Asuhan Keperawatan Budaya Transkultural
Asuhan Keperawatan Budaya Transkultural
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam menyusun asuhan keperawatan yang berdasarkan budaya
transkultural.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………………….
B. Tujuan ……………………………………………………………………………………..
Bab II Tinjauan Teori………………………………………………………………………….
A. Definisi Budaya…………………………………………………………………………
Bab IV Pembahasan…………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan transkultural merupakan suatu arah utama dalam keperawatan yang berfokus pada study
komparatif dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang berbeda di dunia yang menghargai
perilaku caring, layanan keperawatan, niai-nilai, keyakinan tentang sehat sakit, serta pola-pola tingkah
laku yang bertujuan mengembangkan body of knowladge yang ilmiah dan humanistik guna memberi
tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal (Marriner-Tomey, 1994). Teori
keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran keperawatan dalam memahami budaya
klien
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock maupun culture imposition.Cultural
shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan
kelompok budaya tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya,
keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pda individu, keluarga, atau kelompok dari budaya
lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.
Teory keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut juga sebagai sunrise modelmatahari
terbit (sunrise model ) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan
bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan
dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang, bersyarat dalam lingkungan
yang sempit.
Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut Leininger di pengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu
teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan,
Peran perawatan pada transcultural nursing teory ini adalah menjebatani antara sistem perawatan yang
dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan prosfesional melalui asuhan keperawatan.
Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh leininger.oleh karena itu perawat harus mampu
membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika di
sesuaikan dengan proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan tindakan
keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan tiga perinsip asuhan
keperawatan, yaitu :
B. TUJUAN
B. 1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menentukan cara pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
berdasarkan teori transkultural.
B. 2 Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI BUDAYA
Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya, kebudayaan dapat
digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan
material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan
material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat,
perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencangkup barang-barang seperti
televisi, pesawat terbang, stadion olah raga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi,
misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia berbeda-beda, perilaku tersebut akan membentuk
budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan berbeda-beda
bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok masyarakat tersebut dalam menangani masalah.
Setiap individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari, budaya merupakan struktur dari
kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa
budaya yaitu semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan
kebiasaan lain yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. ( Brunner dan Suddart, 2001 ).
Sedangkan petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap dan adat yang
terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya akan dipakai
oleh seseorang atau sekelompok orang dengan nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan
rasionalisasinya. The American Herritage Dictionary mengertikan kebudayaan adalah sebagai suatu
keseluruhan dari pola prilaku yang dikirimkan melalui kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok
manusia.
Banyak ahli budaya mendifinisikan arti budaya dan kebudayaan ini dengan berbagai argumen, tetapi
intinya adalah sama, koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa kebudayaan berasal dari bahasa
sangsengkerta buddayah yeng berarti budi atau akal, bisa juga daya dari budi, sedangkan
kebudayaanadalah hasil cipta, rasa dan karsa. Kessing (1992) mengadopsi berbagai pengertian
kebudayaan dari para ahli yang kemudian dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu yang
mengandung unsur pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat, prilaku yang merupakan kebiasaan yang
diwariskan. Budayaan atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau menegrjakan. Bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur”
dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis baik eksplisit
maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk
prilaku manusia (kluckhohn dan kelly, dalam kessing, 1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat
terhadap berbagai peristiwa kehidupan disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai
kelompok di masyarakat. Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa
budaya adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan, aturan perilaku,
dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam berpikir dan bertindak
dengan cara yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa kata budaya diambil dari bahasa
sansekerta buddayah yang berarti akal budi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata budaya
bersinonimdengan kata ‘cuture’. Kata culture berasal dari bahasa latin ‘cultura’. Kata kultur atau
kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencangkup berbagai komponen
yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari.
Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Oliver (1981) yang juga memberikan penekanan
bahwa budaya merupakan sekumpulan ide yang digunakan manusia untuk menjawab permasalahan
hidup yang mendasar.
Zanden (1990) menjelaskan bahwa istilah kultur mengacu pada warisan sosial masyarakat yang
mempelajari pola berpikir, merasa, dan bertindak yang ditularkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya termasuk penggunaan pola-pola tersebut dalam sesuatu yang bersifat materi. Sementara itu
samovar dan poter (1995) mengutip pernyataan Adamsom dan Frost yang mengatakan bahwa kultur
merupakan pola tingkah laku yang dipelajari yang merupakan satu kesatuan system yang bukan hasil
dari keturunan. Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur atau memiliki karakteristik sendiri. Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan
yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. KARAKTERISTIK BUDAYA
Dincker (1996), menyimpulkan pendapat Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri
esensial budaya yaitu : pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya
mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota kelompok yang sama
membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok merupakan bagian
dari identitas budayanya.
Ketiga, budaya adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok
manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya. Adaptasi budaya pada negara maju diadopsi
sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses yang selalu berubah dan dinamis,
berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya, misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya.
Penelitian batak Toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya
karena menyesuaikan diri dengan budaya setempat.
1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika dan hidup di Amerika
dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah secara otomatis anak itu bisa berbicara
dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses pembelajaran oleh orangtuanya.
2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui banyak hal tentang
kehidupan yang berhubungan dengan budaya kerena generasi sebelum kita mengejarkan kita banyak
hal tersebut. Suatu contoh upacra penguburan placenta pada masyarakat jawa, masyarakat tersebut
tidak belajar secara formal tetapi mengikuti prilaku nenek moyangnya.
3. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa memepelajari budaya orang memerlukan simbol. Dengan
simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan
terjadinya proses transfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol
yang mengkarakteristikkan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik, gelang yang semua itu
menandakan simbol pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis dan adaftif maka
budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada sekelompok masyarakat merayakan
kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning, pada zaman modern tradisi tersebut berubah yaitu menjadi
kue ulang tahun.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-elemen budaya
yang lain. Misalnya lingkungan sosial akan dapat memepengaruhi prilaku seseorang yang tinggal
dilingkungan tersebut.
6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik diantara budaya-
buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang benar, apabila melihat perilaku budaya
dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi pada kelompok suku yang lain.
Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan
kelompok lain, sebagian besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak sesuai
dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu aspek dan sangat modern dalam
aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan
pemikiran mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang
kelompok juga bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi, hanya belajar tentang
individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apa pola
kelompok bermakna (Leininger 2000).
Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau sekelompok masyarakat
merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan negara lainnya termasuk Indonesia
merupakan sebuah negara mempunyai berbagai suku dan daerah dimana tiap suku atau daerah
tersebut mempunyai adat kebiasaan yang berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di
masyarakat. Ada perilaku manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait
dengan budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian, menurut Crist
(1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi komaratifnya. Menyimpulkan bahwa
ada perbedaan sikap manusia dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi
maut.
Menurut Bendel (2003) di Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana berbagai cara
penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine dan elemen magis.
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dimana tiap suku atau kelompok
masyarakat tersebut akan mempunyai norma, perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk
dalam mencari penyembuhan yang terkait dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam
masyarakat Indonesia terdapat kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.
D. DEFINISI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
Keperawatan transkultural merupakan istilah yang sering digunakan dalam cross-cultural atau lintas
budaya, intercultural atau antar budaya, dan multikultural atau banyak budaya (Andrews,1999).
Leininger merupakan ahli antropologi keperawatan sejak pertengahan lima puluhan yang merencanakan
bahwa transkultural nursing merupaer mendefinisikan “transkultural Nursing”kan area formal yang
harus diaplikasikan dalam praktik keperawatan (leininger,1999;McFarland,2002).
Leininger mendefinisikan”transkultural Nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana
berfokus pada komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai
perilaku caring, nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan
perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik dan kultur yang
universasl dalam keperawatan (Andrews and Boyle,1997: Leininger dan McFarland,2002). Tujuan dari
transkultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Selain itu
juga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang humanis sehingga terbentuk
praktik keperawatan sesuai dengan kultur dan universal (leininger,1978).
Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal dari hasil penelitian
kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care
yang akan diaplikasikan.
1) Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi
diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya.
2) Caring act dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu
secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia sejak lahir , masa perkembangan , masa
pertumbuhan , masa pertahanan sampai dikala meninggal.
3) Caring adalah esensi dari keperawatan dan membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat berinteraksi
dengan klien, staff dan kelompok lain.
4) Identifikasi universal dan nonuniversal kultur dan perilaku caring profesional, kepercayaan dan
praktek adalah esensi untuk menemukan epistemology dan ontology sebagai dasar dari ilmu
keperawatan.
5) Culture adalah berkenaan dengan mempelajari, membagi dan transmisi nilai, kepercayaan norma dan
praktek kehidupan dari sebuah kelompok yang dapat terjadi tuntunan dalam berfikir, mengambil
keputusan, bertindak dan berbahasa.
6) Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola
ekspresi yang mana membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu lain atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi kehidupan atau kematian serta keterbatasan.
7) Nilai kultur berkenaan dengan keputusan/kelayakan yang lebih tinggi atau jalan yang diinginkan untuk
bertindak atau segala sesuatu yang diketahui yang mana biasanya bertahan dengan kultur pada periode
tertentu.
8) Perbedaan kulturdalam keperawatan adalahvariasidari pengertian pola, nilai atau simbol dari
perawatan,kesehatan atau untuk meningkatkan kondisi manusia, jalan kehidupan atau untuk kematian.
9) Culture care universality berkenaan dengan hal umum, merupakan bentuk dari pemahaman terhadap
pola, nilai atau simbol dari perawatanyang mana kiltur mempengaruhi kesehatan atau memperbaiki
kondisi manusia.
10) Etnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki, kepercayaan dan prakteknya lebih
tinggi untuk kultur yang lain.
Sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya
berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit.
Penyebabnya bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan,
makanan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh. Masyarakat menggolongkan penyebab
sakit ke dalam 3 bagian, yaitu karena pengaruh gejala alam seperti panas atau dingin terhadap tubuh
manusia, makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin, supranatural seperti roh,
guna-guna, setan.
Berikut adalah contoh konsep sehat sakit menurut masing-masing daerah, contohnya konsep sakit
menurut budaya NTT, dikatakan sakit apabila masyarakat sekitar merasakan pusing dan tidak mampu
menjalankan aktifitas. Begitu pula di daerah jawa, dikatakan sakit apabila masyarakat sekitar tidak
mampu melakukan aktifitas seperti biasanya, sedangkan dikatakan sehat apabila masyarakat sekitar
mampu berjalan, berfikir, dan dapat menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa ada hambatan atau kendala.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS
An. A 8 tahun, suku Padang, Beragama islam diantarkan orangtuanya ke Rumah Sakit Harapan Kita
dengan keluhan nyeri pada tulang keringnya. Bp. A mengatakan nyerinya timbul akibat An. A memanjat
pohon yang dikeramatkan di desanya, kemudian menurut kepercayaan orang sekitar An. A terjatuh
akibat didorong oleh penunggu pohon keramat tersebut. Menurut cerita yang dikatakan Bp.A saat
anaknya Jatuh langsung dibawa kedukun, lalu An. A dipijit menggunakan batang sereh yang dibakar
dengan bacaan doa-doa. Bp. A mengatakan An. A dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan, daging,
dan telur. An. A juga tampak lemah dan lesu ,pada saat diberikan Penkes Bp. A masih terlihat
kebingungan.
A. PENGKAJIAN
2. Identitas pasien
Usia : 8 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Minangkabau
Bangsa : Indonesia
Nama : Tn. A
Usia : 35 Tahun
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
Bangsa : Indonesia
4. Data Biokultural
a. Faktor Tekhnologi
Klien biasanya bepergian dengan jalan kaki, bahasa yang digunakan klien untuk berkomunikasi adalah
bahasa minangkabau. Klien dan keluarga biasanya menggunakan angkot untuk mengantarkan klien ke
fasilitas kesehatan, sarana yang digunakan untuk hiburan keluarga biasanya dengan cara nonton tv
bersama. Persepsi klien tentang penggunaaan dan pemanfaatan tekhnologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini adalah keluarga jarang memeriksakan kondisi klien ke dokter maupun
rumah sakit, biasanya keluarga klien cukup datang ke dukun atau tabib, selain itu juga sering
menggunakan obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan segala penyakit.
Agama yang dianut klien yaitu islam, keyakinan agama yang dianut klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, klien dan keluarga klien mempunyai pandangan bahwa sakit yang diderita menurut ajaran
agamanya adalah suatu gangguan dari makhluk gaib, biasanya untuk mengurangi sakit yang diderita,
klien dan keluarga klien pergi ke dukun dan meminta doa-doa agar penyakit yang diderita bisa
berkurang.
Suku klien adalah minangkabau, konsep sakit menurut kepercayaan suku klien adalah sakit jika tidak
mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Dikatakan sehat apabila mampu menjalankan aktifitas
sehari-hari. Klien tidur malam selama 9 jam, dan jarang tidur siang, klien tidur dan bangun tidak sesuai
dengan jadwal. Keluarga percaya pada kekuatan supernatural, klien dan keluarga juga sangat percaya
bahwa kekuatan dukun sangat ampuh. Selain itu keluarga juga menggunakan obat tradisional seperti
batang sereh yang dibakar, air kelapa yang dibakar dicampur dengan garam lalu diminum, serta air jeruk
nipis dicampur kecap lalu diminum.
Klien tidak mengikuti partai politik apapun. Pandangan politik bagi klien adalah politik dan hukum
merupakan satu kesatuan.
f. Faktor Ekonomi
Bp. A seseorang yang berprofesi sebagai kuli bangunan. Penghasilan tambahan didapatkan dari ibu A
yang berjualan gorengan. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari keluarga Bp. A mencukupi. Keluarga A
tidak memiliki kelebihan penghasilan untuk ditabungkan. Sumber pembiayaan klien berhasal dari hasil
kerja Bp. A sebagai kuli bangunan dan ibu A sebagai penjual gorengan. Keluarga klien juga tidak
mengikuti program asuransi kesehatan.
g. Faktor Pendidikan
Klien pada saat ini masih duduk di sekolah dasar. Klien tidak memahami apa arti sehat dan apa arti sakit
yang sesungguhnya.
ANALISA DATA
TGL / JAM
DATA FOKUS
ETIOLOGI
PROBLEM
07/04/2012
09.00 WIB
DS :
1. Bp. A mengatakan An. A dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan, daging, dan telur.
DO :
Ganguan Nutrisi
07/04/2012
09.00 WIB
DS :
1. Menurut cerita yang dikatakan Bp.A saat anaknya Jatuh langsung dibawa kedukun, lalu An. A dipijit
menggunakan batang sereh yang dibakar dengan bacaan doa-doa
DO :
Kurang pengetahuan
INTERVENSI
No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
2. Klien dan keluarga menerima penjelasan dari perawat tentang kebutuhan nutrisi
Nigus
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kepercayaan tentang efektifitas perilaku promosi kesehatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, maka mobilitas fisik teratasi, dengan criteria
hasil :
1. Monitor perkembangan pengetahuan klien dan keluarga tentang penkes yang diberikan
Adon
IMPLEMENTASI
No. dx
Tgl/Jam
Implementasi
Evaluasi
dx 1
07/04/2012
09.00 WIB
09.30 WIB
09.35 WIB
Tanggal 07/04/2012
S:
O:
P : lanjutkan intervensi :
Nigus
dx 2
07/04/2012
09.40 WIB
09.56 WIB
10.00 WIB
1. Monitor perkembangan pengetahuan klien dan keluarga tentang penkes yang diberikan
Tanggal 07/04/2012
S:
O:
A : tujuan tercapai.
P : Hentikan Intervensi
Adon
No. dx
Tgl/Jam
Implementasi
Evaluasi
dx 1
08/04/2012
09.00 WIB
09.30 WIB
09.35 WIB
Tanggal 08/04/2012
S:
P : lanjutkan intervensi :
Nigus
No. dx
Tgl/Jam
Implementasi
Evaluasi
dx 1
09/04/2012
09.00 WIB
09.30 WIB
09.35 WIB
Tanggal 09/04/2012
S:
O:
A : tujuan tercapai
P : Hentikan intervensi
Nigus
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini di bahas tentang asuhan keperawatan pada An. A. Adapun ruang lingkup dari pembahasan
ini adalah sesuai dengan proses keperawatan yaitu mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan (intervensi), pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi.
A. Pengkajian
Proses pengkajian yang dilakukan pada An. A dengan dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik langsung ke An. A, selain itu penulis mendapatkan keterangan dari Bp. A maupun dari
keluarga An. A, diskusi dengan perawat ruangan dan dari catatan medis keperawatan An. A. Pelaksanaan
pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi An. A saat dikaji.
Pada saat dilakukan pengkajian, An. A dan suami atau keluarga An. A cukup terbuka dan sudah terjalin
hubungan saling percaya antara pengkaji dengan An. A dan keluarga, sehingga memudahkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan An. A dan keluarga klien mau menjawab
pertanyaan dan menerima saran yang diberikan oleh pengkaji. Dari data yang terkumpul kemudian
dilakukan analisis dan identifikasi masalah yang dihadapi oleh klien yang merupakan data fokus dan
selanjutnya dirumuskan diagnosa atau masalah keperawatan. Kondisi klinis yang ditunjukkan oleh klien
pada kasus An. A saat dikaji sesuai dengan teori yang ada yaitu permasalah utama klien pada pola
makanan atau gangguan nutrisi yang bertentangan dengan budaya klien.
Proses pengkajian dalam kasus di atas sesuai dengan teori Sunrise Model yaitu dikaji berdasarkan 7
komponen Sunrise Model yaitu Faktor teknologi (technological factors), Faktor agama dan falsafah
hidup (religious and philosophical factors), Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social
factors), Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways), Faktor kebijakan dan peraturan
yang berlaku (political and legal factors, Faktor ekonomi (economical factors), dan Faktor pendidikan
(educational factors). Proses pengkajian juga disesuaikan dengan kondisi klien.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko nutrisi berhubungan dengan kepercayaan tentang niali budaya terhadap makanan.
Diagnosa diatas diambil berdasarkan kondisi yang dialami pasien dan di aplikasikan dari NANDA 2012
dan teori Sunrise Model. Dimana klien masalah yang dihadapi klien disebabkan oleh faktor eksternal
seperti lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Selain itu faktor kebiasaan dalam keluarga dan
lingkungan juga berpengaruh dalam hal ini.
Setelah diagnosa atau masalah keperawatan ditegakkan selanjutnya dilakukan pembuatan rencana
tindakan dan kriteria hasil untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada pada klien.
B. Perencanaan (Intervensi)
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data terkumpul, dikelompokkan, dianalisa dan
ditetapkan masalah keperawatan. Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang disesuaikan
dengan kondisi klien. Setelah masalah ditentukan berdasarkan prioritas, tujuan pelayanan keperawatan
ditetapkan. Tujuan bisa ditetapkan dalam jangka panjang atau jangka pendek, harus jelas, dapat diukur
dan realistis.
Pola diagnosa keperawatan Risiko Nutrisi diintervensikan asuhan keperawatan selama 2×24 jam, pada
diagnosa keperawatan Risiko Tinggi Infeksi diintervensikan asuhan keperawatan selama 1×24 jam, dan
diagnose keperawatan terakhir yaitu Kurang Pengetahuan diintevensikan selama 1×24 jam.
Intervensi yang kami berikan terhadap klien mengacu pada NIC-NOC dan kondisi klien. Dalam intervensi
ini kami memberikan waktu yang berbeda pada setiap intervensi. Dari ketiga diagnosa di atas risiko
nutrisi kami berikan waktu lebih lama karena pada kasus risiko nutrisi penanganannya memang cukup
susah. Ketidakmauan klien untuk makan-makanan yang mengandung protein membuat proses
pemulihan kondisi klien semakin lama. Maka dari itu intervensi terhadap diagnosa risiko infeksi dan
kurang pengetahuan waktunya lebih kami percepat dengan tujuan risiko nutrisi terhadap klien bisa
teratasi.
Begitu juga dengan intervensi risiko infeksi dan kurang pengetahuan, waktu yang kami rencanakan lebih
pendek. Hal ini dikarenakan seseorang yang mengalami risiko infeksi faktor yang mempengaruhinya
adalah kurangnya pengetahuan tentang penggunaan-penggunaan obat tradisional. Sehingga dengan
teratasinya risiko infeksi diharapkan klien tidak mengalami infeksi lagi karena klien paham dan
mempunyai pengetahuan yang lebih.
C. Pelaksanaan (Implementasi)
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan. Pelaksanaan rencana
asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan An. A dengan menerapkan
pengetahuan dan kemampuan klinik yang dimiliki oleh klien berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan
ilmu-ilmu klainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana
dengan baik.
Pada kasus diatas semua intervensi kami implementasikan, kemudian tujuan pada intervensi sudah
tertasi sehingga pada evaluasi intervensi dihentikan atau dipertahankan.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam proses keperawatan
menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai,
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan
serta hasilnya dengan standar yang telah ditetapkan lebih dulu.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu :
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (culture value and life ways)
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
DAFTAR PUSTAKA
Dochter, Joanne Mecloskey, Phd dkk. 2004. Nursing Intervention Classification. Jakarta : Mosby Elevier
Doengoes, Marilyann E Dkk. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan. Jakarta : EGC
Mooehed, Sue dkk.2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta : Mosby Elevier
Iklan