Anda di halaman 1dari 7

3.

Analisis biaya rawat jalan hemodialisis dan peritoneal dialisis mandiri berkesinambungan
pada peserta askes di PT Askes (Persero) divisi regional VI
Tahun: 2014
Penulis: Ika Eri Haryani, Ari Probandari, dan Bambang Djarwoto
LATAR BELAKANG: gagal ginjal terminal membutuhkan terapi pengganti ginjal (TPG).
Gagal ginjal kronis (GGK) menjadi masalah kesehatan karena prevalensi yang terus naik dan
penyerapan biaya kesehatan yang sangat tinggi
Terdapat dua macam TPG yang sering dipakai yaitu Hemodialisa (HD) dan Peritoneal
Dialisis Mandiri Berkesinambungan (PDMB). Pada beberapa penelitian PDMB lebih banyak
daripada HD. Namun hasil penelitian tersebut masih banyak kontroversi karena hasilnya
sangat dipengaruhi oleh latar belakang negara dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan.
Tujuan:
Mendeskripsikan biaya rata-rata rawat jalan yang dikeluarkan penjamin (asuransi) dan pasien
pada terapi HD rutin dibandingkan dengan PDMD pada model pembiayaan tarif paket di PT
Askes (Persero) Divisi Regional VI.
Metode:
Penelitian ini penelitian observasional komparatif dengan rancangan deskriptif analitik. Data
biaya diambil retrospektif melalui aplikasi Askes dan kuesioner. Rekam medis dipakai untuk
melacak penyebab GGK. Penelitian dilakukan pada 59 pasien HD dan 50 pasien PDMB di 3
pusat dialisis RS pemberi pelayanan kesehatan (PPK) PT Askes (Persero) Divisi Regional VI.
Sampling dilakukan secara acak dengan sistem sampling konsekutif.
Hasil:
Median biaya medis asuransi HD Rp 5.949.234,00/pasien/bulan sementara PDMB Rp
5.023.792,00/pasien/bulan. Median bel medis dan non medis yang dikeluarkan oleh pasien
HD adalah Rp 287.208,00/pasien/bulan sementara pada pasien PDMB adalah Rp
323.000,00/pasien/bulan. Hanya 30,5% pasien HD dan 22% pasien PDMB yang mengalami
penurunan penghasilan. Hanya 10% pendamping pasien HD dan 6% pendamping PDMB
yang mengalami penurunan penghasilan titik median penurunan penghasilan pasien dan
pendamping pasien HD adalah Rp 2.250.000, 00/pasien/bulan sedangkan PDMB Rp
2.125.000,00/pasien/bulan.
Kesimpulan:
Biaya medis asuransi pasien HD lebih tinggi dari PDMB. Pengeluaran biaya pasien lebih
rendah pada HD daripada PDMB. Pada kelompok pasien dan pendamping pasien yang
mengalami penurunan penghasilan, penurunan penghasilan pasien dan pendamping pasien
HD lebih tinggi daripada PDMB.
4. Minat menggunakan perangkat lunak penghitungan biaya standar pelayanan minimal
kabupaten atau kota
Tahun: 2013
Penulis: Firdaus Hafidz dan Ali Ghufron Mukti
Latar belakang:
Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengembangkan peranti penghitungan biaya standar
pelayanan minimal (SPM) Kabupaten/kota di tahun 2009. Namun peranti tersebut belum
dimanfaatkan karena belum disosialisasikan. Penelitian awal perlu dilakukan untuk
mengevaluasi minat penggunaan alat ini dan kegunaannya melalui opini tenaga kesehatan.
Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk menilai penerima piranti penghitungan biaya SPM
Kabupaten/kota dengan mengintegrasikan Technology Acceptance Model (TAM) dan End
User Computing (EUC) satisfaction.
Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan 139 responden. Responden adalah para
pengambil kebijakan atau penyusunan anggaran SPM di Dinas Kesehatan. Pegawai
Puskesmas dan RSUD di seluruh kabupaten/kota di DI. Yogyakarta. Data dikumpulkan untuk
mengukur persepsi terhadap manfaat, kemudahan, isi, format, ketepatan waktu, akurasi,
sikap, kepuasan dan minat penggunaan. Path diagram digunakan dalam analisis.
Hasil:
Responden berminat untuk menggunakan alat penghitungan biaya SPM variabel manfaat dan
kepuasan memberikan pengaruh positif terbesar kepada minat disusul oleh variabel kepuasan
(0,29 dan 0,22). Variabel manfaat dan kemudahan memiliki pengaruh positif terhadap sikap
(0,45 dan 0,23). Variabel kemudahan, isi, akurasi dan ketetapan waktu memberikan pengaruh
positif terhadap variabel kepuasan.
Kesimpulan:
Minat tenaga kesehatan menggunakan alat penghitungan biaya SPM sebagian besar
dipengaruhi oleh variabel manfaat dan kepuasan. Diperlukan penyesuaian manfaat perangkat
lunak persiapan sumber daya manusia, dan perangkat keras untuk mengimplementasikan
piranti ini.

5. Efektivitas pelayanan selama penerapan Clinical Pathway skizofrenia rawat inap di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta
Tahun: 2014
Penulis: Ika Nur Farida, Bambang Hastha Yoga dan Mahar Agusno
Latar belakang:
Clinical pathway adalah syarat utama kendali mutu dan biaya terutama pada kasus yang
berpotensi menghabiskan sumber daya yang besar. Skizofrenia merupakan salah satu
gangguan jiwa yang menghabiskan sumber daya besar sehingga perlu dievaluasi efektivitas
pelayanannya.
Metode:
Penelitian yang mempergunakan rancangan penelitian kuasi eksperimental dengan
pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh dari sumber data primer dan sekunder
Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas proses pelayanan pasien selama 3 bulan
penerapan clinical pathway skizofrenia rawat inap di RSUP Dr. Sardjito.
Hasil:
Proses pelayanan pasien skizofrenia rawat inap di RSUP Dr. Sardjito selama penerapan
clinical pathway belum efektif. Hal ini dapat diketahui dari kelengkapan pengisian form
clinical pathway skizofrenia rawat inap hanya 33,11% yang disebabkan oleh informasi
tentang penerapan clinical pathway belum sepenuhnya sampai kepada informan penelitian
dan desain form yang terlalu kecil, konsep perencanaan sesuai clinical pathway dalam
pelayanan skizofornia rawat inap belum diterapkan dengan baik, upaya verifikasi dan validasi
psikiater terhadap pelayanan yang dilakukan PPDS belum konsisten dan tor dokumentasi.
Kesimpulan:
Perlu dilakukan sosialisasi tentang clinical pathway dengan pendekatan personal,
penyempurnaan desain form clinical pathway dan peningkatan komitmen masing-masing
anggota tim multidisiplin agar dapat diterapkan konsep perencanaan dan pelayanan pasien
skizofrenia rawat inap sesuai dengan clinical pathway dan standar pelayanan minimal.

6. Implementasi tata kelola klinis oleh komite medik di rumah sakit umum daerah di provinsi
Jawa tengah
Tahun: 2014
Penulis: Kasyfi Hartati, Hanevi Djasri dan Adi Utarini
Latar belakang:
Tata kelola klinis bertujuan memberikan pelayanan klinis terbaik kepada pasien diatur dalam
Undang-Undang No.44/2009 tentang RS dan Permenkes No. 755/Menkes/Per/IV/2011
tentang penyelenggaraan Komite Medik di RS. Komite Medik adalah perangkat RS untuk
menerapkan tata kelola klinis agar staff medis Drs terjaga profesionalismenya.
Tujuan:
Mengukur tingkat implementasi tata kelola klinis oleh komite medik di RSUD di Jawa
Tengah
Metode:
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional survey. Subjek penelitian
adalah 48 RSUD di Jawa tengah terdiri: 1 kelas A, 17 kelas B, 26 kelas C dan 4 kelas D. Data
diperoleh menggunakan kuesioner untuk menilai implementasi struktur dan proses tata kelola
klinis yang diadaptasi dari Clinical Governance Standards For Western Australian Health
Services dan peraturan di Indonesia yang sesuai. Kuesioner terdiri dari 8 variabel struktur dan
13 variabel proses. Kuesioner dikirimkan kepada responden melalui jasa pengiriman dan
jawaban diberikan dengan wawancara atau jawaban tertulis. Analisa data dilakukan secara
deskriptif.
Hasil:
Data diperoleh dari 30 RSUD (1 kelas A, 12 kelas B, 14 kelas C dan 3 kelas D). Rata tingkat
implementasi tata kelola klinis di RSUD di Jawa tengah 67% rata-rata tingkat pemenuhan
struktur tata kelola klinis 75% dan rata-rata tingkat pelaksanaan proses tata kelola klinis 58%.
Tingkat pelaksanaan tugas Komite medik adalah audit medis 3,3% kredensialing 3,3%
pengembangan profesi berkelanjutan 50% dan pembinaan profesionalisme kedokteran 70%.
Kendala dalam pelaksanaan PerMenkes No. 755/Menkes/Per/IV/2011 adalah penyebaran
dokter spesialis tidak merata dan kurangnya dukungan dari pihak manajemen RS.
Kesimpulan:
Implementasi tata kelola klinis oleh komite medik di RSUD di Jawa tengah belum sesuai
dengan peraturan yang ada titik perlu adanya penguatan untuk komitemedi, pembuatan
pedoman tata kelola klinis oleh yang berwenang dan monitoring pelaksanaannya.

7. Pengaruh pelibatan keluarga dalam program prolanis terhadap kepatuhan minum obat dan
pengendalian gula darah pasien diabetes melitus tipe 2
Tahun: 2015
Penulis: Ch. Novita Indriani, Didik Tamtomo dan Ari Probandari
Latar belakang:
Prevalensi penyakit diabetes melitus (diabetes) di seluruh dunia terus meningkat titik
kepatuhan minum obat dan pengendalian gula darah merupakan masalah umum dalam
penanganan penyakit diabetes. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) telah
dilaksanakan PT Askes (BPJS Kesehatan) pada pelayanan dokter keluarga untuk menangani
penyakit kronis secara komprehensif. Kegiatan prolanis dapat dikembangkan dengan
melibatkan keluarga dalam kegiatannya.
Tujuan:
Studi ini mengukur pengaruh pelibatan keluarga dalam prolanis terhadap kepatuhan minum
obat dan pengendalian kadar gula darah pada pelayanan dokter keluarga.
Metode:
Dilakukan penelitian eksperimental murni dengan rancangan single blind randomized
controlled trial. Subjek penelitian adalah 36 pasien diabetes tipe 2 pada 1 klinik dokter
keluarga di Surakarta yang menjadi peserta aktif prolanis dan memenuhi kriteria inklusi.
Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara random yaitu kelompok perlakuan (dengan
pendamping keluarga) dan kelompok kontrol (tanpa pendamping). Analisis bivariat
kepatuhan minum obat dan kadar gula darah diukur sebelum dan sesudah pelaksanaan
program. Kepatuhan minum obat dianalisis dengan uji chi square, sedangkan gula darah
dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Analisis perbedaan efek dilakukan dengan
mengendalikan variabel umur, menggunakan regresi logistik multivariat
Hasil:
Sebelum pelaksanaan intervensi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok
dalam hal kepatuhan minum obat (p 0,182) dan pengendalian kadar gula darah (p 0,798).
Sesudah pelaksanaan program tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok
dalam hal pengendalian kadar gula darah (p 0,171), namun kepatuhan minum obat di
kelompok perlakuan secara signifikan lebih baik dibandingkan kelompok kontrol (p 0,034).
Efek kepatuhan minum obat tetap signifikan setelah mengendalikan variabel umur pasien
pada analisis regresi logistik multivariat (p 0,013).
Kesimpulan:
Pelibatan keluarga dalam kegiatan prolanis meningkatkan kepatuhan minum obat tetapi tidak
berpengaruh terhadap pengendalian kadar gula darah pasien diabetes tipe 2.

8. Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan


Tahun: 2011
Penulis: Rahmah Hida Nurrizka dan Wiko Saputra
Latar belakang:
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan salah satu indikator dari pengukuran
pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah terhadap masyarakat. Ini tertuang
dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera No. 25/2004 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengukuran indeks kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.
Metode:
Penelitian ini mengukur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan kesehatan
dengan objek studi pada RSUD. Achmad Mochtar Sumatera Barat.
Hasil:
Hasil pengukuran IKM pada RSUD Achmad Mochtar menunjukkan: (1) secara umum
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat masuk ke dalam kriteria baik hanya empat
unsur pelayanan yang kurang baik yaitu kedisiplinan petugas dalam pelayanan, kecepatan
pelayanan, kepastian biaya pelayanan dan kepastian jadwal pelayanan, (2) dari jenis
pelayanan, pelayanan pada rawat inap lebih baik daripada pelayanan pada rawat jalan dan
IGD, (3) terdapat perbedaan pelayan berdasarkan unit pelayanan, tiga unit pelayanan terbaik
berdasarkan IKM berada pada unit kebidanan/ kandungan, kulit/kelamin dan THT.
Berdasarkan temuan ini, pemerintah daerah dan pihak rumah sakit dapat melakukan
perbaikan pelayanan.
Kesimpulan:
Dari analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan matrik simulasi. Matrik
simulasi permasalahan dirancang untuk dapat menggambarkan dengan jelas unsur-unsur
pelayanan yang memiliki mutu pelayanan paling rendah pada masing-masing unit kerja
terhadap standar minimum pelayan pada RSUD Achmad Mochtar.

9. Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Transaksi Puskesmas Di Kabupaten Bantaeng


Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun: 2010
Penulis: Sudarianto, Haryanto dan Anis Fuad
Latar belakang:
Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari empat strategi utama pembangunan
kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan telah mencoba menerapkan sistem
informasi di Puskesmas yang berbasis elektronik dengan nama Sistem Informasi Transaksi
Puskesmas (Sitrapus) di Kabupaten Bantaeng sejak tahun 2006. Akan tetapi belum pernah
dilakukan evaluasi mengenai keefektifan program tersebut.
Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan Sitrapus di Kabupaten Bantaeng dari
aspek proses pengembangan, output sistem, hambatan dan dukungan penerapannya.
Metode:
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif pada Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan melakukan wawancara
mendalam dan observasi sebagai metode pengumpulan data.
Hasil:
Dari segi proses pengembangan Sitrapus belum melibatkan operator secara mendalam dalam
perancangan sistem, pengoperasian Sitrapus belum tersosialisasi dengan baik sehingga
pengguna masih merasa terbebani, belum ada struktur organisasi yang khusus menangani
sistem informasi, masih kurangnya pembinaan, dan belum adanya technical support yang
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan Sitrapus. Output Sitrapus menghasilkan laporan
tentang penyakit tetapi belum akurat, belum relevan dengan kebutuhan organisasi karena
hanya tentang penyakit, tetapi dapat mempermudah pekerjaan karena lebih cepatnya
pencarian data. Hasil Sitrapus dimanfaatkan di Puskesmas sebagai dasar untuk menghitung
retribusi, sedangkan akses data ke Kabupaten belum tepat waktu.
Kesimpulan:
Penerapan Sitrapus di Kabupaten Bantaeng belum optimal karena proses penerapannya
belum berjalan sesuai dengan kaidah siklus pengembangan sistem dan outputnya hanya
mengenai informasi penyakit.

Anda mungkin juga menyukai