Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN TUGAS AKHIR

MENARA PHINISI UMN DENGAN KETERKAITANNYA DENGAN ARSITEKTUR NUSANTARA

Epriyansyah

03061281722035

Dosen Pembimbing : DR. Johannes Adiyanto, S.T, M.T.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
BAGIAN 1 (KACAMATA BACA)
Pada Arsitekur Nusantara ditemukan ciri-khas struktur landasan, struktur badan, dan
struktur atap terpisah dengan selungkupnya. Selungkup hanyalah tirai non-struktural yang dapat
ditempatkan dan diganti dengan mudah.

Beberapa perbedaan itu adalah :


1. Arsitektur Nusantara dua musim, sedang arsitektur Eropa itu arsitektur 4 musim.
2. Arsitektur Nusantara melibatkan lautan dan daratan sedang arsitektur Eropa hanya
melibat-kan daratan saja.
3. Arsitektur Nusantara tidak mematikan karya anak bangsanya sedang arsitektur Eropa
mematikan arsitektur anak benua.
4. Arsitektur Nusantara menggunakan bahan bangunan yang organik sedang arsitektur
Eropa adalah arsitektur batu/anorganik.
5. Arsitektur Nusantara adalah arsitektur pernaungan dan arsitektur Eropa adalah arsi-
tektur Perlindungan.
6. Arsitektur Nusantara bersolek di (tampang) luar dan arsitektur Eropa bersolek di
(tampang) dalam.
7. Arsitektur Nusantara berkonstruksi tanggap gempa sedang arsitektur Eropa
berkonstruksi tanpa gempa. Struktur di Arsitektur Nusantara
8. Arsitektur mengonsepkan pelestarian dengan ketergantian sedang arsitektur eropa
mengonsepkannya sebagai merawat dan menjaga.
9. Arsitektur Nusantara menjadikan perapian utamanya untuk mengawetkan bahan
bangunan organiknya, sedang arsitektur Eropa untuk menghangatkan ruangan dan
menjadikannya galih (core) dari huniannya.
10. Arsitektur Nusantara mengonsepkan kese-mentaraan sedang arsitektur Eropa
mengon-sepkan keabadian.
11. Arsitektur Nusantara adalah arsitektur “kami/kita” sedang arsitektur Eropa adalah
arsitektur “aku”
Begitu panjang perbedaan yang ditemui di Arsitektur Nusantara bila dipersandingkan
dengan arsitektur yang lain, begitu luas kemung-kinan yang dapat digunakan untuk menggali dan
menemukan serta mengungkapkan apa saja yang ada di Arsitektur Nusantara.
Mempelajari Arsitektur Nusantara dengan tepat harus ditegaskan lebih dahulu ruang dan
waktu dari kegiatan yang dilakukan. Penjelajahan pengetahuan Arsitektur Nusantara tentu saja
menggunakan data arsitektur tradisional untuk dianalisis dan diinterpretasikan secara arsitek-
tural. Mari kita coba untuk menemukan apa yang terselip di antara lipatan-lipatan kekayaan
keragaman arsitektur tradisional di Nusantara karena pasti ada sesuatu yang perlu diungkapkan
sebagai pengetahuan yang dapat dipelajari dan akan memperkaya kita dalam memahami arsi-
tektur anak bangsa di Nusantara ke depan.

Arsitektur Nusantara sebagai dasar filosofis.


Nusantara sebagai sebuah pengertian secara geografik menunjukkan suatu tempat yang
terletak diantara 2 benua dan 2 lautan besar serta dilintasi oleh katulistiwa, merupakan Negara
kepulauan yang beriklim tropis lembab dengan curah hujan yang cukup tinggi. Banyaknya
pulau-pulau akan memberikan gambaran beragamnya budaya, tradisi maupun lingkungan alam
yang beraneka walau dalam nuansa tropis lembab.
Pemahaman tentang Arsitektur Nusantara, Pangarsa menjelaskan sebagai berikut:
Arsitektur Nusantara harus dilihat bagaikan bumi Nusantara itu sendiri. Di permukaan tanah
masa kini, terbentang luas keragaman 726 bahasa suku, yang pasti menyertai keanekaan ciri
arsitekturnya.....dan pada tiap daerah tampak tersimpan kesamaan cirinya [11]. Disini tersirat
bahwa arsitektur Nusantara adalah arsitektur yang beragam tetapi tetap mempunyai kesamaan
ciri, dan inilah yang kemudian disebut sebagai kesamaan dalam keberagaman.
Arsitektur nusantara adalah sebuah arsitektur yang mencerminkan keberadaan antara
manusia dan alam lingkungan sebagai sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Arsitektur
Nusantara dipahami sebagai kejamak-majemukan yaitu kebersamaan dengan mahluk ciptaan
yang lainnya serta dengan Sang Maha Pencipta. Kemajemukan mengidentifikasi bahwa
kehadiran nya tidak pernah eksis hanya sebagai individu, karena selalu ada yang lain selain
dirinya [11]. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa arstektur Nusantara mempunyai
nilai tentang kekhasan dan keberagaman serta hubungan antara dirinya dan kejamak majemukan
dalam alam semesta. Hal ini dapat diartikan sebagai yang lokal adalah dirinya, kekhasannya atau
kesetempatannya dan yang universal adalah kesamaan cirri, kejamak-majemukan alam semesta,
atau kesemestaannya.
Hubungan antara yang lokal dengan yang universal oleh Pangarsa dijelaskan sebagai
hubungan kesetempatan dan kesemestaan, yang sudah terjadi dan dilakukan oleh masyarakat
Indonesia sejak masih menyandang sebagai masyarakat Nusantara [11]. Selain hal tersebut,
dalam hubungannya dengan pengertian ke-Nusantara-an, Pangarsa juga menjelaskan bahwa
kesetempatan dan kesemestaan menjadikan hal yang unik dalam arsitektur di Indonesia berkaitan
dengan ke-Bineka Tunggal Ika-an. Selain Pangarsa, Prijotomo juga mengatakan bahwa
beragamnya karya arsitektur yang mencerminkan keberagaman etnis dan budaya menunjukan
adanya kesetempatan yang luar biasa, sementara kesamaan dalam dasar pengetahuan yang
menjadi dasar berarsitektur merupakan sebuah pemikiran tentang kesemestaan yang memang
bersifat umum [12].
Dengan demikian maka jelaslah bahwa dalam pemahaman arsitektur Nusantara
mempunyai 2 nilai yakni kesetempatan dan kesemestaan. Dalam diskusi yang telah dilakukan
maka nilai-nilai inilah yang menjadi dasar dalam arsitektur Nusantara dalam menjawab terhadap
tantangan yang setiap kali dihadapi dalam perjalanan berarsitektur sampai saat ini, dan hal ini
menunjukan sebuah karya yang mempunyai makna kelestarian dan keberlanjutan dalam
perkembangan arsitektur di Indonesia. Sementara itu dibalik nilai-nilai tersebut ternyata
terkandung berbagai makna, baik makna sinkronik maupun makna diakronik. Makna sinkronik
yakni makna yang berhubungan dengan gejala yang meluas pada ruang tetapi dalam waktu yang
terbatas artinya hanya berhubungan dengan kondisi tertentu sehingga makna sinkronik ini akan
berubah pada kondisi dan waktu yang berbeda tergantung pada situasi dan latar belakang
keadaan tersebut. Sedangkan makna diakronik adalah makna yang berhubungan dengan waktu
atau proses dan sejarah, dari makna diakronik inilah maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur
Nusantara adalah sebuah karya yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan, artinya dari
makna diakronik dalam arsitektur Nusantara ini merupakan karya yang sangat lestari dan
sustainable. Kedua makna ini tentunya akan menjadi hal yang penting ketika arsitektur
Nusantara menjadi dasar perkembangan regionalisme arsitektur di Indonesia.
BAGIAN 2 ( DESKRIPSI SUMBER ACUAN)

Spesifikasi
Nama : Menara Phinisi Universitas Negeri Makasar
Lokasi :Makasar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Fungsi : Gedung Pusat Pelayanan Akademik (GPPA)
Tahun : 2014
Principal Architect : Yu Sing (Pemenang Sayembara GPPA UNM)

GPPA UNM atau yang terkenal dengan naman Menara Phinisi UNM merupakan gedung
tinggi pertama di Indonesia dengan sistem fasade Hiperbolic Paraboloid, yang merupakan
ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangunan hasil
sayembara ini sebagai perwujudan dari serangkaian makna, fungsi, dan aplikasi teknologi yang
ditransformasikan ke dalam sosok arsitektur. Kekayaan makna tersebut akan meningkatkan nilai
arsitektur GPPA UNM menjadi lebih dari sekedar sosok estetis, tetapi juga memiliki keagungan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

LOKASI
Menara Phinisi ini terletak di Kampus Universitas Negeri (UNM) Gunung Sari,
Makassar, Jl Andi Pangerang Pettarani. Gedung ini lokasinya tak jauh dari Hotel Grand Clarion.
UNM sendiri adalah kampus keguruan negeri terbesar di Makassar bahkan Indonesia Timur.
Pada malam hari akan ada 12 kerlap kerlip warna gedung yang bersinar bergantian di fasad
gedung. 12 warna itu mewakili 12 fakultas yang ada di UNM.

ARSITEK

Menara ini sejatinya adalah hasil sayembara, pada tahun 2008 UNM mengadakan
sayembara perancangan arsitektur gedung GPPA. Pada saat pengumuman pada tanggal 13
Januari 2009, terpilihlah nama Yu Sing sebagai juara. Ia berhak mendapat hadiah sebesar Rp. 40
juta serta karyanya direalisasikan

FILOSOFI

Menara Phinisi ini mengambil konsep Perahu Phinisi, yakni perahu khas Bugis –
Makassar yang terkenal sejak dulu kala. Perahu Phinisi dipakai oleh Orang Bugis-Makassar
dalam menjelahaji samudra nusantara. Sementara untuk filosofi arsitekturnya diambil seperti
pada rumah tradisional Makassar yang terdiri dari 3 bagian (kolong/awa bola, badan/lotang, dan
kepala/rakkeang) dan dipengaruhi struktur kosmos (alam bawah, alam tengah, dan alam atas),
GPPA UNM juga terdiri dari 3 bagian.

Secara umum bangunan ini terdiri dari 3 bagian. Pertama, bagian bawah berupa
kolong/panggung. Bagian ini posisinya terletak sekitar 2 meter di atas jalan agar bangunan
terlihat lebih megah dari lingkungan sekitar. Lantai kolong ini didesain menyatu dengan
lansekap yang didesain miring sampai ke pedestrian keliling lahan.
Kedua, bagian badan berupa podium, terdiri dari 3 lantai, simbol dari 3 bagian badan pada
Rumah Tradisional Makassar (bagian depan/lotang risaliweng, ruang tengah/Lotang ritenggah,
dan ruang belakang/Lontang rilaleng). Bagian podium ini juga bermakna ganda sebagai simbol
dari tanah dan air.

Bangunan ini merupakan contoh perpaduan arsitektur lokal nusantara yang penuh filosofi
dengan arsitektur modern masa kini yang penuh dengan kecanggihan teknologi. Bangunan ini
menjadi contoh pelestarian arsitektur nusantara di masa kini yang sudah sepantasnya ditiru oleh
praktisi arsitektur di Indonesia.
BAGIAN 3 ( INTI)

MENARA PHINISI UMN DENGAN KETERKAITANNYA DENGAN ARSITEKTUR


NUSANTARA
Abstrak
Arsitektur Nusantara merupakan sebuah fenomena tentang beragamnya karya anak
bangsa yang luar biasa, yang mencerminkan kekayaan arsitektur di Indonesia. Arsitektur
Nusantara secara mendasar juga merupakan hasil dari buah pikir yang sarat dengan makna yang
terungkap dalam setiap wujud fisiknya. Sementara itu Regionalisme arsitektur adalah satu
konsep arsitektur yang berdasar pada kekayaan, potensi dan pengetahuan tentang arsitektur
setempat/regional yang dapat menjawab tantangan masa kini, dan menekankan pada
pengungkapan karakteristik suatu daerah atau tempat dalam arsitektur terkini (kontemporer).
Paper ini akan membahas tentang Arsitektur Nusantara dalam menghadapi arus globalisasi,
tantangan terhadap teknologi yang semakin sophisticated, dan kebutuhan manusia yang semakin
kompleks. Nilai-nilai dalam Arsitektur Nusantara merupakan sebuah kekuatan untuk dijadikan
dasar dan pedoman dalam pengembangannya ketika harus berhadapan dengan kondisi terkini.
Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar pembentuk Regionalisme Arsitektur Indonesia.
Arus globalisasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan dicegah, globalisasi
merupakan isu yang paling kuat sejak akhir abad 20 yang mengakibatkan hilangnya hal-hal yang
khusus dan mengubahnya menjadi satu tatanan kehidupan yang menyingkirkan batas-batas
geografis. Hal ini juga terjadi dan dirasakan di Indonesia, dalam bidang teknologi yang
berkembang cepat dan semakin mutakhir (sophisticated) menyebabkan terjadinya perubahan dan
perkembangan dalam segala lini kehidupan dan menjadikan kebutuhan manusia semakin
kompleks. Kondisi ini juga dirasakan dampaknya pada perkembangan arsitektur di Indonesia.
Arsitektur Indonesia dalam hal ini arsitektur Nusantara menjadi tidak populer dalam konteks
perkembangannya secara fisik. Arsitektur Nusantara merupakan sebuah fenomena yang sangat
menarik tentang keberagamannya yang mencerminkan kekayaan arsitektur Indonesia.
Lingkungan dan potensi alam serta pengetahuan masyarakat setempat menjadikan arsitektur
Nusantara memiliki nilai dan makna filosofis yang kuat yang memberikan ciri khusus dan
identitas bagi karya tersebut dan mampu menjamin keberlanjutannya. Globalisasi menyebabkan
hilangnya keberagaman yang menjadi ciri khusus dan merupakan identitas dari arsitektur
Nusantara.
Secara internasional keadaan ini juga dirasakan oleh beberapa arsitek yang peduli
terhadap lingkungan baik fisik maupun non fisik, baik alam maupun buatan. Kejenuhan terhadap
rancangan yang bersifat global dan universal mulai muncul sekitar th.1960-an dengan sebuah
gerakan yang ingin memunculkan kembali ciri kedaerahan yang disebut Regionalisme
Arsitektur. Demikian juga dengan gejala yang terjadi di Indonesia, usaha untuk memunculkan
kembali identitas lokal dan regionalpun mulai banyak dilakukan. Dari keadaan tersebut, maka
potensi arsitektur Nusantara mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk menjawab tantangan
globalisasi dikarenakan arsitektur Nusantara mempunyai nilai kedaerahan yang menunjukkan
ciri dan identitas arsitekturnya dan yang mampu menjamin keberhasilannya. Sejalan dengan isu
internasional tentang regionalisme, maka arsitektur Nusantara mempunyai peluang menjadi dasar
dari regionalisme arsitektur di Indonesia.
ISI
Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM didesain sebagai ikon baru bagi UNM, kota
Makassar, dan sekaligus Sulawesi Selatan. Eksplorasi desain GPPA UNM mengutamakan pada
pendalaman kearifan lokal sebagai sumber inspirasi, yaitu makna Logo UNM, Rumah
Tradisional Makassar, falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan (Sulapa Eppa / empat
persegi), dan maha karya Perahu Pinisi sebagai simbol kejayaan, kebanggaan, dan keagungan.
Serangkaian eksekusi bentuk dan detail-detail solusi desain yang bersumber pada kearifan lokal,
dipercaya mampu membentuk lingkungan kampus masa kini yang berkelas internasional.
GPPA UNM sebagai IKON BARU yang merupakan gedung tinggi pertama di Indonesia dengan
sistem fasade Hiperbolic Paraboloid, merupakan ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangunan Pusat Pelayanan Akademik UNM merupakan
perwujudan dari serangkaian makna, fungsi, dan aplikasi teknologi yang ditransformasikan ke
dalam sosok arsitektur. Kekayaan makna tersebut akan meningkatkan nilai arsitektur GPPA
UNM menjadi lebih dari sekedar sosok estetis, tetapi juga memiliki keagungan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya.
Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM Seperti pada Rumah Tradisional Makassar
yang terdiri dari 3 bagian (kolong/awa bola, badan/lotang, dan kepala/rakkeang) dan dipengaruhi
struktur kosmos (alam bawah, alam tengah, dan alam atas), GPPA UNM juga teriri dari 3 bagian:
Bagian bawah berupa kolong/panggung. Bagian kolong ini posisinya terletak 2 meter di atas
jalan agar bangunan terlihat lebih megah dari lingkungan sekitarnya. Lantai kolong ini didesain
menyatu dengan lansekap yang didesain miring sampai ke pedestrian keliling lahan.
Bagian badan berupa podium. Podium terdiri dari 3 lantai, simbol dari 3 bagian badan pada
Rumah Tradisional Makassar (bagian depan/lotang risaliweng, ruang tengah/Lotang ritenggah,
dan ruang belakang/Lontang rilaleng). Bagian podium ini juga bermakna ganda sebagai simbol
dari tanah dan air. Bagian kepala berupa menara. Menara terdiri dari 12 lantai yang merupakan
metafora dari layar perahu Pinisi dan juga bermakna ganda sebagai simbol dari angin dan api.
Bangunan kaki terdiri dari 2 bagian yaitu bagian landasan dan kolong. Bagian landasan
merupakan 1 lantai semi besmen yang berfungsi sebagai area parkir dan servis. Bagian landasan
ini didesain seolah-olah terletak di bawah lansekap yang ditinggikan sampai 2 meter, membentuk
pagar alami sekeliling lahan. Seluruh lahan di sekeliling bangunan difungsikan sebagai hutan
universitas. Di depan landasan bagian Barat terdapat danau buatan yang cukup luas berbentuk
segitiga dengan kolam-kolam yang berundak mengalir ke arah kolam. Danau buatan ini
berfungsi sebagai kolam penyaringan alami dari air hujan dan air kotor bekas pakai yang akan
digunakan kembali sebagai sumber air bersih untuk penyiraman toilet dan taman.
Bagian kolong merupakan ruang terbuka di bawah podium sebagai ruang sosialisasi bersama.
Ketinggiannya 1,5 kali ketinggian lantai lainnya untuk memberikan kesan luas dan lega. Di
lantai ini terdapat fungsi kantin kampus yang sifatnya semi terbuka. Bagian landasan yang
menghadap ke arah kampus eksisting didesain sebagai amphitheater dengan tangga-tangga
sebagai tempak duduk di sepanjang sisi Timur bangunan.
Bangunan Podium memiliki denah yang berbentuk trapesium dengan sisi miringnya
menghadap ke jalan utama pada sisi Barat. Bangunan yang miring merupakan respon terhadap
sudut lahan dan juga sebagai strategi untuk memperpanjang fasad bangunan serta sebagai kontrol
visual dari luar bangunan. Orang di luar lahan akan selalu melihat bangunan secara perspektif
untuk meningkatkan kualitas visual ruang kota. Dalam proses desain, bangunan podium dibelah
menjadi 4 bagian sesuai dengan simbol falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan yang terdiri
dari empat persegi (makna 4 unsur/kesadaran manusia akan diberikan metafora ke dalam bagian
bangunan yang lainnya).
Bangunan terbelah menjadi 4 bagian (yang terinspirasi dari deretan perahu pinisi di
pinggir pantai) menciptakan lorong angin dan jalur masuk bagi cahaya matahari ke dalam
seluruh ruang-ruang dalam podium. Tepat di tengah sumbu axis bagian belakang bangunan
menara, terdapat void kosong berbentuk elips yang memotong bangunan podium. Di bagian
paling bawah void berfungsi sebagai kolam air mancur yang selalu bergemericik dengan ramp
yang mengelilingi void. Void kosong di bagian tengah merupakan metafora dari lingkaran
berwarna terang di pusat logo UNM, yang dijelaskan sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian. Di puncaknya terdapat exhaust turbine untuk mengalirkan uap
kolam sebagai elemen pendinginan suhu bangunan, merupakan yang metafora 3 layar segitiga
yang menghadap ke arah void. Bangunan podium juga merupakan metafora dari unsur tanah dan
air. Dinding bangunan podium berupa kaca reflektor sinar matahari yang berwarna kecoklatan
seperti warna tanah, dengan sirip-sirip penahan matahari yang terbuat dari stainless steel yang
memantulkan cahaya seperti air. Sirip-sirip ini juga didesain sebagai bagian dari façade
bangunan dengan pola ombak.
Bangunan menara memiliki denah berbentuk trapesium simetris, dengan façade pada
kedua sisi miringnya (sisi Utara dan Selatan) menggunakan sistem struktur HIPERBOLIC
PARABOLOID. Façade menara mengalami rotasi secara ritmik membentuk ekspresi bangunan
yang dinamis. Dengan menggunakan sistem hiperbolic paraboloid tersebut, façade menara
merupakan metafora dari layar utama perahu pinisi. Kanopi-kanopi horisontal pada façade sisi
Utara dan Selatan ini dapat juga berfungsi sebagai photovoltaic untuk merubah energi matahari
menjadi energi listrik. Pada façade sisi Barat dan Timur menara terdapat dinding ornamen 3
dimensi yang terbentuk dari rangkaian bidang-bidang segitiga, sebagai penahan matahari.
Bentuk bangunan menara menjadi semakin atraktif karena memiliki bentuk visual yang berlainan
bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Pada puncak menara terdapat rangkaian pipa yang
berirama yang dapat difungsikan juga sebagai menara telekomunikasi. Bangunan menara juga
merupakan metafora dari unsur angin dan api. Façade layar mewakili unsur angin, sedangkan
puncak menara merupakan penyederhanaan dari bentuk lidah api.
Panggung, lorong angin, kolam, danau buatan, taman atap (di atas podium), hutan
universitas dan ventilasi silang bangunan merupakan serangkaian sistem yang bekerja untuk
mendinginkan suhu di sekitar bangunan, serta memberikan kesejukan dan ketenangan.
Danau buatan berfungsi sebagai sistem penyaringan air kotor dan air hujan untuk digunakan
kembali. Bangunan yang terbelah-belah memungkinkan cahaya alami dapat menerangi semua
ruang dalam. Sirip-sirip secondary skin dan kaca reflektor matahari mengurangi radiasi panas
matahari langsung. Kanopi-kanopi photovoltaic (pada façade samping menara) dan kincir angin
vertikal (pada taman atap podium) sebagai sumber energi listrik berkelanjutan. Saat ini sudah ada
teknologi photovoltaic yang dapat langsung digunakan sebagai energi pendingin ruangan / AC
tanpa melalui konversi menjadi energi listrik. Dengan demikian tidak akan ada energi yang
terbuang di dalam proses konversi energi.
KESIMPULAN
Regionalisme Arsitektur merupakan sebuah konsep dalam mengkinikan arsitektur
Nusantara yang dinilai tepat karena parameter di dalam arsitektur Nusantara sejalan dengan
parameter dalam regionalisme Arsitektur. Sehingga arsitektur Nusantara merupakan dasar
pembentuk Regionalisme Arsitektur Indonesia yang bertujuan untuk mengkinikan arsitektur
Nusantara sebagai sebuah kekayaan dan kekuatan yang sarat dengan nilai dan makna. Tanpa
nilai dan makna maka arsitektur hanya sebuah artefak yang tidak mempunyai arti.
Konsep dasar regionalisme arsitekur di Indonesia harus diperhatikan terhadap 2 point:
1. Nilai kesetempatan dan kesemestaan dalam arsitektur Nusantara merupakan penentu untuk
mewujudkan regionalisme Arsitektur Indonesia.
2. Makna sinkronik dan makna diakronik dalam arsitektur Nusantara merupakan dasar filosofis
ketika regionalisme arsitektur digunakan sebagai sebuah teori untuk pendekatan perancangan.
Dengan berdasarkan pada konsep di atas, identitas dan ekistensi arsitektur di Indonesia akan
menunjukan sebagai karya yang sejajar dengan arsitektur manca dikarenakan mempunyai dasar
pembentuk yang kuat. Semoga.
DAFTAR PUSTAKA

Pangarsa, Galih Wijil, 2006, Merah Putih Arsitektur Nusantara, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta
Prijotomo, Josef, 1998, Pasang Surut Arsitektur Indonesia, CV Arjun, Surabaya
Sulistijowati, Murtijas. 2016. Struktur di Arsitektur Nusantara
https://www.arsitur.com/2015/10/menara-phinisi-universitas-negeri.html

http://rumah-yusing.blogspot.com/2009/01/menara-pinisi.html

Anda mungkin juga menyukai