Sumber: https://gudeg.net/direktori/61/kraton-yogyakarta.html (Diakses 22 Oktober 2020)
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di D.I.Yogyakarta dibangun pada tahun 1756
oleh Sultan Hamengku Buwono I. Keraton Yogyakarta hingga saat ini masih berdiri meskipun beberapa fungsi bangunan telah berubah dari fungsi awal pendirian keraton. Bangunan keraton hingga saat ini tetap menjadi salah satu bangunan yang memiliki nilai luhur yang tinggi di Yogyakarta, sehingga menjadi salah satu bangunan berciri klasik di Indonesia.
Gambar 1. 2 Denah tata ruang inti Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Sumber https://www.kratonjogja.id/tata-rakiting-wewangunan/4/tata-ruang-dan-bangunan-kawasan-inti- (diakses 22 Oktober 2020) Annisa Dina Nugrahati 317201002
Berbicara mengenai prinsip arsitektur klasik terdapat 2 (dua) prinsip arsitektur
klasik yang dapat ditemukan pada Keraton Yogyakarta, yaitu prinsip penataan dan kepatutan. Penataan yang dimaksud dalam prinsip arsitektur klasik adalah perletakan sesuai dengan tempat masing-masing menyesuaikan karakter keseluruhan. Dalam arsitektur Keraton Yogyakarta ini, setiap kluster bangunan sesuai dengan fungsinya, mulai dari area penyambutan, pagelaran, tempat Latihan abdi-abdi dalem hingga sentral dan muara dari Kawasan ini ialah area kedathon yang sarkal dan juga sebagai tempat bersemayamnya Raja. Hal ini membuat perletakan ruang didasari pada kapasitas fungsi dan penghuni ruangan. Selain prinsip penataan, hal ini juga sesuai dengan paradigma arsitektur klasik yaitu system kanonik. Dimana bangunan ini mempertahankan proporsi dan hirarki yang gigih dalam perencanaan tata bangunannya. Sementara yang dimaksud kepapatutan dalam prinsip arsitektur klasik ialah kesempurnaan sebuah gaya ketika karya terkait didirikan oleh pihak yang berwenang berdasarkan prinsip-prinsip yang disetujui secara preskriptif, melalui penggunaannya maupun melalui materi yang bersumber dari alam. Tata letak keraton Yogyakarta didasarkan pada kosmolohis makna filosofis sumbu imajiner yang membujur dari selatan ke utara. Dimana Keraton Yogyakarta berada pada satu garis lurus antara laut di selatan dan Gunung Merapi di utara. Menurut pemikiran pendiri kearyon di masa lampau, lokasi ini menjadi garis koordinat alam semesta yang menggambarkan sumbu kelanggengan. Hal ini juga berpengaruh pada pemilihan konsep orientasi keraton Yogyakarta yang membentang dari utara-selatan. Annisa Dina Nugrahati 317201002
Gambar 1. 3 Ilustrasi sumbu imajiner Keraton Yogyakarta
sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/sumbu-filosofis-kota-yogyakarta/ (Diakses 22 Okterber 2020)
2. Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta ini merupakan salah satu Gedung peninggalan sejarah dari jaman kolonial Belanda. Diklaim sebagai salah satu bangunan berarsitektur neo- klasik, bangunan di pada masanya digunakan sebagai tempat pagelaran seni (drama, teater, film, sastra), hingga saat ini dikarena akustiknya yang baik Gedung ini tetap difungsikan untuk pertunjukkan music jazz dan kontemporer.
Gambar 1. 4 Gedung Kesenian Jakarta
Sumber: Wikipedia Annisa Dina Nugrahati 317201002
Gedung ini memiliki memiliki beberapa karakteristik arsitektur neo klasik.
Yang pertama dapat dilihat pada façade bangunan depan yang simetris kanan dan kirinya, ditambah dengan detail kolom khas arsitektur neo-klasik dan perpaduan garis lengkung disela kolom dan fasade bangunan, mencerminkan arsitektur khas neo klasik yang dekoratif. Selain itu dapat dilihat juga warna krem yang mendominasi bangunan sebagai ciri khas pilihan warna yang merujuk pada neo klasik arsitektur.
Gambar 1. 5 Detail Kolom Gd. Kesenian Jakarta
Sumber: Facebook.com/gedungkesenianjakarta (Diakses 23 Oktober 2020)
Interior dalam bangunan Gedung kesenian Jakarta sendiri terlihat megah. Di
setiap sudut ruangan terlihat kolom dengan detail order yang dicat warna emas. Selain itu juga terlihat list-list dekorasi pada dinding yang berwarna emas menampilkan kesan klasik dan antik.
Gambar 1. 6 Interior dalam gedung kesenian Jakarta