Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PELATIHAN DISCHARGE PLANNING MODEL LIMA


KEPADA PERAWAT DI RS TK. II R.W. MONGOSIDI
MANADO

Oleh
Nama : Ns. Irma Yahya, S.Kep.,M.Kes
NIDN : 0915019102
S1 Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO


2022
ABSTRAK

Perencanaan pulang (Discharge planning) perlu diterapkan sejak pasien masuk ke rumah
sakit sampai hari pemulangan. Pemberian informasi yang efektif dapat menambahkan pengetahuan
dan keterampilan pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan mandiri dirumah yang di
asumsikan sebagai kesiapan pemulangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy
experiment dengan desain posttest with only control group. Pengambilan sampel adalah purposive
sampling, selama penelitian 1 bulan 1 minggu, mongosidi manado dengan masing-masing sampel
berjumlah 7 responden, kelompok intervensi mendapatkan perlakuan berupa Discharge Planning
model LIMA, sedangkan kelompok control tidak diberikan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifkan kesiapan pulang pasien kelompok planning model LIMA terhadap
kesiapan pulang pasien.

Kata Kunci: Kesiapan Pasien, Discharge Planning Model LIMA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Discharge planning merupakan suatu bagian penting dan memiliki pengaruh

dalam sebuah pelayanan keperawatan. Pelaksanaan discharge planning yang belum

sesuai dan belum optimal akan mengakibatkan kerugian bagi pasien seperti

meningkatnya angka perawatan berulang, memperlambat penyembuhan,

meningkatnya angka kembalinya pasien ke rumah sakit akibat penyakit yang sama,

meningkatnya lama perawatan, dan meningkatnya angka kematian (Junaidy, 2017).

Idealnnya, discharge planning dimulai saat penerimaan pasien masuk hingga

evaluasi tindakan pada saat pasien akan pulang,untuk mengkaji kemungkinan

rujukan, atau perawatan lanjut dirumah sesuai kebutuhan (Shofiana, 2014).

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang secara langsung

terlibat dalam pelaksanaan discharge planning yang juga akan menentukan

keberhasilan dari pelaksanaan discharge planning. Perawat yang tidak

melaksanakan discharge planning dengan baik dan benar akan memberikan dampak

yang negatif terhadap kwalitas kesehatan pasien (Pribadi, 2019). Perawat harus

mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan data yang berhubungan kemudian

mengidentifikasi masalah aktual dan potensial, mementukan tujuan bersama-sama,

memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan cara dalam mempertahankan atau

memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal serta mengevaluasi

kesinambungan asuhan keperawatan yang telah di berikan kepada pasien dan

keluarganya (Koeswo, 2014).


Permasalahan discharge planning tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga

terjadi di dunia di mana Menurut World Health Organization (WHO) permasalahan

perencanaan pulang sudah lama menjadi permasalahan dunia. Data dunia

pelaporkan bahwa sebanyak 23% perawat australia tidak melaksanakan discharge

planning, dan di inggris bagian barat daya juga menunjukan bahwa sebanyak 34%

perawat tidak melaksanakan discharge planning. Di Indonesia sebanyak 61 %

perawat di Yogyakarta tidak melakukan perencanaan pulang. Penelitian yang di

lakukan di bandung menunjukan bahwa sebanyak 54% perawat tidak melaksanakan

perencanaan pulang (Pribadi,2019).

Berdasarkan hasil pengambilan data awal yang dilakukan dengan

wawancara kepada 5 orang perawat, ketika ditanya tentang discharge planning,4

orang perawat tidak dapat menjawab dengan benar tentang pertanyaan- pertanyaan

yang diberikan mengenai pelaksanaan discharge planning dan 1 orang perawat

dapat menjawab dengan benar tentang pertanyaan yang diajukan. Ketika ditanya

mengenai pelaksanaannya 2 orang perawat mengatakan pelaksanaan discharge

planning hanya mereka lakukan ketika pasien akan pulang dan terkadang mereka

hanya mengisi formulir saja tanpa berdiskusi langsung dengan pasien terkait dengan

kondisi pasien dan apa yang harus mereka persiapkan ketika akan pulang karena

terbatasnya waktu, pasien yang mendadak pulang, banyaknya pasien yang di rawat

di ruangan yang tidak sebanding dengan jumlah perawat yang bertugas, banyaknya

pekerjaan yang harus perawat lakukan di ruangan yang membuat mereka tidak dapat

memberikan pelayanan discharge planning yang baik bagi pasien.

2
Kemudian 3 orang perawat mengatakan pelaksanaan discharge planning mereka
lakukan namun hanya sebatas seperti memberikan informasi mengenai
diet, memberikan pendidikan kesehatan, dan menjelaskan tentang obat-obatan,

karna menurut mereka hanya ketiga hal tersebutlah yang sangat penting bagi pasien

dalam pelaksanaan discharge planning.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan 2 orang pasien yang akan pulang tentang

pelaksanaan discharge planning menyatakan bahwa informasi yang mereka

dapatkan adalah tentang jadwal kontrol ulang, cara minum obat dan diet. Sedangkan

untuk perawatan yang dibutuhkan, lingkungan yang baik bagi kesehatan pasien,

aktivitas sehari-hari, informasi mengenai penyakit pasien, dan pelayanan kesehatan

yang ada di komunitas tidak di jelaskan secara rinci,.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan perawat dalam pelaksanaan

discharge planning di ruangan rawat inap RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano”.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perawat agar dapat

lebih memperhatikan lagi tentang pelaksanaan discharge planning yang baik dan

yang benar, agar nantinya dapat diterapkan kepada pasien dan keluarga pasien

sehingga dapat menghasilkan suatu pelayanan keperawatan yang berkualitas. Bagi

RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan keperawatan

khususnya mengenai pelaksanaan discharge planning yang terintegrasi dan

terstruktur. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi

penelitian selanjutnya yang akan mengambil topik tentang discharge planning.

3
B. Permasalahan Mitra

Hasil wawancara yang dilakukan dengan 2 orang pasien yang akan pulang

tentang pelaksanaan discharge planning menyatakan bahwa informasi yang mereka

dapatkan adalah tentang jadwal kontrol ulang, cara minum obat dan diet. Sedangkan

untuk perawatan yang dibutuhkan, lingkungan yang baik bagi kesehatan pasien,

aktivitas sehari-hari, informasi mengenai penyakit pasien, dan pelayanan kesehatan

yang ada di komunitas tidak di jelaskan secara rinci,.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan perawat dalam pelaksanaan

discharge planning di ruangan rawat inap RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano”.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perawat agar dapat

lebih memperhatikan lagi tentang pelaksanaan discharge planning yang baik dan

yang benar, agar nantinya dapat diterapkan kepada pasien dan keluarga pasien

sehingga dapat menghasilkan suatu pelayanan keperawatan yang berkualitas.Bagi

RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan keperawatan

khususnya mengenai pelaksanaan discharge planning yang terintegrasi dan

terstruktur. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi

penelitian selanjutnya yang akan mengambil topik tentang discharge planning.

4
C. Tujuan Kegiatan
1. Untuk menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial,
meningkatkan kemnadirian pasien dan keluarganya.
2. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien, membantu rujukan
pasien pada sistem pelayanan yang lain.
3. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta
sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien.

D. Manfaat kegiatan
Manfaat dari kegiatan ini adalah
1. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat pelajaran selama di rumah
sakit sehingga dimanfaatkan sewaktu dirumah.
2. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan untuk melakukan keperawatan
rumah.
3. Tindak lanjut yang sistemis yang di gunakan untuk menjamin komunitas
keperawatan pasien.

BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA

A. Discharge Planning

2.1.1 Definisi Discharge Planning

Discharge planning adalah suatu proses yang sistematis dalam pelayanan

kesehatan untuk membantu pasien dan keluarga dalam menetapkan

kebutuhan, mengimplementasiakan serta mengkoordinasikan rencana

perawatan yang akan dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit

sehingga dapat meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatannya

(Nursalam, 2015).

Discharge planning merupakan suatu proses yang dinamis dan sistematis

dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan

kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum

dan sesudah pulang. Perencanaan pulang merupakan proses yang dinamis

agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyiapkan

pasien melakukan perawatan mandiri di rumah (Pribadi, 2019).

Discharge planning didapatkan dari proses interaksi ketika perawat

professional, dokter, pasien, keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan

mengatur kontinuitas keperawatan. Perencanaan pulang diperlukan oleh

pasien dan harus berpusat pada masalah pasien, yaitu pencegahan,

terapeutik,

6
rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebenarnya. Perencanaan pulang

akan menghasilkan sebuah hubungan yang terintegrasi yaitu antara

perawatan yang diterima pada waktu dirumah sakit dengan perawatan yang

diberikan setelah pasien pulang. Pemulangan pasien dari rumah sakit

kembali ke rumah telah disepakati oleh pasien. Dengan melalui persetujuan

pasien ini akan memberikan kesempatan pada pasien untuk mempersiapkan

diri untuk pemulangan. Persiapan secara fisik, mental dan psikologis

diperlukan untuk pemulangan (Junaidi, 2017).

2.1.2 Tujuan Discharge Planning

Tujuan discharge planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan

khusus untuk mempertahankan atau pencapaian fungsi kesehatan yang

maksimal setelah pemulangan (Taharuddin, 2017). Selain itu, tujuan lainnya

adalah Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial,

meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga, meningkatkan perawatan

yang berkelanjutan pada pasien, membantu rujukan pasien pada system

pelayanan yang lain, membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan

dan keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan

status kesehatan pasien, melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit

dan masyarakat (Nursalam, 2015).

2.1.3 Elemen Discharge Planning

Elemen discharge planning yang sukses harus mencakup yaitu,

discharge planning harus dimulai pada saat pasien masuk ke suatu

pelayanan kesehatan dan berlanjut hingga akan pulang, mempergunakan alat

pengkajian discharge planning yang khusus sehingga informasi yang

diambil tidak semata-mata dari catatan pengakuan saja, merumuskan


7
standard alat pengkajian yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan prediksi,

seperti checklist gejala atau format lain yang bisa digunakan, memilih

discharge planning yang paling sesuai dengan pasien (Setiawan, 2014

Pribadi, 2019).

2.1.4 Faktor-faktor yang perlu dikaji pada pelaksanaan discharge planning

Faktor-faktor yang perlu dikaji dalam pelaksanaan discharge planning

yaitu : Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, dan perawatan yang

diperlukan, kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam keluarga,

keinginan keluarga dan pasien menerima bantuan dan kemampuan mereka

memberi asuhan, bantuan yang diperlukan pasien, pemenuhan kebutuhan

aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi, istirahat dan tidur,

berpakaian, kebersihan diri, keamanan dari bahaya, komunikasi, keagamaan,

rekreasi dan sekolah, sumber dan sistem pendukung yang ada di masyarakat,

sumber finansial dan pekerjaan, fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien

setelah dirawat, kebutuhan perawatan dan supervisi dirumah (Nursalam, 2015).

8
B. Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan yang dalam bahasa inggris disebut knowledge diartikan

sebagai pemahaman atau sesuatu hal yang diketahui atau dipahami oleh

seseorang.Berkenaan dengan hal yang dikenali atau diketahui, seseorang

dapat memahami dan mungkin melakukan atau mengaplikasikan tentang

pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu (Setyosari, 2018).

Pengetahuan memiliki dua klasifikasi yaitu pengetahuan non ilmiah

dan pengetahuan pra ilmiah. Pengetahuan non ilmiah adalah informasi yang

tidak dapat menemukan kebenaran dan diproses secara ilmiah seperti

pengetahuan tentang keberadaan Tuhan dan lain-lain. Pengetahuan pra

ilmiah adalah informasi yang dapat diketahui kebenarannya dengan cara

ilmiah seperti adanya oksigen dimuka bumi ini, terjadinya bencana dan lain-

lain (Waryana, 2016).

2.2.2. Sumber- sumber pengetahuan

Sumber pengetahuan yang pertama yaitu, Pengalaman (Experience)

sumber-sumber pengetahuan bisa berasal dari pengalaman hidup sehari-hari

yang dimiliki oleh seseorang. Pengalaman sehari-hari tidak memerlukan

pembuktian apalagi menyangkut cara berpikir kritis, karna sifatnya yang

umum atau awam itulah orang menerima apa adanya saja. Yang kedua

adalah kewenangan atau otoritas, kita memperoleh pengetahuan dari

seseorang yang memiliki kewenangan, yaitu memiliki kemampuan atau

kapabilitas tertentu dalam hal tertentu. Wewenang atau otoritas dimiliki oleh

seseorang yang sudah memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Ketiga

9
adalah berpikir deduktif yang disebut juga penalaran deduktif merupakan

proses berpikir yang didasarkan pada penyataan-pernyataan yang bersifat

umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu

(Budiman dan Riyanti, 2013).

Keempat adalah berpikir induktif, penalaran induktif berdasarkan

pada pengamatan atau fakta dilapangan. cara berpikir induktif pada

pokoknya bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu kebenaran tidaklah

selalu berasal dari otoritas atau keenangan belaka. Dalam berpikir induktif

seseorang harus melakukan pengamatan atau observasi sendiri, mencari

fakta atau mencapai suatu generalisasi. Kelima, berpikir ilmiah adalah

proses melakukan penalaran terhadap seseuatu hal sesuai dengan prosedur

ilmiah. Sesuatu disebut ilmiah apa bila bisa ditangakap dengan rasio (pikir).

Dengan sesuatu dikatakan rasional apabila cara pemikirannya dilandasi oleh

prosedur ilmiah atau sesuatu dikatakan rasional apabila dapat diterima oleh

akal (Setyosari.2013).

2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya yaitu ;

Pendidikan, Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan perilaku

seseorang atau kelompok yang dapat mendewasakan manusia yang

didapatkan dengan upaya pengajaran dan pelatihan. Kedua adalah Informasi

atau media masa yaitu teknik dalam mengumpul, menyimpan,

memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, serta menyebarkan informasi.

Semakin luas informasi seseorang maka akan semakin luas pengetahuan

yang dimilikinya. Informasi bisa didapatkan secara formal ataupun

nonformal(Waryana, 2016).

10
Ketiga adalah Budaya, sosial, dan ekonomi. Tradisi atau budaya

dapat menambah pengetahuan walaupun tidak melakukannya, serta status

ekonomi juga dapat menentukan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk

hal tertentu sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan, dan seseorang yang

memiliki sosial

budaya yang baik maka pengetahuannya pun akan baik begitu pula

sebaliknya. Ke empat Pengalaman, Pengalaman dapat diperoleh dari

pengalaman orang lain maupun diri sendiri, maka semakin banyak

pengalaman yang telah dilalui dan semakin luas pengalamannya dapat

mempengaruhi pengetahuan.

Kelima yaitu Lingkungan, karena mempengaruhi proses masuknya

pengetahuan pada seseorang yang diakibatkan karena interaksi dan respons.

Lingkungan yang baik akan membuat pengetahuan yang didapatkan juga

baik dan jika kurang baik maka pengetahuan yang diperoleh pun menjadi

kurang baik. Yang terakhir adalah usia, semakin bertambahnya usia

seseorang maka akan semakin bagus pula daya tangkap dan pola pikir

seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh juga semakin membaik dan

bertambah (Budiman dan Riyanti, 2013).

C. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek, baik

yang bersifat internal maupun eksternal sehingga manifestasinya tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup tersebut. Meskipun begitu, sikap secara realitas menunjukan adanya

kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu. Sikap sendiri memiliki beberapa

11
tingkatan yaitu menerima,merespons, menghargai, dan bertanggung jawab

(Donsu, 2017). Sama halnya dengan pengetahuan, dalam sikap juga terdapat

tingkatannya, yang pertama adalah menerima (receiving) dimana subjek atau

seseorang mau menerima hal yang diberikan. Yang kedua adalah menanggapi

(responding) yaitu ketika subjek dapat memberikan jawaban serta tanggapan

terhadap sebuah pertanyaan yang diberikan. Yang ketiga adalah menghargai

(vaving),ketika dan seseorang atau subjek dapat memberikan nilai yang positif

terhadap objek. Dan tingkatan yang tertinggi dari sikap adalah bertanggung jawab

(responsible), ketika seseorang mengambil sikap dan berdasarkan pada

keyakinannya maka harus juga siap dengan mengambil resiko sekalipun terdapat

resiko lainnya (Waryana,2016).

Sikap dibedakan menjadi tiga komponen yang saling menunjang yaitu,

kepercayaan atau keyakinan,emosional atau evaluasi seseorang, dan

kecenderungan dalam bertindak. Ketiga komponen ini akan saling menunjang dan

dapat menghasilkan suatu sikap yang utuh pada individu (Azwar, 2013).

D. Penelitian Terkait

1. Pada penelitian terkait pertama, Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Teguh pribadi, Ricko Gunawan dan Djunizar Djamaludin mengenai “Hubungan

pengetahuan dan komunikasi perawat dengan pelaksanaan perencanaan pulang

di ruang rawat inap RSUD Zainal Abidin Pagaralam Way Kanan tahun 2019”.

Hasil uji statistic chi square didapatkan hasil p=value 0.001 (<0.05) yang

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pelaksanaan

perencanaan pulang di ruang rawat inap RSUD Zainal Abidin Pagaralam Way

Kanan tahun 2018 dengan nilai OR 5,855 yang artinya responden yang memiliki

pengetahuan kurang baik 5,855 kali berpeluang akan tidak melaksanakan

12
perencanaan pulang dengan baik. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

menentukan tindakan yang akan dilakukan, pengetahuan yang tinggi dan benar

akan membuat tindakan seseorang menjadi terarah dan dilakukan dengan baik

serta sesuai.

13
2. Penelitian yang dilakukan oleh Baiq Astuty mengenai “Pengaruh beban kerja

perawat terhadap pelaksanaan discharge planning pada pasien baru di rumah

sakit TK. II. Dr Soepraoen Malang tahun 2014 “Hasil analisis menggunakan uji

chi-square didapatkan nilai p=value 0,009 yang berarti lebih kecil dari 0,05.

Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara beban kerja

perawat dengan pelaksanaan discharge planning pada pasien baru di Rumah

Sakit TK.II dr. Soepraoen Malang”. Kesimpulan: Beban kerja yang berlebihan

pada perawat nantinya akan mengakibatkan stress kerja sehingga hal tersebutlah

yang akan membuat menurunkan performa perawat dalam memberikan

pelayanan kesehatan terutama dalam hal ini memberikan pelaksanaan discharge

planning secara optimal dan profesional.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Dene Fries Sumah tentang “Hubungan

pengetahuan perawat dengan pelaksanaan discharge planning di RSUD dr. M.

Haulussy Ambon” tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi

analitik kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Teknik penetapan

sampel yang digunakan adalah total sampling. Instrument penelitian berupa

kuesioner dan observasi. Data dianalisis secara statistic dengan menggunakan uji

chi square. Hasil penelitian diketahui bahwa responden yang mayoritas

memiliki pengetahuan baik ada sebanyak 14 responden (66.7%) dan

minoritas memiliki pengetahuan

14
yang kurang sebanyak 7 orang (33.3%). Berdasarkan hasil analisis uji Fisher’s

excat test diketahui bahwa nilai p = 0,006 sehingga < α = 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa yang berarti bahwa ada hubungan pengetahuan perawat

dengan pelaksanaan discharge planning di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

Pengetahuan yang baik akan membuat perilaku dalam pelaksanaan discharge

planning akan menjadi baik pula, begitu juga jika pengetahuan perawat kurang

tentang pelaksanaan discharge planning maka dalam pelaksanaannya pun tidak

akan maksimal.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Novita Elyana, Endang Pertiwiwati, Herry

Setiawan tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan perawat

dalam penerapan discharge planning di RSUD Ratu Zalecha Martapura”.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional, dengan jumlah responden sebanyak

44 orang. Hasil uji Fisher's Exact Test untuk mengetahui hubungan pengetahuan

perawat dengan penerapan didapatkan p-value 0,004 (p<0,05) dan hubungan

motivasi perawat dengan penerapan didapatkan p-value 0,002 (p<0,05).

Pengetahuan dan motivasi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kesiapan perawatdalam penerapan discharge planning di RSUD Rattu Zalecha

Martapura. Dari hasil penilaian diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan

antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan discharge planning dan

ada hubungan yang signifikan antara motivasi perawat dengan penerapan

discharge planning.

15
5. Penelitian yang dilakukan oleh Rhadiatul Aulia Sari Junaidi tentang “Analisis

pelaksanaan discharge planning dan faktor determinannya pada perawat

diruangan rawat inap RSUD jambak kabupaten pasaman barat tahun 2017”.

Analisis bivariate dengan uji chi-square dan analisis multivariat dengan regresi

logistic. Hasil penelitian bivariat, tidak ada hubungan yang bermakna antara

karakteristik perawat, usia, jenis kelamin, status perkawinan, sikap dan lama

bekerja dengan pelaksanaan discharge planning P value >0,05. Ada hubungan

yang bermakna antara karakteristik dari segi pendidikan dengan pelaksanaan

discharge planning P value <0,05. Ada hubungan yang bermakna antara

motivasi dan komunikasi dengan pelaksanaan discharge planning P value

<0,05. Dari beberapa faktor tersebut, pendidikan perawat mempunyai pengaruh

yang paling tinggi untuk pelaksanaan discharge planning

16
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Kerangka Pemecahan Masalah

Discharge Planning
Pelatihan Discharge Model LIMA Kepada
Planning perawat di RS TK.II R.W
Mongosidi Manado

B. Realisasi Pemecahan Masalah

Berdasarkan kerangka masalah diatas, Pelatihan Discharge Planning model LIMA Kepada
Perawat di RS TK.II R.W Mongosidi Manado
1. Pemberian pelatihan Discharge Planning Model LIMA Kepada perawat di RS TK.II R.W

Mongosidi

C. Khalayak Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah seluruh Perawat di RS TK.II R.W Mongosidi Manado

D. Metode Pengabdian

Metode yang di lakukan dalam kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan pelatihan Discharge
Planning Model LIMA Kepada perawat di RS TK.II R.W Mongosidi Manado
E. Tempat dan Waktu Kegiatan

1. Tempat
Tempat di RS TK.II R.W Mongosidi Manado
2. Waktu kegiatan
Waktu kegiatan yaitu pada tanggal 15 Juni 2022
3. Sarana dan Alat yang di gunakan

1. Formulir discharge planning


2. Formulir resume keperawatan
3. alat tulis
4. Pihak Yang Terlibat

1. seluruh Perawat
2. Pihak RS TK.II R.W Mongosidi Manado
17
3. Perawat Profesional yang memberikan pelatihan

5. Kendala dan Upaya Pemecahan

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang secara langsung terlibat dalam
pelaksanaan discharge planning yang juga akan menentukan keberhasilan dari pelaksanaan
discharge planning. Perawat yang tidak melaksanakan discharge planning dengan baik dan
benar akan memberikan dampak yang negatif terhadap kwalitas kesehatan pasien.
6. Rancangan dan Upaya Pemecahan

Evaluasi yang akan dilakukan dengan memberikan pelatihan Dischagre Planning Model LIMA
Kepada perawat di RS TK.II R.W Mongosidi Manado

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Beberapa kegiatan yang dilakukan :

1. Pemberian pelatihan Discharge Planning Model LIMA Kepada perawat di RS TK.II R.W

Mongosidi Manado

2. Evaluasi yang akan dilakukan dengan memberikan pelatihan Discharge Planning Model

LIMA Kepada perawat di RS TK.II R.W Mongosidi Manado

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengambilan data awal yang dilakukan dengan wawancara

kepada 5 orang perawat, ketika ditanya tentang discharge planning, 4 orang perawat

tidak dapat menjawab dengan benar tentang pertanyaan- pertanyaan yang diberikan

mengenai pelaksanaan discharge planning dan 1 orang perawat dapat menjawab dengan

benar tentang pertanyaan yang diajukan. Ketika ditanya mengenai pelaksanaannya 2

orang perawat mengatakan pelaksanaan discharge planning hanya mereka lakukan

ketika pasien akan pulang dan terkadang mereka hanya mengisi formulir saja tanpa

berdiskusi langsung dengan pasien terkait dengan kondisi pasien dan apa yang harus

mereka persiapkan ketika akan pulang karena terbatasnya waktu, pasien yang mendadak

pulang, banyaknya pasien yang di rawat di ruangan yang tidak sebanding dengan jumlah

perawat yang bertugas.

19
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan yang baik tentang pelaksanaan


discharge planning
2. Sebagian besar perawat mempunyai sikap positif tentang pelaksanaan discharge
planning
3. Sebagian besar perawat mempunyai beban kerja yang tinggi
4. Sebagian besar pelaksanaan discharge planning sudah terlaksana
5. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan
discharge planning
6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara Sikap perawat dengan pelaksanaan
discharge planning
7. Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja perawat dengan pelaksanaan
discharge planning

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan diatas maka peneliti ingin memberikan
saran sebagai berikut :
1. Untuk perawat agar mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan discharge
planning dan agar lebih baik lagi dalam melaksanakan discharge planning
bagi pasien agar dapat meningkatkan mutu pelayanan.
2. Untuk RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano agar dapat memperbaiki kembali
format pelaksanaan discharge planning yang ada diruangan dan agar dapat
memberikan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang pelaksanaan discharge
planning bagi pasien.

20
3. Bagi penelitian selanjutnya

Agar peneliti berikutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang


mempengaruhi pelaksanaan discharge planning, seperti motivasi,
supervisi, dan lama berkerja.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA), 2012. Heart Disease and stroke statistics2012 update

Azimatunissa, Kinantoro, 2011. Hubungan Discharge Planning dengan kesiapan pasien


dalam menghadapi pemulangan dir s pku muhammadiyah Yogyakarta. Diakses
tanggal: 23 mei 2021

Dian Wahyuni, dkk, 2016. Karakteristik, Pengetahuan, Pelaksanaan, Perencanaan pulang


yang dilakukan oleh perawat.

Eka, Y, dkk.2020. Pengaruh Discharge Planning Model LIMA Terhadap Kesiapan


Pulang Pasien dengan Diabetes Mellitus diakses tanggal: 6 mei 2021,jam 14:30
dari https://pdf.semanticsholar.org/e65d/a04a02s6ca

Anda mungkin juga menyukai