Kaede-san!!”

Aku pun menggelengkan bahu Kaede dengan kuat. Aku bangun sedikit lebih awal
darinya dan dengan lembut melepasnya yang memelukku, kemudian pergi mencuci
muka dan menggosok gigi, menyiapkan sarapan, dan kembali ke kamar, tapi Kaede
masih sedang bermimpi. Apalagi, dia terlihat begitu bahagia dan sepertinya
mencoba bermain-main denganku di mimpinya.

Jika kau tidak segera bangun, kita akan kesiangan, tahu!!

“Hah...? Yuya-kun? Eh... piyama? Mungkinkah itu mimpi?”

“Yah, begitulah. Aku tidak tahu mimpi seperti apa yang kau alami, tapi cepatlah
bangun dan pergi sarapan.”

“Yuyuyu-Yuya-kun!! Apa tadi aku mengatakan sesuatu!? Apa tadi aku mengatakan
sesuatu yang aneh!?”

Kaede segera bangkit dan meraih bahuku, kemudian menguncangnya. Itu membuat
bola mataku seperti akan berbalik, jadi bisakah kau berhenti menggoyangkannya
“T-tidak apa-apa. K-kau tidak mengatakan sesuatu yang... aneh?”

“Kenapa kesannya ragu seperti itu!? Aku ada mengatakan sesuatu, kan!? Dan lagi,
kau mendengarnya, kan!? Ayolah, jujur dan akui itu padaku!”

“...Ah, itu. Gimana bilangya, sesuatu seperti bermain Serigala dan Kelinci, atau
sesuatu memberikan pijatan spesial...? Ahahahaha.”

Tersangka Yoshizumi Yuya, mengaku deengan mudah. Habisnya, jika aku menatap
mata Kaede yang terlihat berkaca-kaca, aku jadi tidak bisa berbohong. Dan juga,
sekalipun aku mencoba untuk menipunya, dia mungkin tidak akan merasa tenang
dan terus bertanya. Maka akan jauh lebih baik untuk mengatasinya lebih awal.

“Uh... Yuya-kun mendengarkan ngigauanku yang memalukan...”

“Apa kau meningat apa yang kau katakan ketika kau sedang tidur?”

“Ya... mungkin lebih tepatnya, aku dalam keadaan melamun dan samar-samar, jadi
entah bagaimana aku mengingat semuanya... Uh... aku jadi merasa tidak akan bisa
menikah.”

Kaede pun menangis. Jika dia akhirnya tahu apakah itu mimpi atau kenyataan, maka
itu mau bagaiman lagi. Hal seperti itu memang kadang-kadang terjadi. Selain itu—

“Jangan bilang begitu dong, Kaede-san. Kau adalah istriku, kan? Ups, bercanda!”

“...Apa maksudmu dengan bercanda?”

Eh, aku sedang mencoba menghiburmu disini, tapi mungkinkah aku justru menekan
tombol yang berbahaya? Tidak, itu tidak bercanda, justru aku sangat mencintaimu
sehingga aku ingin kau menjadi istriku.

“Terima kasih, Yuya-kun. Oh iya, kita masih belum melakukan ciuman ‘selamat pagi’
kan?”

“K-Kau benar... Selamat pagi, Kaede-san.”

“Ya, selamat pagi, Yuya-kun.”

Ciuman pagi hari yang seperti arungan, seperti cara burung-burung


mengekspresikan cinta mereka. Itu adalah ciuman lembuat yang menyampaikan
cinta kami dengan cara yang menyegarkan, berbeda dari ciuman penuh nafsu di
malam bulan purnama yang telah menjadi standar sebelum tidur.
“Fufufu. Padahal ciuman di pagi dan malam hari berbeda, tapi perasaannya tetap
sama.”

Kaede tersenyum padaku dengan senyum menawan seperti bunga sakura yang
mekar penuh.

Aku berharap agar aku bisa bersamanya tidak hanya di rumah saja, tapi juga di
sekolah.

“Kalau begitu, kita harus berdoa-doa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan untuk
mewujudkan hal itu.”

Tuhan, kumohon pada-Mu. Tolong tempatkan aku di kelas yang sama dengan Kaede
di kelas 2 SMA-ku.

Bab 74
Doa Di Kuil Perjodohan

Setelah sarapan dengan cepat, Kaede mengeluarkan pakaian dari lemari, terlihat
begitu bersemangat tentang pakaian apa yang akan dikenakannya hari ini. Aku
mengenakan T-shirt dan celana jeans. Ini setelan yang sederhana dengan jaket
musim semi di atasnya, jadi sejujurnya itu sedikit bermasalah jika dia menjadi
terlalu bersemangat seperti itu.

“Kau memliliki tubuh yang tinggi dan style yang bagus, jadi setelan sederhana
seperti itu saja terlihat sangat cocok untukmu, malahan kau terlihat seperti seorang
model loh?”

Kaede mengatakan padaku untuk menjadi lebih percaya diri, tapi aku tidak begitu
yakin tentang itu. Yah, aku sih tidak terlalu tertarik dengan gagasan menghabiskan
uang untuk fashion, tapi jika Kaede bilang itu keren, maka tidak ada masalah.

“Maaf membuatmu menunggu! Baiklah, ayo pergi, Yuya-kun!”

Kaede mengenakan kaus putih dan rok panjang bermotif bunga. Itu adalah pakaian
musim semi yang menonjolokan keimutan serta keindahan Kaede. Namun,
rambutnya tidak ditata seperti biasanya, kali ini itu ditata dengan model half-up,
membuatnya terlihat lebih dewasa.

Duh, pakaiannya sih tidak terlalu berbeda, tapi apakah dia akan jadi terlihat seimut
ini hanya karena gaya rambutnya berbeda dari biasanya?
“B-Bagaimana? Apa aku terlihat imut?”

Aku segera kembali ke diriku sendiri ketika mendegar suara Kaede, yang terdengar
sedikit cemas. Gawat, dia terlalu imut sampai aku sempat kehilangan kesadaranku.

“Tentu saja! Itu terlihat cocok dan imut untukmu! Tidak, menurutku sih apapun
yang kau kenakan akan tetap terlihat imut padamu, tapi apa yang terlihat sangat
bagus sekarang adalah rok bermotif bunga itu! Aku ingin sekali melihatmu
memgenakan celana panajang, tapi kau yang mengenakan rok panjang juga 120%
cantik dan imut! Merasakan hal seperti itu, membuatku mendapatkan perasaan
ingin terus melindungmu.”

“Yu-Yuya-kun!?”

“Tapi, tapi! Yang mencolok juga adalah gaya rambut yang terlihat cocok untukmu!
Kau biasanya menguraikannya, tapi kau yang mengikatnya seperti itu juga terlihat
sangat bagus! Kesannya seperti keimutan dewasa gitu? Kalau harus kubilang, ini
adalah dua keindahan dalam satu sosok? Kau terlihat imut dan dewasa pada yang
sama, jadi—”

“Berhentiiiii!! Udah cukup, Yuya-kun! Jika kau mengatakan lebih dari itu, aku akan
mati karena malu!”

Pipi Kaede memerah saat dia memegangi mulutku dengan tangannya, mencegahku
untuk tidak mengatakan apa-apa lagi. Kenapa! Kan aku hanya menekankan betapa
imutnya Kaede hari ini!

“Uuuh, Yuya-kun tolol! Jangan mengatakan hal-hal seperti itu! Aku memang senang,
tapi aku juga tidak menahan rasa maluku!”

Kaede pun memukul-mukul dadaku dan mengeluarkan suara protes. Aku suka
dengan dia yang ngambekkan seperti ini. Itu membuatku secara tidak sadar jadi jadi
tersenyum dan menepuk-nepuk kepalanya. Setelah itu, Kaede menundukkan
wajahnya dan terdiam.

“Uu... itu curang. Jika kau membelai kepalaku seperti itu, aku jadi sangat senang dan
tidak bisa memprotes.”

Reaksinya sangat lucu, jadi aku tidak bisa menahan diri untuk memeluknya dengan
erat dan menepuk-nepuk punggungnya. Aku merasa diriku tidak bisa meninggalkan
rumah untuk waktu yang lama, tapi jika aku bersamanya yang seimut ini, berapa
lama pun aku sama sekali tidak peduli.
“Isssh... Yuya-kun tolol... tapi aku senang kau menyebutku imut.”

Kaede juga merangkulkan lengannya di pinggangku dan menarik dirinya lebih


dekat.

Aku terlalu banyak membelai kepalanya, dan jadinya kami melewati jadwal yang
direncanakan, tapi aku merasa senang, jadi itu tidak masalah!

---

Setelah naik kereta, kami menuju ke kuil di kawasan pusat bisnis, yang terkenal
akan perjodohannya. Kuil ini populer sebagai spot kekuatan percintaaan, dan
meskipun sekarang adalah hari kerja, tempat itu ramai dengan anak muda, dan ada
antrean panjang yang menunggu untuk menyerukan harapan.

“Padahal ini hari kerja, tapi di sini ramai sekali. Seperti yang bisa dibayangkan dari
tempat yang di sebut spot kekuatan percintaan.”

“Aku bisa mengerti bahwa ada banyak pelajar dan anak muda seperti kita, tapi... ada
apa dengan ketiga pria berjas itu. Apa mereka bolos kerja?”

Tiga pria berjas berdiri tidak jauh di depan kami dalam antrrean. Di antara mereka
ada yang usianya sekitaran 20-an, dan ada yang 40-an. Mungkinkah mereka itu
adalah bos dan bawahan? Tapi, percakapan yang kudengar sangat menarik.

[Tahun ini aku pasti akan menikah! Nishi-chan, kuserahkan padamu untuk
mempertemukanku dengan jodohku!]

[Itu musathil. Lagian Ketua Katou maunya dengan orang Armenia, kan?]

[Itu benar! Bukankah orang Armenia itu level keimutannya terlalu tinggi??]

Aku bahkan tidak tahu di mana Armenia itu berada, tapi setidaknya aku tahu bahwa
alasan mengapa kelompok berjas itu datang ke kuil ini adalah atas inisiatif atasan
mereka. Apa kalian tidak masalah dengan itu, para salaryman? Atau lebih tepatnya,
bos yang menyukai orang Armenia itu cukup maniak, bukan?

“Fufufu. Ada begitu banyak orang dengan harapan yang berbeda-beda di sini.
Dengan begini, kita tidak akan bosan menunggu.”

Kaede tersenyum dan memelukku lenganku dengar erat. Sweatshirt yang dikenakan
Kaede memiliki ukuran yang besar, jadi saat dia menempel seperti ini, aku bisa
merasakan kesan lembut dan montok.
Tapi tetap saja, rasanya memalukan saat lenganku dipeluk secara terbuka di
hadapan banyak orang seperti ini.

[Apaa-apaan dengan pasangan yang ada di belakangan itu! Mereka terlihat sangat
bahagia sambil bergandengan tangan! Apalagi mereka memamerkanya di depan
publik! Mati aja kalian bangsat!]

[Pasangan dari pria tampan dan gadis cantik, ya. Kenapa mereka datang ke kuil
perjodohan? Apa mereka mau ngejek orang-orang seperti kita?]

[Enaknya! Aku juga ingin bermesraan dengan gadis cantik!]

[Ketua... itu memalukan, jadi harap diam sedikit.]

Pria termuda dari ketiga orang itu tersenyum dan meredam suara yang dilontarkan
ole si ketua. Tatapanku bertemu dengannya, dan dia membungkuk kepadaku. Secara
refleks, aku juga balas membungkuk kapadanya dengan ringan. Semoga beruntung,
salaryman!

Ketika kami mendengarkan percakapan para salaryman yang menyenangkan itu,


akhirnya giliran kami tiba dalam waktu singkat. Sambil sedikit gugup, kami
memasukkan uang, membunyikan bel, dan membungkuk dua kali. Dan setelah
bertepuk tangan dua kali, kami berdoa kepada Dewa.

Kuharap aku akan sekelas dengan Kaede.

Kuharap aku bisa terus bersama Kaede selamanya.

Ini adalah dua hal yang kuharapkan. Saat aku melirik Kaede yang berdiri di
sampingku, dia terlihat sedang mendoakan harapannya dengan sungguh-sungguh.
Aku pun menunggu Kaede menyelesaikan doanya, kemudian membungkuk lagi di
bagian akhir dan sesi doa selesai.

Bab 75
Jika doa kami tidak terkabul, maka Dewa adalah sosok yang teduh

“Harapan apa yang kau doakan, Yuya-kun?”

Begitu kami selesai berdoa dan bergandengan tangan, Kaede menanyakan itu
padaku. Yah, itu memang klise, atau malah lebih seperti janji, tapi ‘kan kau tidak
harus menaatinya dengan patuh seperti itu?
“Katakan saja, tidak apa-apa kok. Jika kau memang malu mengatakannya, maka aku
yang akan memberitahumu doaku! Fufuu... ‘Kuharap aku akan sekelas denganmu’
dan ‘Kuharap aku bisa terus bersama denganmu selamanya’. Itulah dua harapan
yang kudoakan.”

“...Aku juga sama seperti itu. Persis sama malahan. Kuharap aku akan sekelas
denganmu, dan kuharap aku bisa terus bersama denganmu selamanya. Aku berdoa
untuk itu dengan sepenuh hati dan jiwaku,”

Aku senang karena kami menginginkan hal yang sama, tapi aku tidak menyangkan
kalau doa kami akan sama persis. Aku terkejut sekaligus terkesan. Jika Dewa tidak
mengabulkan doa kami meskipun kami sama-sama saling memikirkan satu sama
lain, maka Dia pastilah sosok yang licik yang membenci dunia nyata.

“Jika kita berdua menginginkan hal yang sama, maka Dewa pasti akan
mengabulkannya! Tapi bagaimana jika Dia tidak mengabulkannya?”

“Yah, jika itu tidak terkabul, aku akan berkeliling memberi tahu orang-orang bahwa
Dewa di sini adalah sosok yang teduh dan tak menentu.”

“Apaan coba itu? Dewa di sini adalah Dewa perjodohan, jadi aku yakin kalau Dia ada
di pihak kita! Oh iya, mumpung kita lagi ada di sini, kenapa kita tidak melihat-lihat
jimat atau semacamnya?”

Kaede menarik tanganku dan menuju ke toko yang ramai, dimana di situ ada banyak
jimat dan tali pengikat. Ada begitu banyak banyak warna, corak, dan tipe yang
berbeda, sehingga menyenangkan untuk dilihat.

“Fufufu. Yang mana yang harus kita pilih? Kita kan sudah terikat bersama, jadi akan
lebih baik untuk memilih sesuatu selain ikatan perjodohan. Aah, bagaimana kalau
yang ini!? Bukankah itu sempurna untuk kita kedepannya!?”

Tanpa ragu, aku mengambil jimat bulat yang dimaksudkan Kaede. Namun, ketika
aku melihat kata-kata yang tertulis di atasnya, secara refleks aku menyentil jidat
Kaede.

“Aww! Apa yang kau kau lakukan? Sakit, tahu!?”

“Maafkan, aku gak sengaja. Hanya saja, Kaede-san. Bisakah kau membaca apa yang
tertulis di jimat itu?”

“Eh? Tulisannya adalah ‘harapan untuk persalinan dapat berjalan dengan lancar’,
apakah ada masalah dengan itu?”
“Justru tidak ada apa-apa selain masalah!? Kenapa kita justru berdoa untuk
persalinan yang lancar di sini!? Kita ini masih SMA, tahu!? Masih terlalu dini bagi
kita memikirkan hal seperti itu.”

Di antara banyak jimat yang tersedia, dengan ekspresi bangga Kaede memilih jimat
yang berdoa agar persalinan dapat berjalan dengan lancar. Hal seperti masih terlalu
dini bagi kami yang masih dalam tahap berciuman. Apalagi saat aku membaca
penjelasannya:

[Aku berdoa untuk persalinan yang damai dan kelahiran anak yang sehat.]

Hal seperti itu bisa diketahui bahwa jimat itu adalah sesuatu yang tidak berguna
bagi kami yang sekarang. Bukankah ini baru diperlukan setidaknya setelah kami
menikah dan nama keluargaku menjadi Hitotsuba?

“Uggh... Kupikir itu akan bagus, tapi jika kau bilang begitu, maka ya sudahlah. Tapi
tetap saja, aku sangat menantikan hari ketika kita membutuhkan ini, Sa-yang-ku.”

Di akhir. Kaede menampikan senyum lebar dan memelukku erat-erat. Saat aku
membayangkan masa depan yang seperti itu, aku menggaruk-garuk pipiku untuk
menutupi rasa maluku. Aku yakin, kalau sekarang wajahku terlihat merah padam
seperti gunung berapi sebelum meletus.

[Hei, Nishi-chan. Tidak apa-apa ‘kan kalau aku menyerang dua anak SMA di
belakang itu? Tidak masalah ‘kan kalau aku melabrak mereka untuk jangan
bermesraaan?]

[Tidak apa-apa kok, Katou-san. Lagian jika sumber dari suasana manis yang tiba-
tiba muncul ini tidak segara diatasi, kita akan menderita diabetes.]

[Nishi-san, Katou-san. Kumohon, tolong hentikan. Aku tahu suasananya manis, tapi
ayo kita pergi dari sini dan melihat ramalan!]

Itu adalah tiga orang berjas tadi yang melihat kami dengan tatapan kebencian. Yang
termuda di antara mereka dengan mati-matian menenangkan si ketua dan
bawahannya, yang memiliki api kecemburuan di mata mereka, kemudian
mendorong punggung mereka untuk membimbing mereka ke sudut ramalan.
Terima kasih banyak ya, pria termuda.

“Jika kau tidak mau berdoa untuk persalinan yang lancar, yang mana yang kau
inginkan, Yuya-kun? Keamanan Rumah? Keberhasilan Akademis? Aku bingung.”
Tidak, kupikir keduanya akan bagus. Karena kami tinggal bersama, Keamanan
Rumah akan bagus, dan karena kami berdua adalah pelajar, Keberhasilan Akademis
juga bagus. Tapi ada sesuatu yang sempurna untuk keingingan kami berdua, jadi
aku langsung mengambilnya.

“Bagaimana dengan yang ini? Ini adalah jimat untuk pemenuhan keingingan hati
seseorang, jadi menurutku yang ini lebih cocok untuk kita, bagaimana menurutmu?”

Semoga kami bisa sekelas. Semoga kami kami bisa terus bersama selamaya. Tidak
ada yang lebih baik daripada jimat yang berisi doa untuk memenuhui keiningan
tulusmu. Warnanya juga ada dua, putih dan biru tua, jadi itu akan terlihat serasi.

“...Jimat agar keinginanku dan Yuya-kun akan menjadi kenyataan, ya. Fufufu, kau ini
benar-benar romantis, Yuya-kun. Keren banget.”

“Aku ingin membeli model boneka beruang yang serasi itu, tapi kita sudah ada
boneka beruang di rumah. Selain itu, aku selalu menginginkan sesuatu yang bisa
kubawa-bawa sepanjang waktu. Jadi kupikir itu akan bagus jika itu adalah jimat.”

“Menurutku itu bagus. Itu juga menunjukkan seberapa kita peduli satu sama lain!”

Saat dia mengatakan itu, Kaede mengambil kedua jimat itu dan membayarnya.
Tindakannya sangat alami sehingga aku tidak bisa menyelanya. Padahal harusnya
aku membeli jimat yang menjadi bagianku.

“Karena doanya sama, kupikir akan lebih jika membelinya bersamaan. Nah, yang
biru tua adalah punyamu. Ayo menaruhnya di tas kita saat pulang nanti.”

“Kau benar, tapi jika Shinji dan Otsuki-san melihat ini, mereka pasti akan mengejek
kita lagi.”

Sangat mudah untuk membayangkan adegan tersebut. Aku yakin Otsuki akan
memperhatikan bahwa itu adalah jimat yang serasi, dan menanyangkan keingingan
apa yang kami doakan. Setelah itu, Kaede akan membicarakannya dengan penuh
semangat, dan kami akan diejak oleh Shinji sebagai [Meotople]. Ya, kira-kira
begitulah alirannya.

“Dengan ini sempurna, kita pasti akan sekelas!”

Meskipun aku merasakan ketakutan yang tidak berdasar, tapi Kaede terlihat
bersenang-senang. Yah, lagian ini bukan yang pertama kalinya kami diejek oleh
kedua orang itu, jadi tidak ada gunanya memikirkan itu. Mereka mungkin bahkan
tidak akan bertanya.
“Kalau begitu. Tolong tetap bersamaku selamanya.”

“Tentu saja, Kaede-san. Ayo kita tetap bersama selamanya.”

Aku mencintamu, tambahku di dalam hati, karena sangat memalukan untuk


mengatakannya secara langsung.

Aku meletakkan jimat itu di tasku, dan kami meninggalkan kuil dengan jari-jari kami
yang terjalin erat agar kami tidak berpisah.

Bab 76
Kaede Fashion Show?

Saat makan siang, kami membicarakan rencana kami untuk sisa hari itu. Sejujurnya,
doa yang menjadi tujuan kami sudah kami lakukan, jadi sekarang kami bingung mau
ngapain. Kaede bilang dia mau berbelanja, tapi aku penasaran, apa yang mau dia
beli?

“Kupikir sudah waktunya unuk membeli yang baru. Jadi jika aku memang harus
membelinya, aku ingin mendengar seleramu seperti apa?”

“Hmm? Seleraku? Memangnya kau mau beli apa Kaede-san?”

Apa dia mau beli pakaian musim semi? Rok panjang yang dia kenakan hari ini
terlihat stylish dan imut, tapi bagiku, Kaede yang punya style yang bagus pasti akan
terlihat cocok mengenakan celana ketat. Aku sangat ingin melihat Kaede
mengenakan setelan seperti itu.

“Fufu, bukankah itu sudah jelas. Yang mau kubeli itu... pakaian dalam.”

Aku hampir jatuh dari kursiku saat dia mendekatkan wajahnya dan berbisik di
telingaku agar tidak ada yang mendengar.

Kau ini bicara apa sih Kaede!?

“Eh, emang gak boleh ya? Aku kepingin memakai sesuatu yang menurutmu itu
imut... jadi bisa tidak kau memilihkannya?”

Oi, oi, oi. Kaede akan mengenakan pakaian dalam yang menurutku imut? Aku tidak
yakin apakah itu membuatku senang atau malu, tapi yang jelas, apa aku akan punya
kesempatan lain untuk bisa melihatnya seperti ini!?
“Tenang saja. Aku akan memakainya setiap malam setelah mandi dan akan
mengadakan fashion show hanya untukmu.”

“Hah!? Kau ini bicara apa sih, Kaede-san!?”

“Yuya-kun. Kalau kau berteriak seperti itu, kau akan menganggu pelanggan yang
lain, jadi pelankan suaramu sedikit, oke?”

Sekalipun kau mengatakan itu, mana bisa aku tidak berteriak! Err, fashion show
setelah mandi!? Aku akan melihat Kaede mengenakan pakaian dalam yang
kupilihkan saat tubuhnya masih hangat setelah mandi! Apa-apaan dengan metode
pemikat yang canggih ini.

“Kaede-san... sampai seberapa serius kau mengatakan itu?”

“Fufufu, entahlah? Kalau menurutmu sebarapa serius?”

Ahaha. Bahkan sekalipun itu adalah Kaede, dia tidak akan melakukan itu, kan?

“Kalau itu mah... tergantung keadaannya.”

Bukankah ada yang salah dari caramu mengatakannya?

---

Secara tak terduga, Keade benar-benar serius, dan begitu kami memasukii mall, dia
menarik tanganku dan menuju ke bagian pakaian dalam.

“E-err... Kaede-san? Kau serius pergi ke sini bersamaku?”

“Ya jelas lah! Jika aku memang harus memakainya, aku ingin menyesuaikan itu
dengan seleramu, jadi tolong beri tahu aku pendapat jujurmu.”

Tampaknya aku tidak punya hak untuk menolak. Setelah menelan ludah, aku
memantapkan tekadku dan melangkah ke wilayah yang tidak bisa diganggu gugat.

Itu benar-benar surganya laki-laki, suatu tempat dimana pakaian dalam berwarna-
warni dipajang di sekeliling pandangan. Ada beberapa pelanggan wanita muda
disana-sini, namun Kaede lah satu-satunya yang datang dengan pacarnya. Berkat
itu, berbagai pandangan yang menusuk ke arahku terasa menyakitkan.

“Yuya-kun, kau sukanya yang warna apa? Bagaimana dengan motifnya? Apa kau
suka dengan motif bunga yang cantik? Atau kau lebih suka jenis renda yang
memberikan kesan dewasa? Di sini juga kelihatnnya ada yang disebut dengan bra
pita? Whoa... semuanya bagus-bagus, Yuya-kun!”

Tolong jangan dorong aku ke tepi jurang. Aku mohon dengan sangat, hentikan. Aku
hanya bisa setuju bahwa semua itu cantik dan bagus, tapi ketika harus memilih
mana yang terlihat bagus untuk Kaede, itu adalah proses yang menyakitkan karena
aku jadi harus berpikir keras.

Misalnya, set pakaian dalam bermotif bunga oranye yang dikenakan oleh maneken
yang dipajang di depan. Warnanya cantik dan motif bunganya tidak terlalu
flamboyan, tapi desainnya sangatlah seimbang. Maneken itu mengenakan kamisol,
yang menciptakan tampilan mempesona yang tak terlukiskan. Apabila Kaede yang
keluar dari kamar mandi mengenakan pakaian dalam ini—

Aku menggelengkan kepalaku untuk menyingkirkan pikiran jahanam dan


mengalihkan perhatikanku ke maneken yang ada di sebelahku. Kali ini, itu di desain
dengan pipi yan memerah dan penuh gairah dengan suasana dewasa.

Desainnya sendiri sih sederhana, namun bunga mawar di bagian samping cup
memberikan keindahan feminin dan kekuatan pikiran yang tidak mudah disambar.

Namun yang mengejutkan adalah, bawahan yang dikenakan oleh maneken ini
adalah T-back. Jika Kaede mengenakan pakaian dalam yang bergairah ini dan
menghampiriku dengan pose macan tutul—

Duh, ini buruk. Jangan bayangkan. Apapun setelannya, keduanya akan tetap
membuat akal sehatku sirna. Aku harus menyapa ayah mertuaku dulu sebelum hal-
hal seperti itu terjadi.

“Yuya-kun, apa kau baik-baik saja? Wajahmu kelihatan lebih merah dari sebelumnya
loh... Fufufu, apa seleramu itu yang seperti ini?”

“Hya!? K-K-Kaede-san!? K-Kau salah paham!? Di depanku kebetulan ada maneken,


jadi aku hanya membayangkan seperti apa saat kau memakai setelan seperti ini!?”

“Terus, bagaimana menurutmu saat membayangkanku mengenakan pakaian dalam


ini? Apa itu terlihat imut?”

“Tentu saja! Itu imut dan erotis banget! Aku yakin aku akan gugup saat aku
menerima tekanan dari setel—”

Apa yang kukatakan!? Kenapa aku malah membeberkan apa yang kupikirkan
dengan jujur! Memang benar sih itu imut dan erotis. Tapi kalau cuman kesan itu,
bahkan handuk mandi, pakaian renang sekolah yang ketat, dan piyama tanpa bra
pun sudah cukup imut dan erotis.

“B-Begitukah. Jadi itu imut dan erotis, ya... Uuh, aku tidak menyangka Yuya-kun
menyukai pakaian dalam yang seperti ini, tapi...”

Pipi Kaede merona cerah saat dia menatapku, dan dengan semangat pejuang yang
gigih, dia mengambil dua set pakaian dalam yang kubayangkan dia kenakan dan
memasuki ruang ganti. Tentu saja, mulai dari sini aku tidak akan diizinkan masuk,
jadi aku memutuskan untuk keluar dari toko.

Setelah lebih dari sepuluh menit. Kaede langsung menuju kasir, menyelesaikan
pembayaran, dan kemudian mendekatiku. Wajahnya terlihat lebih merona dari
sebelumnya, apakah dia baik-baik saja?

“Ehehe. Saat aku mencoba keduanya, ternyata semuanya lebih imut dari yang
kuduga, jadinya aku beli saja dua-duanya. Dengan begini, aku akan bisa membuatmu
jadi klepek-klepek*!”

“Itu tidak perlu. Kau sendiri saja sudah membuatku lebih dari cukup klepek-klepek.”

Selain itu, akan lebih tepat menyebutnya deg-degan daripada klepek-klepek. Dia
sangat imut, membuatku jadi tidak yakin apakah aku bisa menahan diri hanya
dengan memeluk dan menciumnya.

“Oh iya! Di ruang ganti tadi aku sempat mengambil foto, apa kau mau melihatnya?”

Dengan wajah yang semakin memerah, Kaede mendekatiku. Entah kenapa, aku
tidak bisa untuk tidak bertanya-tanya, apa dia berada dalam mode agresif dimana
dia tidak bisa untuk tidak membuatku terpisu.

“Tidak... aku tidak ingin melihatnya melalui foto, tapi melihatnya secara langsung!
Aku sangat menantikan saat itu, Kaede-san.”

“Yuya-kun!?”

Fuhaha! Aku akan melepaskan akal sehatku dan membuat wajamhu itu jadi imut
dan malu-malu! Jangan pikir kalau aku akan selalu kau kalahkan!

“Issh... jika kau mengatakan itu, maka aku pasti akan mengadakan fashion show.
Kuharap kau akan siap untuk itu.”
Dengan mulut yang berkedut, Kaede mengatakan itu sambil sedikit merajuk. Dengan
serangan balasan darinya itu, HP-ku langsung dibuat berkurang jadi 0.

Bab 77
Favoritnya Kaede?

Setelah menyelesaikan salah satu misi terbesar yang pernah ada untuk memilih
pakaian dalam Kaede. Sekarang kami sedang isitirahat di Food Court. Meskipun HP-
ku sudah 0, saat ini masih lewat pukul 15.00. Kami lagi kencan sekarang, jadi masih
terlalu dini untuk pulang.

“Mau tidak pergi menonton film di bioskop? Apa kau tahu suatu karya yang
menarik?”

“Hmm... ada beberapa sih, tapi yang paling ingin kutonton adalah episode terakhir
dari trilogi teatrikal. Lagian, versi film tahunan Detekif Sekolah Dasar akan keluar
bulan depan.... jadi selain itu, tidak ada karya lain yang menarik minatku. Kau
sendiri, apa kau punya karya yang kau minati, Kaede-san?”

Aku benar-benar ingin melihat episode terakhir dari film trilogi teatrikal, di mana
tujuh penyihir terpilih dan pengikut mereka saling membunuh. Tapi aku tidak bisa
melakukannya, karena aku sudah janji untuk menonton episode ini bersama Shinji.
Aku sih tidak keberatan menontonnya dua kali, tapi Kaede mungkin akan bosan saat
menontonnya karena dia belum menonton episode 1 dan 2.

“Aku sih tidak keberatan menonton apa yang ingin kau tonton. Tapi, hmmm... aku
agak bingung,”

Sambil mengerang, Kaede membuat wajah yang merenung. Sejujurnya, bisa


bersama Kaede seperti ini saja aku sudah senang. Saat aku memikirkani ini, aku
menerima pesan di ponselku. Itu dari Shinji, dan pesannya disertai dengan file
video.

“Aku baru ingat, aku lupa mengirim video saat kami pergi karaoke, jadi aku
mengirimkannya. Hitotsuba-san terlihat sangat imut loh.”

Hou. Jadi kau melihat keimutan Kaede yang yang tidak kuketahui ya, Shinji. Apa itu
ada di dalam video ini? Aku harus segera menontonnya!

[Cinta itu *** !]


“—Buhahaha!!”

“Yu-Yuya-kun!? Kau kenapa!? Eh, ini kan—!?”

Tanpa sengaja aku tertawa. Bukankah ini adalah lagu yang terkenal ketika detektif
sekolah dasar menari di opening! Apalagi, dalam video tersebut, Kaede-san tidak
hanya menyanyi dengan baik, tapi juga menampilkan tarian yang intens dan terlihat
bersenang-senang.

“Kenapa video ini bisa ada!? Oh, pasti ini ulah Higure-kun! Kalau kuingat-ingat lagi,
saat itu dia cengar-cengir bersama Akiho-chan saat sibuk memegangi ponselnya...
Nah Yuya-kun, tolong hapus video itu.”

“Kenapa? DI vedio ini kau bernyanyi dan menari dengan baik, jadi aku ingin
menyimpannya. Selain itu, lagu yang kau pilih itu, bukankah itu menarik?”

“Kenapa kesannya seperti bertanya gitu! T-Tentang lagu ini! Akiho-chan lah yang
memilihkannya! Dia benar-benar seenaknya saat itu! Aku sama sekali tidak
memilihnya kok!”

Terlepas dari alasannya itu, dalam video itu Kade menari dengan gembira. Selain
itu, dia bahkan menyanyikan lagu itu dengan sempurna, Kalau menilai dari video ini,
ini artinya lagu dan tarian ini adalah favoritnya.

“Padahal aku ingin menyanyikan Beni*hana atau lagu-lagu keren lainnya, tapi
Akiho-chan hanya memilihkan lagu-lagu seperti ini...” [Catatan Penerjemah: Gak tau
referensi dari mana.]

Lagu yang menyebabkan perubahan besar itu, ya? Memang sih, itu lagu yang keren.
Jika Kaede menyanyikannya, aku akan dengan senang hati mendengarkannya.

“Uh... kalau sudah seperti ini, ayo kita pergi ke karaoke! Aku akan menunjukkan
diriku yang bernyanyi dengan keren! Dan kemudian, aku akan merekam itu dan
mengirimkannya ke Higure-kun dan Akiho-chan!”

Tanpa mendengarkan pendapatku, Kaede berdiri dan mulai berjalan. Aku buru-buru
mengejar dan meraih tangannya agak kami tidak terpisah.

“Nah, ayo pergi, Yuya-kun! Mulai dari sini adalah panggungku! Dengarkanlah
laguku!”
“Rasanya ada semacam efek khusus pahlawan atau diva galaksi yang tecampur di
dalamnya, tapi jika aku bisa mendengarmu bernyanyi secara langsung, aku akan
dengan senang hati ikut denganmu.”

Dalam video tersebut, ada banyak suara yang bercampur di dalamnya, jadi jika aku
bisa mendengarkannya bernyanyi secara langsung, itu akan bagus. Selain itu, aku
bisa membakar penampilan Kaede yang bernyanyi dengan sangat keren di mataku
sendiri. Jadi sejujurnya, aku tidak ingin mengirimkan rekamannya ke Shinji dan
yang lainnya.

“Issh. Kau ini terlalu serakah, Yuya-kun. Yah, tapi jangan khawatir. Lagu yang akan
kukurimkan ke Akiho-chan adalah lagunya Mak* Lip. Seperti lagu yang ada di
detektif sekolah dasar, itu juga ada tariannya, jadi ini akan sempurna” [Catatan
Penerjemah: Referensi dari 真っ赤なLip.]

“Tidak, itu saja kan sudah cukup keren.”

“Ckckckck, kau terlalu naif, Yuya-kun. Memang sih ini bagus, tapi aku punya lagu
yang akan merebut hatimu lebih dari ini. Selama dua jam ke depan. Aku akan
membuatmu mabuk kepayang!”

Senyuman percaya diri dan tak kenal taku di wajahnya membuat tanpa sadar
terpesona. Ini gawat, jika Kaede menjadi sekeren ini, mungkin aku tidak keberatan
diapa-apain olehnya.

“Terus kau mau nyanyi lagu apa, Yuya-kun? In*erno? Atau mungkin Say*nara Elegy?
Aku tidak sabar ingin mendengarmu bernyayi!”

Eh, aku juga bernyanyi? Dan lagi, bukannya pilihan lagu itu cukup sulit?

“Ayo kita rekam video saat kau sedang bernyanyi nanti! Tapi tenang, aku tidak akan
mengirimkannya ke orang lain, jadi kau tidak perlu khawatir. Aku hanya akan
menggunakannya untuk tontonan pribadi.”

Justru aku lebih khawatir tentang itu tahu!

Bab 78
Waktunya Hukuman

Berbeda denganku yang lelah secara mental dan fisik, Kaede pulang dengan wajah
tersenyum. Hanya ada satu alasan mengapa aku sangat lelah.
“Yuya-kun, semangat dikit dong. Kau tidak perlu mengkhawatirkan tentang itu,
tahu!”

“Kalau begitu, bisakah kau menghapus videoku yang kau rekam di karaoke sekarang
juga?”

“Oh, aku tidak bisa melakukan itu.”

Njir, jawaban langsung! Aku hanya bisa menghela nafas dan merosot ke atas meja.
Aku tidak menyangka dia akan benar-benar merekam videoku yang sedang
bernyanyi. Aku tidak tahu kapan dan di mana itu akan tersebar, jadi aku ingin video
itu segera dihapus!

“Aku tidak pernah mengira kalau kau akan menyanyikan lagu Jepang yang terkenal.
Apalagi, kau menyanyikannya dengan sempurna sampai mirip dengan ritme
aslinya... itu mengagumkan.”

Udah hentikan! Kau sendiri tahu kan kalau ada saat-saat ketika manusia mengalami
semangat yang terlalu tinggi! Berkaraoke itu memang menyebalkan pada awalnya,
tapi saat aku bernyanyi, aku jadi bersemangat dan langsung merasa dalam kondisi
yang sangat prima! Selain itu, aku bahkan jadi bisa menghasilkan suara bernada
sangat tinggi yang biasanya tidak bisa kulakukan.

“Shinji-kun pernah bilang padaku, kalau saat kau menyanyi itu adalah saat yang
terbaik. Aku tidak menyangka aku akan bisa mendengarkannya secara langsung.
Selain itu, aku bahkan bisa merekamnya dalam video. Karenanya, boleh ‘kan kalau
aku mengirimkannya ke Akiho-chan?”

“Tidak boleh, sangat-sangat tidak boleh. Kalau kau mengirimkannya ke Otsuki-san,


maka tidak akan ada ciuman ‘selamat malam’.”

“Ugh... Kau bahkan tidak memberiku ciuman ‘Aku pulang’, dan sekarang kau juga
tidak memberiku ciuman ‘selamat malam’! Bukankah itu terlalu kejam! Aku ingin
meminta pengadilan ulang.”

Kaede menghantam meja dengan keras dan menuntut pengadilan ulang. Sekalipun
aku sangati ingin berciuman, tapi maaf saja, mengingat video itu ada, aku tidak akan
melakukannya. Hampir setiap saat aku selalu tertelan oleh momentumnya Kaede,
tapi sekarang aku tidak boleh kalah!

“Begitu ya. Jadi kau mengabaikan permintaanku. Aku mengerti. Jika kau mau
mengambil sikap itu, maka aku juga punya ide sendiri!”
Sekali lagi menimbulkan suara keras, Kaede berdiri dengan penuh semangat.

“...Apa yang mau kau lakukan?”

“Aku mau mengirimkkan videomu yang bernyanyi dengan penuh semangat kepada
Akiho-chan dan Higure-kun,”

Aku mengangkat wajahku, dan yang masuk ke pandanganku adalah Kaede dengan
ekspresi kemenangan di wajahnya. Pasti ponsel yang ada di tangannya itu sudah
siap mengirimkan videoku ke Otsuki dan Shinji kapan saja. Aku harus menghentikan
dia mengirimkannya. Tapi, agak menjengkelkan jika dia terus melakukan apa yang
dia mau seperti ini. Aku akan memberinya pelajaran.

“Fufufu. Nah, Yuya-kun. Mungkin sudah agak terlambat kalau kau tidak ingin aku
mengirimkan video ini kepada mereka berdua, jadi jika kau memberikanku ciuman
‘Aku pulang’, aku akan menghapus video ini.”

‘Nah, apa yang mau kau lakukan?’ tambah Kaede, dengan seringai di wajahnya.

Saat itu, aku mengar adanya suara sesuatu yang terputus di benakku. Jika kau
melakangkah sejauh ini, aku akan menangappinya dengan serius. Bahkan jika kau
menyelesainya, itu sudah terlambat.

“...Baiklah, Kaede-san.”

Aku mengatakan itu dengan nada yang rendah dan perlahan berdiri. Mungkin
menyadari perubahan halusku, seringai di wajahnya menyeringai berubah menjadi
kecurigaan. Aku pun dengan tenang menuntup jarak di antara kami.

“Yu-Yuya-kun? K-Kau kenapa?”

Mungkin dia merasakan intimidasiku, suara Kaede sedikit tersendat saat dia
mundur seiring aku bergerak maju. Namun, aku tetap diam dan terus mendekati
Kaede selangkah demi selangkah.

“Yuya-kun...? W-Wajahmu terlihat menakutkan, tauh? Mungkinkah kau marah?”

“Marah? Kenapa? Aku cuman ingin menciummu, kok? Dari pada itu, kenapa kau
malah menjauh?”

“Habisnya wajahmu itu...”

Fufufufu. Sekarang akhirnya Kaede sudah terpojok di dinding.


Sekarang kau tidak punya jalan untuk lari. Nah, sudah saatnya menghukum anak
kucing yang terlalu terbawa suasana.

“Ada apa, Kaede-san? Kenapa kau menjauh dariku? Kau tidak mau dicium?”

“Ah... itu, umm... aku memang ingin, tapi...”

Suara Kaede tiba-tiba menjadi tipis. Aku penasaran, kemana perginya


keberaniannya yang sebelumnya. Dia menundukkan kepalanya, dan aku
mengangkat dagunya dengan tangan kanannku untuk memaksanya melihatku.

“Lihat ke arahku dengan benar. Kau ingin dicium. kan? Kita tidak akan bisa
melakukannya kalau kau menunduk?”

“---!? Yu-Yuya-kun!?”

Dengan tanganku di dagunya, Kaede panik dengan wajah yang memerah dan
mencoba melarikan diri. Jadinya, aku menghantamkan tangan kiriku ke dinding
untuk menghalangi jalannya. Yang jelas sekarang aku lagi melakukan kabedon*.
[Catatan Penerjemah: Kabedon itu, ah gak tau gua jelasinnya, liat aja di sini.]

“—!?”

“Jangan lari gitu dong, kan kita jadi tidak bisa berciuman?”

“Yu-Yuya-kun...”

“Aku mencintaimu, Kaede.”

Menatap mata indahnya yang seperti permata, aku mencium Kaede dengan lembut.
Segera, ekspresi Kaede langsung dipenuh keterkejutan. Tapi, hukumanku masih
belum berakhir.

Aku melingkarkan lenganku di pingganggnya, terus menekan bibirku ke bibirnya,


dan menunggu mulut Kaede terbuka hingga dia tidak bisa menahan diri lagi untuk
menjalinkan lidah kami.

“Mmh..., Yuya-kun..., aku mencintaimu..., Mmh..., sangat mencintaimu”

Kaede melingkarkan tangannya di leherku seolah tidak ingin aku melepaskannya


sambil mengeluarkan suara-suara manis. Saat aku memeluk pinggangnya lebih kuat
lagi, aku secara lembut menyiksanya dengan menjilat dan menghisap lidahnya yang
lembut seperti mochi seolah aku sedang menjilat dan melelehkan permen.
“Mmh..., Yuya..., kun... Aku... aku tidak tahan lagi...”

Kami menikmati ciuman yang intim begitu lama, lalu Kaede menyatakan bahwa dia
sudah menyerah. Kaede berada dalam kondisi syok sehingga dia tidak bisa berdiri
tanpa dukunganku. Mungkin aku telah berlebihan, tapi aku tertawa kepadanya dan,

“Ini adalah hukuman untukmu. Kau harusnya jangan mengatakan hal-hal seperti
tadi yang mencoba untuk mengujiku. Nah, jika kau mau minta maaf karena terlalu
terbawa seuasana, maka aku akan memaafkanmu.”

“Mmh... maaf... nnh... sudah terbawa suasana...”

Bahkan saat Kaede meminta maaf, aku tanpa henti menjalinkan lidah kami. Kaede
merosot ke lantai, dan menghela napas manis.

“Uuugh... aku baru pertama kali melihatmu yang seagresih ini. Meski begitu... itu
keren banget loh. Tangan di dagu, Kabedon, dan juga ciuman yang bergairah. Itu
yang terbaik.”

Eh, ini aneh. Seharusnya itu adalah hukuman, tapi mungkinkah itu justru
membangkitkan sesuatu yang ada di dalam Kaede?

“Bisakah kau melakukannya lagi, Yuya-kun?”

Aku menelan ludahku dan mengangguk pada Kaede, yang menunjukkan wajah
manja dan tidak senonoh.

Sepertinya tidak buruk bagiku untuk menjadi agresif sesekali. Tidak, masalahnya
adalah sampai sekarang aku terus yang dibuat kewalahan. Mulai sekarang, aku
harus lebih banyak agresif kepadanya.

“Wajahmu yang kesangean itu terlihat imut banget, untuk itu, aku juga akan
berusaha lebih keras lagi. Kau sebaiknya persiapkan dirimu.”

“...T-Tolong perlakukan aku dengan lembut.”

Bab 79
Permintaan Taka-san

[Halo, Yuya. Ini aku. Kau ada waktu gak?]


“Ini pasti penipuan. Aku akan menelepon polisi.”

Malam hari. Saat aku keluar dari kamar mandi dan menyisir rambutku, aku
mendapatkan panggilan dari Taka-san. Ngomong-ngomong, kali ini aku dan Kaede
tidak mandi sama-sama. Jadi jangan pikir kalau setiap hari kami mandi sama-sama.

[Lah! Itu tidak lucu, jadi hentikan! Nomorku sudah tersimpan di kontakmu, jadi kau
pasti akan langsung tahu kalau ini pangggilan dariku!]

“Astaga, aku cuman bercanda doang, Taka-san. Bukankah itu hanya sapaan biasa.
Jadi, kenapa kau menelpon di jam segini?”

Sekarang sudah lewat pukul 22:00. Sekalipun itu adalah orang yang dekat
denganmu, itu sudah agak larut untuk menelpon jam segini. Apa keperluannya
begitu penting sehingga dia perlu langsung berbicara daripada hanya mengirim
pesan?

[Ah... mungkin ini agak mendadak, tapi bisa tidak mulai besok, selama tiga hari
kedepan kau menjaga Rika? Jadi gini, ada hari yang penting yang hanya akan datang
setahun sekali besok. Kau pasti mengerti maksudku, kan?]

“Kalau aku tidak salah, besok adalah anniversery pernikahanmu dan Harumi-san.
kan? Jadinya itu cuman kesempatan bagi kalian untuk jalan-jalan berduan.”

Taka-san dan Harumi-san sangat menyayangi Rika-chan, yang merupakan satu-


satunya putri mereka. Khusunya Taka-san, yang mengatakan kalau dia tidak akan
mengalihkan sedikitpun pandangannya darinya. Satu-satunya pengecualian untuk
ini adalah pada anniversery pernikahan mereka, saat suami-istri tersebut
menghabiskan waktu bersama. Ini bukan pertama kalinya mereka melakukan ini,
mereka telah melakukannya sejak mereka menikah.

“Tapi ‘kan, bukannya kalian selalu menitipkan Rika-chan di rumah orang tua
Harumi-san?”

[Itu masalahnya! Karena terakhir kali kau cuman bermain sebentar dengan Rika, di
bilang “Aku mau tinggal di rumah Kak Yuya!”. Aku sih sebenarnya tidak ingin
meninggalkan Rika-ku yang berharga di rumah laki-laki, tapi Rika mulai menangis
dan Harumi bilang, “Kalau itu Yuya-kun, maka kita bisa menyerahkannya padanya”.
jadi mau tidak mau aku menelponmu seperti ini untuk meminta bantuanmu.]

Sebagai seorang ayah, dia pasti ingin memenuhi perminataan dari putri tercintanya
yang menggemaskan. Tapi Taka-san tapmpaknya sulit untuk memenuhui
permintaannya yang egois ini. Apa dia pikir aku akan mengambil Rika-chan-nya
yang berhaga? Aku sudah punya Kaede, tahu! Yah, aku tidak mengatakan apa-apa
tentang itu karena hanya akan bikin merepotkan.

Tapi tetap saja, padalah dia yang minta tolong, tapi nada suaranya terdengar kalau
dia sangat enggan.

[Malahan, dalam benarnya, Rika sudah memutuskan untuk tinggal di rumahmu. Aku
minta maaf karena ini begitu tiba-tiba, tapi apa kau bisa menjaganya?]

“Hmm... aku sih tidak keberatan, tapi aku tidak tahu dengan Kaede. Aku tidak bisa
memutuskan seorang diri di sini.”

Sekalipun aku tidak keberatan, tapi jika Kaede keberatan, maka maaf saja, sekalipun
itu adalah Taka-san dan Rika-chan, aku tidak bisa membantu mereka. Karena
bagaimanapun juga, ini adalah rumah kami.

“Oh, begitu ya... sekarang ‘kan kau tinggal dengan putri dari keluarga Hitotsuba itu.
Kalau gitu, bisa tidak kau membujuknya? Aku tidak mau melihat Rika menangis
besok pagi. Aku mengandalkanmu, Yuya.“

“Astaga... harusnya kau memberitahuku sesuatu yang penting seperti ini secepatnya.
Tunggu sebentar ya, aku akan pergi menanyakannya.”

Aku menunda panggilan dan menuju ke kamar mandi. Aku pergi ke ruang ganti dan
memanggil Kaede yang ada di dalam kamar mandi tanpa membuka pintu yang
mengarah ke dalamnya.

“Kaede-san! Boleh ganggu sebentar gak!”

“Ada apa? Ah! Mungkinkah kau datang ke sini untuk mengintip, Yuya-kun? Kalau
memang begitu, aku akan menyambutmu di sini! Ayo kita lakukan hubungan
telanjang bersama-sama!”

Saat itu, aku mendengar suara percikan air, dan Kaede-san, yang keluar dari bak
mandi tanpa mengenakan sehelai benang pun—tubuhnya tidak terlihat karena
karena kacanya buram—mencoba untuk membuka pintu, jadi aku melakukan yang
terbaik untuk menahannya dari luar.

[Catatan Penerjemah: Yang dimaksud dari kaca di sini adalah pintu kaca yang buram
ituloh.]

“Loh? Pintunya tidak mau terbuka. Kalau begini aku tidak akan bisa menyambutmu,
Yuya-kun!”
“Bukan begitu! Aku ke sini tidak untuk mengintip atau melakukan hubungan
telanjang! Aku cuman mau menanyakan sesuatu padamu!”

“—? Sesuatu yang ingin kau tanyakan padaku? Apa itu?”

“Baru saja aku ditelepon oleh Taka-san. Mereka besok akan jalan-jalan untuk
merayakan anniversery pernikahan mereka yang hanya datang setahun sekali,
jadinya mereka ingin menitipkan pturi mereka, Rika-chan, kepada kita. Biasanya sih
mereka akan menitipkannya di rumah orang tua Hanami-san, tapi Rika-chan bilang
kalau dia maunya tinggal di rumahku. Jadi ini mungkin agak mendadak, tapi selama
3 hari mulai besok, mereka ingin menitipkan rika-chan pada kita... apa kau tidak
keberatan?”

Saat aku mengatakan apa adanya, upaya Kaede yang ingin membuka pintu tiba-tiba
berhenti dan dia menjadi diam.

“Hei, Yuya-kun. Putirnya Omichi-san itu, Rika-chan kan namanya kalau tidak salah?
Berapa umur gadis itu sekarang?”

Tiba-tiba Kaede bertanya padaku dengan suara serius. Saat aku bilang kalau Rika-
chan kelas 1 SD, dia menjawab. ‘Aku mengerti,’ dan mulai menggumamkan sesuatu.

“Jika dia kelas 1 SD, itu berarti umurnya 6 tahun. Saat di masa depan aku dan Yuya-
kun sudah punya anak, maka ini mungkin akan menjad kesempatan yang bagus
untuk berlatih mengurus anak. Tapi masalahnya adalah apa yang sebenarnya dia
maskud ketika mengatakan bahwa dia maunya tinggal di rumah Yuya-kun. Usianya
mungkin baru 6 tahun, tapi tetap saja dia seorang gadis. Dan mungkin saja cita-cita
adalah menjadi istrinya Yuya-kun. Aku tidak boleh kalah nih. Karena akulah istrinya
Yuya-kun. “

Sepertinya kau menggumamkan sesuatu yang aneh, tapi apa kau baik-baik saja,
Kaede? Apa yang kau maksud dengan berlatih untuk masa depan? Yah, aku memang
berharap masa depan seperti itu akan datang, tapi bukankha kalau sekarang itu
maish terlalu dini? Dan juga, bukankah kau terlalu banyak membaca tentang niat
Rika-chan yang sebenarnya? Atau lebih tepatnya, kau mau bertarung dengan Rika-
chan?

“...Aku mengerti. Setelah mempertimbangkannya dengan cermat, aku tidak


keberatan.”

Setekah hening untuk sesaat, Kaede setuju untuk menjaga Rika-chan. Bukannya aku
tidak peduli tentang implikasi dari keheningannya, tapi untuk saat ini aku senang
mendengar jawabannya.
“Terima kasih, Kaede-san! Kalau begitu akan memberi tahu Taka-san! Maaf ya sudah
menganggu waktu mandimu. Kau bisa berendam lagi sekarang!”

Aku meninggalkan kamar mandi, dan mendengarkan helaan napas lega dari Taka-
san saat aku memberitahunya bahwa Kaede setuju untuk menjaga Rika-chan. Yah,
jika Kaede mengatakan keberatan, maka aku haru menolak permiantaannya. Kalau
sudah seperti itu, besok pagi dia akan melihat Rika-chan yang menangis.

[Terima kasih, Yuya. Sekarang kami bisa menikmati perjalanan kami tanpa harus
melihat air mata Rika. Suatu hari aku pasti akan membalas budi ini!]

“Kau terlalu berlebihan, Taka-san. Santai saja.”

Setelah itu, kami membicarakan tentang rencana penjemputan dan


pengantaran, dan kemudian mengakhiri panggilan. Itu adalah panggilan yang cukup
lama, jadi saat itu sudah selesai, Kaede sudah keluar dari kamar mandi dan bersiap-
siap untuk tidur.

“...Yuya-kun, peluk aku.”

Eh, apa kau sedang merajuk?

Bab 80
Bekas Cupang

Setelah menyelesaikan telepon dari Taka-san yang memintaku menjaga Rika-chan,


aku pergi ke kamar tidur dan mendapati Kaede sedang menungguku, tapi entah
kenapa, dia terlihat kesal.

“...Yuya-kun, peluk aku.”

Mengatakan itu, Kaede mengerucutkan bibirnya dan menjulurkan tangannya.

“Maaf membuatmu menunggu. Haruskah kita segera tidur?”

“Yuya-kun, peluk. Peluk aku dengan erat. As soon as.”

Apa maksudnya dia ingin aku memeluknya sesegera mungkin? Tapi


mengesampingkan hal itu, sekarang dia sedang dalam keadaan hybrid dimana mode
merajuk dan mode manja sedang tercampur.
“Ya ampun, kau ini sungguh anak yang manja...”

Saat itu, aku menyadari bahwa mulutku mengendur. Habisnya, bagaimana


menurutmu saat Kaede, yang tanpa mengatakan apa-apa dan mengerucutkan
bibirnya, duduk mendatar di tempat tidur dan meminta pelukan? Tidakkah
menurutmu itu sangat imut? Kau pasti berpikir itu sangat imut, kan!

“...Aku tidak akan menyerahkan posisi menjadi istri Yuya-kun kepada siapa pun.”

Saat aku memeluknya erat-erat, Kaede menggumamkan sesuatu yang terdengar


seperti pernyataan perang. Ketika aku memikirkan bahwa yang sedang dia
bicarakan adalah Rika-chan, mau tau mau aku jadi tertawa.

“Ap—!? Kenapa kau tertawa!? Aku sedang serius, tahu! Sekalipun lawannya masih
anak kecil, aku tetap tidak boleh lengah! Bahkan seekor singa akan melakukan yang
terbaik saat dia memburu kelinci!”

Mengaum ‘Goarrgh’, Kaede menggigit leherku. Itu adalah gigitan yang lembut,
dengan keseimbangan sempurna antara rasa sakit dan kenikmatan. Namun, itu
segera berubah menjadi sensasi menghisap, dan membuat suatu tanda yang
menyiratkan bahwa aku adalah miliknya. Nah, bagaimana aku harus bilangnya... itu
adalah sensasi misterius yang menggelitik sekaligus nyaman.

“Hamu... Yuya-kun adalah suamiku. Aku tidak akan memberikannya kepada siapa
pun... Mmh, untuk menyiratkan itulah, aku membuat bekas cupang ini.”

Eh? Jadi ini bekas cupang, dan kau membuatnya demi itu?

Pada saat aku menyadari fakta tersebut, itu sudah terlambat. Kaede mengangkat
bibirnya, membiarkan benang transparan yang mengilap menetes di leherku, dan
kemudian melihat bekas cupang itu dengan puas.

“Fufu. Sekarang penyupangan pada Yuya-kun sudah sempurna. Dengan begini, siapa
saja akan bisa langsung tahu siapa sebenarnya istri Yuya-kun.”

Lalu, Kaede menjilat bekas cupang yang dibuatnya dengan penuh kasih sayang.

Duh, jika dia sampai melakukan hal seperti ini padaku, ‘kan aku jadinya juga ingin
membuat bekas cupang di tubuhnya.

Mendekat wajahku ke leher Kaede, aku menempelkan hidung ke lehernya dan


menikmati aromanya. Aroma jeruk yang menyegarkan meresap ke dalam hidungku
dan merambat ke seluruh tubuhku. Aku menjulurkan lidahku sedikit, membasahi
kulit putihnya saat aku mencari tempat yang bagus untuk membuat bekas cupang.
Jika aku membuatnya di tengkuknya, mungkin itu akan terlalu mencolok. Jika
demikian, tempat yang terbaik untuk membuatnya adalah...

“Mmh... Yu-Yuya-kun? Ada apa? Hyauu... Kau menggelitikku!”

Tubuh Kaede tersentak saat lidahku merayap di tubuhnya. Saat dia melirikku yang
sedang melakukan itu, pipinya mulai diwarnai merah merona.

“Bahkan aku juga ingin membuat bekas cupang yang menandai bahwa Kaede-san
adalah orang yang sangat kusayangi. Tidak apa-apa ‘kan kalau aku membuatnya?”

Tidak menunggu jawabannya. Aku terus merayapi lidahku hingga mencapai area
tulang selangkanya. Daya tarik seks yang dihasilkan oleh zona décolletage yang
mengintip melalui piyamanya sungguh tidak biasa. Duet dari penampakan kulit
putih dan permukaan dadanya yang mengintip cukup ampuh untuk membangkitkan
nafsu seksual remaja laki-laki.

“Nnh... Yuya-kun... Apa kau akan membuat cupang di situ? Itu, akan, memalukan.”

Mungkin karena malu, nada suara Kaede mulai sedikit melingking. Jika aku
mengarahkan pandanganku ke bawah, aku akan bisa melihat permukaan atas
buahnya yang melimpah dan mempesona. Karenanya, aku mengerahkan semua
kekuatan penalaranku untuk tidak melihat ke bawah, dan terus mencium area
decolletage Kaede.

“Au... Yuya-kun... jangan menjilatinya... itu geli.”

Dengan lidahku, aku menciumnya di sekitar area tulang selangka secara perlahan
dan hati-hati. Tubuh Kaede bergetar hebat, dan dedaunan musim gugur menyebar
dari leher hingga area tulang selangkanya. Pipinya memerah, dan penampilannya
yang mengigit jarinya sendiri agar suaranya tidak bocor sungguh terlihat sangat
menggairahkan. Melihat itu, serigala di dalam diriku, serigala yang dikenal sebagai
‘S’, keluar dari tempatnya bersemayam dan menampakkan dirinya.

[Catatan Penerjemah: Gua yakin gak perlu jelasin apa itu S.]

“Nnh...! T-tidak, jangan menghisapnya... jangan...”

Untuk membuat bekas cupang di tubuh Kaede agar membuktikan bahwa dia adalah
milikku, aku tidak bisa hanya sekedar menjilatinya saja. Aku juga perlu
membubuhkan bekas gigitan. Namun, itu pasti akan menyakitinya. Jika demikian,
satu-satunya cara yang bisa kulakukan adalah menghisapnya seperti yang Kaede
lakukan padaku.

“Mmh... Yuya-kun... Lagi...”

Meremas kepalaku dengan erat di tangannya, Kaede memanggil namaku dengan


suara yang manis dan tidak senonoh. Menanggapinya, aku semakin memperkuat
hisapanku di tulang selangkanya.

Saat mulut Kaede mengeluarkan erangan kenikmatan yang tak terdengar, aku
menarik mulutku darinya. Dan akhirnya, di tulang selangkanya, terdapat tanda
merah cerah yang terbentuk dengan sempurna.

“Haa... aku sudah dicupangi oleh Yuya-kun... Ufufu. Aku senang.”

Dengan ekspresi mesum dan mempesona di wajahnya, dia menyentuh bekas cupang
merah itu dengan penuh kasih. Melihat wajahnya yang seperti itu, tanpa sadar aku
menelan ludahku. Jadi kau bisa menampilkan wajah yang seperti itu?

“Aaah... wajahmu merah sekali. Itu imut banget... Ya ampun, Yuya-kun. Kalau kau
menampilan wakah yang seperti itu—” bersandar padaku, Kaede menghembuskan
napas dan berbisik di telingaku. “—Aku jadi ingin mengukir lebih banyak bekas
cupang di tubuhmu. Tidak apa-apa, kan?”

“K-Kaede-san? —Mmh!?”

Di leherku yang sebelumnya dia buat bekas cupang, alih-alih menciumnya, Kaede
kini menyodorkan giginya yang indah ke atasnya.

“Yuya-kun... adalah milikku.”

Dengan suara paling menyihir yang pernah kudengar, Kaede mengatakan itu dan
kemudian mengigit leherku dengan lembut. Sedikit rasa sakit dan kenikmatan yang
kurasakan dilukis menjadi perasaan kasih sayang dan mengalir di sekujur tubuhku.

Secara alami, nafas yang kuhembuskan melalui mulutku terasa panas. Ini buruk.
rasanya sangat nikmat hingga tanpa kusadari, aku memeluk Kaede dengan kuat.

Kaede membuka mulutnya, dan kemudian menjilat bekas cupang di leherku yang
harusnya sudah lebih dari cukup terbentuk. Dan dengan begitu, waktu
pembentukan bekas cupang pertama sudah berakhir.
“Haa... Aku sudah menandaimu, dan kau sudah menandaiku. Dengan begini, aku
akan bisa menangani Rika-chan layaknya orang dewasa saat dia datang.”

“B-Begitukah... baguslah kalau begitu. Nah, sekarang sudah larut, jadi ayo tidur.”

“Ya. Besok juga kita harus bangun pagi-pagi, jadi ayo tidur!”

Saat aku naik ke kasur, Kaede memelukku dengan erat. Tentunya, secara alami kami
melakukan ciuman selamat malam.

“Selamat malam, Kaede-san.”

“Selamat malam, Yuya-kun.”

Besok Rika-chan akan datang untuk tinggal bersama kami. Jika dia ada di sini, maka
kami tidak akan bisa tidur berpelukan seperti ini. Itu seperti suatu penyiksaan
untuk tidak dapat memeluk Kaede meskipun dia berada di dekatku, tapi yah, apa
boleh buat.

“Fufu. Meski hanya sebentar, tapi tadi kau terlihat seperti serigala, itu keren banget
loh.”

“Bahkan aku juga akan melakukannya saat aku merasa harus melakukannya.
Lagipula, aku tidak akan selalu menjadi pihak yang dimakan.”

“Tapi tetap saja... wajahmu yang kesangean saat dicupang benar-benar imut.
Karenanya, tunjukkan lagi wajah itu padaku, oke?”

Kalau kau berbisik dengan suara yang manis seperti itu, mana mungkin aku akan
bisa menolaknya. Sial. Akankah benar-benar tiba saat dimana aku menjadi orang
yang mengambil kendali?

“Aku sangat menantikan itu, Yuya-kun. Harap pastikan kau memakan semua yang
ada di diriku.”

Bab 81
Rebutan Pangkuan

Aku sekarang berada dalam masalah. Aku benar-bener terpojok hingga ke titik
dimana aku berpikir untuk bertanya kepada robot kucing apakah dia punya alat
yang dapat membantuku mengatasi situasi ini.
“Pangkuannya Kak Yuya adalah milikku! Aku tidak akan memberikannya kepada
siapa pun!”

“Tidak! Akulah satu-satunya gadis yang boleh duduk di pangkuan Yuya-kun!


Sekalipun itu adalah kamu Rika-chan, aku tidak akan membiarkanmu
menempatinya!”

Sambil menghela nafas di dalam hati, aku bertanya-bertanya bagaimana bisa ini
terjadi, dan mencoba untuk menenangkan Kaede dan Rika-chan yang saling
memelototi.

“K-Kaede-san. Rika-chan itu masih anak-anak, jadi jangan bicara seperti itu
padanya.”

Tentunya, sejak kami menonton film dinosaurus bersama-sama, Kaede yang selalu
ingin duduk di pangkuanku setiap kali kami duduk di sofa sangat imut. Tapi jujur
saja, berdebat dengan anak kelas 1 SD hanya untuk berada di posisi itu benar-benar
kekanak-kanakkan. Kemana perginya pernyatannya tadi malam?

“Yay! Kak Yuya emang bisa diandalkan! Lagian tempat ini adalah tempat duduk
istimewaku!”

“Y-Yuya-kun, apa kau lebih suka Rika-chan yang duduk di pangkuanmu daripada
aku? Jangan bilang, kau lebih menyukai Rika-chan—!?”

Rika-chan duduk di pangkuanku dengan senyum lebar, sementara Kaede meraih


bahuku dan menatapku dengan mata berkaca-kaca. Tidak, aku tidak berpikir kalau
kau harus menangis seperti itu

“Meski kau tidak menangis seperti itu pun... Aku tidak pernah bilang kalau aku tidak
mau membuatmu duduk di pangkuanku. Atau lebih tepatnya, orang yang kusukai
adalah Kaede, jadi kau tidak perlu cemas seperti itu.”

Tentunya, Rika-chan itu imut, dan aku menyukainya sebagai sosok yang sudah
seperti adik perempuanku. Tapi, rasa sukaku terhadap Kaede adalah rasa suka
sebagai wanita, jadi keduanya jelas merupakan kasus yang berbeda.

“Selain itu, aku lebih mencintaimu daripada siapa pun di dunia ini, Kaede-san.”

Itu rasanya memalukan, jadi kalau bisa jangan membuatku mengatakannya lagi

“A-aku juga mencintaimu lebih daripada siapa pun.”


Dengan wajah yang semerah apel, Kaede mengatakan itu dengan suara tipis. Dia
tampak lebih malu dari biasanya, yang dimana itu sangat imut sehingga aku tidak
bisa menahan diri untuk tidak membelai kepalanya. Namun, ada seorang gadis yang
mengangkat suara protes terhadap hal ini.

“...Apa Kak Yuya akan menikahi wanita ini? Bukannya di masa depan nanti kau akan
menjadikanku sebagai istrimu?”

Rika bergumam dengan suara yang suram. Eh, kemana perginya suara cerianya
yang biasa? Kenapa suaranya terdengar seperti istri seorang mafia? Atau lebih
tepatnya, bagaimana bisa anak kelas 1 SD melontarkan vokal seperti itu! Yah,
mungkin ini adalah apa yang bisa diharapkan dari putri kesayangannya Taka-san.

“Fufufu. Itu benar, Rika-chan. Akulah yang akan menjadi istrinya Kak Yuya! Lagipula
Kak Yuya itu udah tergila-gila baik pada jiwa dan ragaku!”

Kaede, yang musim semi ini akan naik kelas 2 SMA, sekarang benar-benar
meprovokasi emosi anak kecil yang masih kelas 1 SD. Dia menoleh ke arah Rika-
chan dengan ekspresi puas di wajahnya, dan saking puasanya, itu seperti ada efek
suaranya. Umu, dia sungguh kekanak-kanakan.

“Tidak!! Akulah yang akan jadi istrinya Kak Yuya! Benar begitu, kan?”

“Tidak! Istrinya Yuya-kun adalah aku! Rika-chan, tolong menyerahlah!”

Hadeh, apakah ini yang orang-orang sebut sebagai Shuraba*. Aku tidak menyangka
Kaede dan Rika-chan benar-benar masuk ke dalam situasi ini. Aku sungguh kesal
dengan prediksiku yang menjadi kenyataan.

[Catatan Penerjemah: Shuraba, artinya pertarungan cinta untuk memperebutkan


seseorang, cuman gua gak tau apa sebutannya di Indonesia, jadi gua tulis begitu
saja.]

“Yuya-kun, kau akan memilihku, kan?”

“Kak Yuya akan memilihku, kan!?”

Ngomong-ngmong, keenapa Rika-chan bisa bersamaku dan Kaede seperti ini.


Dengan perasaan kesal pada Taka-san, aku teringat kejadian pagi ini.

---

“Maaf ya telah membuatmu mendengarkan keegoisan Rika, Yuya-kun.”


“Kuserahkan padamu untuk menjaga Rika, Yuya”

Pagi ini. Taka-san dan Harumi-san datang ke apartemen kami bersama Rika-chan.
Dan bisa dibayangkan, aku harus menemui mereka di pintu masuk lantai pertama
karena akan membuang-buang waktu mereka jika menemui kami di depan kamar.

“Yes, akhirnya aku menginap di rumah Kak Yuya! Ehehe, ayo kita banyak-banyak
bermain!”

Dengan senyum cerah layaknya bunga matahari, Rika-chan memelukku dengan


riang. Aku menepuk-nepuk kepalanya, sambil bergumam di dalam hatiku bahwa
tingkahnya sangat imut. Terus apa yang terjadi? Aku bisa merasa tatapan mutlak
yang menusuk punggungku disertai dengan suara geraman yang sangat dingin.

“Aku menaruh baju gantinya Rika dan barang-barang miliknya yang lain di sini. Jadi
selama tiga hari kedepan, tolong jaga dia ya, Yuya, Hitotsuba.”

“Hitotsuba Kaede-san, aku minta maaf karena mengganggu kehidupan mesramu


dengan Yuya-kun, tapi tolong jaga putriku dengan baik.”

Saat Harumi-san membungkuk dengan sopan, Kaede, yang berdiri di belakangku,


tampak kebingungan dan berkata, “Ya, serahkan padaku.”

“Dengar ya, Rika. Seperti yang Mama bilang saat di rumah, kau tidak boleh terlalu
merepotkan Yuya-kun dan Kaede-san. Dan tentu saja, kau juga tidak boleh egois,
mengerti?”

“Iya, iya! Aku akan jadi gadis yang baik dan dengar-dengaran pada Kak Yuya!”

Rika menyatakan itu sambil memeluk erat pinggangku, tapi Harumi-san terlihat
sangat khawatir. Sedangkan untuk Taka-san, dia terlihat seperti hampir menangis
kesepian karena mereka harus berpisah. Kalau kau jadi seperti itu, kenapa kau tidak
mengajak Rika-chan juga?

“Duh... aku agak khawatir, Kaede-san. Kalau Rika berperilaku tidak pantas, maka
tegur saja dia. Anak ini, kalau sudah menyangkut Yuya-kun, dia akan bertingkah
seenaknya.”

“Tidak apa-apa kok. Meski Rika-chan imut banget, aku percaya pada Yuya-kun!”

Lah, kok aneh ya. Kupikir tanggapan Kaede terhadap pernyataan Harumi-san sangat
tidak tepat. Tapi saat Rika-chan mendegar itu, tatapannya mulai menajam. Dan tau-
tau saja, mereka berdua sudah saling memelototi.
“Nah... Yuya-kun. Aku tahu kalau ini akan merepotkanmu, tapi tolong jaga dia ya.”

“Y-Ya. Kalian berdua juga hati-hati. Selamat bersenang-senang di perjalanan kalian.”

Sekitar satu jam yang lalu, beginilah cara kami melihat mereka pergi dan kemudian
kembali ke kamar bersama Rika-chan. Setelah itu, aku memeriksa isi tas Rika-chan,
lalu istirahat dan duduk di sofa. Dan begitulah, pertarungan yang memperebutkan
hak untuk duduk di pangkuanku dimulai.

---

Sip, flashback selesai.

“Nah, Yuya-kun. Apa kau sudah memutuskan apakah aku atau Rika-chan yang boleh
duduk di pangkuanmu?”

“Tentu saja itu aku, kan? Benar begitu ‘kan, Kak Yuya!”

Mereka berdua mendekati satu sama lain dengan ekspresi kesal. Atau lebih
tepatnya, Kaede, kau benar-benar terbakar permusuhan terhadap anak kelas 1 SD?
Apa kau sudah lupa apa yang kau katakan tadi pada Harumi-san?

“Errm... begini, kenapa kita tidak memutuskannya secara adil? Dengan


menggunakan gim yang Rika-chan bawa ke sini.”

Ya, benar. Rika-chan membawa gim yang sebelumnya pernah membuat Taka-san
babak belur dari rumahnya. Dia bilang ingin memainkan gim itu denganku.

“Begitu ya. Dengan kata lain, pemenang dari pertandingan ini akan menjadi orang
yang berhak untuk duduk di pangkuan Yuya-kun. Oke, itu cukup mudah
dimengerti.”

“Fufufu. Gim ini adalah kemenanganku!”

Rika-chan mengucapkan kata-kata terkenal dari seorang detektif SMA di barat. Itu
membuatku bertanya-tanya, pendidikan seperti apa sih yang dia peroleh?

“Asal tahu saja, aku tidak akan menahan diri sekalipun melawanmu. Jadi
persiapkanlah dirimu, Rika-chan!”

“Kau juga Kak Kaede, sebaiknya kau tidak menangis saat melihat betapa seriusnya
diriku!”
Eh, kok mereka malah jadi tidak akur?

Bab 82
Belum Dewasa

Pertandingan antara Kaede dan Rika-chan akan segera dimulai. Aturannya simpel,
pemain pertama mengalahkan lawannya tiga kali akan memenangkan pertandingan.
Yap, ini simpel banget dan mudah dimengerti.

“Fufufu. Akan kutunjukkan kemampuanku yang telah terlatih!”

“Hmph! Jangan pikir kau akan bisa mengalahkanku yang telah berlatih melakukan
kombo melawan Ayahku!”

Keduanya memilih karakter yang mengedepankan kecepatan. Gaya bertarung


mereka adalah bergerak dengan kecepatan tinggi dan menghindar sambil
memanfaatkan celah untuk melepaskan serangan. Akankah Kaede atau Rika-chan
yang memenangkan pertarungan menyerang dan bertahan yang memusingkan ini?
Yang jelas, ini adalah pertandingan yang patut dinantikan.

Beberapa menit setelah dimulainya pertandingan.

“Kuku! Sepertinya kau bisa menghindar dengan baik! Anak-anak jaman sekarang
memang hebat...! Aku tidak percaya teknikku tidak berhasil!”

“Kak Kaede sendiri, apa kau benar-benar blank!? Uuuh... Aku tidak bisa
mengalahkannya!”

Padahal pertandingan ini dimulai karena taruhan tolol atas hak untuk duduk di
pangkuanku, tapi entah kenapa, itu terasa sangat memanas. Mereka bahkan sampai
saling mengakui sebagai rival. Kelihatannya seru, aku juga jadi ingin memainkannya.
Hmm, mungkin aku juga harus menyiapkan pengontrolku.

“Yosh... dengan begini—! Aku berhasil! Yuya-kun! Aku menang!”

“Ahhhhhhhhhhh!!”

Kaede mengangkat tangannya dan memelukku dalam sorakan kemenangan.


Sedangkan Rika-chan, dia merosot di sofa saat menghadapi kekalahan yang tak dia
duga. Ya ampun, melihat reaksi Rika-chan yang seperti ini membuatku khawatir
tentang masa depannya. Atau apa dia ini bertujuan menjadi enternainer atau
semacamnya?

“Hehehe. Sekarang pangkuan Yuya-kun adalah milikku. Hei, Yuya-kun, peluk aku
dari belakang seperti yang biasanya kau lakukan. Ini adalah hadiah untuk pemenang
yang memenangkan pertarungan sengit.”

“I-Itu tidak adil, Kak Kaede!! Tidak hanya kau meminta pangkuan, tapi juga sampai
minta dipeluk. Itu benar-benar tidak adil!”

Dengan alasan bahwa itu adalah hadiah bagi sang pemenang, Kaede dengan bangga
memintaku untuk memeluknya. Umu, dia benar-benar kekanak-kanakan sekarang.
Kalau begitu, ayo beri Rika-chan kesempatan untuk balas dendam di sini.

“Eh? Aku senang sih dipeluk begini, tapi kenapa kita kembali ke layar pemilihan
karakter? Dan lagi, bukannya ini karakter yang sulit digunakan? Eh, aku sudah
memilih!? Tapi aku belum pernah menggunakan karakter ini sebelumnya!”

“Nah, Rika-chan. Ini pertandingan balas dendam. Jika di pertandingan ini kau
memang, maka hak pangkuan akan menjadi milikmu!”

“――――! Y-Yosh! Aku akan melakukan yang terbaik!”

Wajah Rika-chan menjadi lebih serius dari babak pertama. Itu kesannya seolah-olah
dia mempertaruhkan nyawanya dalam pertandingan ini. Sedangkan di sisi Kaede,
karena aku memeluknya dari belakang, gerakannya terlihat tidak beraturan. Yah,
sebagian dari itu disebabkan karena dia menggunakan karakter yang tidak biasa dia
gunakan.

“P-adahal aku harus serius di sini... tapi aku tidak bisa mengumpulkan kekuatan
karena Yuya-kun memelukku.”

Wajahnya terlihat kuyu dan dia tidak bisa berkonsentrasi. Meski begitu, dia tetap
berjuang untuk terus melakukan serangan. Tapi sayangnya, di sini aku melakukan
sabose agar dia tidak bisa melakukannya. Setiap kali, tubuh Kaede akan kehilangan
kekuatannya dan menciptakan suatu celah. Dan Rika-chan, yang menjadi 120%
serius, tidak bisa dikalahkan. Akhirnya, babak kedua berakhir dengan kemenangan
telak bagi Rika-chan.

“Yaay, aku menang—! Nah, Kak Kaede, minggir dari situ! Pangkuan Kak Yuya adalah
milikku!”
“Uh... kau tidak adil, Yuya-kun. Kau tahu kalau gugup, jadi kau terus memeluk saat
kami bermain. Selain itu, kau bahkan meniup-niup telingaku di saat-saat yang
krusial. Pertandingan ini tidak valid! Aku menuntut babak ketiga!”

Seperti yang Kaede bilang, saat dia mulai bisa berkonsentrasi meskipun dipeluk, aku
meniup-niup telinganya untuk mengganggunya. Jika itu tidak berhasil, aku
bermaksud untuk menggigit daun telinganya, tapi rupanya itu tidak perlu dan
pertandingan selesai dengan kekalahannya.

“Fufufu. Kuterima tantanganmu. Tapi sebelum itu, turunlah dari pangkuannya Kak
Yuya! Ehehe, ini adalah pertandingan untuk hak pangkuan Kak Yuya!”

Dengan suasana hati yang riang. Rika-chan naik ke pangkuanku. Aaah, dia imut
banget, tingkahnya itu benar-benar khas-nya adik perempuan. Melihatnya seperti
itu, aku jadi ingin menepuk-nepuk kepalanya. Tapi yah, jika aku melakukan itu,
tentu saja Kaede akan mengembungkan pipinya seperti ikan kembung dan akan
memiliki yang mata berkaca-kaca. Tapi meski begitu, dia yang jadi seperti itu juga
imut.

“Hei, kali ini ayo kita memainkannya bersama Kak Yuya!”

Aku menerima ajakan dari Rika-chan untuk bergabung, jadi aku menghubungkan
kontrol gim yang telah kusiapkan secara diam-diam. Dengan begini, kami semua
bisa bermain bersama!

“Aku tidak akan menahan diri! Aku akan memenangkan pertandingan ini dan
merebut kembali tempatku di pangkuan Yuya-kun!”

“Fufu! Kupikir aku akan mengganti karakter kali ini. Tapi asal tahu saja, aku tidak
akan menyerahkan pangkuan Kak Yuya!”

Oi oi. Apa kalian berdua berencana menghabisiku? Sambil memutar-mutar stik, aku
memilih karakter pendekar pedang yang kutahu dengan baik dan tersenyum.

“Kalau aku yang menang... kalian berdua harus akur, oke?”

Kemudian, kami bertarung sekitar sepuluh kali. Aku tidak pernah kalah sekalipun,
jadinya, aku berhasil membuat Kaede dan Rika-chan akur.
Bab 83
Film Yang Ingin Ditonton Rika-chan

Saat Kaede dan Rika-chan akhirnya berhasil akur, tak terasa sudah waktunya untuk
makan siang. Yah, kami bertiga terlalu terbawa dengan gim tadi. Apalagi saat Kaede
dan Rika-chan naik turun dari pangkuanku setelah setiap pertandingan selesai. Itu
benar-benar pemandagan yang lucu untuk dilihat.

“Kau lah yang paling kekanak-kanakkan Yuya-kun... itu terlalu kejam.”

“Kupikir aku ini pro player karena sering membabat habis Papaku, tapi aku tidak
menyangka kalau kau sekuat itu. Kau harusnya sedikit menahan diri saat
melawanku, Kak Yuya!”

“Loh, tadi kan aku sudah menahan diri? Selain itu, di tengah-tengah permainan
kalian mengereyokku, jadi bukankah itu yang tidak adil?”

Mereka merasa bahwa aku terlalu kuat jika dilawan dalam pertarungan yang adil,
karenanya, mereka bekerja sama dan mengeroyokku. Kalau tidak menghadapi
mereka dengan tekad untuk menang dengan segala cara, maka aku pasti akan kalah.

“Ngomong-ngomong, spageti buatannya Kak Yuya seenak biasanya! Kalau seperti ini
sih, aku tidak keberatan meskipun memakannya setiap hari!”

Mengatakan itu, Rika menyedot mie kedalam mulutnya. Makan siang kali ini adalah
spageti dengan saus daging yang kubuat tadi malam untuk hari ini. Saat Shinji dan
Otsuki-san datang ke sini aku membuatnya menjadi lasagna, tapi secara pribadi, aku
lebih suka kalau itu langsung dicampurkan dengan pasta dan memakannya.

“Sebelumnya Yuya-kun bilang, 'Spageti dengan saus daging adalah makanan


kesukaannya Rika-chan, jadi aku ingin dia memakannya’. Itu benar-benar
membuatku cemburu.”

Memang benar aku mengatakan itu, tapi alasan aku terinspirasi untuk membuatnya
adalah karena Kaede bilang, ‘Aku ingin sesuatu yang bisa membuat Rika-chan
senang!’. Untukku sendiri, aku ingin membuat beberapa pangsit yang bisa kami buat
bersama, tapi kurasa kami bisa menyimpan itu untuk malam ini.

“Hei, habis ini apa yang akan kita lakukan? Mau main gim lagi? Kalu iya, ayo kita
main dengan Tim Kak Kaede dan Rika melawan Kak Yuya!”
“Fufufu, pertarungan tim, ya? Dalam hal ini, aku mungkin bisa mengalahkan Yuya-
kun tanpa khawatir harus berselisih dengan Rika-chan.”

“Terus, terus! Jika kami menang, Kak Yuya harus melakukan satu hal apapun yang
kami minta!? Kalau aku, aku mau mandi sama-sama!”

Oi! Entah itu Kaede atau Rika-chan, kenapa gadis-gadis di sekitarku selalu ingin
mandi bersamaku! Bukankah ini aneh!?

“Kebeteluan, Rika-chan. Aku juga ingin mandi dengan Yuya-kun. Kalau begitu, ayo
kita bertiga mandi sama-sama! Kamar mandi di rumah ini cukup besar, jadi
sekalipun tiga orang masuk bersamaan, tetap tidak akan ada masalah!”

Eh, kau juga maunya begitu Kaede!? Kalau sudah seperti ini, apapun yang terjadi aku
tidak boleh sampai kalah! Yah, sekalipun aku berpikir begitu, tapi kau pasti
memutuskan rencana setelahnya ‘kan, Kaede.

“Main gimnya kita bisa lakukan malam ini saja, karenanya, bagaimana kalau setelah
ini kita melakukan hal yang lain. Rika-chan, apa kau punya film yang ingin kau
tonton?”

“U-umm. Biasanya aku akan pergi menonton film action dengan Pamanku... tapi
mungkinkah?”

“Seperti dugaanmu, mau menonton film action sekarang? Sebenarnya, aku sudah
memesan tiketnya loh.”

Wajah Rika-chan segera berbinar. Melihatnya sepert itu, aku dan Kaede saling
bertukar pandang dan tersenyum. Aku senang aku sudah memesan tiket secara
online sebelumnya.

“Kalau begitu, ayo kita ke bioskop segera setelah kita selesai makan! Sebenarnya
aku juga sudah lama ingin menontonnya, Kamen R*der!”

Film yang ingin ditonton Rika-chan adalah film dengan berbagai efek khusus. Itu
dalah film fitur ganda tahunan dengan pahlawan Super Sentai. Kupikir seorang
gadis kelas 1 SD akan tertarik pada sesuatu seperti barbie, tapi kurasa ini karena
pengaruh dari Taka-san. Lagipula, kamar Taka-san didekorasi dengan berbagai
figure yang dia koleksi.

“Terima kasih, Kak Yuya, Kak Kaede!”


“Kurasa sekarang aku bisa mengerti bagaimana perasaan Taka-san yang kesannya
seperti orang tua tolol...”

Wajar saja jika dia akan sangat menyayanginya jika Rika-chan menunjukkan
senyuman yang seimut ini. Dan pada saat yang sama, tidak heran jika dia bilang
kalau dia tidak akan melepaskan pandangannya dari Rika-chan.

“...Hei, Yuya-kun. Bagaimana dengan senyumanku? Apa kau akan jadi orang tolol
yang sangat menyayangiku?”

Meletakkan jari telunjuknya di kedua pipinya, Kaede tersenyum dan tiba-tiba


menanyakan itu. Melihatnya seperti itu, bahkan Rika-chan juga sampai jadi
membeku karena terkejut.

“...Uggg. Jawab aku! Bagaimana dengan senyumku, Yuya-kun! Apa setelah


melihatnya kau menjadi orang tolol yang sangat menyanyangi Hitotsuba Kaede?”

Aku jadi semakin bingung dia ini ngomongi apaan, tapi mungkinkah? Apa karena
aku mengatakan bahwa aku bisa mengerti kenapa Taka-san menjadi orang tua tolol
saat melihat senyum Rika-chan, dan dia bertanya apakah saat aku melihat
senyumannya, aku akan menjadi orang tolol yang menyayangi Kaede? Tidak,
bukannya itu cuman sekedar orang tolol saja? Tapi yah, kupikir aku harus
menjawabnya di sini.

“Jangan khawatir, Kaede-san. Aku memang sudah menjadi orang tolol yang sangaaat
mencintai Kaede-san.”

Setelah menjawab begitu, aku mencium pipinya yang mengembung. Kalau saja Rika-
chan tidak ada di sini, maka aku akan mencium bibirnya, tapi kalau aku melakukan
itu dihadapannya, jelas itu akan berdampak buruk bagi pendidikannya. Sekalipun
Taka-san dan Harumi-san selalu berciuman mesra di depannya, kami tidak bisa
meniru mereka begitu saja.

“Ehehe. Aku juga telah menjadi orang tolol yang sangat mencintai Yuya-kun!”

Tapi sayangnya, Kaede tidak peduli dengan pertimbanganku, dan melingkarkan


tangannya di leherku untuk memelukku. Oi, oi, di sini ada Rika-chan, jadi tenanglah
sedikit.

“Uuuh... aku juga tidak kalah kok! Aku juga akan jadi tumbuh besar!”
Dengan mata yang berkaca-kaca, Rika-chan melahap spageti yang tersisa di piring
ke mulutnya sekaligus. Ngomong-ngomong, Rika-chan, kau melihat apanya Kaede
sampai bilang kalau kau juga akan tumbuh besar?

“Lagipula Papa pernah bilang padaku! Karena aku terlihat seperti Mama, maka di
masa depan nanti aku akan punya tetek yang gede, jadinya dengan itu aku akan bisa
memikat Kak Yuya!”

[Catatan penerjemah: Kata-kata yang Rika pake emang vulgar ya di Raw-nya.]

Sip, aku akan membunuhmu, Taka-san.

Bab 84
Kau Akan Percaya Perkataan Siapa Rika-chan?

Kalau mau bepergian, biasanya kami akan naik kereta. Tapi karena hari ini Rika-
chan bersama kami, jadi kami meminta Miyamot-san untuk mengantarkan kami
dengan mobil. Aku terkejut dengen betapa cepatnya dia datang begitu Kaede
meneleponnya. Aku penasaran, dimana dan apa sih yang biasanya dia lakukan?

“Itu... aku tidak bisa menjawabnya karena akan melanggar aturan.”

Miyamoto-san itu orang yang berasal dari masa depan.

Tidak, bukan begitu!

Kaede cekikikan saat dia mengatakan itu, jadi aku yakin kalau dia hanya mengarang
cerita. Sedikit tercengang dengan pertukaran mereka, aku menghela napas, dan
memanggil Rika-chan yang duduk dengan tenang di sampingku seperti anak ayam.

“Ada apa, Rika-chan? Apa kau sakit?”

Tepat sebelum kami pergi, Rika dengan bersemangat membicarakan tentang daya
tarik dari para pahlawan bertopeng yang saat ini sedang mengudara. Aku sih samar-
samar mengetahui rider pertama Reiwa, tapi cerita yang Rika-chan katakan
sepertinya cukup menarik. Terutama di bagian prajurit kedua yang katanya keren
banget.

Nah, sebelumnya Rika-chan sangat bersemangat saat membicarakan itu, tapi begitu
dia masuk ke dalam mobil, dia menjadi pendiam seperti orang yang sama sekali
berbeda. Dia tidak mabuk kendaraan atau semacamnya, kan?
“B-Bukan begitu, Kak Yuya. Aku hanya gugup karena ini pertama kalinya aku
menaiki mobil semewah ini.”

Itu mengejutkan. Seorang anak seperti Rika-chan biasanya tidak akan gugup,
melainkan akan sangat bersemangat. Yah, aku sendiri kewalahan saat awal menaiki
mobil mewah ini tanpa tahu alasannya.

“Fufufu. Kalau tidak salah, saat itu Yuya-kun juga gemetaran seperti anak kucing,
kan? Tapi kau tidak perlu cemas seperti itu kok, Rika-chan.”

Kaede tersenyum dan memeluk Rika-chan dengan lembut serta menepuk-nepuk


kepalanya. Pemandangan itu membuatnya terlihat seperti seeorang Ibu suci.

“Bahkan dulu, saat aku menepuk-nepuk kepala Yuya-kun yang gugup seperti ini, dia
segera menjadi tenang, Jadi Rika-chan juga pasti akan—“

“Bisakah kau berhenti mengarang masa lalu dengan begitu mudah? Jika ada, saat itu
kau hanya menertawakan kegugupanku, kan!?”

Kutarik apa yang kukatan sebelumnya. Dia tidak terlihat seperti seorang Ibu suci.
Dia masih sama seperti Kaede yang biasanya, seorang yang suka iseng. Jadi, jangan
berbohong pada Rika-chan seperti itu!

“Saat itu aku tidak tertawa, tahu? Rika-chan, Yuya-kun menggangguku nih.”

“Menggangu apanya coba!? Saat itu kau benar-benar cekikikan saat melihatku
gemetaran! Aku tidak akan membiarkanmu berbohong tentang itu!”

Secara tiba-tiba aku dimasukkan ke dalam mobil mewah yang asing, yang dimana
dalam hidupku sejak aku lahir, aku hanya pernah mendegar tentang keberadaan
mesin tersebut. Jadi jika ada orang yang tidak akan gemetaran akan hal itu, maka
orang itu pasti memiliki mentalitas yang sangat kuat. Tapi sayangnya, aku tidak
memiliki mentalitas yang seperti itu.

“Hei, Rika-chan. Siapa yang kau percaya, perkataanku atau Yuya-kun? Tentunya, kau
pasti akan percaya perkataanku, kan?”

Kaede terus membelai Rika-chan dengan senyuman seperti Ibu suci. Umu, mereka
terlihat dua saudari cantik yang rukun. Rika-chan pasti akan menjadi gadis yang
populer di masa depan.

“Mmmm... mungkin aku percaya Kak Kaede?”


“Tidak mungkin, Rika-chan!? Apa kau lebih mempercayai perkataan Kaede-san
daripada perkataanku!”

“Kau memang pintar memilih Rika-chan! Aku sedikit khawatir dengan kesanmu
yang agak meragukan itu, tapi aku tetap memberikanmu nilai yang sempurna! Oh
iya! Karena kau sudah mempercayaiku, aku akan membelikanmu barang apa saja
yang kau inginkan sebagai terima kasih!”

Kaede mengusap-ngusapkan pipinya di pipi Rika-chan, tapi dia tidak menunjukkan


adanya tanda-tanda tidak senang terhadap itu. Aku bisa mengerti perasaanmu kok,
Rika-chan. Pipi Kaede itu memiliki kekuatan magis, jadi, menyentuhnya saja sudah
akan membuat merasa damai.

“Ada apa, Yuya-kun? Kau terlihat iri, mungkinkah kau juga ingin aku mengusap-
ngusap pipiku di pipimu?”

“Ah Kak Yuya... pipi Kaede-san benar-benar pipi yang membuat orang jadi merasa
damai... Ini benar-benar berbeda dari pipinya Papa.”

Dalam sekejap, wajah Rika-chan terlihat meleleh. Dari pada itu, membandingkan
Kaede dengan Taka-san itu terlalu menghina namanya. Aku yakin, dengan pipi Taka-
san yang ada ada berewoknya, akan terasa sakit kalau dia mengusapkannya.

“Fufufu, apa boleh buat. Saat ini, Rika-chan memiliki prioritas yang tertinggi, jadi
aku akan memberikan jatahnya Yuya-kun saat malam nanti, jadi mohon sabar ya.”

“B-Bukan berarti di sini aku iri loh ya! Aku sih tidak keberatan diusapkan pipimu,
tapi yang terpenting adalah jika kita bisa berciuman seperti yang selalu kita lakukan
di malam hari!”

“M-Mou, Yuya-kun! Rika-chan ada di sini tahu, jadi tolong kendalikan dirimu itu!
Lagipula, kau sudah memutuskan untuk menahannya saat Rika-chan tinggal
bersama kita, kan!”

Secara tidak sengaja, perasanku yang sebenarnya keluar dari mulutku. Memang
benar, aku sudah berjanji bahwa aku tidak akan mencium atau menggigit telinga
Kaede di depan Rika-chan! Dan untuk bisa menahan diri dari melakukan, kami
sampai membuat bekas cupang, tapi aku benar-benar melupakannya.

“T-Tapi. Jika kau benar-benar ingin... Ayo kita lakukan? Tentu saja, itu setelah Rika-
chan tidur. Dan juga, itu ciuman mesra yang seperti biasanya, oke?”

“...Kak Kaede, bukannya aneh mengatakan itu saat aku sekarang ada di sini?”
Perkataan Rika-chan ada benarnya.

“Seperti yang diharapkan dari mereka yang disebut meotople.”

[Catatan Penerjemah: Btw, gua akhirnya tahu singkatan dari Meotople, dan itu
ternyata simpel, [Married Couple]. Sebenarnya gua udah punya bayangan kalau ini
kepanjangnnya karena dalam rawnya ada tambahan kata (Fufu=Suami-istri), cuman
gua sempat musingin huruf ‘t’ yang ada di Meotople, makanya gua sampai sekarang
gak tau.]

Untuk pertama kalinya, Miyamoto-san ikut nimbrung dalam pembicaraan. Selain itu,
kenapa kau bisa tahu kata meotople!?

“Ngomong-ngomong, sebentar lagi kita akan sampai. Dan kalau mempertimbangkan


waktunya, cuman sedikit waktu yang bisa digunakan untuk membeli minuman dan
semacamnya, jadi cepatlah.”

Waktu berkendara yang menyenangkan telah berakhir, dan kini tiba waktunya
untuk menonton film yang ditunggu-tunggu,

“Aku ingin melihat-lihat beberapa barang setelah kita sampai, tapi mengingat waktu,
kita memang tidak memiliki banyak. Yuya-kun, Rika-chan, apa ada sesuatu yang
kalian inginkan?”

Kaede bertanya sambil melihat jam tangan yang kuberikan padanya. Aku dan Rika-
chan melakukan kontak mata, mengangguk sedikit, bernafas bersama dan
menjawab pertanyaan di waktu yang sama.

““Cola dan popcorn! Yang rasanya asin!””

Tanpa kedua hal itu, nonton di bioskop akan terasa hampa!

Bab 85
Undian Fatal (Pemilihan Kursi)

Saat Kaede mengeluarkan tiket, aku dan Rika-chan memutuskan untuk berbaris di
antrian stan. Seperti yang bisa diduga dari bioskop pada akhir pekan liburan musim
semi. Tempat ini sangat ramai dengan sepasang kekasih dan keluarga, dan menurut
Kaede, film yang akan kami tonton sudah penuh. Sungguh keajaiban bahwa kami
bertiga bisa duduk berdampingan.
“Kak Kaede tadi bilang maunya Calpis saja, kan? Apa dia benar-benar tidak mau
popcorn?”

“Yang kupesan ukurannya M, jadi kami berdua bisa memakannya bersama-sama.


Dan karena punya Rika-chan berukuran S, kau bisa memakannya sendirian.”

Bahkan setelah menonton film, kami masih memiliki banyak waktu sampai makan
malam, jadi kupikir tidak apa-apa sekalipun kami makan banyak cemilan disini. Tapi
bukannya senang, Rika-chan mengangkat alisnya dan mulai merenung. Dia kenapa?

“Kak Yuya, aku juga tidak mau popcorn.”

“Eh? Kau juga tidak mau popcorn Rika-chan?”

“Sebagai gantinya, ayo kita buat ukuran yang dipesan Kak Yuya menjadi Ⅼ dan kita
bertiga bisa memakannya sama-sama!”

Seperti yang Rika-chan bilang, akan lebih efisien secara finansial untuk membeli
yang lebih besar daripada membeli satu untuk setiap orang. Itu sungguh
menakjubkan bagi seorang siswi kelas 1 SD untuk daat berpikir sejauh itu. Ini pasti
berkat didikan yang diberikan Harumi-san. Tentunya, itu sama sekali bukan karena
didikan Taka-san.

“Kak Kaede pasti akan memonopoli ruang di samping Kak Yuya demi berbagi
popcorn. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi...!”

Eh. Kok pernyataan Rika-chan jadi aneh? Bukannya kalian sudah akur di
pertandingan tadi pagi? Bukannya kalian sangat rukun seperti dua saudari pas di
dalam mobil?

“Masalah ini berbeda dari itu, Kak Yuya... Ini adalah perang suci! Ada pertempuran
di luar sana yang aku tidak boleh sampai kalah!”

Begitu ya. Jadi pertarungan untuk mendapatkan kursi di sampingku berada pada
level yang sama dengan pertempuran besar Samurai Biru. Merupakan suatu
kehormatan untuk berpikir demikian, tapi sisi SMA vs bocil SD terlalu buruk kalau
diadu. Dengan kata lain, ini seperti bertanding melawan Belgia, yang merupakan tim
nomor satu di dunia. Lawannya terlalu buruk.

“Selamat datang! Apa anda sudah memutuskan pesanan anda?”

Di tempat pertama, akankah pertarungan yang dikhawatirkan Rika-chan benar-


benar terjadi? Sekalipun itu adalah Kaede, dia pasti tidak akan melakukan itu ‘kan!
“Ah, ya. Dua Cola ukuran M dan satu Calpis ukuran M. Dan juga, satu popcorn
ukuran L yang rasanya asin.”

Berpikir samar-samar, aku memberi tahu pesananku. Karyaman Onee-san itu


kemudian memasukkan pesanan ke kasir dengan tangan yang sangat lihai. Tidak
ada keraguan dalam gerakannya, dan sepertinya dia sudah menghafal tata letak
panelnya.

“Dua Cola ukuran M, satu Calpis ukuran M, dan satu popcorn ukuran Ⅼ rasa asin.
Totalnya 1.510 yen!”

Sebelum membayar tagihan, Onee-san itu membuatku memasitkan layar tagihan.


Aku mengangguk dan mengeluarkan uang tunai dalam jumlah yang pas untuk
membayarnya.

Kaede-san memberiku kartu hitam yang terbuat dari bahan yang sangat keras
sehingga sulit dipercaya kalau itu adalah kartu kredit, tapi aku terlalu takut untuk
menggunakan itu. Meski atas nama orang tua, itu bukanlah kartu yang bisa dibawa-
bawa oleh siswa SMA biasa.

“Terima kasih sudah menunggu! Ini pesanannya!”

“Terima kasih. Rika-chan, maaf, tapi bisakah kau memegang satu minuman?”

“Oke!”

Jumlah minuman yang bisa ditaruh di nampan dibatasi dua, dan karena ada
popcorn, aku tidak bisa memegang nampan dengan satu tangan, jadi aku meminta
Rika-chan membantuku. Onee-san itu mencondongkan tubuh dari konter dan
dengan lembut memberikannya minuman yang kami pesan. Aku menghargai
perhatiannya terhadap detail seperti ini.

“Pegang dengan hati-hati supaya itu tidak jatuh, Rika-chan.”

“Kalau begini saja aku bisa melakukannya! Kau terlalu memperlakukanku seperti
anak kecil!”

“Itu benar, Yuya-kun. Khawatir memang tidak ada salahnya, tapi terlalu khawatir
juga tidak baik, tahu?”

Saat kami keluar dari barisan, kami bertemu Kaede, yang telah menukar tiket.
Tatapan Rika menajam saat dia melihat tiga lembar kertas di tangannya, dan Kaede,
yang menyadarinya, tersenyum dengan senyuman tak kenal takut. Apakah
pertempuran benar-benar akan dimulai?

“Tatapanmu itu. Dan juga, Yuya-kun yang memegang satu popcorn ukuran Ⅼ. Fufufu,
Rika-chan, jadi kau menyadarinya, ya?”

“Tentu saja. Karena aku yakin jika itu adalah Kak Kaede, kau pasti akan mencoba
mendorongku ke tepi dengan duduk di samping Kak Yuya untuk berbagi popcorn.
Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”

Oi, oi. Seriusan nih, Kaede? Apa kau benar-benar memikirkan itu!? Eh, seringai apa
itu, itu seperti seringai yang dilakukan oleh karakter saingan yang mengakui
protagonis sebagai yang terkuat! Kau terlau kekanak-kanakkan.

“Jadi, bagaimana cara kita memutuskan tempat duduk, Kak Kaede? Apa
menggunakan gunting-batu-kertas?”

“Fufufu. Caranya lebih sederhana dari itu. Ini tiketmu, Yuya-kun.”

Kaede meletakkan tiketku di nampan dengan nomor tempat duduk di sisi bawah
sehingga itu tidak bisa dilihat.

“Sekarang, Rika-chan. Silakan pilih salah satu dari dua kartu ini. Kalau kau menarik
kartu yang benar, kursi di sebelah Kak Yuya akan menjadi milikmu. Tapi jika kau
menarik kartu yang salah..., Nah, silakan dipilih!”

Apa-apaan dengan lelucon ini? Apa yang sebenarnya sedang kusaksikan? Aku
menghela napas karena pacarku yang imut memainkan permainan misterius
melawan anak kelas 1 SD, tapi aku tidak bisa berkata apa-apa karena ekspresi wajah
Rika-chan terlihat sangat serius.

“Fufufu, ini undian penting yang menentukan nasibmu. Kau harus menariknya
dengan hati-hati.”

“...Aku akan menarik dan menunjukkannya. Akulah yang akan duduk di sebelah Kak
Yuya... Aku akan menariknya sekarang! Kak Kaede. *sedang menarik*!!”

Teriakan Rika bergema di pintu masuk bioskop. Kartu apa yang dia tarik?

“Tidak, Kaede-san sih iya, tapi bukankah Rika-chan juga terlalu sembrono?”

Emangnya ini Yu-G*-Oh apa? Aku bertsukkomi seperti itu, tapi sayang itu tidak
mencapai siapapun.
Bab 86
Aku Ingin Bermesraan Saat Menontong Film

Bagian dalam bioskop berangsur-angsur menjadi gelap, dan trailer mulai diputar.
Rika-chan, yang duduk di sebelah kananku, melempar popcorn ke mulutnya dan
kemudian meminum Cola dengan mata yang berbinar.

Kalau kau makan dan minum dengan kecepatan seperti itu, bukannya itu nanti
malah akan habis pas di pertengahan film, atau kau mungkin malah akan bolak-balik
ke toilet?

“Tidak apa-apa. Kalau aku kebelet, aku akan menahannya.”

“Tidak, bukan itu masalahnya. Tapi yang jelas, makan dan minumnya pelan-pelan
aja, oke? Karena kalau kau mondar mandir di pertengahan film, itu akan menganggu
pelanggan yang lain.”

“Ini memang tidak bisa dihindari, Yuya-kun. Kalau kau makan popcorn, pastinya kau
juga ingin meminum cola. Rika-chan, kalau kau memang kebelet dan pingin ke toilet,
jangan ditahan-tahan dan bilang saja, oke?”

Kaede, yang duduk di sebelah kiriku, memberi tahu Rika dengan suara kecil,
terhadap itu, Rika-chan menganggukkan kepalanya.

Mengenai saran yang Kaede usulkan untuk menentukan siapa yang berhak duduk di
sampingku, hasilnya adalah Rika-chan memenangkan undian tersebut. Tapi
sayangnya, ketika aku memeriksa nomor kursiku, ternyata aku berada tepat di
tengah-tengah keduanya. Jadi sejak awal, baik Kaede dan Rika-chan memang akan
duduk di sampingku. Yah, kurasa itu wajar saja.

“Fufufu. Ini pertama kalinya aku menonton film pahlawan dengan efek khusus di
bioskop. Entah kenapa, aku jadi agak bersemangat.”

“Sebenarnya, ini pertama kalinya juga bagiku. Aku sangat menantikannya.”

“Hei, kalian. Filmnya akan segera dimulai, jadi diamlah! Jangan mengobrol selama
pemutaran, oke?”

Saat aku ngobrol dengan Kaede, Rikac-chan jadi marah. Setelah meminta maaf, aku
memusatkan perhatianku ke arah layar.
Setelah video yang menampilkan larangan penguploadan ilegal berakhir, lampu
benar-benar dimatikan dan ruangan menjadi gelap. Segera setelah pembukaan yang
familiar di tebing selesai, film itu dimulai dengan adegan pertempuran yang dahsyat.

Ngomong-ngomong, ini adalah kolaborasi dari pahlawan sentai dan pahlawan


bertopeng, yang dimulai dengan pahlawan sentai.

Dengan tatapan yang kekanak-kanakan saat melihat film, Kaede menggenggam


tanganku. Aku terkejut dengan tingkahnya yang tiba-tiba itu, tapi tanpa mengatakan
apa-apa, aku menjalinkan jari-jariku dan balas menggenggamnya.

Saat aku melirik ke arah Kaede, mata kami saling bertemu. Bahkan dalam kegelapan,
aku bisa melihat dengan jelas senyuman yang terbentuk di bibir lembabnya.
Ekspresinya terlihat sangat dewasa, membuatku tidak percaya kalau kami ini
seumuran.

“Kau tahu, aku selalu ingin mencoba melakukan ini sekali. Menonton film di bioskop
sambil berpegangan tangan dengan seseorang yang kucintai.”

“Jadi, bagaimana kesanmu saat pertama kali mencobanya?”

“Fufufu. Rasanya sangat menyangkan, aku merasakan sensasi kegembiraan yang


berbeda dari biasanya.”

Mengatakan itu, Kaede meringkuk di bahuku. Apalagi, genggaman tangan kami telah
berubah menjadi persilangan lengan Aaaah, sungguh sensasi yang lembut.

“Kalau Rika-chan tidak ada..., aku ingin kita berciuman. Yah, kurasa kita harus
melakukannya di lain waktu.”

“Itu usulan yang menarik, tapi kupikir itu bukanlah sesuatu yang baik untuk
dilakukan, Kaede-san.”

Berciuman di depan umum jelas tidak baik! Maksudku, hal semacam itu adalah
momen yang berharga karena dilakukan di ruangan yang hanya terdiri dari dua
orang, dan menurutku, tidaklah baik melakukannya di depan umum. Di hidupmu,
kau hanya akan satu kali bisa berciuman di depan umum.

“Itu artinya... di pesta pernikahan? Ya ampun, itu masih terlalu dini tahu, Yuya-kun.
Ngomong-ngomong, kau maunya di adakan dimana upacara pernikahannya? Terus,
apa bulan madunya di luar negeri?”
Lah, bukannya kau malah jadi membicarakannya terlalu jauh! Tapi jika
memungkinkan, aku ingin mengadakan pesta pernikahan dalam ukuran kecil. Tapi
mengingat posisi keluarga Kaede, kurasa itu tidak mungkin. Sedangkan untuk
bulang madu, aku ingin pergi ke resort tempat kami bisa menghabiskan waktu
dengan tenang. Tapi...

“Tapi asal tahu saja, kemanapun itu, aku akan bahagia dan bersenang-senang jika itu
bersama dengamu, Yuya-kun.”

“...Baru aja aku mau mengatakan itu.”

“Fufufu, maka itu artinya kita ini memang benar-benar serasi.”

Aku senang kami memikirkan hal yang sama. Aaaah, aku jadi ingin mencium Kaede
sekarang sebelum akar lidahku mengering.

“Kita memang tidak bisa berciuman, tapi sebagai gantinya... *mendekat*. Kita akan
bisa menempel seperti ini.”

Kaede menunjukkan senyum tidak senonoh dan memeluk lenganku lebih erat.
Melihat betapa imutnya tingkahnya itu, aku jadi tidak bisa menahan diri untuk
membelai kepalanya. Ya ampun, kami malah jadi tidak menonton filmn. Selain itu,
meskipun kami tidak bersisik, Rika-chan pasti akan marah.

“――――――”

Rika-chan menatap film itu dengan yang mata terbuka lebar dan penuh konsentrasi.
Jadi ini yah tampilan dari seorang anak yang berkonsentarasi.

“Tidak enak jika kita menganggu pelanggan yang lain, jadi ayo kita menonton film
dengan tenang juga.”

“Ya, kau ada benarnya.”

Tapi sayangnya. Setelah film itu selesai, aku dan Kaede dimarahi habis-habisan oleh
Rika-chan.

Bab 87
Rika-chan Menjadi Marah

“Kak Yuya, Kak Kaede. Apa ada sesuatu yang ingin kalian katakan?”
“Tidak, tidak ada.”

“Aku juga, tidak ada.”

Begitu filmnya selesai dan kami keluar dari bioskop, Sambil melipat tangan di depan
dadanya, Rika-chan memelototiku dan Kaede dengan tatap tajam dan marah di
matanya. Kami tidak bisa membantahnya, bagaimanapun juga, kami tadi terlalu
terbawa suasana.

“Aku bisa mengerti kok. Ya, aku bisa mengerti. Bahkan Papa dan Mama juga
berpegangan tangan saat mereka nonton di bioskop. TAPI! Mereka tidak sampai
merangkul satu sama lain dengan meletakkan kepala di bahu mereka!”

Aku bertanya-tanya, perasaan apa ini? Apakah ini yang orang-orang katakan sebagai
jenis sakrsame dari ibu mertua? Rika-chan yang frustasi dan menginjak-nginjak
lantai memang marah, tap dia juga tersenyum dan terlihat cukup imut, yang dimana
itu membuatku jadi cengar-cengir.

“Hah! Apa yang kau tertawakan, Kak Yuya! Aku di sini sedang marah loh!? Apa kau
mengerti!?”

“Ahahaha. Aku mengerti kok, Rika-chan.”

Ini buruk. Rika-chan sangat imut sehingga aku tidak bisa menatapnya secara
langsung.

“Issh—! Kau sama sekali tidak mengerti! Kak Kaede, kau menyeesali perbuatanmu,
kan!?”

“Habisnya ‘kan itu mau bagaimana lagi. Lagian aku ingin terus dekat dengan Yuya-
kun.”

Kaede-san, kenapa kau malah mengatakan sesuatu yang justru menambah minyak
ke dalam api?? Selain itu, kau mengatakannya dengan bonus merangkulkan
tanganmu di sekitarku! Lihat, cahaya sudah menghilang dari mata Rika-chan.
Bahunya juga terlihat gemetaran.

“Ri-Rika-chan?”

“Uh... uh... uuuaaagh!!”

Rika-chan tiba-tiba mengamuk. Dan kemudian, ketika aku berpikir bahwa dia kesal
dan akan memukulku, dia memelototiku dan memeluk pinggangku.
“Aku juga akan tetap dekat dengan Kak Yuya! Aku tidak akan membiarkan Kak
Kaede sendiri yang keenakan!”

Aku sangat terkejut saat Rika-chan menekan kepalanya ke perutku. Meskipun


akibatnya aku jadi merasa sedikit sakit dan sulit bernapas, dia tetap memelukku
erat-erat yang membuatku semakin kekurangan oksigen.

“Rika-chan. Yuya-kun terlihat kesakitan, jadi tolong menjauhlah darinya.”

“Gak mau! Kau mengatakan itu supaya kau bisa memonopilnya, kan!? Aku tidak
akan tertipu oleh mulutmu itu!”

Kaede, kenapa kau menahan mulutmu di sana? Harusnya di sini kau mengatakan
‘Aku tidak akan memonolopinya, jadi lepaskan kak Yuya’. bukan? Kenapa kau justru
malah berpaling di sana? Apakah yang Rika-chan bilang itu memang benar?

“E-Erm..., Rika-chan. aku mengerti perasaanmu, jadi tolong lepaskan aku dulu. Aku
tidak bisa bernapas dengan baik sekrang. Kumohon, oke!”

“...Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu.”

Aku membelai kepala Rika-chan dan memintanya melepaskanku, tapi dia hanya
menggelengkan kepalanya sambil terus menempelkan wajahnya ke perutku.
Sikapnya ini kurang lebih sama dengan Kaede yang lagi dalam mode manja. Dengan
kata lain, ini merepotkan.

“Kalau aku melepaskanmu di sini, kau tidak akan mau berpegangan tangan
denganku, kan? Kau sudah berpegangan tangan dengan Kak Kaede, kan. Padahal aku
juga ingin berpegangan tangan.”

Begitu ya. Jadi penyebab dari semua ini adalah Kaede, ya. Aku tidak bisa menyangkal
bahwa aku ingin berpegangan tangan dengan Kaede, tapi kupikir aku harus
bersikap dewasa di sini. Benar begitu kan, Kaede?

“Kau benar. Rika-chan pastinya juga ingin bergandengan tangan dengan Yuya-kun.
Karena itu Rika-chan, aku punya saran untukmu.”

“......Saran apa?”

Saat Rika-chan menunjukkan sedikit minat, Kaede menunduk, mendekatkan


wajahnya ke wajah Rika-chan, dan berbisik di telignanya. Rika-chan mengangguk
dan tersenyum. Saat itu, langit yang tadinya gelap dan hujan, kini berubah menjadi
cerah dan berhiaskan pelangi.
“Kak Yuya, maaafkan aku karena sudah menjadi terlalu egois.”

Menjauh dariku, Rika-chan menundukkan kepalanya. Tidak, aku sama sekali tidak
mempermasalahkannya kok, jadi kau tidak perlu minta maaf, oke? Nah, kau mau
berpegangan tangan, kan?

“Ehehe. Terima kasih, Kak Yuya!”

Dengan senyum lebar, Rika-chan melangkah di antara aku dan Kaede. Jika kau
melakukan itu, aku jadi cemas, apakah kali ini Kaede yang akan memasuki mode
manja!? Tapi kekhawatiranku berakhir dengan melankolis. Karena, Kaede secara
alami meraih tangan Rika-chan yang satunya lagi.

“Saat aku masih kecil, aku sering bergandengan di antara Ayah dan Ibuku, jadi
kupikir akan menyenangkan melakukan hal seperti ini. Dan juga, ini bagus sebagai
latihan latihan untuk persiapan di masa depan.”

Saat aku melihat Kaede, aku memiliki visi yang jelas di kepalaku tentang masa
depan dimana kami berjalan-jalan dengan anak kami. Anak itu perempuan, dan dia
mirip dengan Kaede. Kaede versi Mama terlihat sangat bahagia saat putrinya yang
bersemangat bermain dengannya, dan aku juga ikut tersenyum saat melihat mereka
tertawa riang bersama.

“Fufufu. Aku sangat menantikan datangnya hari itu, Yuya-kun.”

“Aju harus melakukan yang terbaik dalam berbagai hal untuk dapat mewujudkan
itu.”

“Hei, kalian! Jangan membuat dimensi stroberi saat aku berada di antara kalian
berdua!”

Aku sangat berharap bisa memiliki masa depan yang bahagia seperti ini.

Bab 88
Tiba-tiba Hilang

Tempat yang kami datangi untuk menonton film adalah pusat perbelanjaan yang
kompleks. Selain bioskop, di sana ada berbagai toko, jadi kami bisa menghabiskan
waktu seharian di sana dan tidak merasa bosan, Berjalan-jalan saja tidak terlalu
buruk, tapi kedua gadis itu ingin makan crepes, jadi kami segera pindah ke food
court.
“Nah, kita kan mau membeli crepes, tapi kalian mau yang rasa apa?”

“Aku mau yang custard creme choco banana!”

“Kalau aku mau yang custard strawberry & mixed berry cream”

Rika-chan memilih yang rasa coklat pisang standar dan Kaede memilih rasa
stroberi. Hebat juga nih para gadis bisa dengan mudah mengucapkan nama-nama
itu. Sekarang sih, aku cuman bisa mengatakan coklat pisang.

“Kalau begitu aku akan pergi membelinya, kalian berdua tunggu saja di sini dengan
tenang. Kalau sampai kalian bertengkar, aku akan menyita crepes kalian, mengerti?”

Ehh!?? Meninggalkan mereka yang memprotes seperti itu, aku pergi menuju toko.
Seperti yang bisa dibayangkan dari akhir pekan liburan musim semi. Antriannya
cukup panjang. Apalagi kebanyakan dari mereka adalah wanita atau sepasang
kekasih. Aku merasa malu karena aku satu-satunya pria yang mengantri di sana,
tapi yah, aku hanya harus menahan rasa malu ini dalam waktu singkat.

Akhirnya, aku bisa memesan. Setelah menunggu beberapa menit lagi, aku menerima
dua crepes dan kembali ke tempat sebelumnya. Saat itu, aku merasakan ponsel yang
kuletakkan di saku celanaku bergetar menandakkan adanya panggilan masuk. Siapa
nih yang nelpon? Aku ingin mengangkatnya, tapi aku tidak bisa langsung
melakukannya karena tanganku lagi penuh. Pertama-tama, aku harus kembali ke
tempat Kaede dan Rika-chan.

“Ah! Yuya-kun! Akhirnya kau kembali juga!”

“Kaede-san? Ada apa? Eh, dimana Rika-chan? Bukannya dia bersamamu?”

“Begitulah seharusnya! Tapi saat aku pergi ke toilet dan kembali ke sini, aku tidak
dapat menemukannya dimanapun..., apa yang harus kita kulakukan!?”

Wajah Kaede pucat dan dia terlihat seperti akan menangis. Aku tidak mengerti apa
yang sebenarnya terjadi saat itu juga, tapi pertama-tama, aku membuatnya duduk
terlebih dahulu untuk menenangkannya karena dia terlihat sangat panik.

“Dia pergi kemana nih...? Kita harus pergi mencarinya sekarang..., akan sangat gawat
jika ada sesuatu yang terjadi padanya!”

“Tenanglah, Kaede-san. Aku bisa mengerti kalau kau jadi panik, tapi kau harus
tenang. Nih, icip dulu crepe ini supaya kau bisa tenang?”
“Aaaah..., apa yang harus kulakukan? Aku meninggalkannya sendirian karena
kupikir dia akan baik-baik saja, tapi..., karena Rika-chan itu sangat imut, jangan
bilang ada pedofilia yang karungin dia? Jika sampai ada sesuatu yang terjadi pada
Rika-chan, aku....”

“――――TENANGLAH, KAEDE!”

Mau tak mau aku memanggil namanya dengan nada yang kuat.

Kemudian, bahunya gemeatar saat aku memasukkan crepes ke dalam mulutnya dan
memberikannya padanya. Aku bertanya-tanya, apakah dia sudah menjadi sedikit
tenang dengan menggigit krim bersama adonan crepe itu?

“Jangan khawatir. Aku yakin dia hanya merasa bosan menunggu di sini dan pergi ke
suatu tempat untuk bermain. Kita pasti akan segera menemukannya.”

“Ugh..., kuharap begitu...”

Kaede terlihat begitu tertekan saat dia mengunyah crepe-nya. Tentunya, dalam hati
aku juga merasa panik. Tapi dalam situasi seperti ini, hal terbaik yang harus
dilakukan adalah pergi ke konter informasi umum dan meminta mereka untuk
mengumumkan pemberitahuan anak yang hilang. Namun, jika kami berdua pergi
dari sini bersama-sama, ada kemungkinan kalau Rika-chan akan kembali ke sini dan
kami malah akan terus berpisah. Karenanya, akan lebih baik jika aku yang pergi dan
Kaede tetap tinggal.

“Baiklah, kau menunggu saja di sini, Kaede-san. Aku akan pergi ke konter informasi
umum untuk membuat pengumuman mengenai anak hilang. Sementara itu, jika
Rika-chan kembali ke sini, segera telepon aku, kau mengerti?”

“Ya, aku mengerti......”

Setelah menepuk kepala Kaede yang tertunduk, aku hendak pergi ketika ada
seseorang yang memanggilku dengan nada segan.

“P-Permisi, aku mungkin bisa memberitahu kalian kemana perginya gadis yang
seusia anak SD yang tadi duduk di sana.”

Orang yang mendekati kami adalah seorang ibu dengan seorang gadis yang
seumuran dengan Rika-chan. Tampaknya ibu itu mengetahui informasi yang paling
ingin kami ketahui saat ini. Berpegang pada harapan itu, Kaede menyelinap di
antara kami dan bertanya.
“A-anda melihat kemana perginya Rika-chan!? Ke mana dia!? Ke mana anda melihat
dia pergi!?”

Terhadap pertanyaan yang begitu blak-blakan itu, anak dan Ibu itu menjadi sedikit
terkejut. Kalau begini kami tidak akan bisa berbicara dengan baik. Dengan lembut,
aku menepuk bahu Kaede.

“Tenanglah, Kaede-san. Maaf ya membuat kalian terkejut. Jadi, kemana perginya


gadis itu?”

“Oh, ya. Tentang gadis itu, aku yakin dia pergi ke arah bioskop.”

Bioskop? Bukanya kami baru-baru saja habis dari sana, dia mau ngapain pergi ke
sana?

“Erm, sebelum Kakak kembali ke sini, tadi ada Pik*chu yang lewat di sini. Aku
melihatnya mengikuti Pik*chu itu!”

Lah, kok tiba-tiba nama Tikus Listrik dari anime yang populer masuk ke dalam
percakapan? Eh, aku jadi semakin bingung, apa yang dia maksud?

“Mereka mengadakan acara pemotretan untuk mempromosikan Movie yang akan


dirilis di musim panas. Mereka berkeliling mengumumkan itu, dan kupikir dia
kebetulan melihatnya dan mengikuti mereka.”

Jadi begitu. Kalau dia bosan mengunggu sendiri dan melihat ada kostum binatang
seperti itu lewat, pastinya dia akan mengikutinya. Selanjutnya, menurut Ibu anak
itu, acara pemotretan tersebut masih berlangsung.

Berterima kasih dengan sopan, Aku dan Kaede bergegas pergi menuju bioskop,
berharap akan kemungkingan kalau Rika-chan masih ada di sana. Sebenarnya aku
ingin Kaede tetap tinggal, tapi dia bersikeras ingin ikut.

“Aku tidak mau! Aku juga akan pergi! Aku tidak mau ditinggal sendirian dan
menunggu!”

“...Baiklah, Kalau begitu, ayo pergi bersama-sama.”

Kami tidak punya waktu untuk berdebat, jadi aku memutuskan untuk pergi
bersamanya. Kumohon tetaplah di sana, Rika-chan!
Bab 89
Anak Kucing yang Hilang

Biasanya, kalau cuman lari seperti ini aku tidak akan kehabisan napas, tapi karena
ketikdaksabaran yang disebakan oleh rasa panik, aku jadi ngos-ngosan.

“Rika-chan...! Rika-chan ...!”

Kaede, yang berlari bersamaku, menggumamkan nama Rika-chan seperti dia sedang
berdoa. Meski itu bukanlah sprint, dia yang dapat mengikutiki menunjukkan betapa
khawatirnya dia terhadap Rika-chan. Sungguh, kekuatan yang dimiliki seseorang
saat mereka terdesak sangat luar biasa.

“Semoga, semoga kau baik-baik saja...!”

Kaede berakselerasi di depan bioskop. Di ruang acara yang terletak di lobi depan
teater, acara jabat tangan dan sesi foto dengan kostum tikus kuning yang
merupakan karakter yang populer masih digelar.

“Haah... Haah... Rika-chan, kau ada dimana...!?”

Aku dan Kaede melihat-lihat ke sekeliling. Antrean event tersebut terdiri dari orang
tua dan anak-anak. Jika demikian, dia harusnya berada di tempat yang dapat
memperluas bidang penglihatannya untuk dapat melihat dari kejauhan..., tidak ada
juga ya

Apa dia tidak ada di sini? Saat aku mulai berpikir begitu—

“Apakah di sini ada walinya Rika Omichi-chan?”

“...Eh? Rika-chan!?”

Aku melihat bahwa staf wanita di bioskop berteriak sambil menarik tangan Rika-
chan. Kaede yang bereaksi lebih awal dariku segera berlari ke arahnya. Dengan
terburu-buru, aku mengikutinya.

“――――Ah! Kak Kaede!”

“――――Rika-chan!”

Rika-chan bergegas menjauh dari staf wanita itu dan menuju ke arah Kaede sambil
tersenyum. Kaede pun memuluk gadis yang tampak polos dan tidak menyadari
kekhawatiran orang lain terhadapnya dengan erat, bahkan dia sampai lupa kalau dia
sedang memegang crepes di satu tangannya. Ah, staf itu mengangkat suaranya

“Hai Kak Kaede! Ayo kita berfoto dengan Pik*chu yang di sana! Katanya dia cuman
datang hari ini loh! Ada apa, Kak Kaede? Kok kau menangis?”

Dengan ekspresi tidak mempedulikan hal lain, Rika-chan menunjuk ke arah kostum
binatang yang dengan senang hati berfoto bersama anak-anak di panggung
sederhana. Namun, ekspresinya segera berubah menjadi bingung saat menyadari
bahwa Kaede yang memeluknya sedang menangis.

“Duh... aku sangat khawatir tahu saat kau menghilang begitu saja! Kupikir sesuatu
mungkin telah terjadi padamu...”

Kaede menumpahkan air matanya. Rika-chan bingung terhadap Kaede yang


menangis, dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arahku seolah dia meminta
bantuan.

“Kami sangat khawaitr saat kau menghilang, Rika-chan? Kenapa kau tidak
menunggu sampai aku atau Kaede-san kembali?”

“H-Habisnya..., kupikir aku tidak akan bisa bertemu dengan Pik*chu itu lagi, jadi
tubuhku bergerak begitu saja...”

“Begitukah, yah, kurasa memang begitu. Tapi Rika-chan, aku dan Kaede-san sangat
khawatir kami tidak akan bisa melihatmu lagi setelah kau tiba-tiba menghilang. Jadi
mulai sekarang, jangan pergi kemana-mana tanpa izin, kau mengerti?”

Tidak ada gunanya kalau aku memberitahunya dengan keras. Rika-chan masih
anak-anak dibandingkan dengan kami. Rasa ingin tahunya terkadang dapat
membuatnya jadi terlena. Karenanya, aku memberitahunya dengan lembut. Aku
mencoba membuatnya mengerti bahwa jika dia melakukan sesuatu seperti ini,
orang yang dia cintai akan sedih.

“Maafkan aku... karena pergi tanpa bilang-bilang.”

“...Udah, tidak apa-apa kok. Lagian aku sudah bertemu denganmu lagi seperti ini.
Nah, kalau kita terus melakukan ini, eventnya akan berakhir. Ayo kita berfoto!”

“Ya! Ayo cepat, Kak Kaede!!”

Keduanya berlari ke panggung event, berpegangan tangan seolah-olah mereka


berdua sungguh-sungguh merupakan orang tua dan anak. Aku membungkuk dengan
sopan kepada staf bioskop yang telah melindungi Rika-chan, dan kemudian
mengejar mereka dengan senyum masam. Kemudian, aku teringat satu hal yang
sangat penting.

“Ayo, Yuya-kun! Cepat! Kita yang terakhir loh!”

“Cepat Kak Yuya!”

Terhadap kedua orang yang menyuruhku bergegas, aku segera bergegas. Aku ingin
tahu, apakah Rika-chan tidak menyadarinya.

Aku menyerahkan ponseolku kepada staf yang bertanggung jawab atas pemotretan
dan naik ke atas panggung. Dengan Rika-chan berada di tengah, aku dan Kaede
membungkuk di depan si kostum itu.

“Fotonya pake kameranya abangnya? Baiklah, kalau begitu aku akan memotretnya,
oke? Nah, mendekatlah! Benar, begitu! Nah. bilang, chesee.”

Suara cekrek terdengar dan pengambilan foto selesai. Di akhir, Rika-cahan berjabat
tangan dan melakukan tos dengan tikus listrik itu.

“Yuya-kun, tolong kirimkan foto barusan ke ponselku-ku, oke?”

“Ah! Aku juga ingin foto itu! Tapi aku tidak punya ponsel..., gimana nih?”

“Jangan murung, Rika-chan. Kita bisa mencetak foto itu di tempat percetakan. Lain
kali kita akan pergi ke sana bersama-sama, oke!”

Um, Rika-chan mengangguk sambil tersenyum. Melihat keduanya, mereka terlihat


seperti orang tua dan anak yang sebenarnya. Kalau aku dan Kaede punya anak, dia
pasti akan menjadi seorang ibu yang baik. Kemudian, kami akan bisa menciptakan
keluarga yang bahagia.

“Oh iya, kalau foto itu mau dicetak, aku bisa melakukannya sekalian membeli
beberapa pakaian.”

“Eh? Pakaian? Untuk siapa?”

Tanda tanya terlihat di kepala Kaede. Namun, Rika-chan, pihak yang bersangkutan,
sepertinya telah menyadarinya.

“Tentu saja pakaian untuk Rika-chan, apa kau tidak menyadarinya?


Di punggungnya ada noda bekas krim crepes.”
Saat tadi Kade memeluknya, punggung Rika-chan dikotori oleh crepes yang belum
dimakan yang dia pegang. Sekalipun tidak terlalu mencolok, tetap saja itu sudah
kotor.

“Aaaah!? Maaf ya, Rika-chan!”

“T-Tidak apa-apa kok, Kak Kaede. Jangan khawatirkan itu!”

“Enggak! Yuya-kun, aku akan membeli pakaian yang terlihat bagus untuk Rika-chan!
Aku serahkan pencetakan fotonya padamu!”

Sebelum menerima jawabanku yang ingin mengatakan ‘baiklah’, Kaede sudah


menarik tangan Rika-chan dan pergi dengan cepat. Ditinggal sendiri, aku mengigit
crepes yang belum disentuh dan memutuskan untuk pergi ke tempat penrcetakan
foto.

Yah, nanti kau tidak akan membeli banyak sekali pakaian hanya karena semuanya
terlihat bagus untuk Rika-chan ‘kan, Kaede?

Bab 90
Aku Ingin Boneka Model!

Saat aku memilih beberapa foto yang ingin kucetak dari galeri di ponselku dan
menunggu sampai percetakannya selesai, aku menerima panggilan masuk. Itu dari
Kaede. Ada apa?

“Halo, ada apa Kaede-san?”

[Tolong Kak Yuya! Kak Kaede! Kak Kaede sedang...!]

Yang kudengar di ujung lain telepon adalah Rika-chan, nadanya juga terdengar
panik. Apa terjadi sesuatu pada Kaede?

“Ada apa, Rika-chan!? Bisakah kau tenang dan memberitahuku apa yang terjadi?”

[B-Begini, aku kan sedang berbelanja dengan Kak Kaede. Terus, dia menjadi sedikit
sinting, dia bahkan sampai merepotkan petugas toko. Itu sebabnya, cepat datang ke
sini dan tolong aku, Kak Yuya!]
Hmm? Kaede? Merepotkan petuga toko? Mengapa? Saat aku memikirkan itu, Rika-
chan membiarkanku mendengar apa yang terjadi di toko tersebut. Suara yang
terdengar dari situ adalah—

[Sudah kubilang! Aku mau membeli semua pakaian yang dari sini ke hingga ke sini!
Masalah uang dan pembayarannya tidak perlu kau khawatirkan! Terus kenapa aku
tidak boleh membelinya!?]

“............Kurang lebih aku mengerti.”

[Yah, begitu lah intinya! Cepat ke sini, aku menunggumu! Pokoknya pergi ke sini
secepat mungkin!]

Aku menekan pelipisku terhadap perkembangan siuasi yang benar-benar persis


seperti dugaanku.

Benar saja, Kaede lepas kendali. Pasti dia akan mengatakan sesuatu seperti:
‘Memang bagus sih membuat boneka model untuk melihat pakaian mana yang
terlihat bagus untuk Rika-chan, tapi semuanya imut-imut, jadi susah sekali untuk
dipilih! Kalau begitu, kita beli saja semuanya!’. Baginya sih mungkin tidak ada
masalah, tapi bagi pihak toko, tidak mungkin mereka mengizinkan gadis SMA
membeli semua pakaian yang ada di rak.

“Tapi, yah. Itu tidak seperti aku tidak mengerti perasaannya.”

Aku bergumam sendiri saat menerima foto yang telah di cetak. Senyum Rika yang
seperti bunga matahari di foto itu adalah suatu air suci yang menyembuhkan hati.
Ngomong-ngomong, Kaede yang berdiri di sampingku dan tersenyum adalah sosok
Ibu Suci. Saat aku membayangkan dia sebagai calaon istriku di masa depan—

“Ini buruk, aku terlalu senang dan kepincut.”

Sambil menggeleng-gelengkan kepalaku, aku memasukkan foto-foto itu ke dalam


tiga amplop yang kuterima. Satu untuk Rika-chan, satunya lagi untukku dan Kaede.
Dan yang satunya lagi untuk penggunaan pribadijy. Apa yang ada di dalamnya
rahasia.

“Baiklah, kurasa sekarang aku harus menghentikan Kaede yang lepas kendali.”

Aku memasukkan foto-foto itu ke dalam tasku dan bergegas ke toko tempat mereka
berada. Robot yang lepas kendali tidak akan berhenti sampai dayanya dimatikan,
tapi apakah sesuatu seperti itu dapat menghentikan Kaede?
---

Aku melihat Rika mondar-mandir di depan toko, mungkin sedang menungguku. Saat
dia melihatku, dia segera melambaikan tangannya dan melompat-lompat.

“Kau lama sekali, Kak Yuya!”

“Hahaha..., maaf ya Rika-chan. Jadi, apa yang Kaede-san lakukan sekarang?”

“Kau bisa melihat itu dengan mata kepalamu sendiri. Ughh..., aku di sini sangat malu
tahu.”

Tindakan seperti apa yang sampai membuat siswi kelas 1 SD merasa malu? Dengan
gentar, aku dan Rika-chan memasuki toko. Apa yang memasuki pandanganku
setelahnya adalah Kaede yang menghadapi petugas toko dengan wajah cemberut
yang seperti sedang menggeram. Buset dah.

“Kenapa sih kok aku tidak boleh membelinya? Semua ini terlihat imut dan cocok
untuk Rika-chan, kan? Jadi tolong biarkan aku membeli semuanya!”

Ah, umu. Aku tahu persis bagaimana perasaan Rika-chan tentang ini. Jika kau terus
diberi tahu bahwa segala sesuatunya talihat imut dan cocok untukmu, awalnya kau
mungkin akan senang, tapi kemudian kau akan merasa malu dan ingin berteriak
agar mereka berhenti. Tapi, Kaede tidak bisa berhenti. Bahkan sampai petugas toko
itu kewalahan.

“Tidak, erm..., sekalipun anda ingin membeli semuanya...”

“Tidak apa-apa! Nanti aku akan menjelaskannya pada Ayahku bahwa aku membeli
banyak pakaian sebagai latihan ketika aku punya anak di masa depan! Dia pasti
akan sangat senang tentang itu.”

Petugas toko itu memperlihatkan wajah yang menyiratkan kalau itu tidak mungkin,
tapi yah, kenyataannya mungkin memang begitu. Mereka adalah keluarga sinting
yang dengan senang hati mendengarkan permintaan egois dan terbesar putri
tunggal mereka yang mengatakan [Aku ingin dia tinggal bersamaku]. Aku yakin
mereka akan dengan senang hati membayarnya.

“Uggh..., kalau sudah seperti ini, Yuya-kun juga harus ikut membantuku—Aaah,
Yuya-kun! Aku sudah menunggumu! Sekarang, ayo kita bujuk dia—Aduh!”

Dengan wajahku yang memerah karena malu, aku memukul kepala Kaede tanpa
peringatan. Perlakuanku terkesan seperti orang tua keras kepala yang percaya
bahwa dia bisa memperbaiki suasana hatinya dengan menonton TV. Ini adalah satu-
satunya cara untuk menghentikan Kaede yang lepas kendali.

“Aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Aku akan memastikan untuk memilih
dan membelinya dengan benar. Aku benar-benar minta maaf.”

Mengabaikan mata Kaede yang berkaca-kaca dengan pipinya yang mengembung


serta tatapan memprotes, aku membungkuk kepada petugas toko itu. Dengan
senyum pahit, dia berkata, “Ya, silakan pilihlah dengan perlahan” dan pergi. Aku
yakin dia akan menghela napas barat saat dia berbalik ke belakang.

“Issh! Kau ini tidak mau melihat Rika-chan yang imut ya!? Tidakkah menurutmu
semua ini terlihat cocok untuk Rika-chan!?”

“Yah, kau mungkin benar..., tapi kan tidak harus sampai membeli semuanya seperti
itu...”

Memang benar, semua pakaian itu imut-imut. Mulai dari gaun hingga T-shirt yang
sempurna untuk musim mendatang. Ada rok, celana, dan segala sesuatu di
antaranya. Aku bisa mengerti kalau dia merasa seperti itu, tapi masalahnya, tidak
harus sampai membeli seluruh pakaian yang ada di rak.

“Saat kita pulang nanti, kita akan mengadakan peragaan busana! Itu pasti akan
menyenangkan!”

“Ya, itu pasti akan menyenangkan, tapi mari kita lupakan tentak membeli seluruh
raknya dulu.”

“Lah, kenapa kok begitu! Kau ini sama sekali tidak mengerti, Yuya-kun!”

Kaede menghentak-hentak kakikanya di lantai. Melihatnya yang seperti itu, bahkan


Rika-chan benar-benar tercengang. Aku merasakan hal yang sama sepertinya, tapi
sebagai pacarnya, sudah merupakan peranku untuk menenangkannya.

Tapi sekalipun aku bilang begitu, apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa memilih
pakaian terlucu yang paling cocok untuk Rika-chan dari banyak pakaian ini. Ketika
aku dengan cepat menggerakkan mataku dari satu sisi ke sisi lain untuk mengamati
sekelilingku, aku memperhatikan sesuatu. Ini dia.

“Kalau sudah begini, aku tidak punya pilhan selain menelepon Ayahku dan
memintanya untuk membelikan semua ini untukku...”
“Kaede-san! Mumpung kita lagi ada di sini, kenapa kau tidak membeli beberapa
paikan juga?”

“...Eh? Aku juga?”

“Lihat, sepeti misalnya, keserasian dua maneken yang ada di sana itu. Bagaimana
kalau kau dan Rika-chan mengenakan pakaian yang sama? Dengan begitu, mungkin
kita bisa menyebutnya sebagai keserasian orang tua dan anaknya, itu pasti akan
sangat imut!”

Aku menunjuk ke arah dua manaken yang dipajang, dimana salah maneken adalah
berperan sebagai Ibu, dan yang satunya sebagai anak. Mereka mengenakan gaun
putih dengan motif bunga dan kardigan tipis di atasnya. Busana ala musim semi
yang pas untuk musim mendatang menciptakan suasana wanita dewasa saat Kaede
memakainya, dan itu akan menonjolkan keimutan seorang gadis muda saat Rika-
chan memakainya. Bisa dibilang bahwa itu adalah pakaian yang sempurna untuk
mereka berdua.

“Mungkin kalian akan terlihat seperti dua saudari daripada orang tua dan anak, tapi
menurutku. pakaian itu akan terlihat bagus baik pada Kaede-san dan Rika-chan?
Aku ingin melihat kalian berdua mengenakannya berdampingan...”

Aku menggaruk pipiku, sambil melihat arah lain untuk menutupi fakta bahwa aku
tersenyum hanya dengan memikirkannya. Mata Kaede membelalak dan dia menatap
maneken itu selama beberapa detik. Kemudian, wajahnya yang cemberut berubah
menjadi wajah yang cengengesan.

“Y-Yah, kalau kau bilang begitu, aku akan membuat keserasian orang tua dan anak
dengan Rika-chan. Ehehe.”

SIIIPP! Operasiku sukses besar! Aku berbalik dan mengacungkan jempol pada Rika-
chan! Kupikir dia akan balas mengacungkan jempol, tapi untuk beberapa alasan,
Rika-chan tersipu dan melihat ke bawah. Dia kenapa?

“Memakai pakaian yang serasi dengan Kak Kaede..., Itu tidak mungkin, aku terlalu
malu...”

“Ehehehe, Itu tidak benar kok. Nah, Rika-chan. Ayo pergi ke ruang ganti bersama.
Kita perlu menunjukkan keserasian orang tua dan anak dari diri kita pada Yuya-
kun.”

Kaede, degan wajah yang cengengesan, meraih tangan Rika-chan yang


disembunyikan di belakang punggungnya dan menyeretnya pergi. Kemudian, aku
mendengar teriakan minta tolong, tapi aku mengabaikannya dan menyeka keringat
di dahiku.

Fuu. Untuk sekarang ini melegakan.

Bab 91
Aku Ingin Piyama yang Serasi!

Setelah makan malam, kami langsung pulang ke rumah. Saat itu waktu sudah
mendekati pukul 21:00. Berbaring di kursi ruang tamu, aku memandang Kaede dan
Rika-chan yang lagi duduk di sofa. Mereka berdua menonton film pahlawan berefek
kuhusus dengan sangat antusias.

“Oh iya..., Kaede-san, Rika-chan. Kalau mau nonton film sih gak masalah, tapi kenapa
kalian tidak pergi ganti baju dulu? Kan sayang kalau baju baru itu lansgsung kusut?”

“Tidak apa-apa kok tetap seperti ini sampai kami pergi mandi, benar begitu kan,
Rika-chan?”

“Ya! Ini adalah pakaian yang serasi dengan Kak Kaede! Aku ingin memakainya
selamanya.”

“Duh! Kau ini benar-benar imut ya Rika-chan! Kalau begitu, ayo kita pergi beli
piyama yang serasi besok! Kita bisa menyimpan itu di rumah, dan dengan begitu,
kau bisa datang untuk menginap kapan pun kau mau!”

“Ide bagus tuh! Ya, ayo kita lakukan seperti itu! Tidak apa-apa ‘kan, Kak Yuya!?”

Untukku sendiri, aku sama sekali tidak keberatan, tapi kupikir Taka-san mungkin
akan menangis jika Rika-chan sering sekali datang ke rumah ini. Selain itu, ada
kemungkingan kalau akan ada percobaan pembunuhan yang terjadi padaku dengan
alasan ‘Apa yang kau lakukan pada Rika ku?’ atau sesuatu seperti itu.

“Tentu saja tidak apa-apa, Rika-chan. Kau harus memilih piyama yang lucu.”

Yah, tidak peduli sebarapa marah Taka-san, pada akhirnya dia tidak akan bisa
menang melawan permohonan Rika-chan yang penuh air mata. Dan juga, gadis ini
memiliki senjata pamungkas, “Aku benci papa!”. Kalau sudah diberitahu seperti itu,
Taka-san pasti akan memucat seperti abu.
“Nah, karena Yuya-kun tidak keberatan, ako kita pergi berbelanja piyama besok!
Selain itu, aku juga ingin membeli piyama untuk musim semi dan musim panas, jadi
ini kesempatan yang sempurna. Ayo kita pastikan itu serasi dan lucu.”

“Kalau gitu, bagaimana kalau Kak Yuya juga mengenakan piyama yang serasi!?
Dengan begitu, kita bertiga bias bisa tidur dengan mengenakan piyama yang sama!”

“Itu ide yang bagus! Jadi, Yuya-kun, besok kita akan pergi berbelanja lagi, oke?”

Aku tidak punya hak untuk menolak, dan aku juga tidak ada niatan untuk menolak.
Mengenakan piyama yang serasi dengan Kade bukanlah ide yang buruk, malah itu
ide yang baik. Tentunya, piyama lembut yang biasa dia pakai juga bagus, tapi
bagaima kalau dia mengenakan piyama musim semi atau musim panas? Apakah
kainnya akan lebih tipis dan lebih terasa sensasi kulit dibailiknya? Kalau aku sampai
terlena dengan sosoknya yang seperti itu—

“Hei, Kak Kaede. Wajah Kak Yuya terlihat seperti dia mengalami suatu hal yang
sangat sulit, kira-kira apa yang dia pikirkan?”

“Mmm. Wajah itu pasti adalah wajah yang berfantasi tentang aku dan Rika-chan
yang sedang mengenakan piyama. Aku yakin kalau dia sedang memikirkan sesuatu
yang tidak bermoral.”

“Memangya apa salahnya memikirkan Kaede-san mengenakan piyama yang imut?


Aku yakin karena itu adalah Kaede-san, kau mungkin akan menggodaku dengan
memilih kombinasi kamisol dan celana pendek, kan?”

Giku! Fantasiku terkonfirmasi ketika dia memberikan reaksi yang klasik dan mudah
dimengerti. Kupikir aku harus mempersiapkan diri untuk besok malam. Tidak,
mungkin hal yang sesungguhnya adalah malam setelah Rika-chan pulang ke
rumahnya?

“Aaah, melihat wajahmu yang seperti itu, bahkan aku juga bisa mengerti! Kak Yuya,
kau pasti sedang membayangkan momen dimana kau bermesraan dengan Kak
Kaede, kan! Astaga, kau tidak boleh memikirkan sesuatu seperti itu. tahu!”

Kau ini sungguh tidak bermoral, tambah Rika-chan. Aku tidak bisa memahaminya.
Kalau kau mengatakan itu, maka coba lihat wajahnya Kaede yang lagi memelukmu
sekarang. Wajahnya cengar-cengir sampai-sampai dia akan bisa ngiler kapan saja,
bukan? Bukankah itu adalah wajah dari seseorang yang sedang memikirkan [ha-hal
seperti itu]?

“Ehehe. Fantasi tentang Yuya-kun sedang bermesraan denganku..., Guhehe.”


“K-Kak Kaede sudah benar-benar rusak...”

“Tidak, asal kau tahu saja, ini adalah perilaku normalnya Kaede-san, Rika-chan.”

Karena kalau tidak seperti itu, dia tidak akan mencoba menyerangku di kamar
mandi pada malam pertama kami tinggal bersama, dan keesokan paginya, dia
benar-benar menyerangku. Dan juga, dia pasti tidak akan mengatakan kalau dia
tidak bisa tidur kecuali dia dipeluk. Nah, aku sih bahagia bisa memeluk Kaede,
jadinya aku tidak keberatan.

“...Kalian berdua benar-benar dimabuk cinta! Kalian pasti akan bermesraan begitu
aku pulang ke rumahku, kan?”

“Yang mana yang putih dan yang mana yang hitam, ya? Tidak,, bukan bgeitu. Itu
tidak seperti kami akan bermesraan begitu kau sudah pulang, Rika-chan!?”

Aku bereaksi secara refleks saat Rika-chan menatapku dengan dingin dan membuat
lelucon yang membuatku meragukan usianya, Tapi yang terpenting, adalah apa yang
dia katakan selanjutnya. Itu tidak seperti ada bedanya meskipun Rika-chan pulang,
kan?... Tidak ada bedanya bahwa kami akan tetap bermesraan.

Di layar televisi, pejuang terkemuka berubah menjadi wujud terkuatnya, yang hanya
tersedia di versi film, dan mengirimkan tendangan ke musuhnya.

“...Uu, dasar Kak Yuya tolol.”

Aku merasa seperti aku bisa memahami perasaan monster itu ketika dia terkena
jurus pamungkas dan meledak.

Bab 92
Rika-chan Ingin Mandi Bareng Kak Yuya

Karena Kaede sudah menjadi sinting, kami memutuskan bahwa tidak ada gunanya
lagi menonton film, jadi kami memutuskan untuk bersiap-siap pergi tidur.

“Ehehe. Mengenakan piyama yang serasi dengan Yuya-kun... Ehehe...”

Ini buruk. Tidak ada tanda-tanda bahwa pacarku akan kembali dari dunia
fantasinya. Aku yakin di kepala Kaede saat ini, dia sedang mengalami sesuatu yang
disebut kemesraan surgawi bersamaku. Aku sangat ingin membuat 80% dari itu
menjadi kenyataan.
“Hei, Kak Yuya. Kita ‘kan sudah lama gak mandi bareng, jadi ayo kiya pergi mandi
bareng.”

“Kau benar. Sudah lama kita tidak mandi bareng.”

Mantap, seru Rika-chan dengan sangat bahagia ketika dia pergi kamar tidur untuk
mengambil perlengkapan mandi.

Aku jadi teringat ketika aku menginap di rumahnya Taka-san..., di sana, aku dan
Rika-chan yang masih duduk di bangku TK beberapa kali pergi mandi bareng. Saat
itu, sangat menyenangkan untuk melihat bagaimana dia menghancurkan hati Taka-
san dengan mengatakan, [Aku tidak mau mandi sama papa.]

“...Yuya-kun. Apa maksudmu dengan yang barusan?”

Kaede, yang meraih pungunggku, membunuh aura kehadirannya seolah-olah dia


adalah hantu dan menanyakan itu padaku melalui bisikan. Nada suaranya dipenuhi
dengat hasrat membunuh yang luar biasa, dan jika aku berbalik begitu saja, pisau
kecil akan diarahkan ke jantungku melalui celah di antara tulang rusuk dan hidupku
akan sirna sebelum aku bisa bersuara. Namun, sekalipun aku tetap berbalik tapi
tidak bisa meyakinkan Kaede, akhir yang sama masih akan tetap menantiku.

“Hei, Yuya-kun. Aku tidak akan bisa mengerti kalau kau diam saja? Apa yang kau
maksud dengan yang barusan?”

“............”

“Barusan kau mengatakan kalau kau sudah lama tidak mandi bersama Rika-chan,
kan? Padahal saat aku bilang kalau aku ingin mandi bersamamu, kau dengan kerasa
kepala menolak itu. Jadi kenapa? Hei, kenapa?”

Kaede melingkarkan lengannya di pinggangku dan menarikku ke dekatnya. Dia


meletakkan dagunya di pundakku dan meniup-niupkan napasnya di telingaku. Saat
itu, aku bisa merasakan tubuhku gemetaran. Aku hendak membuka mulutku, tapi
saat itu dia menggigit daun telingaku.

“K-Kaede-san―――!?”

“Muu~... Aku..., aku ‘kan juga ingin mandi denganmu Yuya-kun? Mu~..., tidak apa-
apa, kan?”

Suara yang manis dan tidak senonoh terdengar di telingaku. Yang terburuknya
(terbaik), dia terus menggigit daun telinagku dan dengan sengaja menekan buahnya
yang melimpah di punggungku. Suhu tubuh Kaede dengan perlahan membunuh
kemampuan berpikirku.

“Hei..., Yuya-kun. Tidak apa-apa ‘kan..., hamu..., kalau aku juga mandi bersamamu?
Dengan begitu, kita bertiga..., hamu..., bisa masuk bersama-sama?”

“Y-Ya..., oke, aku mengerti... Jadi, berhenti mengigit daun telingaku.”

“Fufufu. Terima kasih. Kalau begitu aku juga akan berisap-siap. Pokoknya kau tidak
boleh melarikan diri loh ya! Nah begitulah, tolong tunggu sebentar, Rika-chan.”

Eh!? Rika-chan!? Dengan satu kata itu, kemampuan berpikirku dengan cepat hidup
kembali. Layaknya boneka mekanik yang rusak, aku perlahan berbalik dan melihat
Rika-chan ada di sana sedang memegang perlengkapan mandi..., sosoknya terlihat
seperti iblis.

“...Dasar Kak Yuya tukang selingkuh.”

“Bukankah kata-katamu itu mengerikan, Rika-chan!?”

Hanya satu kata. Namun Rika-chan, yang menyerangku dengan tembakan heart
break yang akurat, berbalik untuk mengikuti Kaede. Aku berlutut dan mendesah
dengan keras. Kaede yang licik telah benar-benar menjeratku.

“Jadi kau masih bersaing dengan Rika-chan ya, Kaede-san..., kau benar kekanak-
kanakkan.”

Tentunya, aku tidak memiliki hak untuk mengeluh tentang Kaede karena aku sendiri
merasa senang setelah merasakan sentuhan dadanya dan telingaku digigit dengan
manis, tapi tetap saja, setidaknya aku bisa mengeluh bahwa itu adalah tindak
kriminal karena melakukannya saat mengeatahui bahwa Rika-chan ada di sana,
kan?

Tidak, Kau tidak punya hak untuk mengeluh.

Entah kenapa, aku merasa seperti aku mendengar suara Shinji yang menyangkalku.
Bab 93
Style Barunya Kaede

Nah, sudah diputuskan kalau kami bertiga akan mandi bareng, dan sambil
mengenakan pakaian renang seperti biasanya, sekarang aku sedang mencuci kepala
dan rambutnya Rika-chan.

“Kenapa kau memakai pakaian renang saat mandi?”

Pertanyaan Rika-chan mungkin wajar dan masuk akal, tapi kalau aku tidak
mengenakan ini, aku tidak bisa untuk mandi bersama Kaede. Alasannya? Tentu saja
alasannya karena akal sehat dan kesadaranku akan hilang kalau melakukan itu.

“Rika-chan, apa kau memiliki bintik-bintik gatal?”

“Tidak ada kok! Tidak seperti saat Papa yang melakukannya, ini rasanya sangat
nyaman.”

Aku mencuci rambut Rika-chan dengan lembut, sambil berhati-hati agar tidak ada
busa yang memasuki matanya. Rupanya, jika itu Taka-san, dia akan mencuci
rambutnya Rika-chan dengas kasar. Setelahnya, Rika-chan mengatakan ‘Kalau Papa
mencucinya seperti itu, aku tidak akan mau lagi mandi dengan Papa!’. Kau sungguh
malang Taka-san.

Setelah selesai mencuci dan membilas rambutnya, aku memberikan sedikit pijatan
dan kemudian membilasnya lagi. Yap, dengan begini rambutnya mengkilap.

“Terima kasih Kak Yuya! Kalau begitu, aku akan berendam di bak mandi dulu!”

“Iya. Aku akan masuk setelelah aku selesai membersihkan badanku, jadi kau bisa
berendam lebih dulu.”

Sambil mendengarkan jawabannya yang mengatakan ‘Ya’, aku mandi dan kemudian
membasuh badanku. Ngomong-ngomong, di dalam kamar mandi hanya ada aku dan
Rika-chan. Aku penasran, apa yang bintang utama—Kaede—sedang lakukan
sekarang?

“...Jika itu menyangkut Kak Kaede, aku yakin dia hendak mencoba melakukan
sesuatu...!”

“Memangnya di benakmu itu Kaede-san seperti apa!?”


Apakah dia berpikir kalau Kaede itu seperti seorang ahli strategi atau semacamnya?
Jangan bilang, situasi ini diciptakan agar dia bisa menunjukkan kelayakanya sebagai
istri pada Rika-chan, dan pada yang sama dia akan mencoba membuatku jadi
merasa deg-degan?

“Tidak, sekalipun itu adalah Kaede-san, tidak mungkin dia akan melakukan sesuatu
yang tolol seperti itu. Aku yakin kalau dia akan masuk dengan mengenakan pakaian
renangnya seperti yang biasa dia lakukan.”

“...Astaga, kan sudah kubilang sebelumnya, kenapa kok pergi mandi malah memakai
pakaian renang? Kalau merasa malu ya lebih baik tidak usah mandi bareng.”

Seperti yang anda katakan, anda sangatlah benar, Rika-sama. Aku tidak menjawab
jawab dan hanya menanggapinya dengan senyum masam.

“——Maaaf membuat kalian menunggu! Nah, Yuya-kun, tolong cucikan rambutku


juga!”

Bang, dengan suara yang keras seperti itu, Kaede dengan elegan masuk ke kamar
mandi. Aku terkejut, tapi bukan akibat suara keras yang ditimbulkan, melainkan
pada apa yang memasuki pandanganku. Maksudku, ada apa dengan penampilan itu?
Itu bukan pakaian renang sekolah yang biasa dia kenakan.

“Fufufu. Aku sudah melakukan persiapan jika hal seperti ini terjadi! Lagipula kalau
aku selalu mengenakan pakaian renang yang sama, kau nanti malah akan jadi bosan
Yuya-kun, jadi bisa dibilang ini adalah penanggulangan.”

“...Jangan bilang Kak Kaede itu......ya?”

“...Jangan bilang pada siapa pun ya Rika-chan. Ini adalah penyakitnya yang tidak bisa
disembuhkan, yang dimana dirinya terkadang akan melakukan sesuatu yang sangat
tolol.”

Anak kelas satu SD itu pun kemudian menjawab ‘B-Begitu ya’ dengan suara heran.
Yah, wajar saja jika dia bereaksi begitu. Saat ini, Kaede tidak mengenakan pakaian
renang sekolah yang seperti biasanya, tapi mengenakan pakaian renang yang
normal.

Warnanya merah muda yang imut. Pijar satu bahu pada pakaian renangnya
memberikan ilusi bahwa itu akan bisa lepas dalam sekejap. Karena hanya satu sisi
yang terekspos, itu tidak hanya imut tapi juga seksi. Selain itu, ia hadir dengan
embel-embel yang semakin menekankan buah yang segar dan luar biasanya. Bagian
bawah bikininya juga dihiasi dengan embel-embel, dan pita yang menempel di satu
sisi menjadi aksen yang juga imut.

Seriusan, ini adalah pakaian renang yang sempurna untuk musim panas. Bahkan jika
dia yang mengenakan pakaian renang ini pergi berenang di kolam renang, dia tidak
akan merasa tidak nyaman dan pastinya akan menarik perhatian para pria. Eh,
memikirkan itu saja aku mulai merasa kesal,

“Issh, tenanglah Yuya-kun, satu-satunya orang yang bisa melakukan apapun yang
dia inginkan padaku hanyalah dirimu seorang.”

Meraih tanganku, Kaede mengatakan itu dengan suara yang sangat manis. Jika dia
tiba-tiba mengatakan sesuatu seperti itu, tentu saja aku menjadi merasa malu dan
segera mengalihkan pandangnaku,

“Ngomong-ngomong, Yuya-kun. Bagaimana kesanmu tentang pakaian renang ini?


Apa ini terlihat imut?”

“T-Tentu saja. Itu terlihat cocok dan sangat imut untukmu. Keimutannya sampai
pada tingkat dimana aku yakin kalau tidak ada yang terlihat lebih baik dengan
pakaian renang itu selain dirimu, Kaede-san.”

Tolong jangan membuatku mengatakannya! Aku sangat malu seolah api akan segara
berkobar di wajahku. Tapi seseorang pernah mengatakan kepadaku bahwa jika
menurutmu sesuatu itu imut, maka kau harus mengungkapkannya dengan kata-
kata.

“Fufufu. Terima kasih. Baiklah, Yuya-kun. Ayo kita lakukan penyekaan yang seperti
biasanya. Aku sudah banyak berjalan-jalan hari ini, jadi tolong beri aku pijatan yang
lembut, oke?”

“Y-Ya, aku mengerti. Kalau begitu, aku akan menyekanya, jadi bisakah kau duduk
dulu?”

Baik! Mengatakan itu, Kaede dengan riang duduk di kursi mandi. Aku mengambil
shower, dan kemudian saat aku hendak menyirami punggunya, aku teringat akan
suatu keberadaan yang sedang berendam di bak mandi. Aku menoleh ke arah
keberadaan itu dengan takut-takut, dan seperti dugaanku, Rika-chan menatap ke
arah kami dengan ekspresi yang seperti iblis.

“R-Rika-chan. Apa kau baik-baik saja? K-Kau tidak kepanasan?”

“...Aku merasa panas saat melihat interaksi kalian berdua.”


“Gawat dong kalu gitu! Kau harus segera keluar dari bak mandi dan pergi minum
secepatnya. Aku akan pergi denganmu.”

“Tidak apa-apa, Kak Kaede. Aku bisa kok melakukannya sendiri.”

Dengan suara terdingin yang pernah kudengar, Rika-chan mengatakan itu dan
keluar dari bak mandi. Kemudian, tepat sebelum dia meninggalkan kamar mandi,
dia mengintip melalui pintu dan mengatakan sesuatu.

“Dasar Kak Yuya sangean.”

Aku!? Aku kau sebut sangean!? Malahan, Kaede lah yang jauh lebih agresif dan
berani!

“Nah, ‘kan Rika-chan sudah pergi. Jadi mulai sekarang, sudah waktunya untuk
bertindak secara dewasa, bukankah menurutmu begitu?”

“Waktu seperti itu tidak akan datang. Tidak akan pernah datang.”

Sambil menghela napas, aku berhenti membasuh tubuh Kaede dan mengungsi ke
dalam bak mandi. Kaede membuat suara cemberut, tapi aku mengabaikannya.
Astaga, padahal pihak lain adalah anak-anak, tapi kau menghadapinya dengan
terlalu serius, Kaede.

“Sekalipun Rika-chan itu imut, tapi akulah istrinya Yuya-kun. Jadi, aku tidak akan
bersikap lunak padanya!”

“Memang benar Rika-chan itu imut, tapi aku ‘kan milikmu sepenuhnya Kaede-san.
Jadi kau tidak harus bersaing seperti itu.”

Saat aku secara refleks menjawab komentar tolol Kaede, dia tiba-tiba menyiramiku
dengan shower. Panas woy, airnya masuk ke mataku!

“Apa yang kau lakukan tiba-tiba, Kaede-san!?”

“Itu salahmu sendiri yang tiba-tiba mengatakan sesuatu yang membuatku bahagia.
Ishh, itu curang..., selalu saja kau yang membuatku salah tingkah seperti ini.”

Setelah itu, dia menutup mulutnya dan dalam diam membasuh tubuhnya, mencuci
rambutnya, dan masuk ke dalam mandi. Tentu saja, dia memposisikan dirinya di
antara kedua kakiku dan memintaku untuk memeluknya dengan erat, jadi aku
menuruti permintaannya.
Kemudian, Aku dan Kaede mendapati Rika-chan yang memprotes [Ishh, mau sampai
kapan kalian akan bercumbu di dalam bak mandi!] dengan nada yang diisi oleh
amarah.

Karena yang hari ini Kaede kenakan bukanlah pakaian renang sekolah yang
biasanya, itu sangat menegangkan dan membuatku keawalah karena banyak
kulitnya yang terekspos, tapi pada intinya, aku bisa menikmati kebahagian yang
sepadan.

Bab 94
Posisi Itu Sangat Penting

Suasana hati Rika-chan tidak kunjung membaik. Bahkan saat aku mencoba
berbicara dengannya, dia akan mengembungkan pipinya lalu berpaling dariku. Dia
bahkan tidak memberiku kesempatan untuk memberikan penjelasan padanya.

“Hei Yuya-kun. Apa kau bisa mengeringkan rambutku? Sebenarnya aku juga ingin
kau merapikan rambutku, tapi sepertinya lebih baik tidak usah saja, jadi anggap saja
ini sebagai ganti dari itu. Mau kan?”

Di sisi lain, Kaede meraih lenganku dan meminta sesuatu yang justru membuat
suasana hati Rika-chan menjadi semakin buruk.

“Hmpf! Kalau aku sih bisa melakukannya sendiri, Kak Kaede sungguh anak yang
manja! Benar-benar merepotkan!”

Sebenarnya aku benar ingin memanjakan diri dengan mengeringkan rambut Kaede,
tapi karena dialah ulah dari semua masalah ini, aku mengambil pengering rambut
darinya dan kemudian meletetakkan tanganku di bahu kecil Rika-chan.

“Aku akan mengeringkan rambutmu, jadi duduklah. Jika kita tidak cepat-cepat, kau
nanti akan masuk angin.”

“――Kak Yuya! Mm! Terima kasih!”

Senyuman muncul di wajah Rika-chan, dan dia duduk di sofa dan mengggelengkan
bahunya dengan penuh semangat. Kemudian, aku dengan lembut mengeringkan
rambutnya yang basah dengan pengering rambut sambil tersenyum terhadap
perubahan suasana hatinya yang membaik dengan sangat cepat.
“Yu-Yuya-kun. Bukankah itu tidak adil kalau cuman Rika-chan yang terus
diperlakukan seperti itu!? Aku bahkan belum menerima perlakuan apapun!”

“Kak Kaede sudah cukup dimanja sama Kak Yuya tadi, jadi tidak ada masalah!
Bahkan aku juga sangat ingin mandi dengan Kak Yuya, tapi..., Kak Kaede telah
menjadi benar-benar sinting tadi.”

Kedua gadis itu berbicara dengan suara yang keras, mencoba untuk melebihi suara
dari pengering rambut. Yah, seperti yang Rika-chan bilang, di kamar mandi tandi
Kaede benar-benar menjadi sinting, dan menurutku dia belum cukup dewasa. Tapi
yah, aku sendiri patut disalahkan karena tidak menolaknya dan dibuat mabuk oleh
suasana yang manis.

“Nah, begitulah! Besok, Kak Kaede akan pergi mandi sendiri! Jangan menghalangi
aku dan Kak Yuya yang mandi bareng!”

“T-Tidak boleh! Aku tidak bisa menerimanya! Yuya-kun, kau juga ingin kita bertiga
mandi bersama-sama, kan!?”

Aku menimbang klaim Rika-chan, yang menatap ke arahku seperi kecantikan dalam
retospeksi, dan Kaede, yang menempel padaku dengan air mata di sudut matanya.
Jawabannya kudapatkan.

“...Nah, dinginkankah sedikit kepalamu itu, Kaede-san,”

“Yuya-kun!? Hal seperti itu...”

“Mantap! Kak Yuya emang bisa diharapkan dah!”

Rika-chan melomat kegirangan, sedangkan Kaede berlutut di lantai dengan


perasaan yang hancur lebur. Jika dilihat dari sudut pandang biasa, reaksi mereka
berdua yang sangat kontras terlihat seperti suatu komedi, tapi aku yakin kalau aku
tidak akan bisa bertahan hidup jika aku mengatakan itu. Secara spesifik, kami
bertiga divonis mandi bersama.

“Yah..., aku mengerti. Aku akan menahan diri untuk besok. Besok loh ya. Hanya
besok.”

“Ini penting, jadi kurasa aku harus menegaskannya, tapi aku tidak akan mandi
bersamamu seetiap hari, kau mengerti?”
Gaah! seru Kaede, yang menjadi lebih hancur. Jangan salah paham ya, kami tidak
benar-benar pergi mandi bersama setiap hari. Cuman sesekali. Ya sesekali, sekitaran
seminggu sekali.

“Yuya-kun, kau menjadi sangat jahat..., aku lagi sedih sekarang, jadi aku akan pergi
tidur lebih dulu...”

“Pastikan kau mengeringkan rambut dan menyikat gigimu terlebih dahulu. Jangan
tidur begitu saja.”

“Uh..., Saran tenang dari Yuya-kun memang menentramkan hatiku...”

Setelah mengatakan ‘Aku mengerti’, Kaede meninggalkan ruang tamu dengan gaya
berjalan yang sempoyongan.

“...Sungguh, Kak Yuya dan Kak Kaede benar-benar pasangan yang kasmaran ya.
Kalian seperti Papa dan Mama.”

Aku akan menganggap itu sebagai pujian, Rika-chan.

---

Setelah mengeringkan rambutnya Rika-chan, aku juga menghilangkan


kelembapannya dengan udara panas dari pengering rambut. Itu tidak butuh waktu
lama karena rambutnya hampir setengah kering, jadi kami kemudian pergi ke
kamar mandi untuk menyikat gigi.

Setelah selesai sikat gigi, yang tersisa hanyalah naik ke atas ranjang dan pergi
tidur..., hanya saja, sama seperti saat mandi, ini adalah momen yang sulit.
Pertanyaannya adalah, dalam posisi apa aku harus tidur?

“Jawabannya ya sudah jelas, aku ingin berada di sampingnya Kak Yuya! Aku tidak
akan memberikan tempat itu pada Kak Kaede!”

“Kumohon, kalian nanti jangan bertengkar, oke.”

Jika Kaede merajuk di sini, cukup menakutkan untuk membayangkan apa yang akan
terjadi setelah Rika-chan pulang ke rumahnya. Nah, yang kumaksud di sini itu,
apakah akal sehatku nanti akan mampu bertahan atau tidak.

Aku membuka kamar tidur, sambil berharap kalau Kaede telah mendapatkan
kembalai ketenangannya dalam waktu singkat ini.
“――Maaf membuatmu menunggu, Kaede-san. Eh, kau tidur dimana?”

“Ehehe. Memangnya kau tidak tahu dari melihatnya?”

“Ya. Aku tahu. Aku tahu kalau sekarang kau sedang menguburkan wajahmu di
bantalku. Kau ini kenapa?”

Kaede mengubur wajahnya di bantalku lagi, seolah dia tidak bisa mendengar
seluruh komentarku. Tunggu! Jangan menarik napas dalam-dalam dan mencoba
mencium bauku! Jika baunya terasa aneh, aku yakin kalau aku tidak akan punya
semangat hidup lagi

“Mmmnn..., tidak apa-apa kok. Aku suka baunya Yuya-kun. Eheheh, ini sungguh
membahagiakan.”

“...Hei, Kak Yuya. Ini pasti maksudnya itu kan, ini tantangan yang ditujukan untukku,
bukan? Tidak masalah ‘kan kalau kami baku hantam di sini?”

“Umu, ini tidak seperti itu. Jelas tidak seperti itu.”

Aku menahan Rika-chan, yang akan melakukan ring in di atas ranjang dengan sorot
mata yang kosong. Nah sekarang, apa yang harus kulakukan terhadap situasi ini?
Kurasa aku tidak perlu memikirkannya.

“Jika Kaede-san tidak mau pindah dari bantalku, maka aku akan menggunakan
bantalnya Kaede-san. Nah Rika-chan, kau bisa tidur di sampingku.”

Aku menyerah untuk mendapatkan kembali bantalku dan pindah ke tampat Kaede
biasa tidur. Dan selanjutnya, aku memanggil Rika-chan untuk bergabung di antara
aku dan Kaede.

“Aku selalu ingin kita bertiga tidur berdampingan seperti ini. Nah Rika-chan, ayo
kita tidur dengan nyenyak sama-sama.”

“M-Mm......”

Kaede memeluk Rika-chan, yang menjadi gugup begitu dia memasuki selimut saat
mode bertempurnya memudar. Kalau sudah begini, maka tidak mungkin untuk
keluar dari situasi ini. Aku tidak yakin ada orang yang bisa menahan kehangatan
dan kelembutan dari sentuhan tingkat tingginya Kaede. Nah, aku sih sama sekali
tidak berniat membiarkan orang lain mengalaminya.

“Fufufu. Selamat malam, Rika-chan.”


“Selamat malam...”

Dia pasti kelelahan setelah seharian bermain-main dan tersesat..., alhasil, tidak
butuh waktu lama bagi Rika-chan untuk berkelana ke dunia mimpinya.

“Selamat malam juga, Yuya-kun.”

“Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini, Kaede-san. Selamat malam”

Hari yang panjang akhirnya berakhir.

Bab 95
Mempersiapkan Sarapan

Keesokan paginya di saat semalam kami bertiga tidur sama-sama.

Terbangun karena suhu yang panas, aku terkejut dengan keadaanku saat ini. Aku
bisa mengerti kalau Rika-chan sedang memelukku, lagipulakan dia tidur di
sampingku, dan yah, kupikir tingkahnya ini sangat imut. Hanya saja, apa yang tidak
bisa kumengerti adalah Kaede.

“Mm...Yuya-kun...”

Kaede, yang semalam harusnya tidur di sisi lain Rika-chan, entah bagaiman saat ini
sedang menempel di punggungku. Saat dia tidur, gadis ini tidak akan
mengenakan sesuatu, jadi aku merasa kewalahan saat merasakan sentuhan lembut
dari sesuatu itu secara langsung. Nah, kurasa aku tidak perlu mengatakan
apa sesuatu itu.

Aku dalam situasi buntu, tapi aku harus segera bangun dan menyiapkan sarapan.
Kerenanya, aku dengan hati-hati melepaskan diri dari Rika-chan supaya tidak
membangunkannya. Maaf ya, Rika-chan, bobo nyenyak aja dulu.

Selanjutnya adalah serangga yang menempel di punggungku, yang dimana ini akan
merepotkan. Alasannya, pinggangku dipeluk dengan sangat erat. Meskipun aku
mencoba untuk melepaskannya dengan menaruh banyak kekautan, aku tidak dapat
melepaskan diri karena tangannya menghalangiku dan membuat perlawanan. Ya
ampun...
Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, jadi kuputuskan untuk bangun dengan Kaede
yang sedang memelukku. Lalu, apa yang terjadi? Kaede, yang harusnya masih tidur,
bangun dari ranjang bersamaku. Ini artinya—

“Kalau mau pura-pura tidur, kenapa kau tidak tetap biarkan dirimu tertidur tanpa
harus mengikuti gerakanku, Kaede-san?”

“...Ehehe, jadi aku ketahuan ya?”

“Ya ampun, memangnya apa alasan kau berpikir kalau aku tidak menyadarinya?”

Saat aku mencoba melepaskan tangannya yang memelukku, dia melawan dengan
sekuat tenaga, dan saat aku mencoba untuk berdiri, dia menarikku kembali ke ke
atas ranjang. Astaga, tidak mungkin kan dia bisa melakukan itu secara tidak sadar.
Merasa lelah dengan tingkahnya itu, aku menghela napas.

Kemudian, sambil berhati-hati agar tidak membangunkan Rika-chan yang masih


tidur, kami turun dari ranjang dan pergi ke dapur. Masih ada waktu sebelum dia
bangun, jadi aku segera menyiapkan roti panggang Prancis yang manis untuk
sarapan selagi ada waktu.

“Ngomong-ngomong, kapan kau pindah posisi ke belakangku? Saat kita pergi tidur
tadi malam, aku sangat yakin kalau kau berada di sisi lainnya Rika-chan?”

Aku bertanya pada Kaede, yang dengan hati-hati memotong telinga roti di
sampingku. Di sisi lain, aku sedang mencampurkan gula, susu, madu, serta telur dan
kemudian mengaduknya.

“Tadi malam aku terbangun karena ingin pergi ke toilet. Kemudian, aku melihat
Rika-chan sedang tertidur sambil memelukmu.., aku pun jadi tidak bisa menahan
diriku lagi, dan terciptalah situasi itu..., te~he,”

Sambil menjulurkan lidahnya, Kaede mengetuk kepalanya sendiri. Satu-satunya


orang yang diizinkan untuk melakukan gerakan yang seperti itu adalah boneka Pe*
dan Kaede. Dengan kata lain, itu sangatlah imut dan membuat perasaan lelahku
terhempas entah kemana.

“Selain itu..., tadi malam kan kita tidak melakukan ciuman yang biasanya kita
lakukan..., tapi kalau sekarang kita bisa melakukannya. kan? Baiklah, kemari Yuya-
kun.”
Meletakkan pisaunya, Kaede mengulurkan kedua tangannya ke arahku, meminta
untuk dipeluk. Yah, sebenarnya aku sangat ingin memeluknya, tapi pertama-tama
aku harus menyelesaikan persiapan ini dulu.

“Muu~..., kau jahat banget sih Yuya-kun. Kalau sudah seperti ini, aku akan
menggunakan cara yang memaksa.”

Mengatakan itu, Kaede memelukku dari belakang dan meletakkan dagunya di


bahuku. Terhadap tingkahnya yang seperti itu, aku dengan lembut mengelus
kepalanya sambil mengambil roti-roti yang telah dia potong dan mencelupkannya
ke dalam adonan yang tadi kuaduk sampai roti-roti itu terendam seluruhnya.
Kemudian, aku menaruth roti-roti itu di kulkas, dan saat Rika-chan sudah bangun
nanti, aku akan memanggangnya dengan banyak mentega.

“Maaf membuatmu menunggu, Kaede-san.”

“...Tidakkah menurutmu perlakuanmu itu sangat buruk? Memangnya mana yang


lebih penting, nyiapin sarapan atau memeluk dan mencium pacar cantikmu ini di
pagi hari?”

“Lah, bukannya justru aneh untuk membandingkan sesuatu seperti it—Mmn!?”

Aku berbalik ke belakang, dan berniat memeluk Kaede. Namun, dia yang tampak
ngambek itu dengan tiba-tiba langsung menciumku. Dan kemudian, tidak
melewatkan celah dariku yang terkejut, Kaede mengulangi beberapa ciuman
dangkal, yang kemudian berubah menjadi ciuman yang bergairah, alhasil, aku jadi
benar-benar terbangun sepenuhnya.

“Mmh..., fufufu, Yuya-kun, wajahmu imut banget.”

“Kau juga Kaede-san..., sangat, sangaaat imut.”

Saat kami saling memandang dan hendak bericuman lagi—klak, kami mendengar
suara pintu yang dibuka dengan keras. Orang yang membuka pintu itu, Rika-chan,
masuk ke sini sambil mengusap-mengusap matanya yang masih mengantuk. Melihat
itu, aku dan Kaede buru-buru memisahkan diri.

“Hoooaaaah. Selamat pagi, Kak Yuya, Kak Kaede..., kalian bangunnya cepat juga ya.”

“A-ahahaha. Selamat pagi, Rika-chan. Kau masih bisa tidur loh kalau emang masih
ngantuk?”
“Tidak apa-apa, lagian saat aku bangun tadi tidak ada siapa-siapa di dalam kamar.
Hm, kalian berdua kenapa? Wajah kalian keliatan merah loh?”

“B-Begitukah, p-paling itu cuman bayanganmu saja, Rika-chan! Kami sama sekali
tidak melakukan sesuatu yang aneh kok. Kami baru-baru saja menyiapkan sarapan
pagi! Beneran deh, Yuya-kun tidak menciumku.”

Lah, perkataanmu itu sama saja dengan mengakuinya. Lihat tuh, matanya Rika-chan
jadi tampak berkaca-kaca. Aku yakin, semua pelampian amarah pasti nanti akan
diarahkan padaku lagi. Ini benar-benar aneh, padahal kan Kaede lah yang
menciumku, bukan aku yang menciumnya.

“...Kau melakukan ‘ciuman selamat pagi’ kan, Kak Yuya?”

Itu bukan pertanyaan, melainkan meminta konfirmasi. Tatapan Rika-chan sangat


dingin, dan yang bisa kulakukan hanyalah tertawa kecil. Ngomong-ngomong, aku
sudah memikirkan ini sejak kemarin, tapi bukankah itu terlalu menakutkan jika
Rika-chan menjadi marah? Hm, apakah ini yang disebut kalau buah jatuh tidak jauh
dari pohonnya?

“...Saat aku sudah SMA nanti, aku juga akan banyak-banyak berciuman dengan Kak
Yuya! Pokoknya aku tidak akan kalah dari Kak Kaede!”

Tidak, saat kau sudah SMA nanti, saat itu aku sudah mendekati usia tiga puluhan
tahunan, tahu? Itu berbahaya, jadi tolong jangan lakukan itu!?

“Fufufu. Yah, kita lihat saja nanti. Tapi saat itu, nama belakangnya Yuya-kun
mungkin sudah bukan Yoshizumi lagi.”

“Tetap saja, pokoknya aku tidak akan kalah! Mamaku pernah bilang, kalau cinta itu
harus diperjuangkan dan dimenangkan. Itu sebabnya, aku tidak akan kalah!”

Harumi-san! Apa sih yang kau beritahukan pada putrimu ini! Yang lebih penting
lagi, aku memang belum pernah mendengar awal dari kau bisa naik ke pelaminan
bersama Taka-san, tapi apa kalian melalui sesuatu semacam itu? Seriusan nih? Duh,
aku jadi penasaran.

“Aku tidak akan memberikam posisi sebagai istri Yuya-kun kepada siapapun!”

“Sesuatu seperti itu bukan dirimu yang berhak memutuskannya, tapi Kak Yuya lah
yang berhak memutuskannya!”
Umu, jika aku terus di sini lebih lama lagi, kobaran api akan jadi semakin membara.
Baiklah, untuk sekarang lebih baik aku pergi dari sini.

“Kau mau ke mana, Yuya-kun?”

“Kau mau ke mana, Kak Yuya?”

Tampaknya, mau ke toilet sebentar pun tidak akan bisa menjadi alasan yang dapat
diterima.

Pada akhirnya, aku ditanyai siapa yang akan kunikahi, dan aku tidak diizinkan untuk
berbohong. Dan yah, kurasa aku tidak perlu memberitahu nama siapa yang
kuberikan sebagai jawabanku.

Bab 96
Rika-chan Pulang dan Munculnya Awan Petir Yang Baru

Tidak terasa, waktu yang kami habiskan bersama Rika-chan berlalu dengan cepat.

Di hari kedua, seperti yang kemarin mereka katakan, Kaede dan Rika-chan pergi
membeli piyama yang serasi. Aku tidak ikut dengan mereka karena aku ada aktivitas
klub, tapi aku yakin kalau mereka bersenang-senang. Mengapa aku bisa tau begitu,
itu karena saat aku pulang ke rumah, mereka berdua menyambuktu dengan
senyuman sambil mengenakan piyama mereka yang baru.

Di hari pertama kami mengalami masalah saat mandi, tapi hari ini, secara
mengejutkan Rika-chan sendiri lah yang memilih untuk mandi bersama Kaede. Aku
merasa senang dengan itu, tapi saat aku bertanya pada Kaede apakah ada sesuatu
yang terjadi sehingga tiba-tiba terjadi perubahan suasana hati seperti itu....,

“Fufufu. Jawaban untuk itu..., rahasia.”

Apa yang kudapatkan darinya adalah jawaban yang biasanya dia berikan. Namun,
saat aku bertanya pada Rika-chan, entah bagaimana aku bisa tahu jawabannya.

“Kau tahu, Kak Kaede sangat baik padaku, dan pokoknya dia ini sudah seperti
seorang Ibu!”

Yap, perasaan itu..., aku bisa mengerti. Rika-chan juga pasti merasakan aura Ibu Suci
yang Kaede pancarkan. Kurasa melalui berbelanja itu, mereka jadi lebih mengenal
akan satu sama lain.
“Kak Yuya, aku tidak akan pernah memaafkanmu kalau kau sampai membuat Kak
Kaede menangis!”

“Iya, aku mengerti. Aku tidak akan pernah melakukan apapun yang bisa membuat
Kaede-san menangis. Lagipula, aku sangat mencintai Kaede-san.”

Aku cukup terkejut Rika-chan bertingkah seperti seorang Ibu mertua, tapi aku
senang melihat mereka berdua begitu dekat seperti kakak-adik, atau bahkan seperti
orang tua dan anak. Kalau sudah seperti ini, tidak akan ada lagi konflik yang tidak
perlu.

Di hari ketiga, kami tidak pergi kemana-mana, dan menghabiskan hari yang tenang
itu dengan bermain gim dan menonton film. Dan karena malamnya Taka-san dan
Harumi-san akan datang menjemput Rika-chan, kami bermain sebanyak mungkin.

“Isshh~! Kau terlalu berlebihan Kak Yuya! Bisa tidak sih kau sedikit menahan diri
saja!”

“Itu benar, Yuya-kun! Menurutku itu tidak baik untuk menghempaskan gadis imut
tanpa ampun!”

Kami memainkan pertarungan 2 lawan 1 dengan situasi yang menguntungkan


mereka, tapi aku masih tetap tidak pernah kalah sekalipun.

Ekspresi mereka, yang awalnya menampilkan senyum malaikat, berubah menjadi


senyum iblis, dan mereka mulai mengacaukan peraturan. Alih-alih ingin
mengalahkanku, mereka tampaknya hanya ingin bersenang-senang dengan
menjatuhkan item-item bom dan membuatku diledakkan.

“Yay! Kak Yuya terperangkap dalam bom dan meledak! Eh, gawat nih, aku juga
ikutan meledak!”

“Yuya-kun! Itu curang kalau kau menggunakan kemampuan waktu untuk buru-buru
masuk sambil membawa bom!”

Ini adalah situasi yang mengerikan, jadi akan menjadi sebuah strategi yang baik
untuk menyerbu dengan membawa bom bunuh diri. Ora ora, mati pun kita akan
tetap bersam-sama, Kaede!

“Issh! Kalimat seperti itu harusnya kau katakan di kesempatan yang lain! Yah, tapi
aku senang bisa mengetahuinya.”
“Mati pun kita akan tetap bersama-sama, Kaede-san! Itu sebabnya, terimalah bomku
ini!”

“Jangan ngebucin saat maing gim—!!”

Pada akhirnya, aku kalah dalam serangan bom bunuh diri dari Rika-chan.

Kemudian, ketika matahari telah benar-benar terbenam dan kami sudah selesai
makan malam, bel pintu berbunyi untuk mengumumkan kedatangan tamu.

“Papa sudah pulang, Rika—!”

Saat aku membuka pintu depan, Taka-san bergegas masuk dan merentangkan
tangannya untuk memeluk putri kesayangannya yang belakangan ini tidak dia lihat.
Namun, karena tingkahnya itu terlalu tiba-tiba, Rika-chan menjerit kecil dan
bersembunyi di balik punggung Kaede.

“...Selamat datang kembali, Taka-san”

“...Ya, aku pulang.”

Taka-san menurunkan tangannya yang tidak bisa memeluk Rika-chan, dan


kemudian mencodongkan tubuhnya ke depan untuk meluruskan punggungnya. Di
sisi lain, Harumi-san tersenyum melihat adegan itu dan kemudian memberikanku
kantong kertas yang dia pegang.

“Ini oleh-oleh, kalian berdua bisa memakannya sama-sama nanti. Apa Rika baik-baik
saja? Apa dia tidak merepotkan kalian?”

“Ya. Rika-chan adalah gadis yang sangat baik dan sama sekali tidak merepotkan.
Tiga hari ini benar-benar sangat menyenangkan.”

Sambil membelai Rika-chan yang memelototi Taka-san dari balik punggungnya,


Kaede menjawab begitu dengan senyuman, seolah-olah untuk menghilangkan
kecemasan Harumi-san yang tak berdasar.

“Kau tahu Ma, Kak Kaede membelikanku piyama yang serasi!”

“Ara~ara, begitukah, bagus dong kalau begitu. Terima kasih banyak, Hitotsuba-san.
nanti biayanya aku gant—”
“Tidak apa-apa, tidak usah dipikirkan. Lagian aku hanya ingin mengenakan piyama
yang serasi dengan Rika-chan. Ayo kapan-kapan kita pakai piyama itu dan tidur
bareng lagi, Rika-chan.”

Mm! seru Rika-chan, yang mengangguk riang dan menyeret tas jinjing yang
sekarang menjadi sedikit lebih berat daripada saat dia membawanya ke sini ke sisi
Harumi-san. Sementara itu, Taka-san mengulurkan tangannya untuk memegang
tangan Rika-chan, namun tangannya itu hanya bisa meraih udara. Melihat itu, aku
berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa lepas.

“...Baiklah! Kalau begitu, Yuya, Hitotsuba-ojouchan, maaf ya sudah merepotkan


kalian.”

“Tidak sama sekali kok. Malahan kami justru bersenang-senang, Taka-san.”

“Ya, silakan datang lagi kapan saja, Rika-chan.”

“Mm! Aku akan datang ke sini lagi untuk bermain, Kak Kaede, Kak Yuya.”

“Ya ampun, jangan jadi egois seperti itu, Rika. Kau tidak boleh menganggu waktu
mesranya Yuya-kun dan Hitotsuba-san, apa kau mengerti?”

“Itu tidak benar kok! Mereka berdua ini akan tetap bermesraan tidak peduli apakah
aku ada atau tidak.”

Rika-chan, kumohon untuk jangan memberitahukan sesuatu yang tidak perlu pada
Taka-san dan Harumi-san. Lihat tuh, Taka-san jadi memiliki senyum impersonal
yang jahat di wajahnya, dan mata Harumi-san jadi membelalak dan terlihat
penasaran.

“Kalian masih muda, jadi memang tidak aneh kalau kalian melakukan sesuatu yang
tidak-tidak, tapi ingat, jangan melakukannya dengan terlalu berlebihan, Yuya.”

“Apa coba maksudnya itu? Jangan khawatir, tanpa harus diberitahupun, aku sudah
tahu kok.”

“Baguslah kalau begitu. Nah, aku yakin kalau kalian berdua pasti akan baik-baik
saja.”

“Hitotsuba-san, kau harus menjadi lebih agresif. Seperti yang mungkin sudah kau
ketahui, Yuya-kun itu memiliki penjagaan yang sangat ketat, tapi meski begitu, kau
harus lebih agresif untuk merayunya. Dan jika merayunya tidak berhasil, maka
langsung serang saja.”
“Ya! Terima kasih atas masukan yang sangat berharga itu! Aku akan terus
menyerangnya!”

Mendengar percakapan kedua wanita itu, aku dan Taka-san sama-sama menghela
nafas. Ya ampun, bukannya percakapan seperti ini akan dilakukan oleh oleh para
pria? Hei, Taka-san, kenapa kau meletakkan tanganmu di bahuku seperti itu?

“Yuya, aku turut prihatin denganmu. Yah, aku hanya bisa memperingatkanmu untuk
berhati-hati agar tidak dimakan sepenuhnya.”

Ntar dulu, apa maksud perkataanmu itu! Oi, jangan melihatku dengan tatapan yang
penuh belas kasihan! Ini tidak bisa diterima kalau pulang begitu saja tanpa
mengatakan maksudmu itu, Taka-san.

“Sampai jumpa lagi, Kak Kaede, Kak Yuya!”

Harumi-san kemudian menarik tangan Rika-chan, dan mereka akhirnya pulang.


Melihat punggung mereka yang menjauh, Kaede tersenyum dan melambaikan
tangannya ke arah mereka.

Nah, pada akhirnya, aku merasa lelah di penghujung hari.

“Fufufu. Ini benar-benar tiga hari yang menyenangkan.”

“Kau benar. Aku juga senang kau rukun dengan Rika-chan. Tapi yah, menurutku
percakapan di akhir tadi itu tidak perlu.”

“Oh, itu perlu tahu? Malahan, aku telah mendengar sesuatu yang sangat bermanfaat.
Siap-siap aja ya untuk malam ini—hmm, ada panggilan masuk. Oh, dari Ibu?”

Di sakunya, ponsel Kaede bergetar. Sepertinya itu adalah panggilan telepon, dan
orang yang meneleponnya adalah Ibunya, Hitotsuba Sakurako. Hmm, ada apa ya?

“Halo, Ibu? Ada apa? Mm, mm..., besok kami tidak sibuk kok..., eh!? Ah, baiklah, aku
akan memberitahukannya pada Yuya-kun. Sampai jumpa besok. Selamat malam.”

Sesaat setelah panggilan itu selesai, senyum Kaede menghilang dan dia
menampilkan ekpresi yang serius. Melihat itu, sontak aku langsung menegakkan
punggungku.

“Yuya-kun. Ini mungkin memang mendadak, tapi besok Ayah dan Ibuku akan datang
berkunjung ke sini.”
Aku yakin, pasti inilah apa yang orang-orang biasa katakan bahwa ketika satu hal
yang sulit terlewati, kesulitan yang lain akan datang menghampiri.

Bab 97
Pakaian apa yang harus kukenakan?

Berada di ruang tamu, aku sedang merasa was-was. Setelah melihat Rika-chan dan
yang lainnya pulang ke rumah mereka, Kaede menerima telepon dari orang tuanya.
Dan katanya, orang tuanya besok akan berkunjung ke rumah ini. Ini artinya, besok
hidupku akan berakhir.

“Kau terlau was-was, Yuya-kun. Santai saja, san~tai!”

Mengatakan itu sambil tertawa, Kaede menepuk-nepuk bahuku. Namun


masalahnya, mentalku tidak cukup kuat untuk bisa mengatakan, [Kau benar,
mending aku santai saja!]

“Tenanglah. Ibuku besok juga akan ikut datang ke sini, jadi jika terjadi sesuatu, dia
pasti akan membantumu. Selain itu, aku memang tidak tahu seperti Ayahku di
tempat kerjanya, tapi saat di rumah, aku belum pernah melihat dia marah.”

Apa itu benar-benar melegakan? Tidak, jelas tidak. Bagaimanapun juga, Kaede ini
adalah satu-satunya putri dari keluarga Hitotsuba. Pikirkan saja, bagaimana
pendapat mereka tentang putri mereka yang imut tinggal bersama dengan seorang
laki-laki yang seusianya? Hanya memikirkannya saja sudah menakutkan.

“Astaga, tidak seperti itu kok. Sebelumnya aku sudah bilang padamu, kan? Ayah dan
Ibuku merasa sangat senang dengan keegoisanku yang ingin tinggal bersamamu,
Yuya-kun.”

Dia benar. Alasan mengapa saat ini aku tinggal bersama Kaede adalah karena
keegoisannya. Dan sejak awal, ini juga karena Ayahku yang brengesek meminjam
uang dalam jumlah besar dan membuatnya memiliki banyak utang. Setelah itu, dia
mulai menangis memohon pada teman lamanya, Sakurako-san, yang merupakan
Ibunya Kaede, untuk meminta bantuan.

Awalnya, Sakurako-san tidak berniat untuk membantunya, namun Kaede membujuk


beliau, dan orang tua mereka, yang merasa sangat bahagia akan keegoisan pertama
dari putri mereka, menyelamatkanku dan membuatku tinggal serta hidup bersama
Kaede.
“Itu sebabnya, saat ini mereka tidak bisa mengatakan apa-apa tentang dirimu lagi,
Yuya-kun. Sebaliknya, jika mereka mengatakan sesuatu tentang dirimu, percayalah
kalau aku yang akan membalas merekea dengan tegas. Karenanya, kau tidak perlu
khawatir.”

Mengepalkan kedua tinjunya dengan erat, Kaede mengatakan itu dengat sangat
meyakinkan. Melihat itu, aku perlahan mengangkat tubuhku dan meraih tangannya
yang bisa diandalkan.

“Terima kasih, Kaede-san. Aku juga akan melakukan yang terbaik.”

“Fufufu. Itu baru namanya semangat, Yuya-kun. Santai saja. Lagipula, temu keluarga
itu adalah suatu jalan yang akan dilalui oleh semua orang untuk mengadakan
pernikahan. Yah, skenario terburuknya sih, satu kesalahn saja dan semuanya akan
selesai!”

“...Kuharap itu tidak terjadi.”

Caramu mengatakann itu, ‘satu kesalahan aja’! Itu artinya ada kemungkinan kalau
akan terjadi perkembangan yang buruk, kan!? Benar kan, Kaede!

“...Tidak apa-apa..., mungkin..., kayaknya..., kurasa..., tidak akan sampai seperti itu.,
Lagian Ayahku itu sangat baik sampai-sampai dia bahkan tidak bisa membunuh
serangga.”

“Aku akan merasa sangat lega jika kau mengatakan itu padaku tanpa mengalihkan
pandanganmu...”

Dengan kata lain, kecemasanku semakin meningkat.

Tapi meski begitu, terlalu memikirkannya pun tidak ada gunanya. Konon dikatakan
bahwa kesan pertama itu sangat menentukan, jadi aku harus melakukan yang
terbaik untuk membuat Ayah Kaede berpikir kalau aku adalah pria yang tepat.

“Kayaknya akan lebih baik jika aku mengenakan pakaikan yang formal ketika kita
bertemu dengan mereka. Cuman masalahnya, aku tidak punya jas!”

Kupikir paling-paling aku akan membutuhkan jas ketika aku memasuki perguruan
tinggi atau ketika aku sudah dewasa, jadinya, aku tidak terlalu memikirkan untuk
memiliki satu atau dua jas.

“Menurutku sih mengenakan seragam saja tidak apa-apa, tapi pada dasarnya
sesuatu seperti itu tidak perlu dipikirkan.”
“Seragam, ya? Baiklah, aku akan mengenakan itu! Oh iya! Aku perlu menyetrika
pakaianku! Tidak, haruskah aku mencucinya sampai bersih terlebih dahulu!? G-G-
Gimana nih, Kaede-san!”

“Tenanglah, Yuya-kum. Masalah pakaian itu pasti akan baik-baik saja selama
pakaian itu dicuci dan disetrika. Lagipula, aku yakin kalau Ayahku akan datang
dengan pakaian yang santuy, jadi jangan terlau parno.”

Begitukah? Jika kau mengatakan itu dan dia justru datang dengan mengenakan
pakian yang formal dan lengkap dengan dasi dan jas, aku yakin kalau jiwaku akan
terbang keluar dari mulutku.

“Issh, jika kau sebegitu was-wasnya, bagaimana kalau besok kita beberlanja dulu
untuk melakukan setup? Pokoknya, kau bisa menyerahkannya padaku.”

“Benarkah? Terima kasih! Baiklah, ayo kita berbelanja besok pagi!”

Dengan begini, jaminan Skin baru sudah tersedia! Terus apa lagi ya? Kurasa aku
perlu menyiapkan beberapa manisan, dan yah, tampaknya aku akan sangat sibuk
mulai besok pagi.

“Hanya saja, aku tidak yakin kalau kita akan bisa membelinya besok dan langsung
membawanya pulang...”

Aku merasa Kaede barusan mengatakan sesuatu yang sangat penting, tapi lebih dari
itu, pikiranku disibukkan dengan memikirkan bagaimana aku akan bertahan
melewati hari yang penting di esok hari.

Bab 98
Jika Aku Menjadi Siswa Terkeren Di Jepang...

Besoknya, pagi-pagi sekali aku dan Kaede segera pergi membeli jas. Toko yang kami
tuju adalah toko yang direkomendasikan oleh Kaede, yang rupanya, tadi malam dia
sempat menghubungi Sakurako-san untuk menanyakan toko mana yang kira-kira
bagus untuk dikunjungi. Ngomong-ngomong, toko yang sedang kami tuju ini akhir-
akhir ini sangat populer karena toko itu menawarkan harga yang masuk akal
meskipun jas itu dipesan dengan khusus.

Segera setelah memasuki toko dengan banyak sekali harapan di benakku—


“Maaf, jika anda membelinya hari ini, maka paling cepat kami baru bisa
menyelesaikan pesanan anda setelah sekitar satu minggu dari sekarang.”

—Aku langsung terpuruk dalam keputusasaan.

Saat ini, aku benar-benar dipenuhi dengan keinginan untuk berlutut pasrah di
tempat itu, tapi aku menahannya, tersenyum, mengatakan bahwa aku akan
memikirkannya sebentar, dan memutuskan untuk meninggalkan toko itu.

“Kan sudah kubilang, kalau kau baru mau membeli jasnya hari ini, kau tidak akan
bisa langsung membawa jas itu pulang begitu saja.”

Terhadapku yang ingin menangis, Kaede mengaakan itu sambil tersenyum masam.

Jadi begitu ya, Apa karena ini tidak seperti mengelim, jadinya akan memakan waktu
yang cukup lama?

“Dan menurutku, seminggu saja itu sudah cepat sekali loh. Tentunya, kalau itu
adalah produk yang sudah jadi, maka kau bisa langsung membawanya pulang. Tapi
jika kau mau membeli sesuatu, maka kau mesti membeli yang bagusnya.”

Apa yang Kaede katakan memang benar. Tidak diragukan lagi bahwa kau akan
dapat mengenakan pakaian dalam jangka waktu yang lama jika pakaian itu dibuat
agar itu sesuai dengan ukuran tubuhmu, terlebih lagi, dengan begitu kau juga bisa
memesannya dengan diberikan warna, kain, kancing, serta apapun yang kau sukai.

“Tapi yah, saat ini kau masih duduk di bangku SMA. Dan dengan begitu, aku yakin
kalau tubuhmu akan tetap tumbuh, jadi menurutku pakaianmu tidak perlu dipesan
dengan khusus.”

“...Lah, terus kenapa kau malah membawaku ke sini?”

“Habisnya sejak kemarin kau terus merasa was-was, jadi bisa dibilang ini untuk
menenangkan kewas-wasanmu itu. Ini tidak seperti aku melakukan ini karena aku
merasa dendam padamu yang tidak mencium atau memelukku tadi malam, oke?
Jadi yah, bukan berarti aku marah tentang itu.”

“Ya. Aku sangat mengerti apa yang kau maksud saat kau mengucapkan kata ‘marah’
itu.”

Aku mengelus-ngelus kepala Kaede yang mengembungkan pipinya seperti ikan


buntal yang lucu. Maaf ya, sudah membuatmu jadi merasa kesepian.
“Eehehe..., engggak, aku tidak marah kok!? Tapi tidak apa-apa loh kalau kau ingin
mengelus-ngelus kepalaku lagi?”

Sesuai perintahmu, Princes. Nah, sebenarnya aku ingin mengelus kepalanya sampai
dia merasa puas, tapi aku terlalu malu untuk melakukannya di depan toko, dan yang
terpenting, waktu masih terus berjalan saat kami melakukan ini. Itu sebabnya, aku
harus segera memikirkan langkahku selanjutnya.

“Kalau soal itu, serahkan saja padaku! Aku akan mengkoordinasikan fesyen yang
terbaik untukmu, Yuya-kun! Fesyen ini pasti akan membuatmu jadi terlihat keren!
Bahkan dengan ini kau akan akan bisa terpilih sebagai pemenang Grand Pix di
Kontes Laki-Laki Nasional jenjang SMA!”

“Lah, aku ini tidak sepertimu, Kaede-san. Dan tidakkah itu terlalu dilebih-lebihkan?”

“Aku tidak melebih-lebihkannya! Kau itu keren, Yuya-kun! Paling tidak, dalam
pikiranku ini, dirimulah pria yang paling keren di Jepang! Peringkat kedua dan
dibawahnya juga didominasi olehmu, Yuya-kun!”

Lah, bukanlah kalau seperti bukan lagi peringkat namanya? Aku ber-Tsukkomi
seperti itu, dan berpikir akan sangat bodoh untuk membahasnya. Tapi yah, aku
tidak berpikir kalau ada pria yang tidak merasa senang ketika mendengar dirinya
mengatakan ini. Kenyataannya, sekarang aku merasa sangat bahagia sekaligus
merasa malu pada saat yang bersamaan. Selain itu, karena Kaede mengucapkan itu
dengan suara yang keras di tengah jalan, orang-orang yang berlalu lalang sontak
menatap dengan hangat ke arah kami.

“Ah..., seperti yang kupikirkan, tampaknya kau ini tidak boleh berpartisipasi di
Kontes Laki-Laki Nasional jenjang SMA itu, Yuya-kun!”

“Tidak, sejak awal aku memang tidak ada niatan untuk berpartsipasi, jadi kau tidak
perlu mencemaskan itu..., tapi kenapa kau bilang begitu?”

Aku baru pertama kali mendengar kalau ada kontes yang setauku diperuntukkan
untuk wanita—yang dimana kontes itu dimenangkan oleh Kaede—ternyata juga ada
kontes untuk laki-lakinya. Tapi tetap saja, kenapa dia bilang begitu? Yah, bukan
berarti aku memiliki niatan untuk berpartisipasi sih.

“Habisnya..., jika Yuya-kun berpartisipasi dalam kontes itu..., pesonamu akan


menyebar ke seluruh negeri..., Pokoknya, Yuya-kun itu hanyalah Yuya-kun
kepunyaanku seorang.”
Oh, aku sudah lama tidak mendengar Kaede mengatakan [Da mon]. Apalagi, itu
terlontar dengan bonus tambahan dari pipinya yang memerah dan matanya yang
menengadah. Keimutannya meledak dan tersebar kemana-mana.

[Catatan Penerjemah: Sebelumnya, di kalimat “Pokoknya, Yuya-kun itu hanyalah


Yuya-kun kepunyaanku seorang.” Kaede menggunakan akhiran “Da mon (だもん)”.
Dan biasanya, akhiran seperti itu akan digunakan oleh anak-anak, contohnya Rika.]

“Ugh..., apa-apaan sih dengan matamu yang seperti menatapi anak kucing itu!? Aku
ini lagi serius, tahu!? Atau jangan-jangan, karena kau juga laki-laki, jadinya kau
memiliki keinginan untuk menjadi populer!?”

Eh, ini aneh. Entah bagaimana, tampaknya aku telah menekan saklar yang memicu
munculnya Kaede mode ngambek. Dia mengembungkan pipinya dan memelotiku
dengan pandangan yang mengarah ke atas. Selain itu, dengan momentum yang
lumayan, dia menghentak-hentakkan kakiknya ke tanah. Umu, tingkahnya itu imut.

“Tidak perlu khawatir, aku hanya mencintaimu kok, Kaede-san.”

Sambil mengucapkan kalimat seperti itu, aku kembali mengelus kepala Kaede lalu
memegang tangannya. Tapi, apa yang lebih penting sekarang adalah kita harus
bergegas, kita tidak punya banyak waktu untuk bersenda gurau seperti ini.

“...Dasar Yuya-kun tolol, licik, tegaan. Tapi..., aku juga menyukai sisimu yang seperti
itu.”

Mengatakan itu, Kaede memberikanku senyuman lebar disertai pipi yang diwarnai
dengan warna dedaunan musim gugur. Melihat itu, jantungku mulai berdetak
dengan cepat. Ini buruk, saat ini, aku sangat, sangaaaat ingin memeluknya

“Fufufu, ayo kita segera pergi. Lagipula itu akan membutuhkan beberapa waktu
untuk mengkoordinasikan fesyen Yuya-kun. Kau akan mencoba mengenakan
banyak pakaian, jadi kau harus bersiap, oke?”

“Jadi Rika-chan saja tidak cukup, dan sekarang kau akan menggunakanku sebgai
boneka modelmu, Kaede-san? Kuharap kau bisa memberikanku sedikit keringanan.”

“Loh, aku kan ingin melihat beragam penampilan keren Yuya-kun yang hanya aku
yang mengetahuinya. Santai saia, kapan-kapan aku akan menjadi boneka modelmu.
Dengan begitu, aku akan bisa menyesuaikan fesyenku dengan selera
berpakaianmu.”
Sekalipun dia bilang begitu, siswi SMA terimut di Jepang ini akan terlihat cantik
tidak peduli pakaian apa yang dia kenakan. Entah itu gaun one-piece, rok, celana,
apapun lah pokoknya, dia akan selalu terlihat cantik,

“Tolong warnai aku dengan warnamu, ya, Yuya-kun?”

“—K-Kaede-san!? Apa sih yang kau bicarakan...!?”

Sebelum aku sempat menanyakan maksud dari kata-kata yang dia bisikkan ke
telingaku itu, Kaede muai berlari, dengan pipi dan telinga yang memerah.

Yah, untukku sih, aku sudah diwarnai dengan warnanya Kaede.

Bab 99
Serangan Keluarga Hitotsuba

Setelah selesai berbelanja dan pulang ke rumah dengan selamat, aku merasa sedikit
lega. Tapi, orang tuanya Kaede mengatakan bahwa mereka akan tiba sekitar jam 7
malam. Saat waktu semakin dekat, aku sangat gugup sehingga jantungku hampir
meloncat keluar dari mulutku.

“H-Hei, Kaede-san. Bukankah aku terlihat aneh? Apa ini tidak apa-apa?”

Pakaian yang dipilihkan oleh koordinator fesyen Kaede untukku adalah sweter
berleher tinggi putih bersih dan jaket kasual dengan corak cokelat tua yang lembut,
Untuk bagian bawahnya, aku mengenakan celana jeans yang ketat. Karyawan wanita
di toko tempat kami membeli pakaian ini pun memuji kombinasi yang sederhana
namun formal ini. Dia bahkan memintaku untuk berfoto dengannya, namun segera
menarik kembali niatnya dengan mengatakan bahwa dia cuman bercanda di bawah
tekanan dari senyuman Kaede.

“Issh, santai saja, tidak apa-apa kok. Malahan, itu terlihat sangat cocok untukmu dan
membuatmu jadi terlihat tambah keren sampai-sampai aku sangat ingin
memelukmu. Karenanya, mohon percaya dirilah!”

“B-Begitukah? Baguslah kalau begitu...”

Aku merasa seperti ada kata-kata yang tidak bisa kuabaikan di bagian akhir
perkataannya, tapi itu mungkin cuman perasaanku. Baiklah, kurasa masalah
pakaianku sudah mantap.
“Apa gaya rambutku terlihat aneh? Apa ada pola rambut tidur atau jambul yang
aneh?”

“Tidak apa-apa kok! Hari ini kau terlihat lebih bertekad dari biasanya, Yuya-kun.”

Setiap kali aku menyebutkan kecemasanku, Kaede akan berusaha untuk terus
memujiku. Meski demikian, pikiranku tidak bisa untuk tidak merasa gelisah.
Malahan, kegugupanku semakin meningkat dan tubuhku terasa gemetar. Apa aku
akan baik-baik saja seperti ini? Dari pada itu, bagaimana bisa Kaede bertingkah
sama seperti biasanya? Sebentar lagi kau akan memperkenalkan pacarmu—atau
lebih tepatnya calon suamimu—kepada Ayahmu, loh?

“Itu karena Yuya-kun adalah pacarku yang kubanggakan..., karena menurutku


dirimu adalah orang yang baik sehingga aku tidak akan merasa malu untuk
memperkenalkannya pada siapa pun.”

Dengan lembut, Kaede menggenggam tanganku dan tersenyum hangat layaknya Ibu
Suci sebelum dia melanjutkan kata-katanya.

“Itulah sebabnya, mohon percaya dirilah. Jangan khawatir, aku tidak akan
membiarkan mereka mengeluh terhadapmu. Yah, lagian tidak mungkin mereka
akan mengeluh.”

Aku hendak bertanya apa yang dia maksud dengan itu, tapi kemudian bel pintu
berbunyi menandakan dimulainya percobaan hari ini. Jantungku berdebar dengan
cepat, dan dengan tekad yang kuat, aku berdiri, memegang tangan Kaede dengan
erat, dan menunju pintu bersamanya.

Saat pintu terbuka, aku melihat seorang wanita cantik yang tampak seperti Kaede
versi dewasa, Sakurako-san. Dan di sebelahnya, ada seorang peria bertubuh
ramping yang mengenakan kacamata bundar. Apa beliau ini adalah Kazuhiro-san,
Ayahnya Kaede?

“Lama tidak bertemu, Kaede, dan juga, Yuya-kun. Bagaimana kabarnya kehidpan
bersama kalian? Apa Kaede merepotkanmu? Apa dia selalu mengatakan sesuatu
yang egois?”

“Issh, jahat banget sih, Bu! Aku tidak ada melakukan apa pun yang Yuya-kun tidak
sukai, dan dia juga sama. Apa sih yang kau katakan secara tiba-tiba?”

Dia memang tidak melakukan apapun yang tidak kusukai, tapi dia melakukan
banyak hal yang membuatku jadi kewalahan untuk menanggapinya. Seperti
misalnya, dia mengajakku mandi bareng, atau dia akan memintaku untuk
memijatnya saat dia mengenakan pakaikan renang. Nah, pada dasarnya itu adalah
momen yang membahagiakan, tapi tetap saja, itu membuatku sangat kewalahan.

“Fufufu. Maaf tentang itu. Aku hanya ingin tahu, apakah kalian hidup dengan rukun
atau tidak. Tapi melihat dari raut wajahnya Yuya-kun, tampaknya tidak ada
masalah. Oh, maaf sudah terlambat memperkenalkannya, pria yang berdiri di sini,
pria yang terlihat layaknya bentuk kebaikan berwujud humanoid ini, dia adalah
Hitotsuba Kazuhiro, suamiku tercinta, Ayahnya Kaede, dan Ayah mertuamu, Yuya-
kun.”

“Astaga, Sakurako-san. Cara perkenalan macam apa itu? Kan masih ada cari lain
yang lebih baik lagi untuk memperkenalkanku? Apa yang tadi kau bilang, kebaikan
berwujud humanoid? Memangnya aku ini robot dari abad ke-22?”

Ayah Kaede, Kazuhiro-san, menyela seperti itu dengan senyum masam saat
Sakurako-san mengatakan bahwa dirinya adalah bentuk kebaikan berwujud
humanoid. Terhadap itu, Sakurako-san menaggapinya dengan...,

“Ara~ara, jika kau adalah robot dari abad ke-22, apa itu berarti aku adalah tuan dari
robot itu? Issh, tidak boleh tau membicarakan tentang role play tuan dan budak di
depan anak-anak. Nah, pokoknya sesuatu seperti itu nantikan saja malam ini.”

“Ahahaha, kuharap sesekali kau akan mengizinkanku untuk mengambil alih inisiatif.
Lagian, aku juga ingin kau melihat betapa jantannya diriku ini, Sakurako-san.”

“Fufufu, benarkah begitu? Jika kau mengatakan dirimu akan menunjukkan sisi
kejantananmu padaku, apa itu berarti malam ini aku akan menjadi kucing yang lucu,
Kazuhiro-san?”

Njir, apa-apaan ini!? Percakapan apa yang sebenarnya sedang berlangsung di depan
kami saat ini? Ini benar-benar seperti dunia unik yang manis layaknya madu, tidak
seperti dunia Kekasih Tolol yang diciptakan oleh Shinji dan Otsuki-san. Mungkinkah,
ini yang di sebut-sebut sebagai Dunia Stroberi?”

“Ayah, Ibu. Aku bisa mengerti kalau kalian ingin bermesraan, tapi lihat tuh, Yuya-
kun kan jadi kebingungan. Tolong lakukan itu setelah kalian pulang nanti!”

Aku hampir menderita diabetes karena kandungan gula yang terlalu berlebihan itu,
tapi syukurnya, Kaede berhasil menyelamatkanku.

“Kau benar. Baiklah kalau begitu, senang bertemu denganmu, Yoshizumi Yuya. Aku
Hitotsuba Kazuhiro, Ayahnya Kaede.”
“Ah, ya! Aku Yoshizumi Yuya. Senang bertemu denganmu juga.”

Aku meraih tangan yang Kazuhiro-san ulurkan, dan kami berjabat tangan. Tubuhnya
tampak ramping, tapi tangannya terasa besar dan kuat. Yah, bagaimanapun juga,
orang ini adalah pilar utama dari sebuah keluarga dan seorang luar biasa yang
merupakan presiden dari sebuah perusahaan besar.

“Ahem, ngomong-ngomong, Yuya-kun. Apa kau sudah melakukan itu dengan Kaede?
Gimana rasanya? Joss nggak?”

“......Eh?”

Apa yang barusan orang ini tanyakan? Aku menoleh ke arah Kaede, dan pipinya
tampak diwarnai merah padam, Di sisi lain, Sakurako-san menampilkan raut wajah
iseng seperti anak nakal. Apa ini? Apaan-apaan dengan situasi ini!

“Lah, jangan bilang itumu masih belum lulus, ya? Astaga Yuya-kun, bagaimana bisa
kau masih perja—”

“Tidak akan kubiarkan kau mengatakannya—!!!”

Dengan segenap ragaku, aku meneriakkan itu pada Ayah pacarku yang akan menjadi
mertuaku. Sesuatu seperti itu bukanlah apa yang akan kau tanyakan saat pertama
kali bertemu seseoorang. Dan meskipun bukan pertama kalinya, aku akan kesulitan
untuk menjawabnya. Lagipula, aku lebih suka untuk merahasiakannya hanya
diantara kami berdua.

“Yah, jika kau butuh sesuatu, kau bisa langsung mengkonsultasikannya denganku,
oke? Aku akan mengajarimu banyak hal supaya kau tidak terjebak dalam role play
yang itu-itu saja.”

Aku yakin, alasan mengapa Kaede sering sekali membuatku jadi merasa deg-degan
adalah karena darah dari kedua orang ini mengalir deras di dalam tubuhnya.

Bab 100
Pertanyaan dari Ayah Mertua

Nah sekarang, ketemuan di rumah sih pada dasarnya tidak masalah, yang jadi
masalahnya, dimana kami harus pergi makan malam.
Namun, saat aku pusing memikirkan masalah itu, ternyata, Ibu Kaede—Sakurako-
san—sudah memesan sushi untuk kami makan.

Seriusan dah, dari melihatnya saja kau sudah bisa mengetahui bahwa sushi-sushi ini
rasanya enak. Apakah ini yang disebut-sebut sebagai kotak perhiasan makanan laut?

“Jangan sungkan-sungkan, Yuya-kun, makanlah dengan banyak.”

Ayah Kaede, Kazuhiro-san, yang di awal tadi sempat mengajukan pertanyaan yang
mengejutkan, mengatakan itu padaku sambil tersenyum.

Saat aku bertanya-tanya apakah aku harus menerima perkataannya itu atau tidak, di
sisi lain, Kaede dengan santai mengambil daging ikan madai dengan sumpitnya, dan
langsung memasukannya ke mulutnya.

[Catatan Penerjemah Ikan Madai tuh Red Sea Bream (Pagrus Major), atau di
Indonesia, kita biasa menyebutnya dengan Ikan Tai.]

“Ya..., kau tidak perlu sungkan, Yuya-kun. Atau malahan, jangan ragu-ragu untuk
makan. Bagaimanapun juga, kita ini adalah korban yang tiba-tiba diperlihatkan
situasi mesra.”

Kaede, yang kali ini memakan daging ikan tenggiri, mengatakan itu saat dia
mengembungkan pipinya. Saat ini, kecepatan makannnya beberapa kali lebih cepat
dari biasanya. Apa dia baik-baik dengan seperti itu? Apa nanti dia tidak akan terlalu
kekenyangan saat makan tuna atau yang lainnya?

“Santuy, tidak apa-apa. Jangan khawatirkan aku dan makanlah juga, Yuya-kun.
Selain itu, yang lebih penting lagi..., kenapa kalian membicaran aktivitas malam
suami-istri di depan Yuya-kun yang baru-baru ini kalian temui? Kalian ini benar-
benar aneh!”

“Ara~, bukankah itu tidak apa-apa. Bisa dibilang, itu adalah bukti kalau aku dan
Kazuhiro-san sangat kasmaran, kan?”

“Kasmaran sih boleh saja, tapi jangan melakukannya dengan terlalu berlebihan. Kan
rasanya akan tidak nyaman jika Yuya-kun sampai terkejut dan kewalahan.”

Jika dia bilang begitu, aku sangat yakin bahwa keegoisan Kaede yang ingin tinggal
bersamaku itu sudah merupakan keegoisan yang terlalu berlebihan. Tapi yah,
memang sih, aku terkejut saat mereka tiba-tiba mengembangkan dunia orang
dewasa yang manis.
“Kau sendiri gimana, Kaede? Passtinya kau juga bermesraan dengan Yuya-kun, kan?
Aku ingin tahu, apa saja yang sudah kalian lakukan.”

Ayah mertua!? Apa kau mengerti dengan apa yang baru saja kau katakan? Ntar dulu,
mengapa kau juga terlihat sangat penasaran, Sakurako-san?

Ditanyai seperti itu, Kaede menelan tuna yang dia kunyah, dan setelah menyesap teh
hijau panasnya, dia menghela nafas dengan sengaja.

“Oke..., kalau kalian memang penasaran tentang itu, maka aku akan
memberitahukannya! Pertama, apa yang sering sekali kami lakukan adalah mandi
bareng. Dan yah, meskipun dia terlihat seperti ini, Yuya-kun itu adalah orang yang
pemalu, itulah sebabnya saat kami mandi bareng, dia akan selalu mengenakan
pak—”

“STOOOOOOOOP! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi!”

Apa sih yang mau orang ini katakan dengan wajah yang penuh rasa bangga!? Jangan-
jangan, dia ingin mengatakan pada orang tuanya bahwa saat dia mandi dengan
pacarnya, pacarnya itu akan mengenakan pakaian renang? Nah, dia ini tidak akan
mengungkapkan itu begitu saja kan?

“Mu~..., kalau begitu bagaimana dengan yang ini? Yuya-kun itu ternyata pandai
sekali loh dalam memijat! Saat dia memijatku, pijatannya itu benar-benar
menyentuh titik sensitifku, dan intinya tuh, sensasinya nikmat banget!”

Penyampaianmu woy! Caramu menyampaikannya itu malah terkesan erotis!


Eksprei dan caramu mengingatnya pun pasti kau lakukan dengan sengaja, kan!?

“Terus, terus..., yang ini sih adalah sesuatu yang hanya diriku yang mengetahuinya.
Fufufu, Yuya-kun itu sangat sensitif loh kalau telinganya dijilat! Saat aku
melakukannya, itu benar-benar yang terbaik karena aku bisa mendengar desahan
serta melihat wajah tidak senonoh yang dia tunjukkan!”

K-A-E-D-E!? Apa sih yang sebenarnya saat ini kau pikirkan? Lihat tuh, cara
Kazuhiro-san dan Sakurako-san memandangku telah berubah menjadi sangat
terkejut.

“Hee~..., jadi kau sensitif di bagian telinga ya, Yuya-kun. Tapi yah, itu nikmat kan,
saat telingamu dijilat. Aku juga menyukainya loh...”
“Ini mengejetukan bawha titik sensitif Yuya-kun mirip dengan Kazuhiro-san. Kalau
begitu, Kaede, lain kali aku akan mengajarimu banyak hal. Aku akan mengajarimu
cara yang paling joss untuk melakukannya.”

Aneh, keluarga ini benar-benar aneh. Kulihat, Kazuhiro-san mengedipkan matanya


ke arahku seolah-olah dia merasa bahagia dapat bertemu dengan rekan sekaumnya,
dan di sisi lain, Sakurako-san memulai percakapan rahasia dengan Kaede. Aku
yakin, pasti apa yang mereka bicarakan itu adalah sesuatu tentang bagaimana
membuatku bahagia. Entah kenapa, aku merasa takut.

“Nah, intinya..., aku lega, Yuya-kun. Sepertinya kau bisa menjalani kehidupan yang
baik bersama Kaede.”

Saat aku memikirkan sesuatu yang tolol bahwa malam ini aku harus melindungi
telingaku dari Kaede, Kazuhiro-san tiba-tiba mengatakan itu padaku. Suaranya itu
dipenuhi dengan kelegaan, dan ekspresinya sangat lembut. Seklilas, senyuman yang
dia tunjukkan itu mirip dengan senyum lembut Kaede.

“Yuya-kun. Kalau boleh, aku punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu?”

“......? Eh, iya boleh, apa itu?”

Apa yang ingin dia tanyakan, ya? Saat aku berpikir demikian, dalam sejekap, suasana
yang dipancarkan oleh Kazuhiro-san langsung beralih dari mode santai ke mode
yang ketat. Melihat itu, secara naluriah aku meregangkan punggungku dan
menunggu kata-katanya.

“Aku sudah mendengar banyak tentang dirimu dari Kaede. Dan setelah aku
melihatnya seperti ini, aku bisa tahu kalau kau hidup dengan rukun bersama Kaede.
Tentunya, sebagai seorang Ayah, aku sangat senang tentang itu. Tapi pada saat yang
sama, sebagai Ayahnya, ada suatu hal yang memang harus kutanyakan kepadamu.”
Kazuhiro-san menghentikan perkataannya sejenak, dan setelah beberapa saat, dia
bertanya padaku. “Yuya-kun, bagaimana pendapat pribadimu tentang Kaede?”

Sorot matanya itu layaknya bilah pedang yang sangat tajam.

Namun, aku tidak boleh membiarkan tekanan itu mengalahakanku. Aku menarik
nafas dalam-dalam, dan kemudian mulai merangkai kata-kataku.
Bab 101
Bagiku, Kaede adalah...

Semuanya terjadi dengan begitu tiba-tiba.

Begitu aku pulang ke rumahku, aku mendapati kalau orang tuaku sudah pergi dari
rumah dan meningalkan hutang-hutang mereka begitu saja. Lantas, sebagai
pertanggung jawaban atas semua hutang-hutang itu, saat aku hendak dibawa pergi
oleh Taka-san ke tempat atasannya...., layaknya komet, seorang dewi muncul secara
tiba-tiba di hadapanku.

Saat itu, aku menjadi sangat terkejut ketika Sakurako-san juga datang dan
setelahnya hutang-hutang yang dimiliki orang tuaku lunas seketika. Namun
demikian, segala situasinya langung berkembang menjadi sangat cepat dan tau-tau
saja, diputuskan kalau aku akan tinggal satu atap berasma Kaede.

Bagiku, Hitotsuba Kaede adalah sosok layaknya Bunga yang Tak Terjangkau.

Dia memiliki rupa yang cantik, senyum yang manis, dan selain itu, dia memiliki nilai
yang sangat bagus hingga tidak bisa disangkal kalau dia merupakan perwujudan
dari apa yang disebut dengan sosok gadis sempurna. Aku berpikir..., bahwa seorang
sepertiku sama sekali tidak bisa disandingkan dengan sosok yang memiliki gelar
siswi SMA terimut di Jepang dan kemudian meningkatkan karismanya dari yang
awalnya adalah Bunga yang Tak Terjangkau menjadi sosok Dewi Surgawi.

Lalu, setelah aku mulai hidup dan tinggal bersama Kaede, ada beberapa hal yang
akhirnya kupelajari dan ketahui tentang dirinya.

Awalnya, aku berpikir bahwa Kaede adalah orang yang levelnya sangat berbeda
dariku, namun, pada dasarnya dia hanyalah seorang gadis normal. Dia
menertawakan hal-hal yang sepele. Setiap hari dia berniat mempermainkanku, tapi
saat aku balas mempermainkannya, dia malah jadi merajuk. Dia juga sering
mencoba merayuku, tapi saat aku balas merayunya tanpa toleransi, dia segera
menjadi malu dan merona. Intinya, dia benar-benar hanya gadis normal yang dapat
ditemukan di mana saja.

Tapi..., aku tidak bisa langsung menanggapi perasaan yang diberikan oleh Kaede
kepadaku. Di hatiku, aku memiliki trauma, trauma dimana orang yang sangat
berharga bagiku..., orang tuaku yang kupikir akan selalu berada di sisiku pergi
meninggalkanku. Itulah sebabnya, meskipun aku jatuh cinta pada Kaede dan ingin
hidup bersamanya selamanya, aku takut kalau sosok yang kucintai kali ini akan
menghilang secara tiba-tiba lagi. Karenanya, aku memalingkan wajahku dari
perasaan yang dimiliki Kaede.

Namun demikian, terhadapku yang bertingkah menyedihkan itu, Kaede terus


mendukungku. Dia selalu mengatakan ‘jangan khawatir’, ‘aku tidak akan pergi
kemana-mana’, ‘aku tidak akan pernah meninggalkanmu’. Kata-katanya itu
menyelamatkanku, dan saat aku mulai berpikir bahwa jika bersamanya mungkin
semuanya akan baik-baik saja, aku jadi semakin menyukainya..., dan di saat yang
sama, aku berpikir bahwa aku tidak harus terus-terusan seperti ini, terus-terusan
menggantungkan perasannya.

Daripada hanya membuatnya terus mendukungku, aku ingin menjadi orang yang
mendukung Kaede. Aku ingin membuat Kaede bahagia. Dan dengan pemikiran
seperti itu, kuputuskan untuk melakukan yang terbaik dan terus berupaya.

Mungkin aku memang masih siswa SMA yang tidak memiliki pengalaman apa-apa,
tapi meski begitu, aku pasti akan membuat Kaede bahagia. Itulah sebabnya—!

“Baiklah, sudah cukup, perasaanmu itu sangat memilukan hati, Yuya-kun. Putri kami
benar-benar sangat beruntung karena sampai sebegeninya dianggap oleh cinta
pertamanya.”

“Ya. Aku tidak menyangka kalau akan sampai secepat ini aku akan diberikan kalimat
[Tolong berikan aku putrimu!].”

Kazuhiro-san dan Sakurako-san saling memandang dengan ekspresi emosional yang


dalam, dan perlahan-lahan ekrspresi mereka berubah menjadi wajah yang
menyeringai. Kemudian, alih-alih aku, mereka menoleh ke arah Kaede, yang duduk
di sampingku dengan wajah yang memerah dan menunduk.

“Aku ikut bahagia untukmu, Kaede. Yuya-kun tersayangmu baru saja menyampaikan
niat pernikahannya denganmu pada kami loh! Hei, bagaimana perasaanmu
sekarang? Apa yang kau rasakan?”

“Yah, ini benar-benar persis seperti yang kau katakan, Kaede! Dia sungguh pria yang
baik! Jangan pernah biarkan dia pergi darimu, oke?”

“Uu~…, Yuya-kun tolol…, apa-apaan sih dengan yang barusan itu!? Kau ingin
membuatku mati karena kegembiraan, ya!? Uu~…, aku sangat mencintaimu, Yuya-
kun!”
Kemudian, dengan mata yang sedikit lembab, Kaede yang sudah tidak bisa menahan
diri lagi mulai memelukku. Aku menangkapnya di dadaku, dan balas memeluknya
dengan erat. Saat itu, kulihat kalau telinganya juga berwarna merah cerah.

“Ara~ara, kau mau dimanja sama Yuya-kun, ya? Kalau kau memeluk Yuya-kun di
depan orang tuamu seperti ini, maka kau tidak akan bisa komplain apa-apa tentang
aku dan Kazuhiro-san loh, Kaede?”

Sejak tadi, godaan Sakurako-san terhadap Kaede-san sudah sangat mengerikan, Tapi
kemudian, aku melihat kalau di tangannya dia sedang memegang bir. Apa dia akan
jadi orang yang menyebalkan ketika dia sedang mabuk? Hm, aku harus mengingat
perihal ini.

“Yuya-kun, kami serahkan Kaede pada dirimu.”

“―――― Ya! Aku pasti akan membuat Kaede bahagia!”

“Hahaha, aku menantikan hari dimana kau dan aku bisa membicarakan obrolan
antara pria satu sama lain.”

Kaede memelukku lebih erat lagi. Melihat itu, Sakurako-san tersenyum dan
Kazuhiro-san tertawa. Dan aku, entah kenapa aku mulai merasa malu.

“K-Kaede-san. Kurasa kau harus melepaskanku sekarang?”

“...Gak mau, aku gak akan lepasin. Aku tidak mau kalau kau sampai melihat wajahku
saat ini.”

“Lah, kalau kau mengatakan itu padaku, aku malah jadi penasaran, tahu?”

“Pokoknya gak mau. Aku begitu bahagia mendengar bagaimana perasaanmu


tentangku hingga aku jadi tidak bisa berhenti menyeringai. Wajahku juga terasa
panas, dan intinya aku tidak mau kalau kau melihat wajahku yang memalukan
seperti ini.”

Kalau diberitahukan sesuatu seperti itu, aku juga jadi merasa malu. Selain itu, aku
penasaran, apa reaksi Sakurako-san dan Kazuhiro-san saat mendengar perkataan
itu.

“Issh, cumbuanmu pada Yuya-kun itu terlalu berlebihan, tahu, Kaede! Melihat itu,
aku jadi merasa bergairah juga. Aku ingin tahu, apakah tidak apa-apa jika aku dan
Kazuhiro-san juga ikutan bercumbu?”
“Hahaha, aku sih tidak keberatan dengan itu, tapi kita harus sabar menunggu
sampai kita pulang nanti. Ini adalah sarang cintanya Yuya-kun dan Keade, jadi ayo
kita segera pulang supaya kita tidak menggangu mereka.”

“Benar! Sekarang sudah saatnya aku dan Yuya-kun saling bermesraan! Kalau urusan
kalian di sini sudah selesai, silahkan pergi! Oh iya, terima kasih untuk sushi-nya!”

Dengan raut yang setengah malu dan setengah kesal, Kaede menyela orang tuanya
yang mencoba mengembangkan dunia stroberi lagi di depan kami. Tapi. yang lebih
penting lagi, dia yang secara terus terang mengatakan kalau dia ingin bermesraan
denganku itu..., jangan bilang, dia ingin mengambil jatah saat kami tidak bisa
bermesraan ketika ada Rika-chan?

“Kaede, kalau kau mau bermesaraan sih tidak apa-apa, tapi pastikan kalau kau
sudah mempersiapkan itu, oke? Jangan sampai kau membuat dirimu terhanyut oleh
arus begitu saja!”

“Mengenai itu aku tidak akan lalai. Aku sudah mempersiapkan itu dengan baik kok.”

Nah, tampaknya akan tidak sopan untuk bertanya apa sebenarnya ‘itu’ yang
harus dipersiapkan. Maksudku, bukankah itu adalah sesuatu yang harus dikatakan
padaku, bukan malah dikatakan pada Kaede? Dan lagi, Kaede, kapan kau
menyiapkannya?

“Baguslah kalau begitu. Nah, Yuya-kun, putriku ini memang gadis yang ceroboh, tapi
kumohon untuk terus menjaga dirinya.”

“Ya. Aku juga, aku pasti akan menjaganya.”

“Fufufu, seriusan deh, sulit dipercaya kalau dirimu adalah anak dari pria brengsek
itu.”

“Hahaha..., yah, lagipula Ayahku adalah contoh sempurna dari manusia yang tak
berguna. Dia sangat cocok untuk dijadikan sebagai teladan, meskipun dalam artian
yang sebaliknya.”

Itu benar juga. Kata Sakurako-san, saat dia tersenyum. Aku juga ikut tersenyum, tapi
di sisi lain, Tuan Putriku lah yang tampaknya kesal dengan situasi ini. Dia
mengembungkan pipinya dengan sangat jelas seperti seekor ikan kembung.

“Nah, aku tidak tahu apa yang akan Kaede lakukan padaku jika aku berbicara
dengan Yuya-kun lebih lama lagi. Baiklah, Kazuhiro-san, kurasa sudah waktunya
kita pulang.”
“Kau benar. Tapi sebelum itu. Yuya-kun, ada sedikit hal lagi yang ingin kukatakan
padamu, tidak apa-apa, kan?”

“? Eh, iya, apa itu?”

“Nah, kupikir kalau itu adalah dirimu maka semuanya akan baik-baik saja... Tapi
ingat, saat pertama kali kalian melakukannya, lakukanlah dengan lembut, oke? Dan
juga, pastikan kau memakai kond—”

“Aya~h! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi!? Makusdku, aku
sudah tahu itu! Ya, aku sudah tahu apa yang ingin kau kau katakan, jadi bisakah kau
tidak mengatakan apa-apa lagi!”

[Catatan Penerjemah: Kata ‘Ayah’ di atas merujuk pada Ayah mertua.]

Sungguh, ini benar-benar keluarga yang bermasalah. Tapi..., suatu hari nanti. aku
juga ingin menjadi bagian dari mereka.

Bab Ekstra
Saat Ini Hari Apa? Ini adalah Hari Kelinci!

Di suatu sore di musim panas.

Aku dan sahabatku, Shinji, sedang duduk di bangku saat kami menghidrasi
dan melihat ke arah lapangan.

“Kupikir tahun ini kita mungkin bisa membentuk tim yang bagus. Teman-teman
yang lain benar-benar merasa termotivasi. Bukankah ini semua berkat dirimu,
Yuya?”

“Tidak, kau salah. Itu bukan berkat diriku, tapi berkat Kaede-san yang
mendukungku.”

“Yah..., kau memang benar.”

Sambil tertawa, Shinji yang menjawab seperti itu kembali melihat ke arah lapangan.
Saat ini, anggota kelas 1 dan 2 sedang memainkan pertandingan tim merah
melawan tim putih dengan anggota kelas 3. Ngomong-ngomong, aku dan Shinji
sudah digantikan di tengah-tengah pertandingan.

“Kalau kalian berada di lapangan, ini bukan lagi pertandingan namanya!”


Pelatih mengatakan itu pada kami, dan dengan senang hati mengganti kami di babak
pertama. Menerima perlakuan ini, aku memandang pelatih dengan kesal dan
mengeluh, “Apaan sih, mengapa kau justru tidak membiarkan duo emas dari tim ini
mengamuk? Anjing.”

“Yah, gak usah ngegas gitulah. Lagipula, bukan cuman kita aja yang diganti, jadi bisa
dibilang ini adalah cara pelatih untuk bersikap adil. Selain itu, tidak baik juga kalau
terus berlarian di bawah terik matahari.”

Seperti yang Shinji katakan, bertanding di bawah terik matahari bisa menyebabkan
heat stroke dan dehidrasi, jadi memang benar itu adalah keputusan yang masuk
akal. Nah, berkat itu juga, kami jadi bisa beristirahat seperti ini.

“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan kemarin? Karena ini adalah Hitotsuba-san,


maka dia pasti melakukan banyak hal, kan?”

“Kemarin? Memangnya ada apa dengan kemarin...? Oh, aku mengerti maksudmu.
Sayangnya..., tidak, tidak ada yang terjadi.”

Karena yang dibicarakan di sini adalah Kaede, aku memang berpikir kalau dia akan
melakukan sesuatu seperti itu, tapi sayangnya, tidak ada yang terjadi.
Kemungkingkan besar, dia baru saja menyadari tentang itu kemarin dan buru-buru
memesannya di Internet, tapi sayangnya, itu tidak tiba tepat waktu. Yah, ini benar-
benar khas tingkahnya Kaede.

“Jika demikian, maka kurasa kau akan disambut oleh gadis kelinci saat kau pulang
nanti?”

“Hahaha, meskipun itu adalah Kaede-san, sesuatu seperti itu jelas tidak mungkin. Ya,
tidak mungkin.”

---

“Selamat datang kembali, Yuya-kun!”

Shinji, mulai hari ini, aku akan memanggilmu arsitek flag kelas satu.

“Ada apa, Yuya-kun? Oh, apa jangan-jangan kau terpana olehku? Apa kau terpana?”

“...Erm, tentu saja aku terpana. Pacarku yang cantik, imut, dan sangat kubanggakan
sedang mengenakan pakaian gadis kelinci. Bagaimana mungkin aku tidak terpana
saat melihatnya?”
Saat aku pulang dengan tubuh yang bersimbah keringat, aku terkejut ketika
disambut di pintu masuk oleh Kaede yang saat ini berpakaian gadis kelinci.

Dia mengenakan triko hitam tradisional dengan stoking jala hitam yang menutupi
kaki rampingnya, dimana stoking itu menunjukkan sekilas bagian-bagian kulitnya.
Lekukan tubuh Kaede yang bagus sangat ditonjolkan, dan lembah bukit yang
diciptakan oleh buahnya yang berlimpah benar-benar mempesona. Terlebih lagi, dia
menggodaku dengan postur tubuh yang sedikit condong ke depan hingga membuat
pikiran rasionalku mengatakan bahwa aku mesti memangsanya sekarang.

“Terus, Yuya-kun yang terpesona, apa yang akan kalau lakukan pada kelinci lucu ini?
Apa yang ingin kau lakukan?”

Melihatnya yang hanya condong sedikit ke depan saja aku sudah merasa kewalahan,
tapi gadis kelinci ini dengan riang mulai berputar-putar di sekitarku sambi
bertanya-bertanya apa yang ingin kulakukan padanya. Duh, ada apa dengan
makhluk yang lucu dan menggemaskan ini? Apa tidak apa-apa kalu aku
memeluknya?

“Fufufu. Ayo, apa yang akan kau lakukan pada gadis kelinci ini? Apa yang ingin kau
lakukan??”

“Kalau begitu..., aku akan menuruti kata-katamu. Aku pulang, Kaede-san.”

Aku menangkap lengan ramping kelinci lucu itu dan memeluknya dengan lembut.
Kemudian, aku memejamkan mataku dan menciumnya seperti biasa.

“—Mmn, ehehehe. Selamat datang kembali, Yuya-kun.”

“Aku pulang, Kaede-san. Ya ampun, kenapa kau tiba-tiba berpakaian seperti kelinci?
Kau membuatku sangat terkejut, tahu!”

“Jika aku bisa mengejutkanmu, maka berarti usahaku sukses besar! Jadi, sekali lagi,
bagaimana menurutmu tentang pakaian ini? Apa aku terlihat imut?”

“Yah..., itu terlihat sangat cocok untukmu. Saking cocoknya, ini seperti aku akan
berubah menjadi serigala dan memakanmu sekarang.”

“Jika demikian, maka selanjutnya kau akan mengatakan sesuatu seperti, ‘aku tidak
akan membiarkanmu tidur malam ini’. Sungguh, hari kelinci benar-benar
menyenangkan!”
Tidak, kau salah, Kaede. Bukan aku yang harusnya mengatakan kata-kata itu, tapi
justru kamu. Lagian, meskipun biasanya aku selalu ingin tidur, tapi kau jsutru selalu
membuatku jadi tidak bisa tidur.

“Fufufu, kalau begitu, dengan Yuya-kun yang malam ini akan menjadi serigala...
Untuk saat ini, kau mau apa? Apa kau mandi? Atau mau makan? Ataukah...,
di~ri~ku?”

“Tentu saja, aku mau Kaede-san. Nah, itulah yang ingin kukatakan, tapi seperti yang
kau lihat, aku berkeringat dan lelah, jadi aku mau mandi dulu.”

“Kalau begitu aku akan menyeka punggungmu yang lelah karena aktivitas klub! Aku
akan menyekanya sambil masih tetap dalam sosok gadis kelinci ini!”

Tidak, memangnya kau tidak bisa mengenakan pakaian renang yang biasanya kau
kenakan? Terus, apa maksudmu aku akan mandi bareng dengan gadis kelinci?
Sesuatu seperti itu—tidak mungkin terjadi!

Nah, yang lebih penting lagi, aku perlu mengatakan sesuatu penting padanya.

“Ngomong-ngomong, Kaede-san, boleh aku ngomong sesuatu?”

“Ya, apa?”

Menatapku dengan mata yang menengadah, Kelinci Kaede memelukku dengan


melingkarkan lengannya di leherku. Karena ini tidak seperti biasanya, kekuatan
penghancur dari keimutannya sangatlah luar biasa, tapi aku sudah bertekad untuk
tetap memberitahukannya sesuatu.

“Kaede-san, hari kelinci itu kemarin, tahu?”

“............Te~he.”

Karena tingkahnya itu imut, kuputuskan untuk membiarkannya.

Seperti itulah malam yang manis pada tanggal 3 Agustus.


Bab 102
Setelah Badai, Malam yang Manis Telah Menanti

Setelah mengungkapkan perihal apa yang kupikirkan tentang Kaede, kami


mengadakan pesta makan malam yang tenang dan menyenangkan. Kaede berbicara
secara terbuka tentang apa saja yang terjadi di sekolah, dan bagaimana aku
menyatakan cintaku padanya di bawah langit berbintang saat kemah pelatihan. Aku
sangat malu sampai-sampai wajahku sangat panas seperti terbakar.

Kemudian, setelah hampir waktunya pesta berakhir, sambil menyesap tehnya,


Sakurako-san menunjukkan raut yang seolah dia baru saja teringat akan sesuatu.
Ada apa ya, apa itu sesuatu yang penting?

“Oh iya! Di bulan April nanti, putrinya Miyamoto-san akan mendaftar di SMA
Meiwadai yang kalian hadiri, jadi rukunlah dengannya, oke.”

Oh, jadi Miyamoto-san punya anak perempuan ya? Dan lagi, anaknya itu akan
menjadi junior kami di musim semi ini? Aku baru pertama kali mendengar tentang
ini. Hmm? Ekspresi Kaede tampak gelisah, dia kenapa?

“Begitu ya..., jadi Yui-chan akan masuk ke sekolah kami ya. Kurasa ini akan
merepotkan.”

“Eh? Merepotkan? Kok bisa begitu? Apa yang kau maksud dengan itu, Kaede-san?”

Aku bertanya, namun, Kaede hanya merenung dengan alis yang terangkat sebagai
tanggapan atas pertanyaanku. Melihat itu, Sakurako-san memberitahukanku
alasannya dengan senyum menyeringai.

“Fufufu. Putrinya Miyamoto-san, Yui-chan, dia itu sangat menyukai Kaede. Mereka
terpaut usia, jadi dia memandang Kaede seperti Kakak perempuannya sendiri. Dan
mungkin, dia tidak tahu kalau Kaede berpacaran dengan Yuya-kun, jadi yah, ini pasti
akan merepotokan.”

Sakurako-san, apa-apaan dengan senyum jahat yang seolah-olah kau baru saja
menemukan mainan baru itu?

“Begitulah, Yuya-kun, apa yang Sakurako-san katakan itu benar, ini pasti akan jadi
merepotkan, jadi lebih baik kau mempersiapkan dirimu.”

Bahkan kau juga Kazuhiro-san!? Jangan bermetidasi dan menganggukkan kepalamu!


Dan lagi, mengapa kau menyatukan tanganmu seolah kau mendoakan situasiku!? Itu
tidak pantas! Dan yang terpenting, apa sebegitu merepotkannya anaknya Miyamoto-
san ini?

“Singkatnya, dia adalah serangga yang selalu menempel. Saat kami masih kecil, dia
begitu menempel padaku dan tidak mau meninggalkanku. Melihatnya seperti itu,
Miyamoto-san jadi tidak bisa menahan diri lagi, jadi kami dipisahkan saat SMP...
Kurasa kau harus bertemu dengannya sceara langsung untuk bisa mengerti semua
ini.”

Jadi begitu ya. Dengan kata lain, saat SD mereka memasuki sekolah yang sama, tapi
Miyamoto-san tidak tahan melihat betapa dekatnya mereka, jadi mereka
didaftarkan di SMP yang berbeda. Tapi saat ini, Miyamoto-san tidak bisa
menghentikannya untuk memasuki SMA mana yang ingin putrinya itu masuki.
Meski demikian, tidak diketahui apakah dia masih sangat menyukai Kaede atau
tidak.

“Kuharap nanti dia tidak akan menggigit Yuya-kun..., tapi yah, jika dia
melakukannya, maka aku akan memberinya hukuman tinju besi, jadi jangan
khawatir!”

“...Jangan bilang aku akan digigit secara fisik? Seriusan aku akan digigit? Terus habis
itu Kaede-san akan memberikan hukuman? Apa-apaan itu, aku jadi takut...”

“Santai saja, sebelum itu terjadi, aku akan bilang pada Yui-chan, [Dia ini adalah
Kakakmu!], sebagai perkenalan untukmu, Yuya-kun.”

Tidak, kupikir itu justru akan menjadi tindakan yang menambahkan minyak ke
dalam api. Aku punya firasat kalau itu akan menjadi api yang sangat besar.

“Yah, intinya sih, mulai April nanti kuserahkan Yui-chan padamu, Kaede. Nah, akan
lebih baik jika Yuya-kun juga bisa menindaklanjuti.”

“Tentu saja, Sakurako-san. Aku sendiri berhutang budi pada Miyamoto-san, jadi aku
akan menindaklanjutnya sejauh yang kubisa. Serahkan saja padaku.”

“Sungguh, kau sangat bisa diandalkan, Yuya-kun. Kami benar-benar bisa tenang
meninggalkan Kaede bersamamu, benar begitu kan, Kazuhiro-san?”

“Ya, kau benar. Yuya-kun pasti akan menjadi suami dan bos yang baik.”

Mengatakan itu, Kazuhiro-san dan Sakurako-san tertawa terbahak-bahak. Di sisi


lain, hanya Kaede saja yang terlihat seperti merasa tidak nyaman. Dia kenapa?
“...Yuya-kun adalah calon suamiku! Aku tidak akan memberikannya pada siapa pun!”

Meneriakkan itu, Kaede kemudian mengembungkan pipinya seperti balon.


Tampaknya, statusku sudah berubah dari yang awalnya pacar menjadi suami.

---

“Maaf ya karena datangnya mendadak begini, tapi itu tadi sangat menyenangkan.”

“Aku sangat tersentuh diusiaku yang segini saat mendengar perasaan Yuya-kun
untuk Kaede.”

Waktu sudah hampir mencapai pukul 10 malam. Aku dan Kaede masih dalam masa-
masa liburan, jadi pada dasarnya tidak apa-apa kalau kami bersantai sedikit lebih
lama lagi, tapi sayangnya, Kazuhiro-san dan Sakurako-san memiliki pekerjaan yang
harus mereka lakukan. Dan karena akan buruk jika mereka terus berlama-lama di
sini, jadi diputuskan kalau Miyamoto-san akan mengantarkan mereka pulang.

“Malam masih panjang. Jadi setelah ini, kalian memiliki banyak waktu untuk kalian
habiskan berduaan saja. Orang yang sudah tau harus pergi dan gak boleh ganggu.”

“Ara~, Kazuhiro-san, bukankah kita juga masih dalam kondisi yang prima?
Pokoknya, aku tidak akan membiarkanmu tidur malam ini, oke?”

“Ahaha, ampuni hambamu ini, Sakurako-san. Besok aku ada rapat yang penting,
jadi...’

“Apa kau mau mengatakan kalau rapat itu jauh lebih penting dariku? Kau jahat
banget Kazuhiro-san, aku jadi ingin menangis.”

Urat biru muncul di dahi Kaede yang menempel di sampingku saat sekali lagi
mereka berdua bermesraan di ambang pintu.

“Ayah, Ibu, udah, hentikan itu! Tolong tunggu sampai kalian pulang kalau kalian mau
melakukan sesuatu seperti itu! Aku ingin bercumbu dengan Yuya-kun secepat
mungkin!”

Gunung berapi meletus, tapi apa yang dia katakan tidaklah jauh berbeda dari orang
tuanya karena dirinya sendiri sedang diliputi nafsu duniawi. Malahan, suasana
stroberi dari Kaede jauh lebih besar karena dia dengan secara terus terang
mengatakan kalau dirinya ingin bercumbu denganku. Dan kemudian, jika dia
mengatakan itu, akan sangat jelas bagaimana kedua orang ini akan bereaksi.
“Yah, dia sampai mengungkapkan hasratnya seperti itu. jadi aku yakin kalau Kaede
juga ingin bercumbu dengan Yuya-kun! Baiklah, Sakurako-san, ayo cepat pulang!”

“Kau benar, kita tidak boleh menganggu malam pertama kedua muda-mudi ini lagi.”

Pada akhirnya, mereka pergi dengan seringai di wajah mereka. Semuanya berlalu
seperti badai ketika mereka datang dan pergi. Tapi dengan begini, hari yang panjang
ini akhirnya telah berakhir.

“Tidak, Yuya-kun, ini masih belum berakhir.”

Memeluk lenganku dengan erat, Kaede menatapku dengan mata yang basah.

Aku tahu. Tanpa harus diberitahu pun, aku sudah mengetahuinya. Aku butuh waktu
untuk menyatakan ketetapan hatiku. Tapi sekarang, setelah aku melakukannya hari
ini, sekali lagi, aku akan menjawab perasaan Kaede.

“...Aku mencintaimu, Kaede-san. Lebih dari siapa pun di dunia ini.”

Aku melingkarkan lenganku di pinggangnya dan memeluknya dengan erat, lalu


memberinya ciuman lembut yang penuh akan perasaanku.

Hanya meletakkan bibirku di atas bibirnya saja sudah membuatku merasa bahagia.
Namun, perasaan itu berangsur-angsur berubah menjadi nafsu untuk lebih
merasakan Kaede. Dan tampaknya, bukan hanya aku saja yang merasakan itu—

“...Yuya-kun, aku juga mencintaimu..., lebih dari siapapun di dunia ini.”

Menekan wajahnya ke dadaku, Kaede mengatakan itu dengan suara yang lembut.
Merasa bahagia bahwa dirinya juga merasakan hal yang sama sepertiku, aku
semakin memperat pelukanku. Aku tidak akan pernah membiarkan dia pergi dariku.

Bab 103
Sesuatu yang kecil sebelum sesuatu yang besar

Setelah melihat orang tua Kaede pergi, kami berciuman di pintu depan. Kemudian,
aku dan Kaede mencoba pergi ke kamar tidur dengan langkah yang canggung, tapi
di tengah jalan, kami teringat akan sesuatu yang penting yang telah kami lupakan.

“Kaede-san, kita harus mandi dulu...”


“K-Kau benar. Lagipula sejak pagi tadi kita sudah beraktivitas, dan kita pasti
berkeringat. K-Kalau begitu, kau bisa mandi duluan, Yuya-kun.”

Biasanya, dia pasti pasti akan mengatakan, “Kalau begitu, ayo kita mandi bareng!
Aku akan menyekakan punggungmu!”, tapi kali ini, dia justru memintaku untuk
mandi sendirian saja. Tentu saja, ini tidak seperti aku merasa kesepian, atau merasa
kecewa karena tidak bisa berendam di bak mandi bersamanya dan memeluknya.

“Ish..., dasar Yuya-kun tolol. Udah cepet, mandilah lebih dulu!”

Kaede, yang wajahnya sedikit memerah, mendorong punggungku dan memaksaku


masuk ke kamar mandi. Meskipun dia bilang bilang begitu, tampaknya dia akan
berbohong dan akan melakukan serangan mendadak untuk bisa mandi bareng jika
dia memiliki kesempatan.

“Aku tidak percaya aku akan terkejut hanya karena mandi sendirian... Kurasa aku
juga sudah menjadi gila.”

Tidak, daripada menyebut aku menjadi gila, ini lebih merupakan bukti kalau aku
sudah terikat dengan Kaede. Sekarang setelah kehidupan sehari-hari kami telah
berakar di benak kami seolah itu adalah hal yang biasa saja, aku bahkan berpikir
bahwa waktu yang kami habiskan ketika kami terpisah itu lebih aneh daripada
waktu yang kami habiskan bersama-sama. Jadi bisa dikatakan kalau perasaanku
terhadap Kaede berada di tingkat yang sangat tinggi.

“Aku ini sangat mencintainya ya, sampai-sampai aku jadi tidak bisa mengendalikan
diriku sendiri...”

Sebelumnya, saat Kazuhiro-san bertanya padaku perihal apa yang kupikirkan


tentang Kaede, perasaanku terhadap Kaede secara alami mengalir keluar dari
mulutku. Itu cukup memalukan saat aku mengingatnya kembali, tapi pada dasarnya,
itu adalah fakta. Itulah ketetapan hati yang kumiliki, dan Kazuhiro-san serta
Sakurako-san menerimanya. Karenanya, sekarang ini, aku membersihkan tubuhku
sendirian.

Saat aku membayangkan apa yang akan kami lakukan mulai sekarang dan
seterusnya, jantungku mulai berdetak dengan sangat cepat. Terlepas dari kenyataan
bahwa aku sedang berendam di bak mandi, tubuhku memanas dan sirkulasi
darahku menjadi lebih baik hingga membuat tubuh bagian bawahku jadi
bermasalah.

“Tenang..., tenang. I-Ini akan baik-baik saja. Ya, ini akan baik-bai ksaja. Pasti, ini akan
baik-baik saja.”
Aku memercikkan air ke wajahku dan mencoba membasuh gairahku, tapi tetap saja,
itu percuma. Akhirnya, kuputuskan untuk keluar dari kamar mandi secepat
mungkin sambil merasa sedikit cemas perihal apakah aku benar-benar akan baik-
baik saja.

“Maaf membuatmu menunggu, Kaede-san. Kau bisa mandi sekarang..., eh, apa yang
kau lakukan?”

Setelah mengeringkan rambut dan menyikat gigi, aku pergi ke kamar tidur dan
mendapati Kaede sedang berbaring di atas ranjang, tengah memeluk bantalku. Oi,
bantal, bertukar tempatlah denganku sekarang juga! Pelukan Kaede itu hanya
untukku seorang!

“Baiklah, kalau begitu aku juga akan mandi. Sementara itu, Yuya-kun, kau bisa
memeluk bantalku, oke?”

Mengatakan itu, Kaede kemudian mengambil pakaian ganti yang telah dia siapkan
dan meninggalkan kamar dengan tergesa-gesa. Dia bergerak secepat kelinci yang
baru saja keluar dari kandangnya, sampai-sampai aku tidak dapat
menghentikannya. Begitu aku sendirian, aku menghela nafas dan kemudian
berbaring di atas ranjang.

“...Bantal, ya?”

Seperti yang dia katakan tadi, sambil menunggunya selesai mandi, aku memeluk
bantalnya dengan perasaan yang cukup tidak puas. Bagaimanapun juga, cara terbaik
untuk menenangkan perasaanku yang meluap-luap ini adalah dengan memeluk
Kaede secara langsung.

“Haaa..., aromanya sungguh enak..., ini menenangkan...”

Aroma jeruk yang menyegarkan melayang dari bantal, menenangkan pikiranku yag
berkecamuk. Bahkan, jika aku tidak berhati-berhati, aroma ini terasa begitu
menenangkan sehingga aku merasa seperti akan menyelinap ke dalam mimpi.

“Aku ingin segera memeluk Kaede-san...”

Tubuh yang hangat setelah mandi. Aroma dari orang yang kucintai. Selain itu,
kelelahan mental yang menumpuk dalam satu harian ini. Triple combo ini membuat
kesadaranku berangsur-angsur memudar.
Bab 104
Dan begitulah..., malam terus berlanjut

“――Ya-kun. ――Uya-kun! ――Yuya-kun!”

“...Kaede...san?”

Tubuhku diguncang, dan aku menyadari bahwa baru saja aku ketiduran. Secara tak
sadar aku mulai menyeka mulutku, yang mana itu terasa sedikit lembab. Gawat nih,
ilerku tidak menetes ke bantalnya Kaede kan? Tidak, sekarang itu tidak penting.

“Issh, apa kau ketiduran karena kau tidak bisa menunggu?”

“M-Maaf, tadi aku merasa begitu nyaman saat mencium aromamu, jadi..., maaf.”

“Fufufu. Tidak apa-apa, aku tidak marah kok. Nah, yang lebih penting lagi..., erm,
bagaimana menurutmu tentang ini?”

Saat dia mengatakan itu, untuk pertama kalinya aku melihat Kaede secara
menyeluruh. Saat ini, dia tidak mengenakan piyama yang biasanya selalu dia
kenakan, tapi hanya mengenakan pakaian dalam yang menggairahkan.

“Eh..., mungkinkah itu...”

“Ya, ini adalah pakaian dalam yang kau pilihkan untukku, Yuya-kun. Bagaimana? Ini
pertama kali aku mengenakannya, tapi..., apa ini terlihat cocok untukku?”

Itu adalah salah satu pakaian dalam yang dulu kami beli saat kami selesai
mengunjungi kuil. Set kamisol dengan pola bunga berwarna oranye. Kulit yang
sedikit beruap setelah mandi. Air yang menetes di tulang selangkanya dan mengalir
ke buah terlarang yang sangat besar sehingga itu tidak bisa disembunyikan.
Pusarnya yang imut dan kaki sehatnya yang telanjang ditampakkan dengan murah
hati. Melihat itu semua, aku kehilangan kata-kataku.

“E-Erm... Yuya-kun? Aku akan cemas kalau kau tidak mengatakan sesuatu padaku,
tahu...? Apa kau bisa mendengarku?”

Penampilan Kaede saat ini mungkin jauh lebih menggoda daripada penampilannya
yang tidak mengenakan apa-apa. Bisa dikatakan, justru karena dia mengenakan
sesuatu lah, itu akan menjadi luar biasa saat aku berfantasi tentang apa yang ada di
balik sesuatu itu. Kurasa itu yang menjadi penyebab aku merasa begitu bergairah.
Apa yang kusampaikan mungkin memang agak membingungkan, tapi tidak apa-apa.
Bahkan aku sendiri juga merasa bingung.
“...M-Maaf. Itu sangat cocok untukmu dan kau terlihat sangat imut... jadi, erm, aku
terpana saat melihatnya.”

Hanya seperti ini yang bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Aku berharap aku bisa
mengatakan sesuatu yang bagus, tapi dalam kamus yang kumiliki, hanya itulah yang
terbaik yang bisa kukatakan. Bagaimanapun juga, tidak ada kata-kata yang bisa
menggambarkan sosok seorang dewi.

“Fufufu. Terima kasih, kurasa itu berarti ini tidak terlihat aneh di matamu kan,
Yuyu-kun.”

Dengan senyum yang tampak lega di wajahnya, Kaede mengambil bantal dariku,
melemparkannya ke suatu tempat, dan memelukku.

“Mau sampai berapa lama kau berniat untuk memeluk bantalku, Yuya-kun? Saat ini
aku berada tepat di depanmu loh? Jadi tolong peluk aku dengan erat. Maksudku, kau
tahu—”

Kali ini, dengan ekspersi yang merasa tidak puas, dia meletakkan tangannya di
ujung piyamaku, dan , “Eii”, dengan suara yang imut seperti itu, dia menarik
piyamaku. Layaknya keterampilan dari seorang penyihir, aku dibuat bertelanjang
dada. Seriusan nih!?

“Kalau cuman aku saja tidak adil namanya. Jadi, erm, Yuya-kun juga…, tolong segera
lepaskan pakaianmu…”

Dengan suara yang pelan, Kaede mengatakan itu saat wajahnya yang merona
menempel di dadaku. Aku memeluknya dengan lembut dan membelai rambutnya.
Saat ini, aku bisa mendengar suara jantung yang berdetak dengan kencang..., apa itu
adalah jantungku, ataukah jantungnya Kaede?

“Aku bisa mendengar suara detak jantungmu, Yuya-kun. Itu sangat cepat, apa kau
merasa gugup?”

“Tentu saja aku gugup. Kau sendiri bagaimana Kaede-san...?”

“Fufufu, tentu saja aku juga gugup. Aku deg-degan sampai-sampai jantungku
rasanya ingin meledak. Tapi, lebih daripada itu..., aku bahagia.”

Pelukan Kaede semakin erat, dan kami menjadi sangat dekat sehingga hampir tidak
ada ruang di antara kami. Tubuh kami rasanya panas, saking panasnya hingga kami
seperti terbakar.
“Yuya-kun, ayo kita hidup bahagia bersama-sama. Ayo kita berbagi semua hal yang
seru, menyenangkan, dan terkadang menyakitkan bersama-sama, dan dengan
demikian, kita akan bahagia.”

“Mm..., aku setuju. Aku akan membuatmu bahagia. Dan untuk mewujudkan itu, aku
akan melakukan yang terbaik.”

“Tidak, kita akan bersama-sama melakukan yang terbaik, karena aku sendiri pun
ingin membuat dirimu bahagia.”

Aku sudah menerima lebih dari cukup kebahagian darimu. Dan entah apa pun yang
kukatakan tentang itu, Kaede pasti akan menjawab, “Aku juga sama”. Jadi, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun, aku memeluknya dengan erat.

“Yuya-kun, aku mencintaimu.”

“Aku juga, Kaede-san. Aku mencintaimu lebih dari siapapun di dunia ini.”

Entah berapa kali aku mengatakannya, entah berapa ribu kali aku mengatakannya,
itu semua tidak akan pernah cukup untuk mengungkapkan bagaimana perasaanku
terhadap Kaede.

“Aku juga, entah berapa kali aku mengatakannya, itu semua tidak akan cukup untuk
mengungakpkan bagaimana perasaanku terhadapmu, Yuya-kun.”

Kaede mengetakan itu sambil terkikik, lalu dia mendekatkan wajahnya ke telingaku,
dan berbisik dengan suara yang berkilau.

“Rangkullah aku dengan lembut, oke?”

“......Ya, tentu saja.”

Dan hari ini. kami menghabiskan malam madu yang begitu panas dan manis yang
tidak akan pernah kami lupakan.

Bab 105
Kicauan Burung Pipit dan Pagi yang Bahagia

Sinar mentari pagi yang bersinar masuk melalui jendela membuatku terbangun dari
tidurku. Merasa masih sedikit mager, aku mengalihkan perhatianku ke arah orang
yang paling kucintai di dunia ini, yang saat ini sedang tidur nyenyak di pelukanku
tanpa mengenakan sehelai pakaian pun.

“Mmn..., Yuya-kun...”

Aku tidak tahu mimpi macam apa yang kumimpikan tadi malam, tapi satu hal yang
pasti, aku merasa sangat bahagia di dalam mimpi tersebut. Aku kemudian
membelai kepala Kaede dengan lembut dan menggigit kegembiraan karena menjadi
satu dengan Kaede.

“Aku mencintaimu, Kaede-san.”

Aku mencium pipinya dan memeluknya lagi, lalu matanya yang sayup-sayup seperti
anak kucing mulai terbuka. Tampaknya aku membuatnya terbangun.

“...Aku juga mencintaimu, Yuya-kun.”

Mengatakan itu, Kaede menggosokkan pipinya ke dadaku seolah-olah dia sedang


mencoba menandaiku sebagai miliknya dengan menempelkan aroma dari dirinya
kepadaku. Ya ampun, padahal tadi malam dia sudah banyak sekali menandaiku.

“Penting tahu untuk untuk menunjukkan bahwa aku adalah tuannya Yuya-kun.
Soalnya bisa merepotkan kalau sampai ada serangga aneh yang menempel padamu.
Hanya akulah satu-satunya orang boleh menempel pada Yuya-kun.”

Nah, itu memang benar sih. Aku sendiri juga tidak ingin menempel pada siapa pun
selain Kaede, dan aku yakin aku akan jadi gila jika ada serangga yang aneh
menempel pada Kaede.

“Fufufu, kurasa kita berdua ini sama-sama posesif, ya.”

“......Kau benar.”

Waktu pagi yang kami habiskan untuk berpelukan dan berbasa-basi begitu damai
dan bahagia. Aaaah, aku ingin terus seperti ini sampai siang.

“Ngomong-ngomong, tadi malam kau luar biasa sekali, Yuya-kun. Kau benar-benar
menjadi serigala yang memakanku dari ujung ke ujung.”

“...Bukankah kau sendiri juga sama?”

Tadi malam, Kaede berevolusi dari anak kucing menjadi macan tutul yang
bertingkah sangat lucu. Pada saat yang sama, jika apa yang di sebut Succubus itu
memang benar-benar ada, maka itu mungkin adalah sosok Kaede yang sangat
mempesona dan cantik saat dia berada di atas ranjang. Pokoknya, sosoknya itu
sangat berbahaya, saking berbahayanya sampai bisa menghancurkan kosa kata
serta akal sehat.

“Ngomong-ngomong, kau sukanya posisi seperti apa, Yuya-kun? Aku sih sukanya
posisi yang dekat dengan wajahmu supaya aku bisa mencium—“

Alih-alih menyentil kepalanya untuk meredam kegilaan Kaede yang seperti


biasanya, aku menciumnya untuk menyegel bibirnya. Dia tampak terkejut untuk
sesaat, tapi tak lama kemudian lidahnya mulai melilit lidahku dengan tidak senonoh,
manis, dan lengket.

“Mmmn..., Haaah... Issh, itu curang tahu kalau kau melakukannya dengan tiba-tiba.
Dan jika kau menciumku seperti ini..., erm, aku jadi terangsang.”

Mata Kaede bersinar dengan cahaya misterius saat dia menjilat bibirnya, dan dia
kemudian menelusuri tubuhku dengan jari-jarinya yang putih. Ini buruk, jangan
seperti ini, padahal kemarin aku sudah menyegel sosok Succubusnya, tapi dia
hendak menjadi Succubus lagi.

“Kau lah yang jangan seperti ini, Yuya-kun. Kau sudah terlanjur membuatku jadi
begini..., jadi ayo kita lanjutkan yang tadi malam...”

Dengan demikian, kami berciuman lagi..., dan bercinta.

“Aku bahagia bertemu denganmu, Kaede-san. Sungguh, sangaaat bahagia.”

“Aku juga , Yuya-kun. Aku sangat bahagia bisa berada di sisimu.”

Musim dimana bunga-bunga sakura berkemaran penuh.

Saat-saat dimana awal dari kehidupan sekolah yang baru sudah berada di depan
mata.

Tapi sebelum itu, sedikit lagi..., biarkan kami menikmati waktu pribadi yang kami
miliki.
Bab 106
Mulai hari ini, kami sudah jadi siswa-siswi kelas 2

Liburan musim semi telah berakhir, dan musim kedua akan segera dimulai. Setahun
yang lalu, ketika aku baru pertama kali masuk SMA, aku sama sekali tidak
membayangkan bahwa aku akan berjalan sambil berpegangan tangan dengan
pacarku di bawah pohon-pohon sakura yang mekar penuh seperti ini.

“Ada apa, Yuya-kun? Kok wajahmu kelihatan merasa puas sekali. Oh, apa jangan-
jangan kau senang bisa pergi ke sekolah sambil berpegangan tangan denganku!? Uu,
aku akan malu tau jika kau mengakan sesuatu seperti itu.”

Di tengah perjalanan ke sekolah, Kaede menggeliat dengan pipi yang


merona. Meskipun sebenarnya aku tidak ada mengatakan apa-apa, tapi aku tidak
menyangkalnya karena apa yang dia katakan itu pada dasarnya memang benar. Dan
sebagai ganti dari tidak mengatakan apa-apa, aku menanggapinya dengan
mengelus-ngelus kepalanya.

“――――!? Yu-Yuya-kun!? A-ada apa!?”

“Gak usah seterkejut itu... Aku cuman ingin membelai kepalamu karena kau sangat
imut, atau apa itu tidak boleh?”

“B-Boleh kok! Ya, tentu saja boleh! Dengan senang hati aku mau dibelai!”

Kaede membusungkan dadanya, dan dia kemudian mendorongkan kepalanya ke


dadaku seolah dia memintaku untuk membelainya. Kalau saja saat ini kami berada
di rumah, aku akan memeluknya dengan erat dan membelai seluruh tubuhnya, tapi
sayangnya, sekarang kami lagi dalam perjalanan ke sekolah, dan dengan demikian—

“Masih mesra seperti biasanya ya, Yoshizumi.”

—secara alami, kami akan bertemu dengan teman satu sekolah kami. Terlebih lagi,
hanya ada beberapa orang yang berbicara denganku dan Kaede dengan suara
tercengang.

“Geeh... Nikaido...”

“Ara~, itu reaksi yang cukup luar biasa ketika kau melihat teman sekelasmu.
Bukannya itu mengerikan bahwa hal pertama yang kau lontarkan pada temanmu
setelah liburan adalah suara yang seperti suara katak?”
Orang yang berbicara padaku itu adalah Ai Nikaido. Dia memiliki penampilan yang
rapi dan bersih dengan mata dan hidung yang baik. Dia adalah gadis yang serakah
akan kecantikan dimana dirinya memiliki tubuh yang terlatih, kencang, sehat dan
disertai dua bukit kembar yang luar biasa. Dia adalah Ace yang diandalkan di klub
bola basket dan telah aktif sejak dia bergabung dengan tim.

Rambutnya yang pendek dan suaranya yang agak serak membuatnya memliki
julukan [Pangeran Meiwadai]. Dia sangat populer di kalangan gadis-gadis, dan
bahkan sebagai pria, menurutku dia ini tampan. Jika Kaede adalah perwujudan dari
Keimutan, maka Nikaido adalah perwujudan dari Kecantikan.

[Catatan Penerjemah: Kalau bingung, Meiwadai itu nama SMA mereka.]

Ngomong-ngomong, setahun kemarin aku dan Nikaido satu kelas, dan kami duduk
bersebelahan.

“Selamat pagi, Nikaido-san.”

“Selamat pagi, Hitotsuba-san. Sebenarnya aku merasa iri jika kalian bermesraaan,
tapi lakukan saja itu asalkan jangan berlebihan, oke?”

Sebenarnya aku ingin menyuarakan protes atas sapaan paginya itu, yang 180
derajat berbeda dari sikapnya terhadapku, tapi aku menahan diri. Kalau aku
mengambil sikap yang menantang di sini, aku tidak tahu apa yang nantinya akan dia
katakan padaku.

“Oh, jadi kau sudah mengerti ya. Tampaknya kau juga bisa belajar dari pengalaman,
Yoshizumi! Aku sungguh terkejut.”

“Hei, Nikaido-san. Bukannya perkataanmu itu terlalu kasar!? Memangnya pikirmu


aku ini memiliki kecerdasan yang seperti apa?”

“Hmm..., kupikir kecerdasanmu setingkat sama monyet?”

Astaga, mengapa aku harus diberitahu sesuatu seperti ini oleh teman sekelasku di
awal-awal masuk sekolah setelah liburan. Boleh tidak sih kalau aku menangis di
sini?

“Ahahaha... Sungguh, sikapmu pada Yuya-kun benar-benar keras ya, Nikaido-san.”

“Memang harus gitu. Jika seseorang tidak bersikap seperti ini pada Yoshizumi yang
menaburkan banyak gula dengan sembarangan, jumlah korban akan jadi semakin
banyak, tau? Setelahnya, Hitotsuba-san akan menghibur untuk menyembuhkan luka
yang mereka derita, jadi bisa dibilang tidak ada untuk tidak ada rugi! Atau tidak deh,
tampaknya itu lebih condong ke untung?”

“Tidak, tidak peduli seberapa banyak Kaede menghiburmu, yang namanya luka
tidak akan bisa sembuh begitu saja!? Atau lebih tepatnya, apa-apaan coba dengan
korban!?”

“Ya ampun..., kau masih saja mengatakan itu di periode ini? Kalau seperti ini,
tampaknya tahun ini akan ada lebih banyak siswa-siswi yang menderita kelebihan
gula...”

Mengatakan itu, Nikaido mengangkat bahunya dengan sengaja. Aku tidak mengerti
apa yang dia maksud dengan kelebihan gula itu, ataukah, jangan-jangan dia sedang
mengacu pada Dunia Stroberi yang sering dikatakan Shinji dan Otsuki-san? Lah,
bukannya semua pasangan di dunia ini akan membentuk Dunia Stroberi, bukan
cuman aku dan Kaede saja?

“...Ya ampun, bisa gak sih kau sadar diri sedikit saja? Tapi yah, mungkin tidak ada
gunanya untuk membahas ini dengan Yoshizumi. Kalau begitu, Hitotsuba-san, aku
akan duluan ke sekolah, jadi kuserahkan pria naif ini kepadamu, oke?”

“Sip, serahkan dia padaku.”

Dengan begitu, Nikaido melambaikan tangannya dan pergi. Kaede balas melambai
kepadanya, tapi sekarang aku tidak punya tenaga untuk ikut melambai, dan hanya
menghela nafas dengan berat.

“Jangan murung gitulah, semangat dong, Yuya-kun.”

“...Terima kasih, Kaede-san. Haaa..., aku jadi semakin tertekan untuk melihat
pengumuman perubahan kelas. Kalau sampai aku tidak satu kelas denganmu dan
malah sekelas lagi dengan Nikaido, mungkin aku tidak akan bisa pulih...”

Kau terlalu melebih-lebihkan, Kaede mengatakan itu dan tertawa, tapi aku sangat
serius di sini. Tujuan utaman dari absensi sekolah hari ini adalah untuk konfirmasi
perubahan kelas. Bergantung pada perubahannya, masa-masa SMA di tahun ini bisa
berubah menjadi surga atau neraka. Dan di awal-awal seperti ini, aku sudah
mengalami hal yang buruk.

“Tenanglah, aku sudah berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Dewa, jadi tidak
akan ada yang bisa memutus ikatan di antara kita!”
Ekspresi Kaede, yang saat ini mengepalkan tinjunya denga erat, entah kenapa
tampak sangat percaya diri. Mungkinkah dia sangat yakin bahwa dirinya akan
berada di kelas yang sama denganku?

“Fufufu. Bukan hanya denganmu loh, Yuya-kun? Aku juga yakin kalau Higure-kun,
Akiho-chan dan Nikaido-san akan satu kelas denganku!”

“...Boleh tidak aku bertanya dari mana kau bisa mendapatkan keyakinan itu?”

“Fufufu. Aku sudah pernah mengatakannya bukan? Kalau apa pun akan kulakukan
supaya kita bisa berada di kelas yang sama. Nah, sekarang, biar kubuktikan kata-
kataku itu!”

Mengatakan itu, Kaede meraih tanganku dan mulai berlari. Aku ingin mengatakan
kalau itu berbahaya jika berlari secara tiba-tiba, tapi karena saat ini dia sedang
dalam kondisi tidak akan mendengarkan apa-apa, kuputuskan untuk ikut berlari
bersamanya sambil tersenyum masam.

Semoga aku satu kelas dengan Kaede!

===

Ilustrasi Ai Nikaido
Bab 107
Pengumuman Kelas

Di depan mading yang berada di halaman sekolah, ada banyak siswa-siswi yang
berkerumun sehingga dari jauh pun mereka bisa kelihatan. Harusnya sih mereka
adalah siswa-siswi kelas 2 dan 3, tapi batas antar jenjang di kerumunan tersebut
tidak jelas.

“Pengumuman untuk siswa-siswi kelas 2 ada di sebelah kanan. Fufufu, tampaknya


akan menyenangkan untuk melewati kerumunan ini, rasanya seperti petualangan.”

Aku merasa tidak enak terhadap Kaede yang lagi dalam semangat tinggi, tapi
sebenarnya aku merasa kurang semangat. Lagian, itu benar-benar merepotkan
untuk melewati kerumunan yang seperti di dalam kereta yang penuh sesak. Atau
lebih tapanya. Bukannya semua orang datang ke sekolah lebih awal? Sekolah akan
dimulai pukul 09:30, tapi sekarang baru saja lewat pukul 08:30. Bukankah mereka
ini terlalu antusias?

“Yah, ini mah wajar saja, lagian ini adalah hari yang sangat penting untuk setahun
kedepannya. Jadi tidak aneh kalau mereka datang lebih awal karena tidak bisa
mengendalikan kegembiraan mereka.”

“Kurasa kau benar, bahkan kau sendiri juga bangun lebih awal dariku. Pukul berapa
kau bangun tadi pagi?”

“Sekitaran pukul 5 lewat! Saat itu kau masih tidur dengan nyenyak dan sangat
imut!”

Fufufu, dia tersenyum menggoda padaku, dan melihat itu, tentu saja jantungku
sontak berdegub kencang. Sejak awal Kaede memang selalu memiliki senyum
menggoda di wajahnya, tapi setelah kami melakukan aktivitas malam pertama kami,
tampaknya kualitas senyumannya telah mencapai dimensi yang lebih tinggi lagi. Dia
telah naik level dari seorang gadis menjadi seorang wanita.

“Ungkapan ‘bangun pagi-pagi akan bahagia’ memang benar ya. Sejak pagi-pagi sekali
aku sudah sangat bahagia.”

Mengatakan itu, dia memeluk lenganku dengan erat dan memberiku senyuman
malaikat. Melihat itu, jantungku mulai berdetak lebih cepat dan lebih cepat ketika
ekspresi wajahnya secara bertahap mulai berubah. Selain itu, ini sangat buruk jika
lenganku terjepit diantara dua bukit kembar yang lembut dan kenyal-kenyal, yang
bahkan hal itu dapat diketahui dari melihat bagian atas pakaiannya. Ini benar-benar
buruk karena ini rasanya sepeti ada sensasi sihir yang membuat pikiranku merasa
tidak ingin melepaskannya begitu aku menyentuhnya.

“Ada apa, Yuya-kun? Wajahmu kelihat merah loh?”

“---! Bukan begitu!? Ini gara-gara sinar matahari!”

Aku memalingkan wajahku untuk menutupi rasa maluku yang memikirkan sensasi
surgawi yang memusingkan. Melihatku yang seperti itu, Kaede menertawakanku.
Kalau sudah begini, aku tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

“Issh..., dasar Yuya-kun mesum.”

Dia membisikkan itu di telingaku dengan suara manis yang melelehkan otakku dan
mengirimkan arus listrik ke seluruh tubuhku. Selain itu, dia juga meniup-niup
telingaku dengan lembut yang membuatku sontak langsung melompat mundur.
Pada akhirnya, aku merasa tubuhku memanas sehingga aku bahkan bisa tahu kalau
tidak hanya pipiku saja, tapi pasti telingaku juga berwarna merah cerah.

“K-Kaede-san! Sudah kubilang kalau sesuatu seperti itu baru boleh dilakukan saat
kita ada di rumah, kan!? Apa kau tahu sekarang kita ada di mana!? Kita di sekolah,
tau!?”

“Jangan musingin masalah itu. Yang lebih peting dari pada itu, ayo pergi melihat
pengumuman kelas secepat mungkin!”

‘Lebih penting dari pada itu’ katamu!? Bagiku ini tuh masalah hidup dan mati, tau!?
Habisnya, lihat tuh, tatapan para siswa menjadi sangat tajam ke arahku! Kalau
mereka cuman menatapku dengan emosi negatif yang seharusnya tidak mereka
berikan pada teman mereka sendiri sih masih mending, tapi aku bahkan bisa
mendengar suara mereka yang penuh dengan dendam.

[Bajingan Yoshizumi itu..., setelah liburan dia jadi semakin melewati batas...]

[Aku sendiri juga mau telingaku ditiup-tiup oleh Hitotsuba-san... Jadi bertukar
tempatlah denganku, Yoshizumi.]

[Mengapa aku harus mengkonsumsi banyak sekali gula di hari pertama masuk
sekolah setelah liburan? Persetan dengan kalian, Meotople!]

Sip, aku akan berpura-pura tidak melihat atau mendengar semua itu. Aku kemudian
mengikuti Kaede dari belakang sambil menyaksikan fenomena misterius dimana
terciptanya sebuah jalur alami saat dia menuju mading. Buset dah, apa ada semacam
tekanan tak terlihat yang keluar dari Kaede?

“Errr..., errm, mana ya namaku—Aah! Ini dia! Oh, aku di kelas 2B! Kalau Yuya-kun—
aaah...”

Eh, apa? Ada apa dengan suara kecewa yang kau lontarkan seolah kau baru saja
melihat suatu tragedi? Aku jadi cemas, apa jangan-jangan aku berada di kelas yang
berbeda darinya?

“...Nah, mengenai itu..., kau bisa melihatnya sendiri Yuya-kun.”

“Kalau kau memalingkan wajahmu seperti itu, tampaknya aku tidak sekelas
denganmu...”

Sambil menghela nafas, aku memeriksa nama-nama yang ditulis di kelas 2A,
melewatkan kelas 2B yang pada akhirnya tidak akan ada namaku di dalamnya,
melihat kelas 2C, 2D, 2E, dan akhirnya 2F, tapi aku tidak bisa menemukan namaku.
Ini artinya—

“Oh itu dia..., namaku ada di kelas 2B...”

Namaku tertulis di kolom kelas 2B yang kulewati karena kupikir namaku tidak akan
ada di sana. Aku terkejut dan terkesan, tapi kelegaan yang kurasakan jauh lebih
besar dari semua itu. Saat aku melihat wajah Kaede yang tampak sedih tadi, kupikir
kami akan berada di kelas yang berbeda untuk setahun kedepannya. Aku senang
kalau ternyata bukan demikian masalahnya. Aku bersykur kami telah pergi ke kuil
untuk berdoa.

“Muu~... Reaksimu tampak biasa saja, Yyua-kun.”

Untuk beberapa alasan, Kaede memprotesku dengan wajah yang cemberut, tapi asal
tahu saja, aku merasa lega ini karena tadi kau bertingkah aneh, tau? Jika kau tahu
bahwa kita berada di kelas yang sama, terus kenapa kau menampilkan ekspresi
wajah yang seperti tadi?

“Ya kan aku cuman mau membuat kejutan kecil. Te~he.”

Tingkahnya yang memukul kepalanya sendiri sambil menjulurkan lidahnya itu


sangat imut. Itu memiliki kekuatan penghancur yang cukup untuk membuatku yang
ingin menyentil kepalanya jadi mengurungkan niatku. Kemudian, aku berdehem
sekali untuk menenangkan diriku. Ngomong-ngomong, selain Kaede, di kelas 2B
juga ada nama-nama lain yang kukenal.
“Jadi Shinji, Otsuki-san, dan bahkan Nikaido juga akan satu kelas dengan kita ya.
Bukannya ini terlalu berlebihan?”

“Fufufu, bukannya ini justru merupkan hal yang baik? Aku punya firasat kalu tahun
ini akan terasa sangat menyenangkan!”

“Aku juga merasa ini akan menjadi tahun di mana banyak hal mungkin akan terjadi.”

Kaede tersenyum lebar dengan kesan yang sangat antusias. Di sisi lain, aku hanya
tertawa kecil dengan kesan yang gelisah. Tapi pada dasarnya, apa yang kami
pikirkan adalah sama. Aku yakin kalau mulai hari ini masa-masa kelas 2 SMA-ku
akan memuaskan. Bagaimanapun juga, ada turnamen sepak bola, festival olahraga,
liburan musim panas, festival budaya, dan juga perjalan sekolah serta banyak
event-event lainnya.

“Ayo buat berbagai kenangan di tahun ini, Yuya-kun!”

“Ya, kau benar. Ayo buat banyak kenangan bagi kita berdua.”

Dengan begitu, aku dan Kaede berjalan berdampingan menuju ruang kelas tempat
kami akan menghabiskan masa-masa SMA baru kami.

Bab 108
Pengenalan Diri

Sesampainya di depan ruang kelas, saat aku membuka pintu geser, semua siswa-
siswi yang sudah berada di dalam kelas langsung mengalihkan perhatian mereka ke
arah kami. Salah satu dari mereka adalah sahabatku dan pacarnya, yang
mempehartikan kami dan melambai pada kami.

“Selamat pagi, Yuya. Kita satu kelas lagi ya.”

“Selamat pagi, Shinji. Tahun ini juga mohon bantuannya ya.”

Kami saling menyapa seperti biasa, dan aku duduk di belakang Shinji. Ini adalah
baris yang sama seperti tahun lalu, tapi ini melegakan.

“Selamat pagi, Yoshi! Apa tingkah meotople kalian jadi semakin power up setelah
liburan? Kupikir aku akan terkena diabets hanya dengan melihat kalian!”
Otsuki-san, yang duduk di sebelah Shinji, berbicara padaku sambil memukul-mukul
bahuku. Aku tidak tahu apakah dia memukulku sambil menahan diri atau tidak, tapi
itu rasanya sakit.

“Selamat pagi, Akiho-chan, tampaknya Yuya-kun merasa kesakitan, jadi tolong


jangan memukulnya terlalu berlebihan, oke?”

Mengatakan itu pada Otsuki-san sambil tersenyum, Kaede meletakkan tasnya di


kursi di sebelah kiriku seolah-olah itu adalah hal yang normal.

“Selamat pagi, Kaede-chan! Aku tidak menyangka kita berlima bisa berada di kelas
yang sama sepert ini, bukannya ini keajaiban!?”

“――――Kalau bisa, aku sih pengennya berada di kelas yang berbeda dengan kalian...,
tapi yah, kalau sudah begini maka apa boleh buat. Tahun ini juga mohon
bantuannya, Yoshizumi.”

Orang yang mendekati kami sambil mengatakan itu adalah Nikaido. Tampaknya dia
baru saja kembali dari toilet atau tempat lain. Dan kemudian, seolah itu adahal hal
yang normal, dia duduk di kursi sebelah kananku.

“Sebenarnya aku ingin duduk di kursi yang jauh darimu, tapi Otsuki-san
memanggilku untuk duduk didekatnya. Lagipula di sekitar sini juga ada wajah-
wajah yang tidak asing bagiku. Oh iya, karena kursi di sebelah kirimu adalah kursi
khusus untuk Hitotsuba-san, jadi aku akan duduk di sini.”

“Mengapa kursi di sebelah kiriku adalah kursi khusus?”

“Hm, kau tidak tahu? Kan kalau di sebelah kirimu itu—”

“Stoooooooooop! Jangan mengatakan apa-apa lagi, Nikaido-san! Nah, kau tidak


perlu memikirkan tentang itu kok, Yuya-kun! Oke!?”

Karena diberitahu setengah-setengah seperti itu, mau tak mau aku jadi penasaran.
Dan karena wajah Kaede jadi merah padam, jadi aku yakin pasti ada alasan untuk
itu, tapi tampaknya dia tidak berniat memberitahuku karena dia menyilangkan
jarinya di depan mulutnya.

“Santai saja, Yoshizumi. Aku yakin kau akan segera mengetahui alasannya. Aku tidak
sabar untuk melihat seperti apa ekspresimu saat kau mengetahuinya.”

Nikaido mengatakan itu dengan ekspresi tak kenal takut seolah dirnya bisa melihat
masa depan. Kaede duduk di kursinya dan menjatuhkan dirinya ke mejanya.
Sedangkan Shinji dan Otsuki-san mengangkat bahu mereka seolah mengaakan ‘Ya
ampun’, dan di sisi lain, hanya aku yang sama sekali tidak tahu apa-apa. Nah, yang
lebih penting lagi, kau juga tahu alasannya, Shinji?

“Aku? Tentu saja aku tahu? Malahan, aku justru tidak mengerti mengapa kau justru
malah tidak tahu.”

“Kau tidak boleh berkata seperti itu tau, Shin-kun. Yoshi itu pria yang naif dan tidak
peka. Apa kau sudah lupa dengan apa yang terjadi di bus saat kemah pelatihan
ekstrakulikuler?”

Aku merasa Shinji sedang mengolok-olokku, tapi aku lebih tertarik dengan ucapan
Otsuki-san!? Memangnya apa yang terjadi di bus saat kemah pelatihan?

“Ahem..., Yoshi, terkadang itu akan lebih baik untuk tidak mengetahui sesuatu, tau?
Nah, maksudku, lupakan saja apa yang barusan kau dengar.”

Mana bisa aku melupakannya! Oi, Shinji! Jangan mencoba menutupinya sambil
tersenyum dan mengernyitkan pipi! Lihat ke arahku dan katakan semuanya!

“Ahaha..., entah seberapa banyak kau bertanya padaku, aku tidak bisa
memberitahukanmu. Ahahaha...”

Sip, maka ini artinya kita perang. Aku akan melakukan apapun untuk untuk
membuatmu berbicara, jadi persiapkanlah dirimu. Pertama-tama, aku akan
menyerang titik kelemahanmu, yaitu ketiak. Nah, nikmatilah Neraka ini!

Tepat ketika aku mencondongkan tubuhku ke depan untuk menerapkan strategi


interogasiku, pintu kelas terbuka dan wali kelas kami masuk. Dia adalah guru
bertubuh kecil, namun tegap dan berotot. Namanya adalah Fujimoto Takashi, dan
dia bertanggung jawab atas mapel PJOK. Dia juga adalah guru pembimbing dari klub
lintasan, satu-satunya klub atletik di SMA Meiwadai yang secara teratur
berkompetisi di kejuaraan nasional. Dia adalah guru yang memiliki reputasi baik
dikalangan siswa.

“Aku Fujimoto, dan mulai hari aku akan menjadi wali kelas kalian selama satu tahun
kedepan. Senang bertemu dengan kalian. Nah, aku tahu kita pernah bertemu dalam
sesi pelajaran normal, tapi aku ingin mengenal kalian dengan sedikit lebih baik lagi.”

Terhadap itu, siswa-siswi sama-sama berteriak, “Eeeeeee!”, yang merupakan reaksi


biasa terhadap permitaan guru wali kelas yang ingin kami memperkenalkan diri.
Biasanya ini akan dilakukan sesuai dengan urutan kursi yang berpatokan pada
nama, tapi karena sekarang semua orang duduk di kursi yang mereka inginkan,
lantas kriteria seperti apa yang akan digunakan untuk memilih urutan perkenalan
diri ini?

“Baiklah... Ayo kita mulai dengan Yoshizumi-kun yang baru saja berkontak mata
denganku!”

“—Aku mengerti.”

Seperti dugaanku. Saat aku melakukan kontak mata dengan Fujimoto-sensei, aku
menduga kalau aku yang akan pertama dipanggil, jadinya aku langsung
memalingkan wajahku, tapi tampaknya dia juga memperhatikanku dan tidak
berniat membiarkanmu melarikan diri. Aku berdiri perlahan, sambil menghela
napas. Kemudian, Kaede, yang sebelum aku menyadarinya sudah kembali ke dirinya
yang biasanya, berseru dengan berbisik.

“Lakukan yang terbaik, Yuya-kun.”

Semangat, dia menambahkan itu sambil mengepakan tinjunya. Dan dengan di


dorong oleh dukungan dari Kaede, aku mulai membuka mulutku.

“Namaku Yoshizumi Yuya. Aku bergabung dengan klub sepak bola, dan akhir-
akhir ini aku suka sekali memasak. Aku berharap bisa bekerja sama dengan kalian
selama setahun kedepan.”

Setelah mengatakan itu, aku membungkuk dan menerima tepuk


tangan. Fuu, meskipun aku hanya mengatakan sesuatu yang biasa saja, tapi
tampaknya aku telah memperkanalkan diriku dengan baik. Merasa lega, aku berniat
untuk duduk, tapi kemudian sebuah bom diluncurkan dan meledak secara tidak
terduga, Peluncur dari bom itu adalah seorang siswi, yang namanya belum
kuketahui.

“*Angkat tangan*! Nah, aku punya pertanyaan! Tolong beritahukan bagaimana


dirimu dan Hitotsuba-san bisa saling menjalin asmara!”

Saat itu, suhu yang ada di dalam kelas meningkat dengan tajam. Tidak, mengapa aku
harus membicarakan perihal itu di sini? Jika ini adalah laporan pernikahan seperti
yang dilakukan selebriti mungkin wajar saja, tapi ini cuman pengenalan diri, kan?
Tuh kan, mata semua orang jadi tertuju ke arahku gara-gara pertanyaan yang aneh
itu.

“Jangan menanyakan pertanyaan yang bersifat pribadi seperti itu. Lagipula pasti ada
hal-hal yang mereka berdua ingin rahasian di antara mereka saja. Nah, Yoshizumi-
kun, kau boleh duduk sekarang. Lalu, selanjutnya, orang yang duduk didepanmu...,
Higure-kun, kan? Senang bertemu denganmu.”

Sepatah kata dari Fujimoto-sensai menghilangkan suasana aneh, tapi siswi yang
mengajukan pertanyaan itu tampaknya merasa tidak puas. Lebih baik aku tidak
tidak terlibat dengan orang sepertinya. Itu pasti akan merepotkan.

Setelah itu, pengenalan diri semua anggota kelas selesai tanpa ada pertanyaan yang
diajukan. Bagaima dengan Kaade? Dia menyatakan, ‘Apa yang paling kusukai adalah
bersama dengan Yuya-kun’. Terhadap itu, para siswi bersiul-siul, sedangkan para
siswa membisikkan kutukan.

“Ya ampun, padahal ini masih pagi-pagi, tapi kalian bahkan sudah bermesraan
secara terbuka ya.”

Suara dingin dari Nikaido yang duduk di sebelahku adalah yang paling menusuk
hatiku. Ini bukan salahku, kan?

Bab 109
Mereka Memang Kekasih Tolol

Sekolah sudah selesai sebelum tengah hari, dan kami memutuskan untuk pergi
makan siang di suatu tempat sebelum pulang ke rumah. Karena hari ini tidak ada
kegiatan klub, jadi aku dan Shinji memiliki waktu luang.

Saat kami berpikir bahwa bukan ide yang buruk untuk pergi bersenang-senang
setelah sekian lama tidak melakukannya bersama-sama, Nikaido, yang duduk di
sebelahku, berdiri dari kursinya.

“Maaf, aku tidak akan ikut dengan kalian. Aku tidak mau jalan-jalan dengan
membawa tas yang seberat ini.”

Aku sangat memahami pemikiran Nikaido. Bagaimanapun juga, buku-buku


pelajaran untuk setahun kedepan baru saja dibagikan dalam jumlah yang besar. Aku
sendiri pun tidak mau berjalan-jalan sambil membawa beban yang berat di
punggungku.

“Kau tidak harus membawa semua buku-buku itu pulang, kan? Bahkan tadi sensei
mengatakan kalau tidak apa-apa untuk meninggalkan beberapa.”

“......Haa~, kau sungguh tidak pekaan ya.”


Mengejekku dengan suara yang hanya aku yang bisa mendengarnya, Nikaido
kemudian meraih dasiku dan menarikku mendekat padanya. Dekat! Wajahnya
terlalu dekat! Tidak peduli meskipun hatiku telah berlabuh pada Kaede, tetap saja
aku akan deg-degan ketika sosok cantik seperti Nikaido menjadi begitu dekat
denganku. Aku tidak tahu apakah dia memakai parfum atau tidak, tapi dia memiliki
bau yang sangat harum..., eh, apa sih yang kupikirkan!

“Tidak mungkin ‘kan aku bisa pergi makan di luar bersama dua pasang kekasih tolol
seperti kalian! Sesuatu seperti ini harusnya bisa kau mengerti, goblok!”

“Aku mengerti. Aku mengerti, Nikaido! Wajahmu terlalu dekat! Jadi tolong menjauh
dariku!”

“......Maaf.”

Saat aku berteriak, Nikaido akhirnya menjauh dariku. Tapi saat itu, tatapan yang
panas layakanya api neraka membakar punggungku. Dengan perlahan aku berbalik
seperti boneka mekanik yang rusak, dan seperti yang kuduga, Kaede memelototiku
dengan pipi yang mengembung.

“Uu~..., dasar Yuya-kun tolol...”

“Maaf, Hitotsuba-san. Tapi Yoshizumi hanya setia pada dirimu, jadi kau tidak perlu
khawatir. Yah, meskipun kurasa aku tidak perlu memberitahumu sesuatu seperti
ini.”

Bahkan sebelum aku bisa membuka mulutku, Nikaido sudah melepaskan tembakan
bantuan kepadaku. Memang benar, aku hanya akan setia pada Kaede, jadi tidak
peduli apakah Nikaido adalah gadis cantik yang setingkat dengan Kaede,
perasaanku ini tak akan tergoyahkan. Aku telah bersumpah pada diriku sendiri
bahwa aku tidak akan goyah akan hal itu.

“...Yoshizumi, kapan-kapan belikan aku makanann penutup ya?”

“Hah, kenapa aku harus membelikanmu!? Kau tiba-tiba jadi tidak masuk akal, tau,
Nikaido!”

“Bisa dibilang, itu adalah hukuman karena kau telah menyinggung perasaan seorang
gadis? Nah, kalau begitu aku akan pulang duluan, selamat bersenang-senang.”

Mengatakan itu, Nikaido meninggalkan kelas dengan langkah yang ringan meskipun
tasnya berisikan buku-buku pelajaran yang berat.
“...Yuya-kun, belikan aku makanan penutup juga.”

“K-Kaede-san?”

“Aku tidak akan pergi dari sini sampai kau berjanji akan membelikan dan
menyuapiku makan parfait jumbo dari kedai kopi [Eritage] yang ada di depan
stasuin.”

Kaede mengalihkan pandangannya dengan cemberut sambil menyilangkan


lengannya. Parfait jumbo dari kedai kopi [Eritage] yang dia minta itu adalah menu
spesial yang dikatakan kelas Everest karena ukurannya. Memesan itu sendiri
dikenal sebagai permainan hukuman di SMA Meiwadai kami, dan sampai sekarang
masih belum ada yang bisa menghabiskannya.

Tapi yah, kalau dia memang mau meminta itu, aku sama sekali tidak keberatan.
Kalau perlu, aku juga akan sekalian membelikannya minuman. Tapi tetap saja, mana
bisa aku menyuapinya! Itu sih lain cerita lagi kalau cuman ada aku dan Kaede saja,
tapi aku tidak ingin melakukannya di depan Shinji dan Otsuki-san! Aku tidak tahu
apa yang akan mereka katakan saat melihatku menyuapi Kaede.

“Kedengarannya bagus tuh! Kalau begitu aku akan mengabadikan adegan mesra
Kaede-chan dan Yoshi di dalam video!”

“Kau memang cerdas, Akiho-chan! Kalau begitu, sebagai balas budi untuk itu, aku
juga akan mengabadikan momen mesra dirimu dengan Higure-kun!”

Mendengar komentar yang tidak perlu dari Otsuki-san, Shinji tertawa. Tapi, ketika
Kaede tiba-tiba menyarankan itu, Shinji sontak melontarkan, “Hagh!”, yang seperti
suara katak! Hahaha, pikirmu hanya dirimu saja yang akan menyaksikan sesuatu
yang mengasyikan.

“Shin-kun, ada apa dengan reaksimu yang barusan? Apa itu artinya kau tidak mau
bermesraan denganku? Benarkah begitu?”

“T-tidak..., aku tidak bermaksud seperti itu!? Hanya saja, melakukannya di depan
Yuya, itu rasanya sedikit memalukan..., apa kau tidak merasa malu!?”

“Aku? Memang sih itu sedikit memalukan, tapi lebih daripada itu, aku ingin Shin-kun
menyuapiku! ‘Kan kalau melihat Kaede-chan dan Yoshi bermesraan aku akan jadi
merasa iri!”

Bahkan seorang Shinji yang biasanya selalu tenang dan hanya mengamati pun akan
jadi panik saat menghadapi perubahan sikap Otsuki-san yang tiba-tiba. Meskipun
sudah hampir setahun sejak mereka mulai berpacaran, tapi entah apakah situasi
seperti ini baru pertama kali terjadi di antara mereka, Shinji terlihat seperti dirinya
tidak tahu ingin menanggapi seperti apa. Terhadap sahabatku yang seperti itu, aku
menepuk pundaknya, dan berkata...,

“Menyerahlah, Shinji. Kita tidak punya pilihan lain selain berjanji untuk menyuapi
mereka.”

“...Kau sungguh yakin dengan ini, Yuya? Apa kau tidak merasa malu dan ingin mati?”

“Aku sih baik-baik saja. Lagipula melihat senyuman Kaede-san adalah yang
terpenting bagiku, jadi...”

Ya. Tidak bisa disangkal bahwa Kaede yang lagi ngambek itu imut, namun demikian,
tidak ada yang lebih baik daripada dirinya yang tersenyum. Jika demi membuatnya
tersenyum aku harus menanggung sedikit rasa malu, maka itu adalah harga yang
sangat murah. Yah, lagian dikatakan bahwa menyarah pada permintaan seorang
gadis juga bisa menjadi kunci untuk menyelesaikan segalanya.

“Begitu ya..., Mm, kurasa kau benar. Tidak ada yang lebih penting daripada
senyumannya Akiho.”

Entah apakah dia telah menetapkan tekadnya atau hanya sekedar menyerah, tapi
Shinji menghembuskan nafas kuat-kaut dan kemudian menghadapi Otsuki-san.

“Baiklah, Akiho. Aku menyuapimu sampai kau puas.”

“Shin-kun~...! Mm, terima kasih! Ehehe..., aku tidak sabar untuk itu. Ayo kita pergi
secepatnya!”

Mengaatkan itu, Otsuki-san tersenyum layaknya bunga sakura yang mekar penuh
dan langsung menarik lengan Shinji. Apa-apaan ini, padahal mereka sering
mengolok-ngolok kami sebagai meotople, tapi meraka sendiri masih bertingkah
layaknya bacouple (kekasih tolol),

“Hei, Yuya-kun, aku masih belum mendengar janji darimu loh?”

Meraih lengan bajuku dengan jarinya, Kaede menanyakan itu padaku. Oh iya, aku
belum ada berjanji padanya.

“Tentu saja, aku akan melakukan semua yang kau ingin aku lakukan untukmu. Aku
akan membelikanmu parfait jumbo dan bahkan akan menyuapimu.”
“Ntaps! Kalau gitu ayo pergi secepatnya! Parfait jumbo sudah menunggu kita!!”

Seperti Shinji, aku ditarik oleh Kaede-san yang berlari keluar dari kelas seperti
angin. Saat itu, aku bisa mendengar suara-suara helaan yang berisikan berbagai
macam emosi dari dalam kelas, tapi aku memutuskan untuk mengabaikan mereka.

Bab 110
Foto Ilegal dan Foto Bareng

Telah berdiri selama lebih dari 20 tahun, kedai kopi [Eritage] merupakan kedai yang
dibuat oleh sepasang suami-istri, yang merupakan tempat kami siswa-siswi SMA
Meiwadari datang berkunjung untuk bersantai. Menu-menu di kedai tersebut ada
Neapolitan tadisional, roti panggang pizza, kari dengan potongan daging babi dan
steak hamburger, pokoknya semua menunnya sangat cocok untuk mengisi perut
siswa-siswi yang sedang lapar. Terlebih lagi, semua harga-harga menunya masuk
akal. Aku pernah ke sana sekali atau dua kali karena alasan keluarga, tapi aku masih
ingat kalau itu sangat lezat.

“Selamat datang! Oh, jadi kau toh Yoshizumi! Lama tidak bertemu! Aku sudah
banyak mendengar rumor tentangmu loh? Aku ikut senang denganmu yang
memiliki gadis terimut di Jepang sebagai pacarmu.”

Begitu memasuki kedai, orang yang memanggilku adalah istri dari pemilik kedai,
yang merupakan wanita kebanggan dari kedai kopi ini. Namanya Motoko Oyama.
Saat ini dia mungkin sudah berusia lima puluhan, tapi dia terlihat masih muda
sehingga akan sulit untuk menentukan usianya.

“Ahaha..., jaringan informasimu masih luar biasa seperti biasanya ya. Dari mana kau
mendengar rumor itu?”

Sambil tersenyum masam, aku duduk di meja yang dipandukan kepada kami. Hal
yang luar biasa tentang Motoko-san adalah dirinya meingat nama dan wajah dari
semua pelanggap tetap, termasuk kami para pelajar. Selain itu, dia memiliki telinga
yang luar biasa perihal informasi. Siapa ya yang memberitahukannya kalau aku dan
Kaede berpacaran?

“Lama tidak bertemu, Motoko-san. Terima kasih atas sambutannya. Hari ini aku
datang untuk memakan itu!”
“Ara, Kaede-chan! Lama tidak bertemu! Aku ikut senang cinta pertamu telah
berhasil. Kau datang ke sini untuk makan itu ya? Kalau begitu, sebagai perayaan
untuk keberhasilanmu, aku akan memberikan beberapa bonus!”

Sambil membungkuk dan tersenyum kepada Motoko-san, Kaede mengucapkan


terima kasih. Setelah itu, masing-masing dari kami memesan menu. Dan Kaede, dia
benar-benar serius memsang parfait jumbo. Ini gila.

Nah, mengesampingkan itu, menilai dari percakapan mereka barusan, aku bisa
meduga dari mana sumber informasi Motoko-san tentang hubunganku dengan
Kaede. Di sisi lain, Otsuki-san yang duduk di depanku sedang menyilangkan
lengannya, tampak memiliki ekspresi yang sangat emosional. Dia kenapa?

“Yah…, aku hanya merasa nostalgia. Dulu aku sering datang ke sini bersama Kaede-
chan, dan satu-satunya yang kami bicarakan di saat-saat seperti itu adalah
dirimu. Sungguh..., itu benar-benar masa yang sangat sulit.”

“A-Akiho-chan!? Jangan menceritakan perihal itu!”

Kaede buru-buru mencodongkan tubuhnya ke depan untuk menghentikan Otsuki-


san, tapi melihatnya yang mati-matian berusaha menutupi topik ini, aku jadi merasa
penasaran. Karenanya, aku menutup mulut Kaede dari belakang dan menatap ke
arah Otsuki-san. Nah sekarang, beritahu aku, apa saja yang kalian bicarakan di sini?

“Saat itu Kaede benar-benar bertingkah khasnya gadis yang sedang jatuh cinta. Tiap
kali ada kesempatan, dia akan membawaku ke sini dan memberitahukanku banyak
hal tentangmu. Dia akan selalu berbicara perihal betapa kerennya dirimu itu.”

Hee~, jadi begitu ya? Aku jadi penasaran, eskpersi seperti apa yang dia tunjukan
saat membicarakan perihal itu. Nah Kaede-san, jangan menggeliat karena itu
berbahaya.

“Ada juga saat-saat ketika dia berhalusinasi, Buka mulutmu, Yoshizumi-kun!


Yoshizumi-kun! .., Dan dia bahkan pernah menyuruhku untuk meminta Shin-kun
mengambil fotomu.”

“Kalau dipikir-pikir lagi, itu memang pernah terjadi. Saat Akiho tiba-tiba
mengatakan, [Tolong potret fotonya Yoshi!], aku tidak tahu dia ingin
menggunakannya untuk apa, tapi tampaknya foto itu diberikan pada Hitotsuba-san.”

Kalau ingat-ingat lagi, memang ada saat ketika Shinji berkali-kali memotretku. Dia
bahkan memotretku saat aku sedang berganti pakian setelah pelajaran olahraga di
musim panas. Eh, mungkinkah semua foto-foto itu dijual!?
Saat aku merasa terkejut dengan fakta itu dan menjadi lengah, dalam sekejap Kaede
melepaskan diri dari pengekanganku dan mencondongkan tubuhnya ke depan
untuk meraih bahu Otsuki-san.

“Akiho-chan! Kau sudah berjanji untuk tidak akan memberitahukan perihal itu pada
siapapun, kan! Apalagi, aku tidak percaya kau akan membeberkannya di depan
Yuya-kun!”

Wajah Kaede memerah dan dia memprotes dengan marah, tapi terhadapnya yang
seperti itu, Otsuki-san hanya menyeringai. Tapi yah, tidak peduli seberapa banyak
dia mempermasalahkan ini, itu sudah terlambat. Pada akhirnya, Kaede menyerah
dengan cepat dan meletakkannya wajahnya di bahuku saat dia meneteskan air mata
malu. Nah, sebenarnya aku ingin mengelus-ngelus kepalanya, tapi ada satu hal yang
harus kupastikan.

“Hei, Kaede-san. Bisakah kau menghapus fotoku yang sedang berganti pakaian?”

Bagaimanapun juga, itu terlalu memalukan.

“...Eh!? Aku gak mau! Tubuhmu yang terlatih, dan momen ketika ponimu basah
karena keringat diabadikan dalam gambar merupakan suatu keajaiban yang luar
biasa! Foto itu tidak boleh sampai dihapus!”

Saat dia mendongakkan kepalanya, Kaede tiba-tiba mulai mendengus dan


memberikan pernyataan yang kuat. Sejujurnya, dia terlihat sedikit menakutkan.

“Itu adalah salah satu foto yang membuatku berpikir cukup lama tentang apakah
aku harus menjadikannya wallpaper ponselku atau tidak! Pada akhirnya aku tidak
menjadikannya sebagai wallpaper karena Akiho-chan mengatakan kalau itu adalah
ide yang buruk..., tapi yang jelas, itu adalah foto favoritku! Meskipun itu dirimu yang
meminta untuk menghapusnya, aku akan menolaknya dengan tegas.”

Pada akhirnya, dia menyelesaikan pernyataannya yang tegas dengan tangan yang
disilangkan dan dada yang dicondongkan. Entah kenapa, diberitahu seperti itu aku
jadi merasa senang. Namun demikian, itu adalah foto saat aku dan Kaede masih
belum berpacaran, jadi yah, bukankah sudah wakutnya untuk menggantinya dengan
foto yang baru?

“Apa yang kau maksud dengan itu, Yuya-kun?”

“Yah, aku hanya berpikir kalau akan lebih baik jika kita mengambil foto bareng.”
Nah, ini juga cukup memalukan sih, tapi aku harus menanggung rasa malu itu
supaya bisa menjadi wallpaper di ponselnya Kaede. Lagipula, sampai saat ini pun
kami juga tidak punya foto bareng. Jadi kupikir itu bukan ide yang buruk untuk
menyimpannya sebagai kenang-kenangan.

“B-Baiklah! K-Kalau perlu ayo kita berfoto di sini dan saat ini! Nah, kuy lah!”

Kaede yang secara tiba-tiba menjadi bersemangat mengelurkan ponselnya dari


tasnya dan mengaktifkan kamera. Dia memeluk lenganku dan mendekatkan
wajahnya ke wajahku. Dan kemudian—

“Baiklah, cheese!”

Secara refleks aku menampilkan senyum dan membuat simbol peace. Bersamaan
dengan itu, cekrek, shutter berbunyi dan foto selesai ditangkap. Saat memeriksa
hasil fotonya, ekspresi Kaede langsung jadi menyeringai. Di sisi lain, ketika Otsuki-
san melihat foto itu, keningnya langsung mengernyit. Dia kenapa?

“Jadi pada akhirnya akan tetap seperti ini ya! Apaa-apaan coba dengan senyuman di
wajah kalian berdua itu! Aku bisa mengerti kalau kalian ingin melakukan sesuatu
speerti ini, tapi jangan bermesraan di depan kami seolah itu adalah yang normal!”

Meratap seperti itu, Otsuki-san kemudian menangis pada Shinji. Terhadapnya yang
seperti itu, Shinji menghiburnya sambil tertawa. Nah, bukannya kalian sendiri juga
sedang bermesraan?

“Ara-ara~, fufufu, aku senang kau menemukan kebahagian, Kaede-chan. Semoga


kalian tetap seperti ini sampai menikah.”

Oyama-san kembali ke meja dengan membawa pesanan kami. Pertama, steak


hamburger yang merupakan pesananku dan Shinji. Kemudian set pancake yang
dipesan Otsuki-san. Dan yang terakhir, parfait yang dipesan oleh Kaede.

“Selamat makan!”

Dengan senyum lebar di wajahnya, Kaede mulai memakan parfait yang ukurannya
mungkin akan membuat perutnya jadi bergejolak. Tapi yah, aku senang saat melihat
senyum bahagia Kaede ketika dia mengunyah parfait tersebut.

Ngomong-ngomong, harga parfait jumbo yang kubelikan untuk Kaede harganya


3000 yen. Buset dah.

[Catatan Penerjemah: 3000 yen = 392000 rupiah.]

Anda mungkin juga menyukai