Anda di halaman 1dari 11

A.

ASPEK AGAMA DAN FALSAFAH HIDUP DALAM SUNRISE


MODEL
1. Pandangan Beberapa Agama Dan Kepercayaan Tentang Anjuran
Dan Larangan Yang Berhubngan Dengan Kesehatan
Agama yang selama ini di kenal melalui penyebutan nama-nama
agama itu mempunyai persamaan dan perbedaan. Menjaga kesehatan
dianjurkan pada semua agama, misalnya dalam agama islam dikenal
dengan kata kebersihan diri dan lingkungan adalah sebagian daripada
iman. Pada agama hindu menganjurkan bahwa pengaman konsep tri
darma itu penting yaitu menjaga kebersihan sebagai sarana untuk
menjaga hubungan harmoni dengan Tuhannya.
Ada berbagai macam aturan yang berbeda pada agama tentang
halal haram atau yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan
misalnya pada agama islam, budha dan katolik mempunyai keyakinan
bahwa darah hukumnya haram atau tidak boleh di konsumsi, sedangkan
untuk agama hindu dan protestan di ijinkan. Pada kepercayaan Yehowah
pantang makan darah dan menerima transfuse darah, mereka lebih suka
mati dengan kehabisan darah daripada menerima transfuse darah dari
orang lain.
Contoh kasus yang berhubungan dengan masalah darah adalah
pada umat yang mempunyai keyakinan tentang bervegetarian, suatu hari
jatuh sakit, lalu dibawa ke rumah sakit perlu transfuse darah, tim tenaga
kesehatan menyarankan operasi sehingga perlu transfuse darah, pasien
menolak transfuse darah, mengatakan bahwa darah itu nonvegetarian.
Perbedaan dan persamaan yang berhubungan dengan konsumsi
jenis daging dari berbagai agama adalah, agama islam melarang umatnya
memakan daging babi. Sedangkan pada agama Hindu melarang
pengikutnya memakan daging sapi, karena sapi (Nandi) adalah kendaraan
dewa Syiwa. Umat gereja masehi advent hari ketujuh berpantang
memakan daging babi, binatang laut yang tidak bersisik seperti ikan hiu,
udang, kepiting, kerang, dan sebagainya, meminum minuman keras atau
bahkan juga kopi, the dan tembahau. Pada umat Budha di anjurkan untk
vegetarian yaitu berpantang makan daging apapun sebab pada umat

Budha mengenal hokum karma dengan memakan daging maka akan


terjadi pembalasan berupa penyakit ( Pratiwi,2011).
2. Kepercayaan Masyarakat Dalam Tantangan Yang Berhubungan
Dengan Kesehatan
Pantangan berarti tidak melakukan sesuatu dalam kehidupan baik
untuk jangka pendek ataupun jangka panjang. Hal ini dilakukan Karena
alsan kesehatan kebiasaan ataupun keyakinan tertentu. Di daerah-daerah
tertentu di Indoneia masyarakat dan agama yang berbeda mempunyai
keyakinan yang sama dalam tantangan, bila tantangan ini di langgar
pelakunya akan mengalami malapetaka.
Keyakian tertentu mengajarkan pemeluknya untuk berpantang atau
menghindari makanan atau perbuatan tertentu. Misalnya pada umat
katolik mempraktikkan pantang sebagai alternative aksi (selain kuasa)
yang dilakukan pada masa lenteng (Pta-Paskah) (40 hari sebelum
paskah). Dalam melakukan pantang, seseoang dapat memilih kebiasaan
atau makanan yang akan dihindari selama masa Pra-paskah itu. Misalnya,
seorang memilih untuk berpantang merokok selama 40 hari. Agama yang
lebih menuntut berbagai pantangan dari para pengikutnya: menaati hari
sabat, memakan makanan yang kosyer.
Ada suatu kepercayaan dari masyarakat jawa yaitu Kejawen yaitu
setelah menjalani suatu operasi penderita dilarag untuk mengkonsumsi
telur, ikan ataupun daging, bahkan dianjurkan untuk muti alias hanya di
perbolehkan untuk mengkonsumsi nasi dan air putih. Selain itu hasil
pengkajian tentang perilaku yang terkait dengan kejawen ini adalah tidak
boleh keramas pada hari sabtu, tidak boleh pulang dari rumah sakit pada
hari sabtu, dilarang menyisir rambut ketika sakit, oleh karena ketika
dirawat di rumah sakit pun pasien menolak untuk menyisir rambut, sebab
hal tersebut bertentangan denga keyakinannya, sedangkan hal ini sangat
berhubungan denga kesehatan.
Keyakinan dan kepercayaan kadang berbeda meskipun berasal dari
suku yang sama, misalnya pada masyarakat Irish di amerika sebagian
dari kelompok tersebut ada yang menolak transfuse dan transplantai

organ, sebab pada kelompok yang menolak mempunyai keyakinan bahwa


kedua hal tersebut tidak dianjurkan dalam kepercayaannya selain itu
keyakian yang berbeda juga bisa terdapat pada agama yang sama,
misalnya, tentang pembatasan kelahiran, suatu gambaran kasus pada ibu
M, berusia 35 tahun beragama islam mempunyai 6 anak dengan jarak
kelahiran masing-masing anak satu sampai satu setengah tahun, keluarga
ibu M menolak anjuran keluarga berencana yang di canangkan dinas
kesehatan dengan alasan bahwa keluarga berencana merupakan suatu
tindakan yang bertolak belakang dengan keyakinannya.
Berbeda dengan suku Sasak, mereka menolak KB buka disebabkan
karena aturan dalam agamanya yang sebagian besar islam tetapi masih di
pengaruhi kepercayaan animism atau Budha keeling, pada masyarakat ini
menolak pembatasan anak atau KB secara medis karena menurut
kepercayaan mereka pembatasan kelahiran hanya bisa di lakukan dengan
pijat puput.
Deskripsi lain tentang kepercayaan bisa di gambarkan dri hasil
penelitian Alwi (1997) pada suku To Bongu di Sulawesi selatan, kelompok
manyarakat tersebut beragama Kristen tetapi meseka juga mempunyai
kepercayaan tradisional Ramaya ketika anak bayi di suku tersebut
mengalami sakit yang menurut medis adalah morbili, masyarakat menolak
untuk dilakukan pengobatan secara medis sebab menurut kepercayaan
mereka sakit bayi tersebut disebabkan masuknya roh ari-ari ke dalam
tubuh bayi sehingga hanya di bacakan mantra sampi akhirnya bayi
meninggal dunia (Pratiwi, 2011).
3. Pengkajian Transkultural Yang Berhubungan Dengan Agama Dan
Kepercayaan
Beberapa

pengkajian

yang

harus

dilakukan

oleh

perawat

professional untuk menghindari konflik ketika pasien memakai tradisi


agama dan kepercayaan ketika sakit yang di modifikasi dari Andrews dan
Boyle (1995) adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah agama dan kepercayaan pasien mempengaruhi sehat


dan sakit? Misalnya menghadapi kematian, sakit, penyebab sakit,
menangani sakit, dan sebagainya.
b. Bagaimanakah kepercayaan mempengaruhi perilaku pasien ketika
berada di rumah sakit? Bagaimana beradaptasi dengan ketentuan
rumah sakit
c. Bagaimana peran agama dan kepercayaan dalam kesehatan atau
kondisi sakit? Misalnya kepercayaan melakukan ritual, atau suatu
upacara yang menjadikan sehat atau mengatasi sakit atau menghadapi
kematian dan sebagainya.
d. Bagaimana cara dan bentuk upacaranya aabila ada ritual untuk
penyembuhan sakit atau peningkatan kesehatan? Apa bahan yang
dibutuhkan?
e. Apakah peran pemuka agama dalam penyembuhan sakit atau
peningkatan kesehatan. Misalnya kiai, pendeta, buddist, pastur, biksu,
dan sebagainya.
B. ASPEK ILMU PENGETAHUAN

DAN

TEKNOLOGI

DALAM

KEPERAWATAN TRANSKULTURAL
1. Pandangan Perilaku, Dan Sikap Masyarakat Terhadap Tekknologi
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi,
memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi
muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam
cara-cara mengekspresikan rasa keindahann atau dalam memproduksi
hasil-hasil kesenian. Berbagai macam jenis teknologi diantaranya adalah
teknologi kesehatan, yaitu alat atau cara yang dipakai oleh tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan secara langsung
maupun tidak langsung.
Teknologi kesehatan tidak semuanya bisa diterima oleh masyarakat
secara general, Mc Farland dan Leininger menjelaskan tentang dilema
dalam memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan
kesehatan yakni penolakan terhadap pelayanan kesehatan baru dan
penolakan terhadap birokrasi medis ilmiah.
a. penolakan dalam masyarakat penerima pelayan kesehatan baru.

Ada beberapa hal yang mendasari adanya penolakan masyarakat


dalam menerrima pelayanan kesehatan baru yaitu adanya model yang
berlawanan, dikotomi kognitif dan penolakan masuk Rumah sakit.
1) Model berlawanan
Biasanya ada kecenderungan bahwa pengobatan ilmiah itu
bertolak belakang dengan pengobatan tradisional. Pada model ini
pandangan masyarakat berlawanan dengan anjuran kesehatan,
sehingga memungkinkan terjadi penolakan teknologi kesehatan
yang akan diaplikasikan pada pasien dan keluarga. Penolakan
teknologi kesehatan tersebut bisa terjadi terhadap tindakan medis,
tindakan keperawatan dan lainnya. Pada model berlawanan ini
antara

anjuran

kesehatan

dengan

kepercayaan

masyarakat

mempunyai persepsi yang berbeda. Dalam perspektif medicin


suatu tindakan dianjurkan untuk menyelamatkan jiwa pasien,
sebaliknya menurut keyakinan individu, keluarga dan masyarakat
tindakan tersebut membahayakan.
2) Dikotomi kognitif
Kepercayaan masyarakat yang mempercayai bahwa ada
penyakit-penyakit yang dapat disembuhkan oleh dokter dan ada
yang tidak, hal ini akan mengakibatkan sikap dan perilaku yang
kadang

mendukung

kesehatannya

atau

kadang

merugikan

kesehatannya. Dikotomi kognitif ini menimbulkan berbagai


perbedaan perilaku masyarakat, misalnya pada kasus penyakit yang
sama masyarakat akan mengambil tindakan yang berbeda,
masyarakat akan menelusuri darimana asal sakit dan siapa yang
sakit.

Misalnya

diare

pada

lelaki

dewasa

akan

berbeda

penanganannya dengan diare pada ibu menyusui.


3) Penolakan masuk rumah sakit
Ada 3 hal yang membuat masyarakat tertentu menolak masuk
ke rumah sakit. Pertama; masyarakat menganggap rumah sakit
sebagai tempat untuk mati, ada tindakan yang menakutkan,
sehingga sekelompok masyarakat tidak memilih rumah sakit
sebagai tempat penyembuhan penyakitnya. Kedua; adanya

pertentangan antara perawatan medis dengan perawatan secara


tradisional, hal ini membuat masyarakat takut tidak bisa terpenuhi
kegiatan tradisionalnya. Misalnya : pembuangan ari- ari atau
plasenta, dalam adat suku jawa di Indonesia ari-ari biasanya
dibawa pulang untuk dikubur atau dilarung yaitu dihanyutkan
disungai. Namun, di beberapa rumah sakit di negara barat ari-ari
biasanya diambil untuk dijadikan sebagai bahan obat dan kosmetik.
Ketiga; rumah sakit biasanya identik dengan biaya mahal, sehingga
orang memilih tidak masuk rumah sakit dengan alasan tidak
mempunyai biaya.
a) Persepsi berbeda tentang tingkah laku peranan
Ketika seorang tenaga kesehatan sedang mengkaji masalah
pasien atau memberi pengobatan pada pasien, misalnya seorang
dokter yang sedang berdinas, dokter dianggap seorang otoriter
yang memiliki hak untuk mengajari pasien tentang apa yang
harus dan yang tidak boleh dilakukan sehingga keputusan ada
ditangan dokter. Dilain pihak keluarga dianggap orang yang
paling berhak dalam membuat keputusan. Akibatnya ada
pertentangan antara peran dokter dengan peran keluarga.
Demikian juga tenaga kesehatan lain seperti perawat yang
berada disamping pasien selama 24 jam, perawat selalu
membuat keputusan tindakan keperawatan untuk pasien,
sehingga pasien ditatanan manapun seperti tidak punya hak
untuk membuat keputusan.
b) Pengobatan, pencegahan dan konsep memelihara.
Dalam budaya barat ada satu ungkapan yang terkenal an
apple a day keeps the doctor away. Ungkapan tersebut
melahirkan konsep imunisasi. Namun masyarakat tradisional
sering mengindentikkan imunisasi sebagai medis gaya barat
akhirnya terjadi penolakan. Terdapat teoritisi dari ilmu medisin
mengatakan bahwa mereka tidak menyadari bahwa imunisasi
adalah penting sebagai tindakan preventif.

Konsep imunisasi saat ini masih belum diterima dari


berbagai kalangan dengan berbagai alasan, bahkan ada
beberapa aliran agama dan kepercayaan yang menolak
imunisasi

sebab

hal

tersebut

bertentangan

dengan

keyakinannya.
b. Penolakan dalam birokrasi medis ilmiah.
Masyarakat menolak teknologi kesehatan bisa berupa birokrasi
dalam pelayanan kesehatan, birokrasi ini disebut teknologi karena
dianggap hal yang canggih dalam pelayanan kesehatan. Menurut Mc
Farland dan Leininger, penolakan tersebut bisa disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya adalah :
1) Asumsi kepercayaan yang keliru
Banyak perencanaan nasional didasarkan atas asumsi
bahwa cara-cara yang berhasil di negara-negara barat pasti
berhasil, demikian

juga bila diaplikasikan di negara-negara

berkembang. Para petugas kesehatan yang bergerak dalam bidang


ini sering kali lupa bahwa mengubah kebudayaan dan pola pikir
suatu masyarakat tidaklah mudah. Suatu contoh prosedur
pelayanan kesehatan rawat jalan di China di rumah sakit Huang
Chou semua sudah online, tidak banyak menggunakan kertas,
dokter langsung memberikan penawaran resep berupa obat kimia
atau tradisional setelah melihat data pasien dari komputer hasil
pengkajian perawat secara online. Birokrasi ini masih sulit
diaplikasikan pada negara berkembang.
2) Pengobatan klinis versus pencegahan
Masyarakat biasanya lebih menyukai pengobatan yang
bersifat kuratif daripada tindakan preventif. Hal ini dikaitkan
dengan finansial. Tindakan kuratif biasanya lebih murah dan tidak
berkala, sebaliknya tindakan prefentif biasanya mahal dan harus
berkala. Misalnya asuransi kesehatan banyak diikuti oleh
masyarakat dengan ekonomi menengah keatas.
3) Prioritas pribadi dari para petugas kesehatan

Sering kali para petugas kesehatan berasumsi bahwa


prioritas pribadi mereka adalah yang merupakan prioritas
kelompok sasaran pula. Di Amerika walaupun frekuensi kanker
leher rahim dikalangan wanita sudah tinggi, pada kenyataannya
masih banyak yang enggan melakukan uji Pap (pap smears test).
Ternyata hal ini disebabkan wanita-wanita tersebut cenderung
memprioritaskan hal-hal seperti : kuitansi bahan pangan, anakanak yang tidak maju sekolah, remaja yang bolos sekolah dsb. Jadi
jelaslah bahwa apa yang diprioritaskan oleh petugas kesehatan
tidaklah sama dengan apa yang diprioritaskan oleh kelompok
sasaran.
4) Asumsi keliru mengenai pengambilan keputusan
Para petugas kesehatan yang bertugas di negara-negara
yang sedang berkembang berasumsi bahwa pasien sendirilah yang
membuat keputusan mengenai pertolongan medis yang dicarinya.
Kenyataannya di negara-negara tersebut keputusan medis biasanya
merupakan keputusan kelompok. Contoh : sosialisasi keluarga
berenca (kb) di Indonesia. Walaupun sasarannya ditujukan bagi
ibu-ibu rumah tangga pada kenyataannya para ibu ibu tersebut
harus meminta ijin para suami dalam keikutsertakan program kb
tersebut. Maka penting juga bagi petugas kesehatan untuk
menyosialisasikan program ini kepada semua pihak seperti : para
suami, orang tua dan mertua.
5) Kekurangan dalam pelayanan kesehatan
Masyarakat biasanya kurang percaya terhadap pelayanan
kesehatan baru karena beberapa hal seperti : obat-obatan yang
kurang konsisten, pemilihan obat yang kurang teliti, dan petugas
yang kurang menguasai bahasa masyarakat setempat serta proporsi
tenaga kesehatan dan masyarakat yang sakit tidak seimbang.
6) Konflik peranan professional
Banyak kaum profesional yang mengalami dilema etik.
Disatu sisi mereka dituntut untuk memberikan bantuan bagi
mereka yang membutuhkan sementara disisi lain mereka juga

dibatasi oleh badan-badan peraturan yang membedakan antara


para klien yang layak dan tidak layak dilayani.
2. Pengkajian yang berhubungan dengan teknologi
Teknologi kesehatan adalah saranan yang memungkinkan manusia
untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam
pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan
maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat
ini, alasan mencari bantuan kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan. Alasan klien tidak mau operasi
dan klien memilih pengobatan alternatif. Klien mengikuti tes laboratorium
darah dan memahami makna hasil tes tersebut. Beberapa hal yang perlu
dikaji tentang teknologi adalah :
a. Menurut pasien apakah teknologi kesehatan itu ?
b. Bagaimanakah persepsi pasien terhadap teknologi kesehatan ?
c. Adakah pantangan pasien terhadap teknologi kesehatan ? menyangkut
waktu, alat dan tempat.
d. Pernahkah pasien mengenal teknologi kesehatan ?
e. Tahukah pasien manfaat teknologi kesehatan ?
f. Bagaimanakah kebiasaan pasien menggunakan berbagai teknologi
selain teknologi kesehatan ?
3. Penolakan Tindakan Keperawatan Yang Berhubungan Dengan
Teknologi
Beberapa hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa perspektif
seseorang terbentuk oleh nilai spesifik dan keyakinan tertentu yang
berakar pada budaya tertentu dan sub budaya tertentu memungkinkan
penilaian objektif dari praktek berbeda yang digunakan orang untuk
meningkatkan kesehatan dan melakukan koping terhadap penyakit.
Apakah mereka paham atau tidak, orang memiliki alasan dalam
berperilaku. Misalnya, mereka bisa menolak untuk memberikan darah
karena keyakinan bahwa ini dapat digunakan untuk ilmu sihir seperti yang
secara tradisional diyakini di masyarakat Asia, bahwa darah mengandung
kepribadian.
Beberapa pasien mempunyai persepsi bahwa rusaknya kepribadian
bisa diakibatkan melalui pertukaran darah atau organ lain seperti

transplantasi jantung, ginjal dan sebagainya. Keyakinan itulah maka


seorang yang harus menjalani transplantasi akan menolak tindakan
tersebut. Penolakan tindakan itulah yang disebut dengan penoloakan
ipteks. Beberapa contoh dalam penolakan ipteks selain transplantasi adalah
penolakan tindakan medis seperti pemeriksaan USG (Ultra Sono Grafi),
pemasangan ventilator, tindakan pembedahan dan sebagainya.

BAB II
KASUS
A. Agama dan Falsafah Hidup dalam Keperawatan Transkultural
Gambaran kasus yang berhubungan dengan pantangan makan
daging adalah, bapak Tito 50 tahun pos operasi bedah tulang,
mendapatkan diet tinggi kalori tinggi protein, ketika makan siang
menolakdiet daging yang sajikan karena makan daging sapi adalah haram
menurut keyakinannya, oleh karena itu, daging sebagai protein hewani
bisa di ganti dengan protein nabati atau diganti dengan jenis daging yang
lain.
Pandangan semua agama tentang aborsi adalah di larang, tetapi ada berbagai
sudut pandang yang kemudian dianjurkan sebab bertujuan menolong jiwa ibu.
Kasus di rumah sakit Ciptomangukusumo tahun 1998, seorang ibu hamil 4
bulan anak pertama, beragama islam didiagnosa gagal ginjal karena
kehamilannya. Keputusan tim medis, untuk menyelamatkan jiwa ibu maka
harus dilakukan aborsi dengan kandungannya, tetapi berdasarkan kesepakatan
antara ibu dan suaminya terjadi penolakan tindakan tersebut, sebab menurut
mereka tindakan tim medis tersebut bertentangan dengan keyakinannya

Daftar Pustaka
Pratiwi

Arum.2011.Buku

Ajar

Transkultural.Yogyakarta:Gosyen Publishing

Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai