Anda di halaman 1dari 7

Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082

Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

KAJIAN PENDEKATAN TEKTONIKA ARSITEKTUR TORAJA DALAM


PERANCANGAN GEDUNG KESENIAN

Andi Eka Oktawati*1, V. Totok Nurwasito2, Murni Rachmawati3


1
Mahasiswa, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Indonesia
2,3
Dosen pengajar, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Indonesia
*
Email: eka_oktawati@yahoo.co.id

Abstrak
Keindahan arsitektur bukan hanya tercipta dari permainan bentuk bangunan atau
tampilan ornamen, tetapi struktur juga berperan mampu melahirkan estetika bangunan.
Hal ini disebut dengan tektonika atau seni konstruksi. Arsitektur Toraja sangat terkenal
dengan rumah tradisionalnya yang disebut dengan Tongkonan. Rumah Tongkonan ini
memiliki keunikan tersendiri, baik dari bentuk, detail ukiran, maupun dari sistem
konstruksinya. Oleh karena itu arsitektur rumah Tongkonan memiliki potensi untuk
dieksplorasi dengan melakukan pendekatan tektonika.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan menguraikan
identifikasi tektonika rumah Tongkonan yang meliputi struktur, konstuksi dan material
rumah Tongkonan.
Hasil penelitian ini berupa karakter dari tektonika Tongkonan sehingga dapat diterapkan
dalam perancangan gedung kesenian dengan pendekatan tektonika Toraja.
Kata kunci: tektonika, Tongkonan Toraja, karakter.

1. Pendahuluan
Tektonika berperan memberi artikulasi pada mekanisme penyaluran beban dari elemen-elemen
struktur. Pengolahan bentuk secara inovatif hingga menghasilkan potensi ekspresi bentuk
arsitektural secara keseluruhan maupun ekspresi seni dari detail-detail sambungan dari konstruksi
yang digunakan. Bentuk-bentuk yang dihasilkan merupakan bentuk-bentuk artistik yang
mempunyai makna nilai seni, bukan hanya bentuk yang abstrak atau sekedar figurative bahkan
mampu mengekspresikan simbolik filosofis dari bangunan. Sehingga tektonika dapat membuat
karya arsitektur menjadi lebih kreatif dan kaya akan makna (Juniwati, 2003).
Arsitektur nusantara dihiasi dengan ragam tektonika, hal ini disebabkan karena arsitektur
nusantara cenderung memiliki bentuk yang sederhana dan tidak banyak variasi bentuk. Dengan
menggunakan metode tektonika pada arsitektur nusantara, kita dapat memancarkan keindahan dari
ekspresi strukturnya.
Indonesia memiliki keanekaragaman arsitektur nusantara yang melimpah, salah satunya yaitu
Rumah Tongkonan merupakan rumah adat Toraja dari Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah
Tongkonan ini memiliki keunikan tersendiri, baik dari bentuk, detail ukiran, maupun dari sistem
konstruksinya. Bagian balok bubungan merupakan bagian bangunan yang menarik untuk diamati
tektonikanya, karena bagian inilah yang membuat penampilan yang melengkung pada garis
atapnya. Susunan atapnya terdiri dari susunan bambu kecil yang dipilah menjadi dua dan disusun
saling tumpah tindih. Inilah yang menjadi salah satu keunikan dari Rumah Tongkonan yang dapat
dijadikan objek dalam penelitian ini.

333
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082
Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

Gambar 1. Rumah Tongkonan

Gedung kesenian merupakan tempat kreativitas para seniman yang tediri dari ruang pertunjukan
dan galeri serta beberapa ruang penunjang lainnya. Sesuai dengan fungsinya, gedung ini diupayakan
mampu mewadahi segala aktivitas kesenian sehingga diperlukan suatu struktur yang kokoh dan
kuat. Selain itu, gedung kesenian juga memerlukan suatu ekspresi yang dapat menghidupkan
karakter sebagai gedung kesenian. Oleh karena itu, pendekatan tektonika nantinya dapat
diaplikasikan dalam perancangan gedung kesenian untuk menghasilkan potensi ekspresi bentuk
arsitektur yang tercipta dari sistem konstruksi yang digunakan. Selain itu, pendekatan tektonika
dalam rancangan gedung kesenian dapat mewujudkan suatu ekspresi seni lokalitas bangunan
dengan mengambil arsitektur Toraja sebagai bentuk ekspresi tektonika yang dihadirkan.
Dengan demikian hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa karakter dari tektonika Tongkonan
sehingga nantinya dapat diterapkan dalam perancangan gedung kesenian. Untuk mencapai hasil
akhir tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan sebagai acuan kriteria desain dalam perancangan
gedung kesenian dengan pendekatan tektonika Toraja.

1.1 Tektonika
Beberapa definisi tentang tektonika dari beberapa pendapat, diantaranya yaitu:
1. Dalam bukunya ‘Studies in Tectonic Culture’, 1995 Kenneth Frampton mendifinisikan istilah
tektonika dari kata tekton yang berarti tukang kayu (carpernter) atau manusia pembangun
(builder).
2. Pada tahun 1973 Eduard Sekter dalam Structure, Construction and Tectonics mendefinisikan
tektonika sebagai ekspresi yang ditimbulkan oleh penekanan struktur dari bentuk konstruksi
(Frampton, 1995).
3. Porphyrios dalam essay yang bertajuk From Techne To Tectonics (Ballantyne, 2002),
menguraikan tentang tektonika sebagai metode dan teknik pengolahan material bangunan yang
menuntut adanya suatu keahlian dan keterampilan dalam mewujudkan sebuah bentukan yang
ekspresif dan mengesankan.
4. Eko A. Prawoto menyatakan bahwa tektonika merupakan aspek arsitektur yang berkaitan
dengan bagaimana mengolah dan mempertemukan bahan bangunan serta mengartikulasi
penyelesaian sambungan dalam kaitannya dengan gaya konstruksi (Mahatmanto, 1999).

334
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082
Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

5. Prijotomo mengungkapkan tentang tektonika, yaitu menyangkut penggarapan artistik suatu


konstruksi sehingga mengungkapakan penampilan yang estetis, tidak hanya terlihat dari bagian
konstruksi tetapi juga pada seluruh tampang bangunan.

Berdasarkan pandangan dari para ahli diatas, maka definisi tektonika dalam arsitektur adalah
suatu teknik dan metode pengolahan material dalam suatu sistem konstruksi bangunan yang
menuntut adanya suatu keahlian dan keterampilan dalam mewujudkan suatu bentukan yang
ekspresif dan estetis.
Menurut Porphyrios, ada 3 hal pokok yang menjadi urusan utama dalam bertektonika (Arthana,
2002), yaitu:
1. Sifat-sifat bahan
Perhatian terhadap bahan terutama terhadap sifat terbatas dan sifat formal dari bahan konstruksi,
berupa kayu, batu-bata, baja, batu dan sebagainya. Sifat terbatas bahan yang dimaksud
menyangkut tentang kemampuan bahan tersebut untuk dipergunakan sebagai bahan konstruksi.
Sedangkan sifat formal yang dimaksudkan menyangkut tentang kemampuan bahan tersebut
menahan gaya atau beban yang ditimpakan kepadanya (kuat tekan atau kuat tarik). Dengan
memperhatikan sifat-sifat bahan ini akan sangat berpengaruh terhadap penempatannya dalam
dimunculkan.
2. Metode dan teknik penggabungan bahan:
Metode menunjuk pada cara yang digunakan, sedangkan teknik penggabungan menunjuk pada
proses penyusunan bahan. Posisi metode dan teknik penggabungan bahan menduduki tempat
terpenting dalam tektonika, sebab tektonika pada dasarnya adalah sebuah cara dalam
penyelesaian konstruksi. Metode menunjuk pada cara penyambungan dan teknik menunjuk pada
strategi atau proses kerja yang digunakan.
3. Statika visual bentuk:
Statika visual bentuk yang dimaksud adalah prinsip-prinsip statika (ilmu gaya) yang dapat
ditampilkan oleh bentukan, melalui kegiatan berkonstruksi. Unsur ini menunjuk pada tampilan
yang dihasilkan melalui proses konstruksi, dimana bentuk yang hadir tampil dengan wajah yang
menggambarkan hubungan material secara ontology, menyatu, seimbang dan ekspresif.

Hubungan antara bentuk dengan teknik berkonstruksi dalam menghasilkan bentuk, dibedakan
menjadi lima kategori (Arthana, 2002), yang terdiri dari :
1. Glorification technique
Di sini kemajuan teknologi ditampilkan secara ekspose apa adanya ke dalam wujud arsitektur,
sehingga hadir sebuah bentuk/sosok yang ekspresif dengan kemegahan struktur teknologi.
2. Technique as an image
Berbeda dengan glorification technique dimana bentuk dihasilkan dari ekspresi yang menyatu
dari teknologi, maka sebaliknya technique as an image melakukan pendekatan melalui
dibentuk imajinasi desain dan kemudian dicarikan teknologi yang sesuai walaupun terkadang
dikerjakan dengan sistem kerajinan tangan. Teknik pelaksanaan disesuaikan dengan desain
yang dibuat dan diikuti oleh pemakaian teknologi yang mendukung desain.
3. Falsification of technique
Teknik menghasilkan bentuk dengan mengubah penampilan melalui penambahan dekorasi,
namun tetap terlihat kekuatan konstruksi teknik yang dipergunakan. Seperti penampilan pilar-
pilar pada jaman yunani.
4. Technique of subjected
Merupakan salah satu teknik dalam menghadirkan teknologi yang struktur konstruksi
disembunyikan oleh tema dari tampilan fasade yang diinginkan. Teknologi struktur hanya
menjadi dasar pembentuk wujud arsitektur yang kemudian dilapisi/diselesaikan dengan tema
tampilan artistic yang diinginkan.

335
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082
Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

5. Technique tamed
Merupakan teknik penyelesaian konstruksi dengan menutupi struktur konstruksi pada bagian
luar bangunan.

1.2 Struktur Rumah Tongkonan


Menurut Zaid (2004) sistem struktur dan konstruksi rumah tongkonan terbagi menjadi 3 sistem
struktur vertikal, yaitu atap, badan dan kaki bangunan.

Keterangan:

Bagian Atas (Ratiang Banua)

Bagian Badan (Kale Banua)

Bagian Kaki (Sulluk Banua)

Gambar 2 Pembagian Struktur Rumah Tongkonan

a. Bagian kaki Tongkonan (sulluk banua)


Yaitu kolong bangunan rumah yang terbentuk oleh hubungan antara tiang-tiang dengan sulur
atau roroan. Tiang-tiang Tongkonan terbuat dari kayu, biasanya berbentuk persegi panjang.
Tiang-tiang tersebut ditopang oleh pondasi batu alam, hal ini berfungsi untuk melindingi tiang-
tiang kayu dari air tanah dan mencegah turunya bangunan karena lunaknya tanah.
b. Bagian badan Tongkonan (kale banua)
Terdiri dari ruang-ruang yang berjejer dari utara ke selatan. Dinding Tongkonan selalu dihiasi
dengan ukiran. Motif ukuran pada didinding beraneka ragam, namun yang paling sering
digambarkan adalah motif pa’tedong (kerbau)
c. Bagian atas Tongkonan (ratiang banua)
Atap tongkonan terbuat dari bambu yang dipilah menjadi dua dan disusun saling tumpang
tindih. Sebagian masyarakat menganggap bentuk atap tongkonan adalah abstraksi dari bentuk
perahu yang dibawa oleh leluhur mereka.

1.3 Gedung Kesenian


Gedung kesenian adalah sebuah bangunan yang diperuntukkan untuk mewadahi aktifitas seni
yang di dalam gedung kesenian memiliki fasilitas– fasilitas seperti auditorium untuk melakukan
pertunjukan dan adanya galeri untuk melakukan sebuah serta beberapa fasilitas penunjang.
Perancangan gedung kesenian ini mewadahi berbagai kegiatan atau aktifitas, yaitu:
1. Kegiatan utama, yang terdiri dari:
 Kegiatan pertunjukan kesenian, seperti seni tari, seni musik dan seni drama.
 Kegiatan pameran, terdiri dari pameran dalam bentuk seni kerajianan seperti seni lukis, seni
pahat, dan sebagainya.
2. Kegiatan penunjang, merupakan kegiatan yang menyangkut kegiatan pelayanan terhadap
fasilitas yang disediakan seperti, perpustakaan, café dan restoran.
3. Kegiatan pengelola, merupakan kegiatan yang bertanggung jawab penuh atas berjalannya semua
kegiatan yang ada dalam bangunan. Kegiatan ini meliputi kegiatan pengelolaan administrasi,
pengelolaan operasional, dan kegiatan pengelolaan service.

336
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082
Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

2. Analisa Tektonika Rumah Tongkonan


Kajian tektonika rumah Tongkonan dapat dikaji melalui bagian struktur rumah Tongkonan.
Bagian-bagian ini akan diseleksi yang menarik untuk dijadikan objek penelitian.
Tabel 1. Analisa Objek Penelitian Tektonika

Bagian Struktur KRITERIA ANALISA KEPUTUSAN


Struktur Atap
Kriteria Gedung Konstruksi atap
Kesenian : Tongkonan memiliki seni
- Luasan besar konstruksi yang unik dan
- Struktur kuat dan kokoh merupakan ciri khas dari
yang dapat menampung Toraja.
aktivitas kesenian.
- Menarik Konstruksi badan
Struktur badan - Berciri khas Tradisional Tongkonan mengandung
Toraja nilai tektonika pada
dinding tetapi tidak terlalu ATAP
Kriteria Tektonika : unik untuk dijadikan ciri dan
- Memiliki nilai khas toraja. Kaki
keindahan dari sistem
Struktur bawah/kaki konstruksi (seni Konstruksi kaki
konstruksi) Tongkonan juga memiliki
- Memiliki konstruksi seni konstruksi yang unik
yang unik dari rumah dan mempunyai sistem
tradisional lainnya struktur ruang yang dapat
menampung banyak
aktivitas kesenian.

Berdasarkan table diatas, penelitian ini dibatasi pada tektonika yang terdapat pada struktur
bagian atap dan bagian kaki Tongkonan karena pada bagian ini memenuhi kriteria dari gedung
kesenian dan pada bagian ini paling banyak memperlihatkan tektonika toraja yang tidak ditemukan
pada rumah-rumah tradisional lainnya.
Dalam menganalisa tektonika dari suatu konstruksi bangunan, maka diperlukan suatu parameter.
Dalam penelitian ini menggunakan parameter tektonika dari Porphyrios yaitu, sifat bahan/material,
teknik penggabungan bahan, dan statika visual bentuk.
Tabel 2. Analisa Tektonika Tongkonan Toraja
TONGKONAN Sifat Bahan/Material Teknik Penggabungan Statika Visual bentuk
Bahan
Struktur dan Konstruksi Material kayu - Teknik sambungan Sistem struktur pada bagian
Bagian Bawah Sifat Terbatas : pen dan lobang. kaki bangunan
 Berat jenis antara 0,2 menggunakan sistem stuktur
sampai 1,28 ruang yang terdiri dari tiang
 Higroskopik. dan balok horizontal
 Sifat mengembang dan (roroan) sehingga dapat
menyusut menerima gaya horizontal
 Kayu dapat diserang dan gaya vertikal dengan
mahluk hidup perusak baik.
kayu - Teknik sambungan Sehingga membentuk suatu
 Mudah terbakar pen dan pasak karakter kuat dan kokoh
secara visual dari bentuk
Sifat Formal : konstruksi yang tercipta.
 Kuat tarik
 Kuat tekan
 Kuat geser
 Kuat lentur
Kuat belah

337
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082
Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

Struktur dan Konstruksi Material bambu - Teknik sambungan Gaya yang terbesar pada
Bagian Atas Sifat Terbatas : pen dan terikat struktur atap yaitu terdapat
 Bambu pada umumnya pada bagian kantilever. Oleh
tidak awet sehingga perlu karena itu diperlukan sebuah
dilakukan pengawetan tiang penyangga yang
terlebih dahulu sebelum disebut tolak somba.
digunakan Kehadiaran tiang tolak
 Memilki bobot yang somba tersebut memberikan
ringan ciri khas dari atap
tongkonan dan menambah
Sifat Formal : keunikan dari bentuk atap
 Tegangan tarik 600 – yang melengkung.
4000 kg/cm2
 Tegangan tekan 250 –
600 kg/cm2
 Tegangan lentur 700 –
3000 kg/cm2
Modulus elastisitas 100.000
– 300000 kg/cm2

Berdasarkan analisa di atas, tektonika rumah Tongkonan dapat diketahui melalui penggunaan
material, teknik penyelesaian sambungan dan kestabilan gaya yang tercipta dari bentuk konstruksi
sehingga menghasilkan suatu estetika yang menjadi karakter Arsitektur Toraja.

3. Hasil
Hasil penelitian ini berupa karakter tektonika arsitektur Toraja yang dapat diaplikasikan dalam
sebuah rancangan gedung kesenian. Karakter ini terlahir dari analisa tektonika yang sebelumnya
telah dilakukan.
a. Struktur dan Konstruksi
Memiliki karakter stabil dan kokoh yang tercipta konstruksi Tongkonan. Penggunaan struktur
yang unik yaitu setiap bagian struktur dapat dipisah-pisahkan menjadi struktur ruang. Selain itu
sistem struktur yang digunakan harus mampu mewadahi aktifitas gedung kesenian.
→ Penerapan dapat dilakukan dengan menggunakan struktur ruang seperti sistem struktur
Tongkonan. Menggunakan prinsip konstruksi bagian kaki dan atap tongkonan. Bagian Kaki
meliputi sistem ikatan tiang dan balok horizontal. Sedangkan bagian atap meliputi selubung
atap dan pengguan tolak somba .
b. Material
Karakter material yang kokoh, kuat dan jujur dalam menampilan jati dirinya dalam konstruksi
seperti tampilan asli kayu dan bambu. Selain itu, gedung kesenian memerlukan material yang
baik untuk akustik sesuai dengan fungsinya sebagai gedung kesenian.
→ Penerapan dapat dilakukan dengan menampilkan karakter asli dari material yang digunakan
dan mengkombinasikan material asli Tongkonan (bambu dan kayu) dengan material modern
(baja dan beton). Pengalihan material baru dapat dilakukan apabila sesuai dengan karakter
Tongkonan dan apabila pengalihan tersebut tidak menampilkan karakter Tongkonan maka
dapat menggunakan material asli Tongkonan, sehingga terdapat kombinasi material.
Penggunaan material modern ini menunjukkan kekinian dari suatu rancangan.
c. Bentuk dan rupa
Karakter yang khas dari bentuk dan rupa rumah tongkonan terlihat dari bentuk atap Tongkonan
yang melengkung dan ditopang dengan tiang tolak somba. Selain dari itu, rumah Tongkonan
merupakan bangunan yang memilki karakter sebagai bangunan tropis.

338
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) ISSN: 2442-9082
Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015

→ Bentuk dan rupa dapat terinspirasi dari bentuk dasar atap Tongkonan dengan melalukan
transformasi bentuk sehingga menghasilkan suatu bentuk baru yang berkarakter sebagai
Toraja. Disamping itu, eksplorasi bentuk juga disesuaikan dengan iklim setempat (tropis).
d. Tektonika
Penampilan struktur yang jelas sehingga menampilkan estetika struktur apa adanya.
→ Penerapan tektonika dalam perancangan gedung kesenian dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik glorification, yaitu mengekspose struktur dengan menampilkan
kemegahan teknologi struktur sehingga mampu menghasilkan bentuk yang ekspresif dan
mengkini.

4. Kesimpulan
Tektonika Rumah Tongkonan Toraja memilki potensi yang sangat menarik untuk dieksplorasi
dalam suatu rancangan bangunan modern. Tektonika rumah Tongkonan yang menarik adalah
bagian atap dan bagian bawah dengan beberapa sambungan yang menarik. Seperti sambungan pen
dan lobang, sambungan pen dan pasak, serta sambungan terikat. Material rumah Tongkonan
menggunakan material lokal seperti kayu dan bambu. Dengan mengamati potensi tektonika rumah
Tongkonan, maka potensi ini mampu memberikan suatu hal yang baru dalam perkembangan
arsitektur nusantara dengan menggunakan konsep kekinian yang dibalut dengan teknologi material
masa kini.

Referensi :
Ballantyne, Andrew (2002). What Is Architecture?, Routledge, London
Juniwati, A & Candarma, W.W. (2003). Perlunya Pengetahuan Tektonika Pada Pengajaran
Struktur di Arsitektur, Jurnal, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Frampton, Kenneth, (1995). “Studies in Tectonic Culture” ,The MIT Press, Cambridge, England.
Mahatmanto, (1999). Membangun Apresiasi pada karya tektonika Mangunwijaya. Dalam Tektonika
Arsitektur Y.B. Mangunwijaya, Rumah seni cemeti, Yogyakarta.
Nuri Arthana, I Nyoman (2002), Kajian Tektonika Terhadap Ornamen Pada Arsitektur Bali, Tesis,
Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya
Prijotomo, J, (1988), Pasang Surut Arsitektur di Indonesia, Edisi 1, CV. Arjun, Surabaya
Zaid, A.A. (2004). Toraja : Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional, Ombak, Yogyakarta

339

Anda mungkin juga menyukai