Anda di halaman 1dari 102

RINGKASAN

Perkembangan dunia industri di Indonesia saat ini harus cepat guna


mengimbangi persaingan dengan luar negeri di era pasar bebas. Kemajuan industri
tidak dapat lepas dari dukungan industri-industri hulu salah satunya adalah industri
pengecoran. Industri pengecoran yang kuat dalam arti mampu menghasilkan
produk dengan kualitas yang baik dan harga yang bersaing merupakan salah satu
hal yang perlu ikut kita bangun bersama.

Kondisi as-cast material pengecoran tidak selalu mampu mencapai kualitas


yang diinginkan. Proses Perlakuan panas merupakan suatu langkah untuk mencapai
kualitas material sesuai dengan tuntutan yang diinginkan. Melalui proses perlakuan
panas dapat dicapai kualitas material yang sanggup melewati batasan-batasan
yang hanya dapat dicapai pada kondisi as-cast, misalnya kekerasan, kuat tarik,
harga impak dll.

Dalam kondisi as-cast besi cor nodular memiliki batasan kuat tarik maksimum
80 kgf/mm2, kekerasan maksimum 352 HB, harga impak maksimum 14 Joule. Proses
perlakuan panas dapat mengubah sifat-sifat mekanik besi cor nodular. Pola
pendinginan yang diterapkan dalam proses perlakuan panas sangat menentukan
Struktur Mikro yang dihasilkan dan juga sifat mekanik yang dapat dicapai. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa melalui proses perlakuan panas dapat dicapai kuat
tarik s/d 150 kgf/mm2 , kekerasan 656 HB dan harga impak 22 joule.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang Maha Pengasih, karena
dengan berkah dan rakhmat-Nya penulisan tugas sarjana ini dapat diselesaikan.
Tugas sarjana ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana teknik
dari Institut Teknologi Bandung. Penulisan tugas akhir ini berjudul “Analisis Perubahan
Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Besi Cor Nodular 700 Setelah Mengalami Proses
Perlakuan Panas (Annealing , Normalising, Hardening dan Austempering)”.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada :
• Bapak Dr. Ir. H. Rochim Suratman selaku pembimbing atas bimbingan
dan dorongannya dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.
• Bapak Ir Widodo dan Bapak Ir Casiman selaku asisten pembimbing
• Seluruh staf dan karyawan divisi pengecoran logam Polman yang telah
membantu penulis selama melakukan penelitian.
• Istri dan anak-anak tercinta, orang tua dan kakak atas doa-doanya
• Rekan-rekan S1 khusus atas dukungannya
Penulis menyadari, dalam penulisan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
untuk kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga
penulisan tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bandung, Januari 2001

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HAL
RINGKASAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Tujuan Penelitian 2
1.3 Ruang Lingkup Kajian 2
1.4 Cara Memperoleh Data 3
1.5 Sistematika Penulisan 4

BAB II DASAR TEORI 6


2.1 Paduan Besi – Karbon 6
2.2 Besi Cor Nodular 9
2.2.1 Klasifikasi Besi Cor Nodular 9
2.2.2 Struktur Mikro dan Pembulatan Grafit BCN 11
2.2.3 Produksi Besi Cor Nodular 14
2.2.4 Komposisi Paduan BCN 15
2.2 Proses Perlakuan Panas BCN 20
2.2.1 Temperatur Kritik 22
2.2.2 Austenisasi 23
2.2.3 Diagram TTT (Time Transformation Temperature) 23
2.2.4 Laju Pendinginan 25
2.2.5 Annealing 26
2.2.6 Normalising 26
2.2.7 Hardening 27
2.2.8 Tempering 28
2.2.9 Austempered Ductile Iron 28

iii
2.3 Pengujian Bahan 31
2.3.1 Uji Tarik 31
2.3.1.1 Standard Spesifikasi Benda Uji 31
2.3.1.2 Proses Pengujian Tarik 33
2.3.2 Uji Kekerasan 36
2.3.3 Uji Impak 38
2.3.3.1 Standard Spesifikasi Benda Uji 38
2.3.4 Uji Metalografi 41
2.3.4.1 Proses Pengujian Metalografi 41
2.3.4.2 Karakteristik dan Sifat-Sifat Struktur
Mikro Logam Ferro 42

BAB III PROSES DAN DATA PENELITIAN 47


3.1 Diagram Alir Penelitian 47
3.2 Prosedur Percobaan 48
3.3 Pembuatan Cetakan Y Blok 48
3.4 Peleburan BCN 700 49
3.5 Pembongkaran Cetakan dan Pembersihan Hasil Coran 50
3.6 Pemeriksaan Awal Struktur Mikro 50
3.7 Pemotongan Y Blok Menjadi Sampel Untuk Perlakuan Panas 52
3.7.1 Sampel Uji Tarik 51
3.7.2 Sampel Uji Kekerasan 52
3.7.3 Sampel Uji Impak 52
3.7.4 Sampel Uji Metalografi 53
3.8 Perlakuan Panas (Annealing, Normalising, Hardening dan
Austempering) 53
3.9 Uji Tarik Masing-Masing Sampel 57
3.10 Uji Impak Masing-Masing Sampel 58
3.11 Uji Kekerasan Masing-Masing Sampel 59
3.12 Uji Metalografi Masing-Masing Sampel 60

BAB IV ANALISIS 66
4.1 Perubahan Sifat Mekanik 66
4.2 Perubahan Struktur Mikro 70
4.3 Analisis Perubahan Sifat Mekanik dan Struktur Mikro 70

iv
4.3.1 Pola Pendinginan Kontinyu 70
4.3.2 Pola Isotermal 72

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 75


5.1 Kesimpulan 75
5.2 Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 78

LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Diagram Besi – Karbon 7
Gambar 2.2 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Grade 60-40-18 12
Gambar 2.3 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Grade 65-45-12 12
Gambar 2.4 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Grade 80-55-06 12
Gambar 2.5 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Grade 100-70-03 13
Gambar 2.6 Kristal Hexagonal 13
Gambar 2.7 Skematik Pembentukan Grafit Bulat 14
Gambar 2.8 Hubungan Ketebalan Benda dan Nilai CE 16
Gambar 2.9 Hubungan Ketebalan Benda, % Si dan Kandungan Mn 17
Gambar 2.10 Diagram Pseudo-Biner Besi – Karbon – Silisium Untuk Si 2 % 22
Gambar 2.11 Pengaruh Kadar Silisium Pada Temperatur Kritik Besi Cor 23
Gambar 2.12 Diagram TTT Untuk Besi Cor Dengan Si Rendah 24
Gambar 2.13 Pengaruh Kandungan Unsur Mo Pada Diagram TTT Untuk
Besi Cor Nodular 25
Gambar 2.14 Proses Austempering ADI 29
Gambar 2.15 Temperatur Penahanan dan Waktu Penahanan 31
Gambar 2.16 Y Blok Standar DIN 32
Gambar 2.17 Standar Sampel Uji Tarik DIN 50 125 32
Gambar 2.18 Mekanisme Mesin Uji Tarik 33
Gambar 2.19 Kurva Stress – Strain Hasil Uji Tarik 34
Gambar 2.20 Penentuan Yield Strength Metode Offset 0,2 % 35
Gambar 2.21 Prosedur Pengujian Kekerasan Rockwell 38
Gambar 2.22 Spesimen Uji Impak Standar DIN 50 115 39
Gambar 2.23 Alat Uji Impak Charpy 40
Gambar 2.24 Pehitungan Energi Impak 41
Gambar 2.25 Struktur Ferrit 42
Gambar 2.26 Proses Pertumbuhan Perlit 43
Gambar 2.27 Struktur Perlit 43
Gambar 2.28 Struktur Bainit 44
Gambar 2.29 Struktur Martensit 45
Gambar 3.1 Struktur Mikro BCN As-cast Hasil Percobaan 51
Gambar 3.2 Dimensi Sampel Uji Impak 53

vi
Gambar 3.3 Struktur Mikro Full Anil 700 60
Gambar 3.4 Struktur Mikro Anil 61
Gambar 3.5 Struktur Mikro Normalising Pendinginan Udara Bebas 61
Gambar 3.6 Struktur Mikro Normalising Pendinginan Udara Tiup 62
Gambar 3.7 Struktur Mikro Hardening Pendinginan Celup Oli 62
Gambar 3.8 Struktur Mikro Hardening Celup Oli - Temper 63
Gambar 3.9 Struktur Mikro Hardening Pendinginan Celup Air 63
Gambar 3.10 Struktur Mikro Hardening Celup Air - Temper 64
Gambar 3.11 Struktur Mikro Austempering 260 64
Gambar 3.12 Struktur Mikro Austempering 400 65
Gambar 4.1 Pola Pendinginan Kontinyu 71
Gambar 4.2 Pola Isotermal 72

vii
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1.1 Sifat Mekanik Besi Cor Nodular Menurut Standar JIS G 5502 1
Tabel 2.1 Sifat Mekanik Besi Cor Nodular 10
Tabel 2.2 Besi Cor Nodular Standar ISO 1083:1987 10
Tabel 2.3 Besi Cor Nodular Standar DIN 1693 10
Tabel 2.4 Besi Cor Nodular Standar JIS G 5502 11
Tabel 2.5 Besi Cor Nodular Standar ASTM A 536 – 84 11
Tabel 2.6 Komposisi BCN Rekomendasi BCIRA 18
Tabel 2.7 Sifat Mekanik Austempered Ductile Iron ASTM A 897 M –90 28
Tabel 2.8 Jenis-Jenis Garam Untuk Austempering 31
Tabel 2.9 Berbagai Metode Pengujian Kekerasan 37
Tabel 3.1 Peramuan Bahan Baku Besi Cor Nodular 700 49
Tabel 3.2 Hasil Pengecekkan Spetrometer 50
Tabel 3.3 Data Dimensi Aktual Sampel Uji Tarik 57
Tabel 3.4 Data Hasil Pengujian Tarik 58
Tabel 3.5 Harga Kuat Tarik, Yield Strength dan Elongasi 58
Tabel 3.6 Data Dimensi Aktual Sampel Uji Impak 59
Tabel 3.7 Data Hasil Pengujian Impak 59
Tabel 3.8 Data Hasil Pengujian Kekerasan 60
Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Uji Tarik 66
Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Uji Kekerasan 67
Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Uji Impak 67
Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Uji Metalografi 70
Tabel 5.1 Resume Hasil Penelitian 74

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Besi cor nodular (BCN) atau istilah lain FCD/Ferro Casting Ductile

adalah paduan besi dengan kandungan karbon diatas 2,06 %, memiliki matrik

dengan struktur mikro perlit dan/atau ferit dan mengandung grafit berbentuk

bulat. Besi cor nodular dalam kondisi as-cast tanpa paduan khusus memiliki

sifat-sifat mekanik yang cukup baik seperti terlihat pada tabel berikut yang

diambil dari buku JIS Handbook yaitu :

No Kualitas Kuat tarik Elongasi Kekerasan


(Kgf/mm2) (%) (BHN)
1 FCD 37 37 17 min 179 max
2 FCD 40 40 12 min 201 max
3 FCD 45 45 10 min 143 to 217
4 FCD 50 50 7 min 170 to 241
5 FCD 60 60 3 min 192 to 269
6 FCD 70 70 2 min 229 to 302
7 FCD 80 80 2 min 248 to 352

Tabel 1.1 Sifat Mekanik Besi Cor Nodular Menurut Standard JIS G 5502

Dengan mampu tarik yang berkisar antara 37 kgf/mm 2 s/d 80 kgf/mm2

maka besi cor nodular dapat dijadikan alternatif pengganti baja. Salah satu

kelebihan besi cor nodular yaitu temperatur cair besi cor nodular lebih rendah

daripada baja cor. Proses pengecoran besi cor lebih mudah dan murah

dibanding baja cor. Sehingga dewasa ini banyak komponen mesin yang

memakai bahan dari besi cor nodular.

Pengembangan proses untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik yang

lebih baik dari besi cor nodular dapat diperoleh melalui 2 cara yaitu :

1. Perlakuan pada saat cair (liquid treatment)

2. Perlakuan pada saat padat (solid treatment)

1
Bab I - Pendahuluan 2

Proses liquid treatment dilakukan dengan cara mengatur komposisi

paduan pada proses peleburannya yaitu mengatur kadar C, Si, Mn, S, P dan

Mg serta penambahan paduan khusus seperti Cu, Cr, Ni dll. Penambahan

paduan khusus agar dapat dihasilkan sifat mekanik tertentu yang lebih baik

dibanding kondisi tanpa paduan.

Proses solid treatment (perlakuan panas) adalah suatu proses

pemanasan material dalam bentuk padat sampai temperatur pemanasan

tertentu (tergantung jenis proses), tidak sampai temperatur cair, kemudian

diatur laju pendinginannya. Proses tersebut merupakan proses lanjutan yang

dapat dilakukan apabila ternyata sifat mekanik material yang didapatkan

dari proses liquid treatment tidak dapat tercapai atau tidak sesuai dengan

tuntutan sifat mekanik yang diinginkan.

Sejauh mana proses perlakuan panas dapat mengubah sifat mekanik

dan struktur mikro besi cor nodular. Bagaimana fenomena perubahan sifat

mekanik dan struktur mikro besi cor nodular yang terkait didalam perubahan

tersebut menjadi latar belakang bagi penulis untuk mengadakan penelitian

dalam rangka tugas akhir dengan judul “ Analisis Perubahan Sifat Mekanik

dan Struktur Mikro Besi Cor Nodular 700 Setelah Mengalami Proses Perlakuan

Panas (Annealing, Normalising, Hardening dan Austempering)“.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

• Mengetahui perubahan sifat mekanik (kuat tarik, kekerasan dan

harga impak) serta perubahan struktur mikro besi cor nodular 700

setelah mengalami proses perlakuan panas.

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Dalam penelitian ini akan dilakukan suatu proses perlakuan panas

pada sampel uji dengan bahan BCN 700. Dengan kondisi awal disyaratkan
Bab I - Pendahuluan 3

pembulatan grafit minimum 85 %. Sampel uji akan dicor dalam bentuk Y blok

dengan ketebalan uji terpakai 25 mm (standard DIN 50 125 Nr. Y 2). Perlakuan

panas yang dilakukan adalah menaikkan temperatur sampel uji sampai

temperatur austenisasi kemudian dilakukan pendinginan dengan 2 macam

pola pendinginan :

1. Pendinginan kontinyu

• Annealing – pendinginan dalam tungku

• Normalising 1 – pendinginan udara bebas

• Normalising 2 – pendinginan udara tiup

• Hardening 1 – pendinginan oli

• Hardening 2 – pendinginan air

• Tempering – pendinginan udara bebas (untuk sampel hardening oli

dan air)

2. Penahanan isotermal

• Full annealing 700 – penahanan 700 o C

• Austempering 400 – penahanan 400 o C

• Austempering 260 – penahanan 260 o C

Setelah itu akan dilakukan pengujian tarik, kekerasan , impak dan metalografi.

Kajian dalam tulisan ini akan di fokuskan terhadap analisa perubahan sifat

mekanik yaitu kuat tarik, kekerasan, harga impak dan perubahan struktur

mikro yang terjadi.

1.4 Cara Memperoleh Data

Data diperoleh dari percobaan yang dilakukan dan literatur yaitu :

• Data proses peleburan dan analisis spektrometri untuk

memperoleh data komposisi material.

• Data pengukuran untuk memperoleh dimensi aktual sampel uji

tarik dan uji impak.


Bab I - Pendahuluan 4

• Data proses perlakuan panas untuk mendapatkan data

temperatur pemanasan, penahanan dan jenis laju pendinginan.

• Data uji kekerasan, uji tarik dan uji impak untuk mendapatkan sifat

kekerasan , kuat tarik dan harga impak yang terjadi menurut jenis

proses perlakuan panas.

• Data uji metalografi untuk mendapatkan mikrostuktur yang terjadi

menurut jenis proses perlakuan panas.

• Data-data lain yang tidak tercakup dalam percobaan diambil dari

literatur-literatur yang relevan.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman bagi pembaca dan agar tidak

menyimpang dari tujuannya maka hasil percobaan yang didapat akan

dituangkan dalam bentuk karya tulis dengan sistematika sebagai berikut ini :

• Bab 1 PENDAHULUAN : menjelaskan tentang latar belakang, tujuan

penelitian, ruang lingkup kajian, cara memperoleh data serta

sistematika penulisan.

• Bab 2 DASAR TEORI : berisikan teori-teori dari beberapa literatur

sebagai referensi yang menunjang penelitian.

• Bab 3 PROSES dan DATA PERCOBAAN : membahas rincian proses

percobaan dan data-data hasil percobaan.

• Bab 4 ANALISIS : berisi pengolahan data hasil percobaan,

ditampilkan dalam bentuk tabel maupun grafik-grafik dan analisis

data percobaan, mencakup penjelasan-penjelasan mengenai

fenomena-fenomena yang terjadi dikaitkan dengan kaji teoritik

dari literatur-literatur yang ada.

• Bab 5 KESIMPULAN dan SARAN : Berisi kesimpulan atas hasil

percobaan serta beberapa saran tentang hal-hal yang masih


Bab I - Pendahuluan 5

perlu disempurnakan berkaitan dengan percobaan yang

dilakukan dan penerapannya.


BAB II

DASAR TEORI

2.1 Paduan Besi – Karbon

Dalam dunia keteknikan besi merupakan jenis unsur logam yang

paling banyak penggunaannya dari mulai mesin produksi, otomotif, alat berat

dll. Pada tingkat kemurnian tinggi (99,75 %) besi memiliki sifat mekanik sebagai

berikut (data Armco Steel Co.) :

Kuat tarik ; 300 N/mm2

Yield point : 200 N/mm2

Elongasi : 35 – 40 %

Reduksi area : 75 %

Dari data diatas terlihat bahwa besi memiliki kuat tarik yang relatif

rendah dan elongasi serta reduksi area yang cukup tinggi. Padahal tuntutan

sifat mekanik terutama kuat tarik pada kebutuhan pemakaian di lapangan

cukup tinggi bahkan dapat mencapai kebutuhan kuat tarik lebih dari 1000

N/mm2 . Kekurangan lainnya adalah temperatur cair besi murni mencapai

1535O C, temperatur tersebut cukup tinggi bagi peralatan pelebur yang ada

sehingga proses produksinya juga sulit.

Peningkatan kekuatan logam besi dapat di atasi dengan cara

memberikan paduan pada logam besi. Karbon merupakan suatu unsur

paduan yang paling penting bagi besi. Besi dan karbon dapat membentuk

suatu senyawa intermetalik dengan rumus kimia Fe 3C, dengan sifat yang

sangat keras dan getas serta kuat tarik yang tinggi. Karbida besi tersebut

memiliki kandungan karbon 6,67 % dengan sebutan sementit. Paduan besi

dan karbon menjadi suatu logam dasar dimana paduan lainnya seperti Si,

Mn, P, S, Ni, Cu, Mg dll merupakan paduan tambahan untuk menghasilkan

suatu sifat mekanik yang diinginkan. Dengan penambahan paduan karbon

6
Bab II - Dasar Teori 7

maka titik cair logam paduan besi karbon dapat lebih rendah dari besi murni,

hal ini dapat mempermudah proses produksinya.

Besi dengan variasi kandungan karbon dan temperatur tertentu

memiliki sifat dan karakteristik tertentu yang berbeda-beda, hal tersebut

dapat digambarkan dalam suatu diagram fasa besi-karbon. Berikut ini suatu

gambaran diagram fasa besi karbon dengan kandungan karbon sampai

dengan 6,67 %.

Kandungan karbon (persen atom)

Cair

Cair +
Austenit
Cair +
Austenit Sementit primer
Kristal-

Austenit +
Sementit primer
Sementit Sekunder
+ Ledeburit i + Ledeburit I
Austenit
Sementit sekunder

Sementit Sementit primer


Sementit sekunder
sekunder

Kandungan karbon (persen masa)

Gambar 2.1 Diagram Fasa Besi – Karbon 7

Diagram fasa yang digambarkan diatas merupakan diagram fasa besi

dan karbon pada pendinginan lambat. Diagram fasa besi dan karbon

tersebut tidak benar-benar stabil karena karbida besi Fe3C bukan merupakan

senyawa yang stabil. Pada suatu kondisi tertentu misalnya dengan

penambahan unsur Si maka Fe3C dapat terurai menuju kondisi yang lebih

stabil yaitu berbentuk besi (fe) dan karbon (grafit).

Diagram fasa besi-karbon mengandung fasa-fasa dasar berikut :


Bab II - Dasar Teori 8

•  ferrit : fasa ini merupakan suatu larutan padat interstisi karbon dalam latis

kristal BCC besi. Seperti yang digambarkan pada diagram maka karbon

hanya dapat larut dalam  ferrit dengan kelarutan maksimum 0,02 %

pada 723o C. Kelarutan karbon dalam  ferrit menurun sampai 0,005 %

pada 0o C.

• Austenit () : Larutan padat interstisi karbon dalam besi  disebut austenit.

Austenit memiliki latis kristal FCC dan kelarutan yang lebih tinggi dibanding

 ferrit. Kelarutan padat karbon dalam austenit maksimum 2,06 % pada

1147o C dan menurun sampai dengan 0,8 % pada 723 o C.

• Sementit (Fe3C) : Senyawa intermetalik Fe3C dinamakan sementit.

Sementit tidak memiliki batas kelarutan. Sementit memiliki kandungan C

6,67 % dan Fe 93,3 %.

•  ferrit : Larutan padat interstisi karbon pada latis kristal BCC besi disebut -

ferrit. Latis BCC -ferrit memliki konstanta latis yang lebih besar dibanding

-ferrit. Kelarutan maksimum karbon pada -ferrit adalah 0,09 % pada

1465o C.

• Fasa-fasa lain merupakan campuran fasa-fasa dasar diatas yaitu :

• Perlit : gabungan fasa ferrit dan Fe3C

• Ledeburit : gabungan fasa perlit dan Fe3C

Paduan besi-karbon dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian besar

yaitu :

• Besi dengan kandungan karbon < 2,06 % disebut baja (steel).

Contoh macam-macam baja yaitu : baja hipoeutektoid (C <

0,8 %), baja hipereutektoid (0,8 % < C < 2,06 %).

• Besi dengan kandungan karbon > 2,06 % disebut besi cor (cast

iron). Contoh macam-macam cast iron : besi cor lamelar, besi

cor nodular, besi cor putih, besi cor maleabel dll.


Bab II - Dasar Teori 9

2.2 Besi Cor Nodular (BCN)

Besi cor nodular merupakan salah satu jenis besi dengan kandungan

karbon > 2,06 % masuk dalam kelas besi cor (cast iron). Penambahan kata

nodular dikarenakan besi cor nodular memiliki matriks struktur dasar ferrit –

perlit dengan grafit berbentuk bulat.

2.2.1 Klasifikasi Besi Cor Nodular

Total karbon pada besi cor nodular berkisar antara 3,6 % s/d 3,8 %

sebagian besar membentuk grafit bulat dan sisanya membentuk matriks

struktur ferrit dan perlit. Matriks struktur dasar ferrit dan perlit pada besi cor

nodular memiliki kesamaan dengan baja karbon. Keberadaan grafit bulat

dengan kekuatan rendah berkisar antara 10 – 15 % dari total volume material

mengakibatkan kuat tarik , modulus elastisitas, dan harga impak yang dimiliki

oleh besi cor nodular lebih rendah dibanding baja dengan matriks yang

sama.

Matriks besi cor nodular bervariasi dari mulai struktur ferrit yang lunak

dan ulet sampai dengan struktur perlit yang lebih keras serta kuat. Struktur-

struktur yang lebih kuat lagi dapat juga dicapai melalui penambahan bahan

paduan maupun melalui perlakuan panas seperti struktur martensit dan bainit.

Secara umum produksi besi cor nodular dibuat dalam matriks ferritik, ferrit dan

perlit atau perlitik.

Sifat-sifat mekanik besi cor nodular dalam kaitannya dengan matriks

yang dimilikinya dapat dilihat pada tabel berikut .


Bab II - Dasar Teori 10

As-cast as-cast
Ferritik/ Normalising
Sifat-sifat dan
Di anil Pearlitik Pearlitik Pearlitik
Ferritik
Kuat Tarik N/mm2 370 - 500 500 - 600 650 - 750 750 - 1000
2
0.1 Batas Mulur N/mm 221 - 323 323 - 346 360- 410 410 - 550
Elongasi % 25 -- 12 7 -- 3 5 -- 1 7 -- 2
Modulus Elastisitas GN/m2 168 - 170 169 - 174 175 - 177 172 - 173
Kekerasan HB 116 - 170 172 - 247 239 - 255 255 - 300
2
Batas Fatik (Tanpa Takik) N/mm 186 - 224 224 - 248 360 - 300 300 - 330
Batas Fatik (dgn takik) N/mm2 117 - 134 134 - 149 156 - 180 180 - 200

Tabel 2.1 Sifat Mekanik Besi Cor Nodular 8

Beberapa klasifikasi penamaan kelas besi cor nodular distandarkan

oleh ISO dan beberapa negara adalah sebagai berikut :

• Standar ISO 1083:1987

Kuat tarik Batas Mulur 0.2% Elongasi Impak (Charpy) Matrik


Kelas Minimum Minimum Minimum V-notch, J Kekerasan Metoda Produksi
Struktur
N/mm 2 N/mm 2 % Average Individual HB Mikro
900/2 900 600 2 302 - 359 Martensit Di celup dan
Temper ditemper
800/2 800 480 2 248 - 352 Perlit Normalising
700/2 700 420 2 229 - 302 Perlit
600/3 600 370 3 192 - 269 Perlit
500/7 500 320 7 170 - 241 Perlit & Perlakuan panas
Ferrit atau
450/10 450 320 10 160 - 221 Perlit & As-cast
Ferrit
400/18 400 250 18 14 11* <179 Ferrit
350/22 350 220 22 17 14* <160 Ferrit
400/18L 400 250 18 12 9** <179 Ferrit Di anil
350/22L 350 220 22 12 9*** <160 Ferrit
* Impak pada temperatur ruang
o
** Impak pada -20C
o
*** Impak pada -40 C

Tabel 2.2 Besi Cor Nodular Menurut ISO 1083:1987

• Standar DIN 1693 (Okt. 1973)

Sifat Mekanik diuji pada Benda Uji yang dicor terpisah *)


Nomor Mampu 0.2% Elongasi Ketahanan Impak
Kelas Material Tarik offset rata-rata tunggal Sruktur mikro
N/mm2 N/mm2 % J J
GGG-40 0.7040 400 250 15 Feritik
GGG-50 0.7050 500 320 7 Ferit/Perlit
GGG-60 0.7060 600 380 3 Perlit/Ferit
GGG-70 0.7070 700 440 2 Perlitik
GGG-80 0.7080 800 500 2 Perlit
GGG-35.3 0.7033 350 220 22 14 pd -40 oC 11 pd -40 oC
GGG-40.3 0.7043 400 250 18 14 pd -20 oC 11 pd -20 oC
*) Terutama untuk tebal Coran diatas 50 mm dan Coran masif, dianjurkan adanya kesepakatan
antara Produsen dan Konsumen; lihat DIN 1693 Bagian 3.

Tabel 2.3 Besi Cor Nodular Menurut DIN 1693 (Okt. 1973). 7
Bab II - Dasar Teori 11

• Standar JIS G 5502

Kelas Nama Batas mulur Kuat tarik Elongasi Kekerasan


0,2 %
[Kg/mm2] [Kg/mm2] [%] [HB]
Kelas 0 FCD 37 24 min 37 min 17 min 179 max
Kelas 1 FCD 40 26 min 40 min 12 min 201 max
Kelas 2 FCD 45 29 min 45 min 10 min 143 – 217
Kelas 3 FCD 50 33 min 50 min 7 min 170 – 241
Kelas 4 FCD 60 38 min 60 min 3 min 192 – 269
Kelas 5 FCD 70 43 min 70 min 2 min 229 – 302
Kelas 6 FCD 80 49 min 80 min 2 min 248 – 352

Tabel 2.4 Besi Cor Nodular Menurut JIS G 5502.

• Standar ASTM A 536 – 84

Kelas Kuat tarik Batas mulur Elongasi


Psi MPa Psi MPa %
60-40-18 *) 60000 414 40000 276 18
65-45-12 65000 448 45000 310 12
80-55-06 80000 552 55000 379 6
100-70-03 100000 689 70000 483 3
120-90-02 120000 827 90000 621 2
*) 60-40-18 artinya kuat tarik 60000 Psi, Yield strength 40000 Psi, Elongasi 18 %

Tabel 2.5 Besi Cor Nodular Menurut ASTM A 536 – 84.3

2.2.2 Struktur Mikro dan Pembulatan Grafit BCN

Struktur mikro dan pembulatan grafit besi cor nodular menentukan

kuat tarik dan elongasinya yang ditentukan oleh prosentase masing-masing

matriks dasar ferrit dan perlit, serta prosentase pembulatan grafit yang terjadi.

Ferrit memiliki kuat tarik rendah dan elongasi tinggi dan perlit memiliki kuat

tarik tinggi dan elongasi rendah. Semakin banyak struktur perlit maka kuat

tarik akan semakin tinggi namun elongasi menurun. Semakin baik prosentase

nodularisasi (pembulatan) grafit yang terjadi semakin tinggi kuat tarik dan

elongasinya. Berikut ini beberapa gambaran struktur mikro besi cor nodular

dari standar ASTM :


Bab II - Dasar Teori 12

• Kelas 60-40-18 (kuat tarik 414 MPa, elogasi 18 %)

Ferrit 100 % , nodularisasi > 90 %

Gambar 2.2 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Kelas 60-40-18 3

• Kelas 65-45-12 (kuat tarik 448 MPa, elogasi 12 %)

Ferrit 60 % , Perlit 40 % , nodularisasi > 90 %

Gambar 2.3 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Kelas 65-45-12 3

Kelas 80-55-06 (kuat tarik 552 MPa, elogasi 6 %)

Ferrit 30 % , Perlit 70 % , nodularisasi > 90 %

Gambar 2.4 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Kelas 80-55-06 3


Bab II - Dasar Teori 13

• Kelas 100-70-03 (kuat tarik 689 MPa, elogasi 3 %)

Ferrit 5 % , Perlit 95 %, nodularisasi > 90 %

Gambar 2.5 Struktur Mikro Besi Cor Nodular Kelas 100-70-03 3

Keberadaan grafit bulat dalam struktur mikro besi cor nodular

merupakan fenomena yang telah banyak dipelajari ilmuwan. Grafit memiliki

bentuk kristal hexagonal, dari bentuk kristal tersebut arah pertumbuhan grafit

ada 2 arah yaitu arah basal plane (0001) dan prism plane ( 1010 ). Bila arah

pertumbuhan grafit tegak lurus prism plane maka akan terbentuk grafit film

(flake). Bila arah perumbuhan grafit tegak lurus basal plane maka akan

terbentuk grafit wisker (serabut) yang akan menghasilkan grafit bulat.

Basal Plane (0001)

Prism Plane ( 1010 )

Gambar 2.6 Kristal hexagonal 3

Dari sekian banyak teori tentang pembulatan grafit, maka teori

gelembung gas (gas bubble theory) memberikan penjelasan yang mudah

dipahami serta mencakup beberapa teori yang lainnya. Untuk pembentukan

grafit maka ruang dengan permukaan bebas harus terlebih dahulu ada dan

grafit akan menginti pada permukaan bebas tersebut kemudian grafit akan

tumbuh kearah dalam. Ruang bebas tersebut merupakan suatu gelembung


Bab II - Dasar Teori 14

gas yang terjadi dari penguapan bertekanan tinggi dari suatu unsur seperti

Mg atau Zn. Karsay menerangkan mekanisme pembentukan grafit dimana

gas yang bertanggung jawab atas pembentukan grafit bulat adalah gas CO,

urutan pembentukan grafit bulat yaitu :

• Pada temperatur mendekati pembekuan sebagian besar oksigen yang

terkandung dalam material akan membentuk presipitat sebagai inklusi

SiO2 mikroskopik.

• Sebagian dari inklusi tersebut bereaksi dengan karbon.

SiO2 + 2 C → Si + CO

• Grafit menginti pada permukaan gelembung gas CO.

• Kristalisasi grafit tumbuh sepanjang arah bidang 0001.

• Pertumbuhan berlanjut sampai gelembung gas terisi penuh oleh grafit.

A B
C D

A = Gas
B = Grafit kristal tunggal
C = Cairan
D = Besi padat

Gambar 2.7 Skematik Pembentukan Grafit Bulat 3

2.2.3 Produksi Besi Cor Nodular

Proses produksi besi cor nodular, dalam hal ini proses peramuan dan

peleburan bahan besi cor nodular dapat digambarkan dalam diagram alir

berikut :
Bab II - Dasar Teori 15

MULAI

PERSIAPAN
Perhitungan
komposisi dan
bahan baku

PELEBURAN

YA
S > 0,02 % DESULFURISASI

TIDAK

NODULARISASI

INOKULASI

PENUANGAN

SELESAI

2.2.3.1 Komposisi paduan BCN

a. Penentuan CE

CE yang berarti Carbon Equivalent merupakan suatu nilai kesetaraan

karakteristik/sifat antara paduan besi-carbon dengan besi, karbon dan unsur

paduan lainnya. Unsur paduan yang cukup tinggi yang dianggap

berpengaruh akan masuk dalam perhitungan CE. Pada besi cor nodular unsur

cukup tinggi jumlahnya maka perhitungan nilai CE dapat dirumuskan sbb :

CE = %C + 1/3 (% Si + % P)
Bab II - Dasar Teori 16

Nilai CE akan mempengaruhi mampu cor dari bahan. Semakin tipis

benda maka laju pendinginannya makin cepat dan mampu cornya harus

semakin baik maka nilai CE-nya harus semakin tinggi. Pengambilan nilai CE

dapat diambil dari grafik berikut :

Ketebalan Maksimum (mm)

CE

Ketebalan Maksimum (in)

Gambar 2.8 Hubungan Ketebalan Benda dan Nilai CE

b. Penentuan Si

Si berfungsi sebagai promote ferit dan mendorong terbentuknya grafit.

Semakin tinggi nilai CE maka semakin tinggi Si yang harus diberikan agar tidak

terjadi pembekuan putih. Penentuan Si tergantung dari kualitas BCN yang

mau dibuat. Pemberian Si berkisar antara 1,9 s/d 2,8 %. Semakin tinggi kualitas

BCN semakin rendah Si yang diberikan pada range tersebut.

Contoh : untuk membuat BCN 50 maka pemberian Si = 2,75 % maka

struktur yang terbentuk adalah 60 % ferrit dan 40 % perlit.


Bab II - Dasar Teori 17

c. Penentuan Mn

Mangan berfungsi sebagai penyetabil perlit dan berfungsi mengikat

unsur belerang yang mengganggu pembentukan grafit bulat dan

membentuk MnS sebagai terak. Semakin tinggi Mn yang diberikan maka

semakin banyak perlit yang terbentuk dan sedikit ferit yang terbentuk

Penentuan kandungan Mn dapat dilakukan dengan grafik berikut :

Ketebalan maksimum (mm)

Ketebalan maksimum (in)

Gambar 2.9 Hubungan Ketebalan Benda , % Si dan Kandungan Mn

d. Penentuan P maksimum

Unsur P berfungsi untuk meningkatkan mampu cor dari cairan. Namun

bila terlalu tinggi akan membuat bahan rapuh. Kandungan P untuk BCN

adalah :
Bab II - Dasar Teori 18

0,03 % untuk struktur feritis

0,05 % untuk perlitis

e. Penentuan S maksimum

Kandungan belerang (S) pada dasarnya tidak diinginkan. Belerang

membuat BCN rapuh dan mengganggu pembulatan grafit. Namun

keberadaannya tidak bisa dihindari karena pada base material yang

digunakan biasanya sudah mengandung belerang seperti besi bekas atau

pig iron. Untuk mendapatkan BCN yang baik maka kandungan belerang max

adalah 0,02 %. Untuk menghasilkan coran BCN yang berkualitas baik maka

apabila kandungan sulfur di cairan dasar sangat tinggi maka perlu diturunkan

kandungan sulfur dengan desulfurisasi. Metoda desulfurisasi yang dapat

dilakukan yaitu :

• Pemberian Sodium Oxide (Na2O).

• Pemberian Calcium Carbide (CaC2).

• Pemberian Calcium Oxide (CaO).

BCN 700 ; BCN 600 BCN 500


Tebal Coran
C Si Mn (maks.) C Si Mn (maks.)
< 13 mm 3,6-3,8 2,6-2,8 0,5 3,6-3,8 2,6-2,8 0,3
13 – 25 mm 3,5-3,6 2,2-2,5 0,5 3,5-3,6 2,2-2,5 0,3
25 – 50 mm 3,5-3,6 2,2-2,5 0,5 3,5-3,6 2,2-2,4 0,3
50 – 100 mm 3,5-3,4 2,0-2,2 0,5 3,5-3,4 2,2-2,4 0,3
Tambahan 1 % Cu atau 0,1 % Sn Cu 0,3 %
BCN 450 BCN 400 ; BCN 350
Tebal Coran
C Si Mn (maks.) C Si Mn (maks.)
< 13 mm 3,6-3,8 2,6-2,8 0,2 3,5-3,7 2,2-2,5 0,2
13 – 25 mm 3,5-3,6 2,2-2,5 0,2 3,4-3,5 2,2-2,5 0,2
25 – 50 mm 3,5-3,6 2,2-2,4 0,2 3,4-3,5 2,2-2,4 0,2
50 – 100 mm 3,5-3,4 2,2-2,4 0,2 3,4-3,5 2,0-2,2 0,2

Tabel 2.6 Komposisi BCN Yang Direkomendasikan Oleh BCIRA 8


Bab II - Dasar Teori 19

f. Penentuan Mg

Fungsi Mg adalah untuk mengikat belerang sehingga cairan bersih.

Selain itu Mg juga meningkatkan tegangan permukaan yang membuat

pembulatan grafit. Kandungan Mg sisa yang harus tersedia pada BCN adalah

berkisar 0,03 % s/d 0,06 %. Bila Mg > 0,06 % maka dapat terjadi karbida dan

bila Mg< 0,03 pembulatan grafit kurang sempurna.

Perhitungan Mg dapat dihitung dengan rumus :

0,76  (S − 0,01) + K + t  10 −3
2
 T 
Q=W  
Y  Mg  1450 
100
Dimana :

Q = Jumlah Mg paduan yang akan digunakan [Kg].

W = Berat cairan untuk perlakuan Mg [Kg].

S = Kandungan belerang dalam cairan dasar [%].

t = Selang waktu antara perlakuan Mg dan penuangan [menit].

Y = Effisiensi ladel perlakuan Mg [%].

K = Kandungan Mg pada benda cor [%].

Mg = Kandungan Mg pada paduan [%].

T = Temperatur pengeluaran [o C].

Contoh perhitungan :

W = 250 kg ; S = 0,04 % ; K = 0,035 % ; t = 8 menit ; Y = 60 % ; Mg = 9 % ;

T = 1485 o C

2
0,76  (0,04 − 0,01) + 0,035 + 8  10 −3  1485 
Maka : Q = 250   = 3,19 kg.
60  9  1450 
100

(FeSiMg 9)

g. Inokulasi

Inokulasi bertujuan untuk memberikan zat asing pada cairan yang

berfungsi sebagai tunas pembentukan butiran. Dengan adanya inokulasi

maka butiran akan lebih halus, menghindari pembekuan putih (adanya


Bab II - Dasar Teori 20

ledeburit) dan penyeragaman grafit. Jumlah inokulan yang disarankan untuk

BCN yaitu : berkisar 0,3 % – 0,4 % dari berat total cairan.

2.3 Proses Perlakuan Panas BCN

Secara umum proses perlakuan panas dapat didefinisikan sebagai

suatu proses atau kombinasi proses yang melibatkan pemanasan dan

pendinginan dari logam atau paduan logam dalam keadaan padat untuk

mencapai suatu kondisi yang diinginkan atau untuk mencapai sifat-sifat yang

diinginkan. Disain penggunaan material besi cor nodular menuntut suatu

kualitas yang baik dengan biaya yang diharapkan tidak terlalu tinggi.

Kualitas tinggi dapat dicapai dengan mengendalikan struktur mikro dan sifat-

sifat besi cor nodular dengan cara menambahkan unsur-unsur paduan

tambahan juga dengan konsistensi dan efektifitas proses melting, holding,

inokulasi, mg treatment dan pendinginan dalam cetakan. Cara lain

pengendalian struktur mikro dan sifat-sifat besi cor nodular adalah melalui

proses perlakuan panas.

Dengan proses perlakuan panas sifat-sifat mekanik besi cor nodular

dapat dibentuk sesuai dengan yang diinginkan, bahkan melebihi batas yang

hanya dapat dicapai pada kondisi as-cast. Perlakuan panas besi cor nodular

dapat dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan :

• Meningkatkan ketangguhan dan keuletan.

• Meningkatkan kekuatan dan ketahanan aus.

• Meningkatkan ketahanan korosi.

• Stabilitas mikrosruktur dan memperhalus butir.

• Homogenisasi sifat-sifat coran yang memiliki variasi ketebalan.

• Menghasilkan sifat-sifat yang konsisten.

• Meningkatkan mampu mesin.

• Menghilangkan tegangan sisa.


Bab II - Dasar Teori 21

Besi cor nodular dan baja memiliki kesamaan secara metalurgi yaitu

matrik dasar struktur mikro dari besi cor adalah ferrit dan perlit. Namun karena

kandungan karbon dan silikon besi cor nodular cukup tinggi mengakibatkan

adanya perbedaan dalam proses perlakuan panasnya. Tingginya kandungan

karbon dalam besi cor nodular meningkatkan mampu keras (hardenability)

sehingga perlakuan panas dapat dilakukan pada benda cor yang tebal

tanpa membutuhkan paduan tambahan khusus atau media pendingin yang

khusus. Namun tingginya kandungan karbon pada besi cor nodular dapat

mengakibatkan retakan pada saat pendinginan cepat (quench)

dikarenakan tingginya pembentukan martensit atau karena adanya sisa fasa

austenit yang tidak bertransformasi. Kondisi-kondisi yang tidak diinginkan

tersebut menjadikan kontrol dari komposisi, temperatur austenisasi, dan kondisi

pendinginan menjadi lebih kritis pada besi cor nodular.

Silisium memiliki pengaruh kuat terhadap respon material besi cor

nodular yang mendapat perlakuan panas. Kadar silisium yang tinggi

membuat kelarutan karbon dalam austenit menurun dan membuat karbon

lebih mengarah ke pembentukan grafit selama pendinginan lambat dan

menghasilkan matrik ferritik.

Pada proses perlakuan panas bentuk grafit bulat dalam besi cor

nodular hampir tidak berubah, namun grafit memegang peranan yang

cukup penting. Grafit dalam besi cor nodular berfungsi sebagai sumber dan

penarik (source and sink) karbon selama proses perlakuan panas. Ketika

dipanaskan sampai suhu austenit karbon berdifusi dari grafit bulat ke austenit

sehingga jenuh (source). Pada pendinginan lambat karbon kembali ke

bentuk grafit (sink), mengurangi kadar karbon dalam matrik austenit.

Kemampuan karbon berpindah antara matrik dan grafit bulat membuat besi

cor nodular lebih mudah di proses perlakuan panas dan meningkatkan range

sifat-sifat yang dapat dicapai melalui proses perlakuan panas.


Bab II - Dasar Teori 22

2.3.1 Temperatur kritik

Temperatur kritik yaitu batas temperatur transformasi fasa austenit.

Pada diagram besi-karbon diatas temperatur kritik (A1 : 723 o C) fasa austenit

stabil terbentuk. Tidak seperti baja yang memiliki temperatur kritik yang

konstan, besi cor nodular memiliki sifat terner dimana kombinasi kadar besi-

karbon-silisium menentukan temperatur kritik. Temperatur kritik bervariasi

bergantung kadar karbon dan silisum. Pada gambar 2.10 menunjukkan efek

dari karbon dan silisium pada kadar Si 2 % dan gambar 2.11 menunjukan

pengaruh kadar silisium terhadap temperatur kritik untuk besi cor. Dari grafik

tersebut dapat ditentukan temperatur kritik dari suatu besi cor nodular

dengan kandungan karbon dan Si tertentu, sehingga dapat ditentukan

temperatur austenisasi yang tepat untuk perlakuan panas besi cor nodular.

Gambar 2.10 Diagram Pseudobiner Besi-Karbon-Silisium Untuk Si 2 % 6


Bab II - Dasar Teori 23

Gambar 2.11 Pengaruh Kadar Silisium Pada Temperatur Kritik Besi Cor 6

2.3.2 Austenisasi

Austenisasi adalah suatu proses penahanan temperatur pada

temperatur diatas temperatur kritik (biasanya 50o C diatas temperatur kritik)

untuk periode waktu tertentu sampai semua matrik struktur mikro

bertransformasi menjadi austenit. Waktu dan temperatur austenisasi

tergantung pada struktur mikro dan komposisi dari material as-cast. Untuk

menguraikan karbida primer , temperatur austenisasi berkisar antara 900 – 940

o C dengan waktu penahanan 1 s/d 3 jam tergantung ketebalan benda.

2.3.3 Diagram TTT (Time Transformation Temperature)

Proses pembentukan struktur mikro dengan pendinginan yang lambat

dapat dilihat pada diagram fasa besi-karbon. Untuk kondisi laju pendinginan

yang berbeda-beda maka diagram yang menggambarkan pembentukan

mikostruktur adalah diagram TTT (Time Transformation Temperatur). Diagram ini

menggambarkan hubungan transformasi austenit terhadap waktu dan

temperatur. Diagram TTT dapat dipergunakan untuk memperkirakan struktur


Bab II - Dasar Teori 24

dari suatu material yang di proses perlakuan panas dengan laju pendinginan

tertentu.

Diagram TTT juga sangat berguna dalam menentukan proses

perlakuan panas pada besi cor nodular. Gambar 2.12 menunjukkan diagram

TTT untuk besi cor dengan kadar Si rendah. Masing-masing garis pendinginan

menunjukkan hubungan waktu dan pendinginan untuk menghasilkan struktur

mikro tertentu. Daerah transformasi pada diagram TTT ditunjukkan dengan

kurva start/begins dan finish/ends , penentuan cepat dan lambatnya waktu

pendinginan menentukan transformasi yang terjadi. Contohnya untuk

menghasilkan menghasilkan matrik martensit 100 % maka benda yang di

quench laju pendinginan harus cukup cepat sehingga tidak menyentuh

hidung daerah transformasi struktur mikro lain (ferrit, perlit atau bainit).

Gambar 2.12 Diagram TTT Untuk Besi Cor Dengan Si Rendah 6

Bentuk dan posisi kurva diagram TTT dipengaruhi oleh unsur-unsur

paduan, setiap kombinasi unsur-unsur paduan menghasilkan diagram TTT

tertentu. Penambahan suatu unsur paduan dapat menggeser kurva

transformasi, contohnya penambahan unsur Mo dalam besi cor dapat


Bab II - Dasar Teori 25

menggeser kurva transformasi ke kanan. Sehingga dengan pendinginan yang

lambat dapat dihasilkan struktur mikro martensit atau bainit.

Gambar 2.13 Pengaruh Kandungan Unsur Molibden Pada Diagram TTT


Untuk Besi Cor Nodular 6
2.3.4 Laju Pendinginan

Media pendingin yang dipakai untuk mendinginkan material yang

sudah diaustenisasi menentukan laju pendinginan yang terjadi. Berikut ini

urutan media pendingin dari yang lambat sampai yang cepat :

• Dalam furnace.

• Udara diam.

• Udara bergerak.

• Oli diam.

• Oli diagitasi.

• Air diam.

• Air diagitasi.

Dengan memanfaatkan diagram TTT maka dapat diprediksi laju

pendinginan yang tepat untuk mendapatkan struktur mikro yang diinginkan.

Pendinginan dapat dilakukan secara kontinyu atau isotermal.


Bab II - Dasar Teori 26

2.3.5 Annealing

Anealing merupakan suatu proses perlakuan panas yang dilakukan

untuk menurunkan kekerasan, memperbaiki mampu mesin dan mampu

bentuk, memperbaiki keuletan, menurunkan atau menghilangkan ketidak-

homogenan struktur, memperhalus ukuran butir dan menghilangkan

tegangan dalam. Proses annealing dapat menurunkan kekerasan besi cor

nodular dengan menghasilkan matriks ferritik 100 % dan bebas dari karbida.

Full anneal atau proses pelunakan dapat menghasilkan keuletan

maksimum. Proses pelaksanaannya adalah :

• Pemanasan material sampai temperatur diatas temperatur kritik sekitar

900o C.

• Penahanan pada temperatur tersebut selama satu jam / 25 mm

ketebalan material.

• Pendinginan dapat dilakukan dengan 2 cara :

1. Pendinginan dalam oven sampai 700o C ditahan selama 5 jam/25

mm ketebalan material plus 1 jam setiap penambahan ketebalan

25 mm, kemudian didinginkan diudara bebas.

2. Pendinginan dalam oven sampai temperatur 650o C dengan laju

pendinginan maksimum 19o C / jam kemudian didinginkan di

udara bebas.

2.3.6 Normalising

Normalising adalah suatu proses yang hampir diterapkan untuk semua

produk cor. Tujuan proses normalising adalah untuk memperhalus butir,

memperbaiki mampu mesin, menghilangkan tegangan sisa dan

memperbaiki/ meningkatkan sifat mekanik material.

Proses normalising yaitu menaikkan material sampai temperatur diatas

temperatur kritik, kurang lebih 30 – 50o C diatas temperatur kritik. Kemudian

dilakukan penahanan dalam jangka waktu tertentu, lama penahanan untuk


Bab II - Dasar Teori 27

material BCN adalah 2 jam untuk ketebalan sampai 25 mm dan 1 jam untuk

penambahan ketebalan 25 mm. Penahanan dimaksudkan untuk

mendapatkan fasa austenit yang homogen. Setelah waktu penahanan

selesai maka material kemudian didinginkan di udara. Sifat mekanik yang

diperoleh tergantung dari laju pendinginan di udara. Pendinginan dapat

dilakukan dengan udara bebas atau udara tiup. Pendinginan dengan udara

tiup menghasilkan laju pendinginan yang lebih cepat sehingga akan

menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang lebih tinggi.

2.3.7 Hardening

Hardening ataru proses pengerasan bertujuan untuk menghasilkan

material yang memiliki kekerasan tinggi. Proses pengerasan dilakukan

dengan jalan menaikkan material sampai temperatur diatas temperatur kritik

(30 – 50o C) kemudian ditahan pada temperatur tersebut sehingga

didapatkan fasa austenit yang homogen. Setelah waktu penahanan selesai

maka dilakukan pendinginan celup cepat (quench). Media pendingin cepat

dapat digunakan oli, air atau brine (air garam).

Fasa yang terbentuk pada proses pengerasan adalah fasa mertensit.

Fasa martensit terbentuk yaitu pada saat pemanasan sampai temperatur

austenisasi maka sementit akan terurai dan larut dalam austenit. Austenit

memiliki latis kristal FCC, kemudian karena adanya pendinginan yang cepat

maka mekanisme transformasi yang terjadi adalah mekanisme geser, karbon

yang terperangkap akan menggeser atom-atom sehingga akan terbentuk

struktur body center tetragonal (BCT). Karena adanya karbon yang

terperangkap dan bergesernya atom-atom maka struktur BCT tersebut tidak

setimbang dan memiliki tegangan. Struktur yang bertegangan tersebut

dinamakan martensit yang memiliki sifat keras dan getas. Kekerasan yang

terjadi tergantung dari laju pendinginan, pendinginan dengan air akan

menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan oli.


Bab II - Dasar Teori 28

2.3.8 Tempering

Pada kondisi setelah di-quench material akan menjadi sangat keras

dan juga getas sehingga material tersebut belum dapat langsung

dipergunakan. Adanya tegangan dalam seperti yang telah diterangkan

diatas dapat memicu timbulnya retak bahkan patah. Tempering merupakan

suatu perlakuan yang diberikan kepada material yang sudah melalui proses

hardening untuk dapat meningkatkan keuletan , ketangguhan serta

menghilangkan tegangan dalam yang terjadi. Namun disisi lain tempering

akan menurunkan harga kuat tarik dan kekerasan.

Tempering dilakukan dengan memanaskan material martensit pada

suhu dibawah temperatur kritik kemudian ditahan selama beberapa lama.

Untuk besi cor nodular tempering dilakukan pada temperatur 400 – 600o C

penahanan selama 2 s/d 4 jam. Proses perubahan struktur mikro yang terjadi

melalui mekanisme difusi dan menghasilkan martensit temper.

2.3.9 Austempered Ductile Iron (ADI)

Proses austempering merupakan suatu proses perlakuan panas

dengan menerapkan transformasi isotermal pada temperatur diatas

temperatur Ms (martensite start). Pada BCN proses austempering dapat

diterapkan dan jenis BCN tersebut dinamakan ADI (Austempered Ductile Iron).

Pada standar ASTM, ADI dibagi atas 5 Kelas yaitu :

Kelas Kuat Tarik Batas Mulur Elongasi Energi Impak Kekerasan


(MPa) (MPa) (%) (Joule) (BHN)
1 850 550 10 min 100 269-321

2 1050 700 7 min 80 302-363

3 1200 850 4 min 60 341-444

4 1400 1100 1 min 35 388-477

5 1600 1300 - - 444-555

Tabel 2.7 Sifat Mekanik Austempered Ductile Iron Menurut ASTM A 897 M – 90 3
Bab II - Dasar Teori 29

Sifat mekanik dari ADI utamanya ditentukan oleh matrik dasar struktur

mikronya. Struktur mikro yang terbentuk dalam ADI adalah acicular ferrit dan

carbon stabilized austenit (austenit yang telah distabilkan oleh karbon)

keduanya disebut ausferrit. Pada proses austempering (reaksi isotermal)

terjadi pembentukan inti dan pertumbuhan acicular ferrit sehingga karbon

berpindah (dipindahkan) ke austenit sehingga austenit kaya akan karbon dan

menjadi stabil. Matrik ausferrit terbentuk pada temperatur pembentukan

bainit, namun ausferrit berbeda dengan bainit karena proses reaksi

isotermalnya dihentikan sebelum mencapai garis pembentukan bainit (bainit

ends). Bainit terdiri dari karbida dan acicular ferrit sedangkan ausferrit terdiri

dari austenit dan acicular ferrit, sehingga sifat ausferrit lebih ulet dibanding

bainit.

Gambar 2.14 Proses Austempering ADI 3

Urutan proses austempering pada ADI adalah sebagai berikut :

• Pemanasan material sampai temperatur austenisasi 815 – 927o C.

• Penahanan pada temperatur austenisasi untuk homogenisasi fasa

austenit.

• Quenching (pendinginan celup cepat ke bak garam) untuk

menghindari transformasi perlit sampai temperatur austemper 230

– 400o C (temperatur diatas temperatur martensit start (Ms)).


Bab II - Dasar Teori 30

• Penahanan pada temperatur austemper sampai keberapa waktu

tertentu (1 s/d 4 jam) sehingga dapat dihasilkan struktur ausferrit.

• Pendinginan udara bebas.

Penahanan pada temperatur austemper (230 – 400o C) dilakukan

pada media garam cair nitrat/nitrit atau cairan timah putih atau timah hitam.

Berikut tabel garam-garam yang biasa dipakai untuk quench pada proses

austemper :

Komposisi garam Titik cair Rentang operasi

40-50 % NaNO3 + 50-60 % NaNO2 143 160 – 500

40-50 % NaNO3 + 50-60 % KNO3 225 230 – 550

100 % KNO3 337 350 – 500

100 % NaNO3 370 400 – 600

40 – 50 % KOH + 50 – 55 % NaOH 400 300 – 400

Tabel 2. 8 Jenis-Jenis Garam Untuk Austempering 1

Temperatur austempering menentukan struktur mikro ausferrit yang

terjadi. Pada temperatur rendah yaitu 230 o C matriks struktur yang terjadi

lebih halus dibanding dengan temperatur tinggi 400 o C. Sehingga untuk

menghasilkan ADI dengan Kelas tertentu maka dapat diperoleh dengan

mengatur temperatur austempering. Kelas 1 didapat dengan temperatur

austempering + 400 o C dan Kelas 5 didapat dengan menerapkan temperatur

austempering + 230 o C. Waktu penahanan isotermal pada proses

austempering memegang peranan penting dalam menghasilkan matriks

struktur mikro ausferrit. Untuk temperatur tinggi 400 o C waktu penahanan

isotermal + ½ jam dan untuk temperatur rendah 230 o C maka waktu

penahan yang diperlukan maksimum 4 jam. Apabila waktu yang diberikan

terlalu lama maka akan terjadi over temper dimana akan terbentuk bainit

yang mengurangi keuletan.


Bab II - Dasar Teori 31

Gambar 2.15 Temperatur Penahanan dan Waktu Penahanan ADI 3

2.4 Pengujian Bahan

Kualitas suatu material dapat diketahui melalui berbagai macam

pengujian. Sifat-sifat mekanik seperti kuat tarik, batas luluh, modulus

elastisitas, kekerasan, harga impak dll dapat diketahui melalui suatu

pengujian mekanik. Pengujian mekanik memerlukan sampel uji standar dan

alat uji yang sesuai dengan tujuan pengujian yang akan dilakukan. Selain

pengujian mekanik pengujian lainnya yang sering diterapkan untuk

mengetahui sifat dan karakteristik logam adalah pengujian metalografi.

Melalui pengujian metalografi dapat diketahui struktur mikro dan grafit yang

terbentuk pada logam yang diuji , sehingga sifat dan karakteristik logam

dapat dianalisa.

2.4.1 Uji Tarik

2.4.1.1 Standard Spesifikasi Benda Uji

Untuk mendapatkan pengakuan keabsahan pengujian mekanik dari

pihak lain maka pengujian yang akan dilakukan harus mengacu pada

standar yang diakui oleh semua pihak. Pembuatan sampel uji tarik untuk besi

cor nodular yaitu dengan membuat dulu (mengecor) sebuah y blok bersama-
Bab II - Dasar Teori 32

sama dengan pengecoran benda. Penentuan ukuran y blok bergantung

ketebalan rata-rata benda yang dibuat. Penentuan ukuran sampel uji tarik

(do) bergantung kekuatan mesin uji tarik dan perkiraan kekuatan material.

Berikut ini standar pembuatan benda uji tarik menurut DIN :

• Y blok

Benda Uji Uji Tarik Tebal pasir yang


Panjang Mengacu Pada
Standar menyelimuti
DIN 50 125
sampel

Gambar 2.16 Y Blok Standar DIN 7

• Sampel uj i tarik (DIN 50 125)

R4 min
d0 d1
L0
h Lc h
L
t

Gambar 2.17 Standard Sampel Uji Tarik DIN 50 125 7


Bab II - Dasar Teori 33

2.4.1.2 Proses Pengujian Tarik

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik suatu

material. Caranya yaitu dengan menarik sampel uji tarik dengan mesin uji

tarik sampai sampel uji tarik putus.

Gambar 2.18 Mekanisme Mesin Uji Tarik 5

Prinsip kerja mesin uji tarik yaitu : Sampel uji dijepit pada kedua

ujungnya, salah satu bagian ujung sampel dijepit pada kepala diam dan

bagian yang lain pada kepala bergerak. Pada kepala diam terdapat load

cell yaitu alat yang dapat mendeteksi beban yang diberikan pada sampel.

Bagian yang bergerak digunakan untuk menarik sampel uji. Gaya (beban)

yang diberikan pada sampel dideteksi oleh load cell kemudian data dikirim

ke sebuah instrumen yang akan memplot kurva tegangan vs regangan ke

sebuah kertas grafik.

Hasil yang dapat diperoleh dari pengujian tarik yaitu :

• Modulus of elasticity.

• Yield strength at 0,2 % offset.

• Ultimate tensile strength.


Bab II - Dasar Teori 34

• Persen elongasi pada patahan.

• Persen pengurangan luas pada patahan.

Gambar 2.19 Kurva Stress-Strain Hasil Uji Tarik 5

Modulus of elasticity atau modulus young [N/mm 2] yaitu Perbandingan

antara tegangan material dan regangan material maksimum pada daerah

elastis. Untuk logam batas deformasi elastis biasanya kurang dari 0,5 %.

Daerah elastis artinya bila material menerima tegangan tertentu didaerah

elastis maka material tersebut mengalami perpanjangan elastis dan ketika

beban dilepas material masih dapat kembali lagi pada ukuran aslinya.

Yield strength at 0,2 % offset yaitu : Batas kekuatan luluh material pada

tegangan tertentu dimana apabila material diberi tegangan melebihi yield

strength maka material akan mengalami deformasi plastis. Offset 0,2 %

adalah suatu cara untuk menentukan besar yield strength dengan cara
Bab II - Dasar Teori 35

menarik garis sejajar perpanjangan elastis dari titik 0,2 % perpanjangan

sehingga memotong kurva tegangan-regangan sehingga dapat ditentukan

batas yield strength.

Gambar 2.20 Penentuan Yield Strength Metode Offset 0,2 % 5

Ultimate tensile strength yaitu : kekuatan maksimum yang dapat

dicapai oleh material pada kurva tegangan-regangan. Untuk material yang

memiliki keuletan tinggi maka akan terjadi necking / pengecilan area pada

bagian kritisnya. Akibatnya besar tegangan yang tercatat pada kertas grafik

akan menurun sampai sampel putus. Untuk menentukan besarnya Ultimate

tensile strength maka dari puncak kurva ditarik garis horisontal sampai

memotong garis tegangan maka didapat harga ultimate tensile strength atau

biasanya disebut tensile strength.


Bab II - Dasar Teori 36

Persen elongasi yaitu : Besar perpanjangan yang terjadi pada sampel.

Harga elongasi dalam % menggambarkan keuletan suatu material. Semakin

tinggi persen elongasi maka material tersebut semakin ulet.

Persen pengurangan luas yaitu : Besarnya pengecilan pada bagian

patahan. Harga reduksi dalam % yang juga menggambarkan keuletan suatu

material.

2.4.2 Uji Kekerasan

Kekerasan suatu material artinya kemampuan material untuk

menahan deformasi plastis. Kekerasan suatu material dapat diukur dengan

cara menekankan suatu indenter pada permukaan material. Bentuk indenter

biasanya berbentuk bola, piramid atau konus. Material indenter dibuat dari

bahan yang lebih keras dibanding material yang akan diukur kekerasannya,

contohnya : material baja dikeraskan, tungsten carbide, atau intan. Prinsip

pengujian kekerasan yaitu : memberikan beban perlahan dengan cara

menekankan indenter pada posisi 90o kepada material yang akan diuji.

Setelah penekanan indeter ditarik dari permukaan. Harga kekerasan dihitung

dari besarnya luas bidang penekanan atau kedalaman penekanan.

Berbagai macam metoda pengujian kekerasan seperti yang

digambarkan pada tabel 2.9. Dalam tulisan ini akan sedikit diulas mengenai

metode pengujian kekerasan Rockwell.

Prinsip pengujian kekerasan rockwell yaitu nilai kekerasan sebagai

fungsi dari derajat kedalaman penekanan indenter yang ditekan ke

permukaan benda uji dengan pemberian beban statik. Pengukuran

kekerasan rockwell cukup praktis karena pengujian dilakukan dengan suatu

alat uji yang dirancang khusus dengan menggunakan sistem berat dan

lengan. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca pada dial indicator dimana

nilai yang tampil berbanding terbalik dengan kedalaman penekanan, artinya

semakin dalam tertekan maka benda uji terbaca semakin lunak. Indenter
Bab II - Dasar Teori 37

atau penetrator yang dipakai dapat berbentuk bola baja (steel ball) atau

intan konus (brale).

Tabel 2.9 Berbagai Metoda Pengujian Kekerasan 5

Proses pengujian yaitu : Pemberian beban minor 10 kg, sebagai

tekanan awal dan ditahan pada posisi tersebut, kemudian dial indicator diset

nol pada skala warna hitam, lalu beban mayor diberikan selama kurang lebih

30 detik. Besar beban mayor umumnya 60 kg atau 100 kg untuk indentor steel

ball dan 150 kg untuk indentor intan. Setelah beban mayor diberikan selama

30 detik kemudian beban mayor diangkat, dan harga kekerasan dapat

dibaca pada dial dengan beban minor tetap pada posisinya.

Dial dibuat dua skala yang satu hitam dan yang lain merah dengan

perbedaan nilai kekerasan sekitar 30. Warna hitam digunakan untuk


Bab II - Dasar Teori 38

pembacaan skala kekerasan rockwell C dan warna merah digunakan untuk

skala kekerasan rockwell B.

Gambar 2.21 Prosedur Pengujian Kekerasan Rockwell 4

2.4.3 Uji Impak

Ketangguhan (toughness) berarti jumlah energi yang dapat diserap

oleh material sebelum retak dan patah (fracturing). Salah satu cara pengujian

ketangguhan adalah uji impak.

2.4.3.1 Standar Spesifikasi Benda Uji

Standar sampel uji impak menurut standar DIN 50 115 adalah sebagai

berikut :
Bab II - Dasar Teori 39

Gambar 2.22 Spesimen Uji Impak Standard DIN 50 115 7

2.4.3.2 Proses Pengujian Impak

Mesin uji impak seperti contoh yang digambarkan berikut adalah

salah satu metode pengujian impak Charpy dengan meletakan sampel V–

notch melintang pada rahang di mesin pengujian. Pada pengujian impak

sebuah pendulum (bandul) yang berat dilepaskan pada ketinggian yang

tertentu diketahui, kemudian pendulum akan memukul benda uji dengan

bagian pendulum yang berbentuk tirus (seperti kampak) sehingga benda uji

akan patah. Dengan mengetahui masa pendulum dan perbedaan antara

tinggi awal dan tinggi akhir pendulum maka dapat dihitung enegi yang

diserap oleh benda uji.


Bab II - Dasar Teori 40

Gambar 2.23 Alat Uji Impak Charpy 5

Dengan mengabaikan gesekan maka besar energi yang diserap

benda uji dapat dihitung sebagai berikut :

Energi awal = m.g.h = m.g.R(1 – cos A)

Energi akhir = m.g.h’ = m.g.R(1 – cos B)

Energi diserap = m.g.(h – h’) = m.g.R.(cos B – cos A)

Dimana :

m = masa pendulum.

h = tinggi awal pendulum.

h’ = tinggi akhir pendulum.

A = sudut awal jatuh.

B = sudut akhir naik.

R = jarak antara titik berat pendulum dengan pusat

putaran.
Bab II - Dasar Teori 41

Gambar 2.24 Perhitungan Energi Impak 4

2.4.4 Uji Metalografi

Pengujian metalografi ditujukan untuk mengetahui jenis struktur mikro

dan grafit yang terbentuk dari suatu material. Pembentukan struktur mikro

dan grafit dipengaruhi oleh komposisi paduan, proses pembekuan dan

perlakuan panas material. Dari pengamatan struktur mikro dapat diperoleh

data mengenai : jenis-jenis struktur mikro, besar butiran, jenis dan besar grafit

dll. Dari data-data tersebut dapat dianalisa sifat-sifat material tersebut.

2.4.4.1 Proses Pengujian Metalografi

Proses pengujian metalografi yaitu :

• Pengambilan benda uji dari sistim saluran atau bagian dari benda

dengan ukuran + 15 x 15 x 10 mm. Bagian tajam dihilangkan.

• Pengampelasan kering No 40.

• Pengampelasan basah no. 120, 180, 360, 600, 800, 1000.

• Poleshing pada kain poles dengan media poles pasta intan atau alumina.

• Pembersihan permukaan dengan alkohol kemudian dikeringkan.

• Pengetsaan sebagian permukaan selama + 5 detik.

• Bahan etsa contoh :


Bab II - Dasar Teori 42

• Nital (3% HNO3 + 97 % Alkohol)

• Vilela (Asam pikral 1 gr + HCL 5 ml + Alkohol 100 ml)

• Pengamatan dengan mikroskop.

2.4.4.2 Karakteristik dan Sifat-Sifat Struktur Mikro Logam Ferro

a. Ferrit

Ferrit adalah merupakan jenis larutan padat Fe- yaitu Fe dengan

kandungan C 0,02 % terlarut secara interstisi didalam atom-atom Fe. Jumlah

atom C yang sangat sedikit menyebabkan rendahnya tingkat kekerasan ferrit

yaitu sekitar 70 – 100 HB. Pada pengamatan struktur mikro pada logam yang

dietsa dengan bahan etsa nital maka ferrit terlihat berwarna putih dan terlihat

jelas batas-batas butir.

Gambar 2.25 Struktur Ferrit 3

b. Fe3C (Sementit)

Sementit atau Fe3C merupakan senyawa kimia antara Fe dan C

dengan prosentase C 6,67 %. Sementit merupakan senyawa yang terbentuk

dari unsur Fe (metalik) dengan elektropositif yang tinggi dan C (non metalik)

dengan elektronegatif yang tinggi. Perbedaan ke-elektronegatifan yang

tinggi antara Fe (no atom 26) dan C (no atom 6) mengakibatkan ikatan yang

terjadi sulit untuk dipisahkan, perlu energi yang tinggi sehingga Fe 3C memiliki

kekerasan yang tinggi sekitar 65 – 68 HRC. Warna Fe3C pada pengamatan


Bab II - Dasar Teori 43

mikroskopi berwarna putih dengan bentuk kaku dan biasanya terdapat pada

batas butir.

c. Perlit

Perlit merupakan fasa gabungan antara Fe- dan Fe3C, Perlit

terbentuk dengan susunan Fe3C-Ferrit-fe3C-ferrit lihat gambar, antara Fe3C

dan ferrit dipisahkan oleh batas fasa (phase boundaries). Perlit memiliki

kekerasan sekitar 10 – 30 HRC. Pada pengamatan mikroskopi bentuk perlit

berwarna belang hitam putih seperti kuda zebra.

Phase Boundaries

Gambar 2.26 Proses Pertumbuhan Perlit 5

Gambar 2.27 Struktur Perlit 5


Bab II - Dasar Teori 44

d. Bainit

Bainit merupakan fasa gabungan antara acicular ferrit dan sementit

bentuknya berbeda dengan perlit. Proses pembentukannya melalui suatu

proses pendinginan isothermal antara suhu 250 o s/d 370o C yaitu dibawah

daerah transformasi perlit dan diatas daerah transformasi martensit pada

diagram TTT. Bainit dapat diperoleh melalui penambahan paduan khusus

seperti Ni dan Mo pada material dimana bainit dapat terbentuk melalui

pendinginan normal. Bainit memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibanding

perlit yaitu sekitar 45 – 55 HRC.

Gambar 2.28 Struktur Bainit 3

e. Ausferrit

Ausferrit merupakan fasa gabungan antara acicular ferrit dan austenit.

Proses pembentukannya melalui suatu proses pendinginan isothermal sama

seperti bainit namun waktu penahanan tidak sampai batas garis

pembentukan bainit (bainit ends). Secara struktur mikro bentuk ausferrit mirip

dengan bainit namun sifat mekanik ausferrit berbeda dengan bainit dimana

elongasi dan harga impak yang dimiliki ausferrit lebih tinggi dibanding bainit.

Kekerasan dan kuat tarik struktur ausferrit lebih rendah dibanding bainit.
Bab II - Dasar Teori 45

f. Martensit

Martensit terbentuk melalui pendinginan cepat (quenching) dari

material yang dipanaskan temperatur austenisasi. Transformasi martensit

berlangsung tanpa difusi (difusionless) sehingga komposisi yang dimiliki

martensit sama dengan komposisi austenit. Pada proses transformasi atom

karbon menggeser latis kubus menjadi BCT (Body Center Tetragonal).

Pembentukan martensit diiringi oleh penambahan volume spesifik sebesar 3

%. Hal inilah yang menimbulkan tegangan pada saat dikeraskan. Tegangan

yang terjadi dapat menimbulkan distorsi bahkan dapat menyebabkan

timbulnya retakan.

Bentuk fasa martensit seperti jarum yang lebih padat dibanding bainit.

Kekerasan martensit lebih tinggi dibanding bainit. Penyebab tingginya

kekerasan martensit adalah karena latis besi mengalami regangan yang

tinggi akibat adanya atom-atom karbon terjadi strain hardening. Kekerasan

martensit berkisar antara 20 – 67 HRC.

Gambar 2.29 Struktur Martensit 3

g. Martensit Temper

Martensit temper adalah struktur mikro yang dihasilkan melalui proses

tempering. Proses transformasi martensit temper pada temperatur dibawah

temperatur kritik melalui mekanisme difusi, reaksinya sebagai berikut :


Bab II - Dasar Teori 46

Martensit (BCT, fasa tunggal) → martensit temper ( + Fe3C)

Martensit yang merupakan fasa tunggal bertransformasi menjadi fasa

ferit stabil dan sementit. Struktur mikro martensit temper terdiri dari partikel-

partikel sementit yang sangat kecil dan tersebar merata beralaskan matriks

ferit. Martensit temper memiliki kekerasan mendekati kekerasan martensit, tapi

dengan keuletan dan ketangguhan yang lebih baik. Kekerasan dan kekuatan

yang terjadi disebabkan sangat kecilnya partikel sementit yang tersebar

merata dalam matriks ferrit sehingga luas area bidang batas fasa antara ferit

dan sementit per unit volumenya juga besar. Fasa sementit yang keras

memperkuat matriks ferrit sepanjang batas fasanya dimana batas fasa

tersebut berfungsi sebagai penghalang bergesernya dislokasi selama

deformasi plastis. Fasa ferrit yang lunak menjadi matriks dasar menambah

keuletan dan ketangguhan. Kedua sifat tersebut berkombinasi membuat

martensit temper masih memiliki sifat keuletan dan ketangguhan dengan

kekerasan yang masih cukup tinggi.


BAB III

PROSES dan DATA PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan

MULAI

PERSIAPAN
Bahan baku,
Cetakan Y blok

PELEBURAN

NODULARISASI
ANALISIS

INOKULASI

PENUANGAN Y BLOK

CEK Not OK
PEMBULATAN GRAFIT
& STRUKTUR MIKRO

OK
PEMBUATAN SAMPEL
Sampel uji tarik, dan impak

HEAT TREATMENT TANPA HEAT TREATMENT


Annealing,Normalising,Hardening,
Austempering

UJI MEKANIK UJI METALOGRAFI


Uji tarik, kekerasan, impak

ANALISIS

KESIMPULAN

SELESAI

47
Bab III - Proses dan Data Percobaan 48

3.2 Prosedur Percobaan

Seperti yang digambarkan dalam diagram alir maka Percobaan

dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :

• Pembuatan cetakan Y blok

• Peleburan BCN 700 dan penuangan pada cetakan Y blok

• Pembongkaran cetakan dan pembersihan hasil pengecoran

• Pengecekan awal metalografi sampel

• Pemotongan dan pemesinan Y blok menjadi sampel uji tarik dan impak

• Perlakuan panas (annealing, normalising, hardening, austempering)

• Uji tarik masing-masing sampel

• Uji kekerasan masing-masing sampel

• Uji impak masing-masing sampel

• Uji metalografi masing-masing sampel

3.3 Pembuatan Cetakan Y Blok

Cetakan Y blok dibuat dengan memakai pola standar Y blok yang sudah

tersedia. Y blok yang dipakai adalah standar DIN 1693 Nr. Y 2 seperti yang

ditunjukkan pada tabel di bab 2.4.1.1.

Bahan cetakan pasir berpengikat air kaca dibuat dengan komposisi

sebagai berikut :

- Pasir kuarsa : 50 kg

- Air kaca (4 %) : 2 kg

Pasir kuarsa dan air kaca diaduk dengan mixer sampai tercampur rata.

Cetakan Y blok dibuat dan pengerasan dilakukan dengan memberikan gas CO 2

pada cetakan. Hasil cetakan dikeringkan dalam oven pemanas pada

temperatur 110 o C selama + 1 jam. Setelah itu cetakan ditanam dalam sebuah

rangka cetak yang diisi oleh pasir greensand agar tidak pecah saat penuangan.
Bab III - Proses dan Data Percobaan 49

3.4 Peleburan BCN 700

Peleburan BCN 700 dilakukan di POLMAN (Politeknik Manufaktur Bandung)

dengan kapasitas tanur 250 kg. Peleburan dilakukan tidak hanya khusus untuk

men-cor Y blok namun sekaligus men-cor beberapa benda cor produksi

POLMAN. Proses peramuan dan pelaksanaan peleburan dilaksanakan berdasar

kepada standar kerja yang diterapkan di POLMAN untuk menghasilkan bahan

BCN 700. Berikut ini adalah perhitungan ramuan bahan baku dan paduan untuk

menghasilkan bahan BCN 700 :

Komposisi Bahan dsr C = 3.6 Si = 1.4 Mn = 0.4 P = 0.02 S= 0.02


Bahan Baku Komposisi Jumlah Kontribusi
Peleburan Bahan Baku Peleburan [%] Kedalam bhn dsr
C Si Mn P S C Si Mn P S
Bahan kembali 3.5 2.7 0.4 0.01 0.01 45 1.58 1.22 0.18 0.00 0.00
Baja 0.3 0.2 0.4 0.03 0.03 52.2 0.16 0.10 0.21 0.02 0.02
Carbon riser 99 0.02 2.3 2.28 0.00 0.00 0.00 0.00
FeSi75 0.1 75 0.05 0.4 0.00 0.30 0.00 0.00 0.00
FeMn(LC) 0.5 1.5 80 0.05 0.1 0.00 0.00 0.08 0.00 0.00
Subtotal 100 4.01 1.62 0.47 0.02 0.02
Lossis [%]
Karbon -10 -0.40
Silikon -10 -0.16
Mangan -10 -0.05
Komposisi dasar hasil perhitungan 3.61 1.46 0.42 0.02 0.02

Tabel 3.1 Peramuan Bahan Baku Besi Cor Nodular 700

Untuk menghasilkan struktur mikro BCN 700 dengan kandungan perlit > 90

% maka ditambahkan Cu sebanyak 0,8 %. Proses Mg treatment menggunakan

metoda sandwich dengan memberikan FeSiMg 9 sebanyak 3,8 kg. Inokulasi

diberikan inokulan sebanyak 1,2 kg.

Hasil ramuan dicek dengan pemeriksaan spektroskopi dengan hasil

dalam satuan persen (%) sebagai berikut :


Bab III - Proses dan Data Percobaan 50

C Si S P Mn Ni Cr Mo V Cu
3.63 2.56 0.008 0.01 0.33 0.03 0.06 - 0.002 0.79
W Ti Sn Al Pb Sb Nb Mg Zn Fe
0.004 0.009 0.003 0.02 0.002 0.003 0.002 0.039 0.003 92.51

Tabel 3.2 Hasil Pengecekkan Spektrometer

Hasil pengecekkan komposisi dengan spektrometer menunjukkan

komposisi sudah mendekati komposisi yang diinginkan.

3.5 Pembongkaran Cetakan dan Pembersihan Hasil Coran

Hasil coran dibongkar setelah dingin. Pembongkaran dilakukan

memakai palu untuk menghancurkan cetakan pasir sehingga didapat

benda cor Y blok. Setelah itu Y blok yang masih kotor oleh pasir-pasir sisa

yang menempel kemudian dibersihkan dengan shoot blasting. Hasil akhir

didapatkan Y blok yang bersih dari pasir.

3.6 Pemeriksaan Awal Struktur Mikro

Y blok di potong sebagian untuk diperiksa struktur mikro yang

terjadi apakah sudah menghasilkan struktur mikro BCN 700 atau tidak.

Hasil pemeriksaan struktur mikro awal adalah sebagai berikut :


Bab III - Proses dan Data Percobaan 51

850 x etsa nital

Gambar 3.1 Struktur mikro BCN As-Cast Hasil Percobaan

Grafit :

Bentuk : VI (bulat)

Ukuran :6

Pembulatan : > 90 %

Struktur mikro :

Perlit : 95 % Ferrit :5%

Hasil struktur mikro yang terjadi sudah cukup baik dan dapat

dipakai sebagai bahan untuk proses perlakuan panas.

3.7 Pemotongan Y Blok Menjadi Sampel Untuk Perlakuan Panas

Y blok dipotong dan dimesin untuk dibuat sampel uji tarik dan

sampel uji impak yang kemudian akan diproses perlakuan panas. Masing-

masing jenis sampel dibuat sebanyak 9 buah. 1 buah untuk sampel

sebelum perlakuan panas 8 buah untuk sampel perlakuan panas.


Bab III - Proses dan Data Percobaan 52

3.7.1 Sampel Uji Tarik


Y blok dipotong bentuk kotak dengan ukuran 25 x 25 x 125 pada

bagian bawah. Kemudian dibubut untuk membuat sampel uji tarik

standar DIN 50 125 seperti yang ditunjukkan pada bab 2.4.1.1. D o diambil

berdasarkan harga maksimum kuat tarik yang diperkirakan dan kapasitas

mesin uji tarik. Diperkirakan harga kuat tarik yang akan terjadi setelah

material diproses perlakuan panas adalah antara 45 kgf/mm 2 s/d 150

kgf/mm2 dan kapasitas mesin uji tarik yang akan dipakai adalah 20 ton.

Maka perhitungan diameter sampel uji tarik adalah sebagai berikut :

Luas penampang benda uji maksimum:

20000
A= = 133.33 [mm2 ]
150

133.33  4
Diameter benda uji maksimum: D= = 13.09 [mm]

Untuk keamanan mesin maka diameter benda uji dipilih lebih kecil

daripada harga maksimum. Maka diameter yang dipilih berdasarkan

standar DIN 50 125: do = 12 mm dan 8 mm.

3.7.2 Sampel Uji Kekerasan


Untuk uji kekerasan tidak dibuat sampel secara khusus. Untuk

pengujian kekerasan dapat dipakai sampel uji tarik.

3.7.3 Sampel Uji Impak


Y blok dipotong bentuk kotak dengan ukuran 10 x 10 x 55 yang

telah mengalami proses perlakuan panas di lakukan pemesinan untuk

membentuk V notch sehingga didapat sampel uji impak dengan standar

DIN 50 115 dimana bentuk dan ukuran sbb :


Bab III - Proses dan Data Percobaan 53

Gambar 3.2 Dimensi Sampel Uji Impak

3.7.4 Sampel Uji Metallografi


Untuk pengujian metallografi sampel diambil dari sampel uji tarik

yang telah dilakukan pengujian tarik.

3.8 Perlakuan Panas (Annealing, Normalising, Hardening,


Austempering)

Proses percobaan perlakuan panas dilakukan di laboratorium

POLMAN. Jenis perlakuan panas yang dilakukan sebanyak 8 macam yaitu

1. Full annealing (full anil 700)


Austenisasi 900 o C (2 jam) - penahanan pada temperatur 7000 C
(10 jam)
o
C
2 JAM TUNGKU
900o
10 JAM
TUNGKU
Bab III - Proses dan Data Percobaan 54

2. Annealing (anil)
Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan dalam tungku

o
C
2 JAM
900o
TUNGKU

3. Normalising dengan pendinginan udara bebas (norm. 1)


Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan udara bebas

o
C
2 JAM
900o
UDARA BEBAS

4. Normalising dengan pendinginan udara tiup (norm. 2)


Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan udara tiup

o
C
2 JAM
900o
UDARA TIUP
Bab III - Proses dan Data Percobaan 55

5. Hardening dengan pendinginan oli (hard. 1)


Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan celup oli – tempering

500 o C (2 jam) – pendinginan udara bebas

o
C
2 JAM
900o

CELUP OLI

2 JAM UDARA BEBAS


500o

6. Hardening dengan pendinginan air (hard. 2)


Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan celup air – tempering 500

o C (2 jam) – pendinginan udara bebas

o
C
2 JAM
900o

CELUP AIR

2 JAM UDARA BEBAS


500o
Bab III - Proses dan Data Percobaan 56

7. Austempering 260 (aust. 260)


Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan celup bak garam cair –

penahanan isotermal 260 o C (3 jam) – pendinginan udara bebas

o
C

2 JAM
900o

CELUP GARAM CAIR

3 JAM UDARA BEBAS


260o

Garam yang dipakai 50 % KNO3 dan 50 % NaNO3 yang memiliki

rentang operasi 200o C s/d 500 o C.

8. Austempering 400 (aust. 400)


Austenisasi 900 o C (2 jam) – pendinginan celup bak garam cair –

penahanan isotermal 400 o C (½ jam) – pendinginan udara bebas

o
C

2 JAM
900o CELUP GARAM CAIR

½ JAM UDARA BEBAS


400o

Garam yang dipakai 50 % KNO3 dan 50 % NaNO3 dengan rentang

operasi 200o C s/d 500 o C.


Bab III - Proses dan Data Percobaan 57

3.9 Uji Tarik Masing-Masing Sampel

Uji tarik dilaksanakan di laboratorium POLMAN. Mesin uji tarik yang dipakai

memakai sistem komputer untuk mencatat hasil yang diperoleh dari pengujian

tarik. Berikut ini hasil pengujian tarik dari sampel sebelum perlakuan panas dan

sampel yang telah mengalami proses perlakuan panas.

DATA-DATA DIMENSI SAMPEL UJI TARIK :

h
L0

No Jenis HT Do Lo Ao
(mm) (mm) (mm2)
1 Full anil 700 12.2 50 116.8987
2 Anil 12.7 50 126.6769
3 Norm. 1 12.5 50 122.7185
4 Norm. 2 12.6 50 123.7022
5 Hard. 1 - temper 8.2 50 52.81017
6 Hard. 2 - temper 8.0 50 50.26548
7 Aust. 260 9.1 50 65.03883
8 Aust. 400 8.3 50 54.10608
9 Non HT 12.4 50 120.7628

Tabel 3.3 Data Dimensi Aktual Sampel Uji Tarik

DATA HASIL PENGUJIAN :

Merk Mesin : Hung Ta (Korea)

Kapasitas Mesin : 20 Ton

Kecepatan Tarik : 20 mm/min

Temperatur : 25 O C
Bab III - Proses dan Data Percobaan 58

No Jenis HT Beban Puncak Beban batas mulur Li


(kgf) 0.2 % (mm)
(kgf)
1 Full anil 700 5460 4370 65.2
2 Anil 9710 7350 56.4
3 Norm. 1 12900 10350 54.65
4 Norm. 2 14180 11370 53.45
5 Hard. 1 - temper 5870 5000 51.4
6 Hard. 2 - temper 5810 4680 51.8
7 Aust. 260 9680 - -
8 Aust. 400 5750 4610 58.5
9 Non HT 9790 7860 56.2

Tabel 3.4 Data Hasil Pengujian Tarik

PERHITUNGAN KUAT TARIK , BATAS MULUR dan ELONGASI :

No Jenis HT  Kuat tarik 0.2 %  Batas Mulur Elongasi


(kgf/mm2) (kgf/mm2) (%)
1 Full anil 700 46.71 37.38 30.4
2 Anil 72.39 58.02 12.8
3 Norm. 1 105.12 84.34 9.3
4 Norm. 2 114.63 91.91 6.9
5 Hard. 1 - temper 111.15 94.68 2.8
6 Hard. 2 - temper 115.59 93.10 3.6
7 Aust. 260 148.83 - -
8 Aust. 400 106.27 85.20 17
9 Non HT 81.07 65.09 12.4

Tabel 3.5 Harga Kuat Tarik, Batas Mulur dan Elongasi

3.10 Uji Impak Masing-Masing Sampel

Pengujian impak dilaksanakan di laboratorium material ITB. Pengujian

impak yang dilakukan memakai metode Charpy. Temperatur uji temperatur

ruangan.

DATA DIMENSI SAMPEL UJI IMPAK

l
p
Bab III - Proses dan Data Percobaan 59

NO Jenis HT P L t h Luas
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm2)
1 Full anil 700 55.45 10.20 10.20 8.30 84.66
2 Anil 55.20 10.10 10.30 8.00 80.80
3 Norm. 1 54.80 10.00 10.00 8.05 80.50
4 Norm. 2 55.00 9.95 10.00 8.00 79.60
5 Hard. 1 – temper 54.75 9.80 9.75 8.00 78.40
6 Hard. 2 – temper 54.85 9.90 9.90 8.00 79.20
7 Aust. 260 54.90 9.85 9.90 8.20 80.77
8 Aust. 400 55.05 10.25 10.25 8.45 86.61
9 Non HT 54.65 10.05 9.95 8.10 81.41

Tabel 3.6 Data Dimensi Aktual Sampel Uji Impak

HASIL PENGUJIAN IMPAK

Merk mesin : Wolpert

Metoda pengujian : Charpy

Temperatur ruang : 26 o C

NO Jenis HT Energi Harga Impak


(Joule) (Joule/mm2)
1 Full anil 700 20 0.236
2 Anil 6 0.074
3 Norm. 1 7 0.087
4 Norm. 2 7 0.088
5 Hard. 1 – Temper 7 0.089
6 Hard. 2 – Temper 7 0.088
7 Aust. 260 8 0.099
8 Aust. 400 22 0.254
9 Non HT 6 0.074

Tabel 3.7 Data Hasil Pengujian Impak

3.11 Uji Kekerasan Masing-Masing Sampel

Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai metode Rockwell B dan

Rockwell C. Uji kekerasan dapat dilakukan pada benda uji tarik sebelum

mengalami pengujian tarik. Pengujian dilakukan pada daerah pemegang dan

bukan pada daerah uji tarik agar bekas jejak yang ditinggalkan oleh pengujian

kekerasan tidak mempengaruhi hasil pengujian tarik.


Bab III - Proses dan Data Percobaan 60

No Jenis HT HRB HRC Konversi ke HB Keterangan

1 Full anil 700 78 - 143


2 Anil - 17 219
3 Norm. 1 - 33 303
4 Norm. 2 - 37 341
5.a Hard. 1 - 58 621
5.b Hard. 1 - Temper - 36 341
6.a Hard. 2 - 60 656
6.b Hard. 2 - Temper - 38 360
7 Aust. 260 - 48 401
8 Aust. 400 - 22 232
9 Non HT - 20 228

Tabel 3.8 Data Hasil Pengujian Kekerasan

3.12 Uji Metalografi Masing-Masing Sampel

Pengujian metalografi ditujukan untuk mengetahui perubahan struktur

mikro material BCN 700 setelah mengalami proses perlakuan panas. Pengujian

metalografi dilakukan dengan langkah-langkah seperti yang telah diuraikan

pada bab 2.4.4.1. berikut ini hasil pengujian metalografi dari masing-masing

sampel :

3.12.1 Full Anil 700 (isotermal 700 o C)


Struktur mikro :

Perlit bulat :5% Ferrit : 90 %

Etsa nital perbesaran 850 x


Bab III - Proses dan Data Percobaan 61

3.12.2 Anil (pendinginan dalam tungku)


Struktur mikro :

Perlit kasar : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x

3.12.3 Norm. 1 (pendinginan udara bebas)


Struktur mikro :

Perlit halus : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x


Bab III - Proses dan Data Percobaan 62

3.12.4 Norm. 2 (pendinginan udara tiup)


Struktur mikro :

Perlit halus : 95 % bainit : 5 %

Etsa nital perbesaran 850 x

3.12.5 Hard 1 (pendinginan celup oli)


Struktur mikro :

Martensit : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x


Bab III - Proses dan Data Percobaan 63

3.12.6 Hard 1 – temper


Struktur mikro :
Martensit temper : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x

3.12.7 Hard 2 (pendinginan celup air)


Struktur mikro :
Martensit : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x


Bab III - Proses dan Data Percobaan 64

3.12.8 Hard 2 – temper


Struktur mikro :

Martensit temper : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x

3.12.9 Austemper 260 (isotermal 260 o C)


Struktur mikro :

Ausferrit halus : 100 % bercampur martensit

Etsa nital perbesaran 850 x


Bab III - Proses dan Data Percobaan 65

3.12.10 Austemper 400 (isotermal 400 o C)


Struktur mikro :

Ausferrit kasar : 100 %

Etsa nital perbesaran 850 x


BAB IV

ANALISIS
Dalam penelitian proses perlakuan panas yang dilakukan secara

umum dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :

• Perlakuan panas dengan pendinginan kontinyu

• Perlakuan panas dengan penahanan isotermal

4.1 Perubahan Sifat Mekanik

Dari hasil pengujian mekanik yaitu uji tarik, kekerasan dan impak maka

didapat suatu peningkatan dan ada juga penurunan. Bila dirangking dari

yang paling rendah sampai yang paling tinggi maka perbandingan kuat tarik,

yield strength , kekerasan dan harga impak dengan metoda perlakuan panas

adalah sbb :

UJI TARIK

Kuat tarik Batas mulur Elongasi


No Jenis HT
(kgf/mm2) (kgf/mm2) (%)
Kontinyu
1 Anil 72.39 58.02 12.8
2 Non HT 81.07 65.09 12.4
3 Norm. 1 105.12 84.34 9.3
4 Hard. 1 111.15 94.68 2.8
5 Norm. 2 114.63 91.91 6.9
6 Hard. 2 115.59 93.1 3.6
Isotermal
1 Full anil 700 46.71 37.38 30.4
2 Aust. 400 106.27 85.2 17
3 Aust. 260 148.83 - -

Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Pengujian Tarik

66
Bab IV - Analisis 67

UJI KEKERASAN

No Jenis HT HRB HRC HB


Kontinyu
1 Anil - 17 219
2 Non HT - 20 228
3 Norm. 1 - 33 303
4 Norm. 2 - 37 341
5 Hard. 1 - Temper - 36 341
6 Hard. 2 - Temper - 38 360
7 Hard. 1 - 58 621
8 Hard. 2 - 60 656
Isotermal
1 Full anil 700 78 - 143
2 Aust 400 - 22 232
3 Aust 260 - 48 401

Tabel 4.2 Perbandingan hasil Pengujian Kekerasan

UJI IMPAK

Energi Harga Impak


No Jenis HT
(Joule) (Joule/mm2)
Kontinyu
1 Anil 6 0.074
2 Non HT 6 0.074
3 Norm. 1 7 0.087
4 Norm. 2 7 0.088
5 Hard. 2 7 0.088
6 Hard. 1 7 0.089
Isotermal
7 Aust. 260 8 0.099
8 Full anil 700 20 0.236
9 Aust. 400 22 0.254

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Pengujian Impak


Bab IV - Analisis 68

Grafik dari perbandingan diatas dapat dilihat sebagai berikut :

Grafik Kuat Tarik (UTS) dan Batas Mulur 0,2 % (YS)

160

140

120

100
Kgf/mm2

80

60

40

20

0
Hard. 1 - Hard. 2 - Full anil
Non HT Anil Norm. 1 Norm.2 Aust. 400 Aust. 260
temper temper 700
UTS Non HT 81.07
0,2 % YS Non HT 65.09
UTS HT 72.39 105.12 114.63 111.15 115.59 46.71 106.27 148.83
0,2 % YS HT 58.02 84.34 91.91 94.68 93.1 37.38 85.2
Jenis HT

Grafik Elongasi

35

30

25

20
%

15

10

0
Hard. 1 - Hard. 2 - Full anil
Non HT Anil Norm. 1 Norm. 2 Aust. 400 Aust. 260
temper temper 700
Non HT 12.4
HT 12.8 9.3 6.9 2.8 3.6 30.4 17 0

Jenis HT
Bab IV - Analisis 69

Grafik Kekerasan

700

600

500

400
HB

300

200

100

0
Hard. 1 - Hard. 2 - Full anil Aust Aust
Non HT Anil Norm. 1 Norm. 2 Hard. 1 Hard. 2
Temper Temper 700 400 260
Non HT 228
HT 219 303 350 341 360 621 656 143 232 401

Jenis HT

Grafik Energi Impak

25

20

15
Joule

10

0
Full anil
Non HT Anil Norm. 1 Norm. 2 Hard. 1 Hard. 2 Aust. 400 Aust. 260
700
Non HT 6
HT 6 7 7 7 7 20 22 8

Jenis HT
Bab IV - Analisis 70

4.2 Perubahan Struktur Mikro

Dari hasil pengamatan struktur mikro maka jenis-jenis struktur mikro

yang terjadi karena proses perlakuan panas adalah sebagai berikut :

No Jenis HT Struktur mikro


Kontinyu
1 Non HT Perlit 95 % ; Ferrit 5 %
2 Anil Perlit kasar
3 Norm. 1 Perlit halus
4 Norm. 2 Perlit halus ; bainit
5 Hard. 1 Martensit
6 Hard. 1 - temper Martensit temper
7 Hard. 2 Martensit
8 Hard. 2 - temper Martensit temper
Isotermal
1 Full Anil 700 Perlit bulat 5 % ; Ferrit 95 %
2 Aust. 260 Ausferrit halus ; martensit
3 Aust. 400 Ausferrit kasar

Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Pengujian Struktur Mikro

Ukuran grafit terlihat juga berubah yaitu : semakin tinggi kecepatan

pendinginan maka ukuran grafit terlihat semakin kecil.

4.3 Analisis Perubahan Sifat Mekanik dan Struktur Mikro

Proses perlakuan panas yang dilakukan pada dasarnya merupakan

suatu pengaturan pola pendinginan dari material dari temperatur austenisasi

900 o C. Pola pendinginan yang dilakukan berupa perlakuan pendinginan

kontinyu dengan kecepatan yang berbeda dan perlakuan penahanan

isotermal dengan temperatur penahanan yang berbeda dan waktu

penahanan yang berbeda. Berikut ini analisis perubahan sifat mekanik dan

struktur mikro untuk masing masing proses perlakuan panas.

4.3.1 Pola Pendinginan Kontinyu


Pada pola pendinginan kontinyu yang terjadi adalah sebagai berikut :

Ketika material besi cor nodular dipanaskan sampai pada temperatur

900 o C kemudian ditahan untuk beberapa lama maka struktur mikro

bertransformasi menjadi 100 %  - austenit yang jenuh dengan atom karbon.


Bab IV - Analisis 71

Pada saat didinginkan maka semakin lambat kecepatan pendinginan maka

karbon

A
F

Anil
B

Ud. bebas
Oli

M Air Ud. tiup

Gambar 4.2 Pola Pendinginan Kontinyu

memiliki kesempatan untuk berdifusi dan memisahkan diri dari besi sehingga

semakin banyak pembentukan ferrit. Semakin cepat kecepatan pendinginan

maka atom karbon semakin sedikit kesempatan untuk memisahkan diri dari

besi dan terjadi pembentukan perlit. Lebih cepat lagi maka perlit yang

terbentuk akan semakin halus dan terjadi pembentukan bainit semakin halus

perlit semakin tinggi kuat tarik dan kekerasannya. Pada kondisi yang

pendinginan yang sangat cepat maka akan terbentuk martensit, yaitu suatu

struktur tunggal yang mekanisme pembentukannya adalah geser dan

sifatnya paling keras dan paling tinggi kuat tariknya.

Tingginya kekerasan dan kuat tarik pada struktur perlit yang halus

karena semakin halus perlit maka akan semakin banyak batas fasa yang

merupakan barrier/penghalang bagi bergeraknya dislokasi pada saat terjadi

deformasi. Pada martensit kristal yang terbentuk adalah BCT (body centered
Bab IV - Analisis 72

tetragonal), sesungguhnya merupakan kristal BCC yang terdistorsi oleh

adanya atom karbon yang tidak sempat berdifusi keluar pada saat

pendinginan. Kondisi terdistorsi mengakibatkan terjadinya tegangan dan

tegangan menghasilkan peningkatan kekerasan dengan adanya fenomena

strain hardening.

Harga impak yang relatif stabil terjadi karena adanya kontribusi ukuran

grafit. Pada umumnya semakin keras suatu material maka semakin rendah

harga impaknya. Namun pada besi cor nodular keberadaan grafit

mempengaruhi hasil pengujian impak. BCN dengan ukuran grafit yang besar

akan menghasilkan harga impak yang lebih rendah dibanding BCN dengan

ukuran grafit yang lebih kecil. Pada proses perlakuan panas pemanasan

sampai temperatur austenisasi mengakibatkan karbon mudah berdifusi. Difusi

karbon terjadi dari Fe3C dengan kandungan karbon 6,67 ke ferrit pada matrik

perlit. Dan difusi juga terjadi dari grafit keluar menuju matrik struktur mikro

sehingga ukuran grafit mengecil. Kecepatan pendinginan yang semakin

cepat menyebabkan karbon tidak bisa kembali ke grafit. Terlihat pada proses

hardening dengan kecepatan pendinginan yang tinggi menghasilkan ukuran

grafit yang relatif lebih kecil dibanding annealing. Kecilnya grafit yang terjadi

pada proses hardening dan besarnya grafit pada proses annealing

menghasilkan harga impak yang relatif hampir sama.

4.3.2 Pola Isotermal


Pada pola penahanan isotermal yang terjadi adalah sbb :
Bab IV - Analisis 73

F
Full anil
A
P

Aust. 400

B
Aust. 260

Gambar 4.2 Pola Isotermal

Diagram TTT menggambarkan daerah-daerah transformasi struktur

mikro berdasarkan temperatur dan waktu transformasi. Pada temperatur 650 o

C s/d 723 o C merupakan daerah pambentukan ferrit (+ perlit). Pada

temperatur 400 o C s/d 650 o C daerah pembentukkan perlit. Pada temperatur

230 o C s/d 400 o C adalah daerah pembentukan bainit. Dan < 230 o C

merupakan daerah pembentukan martensit.

Pada proses penahanan isotermal 700 o terjadi pembentukan ferrit

dengan kristal BCC dan kandungan karbon menurun sampai 0,02 % pada

matriks struktur mikro ferrit sehingga sifat material menjadi lebih lunak, elongasi

meningkat, kuat tarik menurun dan harga impak meningkat.

Pada proses austempering pada penahanan isotermal 260 o C dan

400 o C proses penahanan isotermal tidak dilakukan sampai garis

pembentukan bainit (bainit ends) namun dihentikan pada saat pertengahan

antara garis bainit begins dan bainit ends kemudian didinginkan di udara

bebas. Pada saat itu kondisi struktur mikro adalah austenit dan acicular ferrit

austenit distabilkan oleh karena adanya pengayaan (enriched) karbon dari


Bab IV - Analisis 74

pembentukan acicular ferrit. Sehingga struktur mikro akhir yang terbentuk

adalah ausferrit (austenit stabil dan acicular ferrit).

Pada temperatur penahanan isotermal 260 o C kecepatan pengintian

lebih tinggi daripada kecepatan pertumbuhan butir sehingga terbentuk

ausferrit yang halus. Sifat mekaniknya berubah yaitu kuat tarik tinggi, elongasi

rendah, kekerasan tinggi, dan harga impak rendah.

Pada temperatur penahanan isotermal 400 o C temperatur cukup

tinggi dimana kecepatan pertumbuhan butir lebih tinggi dibanding

kecepatan pengintian maka terbentuk ausferrit kasar. Sifat mekaniknya

berubah yaitu kuat tarik dan kekerasan meningkat walau tidak terlalu tinggi,

elongasi meningkat dan hal yang paling signifikan adalah harga impak yang

meningkat tajam.

Kuat tarik dan kekerasan yang meningkat karena bentuk struktur mikro

adalah acicular ferrit dalam matrik austenit banyak batas fasa menghalangi

gerak dislokasi

Meningkatnya elongasi dan tingginya harga impak karena adanya

matriks austenit yang memiliki kristal FCC dengan bidang slip (111). Susunan

atom bidang (111) FCC cukup padat (close packed) kondisi tersebut lebih

membuat material mudah meregang dibanding dengan kristal BCC yang

memiliki bidang slip (110) dimana susunan atomnya pada bidang itu kurang

padat. Pada pengujian impak pemberian beban yang tiba-tiba

mengakibatkan kecepatan regangan pada material tinggi menghasilkan

patah getas. Kecepatan regangan yang tinggi dikompensasikan oleh kristal

FCC yang mudah meregang sehingga harga impak tinggi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat perubahan sifat mekanik dan struktur

mikro besi cor nodular 700 setelah proses perlakuan panas. Prosentase

perubahan dari kondisi sebelum perlakuan panas dan setelah perlakuan

panas BCN 700 dapat dilihat pada tabel berikut :

Kuat Tarik Batas Mulur Elongasi Harga Impak Kekerasan


No Jenis HT 2 2 2 Struktur Mikro
(kgf/mm ) (kgf/mm ) (%) (Joule/mm ) HB
Kontinyu
72.39 58.02 12.8 0.074 219
1 Anil Perlit kasar
89% 89% 103% 100% 96%
81.07 65.09 12.4 0.074 228
2 Non HT Perlit 95 % + Ferrit 5 %
100% 100% 100% 100% 100%
105.12 84.34 9.3 0.087 303
3 Norm. 1 Perlit halus
130% 130% 75% 118% 133%
114.63 91.91 6.9 0.088 341
4 Norm. 2 Perlit halus + Bainit
141% 141% 56% 119% 150%
- - - - 621
5 Hard. 1 Martensit
272%
111.15 94.68 2.8 0.088 341
6 Hard. 1 - temper Martensit temper
137% 145% 23% 119% 150%
- - - - 656
7 Hard. 2 Martensit
- - - - 288%
115.59 93.1 3.6 0.089 360
8 Hard. 2 - temper Martensit temper
143% 143% 29% 120% 158%
Isotermal
46.71 37.38 30.4 0.236 143
1 Full anil 700 Ferrit 95 % + Perlit bulat 5 %
58% 57% 245% 319% 63%
106.27 85.2 17 0.254 232
2 Aust. 400 Ausferrit kasar
131% 131% 137% 343% 102%
148.83 - - 0.099 401
3 Aust. 260 Ausferrit halus + martensit
184% - - 134% 176%

Tabel 5.1 Resume Hasil Penelitian

75
BabVI - Kesimpulan dan Saran 76

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada proses kontinyu kecepatan pendinginan mempengaruhi

hasil struktur mikro dan sifat mekanik yang terjadi dimana semakin

tinggi kecepatan pendinginan maka kecenderungan :

• Kuat tarik meningkat (89% - 130% - 141% - 137 % - 143)

• Batas mulur meningkat (89% – 130% – 141% – 145% )

• Elongasi menurun (103% – 75% – 56% – 23% – 29% )

• Kekerasan meningkat (96% – 133% – 150% – 272% – 288% )

• Harga impak relatif stabil (1005 – 118% – 119% – 119% – 120% )

2. Pada proses isotermal temperatur penahanan mempengaruhi

hasil struktur mikro dan sifat mekanik dimana semakin rendah

temperatur penahanan maka kecenderungan :

• Kuat tarik meningkat (58% – 131% – 184% )

• Batas mulur meningkat (57 % – 131 % )

• Kekerasan meningkat (63 % – 102 % – 176 % )

• Elongasi menurun ( 245 % – 137 % – 0 %)

• Harga impak mencapai titik tertinggi pada temperatur

penahanan pertengahan yaitu 400 o C (319 % – 343 % – 143 % ).

3. Pembentukan mikrostuktur pada kecepatan pendinginan tertinggi

sampai terendah dan temperatur penahanan terendah sampai

tertinggi :

• Mikrostruktur yang terbentuk martensit– bainit– perlit halus –

perlit kasar – ferrit

• Grafit yang terbentuk semakin mengecil

5.2 Saran

Dari hasil penelitian tentang analisis perubahan sifat mekanik dan

struktur mikro besi cor nodular 700 setelah mengalami proses perlakuan panas
BabVI - Kesimpulan dan Saran 77

didapat bahwa sifat mekanik besi cor nodular dapat di ubah melebihi

batasan yang hanya dapat dicapai pada kondisi as-cast. Proses perlakuan

panas yang dilakukan dalam penelitian ini hanyalah sebagian dari berbagai

macam proses perlakuan panas yang dapat diterapkan pada besi cor

nodular. Beberapa hal masih perlu dikembangkan adalah :

• Proses perlakuan panas dengan jenis besi cor nodular dengan

kualitas berbeda (BCN 400, BCN 500, BCN 600, BCN 700 dan BCN

800) sebagai variabel kemudian diberikan salah satu proses

perlakuan panas. Sehingga dapat dibandingkan sejauh mana

pengaruh material as-cast dapat menghasilkan sifat mekanik

tertentu.

• Pengembangan austemper ductile iron yang terbukti dapat

menghasilkan material yang memiliki ketangguhan tinggi, kuat

tarik tinggi dan elongasi tinggi, khususnya tentang pengaruh

temperatur dan waktu penahanan austempering.


78

DAFTAR PUSTAKA

1. Suratman, Rochim ; Panduan Proses Perlakuan Panas ; Lembaga


Penelitian Institut Teknologi Bandung ; 1994.
2. Karl – Erik Thelning ; Steel and Its Heat Treatment ; Bofors Handbook ;
London 1984.
3. Burdit Michael F; Ductile Iron Handbook. American Foundrymen’s
Society Inc. 1993.
4. Davis, Harmer E; The Testing and Inspection of Engineering Materials ;
2nd Ed. ; McGraw Hill Book Company inc. ; New York ;1955.
5. F. Smith, William; Principles of Materials Science And Engineering; 3rd
Ed. ; McGraw Hill Book Company inc. ; New York ;1996.
6. QIT ; Ductile Iron Data for Design Engineers ; QIT-Fer et Titane Inc. ;
Canada 1990 ; http://www.ductile.org/.
7. Brunhuber E; Taschenbuch der Giesserei-Praxis. Fachverlag Sciele &
Scoen GmbH-Berlin, 1989.
8. Foseco ; Metallurgy & Production of Grey & Ductile Iron ; BCIRA
membership services .
9. Karl B, Rundman; Heat Treating of Ductile Iron ; Journal ; Department
of Metallurgical and Material Engineering, Michigan Technological
University.
10. Verhoeven, John D ; Fundamentals of Phisycal Metallurgy ; John Wiley
& Son ; 1975.
11. Arifin, Bustanil ; Pengaruh Suhu Austenisasi 950 dan 850 o C Pada
Austempered Ductile Iron 1.13 % Nikel Dengan Waktu tahan Selama 2
Jam ; Makalah Seminar ; 1994
LAMPIRAN
Lampiran

NON HT

Lampiran - 2
Lampiran

ANNEALING

Lampiran - 3
Lampiran

NORMALISING 1 (UDARA BEBAS)

Lampiran - 4
Lampiran

NORMALISING 2 (UDARA TIUP)

Lampiran - 5
Lampiran

HARDENING 1 + TEMPER (CELUP OLI)

Lampiran - 6
Lampiran

HARDENING 2 + TEMPER (CELUP AIR)

Lampiran - 7
Lampiran

AUSTEMPERING 260

Lampiran - 8
Lampiran

AUSTEMPERING 400

Lampiran - 9
Lampiran

FULL ANIL 700

Lampiran - 10
Lampiran

GRAFIK UJI TARIK GABUNGAN

S39 Austempering 260


S37 Hardening 2 (celup air) + temper
S38 Hardening 1 (celup oli) + temper
S11 Normalising 2
S10 Normalising 1
S40 Austempering 400
S9 Non HT (Ascast)
S8 Annealing
S12 Full Annealing

Lampiran - 11

Anda mungkin juga menyukai