Anda di halaman 1dari 11

CONTOH KASUS BESERTA ANALISISNYA

KASUS 1
PERSENGKETAAN BEA MASUK ANTI-DUMPING PADA KERTAS IMPOR
INDONESIA
(www.tempo.co)

Indonesia sebagai negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu


perusahaan domestik untuk disubsidi khususnya industri yang benar-benar
menjadi ekspor Indonesia. Dan selain itu, Indonesia juga mengambil kebijakan
ekonomi seperti penetapan batasan impor, hambatan tarif dan non tarif dan
kebijakan lainnya. Sama seperti negara lainnya, Korea juga menetapkan kebijakan
ekonomi anti dumping untuk melindungi industri domestiknya. Kali ini yang menjadi
sasaran negara yang melakukan dumping adalah Indonesia.

Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO yaitu kasus antara Korea
Selatan dan Indonesia, dimana Korsel menuduh Indonesia melakukan
dumping Woodfree Copy Paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian
yang cukup besar.

Pada mulanya harga produk kertas Korsel tinggi dan juga produsen kertas Korsel
tidak dapat memenuhi beberapa permintaan pasar. Pada saat itulah masuk produk
kertas Indonesia dengan harga yang lebih murah (termasuk jika dibandingkan
dengan harga di pasar Indonesia) dan juga dengan produk yang memiliki
fungsi/nilai substitusi atas produk kertas yang tidak dapat dipenuhi produsen
kertas Korsel, hal ini disebut juga dengan Like Product. Karena hal inilah maka
produk kertas Indonesia lebih banyak diminati oleh pasar di Korsel, sedangkan
kertas produk Korsel sendiri menurun penjualannya. Itulah mengapa Korsel
menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk kertas yang masuk
dari Indonesia, untuk melindungi produk dalam negeri nya.

Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk,
tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for
writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper
and other copying atau transfer paper.

Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-
dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade
Commission (KTC) pada 30 September 2002. Dan pada 9 Mei 2003, KTC mengenai
Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dengan besaran untuk PT Pabrik
Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat
0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BMAD terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan
sebesar 8,22% dan untuk April Pine dan lainnya 2,80%.

Dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor Woodfree Copy Paper Indonesia ke Korsel yang pada tahun 2002 mencapai
102 juta dolar AS, turun menjadi 67 juta dolar pada tahun 2003. Dan Indonesia
mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan
konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal
mencapai kesepakatan.

1.Tindakan apa yang seharusnya dilakukan indonesia agar terlepas dari hukum anti dumping?
2. Bagaimana cara indonesia menyikapi hubunhan bisnis yang hampir rusak karna isu tersebut?
3. Bagaimana sikap WTO dalam menangani permasalahan tersebut?

PENYELESAIAN KASUS

Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga


yang lebih murah dari harga negara ekspor dan ini merupakan pelanggaran
terhadap kesepakatan WTO.
Berikut langkah-langkah penyelesaian kasus dumping ini.

Indonesia meminta bantuan kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute


Settlement Body(DSB) WTO dan melalui Panel meminta agar kebijakan anti
dumping yang dilakukan Korea ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan
beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling banyak
diabaikan dan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta Panel terkait dengan
artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures Governing the
Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai dengan
kesepakatan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan membatalkan
kebijakan anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh menteri keuangan dan
ekonomi nya pada tanggal 7 November 2003. Yang menjadi aspek legal disini adalah
adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam
kesepakatan perdagangan dan penentuan tarif seperti yang tercakup dalam GATT.
Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh
pemerintah Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak curang dengan tidak
melaksanakan keputusan Panel. Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping
kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam
WTO.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November
2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang
margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan
waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah keluarnya putusan
atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan
dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari Indonesia.
Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan anti dumping
WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel
maka ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen
atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan Bea Masuk Anti Dumping. Panel
Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga
tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya
pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat
mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang
sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade
Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8 - 8,22
% terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp
& Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan
dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7
persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper
copier dan undercoated wood free printing paper.
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai
prosedur terhadap Korsel.Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat
pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006
namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan
Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri
kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120
juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu
cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Kasus dumping Korea-Indonesia pada
akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus kasus
dumping yang belum terselesaikan sekarang maka Indonesia perlu melakukan
antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi
industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu,
diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam
rangka proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari
harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri.
Pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia
(KADI) yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan,
pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang
impor dumping, barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.

TANGGAPAN:

Korea terlalu cepat menilai Indonesia melakukan praktek dumping tanpa berfikir
panjang dengan tidak berusaha menghitung ulang margin dumping pada produk
kertas Indonesia dan tidak meneliti kembali kesepakatan perdagangan antara
Korea dan Indonesia.

SARAN:
Setiap negara yang melakukan ekspor impor sebaiknya menghitung margin
dumping dengan teliti dan berusaha menyepakati perjanjian-perjanjian yang ada
dengan baik.
Setiap negara yang melakukan ekspor impor perlu melakukan antisipasi
dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri
dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan
penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses
investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam
negeri) yang diajukan industri dalam negeri.

REFERENSI
Anindika, Ratya & Reed, R. Michael. Bisnis dan Perdagangan
Internasional. 2008. Andi: Yogyakarta
Griffin, Ricky W & Pustay, Michael W. Bisnis Internasional Edisi Keempat
Jilid 2.2006. Indeks: Jakarta.
Tambunan, Tulus T H. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. 2004.
Ghalia Indonesia: Jakarta.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/01/eko09.htm
http://www.tempo.co/read/news/2010/10/25/090286990/Penghentian-
Kasus-Dumping-Kertas-Belum-Direspons-Pengusaha-Korea
https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds312_e.htm

Di copas dari : http://arrobiatun.blogspot.co.id/2016/10/bisnis-internasional-dan-contoh-kasus.html


Pengertian Dumping dalam Perdagangan Internasional
Publikasi Jumat, 19 Februari 2016 oleh Achmad Maulidi,
Pengertian Dumping adalah praktek menjual barang di pasar luar negeri dengan
harga yang lebih rendah dari harga di pasar dalam negeri (harga normal). Praktek
dumping dilakukan sejak adanya perdagangan internasional yang merupakan salah satu
bentuk dari kebijakan diskriminasi harga dalam rangka mengoptimalkan
keuntungannya.

Dengan kebijakan dumping keuntungan akan dioptimalkan karena pasarnya semakin


luas sampai di luar negeri, penumpukan stok barang yang tidak terjual dapat diatasi,
monopoli dalam negeri dapat dipertahankan, dan hal-hal lain yang dapat meningkatkan
keuntungannya.

Dalam makalah yang diterbitkan KADI (Komite Anti Dumping Indonesia) diuraikan
beberapa alasan eksportir melakukan praktek dumping yakni untuk memperbesar
pangsa pasar (Market Expansion dumping), menyingkirkan saingan agar dapat
memonopoli pasar (predatory dumping), melepaskan persediaan karena kelebihan
kapasitas (cycling dumping), dan mendapatkan mata uang asing (state trading
dumping).

Negara-negara anggota WTO sebagaimana tercantum dalam Agreement on Trade in


Goods tidak menyatakan praktek dumping sebagai praktek yang tidak sehat / tidak adil
sehingga perlu dilakukan pelarangan atau tidak membolehkan praktek dumping.

Akan tetapi mereka sepakat untuk melakukan upaya menanggulangi praktek dumping
yaitu dengan menggunakan instrumen Bea Masuk Anti Dumping, jika efeknya merusak
pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. Jika tidak mempunyai
efek yang merugikan bagi industri di negara pengimpor maka praktek dumping dengan
sendirinya tidak dapat digolongkan dilarang/tidak dibolehkan.
Dumping dalam Perdagangan Internasional

Dari pengertian dumping di atas maka untuk bisa mengenakan tindakan anti dumping
berupa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping dalam rangka menanggulangi praktek
dumping tersebut harus dipenuhi tiga kriteria yakni:

1. Produk suatu negara yang diekspor dengan dengan harga dumping.


2. Industri dalam negeri negara pengimpor mengalami kerugian (Injury)
3. Adanya hubungan kausal (causal link) antara barang impor dumping dengan
kerugian (Injury) yang dialami oleh industri dalam negeri pengimpor.

Perdagangan internasional sendiri, berdasarkan buku-buku literatur tentang Ekonomi


Internasional, diperkirakan mulai marak dilakukan sejak abad 18.

Pada periode tersebut Adam Smith (1873) seorang pemikir ekonomi aliran klasik
melahirkan pemikirannya bahwa melalui perdagangan internasional yang bebas dari
campur tangan pemerintah (free trade) maka sumber daya bisa didayagunakan secara
efisien dan dapat memaksimumkan kesejahteraan dunia.

Pemikiran tentang pasar bebas (free trade) tersebut membuat Adam Simth diberi
predikat tokoh yang melahirkan paham pasar bebas. Paham pasar bebas sebagaimana
diketahui menjadi filosofi dasar dari WTO.

Untuk menanggulangi praktek perdagangan internasional yang merugikan negara lain


yaitu dumping, subsidi dan lonjakan impor, maka negara-negara anggota WTO
menyepakati penggunaan instrumen Bea Masuk Anti Dumping untuk menanggulangi
praktek dumping sebagaimana tertuang pada Article VI of General Agreement on
Tariffs and Trade (GATT) dan Article XVI of GATT (ADA).

Penggunaan instrumen Bea Masuk Imbalan untuk menanggulangi barang impor


mengandung subsidi sebagaimana tertuang pada Agreement on Subsidy and
Countervailling Measures (ASCM), dan penggunaan tindakan safeguard untuk
menanggulangi adanya lonjakan impor.
KASUS 2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis Internasional adalah bisnis yang kegiatannya melampaui batas suatu Negara. Banyak cara yang
dilakukan untuk dapat berbisnis secara internasional. Mulai dari kegiatan perdagangan/trading
(ekspor, subcontracting, counter trade), transfer (turnkey project, licencing, franchising), dan Foreign
Direct Investment (joint venture,contract manufacturing, management contract, aliansi bisnis, dll).
Karena bisnis ini menjanjikan dengan mampu meraih pasar yang luas, maka bisnis ini juga memiliki
risiko yang cukup tinggi karena melibatkan banyak pihak-pihak dengan berbagai kepentingan yang
juga berbeda. Salah satu risiko tersebut dapat berbentuk pencekalan atau penarikkan peredaran
barang di pasar luar negeri seperti kasus yang akan kita bahas di makalah ini. Alangkah baiknya jika
kita mampu menganalisis kasus berikut dan mengambil pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang
di kemudian hari.

1.2 Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas pribadi sebagai salah satu kategori
penilaian mata kuliah Bisnis Internasional. Selain itu, juga bertujuan agar penyusun dapat memahami
contoh kasus bisnis internasional serta menganalisisnya dengan baik.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah contoh kasus Bisnis Internasional ?

2. Apa analisis dan solusi kasus Bisnis Internasional ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kutipan Kasus

SENIN, 11 OKTOBER 2010 | 11:45 WIB

Mengandung Pengawet Terlarang, Indomie Ditarik di Taiwan


TEMPO Interaktif , Taiwan Dua jaringan supermarket terbesar di Taiwan berhenti menjual produk
mi instan merek Indomie setelah pemerintah Taiwan menemukan bahan pengawet yang dilarang di
produk asal Indonesia. Pusat Keamanan Makanan Taiwan telah menguji mi tersebut dan bakal
menanyakannya terhadap insiden tersebut ke para importir dan distributor. Importir dari Hong Kong
mengatakan mi-mi tersebut diperkirakan dibawa ke Thailand secara ilegal. Beberapa warga Taiwan
mengatakan mereka akan membeli mi merek lain. Sementara, para tenaga kerja Indonesia di Taiwan
mengaku akan tetap memakan Indomie karena rasanya enak dan harganya murah.

Pemerintah Taiwan mengumumkan menarik mi instan Indomie, Jumat. Penarikan itu dilakukan
setelah dua bahan pengawet terlarang, methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid, ditemukan di
dalam Indomie. Bahan pengawet tersebut hanya dibolehkan untuk kosmetik. Bahan pengawet
tersebut dilarang digunakan di makanan-makanan di Taiwan, Kanada, dan Eropa. Jika bahan pengawet
tersebut dikonsumsi, bisa menyebabkan orang muntah. Bahkan, kalau bahan pengawet tersebut
dimakan untuk jangka waktu yang cukup lama atau dalam jumlah yang banyak, itu bisa menyebabkan
metabolic acidosis, sebuah kondisi akibat terlalu banyak mengkonsumsi asam.

Jaringan toko ParknShop dan Wellcome menarik semua produk Indomie dari supermarket-
supermarket milik mereka. Importir Indomie di Taiwan, Fok Hing (HK) Trading, mengatakan mi produk
Indomie sudah memenuhi standar keamanan makanan di Hong Kong maupun Badan Kesehatan Dunia
(WHO). Fok Hing (HK) Trading mengutip penilaian kualitas Indomie pada Juni yang menyatakan tidak
menemukan kandungan pengawet terlarang di Indomie.

"Mi Indomie aman dimakan dan mereka masuk ke Hong Kong melalui saluran impor resmi," tulis Fok
Hing (HK) Trading. "Produk yang mengandung racun dan ditemukan di Taiwan diduga diimpor secara
ilegal."

Sebuah supermarket Indonesia di Taiwan, East-Southern Cuisine Express, di Causeway Bay


mengatakan bahwa produk Indomie mereka bukan barang selundupan dan aman dimakan. Satu paket
berisi lima bungkus Indomie di Taiwan dijual 10 dolar Hong Kong (Rp 11. 500) Sementara, merek
lainnya seharga 15 dolar Hong Kong (Rp 17.200) sampai 20 dolar Hong Kong (Rp 23.000). Indomie
diminati di Hong Kong setelah sebuah iklan menunjukkan seorang bayi menari dan terbang setelah
minum satu mangkuk Indomie.

Sementara itu, produsen Indomie di Indonesia, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP),
mengatakan produk-produk mereka sudah memenuhi standar internasional. (Baca: Produknya Ditarik
di Taiwan, Ini Jawaban Indofood).

"ICBP menegaskan bahwa produk-produknya telah sesuai dengan petunjuk global yang dibuat CODEX
Alimentarius Commission, badan standar makanan internasional. Kami sedang mengkaji situasi di
Taiwan terkait beberapa laporan tersebut dan akan mengambil langkah yang diperlukan untuk
melindungi konsumen kami di negara itu dan negara lainnya," ujar Direktur ICBP Taufik Wiraatmadja
dalam siaran pers di situs Indofood, Senin (11/10).

2.1 Analisis Kasus

Kasus ini melibatkan beberapa pemeran bisnis internasional, yaitu pemerintahan Taiwan melalui FDA
& DOH (Food and Drugs Administration Department Of Health)-nya, para importir melalui Fok Hing
(HK) Trading, dua jaringan distributor dan retailer besar Taiwan melalui ParknShop dan Wellcome,
perusahaan asal Indonesia melalui PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, dan pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Perdagangan (Marie Elka Pangestu). Masalah utamanya terletak pada temuan
dua bahan pengawet terlarang, methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid, yang notabene sangat
dilarang untuk pemakaian dalam bahan makanan di negara Taiwan. Tapi, Indofood berdalih bahwa
produknya sudah memenuhi standar Internasional yang dibuat oleh badan standar makanan
internasional, Codex Alimentarius Commision (CAC). Pembelaan pun datang dari importir resmi
Indomie di Taiwan, Fok Hing (HK) Trading, mengatakan bahwa mi produk Indomie sudah memenuhi
standar keamanan makanan di Hong Kong maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Menurut saya, masalah ini muncul disebabkan karena kesalahan interpretasi standar Internasional
oleh otoritas negara Taiwan, yang memang bukan anggota CAC. Langkah penarikkan peredaran mi
tersebut bisa dinilai wajar, karena tugas negara memang harus melindungi rakyatnya/konsumen dari
potensi keracunan. Mengingat hubungan perdagangan antara Taiwan-Indonesia selama ini saling
menguntungkan, sudah selayaknya segera dilakukan rekonsiliasi antara pihak-pihak terkait.
Musyawarah untuk mufakat adalah pilihan yang tepat untuk menemukan titik kesepahaman antara
interpretasi otoritas Taiwan dan Indonesia.

Isu-isu yang berkembang seiring adanya dugaan jalur ilegal peredaran mi Indomie harus segera
ditanggapi dan diusut. Hal tersebut (mi illegal, red) bisa memperparah citra Indofood yang selama ini
dikenal baik oleh warga Taiwan.

Apapun hasil perundingan nantinya, harus ditaati para pihak yang berunding. Dan langkah selanjutnya
adalah segera melakukan klarifikasi untuk memberitahu masyarakat tentang hasil perundingan dan
akar masalahnya. Upaya itu dapat mereduksi keresahan/kekhawatiran masyarakat terhadap produk
Indomie yang ditarik massal sebelumnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan pada makalah ini, maka dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut :

1. Kasus Indomie di Taiwan melibatkan beberapa pemeran bisnis internasional, yaitu pemerintahan
Taiwan melalui FDA & DOH (Food and Drugs Administration Department Of Health)-nya, para importir
melalui Fok Hing (HK) Trading, dua jaringan distributor dan retailer besar Taiwan melalui ParknShop
dan Wellcome, perusahaan asal Indonesia melalui PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, dan
pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan

2. Masalah utamanya terletak pada temuan dua bahan pengawet terlarang, methyl p-
hydroxybenzoate dan benzoic acid, yang notabene sangat dilarang untuk pemakaian dalam bahan
makanan di negara Taiwan yang bukan anggota CAC. Temuan itu menimbulkan perbedaan interpretasi
antara otoritas Taiwan terhadap Indofood yang memakai standar dari CAC.

3. Upaya yang harus dilakukan adalah perundingan untuk menemukan titik kesepahaman standar.
Apapun hasil perundingan tersebut, harus ditaati dan dipublikasikan agar menjadi edukasi terhadap
masyarakat/konsumen di Taiwan

3.2 Saran

Saran yang dapat saya berikan atas kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Calon pelaku bisnis Internasional harus mengkomunikasikan dengan jelas tentang produknya
kepada Negara tujuan ekspor. Segala dokumentasi dan standar yang melekat pada produk dijelaskan
dengan baik untuk menghindari kesalahpahaman

2. Akan lebih baik jika perusahaan juga menyesuaikan standar produk internasional yang dianut suatu
Negara tujuan, dibandingkan hanya menggunakan satu standar asal saja. Hal ini akan memperkuat
keyakinan calon konsumen untuk memakai produk perusahaan tanpa khawatir terjadi masalah di
kemudian hari

DAFTAR PUSTAKA

http://www.tempo.co/read/news/2010/10/11/118283832/Mengandung-Pengawet-Terlarang-
Indomie-Ditarik-di-TaiwanKASUS 2

di copas dari : http://suhenoxious.blogspot.co.id/2014/06/makalah-kasus-bisnis-internasional.html

Anda mungkin juga menyukai