Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ST.

NURYASMIN NEYSYAH
NIM : 191911271
KELAS : E

CONTOH KASUS BISNIS INTERNASIONAL

PERSENGKETAAN BEA MASUK ANTI-DUMPING PADA KERTAS IMPOR


INDONESIA
Indonesia sebagai negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu perusahaan
domestic untuk disubsidi, khususnya industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia
juga mengambil kebijakan ekonomi seperti penetapan batasan impor, hambatan tarif dan non
tarif dan kebijakan lainnya. Sama seperti negara lainnya, Korea juga menetapkan kebijakan
ekonomi anti dumping untuk melindungi industry domestiknya. Kalin ini yang menjadi
sasaran negara yang melakukan dumping adalah Indonesia.
Salah satu kasus yang terjadi antara anggota WTO yaitu kasus antara Korea Selatan
dan Indonesia., dimana korsel menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper
ke korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.
Pada mulanya harga produk kertas korsel tinggi dan juga produsen kertas korsel tidak
dapat memenuhi beberapa permintaan pasar. Pada saat itulah masuk produk kertas Indonesia
dengan harga yang lebih murah (termasuk jika dibandingkan dengan harga di pasar
Indonesia) dan juga dengan produk yang memiliki fungsi/nilai substitusi atas produk kertas
yang tidak dapat dipenuhi produsen kertas korsel. Hal ini disenut juga dengan “like product”.
Karena hal ini maka produk kertas Indonesia lebih banyak diminati oleh pasar di Korsel,
sedangkan kertas produk Korsel sendiri menurun penjualannya. Itulah mengapa Korsel
menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BAMD) terhadap produk kertas yang masuk dari
Indonesia, untuk melindugi produk negerinya.
Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk,
tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or
other graphic serta carbon paper, self copy paper, and other copying atau transfer paper.
Kasus ini bermula ketika industry kertas Korsel mengajukan petisi anti-dumping ini
terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada 30
September 2002 dan pada 9 Mei 2013, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping Sementara
(BMADS) dengan besaran untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT.
Pindo Deli 11,65% dan PT. Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun,
pada 7 November 2003 KTC menurunkan BMAD terhadap produk kertas Indonesia ke
Korsel dengan ketentuan PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia tbk, PT. Pindo Deli dan PT. Indah
Kiat diturunkan sebesar 8,22% dan untuk April Pine dan lainnya 2,80%.
Akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor
Woodfree Copy Paper Indonesia ke Korsel yang pada tahun 2002 mencapi 102 juta dolar AS,
turun menjadi 67 juta dolar pada tahun 2003. Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO
tanggal 4 juni 2004 dan meminta diadakn konsultasi bilatersl, namun konsultasi yang
dilakukan pada 7 juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.

PENYELESAIAN KASUS
Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga
yang lebih murah dari harga negara ekspor dan ini merupakan pelanggaran terhadpa
kesepakatam WTO.
Berikut langkah-langkah penyelesaian kasus dumping ini.
1. Indonesia meminta bantuan kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement
Body (DSB)) WTO dan melalui Panel meminta agar kebijakan anti dumping yang
dilakukan korea ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel
kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikan dan artikel lainnya dan
Indonesia juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding On
Rules And Procedures Governing The Settlement Of Disputes (DSU) untuk meminta
korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT (general agreement on tariffs and
trade) dan membatalkan kebijakan anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh
menteri keuangan dan ekonominya pada tanggal 7 November 2003. Yang menjadi
aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO
khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penetuan tarif seperti yang tercakup
dalam GATT. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan
retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena korea dinilai telah bertindak “curang”
dengan tidak melaksanakan keputusan panel. Sementara DSB sebelumnya atas kasus
dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retiliasi diijinkan
dalam WTO.
2. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen
Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November 2005
menyatakan korsel harus melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin
dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu, korsel diberikan waktu untuk
melaksankan paling lama 8 bulan setelah keluarnya putusan atau pada juli 2006. Panel
DSB menilai korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar
ketentuan anti dumping WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai
dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke korsel kurang dari dua persen
atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan Bea Masuk Anti Dumping. Panel
permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan panel permamnen juga
tidak ditaati oleh korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan
atas kerugian yang di derita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk
atas produk tertentu dari korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan
Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan
otoritas dumping korsel menerapkan BMAD 2,8-8,22% terhadap empat perusahaan
kertas, seperti yang telah disebutkan di atas yaitu PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT.
Pindo Beli Pulp & Paper Mills, PT. Indah Kiat Pulp & Paper dan PT. April Fine sejak
7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin
dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7%. Produk kertas yang dikenakan
BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper.
3. Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur
terhadap korsel. Pada 26 oktober 2006 indonesia juga mengirim surat pengajuan
konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal
karena korea masih melaksanakan rekalkulasi dalam pertemuan korea mengulur-ulur
waktu. Tindakan korsel tersebut dapat merugikan industry kertas Indonesia. Ekspor
kertas ke korsel anjlok hingga 50% dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan
berkepanjangan sebab panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat 3 bulan dan
paling lama 6 bulan.
4. Kasus dumping korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Namun
untuk menghadapi kasus-kasus antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU)
Anti Dumping untuk melindungi industry dalam negeri dari kerugian akibat
melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapan Bea Masuk Anti
Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping
(ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan industry
dalam negeri.
5. Pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang
merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti,
penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang impor dumping,
barang impor bersubsidi, dan lonjakan impor.

TANGGAPAN
Korea terlalu cepat menilai Indonesia melakukan praktek dumping tanpa berfikir
panjang dengan tidak berusaha menghitung ulang margin dumping pada produk kertas
Indonesia dan tidak meneliti kembali kesepakatan perdagangan antara Korea dan Indonesia.

SARAN
1. Setiap negara yang melakukan ekspor impor sebaiknya menghitung margin dumping
dengan teliti dan berusaha menyepakati perjanjian-perjanjian yang ada dengan baik
2. Setiap negara yang melakukan ekspor impor perlu melakukan antisipasi dengan
pembuatan Undang-Undang Anti Dumping untuk melindungi industry dalam negeri
dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapan Bea
Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek
dumping yang diajukan industry dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai