Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan di Indonesia berkembang dengan dipengaruhi perkembangan
keperawatan secara global, perkembangan ini sangat pesat baik dilingkungan
pendidikan maupun di dalam praktek keperawatan. Pada masa lalu keperawatan
dilakukan lebih berdasarkan intuisi dan tradisi sehingga keperawatan dianggap hanya
sebagai kiat tanpa komponen ilmiah dan landasan keilmuan yang kokoh.
Teori keperawatan digunakan untuk menyusun suatu model konsep dalam
keperawatan, sehingga model keperawatan tersebut mengandung arti aplikasi dari
struktur keperawatan itu sendiri yang memungkinkan perawat untuk mengaplikasikan
ilmu yang pernah didapat di tempat mereka bekerja dalam batas kewenangan sebagai
seorang perawat. Model konsep keperawatan ini digunakan dalam menentukan model
praktek keperawatan yang akan diterapkan sesuai kondisi dan situasi tempat perawat
tersebut bekerja. Mengingat dalam model praktek keperawatan mengandung
komponen dasar seperti, adanya keyakinan dan nilai yang mendasari sebuah model,
adanya tujuan praktek yang ingin dicapai dalam memberikan pelayanan ataupun
asuhan keperawatan terhadap kebutuhan semua pasien, serta adanya pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan oleh perawat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan
sesuai kebutuhan pasien.
Asuhan keperawatan merupakan pendekatan ilmiah dan rasional dalam
menyelesaikan masalah keperawatan yang ada, dengan pendekatan yang dilakukan
tersebut bentuk penyelesaian masalah keperawatan dapat terarah dan terencana
dengan baik, dimana dalam asuhan keperawatan terdapat beberapa tahap yaitu
pengkajian, penegakkan diagnosa, perencanaan, implimentasi tindakan, dan evaluasi.
Dalam pemberian asuhan keperawatan haruslah sesuai dengan kebutuhan pasien
dengan komunikasi dan tindakan yang dapat dimengerti dan di terima oleh pasien dan

1
2

keluarga, dalam arti lain harus bias diterima dengan kepercayaan kebudayaan yang
pasien dan keluarga yakini.
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, peningkatan jumlah
penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya
multicultural atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut
setiap tenaga kesehatan professional termasuk perawat untuk mengetahui dan
bertindak setepat mungkin dengan perspektif global dan medis bagaimana merawat
pasien dengan latar budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan
memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya
disebut dengan Transcultural Nursing. Transcultural nursing adalah suatu
daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktik keperawatan yang
fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Didaerah Provinsi
Lampung ada sebuah kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu penggunaan
minuman khusus untuk mengobati panas dalam yang sudah diyakini masyarakat
lampung sejak lama.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Teori Transcultural Nursing dan penerapannya terhadap
kebudayaan yang berlaku dilingkungan masyarakat daerah lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Teori Transcultural Nursing
b. Mengetahui penerapan Teori Transcultural Nursing terhadap kebudayaan
yang berlaku dilingkungan masyarakat daerah Lampung
3

3. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan tugas makalah ini adalah untuk mempelajari
dan menganalisis teori Transcultural Nursing dan penerapannya terhadap
kebudayaan yang berlaku dilingkungan masyarakat daerah lampung.
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
9 pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan. Ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia [ CITATION MLe02 \l 14345 ].
Konstruk budaya dalam teori Leininger meminjam maknanya dari
antropologi. Budaya adalah "pengetahuan yang dipelajari, dibagikan, dan
ditransmisikan tentang nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan kehidupan kelompok
tertentu yang umumnya ditransmisikan secara lintas generasi dan memengaruhi
pemikiran, keputusan, dan tindakan dalam pola atau cara tertentu" [ CITATION
MLe02 \l 14345 ]. Budaya dapat ditemukan dalam tindakan, praktik, bahasa, norma
atau aturan perilaku (nilai-nilai dan kepercayaan), dan dalam simbol-simbol yang
penting bagi masyarakat. Seperti yang dikatakan Leininger, budaya dipelajari dan
kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. Efek paling signifikan dari teori
Leininger adalah pada konstruk kepedulian dalam kaitannya dengan praktik
keperawatan. Tujuan dari teori perawatan budaya (CCT) adalah untuk memberikan
asuhan keperawatan yang kongruen secara budaya, yang mengacu pada
“pengetahuan perawatan berbasis budaya, tindakan, dan keputusan yang
digunakan dalam cara-cara yang sensitif dan berpengetahuan untuk secara tepat
dan bermakna sesuai dengan nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan kehidupan. klien
untuk kesehatan dan kesejahteraan mereka, atau untuk mencegah penyakit, cacat,
atau kematian . Sebagai pendamping teorinya, Leininger mengembangkan enabler
untuk memandu perawat dalam mengumpulkan data penilaian yang relevan atau

4
5

melakukan penilaian budaya. Penilaian budaya terdiri dari tinjauan menyeluruh


holistik dari latar belakang klien termasuk komunikasi dan bahasa, gender dan
kebiasaan hubungan antarpribadi, penampilan, pakaian, penggunaan ruang,
preferensi makanan, persiapan makan, persiapan makan, dan masa hidup lainnya
[ CITATION MLe02 \l 14345 ] . Teori Leininger berlaku dalam asuhan keperawatan
klien dari latar belakang ras dan etnis yang beragam serta kebutuhan perawatan
budaya individu atau kelompok yang termasuk budaya dan subkultur yang
diidentifikasi berdasarkan orientasi seksual (lesbian, gay, biseksual, kelompok
transgender); kemampuan atau kecacatan (orang tuli atau tuna rungu atau buta atau
tunanetra); pekerjaan (menyusui, kedokteran, atau militer); usia (remaja, remaja,
tua-tua); atau status sosial ekonomi (kemiskinan atau kemakmuran; tuna wisma).

B. KONSEP KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


Trunskultural merupakan salah satu teori keperawatan yang dipakai sebagai
pendekatan dalam menyelesaikan masalah yang menggunakan sumber-sumber dari
lingkungan, social dan budaya masyarakat. Berikut merupakan konsep dari
transcultural nursing:
1. Kultur/Budaya
Merupakan norma atau aturan tindakan yang dipelajari, dibagi, dan digunakan
sebagai petunjuk untuk berfikir, bertindak, dan mengambil keputusan pada
suatu kelompok masyarakat.
2. Nilai budaya
Sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya
Merupakan variasi nilai budaya dan pendekatan dalam pemberian asuhan
keperawatan.
4. Etnosentris
6

Persepsi yang menganggap bahwa suatu budaya adalah yang terbaik diantara
yang lain.
5. Etnis
Ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan
kebiasaan yang lazim.
6. Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada asal muasal manusia.
7. Etnografi
Pendekatan keperawatan mengacu pada penelitian atau ilmu yang mempelajari
suatu budaya.
8. Care
Perawat memberikan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu,
keluarga, kelompok dalam pemberian asuhan keperawatan.
9. Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok.
10. Cultural Care
Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi
yang digunakan untuk melakukan pendekatan keperawatan pada suatu
masyarakat berdasarkan budayanya.
11. Culturtal imposition
Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan
nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

C. PARADIGMA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


Paradigma keperawatan transcultural Leininger diartikan sebagai cara pandang,
keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan
7

yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsepsentral


keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan.
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan
budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada.
2. Sehat
Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks
budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan
perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan
sehat dalam rentang sehat sakit yang adaptif.
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan
simbolik.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan atau
memberdayakan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang
digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/ mempertahankan
budaya, mengakomodasi/ negoasiasi budaya dan mengubah/ mengganti
budaya klien.

D. PROSES KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


8

Leininger mengembangkan konsep keperawatan transcultural dalam bentuk


matahari terbit [ CITATION Lei95 \l 14345 ]. Aplikasi pengelolaan asuhan
keperawatan berdasarkan konsep keperawatan transcultural dilaksanakan melalui 5
tahap proses keperawatan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Dirancang menurut 7 komponen dalam Sunrise Model, yaitu:
a. Tecnological Factors (Faktor teknologi)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran penyelesaian masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternative.
b. Religious and philosophical factors (Faktor agama dan falsafah hidup)
Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran
di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Hal yang perlu dikaji perawat : agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan
agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Kinship and social factors (Faktor sosial dan keterikatan keluarga)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Cultural value and life ways (Nilai-nilai budaya dan gaya hidup)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.
Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
9

dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Political and legal factors (kebijakan dan peraturan yang berlaku)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya.
Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Economical factors (Faktor ekonomi)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari
sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga.
g. Educational factors (Faktor pendidikan)
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Diagnosa keperawatan
Merupakan respon dari klien sesuai latar belakang budayanya. Berikut adalah
diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c. Potensi penggunaan obat herbal yang diyakini dan terbukti secara ilmiah
10

3. Intervensi dan implementasi keperawatan


Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural yaitu :
a. Cultural care preservation/maintenance
Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Intervensi yang dapat digunakan:
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan, dengan cara:
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
c. Cultural care repartening/reconstruction
Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan, yaitu dengan:
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap :
11

a. Keberhasilan pasien mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan


b. Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya
c. Restrukturisasi budaya yang bertentangan dengan kesehatan
12

BAB III
PEMBAHASAN

A. Budaya Di Provinsi Lampung


Salah satu budaya untuk menangani masalah kesehatan yang ada di Provinsi
Lampung adalah meminum air kerungan untuk mengobati panas dalam dan
sariawan. Air kerungan biasanya dibuat oleh masyarakat lampung dengan cara
menyiapkan kerak nasi yang sudah mengering lalu disiram air hangat dan
dibiarkan selama semalam, perendaman kerak nasi ini masih menggunakan wadah
dari panci tempat menanak nasi, lalu ketika pagi hari air itu baru diminum. Air ini
dapat diminum oleh anak-anak hingga orang tua.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada masyarakat sekitar, masyarakat
lampung sangat mempercayai bahwa penggunaan air kerungan ini sudah dilakukan
sejak dahulu kala, mereka mempertahankan budaya ini karena selain mudah, cara
tersebut selalu berhasil dalam mengatasi panas dalam dan sariawan tanpa
menimbulkan efek samping yang merugikan bagi yang meminum. Meskipun
demikian belum diketahui dengan jelas apakah cara tersebut benar-benar terbukti
aman secara ilmiah untuk diterapkan sebagai penyelesaian masalah kesehatan.

B. PENDEKATAN KEPERWATAN TRANSKULTURAL


Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
dan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Bila ditinjau
dari kajian non-ilmiah budaya meminum air kerungan ini mempunyai efek positif
untuk mengobati panas dalam dan sariawan.
Jika ditinjau dari penelitian-penelitian terkait masih belum ada penelitian
tentang manfaat air kerungan terhadap panas dalam dan sariawan. Apabila ditinjau
dari model konseptual keperawatan transcultural, maka intervensi meminum air
kerungan masih menjadi perdebatan yang belum dibuktikan secara ilmiah adalah

11
13

Cultural care Accommodation/Negotiation, yaitu menegosiasi budaya yang


dimiliki klien bila budaya tersebut belum terbukti secara ilmiah. Hal ini didukung
oleh sikap masyarakat yang tetap membawa anak ke pelayanan kesehatan bila ada
masalah lebih lanjut setelah pemberian tindakan tersebut. Selain itu air kerungan
ini kerap kali diberikan bersamaan dengan terapi yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Sehingga budaya ini masih menjadi perdebatan dilingkup kesehatan
(Rejeki 2012).
14

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak adat istiadat, kebudayaan dan kebiasaan
masyarakat yang diyakini sejak dulu untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan. Dari setiap kebudayaan memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi
masalah kesehatan yang dialami, seperti di Lampung menggunakan air kerungan
untuk mengobati panas dalam dan sariawan. Pendekatan teori transcultural
nursing yang dikembangkan oleh Leinenger dapat menjadi solusi terhadap
perbedaan kebudayaan yang ada dengan konsep asuhan keperawatan. Namun
kebudayaan yang berlaku di Lampung tentang meminum air kerungan untuk
mengatasi panas dalam dan sariawan masih menjadi perdebatan yang belum
terbukti secara ilmiah, oleh karena itu perlunya penelitian tentang manfaat air
kerungan untuk untuk mengatasi panas dalam dan sariawan.

B. Saran
Diharapkan perawat dapat memahami konsep teori keperawatan transcultural
milik Leinenger, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menggunakan pendekatan keperawatan transcultural pada latar belakang
kebudayaan pasien yang berbeda-beda. Diharapkan perawat dan mahasiswa
keperawatan dapat lebih banyak melakukan penelitian tentang teori transcultural
karena beranekaragamnya kebudayaan di Indonesia yang memiliki cara masing-
masing dalam menghadapi masalah kesehatan.

13
15

APLIKASI TEORI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


DI WILAYAH PROVINSI LAMPUNG

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Keperawatan

Disusun Oleh:
Kholis Khoirul Huda

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
PRODI KEPERAWATAN
TAHUN 2019
16

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan kemudahan. Tanpa pertolongan-
Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Makalah ini disusun supaya pembaca dapat menambah ilmu tentang “Aplikasi
Transkultural Nursing di Wilayah Provinsi Lampung” yang telah disusun berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Saran dan kritik penyusun harpakan dari pembaca guna kesempurnaan dari
makalah ini. Terimakasih.

Semarang, September 2019

Penyusun
17

Daftar Pustaka

Alligood, M. (2014). Nursing theory & their work (8th ed). The CV Mosby Company
St.Louis. Toronto: Missouri: Mosby Elsevier. Inc.
M Leininger & Mcfarland, M. (2002). Transcultural Nursing: Concepts, Theories,
Research and Practier. McGraw-Hill.
M.R, L. M. (1995). Transcultural Nursing : Assesment and Intervention, 2nd Ed.
Missouri: Mosby Year Nook Inc.
S, R. (2012). Herbal dan Kesehatan Reproduksi Perempuan (Suatu Pendekatan
Transkultural dalam praktik Keperawatan Maternitas). In PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL.

Anda mungkin juga menyukai