Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN

Di susun oleh:
Nama: Erwin
Nim : 200630119
Priodi : perikanan

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

TAHUN AJARAN 2021/2022


A. Faktor lingkungan

Pembuangan limbah dari pabrik atau industri, pertanian, maupun limbah domestik dari suatu
pemukiman penduduk ke dalam badan air suatu perairan dapat menyebabkan terjadinya
degradasi kualitas air, dimana terjadi perubahan parameter kualitas air yang dikarenakan
adanya pencemaran yang dapat mempengaruhi sifat kimia, fisika, dan biologi perairan yang
memiliki potensi mencemari lingkungan perairan dan yang pertama kali merasakan dampak
tersebut adalah organisme-organisme akuatik.
Pengambilan sampel dilakukan dua minggu sekali pada saat pasang. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
sistematik random sampling. Pengambilan sampel air dilakukan di empat stasiun, stasiun I
merupakan stasiun yang mewakili daerah yang dekat dengan tempat pembuangan limbah ke
laut. stasiun II merupakan stasiun yang mewakili daerah lalu lalang kapal, dan stasiun III
merupakan stasiun yang mewakili daerah log pond (penyimpanan kayu), dan stasiun IV
merupakan stasiun yang mewakili daerah yang dekat dengan muara. Pengambilan sampel
larva udang dilakukan pada saat air laut pasang dengan alat yang dibuat seperti bongo net.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan di sekitar PT. Kayu Lapis Indonesia masih
termasuk dalam klasifikasi sedang, hal ini dapat dilihat pada hasil pengukuran kualitas air
seperti salinitas, suhu, kecerahan, kedalaman, DO, BOD, COD, Nitrit, Amonia, Fenol dan pH
yang masih dibawah Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Adapun jenis-jenis larva udang yang di
dapat adalah Acetes japonicus, Nematocelis gracilis, Tenagomysis orientalis, Thysanopoda
cornuta, Nematocelis atlantica, Neomysis intermedia, Anisomysis ijimai, Neomysis spinosa
dan yang mendominasi adalah Acetes japonicus, hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang
mendukung untuk pertumbuhan larva jenis Acetes japonicus dan mampu bertahan hidup di
daerah tropis dan pada perairan dangkal.

Air merupakan unsur terpenting bagi tubuh manusia dengan rasio perbandingan sebesar 60 %
hingga 70 % dibandingkan dengan unsur yang lain. Besarnya rasio perbandingan ini tentu
menjadi suatu keharusan untuk memperhatikan kelayakan air yang dikonsumsi. Secara fisis,
air bersih diindikasikan dengan keadaannya yang bening, tidak berwarna dan tidak berbau.
Kondisi seperti ini terjadi jika air tidak dikotori oleh bahan organik dan anorganik.
Sedangkan secara optis, air yang tercampur oleh bahan pengotor, keadaanya akan mengalami
perubahan, mungkin menjadi berwarna atau menjadi keruh (Peslinof., 2013). Secara umum
pada sumber-sumber air, seperti air sumur atau air sungai, kekeruhan yang terjadi disebabkan
oleh pengaruh lingkungan sekitar. Hal ini dimungkinkan karena adanya zat yang terlarut di
dalam tanah ataupun resapan air permukaan yang sudah tercemar oleh bahan organik ataupun
anorganik yang tidak tersaring oleh tanah. Kekeruhan merupakan sifat optik yang terjadi
akibat hamburan cahaya oleh partikel yang menyebar di dalam air membentuk koloid, yaitu
cairan yang mempunyai partikel-partikel yang menyebar (melayang) serta terurai secara halus
sekali dalam suatu medium disperse (Fatah dkk., 2014). Tingkat kekeruhan air merupakan
salah satu parameter yang dijadikan kelayakan air untuk diminum. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas
air minum yang aman bagi kesehatan adalah air minum yang apabila memenuhi persyaratan
fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan
parameter tambahan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa kadar maksimal
kekeruhan air yang baik untuk dikonsumsi adalah 5 NTU. Tingkat kekeruhan air dapat diukur
dengan menggunakan turbidimeter. Lembaga atau perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan air bersih menggunakan air sungai atau sumur bor sebagai sumber air olahan.
Seperti perusahaan daerah air minum Kota Padang, beberapa lokasi pengolahan
menggunakan air sungai sebagai sumber air olahan. Penggunaan air sungai sebagai sumber
air olahan sebenarnya tidak masalah selagi dilakukan proses pengolahan sehingga semua
parameter yang disyaratkan terpenuhi sesuai dengan aturan yang berlaku. Seperti diketahui
air sungai yang digunakan sebagai sumber air olahan sangat berpotensi untuk tercemar.
Proses monitoring secara berkala perlu dilakukan terhadap sumber air olahan untuk
mendapatkan kondisi air yang aman untuk dikonsumsi, termasuk dalam hal ini tingkat
kekeruhan air. Tingkat kekeruhan air yang tinggi akan merugikan pada sektor penyediaan air
bersih yang bersumber dari air permukaan sehingga meningkatkan biaya pengolahan
(Suripin, 2002). Berdasarkan survei yang pernah dilakukan pada instalasi pengolahan air
minum daerah Gunung Pangilun Kota Padang, operator PDAM mendeteksi kekeruhan air
setiap satu jam sekali atau setelah hujan turun. Tingkat kekeruhan air ini diamati dengan cara
mengambil sampel air pada reservoir yang berasal dari sungai dan mengamatinya di
laboratorium. Air dengan tingkat kekeruhan di atas ambang tertentu akan diberi perlakuan
sebelum disalurkan ke rumah-rumah penduduk.

Pasang surut laut sangat penting dalam studi masalah kelautan. Pengetahuan tentang pasang
surut dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seperti pembuatan
pelabuhan, bangunan pemecah gelombang, jembatan laut, pemasangan pipa bawah laut dan
lain sebagainya. Pengetahuan mengenai waktu, tinggi, dan arus pasang surut memegang
peranan penting, bahkan dalam kegiatan penangkapan ikan sampai peluncuran satelit [5].
Informasi mengenai karakteristik dan sifat pasut dapat diperoleh setelah melakukan analisis
harmonik pasut yang menghasilkan nilai konstanta harmonik pasut. Pada umumnya analisis
harmonik pasut menggunakan data pasut dengan interval pencuplikan selama 1 jam, namun
tidak menutup kemungkinan dilakukan pencuplikan data pasut dengan interval pencuplikan
lebih dari 1 jam. Informasi pasang surut yang diperoleh dari altimetri sama prinsipnya dengan
tide gauge. Setiap titik yang dilewati oleh lintasan satelit dapat ditinjau sebagai stasiun pasut,
baik yang terletak di pesisir ataupun laut lepas. Interval waktu pengamatan tide gauge dapat
dibuat setiap detik, menit, ataupun jam, sedangkan pengamatan altimetri Jason 2 dengan
repeat-orbit mission, interval waktu (revisit time) setiap 9,9156 hari atau 237,975 jam.

Prinsip dasar pengukuran satelit altimetri adalah mengukur ketinggian satelit terhadap
topografi dari muka laut dengan memancarkan pulsa gelombang elektromagnetik (radar) ke
permukaan laut, kemudian dipantulkan kembali oleh permukaan laut dan diterima kembali
oleh satelit. Dengan memanfaatkan data waktu tempuh pulsa saat dikirimkan dan dipantulkan
kembali ke satelit. Data waktu tempuh pulsa yang diperoleh dikonversi menjadi data jarak
dengan menghitung selisih waktu antara saat pemancaran gelombang elektromagnetik dari
satelit dan saat pengembalian gelombang elektromagnetik kembali ke satelit

Pesisir Barat Sumatera Bagian Selatan dalam penelitian terdiri dari Pesisir Barat Provinsi
Lampung dan Pesisir Provinsi Bengkulu. Wilayah tersebut merupakan wilayah perairan yang
memiliki banyak pulau-pulau kecil seperti Kepulauan Enggano, Pulau Tikus, Pulau Mega,
dan Pulau Pisang yang menjadi destinasi wisata dan aktivitas kegiatan perekonomian oleh
masyarakat di sekitarnya [6] [7]. Oleh karena itu, pemantauan dinamika air laut kaitannya
dengan informasi konstanta harmonik pasang surut diperlukan untuk informasi awal
penentuan garis pantai dan data tambahan untuk pengelolaan wilayah pesisir, khususnya
pariwisata.

Adapun ruang lingkup dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a Data
pasang surut di lokasi stasiun pengamatan pasang surut Krui dan Seblat. b Ketelitian data
pasang surut dilakukan dengan perbandingan nilai mean sea level bulanan dan tahunan serta
dilakukan prediksi atau peramalan data pasut di tahun 2018-2019 dengan menggunakan
program t_tide terdapat di lampiran 5 c Analisis pasut difokuskan pada data di pass 077 dan
pass 153 (lintasan) satelit Jason-2 yang berdekatan dengan Stasiun Pasut Krui dan Seblat
(stasiun pasut Badan Informasi Geospasial), dengan data yang dipakai tahun 2016-2017

Metode pengolahan data pasut yang digunakan Metode Least Square e Konstanta pasut yang
di analisis adalah tiga konstanta utama pasut harian (K1, O1, P1) dan tiga konstanta utama
pasut semi harian (M2, N2, S2), serta berfokus pada pembahasan amplitudo, fase termasuk
parameter yang dihitung tetapi tidak menjadi fokus bahasan. f Pengolahan data dalam tugas
akhir ini menggunakan periode data pasang surut aliasing dan periode asli g Tidak ada
subsidensi daratan.

Anda mungkin juga menyukai