Anda di halaman 1dari 4

GRAHA ANGGUN Analisa Artikel

DI PESISIR JIMBARAN
(Laras 72/Desember 1994) Artikel dianalisa berdasarkan aspek-aspek :
 Pengenalan obyek
Melalui konsep keanggunan touch Jawa dan  Unsur-unsur yang diapresiasi
kedinamisan budaya Bali, sekelompok arsitek muda yang  Subyektivitas pengapresiasian
bergabung di bawah bendera PT Grahacipta Hadiprana  Ungkapan rasa pengapresasian
sukses menampilkan sebuah figur hotel yang p[enuh  Interpretasi terhadap obyek
tantangan, di hamparan keindahan Teluk Jimbaran.  Gaya bahasa dan diksi
 Serial Vision

B Entuk bangunan yang memanjang1 dengan  Illustrasi


 Ekstasi bagi pembaca
hamparan pantai berpasir putih yang menawarkan
keindahannya sepanjang 500 meter1, membawa kita ke
 Menjelaskan obyek yang dimaksud menyangkut
sebuah tempat peristirahatan yang begitu luas dengan begitu letak dan luasannya serta fungsi bangunan dan
unik. Walaupun keberadaan hotel berbintang lima ini memiliki bentuk secara gobal.
luas bangunan sekitar 6 hektare1, tamu yang berkunjung
tetaplah menemui kenyamanan dan kemudahan dalam  Mengungkapkan adanya usaha
menyusur dan menikmati ruang-ruang yang ada karena atak mentransformasi nilai kesakralan lokasi yang
(lay out) dirancang sedemikian rupa, berbentuk simetris8. diyakini sebagai legenda tempat berkumpulnya
para dewa pada berbagai detail arsitektur yang
FATAMORGANA sejauh mungkin dirancang agar tetap sejalan
Diyakini sebagai legenda tempat berkum-pulnya para dengan nafas kesakralan.
dewa, lokasi Teluk Jimbaran ini sudah barang tentu menjadi
begitu tinggi nilai kesakralannya. “Segenap nilai-nilai religius  Mengungkapkan penggunaan konsep disain
anutan masyarakat setempat diupayakan dijunjung tinggi , yang menggabungkan konsep keanggunan Jawa
dan kedinamisan budaya Bali pada tampilan
berbagai detail arsitektur pun sejauh mungkin dirancang tetap
bangunan.
sejalan dengan napas kesakralan”, tutur Hendra Hadiprana4,
pendiri PT Grahacipta Hadiprana.  Mengutip/memasukkan pernyataan arsitek
yang mendisain obyek.
Namun, keanggunan Jawa tak berarti sosok yang
terabaikan. Di tengah maraknya sentuhan arsitektur dan  Pengungkapan rasa pengapresiasi yang
interior Bali yang terkesan “berat”, nuansa Jawa begitu trasa mengungkapkan pengalaman estetik yang
bergeming di berbagai sisi hotel. Area lobi utama, dengan diperoleh bila berada pada bagian-bagian tetentu
keempat soko gurunya sebagai penopang atap berdesain dari bangunan
“joglo”, menyiratkan pertemuan pendekatan budaya Jawa
dan Bali tersebut. Keanggunan Jawa yang mengekspresikan  Menggambarkan ekspresi yang timbul dari
ketenangan dan kesan magis, mengkondisikan area lobi bagian-bagian bangunan
utama ini untuk tetap berkesan sakral2,6,7. Peman-dangan ke
arah kolam renang serta riaknya laut yang secara langsung  Penggunaan gaya bahasa dan pilihan kata
kita nikmati dari area lobi, mau tak mau harus diantisipasi dari yang puitis sebagai usaha untuk
kemungkinan hadirnya polusi pemandangan yang kurang membawa/menghanyutkan pembaca ke dalam
suasana yang ingin digambarkan.
nyaman. “Penghadiran sebuah tembok aling yang menutupi
aea kolam renang, boleh dikatakan salah satu keistimewaan  Penggunaan gaya bahasa dan pilihan kata
konsep area lobi utama ini”, ungkap Hadiprana4. yang lugas dalam menggambarkan
situasi/kondiisi yang ada.
Dalam keheningan nuansa lobi, suara gemercik air yang
bergulir bagai sebuah ritme, tears memberi keindahan dalam
arsitektur 5,7. Untuk menggariskan konsep “kedekatan”
masyarakat Bali dengan keberadan unsur air, sebuah koridor
menuju lobi sepanjang 13 meter didesain seolah-olah berada
di atas hamparan air6. Ditambah dengan keberadaan
sejumlah kolam yang begitu luas yang mengelilingi sisi
belakang bangunan hotelplus relief dewa-dewa laut yang
datang dan pergibangunan hotel kian menampakkan kesan
bagai berada diatas air 5,8

Dalam keheningan nuansa lobi, suara gemercik air yang


bergulir bagai sebuah ritme, tears memberi keindahan dalam
arsitektur 5,7. Untuk menggariskan konsep “kedekatan”.
Kolam dengan patung Pandawa Lima sebagai misal, Artikel ini mengulas tentang kebera-daan sebuah
merupakan salah satu bentuk simbolisasi tempat kedatangan hotel berbintang lima (Bali Inter-Continental
para dewa. Bahkan, sebagian penduduk setempat sering Resort) di teluk
mengungkapkan adanya fatamorgana, sebagai indikasi
begitu kuatnya unsur air. Dominasi unsur air ini menjadi Jimbaran yang menggabungkan konsep Jawa
dan Bali pada tampilan bangunannya.
dasar perancangan elemen taman. Dengan konsep ini Belt
Pembahasannya dibagi dalam enam bagian, yaitu
Collins Associate dan Hadiprana bersama-sama menangani
:
desain taman yang kemudia merealisasikannya dalam
sentuhan hotel “istana air”.
1. Bagian pembuka yang memberi penekanan
tentang kesuksesan para arsitek mengolah
PINTU BALI konsep konsep keanggunan touch Jawa dan
Dengan atak simetris yang mengesankan keseimbangan kedinamisan budaya Bali pada figur hotel.
dan keteraturan 6,8, proyek besar yang dikepalai oleh Sindhu 2. Menjelaskan lokasi hotel dan gamba-ran
Hadiprana dan Faried Masdoeki, Andra Martin serta Dedi tentang nilai lebih dari lokasi yang akan
Kusnadi sebagai tim inti bagian arsitektur tidak menampilkan menghadirkan keindahan, kenyamanan dan
ruang-ruang yang monoton. “Sebagai solusinya, kemudahan sebagai daya tarik pada
sambungan antara satu massa bangunan dengan massa pengunjung yang datang, serta luasan site
bangunan lainnya dibuat dengan penyederhanaan gate hotel.
berbentuk pintu vernakular Bali. Atau, peng-hadiran kesan 3. Terdiri dari 4 paragraf dengan sub judul
ambiguitas yang menyebabkan antar ruang menunjukkan FATAMORGANA. Paragraf pertama,
permainan sinar gelap dan terang”6, jelas Andra4. Disamping mengungkapkan adanya usaha
itu, permainan pengalaman ruang yang berbeda-beda seperti mentransformasi nilai kesakralan lokasi
sempit luas, tinggi rendah, juga sebuah jalan keluar yang diyakini sebagai legenda tempat
berkumpulnya para dewa pada berbagai
penghindaran kesan monoton 5,6,8.
detail arsitektur, mengutip pernyataan
Hendra Hadiprana. Paragraf kedua mengu-
Secara garis besar, bentuk arsitektur hotel dengan 451 raikan bagaiman konsep Jawa di gabungkan
kamar yang berada di lahan seluas 13 hektare ini1, denga konsep Bali pada area lobi. Paragraf
berpegang pada konsep kepala badan kaki. Hal ini terlihat ketiga mendeskripsikan nuansa yang hadir
jelas pada tampak bangunan dengan ekspresi masif pada pada lobi dengan pilihan kata yang cukup
bagian bawah, bentuk rangka pada bagian tengahnya, dan mampu membawa pembaca ke dalam
pemakaian atap ganda pada lantai tiga dan empat, suasana itu. Pragraf keempat adalah sebagai
disamping beberapa bentuk atap asli Bali pada bangunan- penekanan dari tema yaitu fatamorgana,
bangunan kecil yang terpisah 6,8. yang timbul dari usaha mentransformasi nilai
kesak-ralan, yang dijelaskan secara lugas.
“Penjabaran dalam fisiknya, lebih berpegang pada prinsip Terdiri dari 3 paragraf dengan sub judul
penyederhanaan dari budaya Bali. Inti-inti dari detail PINTU BALI. Paragraf pertama mengutip
arsitektur Bali yang paling penting yang diambil, kemudian pernyataan dari arsitek-arsitek yang
disederhanakan agr menampakkan desain yang lebih menangani proyek tersebut tentang usaha
menghindari kesan monoton akibat atak
anggun” , tutur Andra4. Beberapa tempat di kawasan
yang simetris, yang mengesankan
Karangasem sebagai akar budaya Bali yang paling tua,
keseimbangan dan keteraturan, diantaranya
kemudian menjadi sebuah refrensi dalam persiapan konsep dengan penyederhanan bentu gate
pra disain. Karena fungsi dan besarnya skala, hotel ini tidak berbentuk pintu vernakular Bali. Paragraf
memakai pola Natah Bali, tetapi ataknya lebih kepada kedua menjelaskan kapasitas hotel dan
tuntutan fungsional. aplikasi kosep kepala-badan-kaki pada
bangunan hotel yang dijelaskan secara
FILOSOFI BENDA-BENDA SENI lugas. Paragraf ketiga kembali mengutip
Seperti karya-karya lainnya, karya arsi-tektur, interior, pernyataan arsiteknya mengenai
dan pertamanan tidak akan pernah selesai tanpa kehadiran penyederhanaan arsitektur Bali yang
benda-benda seni sebagai pelengkap. digunakan.

PT Grahacipta Hadiprana, sebagai sebuah Interior dan


Architecture Agency yang telah berkiprah sejak tahun 1957,
tak ketinggalan pula untuk memberikan perhatian khusus
pada kehadiran benda-benda seni sebagai pelengkap hotel.
Setiap bagian bangunan, bahkan hampir selalu memiliki
cerita dan filosofi tersendiri.
Sebuah kul-kul (kentongan Bali) yang begitu sakral 4. Terdiri dari 4 paragraf dengan sub judul
dan hanya bisa ditemui pada sebuah banjar atau pura, akan FILOSOFI BENDA-BENDA SENI. Paragraf
kita temui pula disini, bahkan dalam penataan yang pertama dan kedua mengungkapkan
membentuk suatu rangkaian dari yang tingi (area lobi) hingga pentingnya benda-benda seni sebagai
pelengkap. Paragraf ketiga
ke tepi laut8. “Memiliki kul-kul adalah sebuah kehormatan
menginformasikan penggunaan kento-ngan
bagi BaliInter-Continental Resort”’ tutur Hadiprana dengan
Bali untuk mendukung kesakralan suasana,
bangga4. lagi-lagi mengutip pernyataan arsi-teknya.
Paragraf keempat menje-laskan strategi
Penempatan benda-benda seni yang begitu banyak, pemilihan dan penempatan benda seni.
sifatnya tetaplah menyesuaikan denga ataknya. Untuk 5. Terdiri dari 4 paragraf dengan sub judul
tempat-tempat yang memang dianggap sakral, pilihan benda KUNING ANGGUN. Paragraf pertama
seninya harus mengiuti tuntutan yang ada, Disis lain, desain mengungkapkan penggu-naan warna yang
arsitektur hotel tidak menutup pula kemungkinan hadirnya bergradasi dan warna kuning sebagai
sejumlah benda seni yang dirancang khusus, sebagai pengisi warna utama yang mewakili arsitektur Bali.
ruang-ruang tertentu. Patung Ombak Baruna misalnya Paragraf kedua menghadirkan sua-sana
walaupun mengandung simbolisasi penguasa lautan, justru hutan kera di Bali pada Monkey Forest Fun
tidak menyiratkan gaya Bali, tetapi lebih bergaya Pub melalui penjelasan yang cukup mewakili
kosmopolitan6,8. Ditempatkan diarea lobi sebagai area utama gambaran suasana. Paragraf ketiga dan ke-
, patung yang bermateri metal yang mengandung makna empat
semangat menatap kemasa depan5, sekaligus berfungsi
melambangkan disain yang imortal.

KUNING ANGGUN
Secara umum, penekanan warna bangu-nan hotel
dimulai dari penggunaan warna sedikit
gelap, agak keatas menggunakan warna-warna yang lebih
ringan, dan berakhir pada bagian atas bangunandengan
menggunakan dengan pemakaian warna-warna yang
semakin ringan8. Selain itu, warna kuning sebagai warna
anggun yang ditampilkan oleh materi asli Bali6 parastaro
digunakan pula sebagai pendekatan warna arsitektur.

Pada dasarnya sentuhan arsitektur maupun interior


dirancang dengan selalu mengkaitkan tema dan fungsi ruang
yang ada. Monkey Forest Fun Pub misalnya, seperti layaknya
sebuah hutan, dipenuhi nuansa warna hijau. Penuhnya
patung-patung kera jenaka ide dari Sangeh, sebuah hutan
kera di Balimenciptakan kesan keseluruhan ruang yang
ceria dan sangat menarik5,7. Ruang Padi Prada sebagai
sebuah ruang llainnya yang tak kalah menarik, dihadirkan
dengan konsep padi dan lumbungnya.

Desain hotel yang dipersiapkan sedemikian cermat,


tampaknya, tidaklah mengherankan jika kemudian
membuahkan sebuah penghargaan. Runner Up dalam
kategori New Best Hotel tahun 1994 dari Utell International
yang mewakili 6500 hotel di 160 negara (Executive Travel
Juli/Agustus 1994), sebuah kebanggaan yang patut diterima
oleh sekelompok profesional mudayan gbernaung di bawah
PT Grahacipta Hadiprana ini.

Setelah melewati total pengerjaan selama 3,5 tahun,


buah karya sekelompok profesional muda yang sebelumnya
memfo-kuskan diri pada proyek rumah tinggalsekitar 80 %
pada akhirnya berhasil melahirkan sebuah desain hotel Hasil Analisa
pertama yang apresiatif. Bahkan bersifat total, dalam goresan Berdasarkan penguraian sebelumnya
arsitektur maupun interiornya. (ML) diperoleh hasil analisa terhadap aspek-aspek
yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu sebagai
berikut :
 Pengenalan obyek
Penulis cukup mengenal dan memperkenalkan obyek
dengan baik, terlihat dari kemampuannya mengulas
bagian per-bagian dari bangunan yang dianggap
sebagai ‘kekuatan’ pada bangunan.
 Unsur-unsur yang diapresiasi
Penulis mengapresiasi dengan mengungkapkan dan
menginterpretasikan sumber-sumber
kepuasan/kesenangan dengan terungkap pada
bentuk, dialog ruang, pengkayaan bentuk, daya
pukau, ketepatan dan gaya.
 Subyektivitas pengapresiasi
Penulis cenderung berpatokan pada pendapat dan
tujuan yang ingin dicapai oleh arsitek dari bangunan
tersebut sebelum mengungkapkan pendapatnya
sendiri. Jadi terkesan sekedar menguatkan atau
mendukung pendapat arsitek tersebut.
 Ungkapan rasa pengapresiasi
Pada beberapa bagian tulisan ada ungkapan rasa
pengapresiasi yang mengungkapkan pengalaman
estetik yang diperoleh bila berada pada bagian-
bagian tertentu dari bangunan, juga ekspresi yang
dihasilkan/ditangkap.
 Interpretasi terhadap obyek
Penulis mencoba menginterpretasikan aspek-aspek
yang mengacu pada ide asal disain, jadi lebih
cenderung mengiyaka apa yang telah ditentukan oleh
arsiteknya.
 Gaya bahasa dan diksi
Penulis menggunakan gaya bahasa yang cukup
komunikatif dengan pilihan kata yang baik untuk
mengungkapkan rasa dan suasana, baik secara puitis
atau secara lugas.
 Serial Vision
Bila dihubungkan dengan judulnya yang terkesan
ingin mengungkapkan ekspresi keanggunan obyek,
ternyata dari alur tulisannya lebih mengarah pada
pembahasan mengenai kesakralan.
 Illustrasi
Pengilustrasian selain melalui kata-kata juga
didukung oleh gambar-gambar yang memperjelas/
mendukung tulisan. Padahal suatu apresiasi lebih
menekannkan pada tulisan dan bukan pada gambar.
 Ekstasi bagi pembaca
Ada usaha untuk memberikan perasaan ekstasi bagi
yang membaca melalui penggunaan gaya bahasa
dan pilihan kata agar pembaca dapat ikut
mengalami apa yang dialami/dirasan penulis. Tapi
sayangnya secara keseluruhan lebih berkesan sebuah
promosi.

Anda mungkin juga menyukai