KERATON YOGYAKARTA
DI SUSUN OLEH :
Rizki Fauzi
151411491
YOGYAKARTA
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II
METODE PENELITIAN
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Dari beberapa bangunan yang di bangun oleh Sri Sultan Hamengkubowo I terdapat
rumah adat yang di namakan Bangsal Kencono. oleh sebagian pihak menganggap Bangsal
Kencono merupakan bangunan dengan desain yang banyak terdapat keunikan dari sisi
arsitekturnya maupun dari nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
1.3. Tujuan
1. Mengetahui ciri-ciri fisik bangunan Bangsal Kencono Keraton Yogyakarta.
11/10/2018.
BAB III
PEMABAHASAN
Bangsal Kencana berbentuk joglo mangkurat lambang gantung dengan empat susun atap
dan atap kedua atau penanggap menggantung pada atap di atasnya, sementara atap ketiga
menempel dengan sambungan lambangsari pada atap kedua. Pada bangsal ini memiliki tiga
tingkatan lantai, lantai yang paling tingggi yang letaknya ditengah-tengah pendopo biasanya
dipergunakan sebagai singgasana sang Sultan. Tiang pada bangsal Kencana terdiri dari 4 saka
guru, 16 saka penanggap, 23 saka penitih serta 8 saka santen berbentuk bulat, dan 8 saka
tambahan yang tidak memiliki ukiran ragam hias. Di sekeliling bangsal Kencono dihiasi
tumbuhan paku yang potnya terbuat dari keramik dan memiliki gambar atau hiasan lukisan ala
Tiongkok.
Beberapa cerita menyebutkan bahwa ketika Sultan duduk di Bangsal Kencana berada ditengah
atau dibawah persilangan tumpangsari yang terbagi menjadi empat sesuai pola kiblat-papat-lima-
pancer, Sultan selalu menghadap ke timur atau ke arah matahari terbit sama seperti letak bangsal
Kencana, Prabayeksa, dan Gedong Jene yang menghadap ke timur. Hal tersebut sebagai simbol
bahwa arah timur sebagai awal kehidupan atau sesuai dengan pola rotasi matahari yang terbit
dari timur dan tenggelam di barat. Simbol ini mengingatkan manusia bahwa setiap kehidupan
pasti ada awal dan ada akhir. Selaras dengan kepercayaan tersebut selain posisi duduk Sultan, hal
lain yang juga memiliki konsep yang sama yaitu ketika proses mengkhitan putra mahkota
dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai merekah dan dengan posisi menghadap ke timur.
Bangsal Kencana sendiri diapit oleh dua bangunan limasan memanjang yakni Tratag
Bangsal Kencana di sisi timur yang semula dipergunakan untuk pentas wayang orang kolosal
khususnya pada masa Hamengku Buwana VIII (1921-1939) dan Tratag Prabayeksa di sisi barat
yang biasa dipergunakan oleh para penari bedhaya sebelum berpentas di Bangsal Kencana.
Dalam ensiklopedi Kraton Yogyakarta oleh Dinas Kebudayaan D.I.Y (2009) dijelaskan pada
masa Hamengku Buwana VII (1877-1921) semua tratag ini dibangun ulang dengan tiang-tiang
besi tuang impor yang serupa kolom klasik Eropa dengan hiasan sulur berbunga yang melilit dan
atap metal bergelombang.
Sebagian besar warna yang digunakan sebagai latar bangsal Kencana adalah warna
merah kecoklatan, sementara sebagai latar ragam hiasnya adalah warna merah. Lingkungan
Kraton menyebutnya dengan warna merah darah sapi, konon dulu ketika pewarnaannya
menggunakan cat dengan campuran darah sapi. Dikisahkan pula bahwa pada masa penjajahan
Belanda dan ketika itu kaum penjajah memasuki Kraton merasa gelisah, cemas, dan takut. Orang
percaya bahwa hal tersebut terjadi karena pengaruh darah sapi yang digunakan sebagai campuran
catnya. Pada masa sekarang hal tersebut tidak dilakukan lagi, karena Kraton sudah terbuka untuk
umum dan menggunakan cat biasa agar tidak memiliki dampak seperti dulu.
Warna merah digunakan sebagai latar dan warna kuning emas (prada) digunakan sebagai
warna utama ragam hias di bangsal Kencana. Warna merah pada bangsal Kencono
megisyaratkan sifat yang dominan (berkuasa) karakternya sangat kuat sebagai warna untuk
menonjolkan ragam hiasnya dan cocok untuk mewakili karakter Kraton yang identik dengan
kekuasaan. Warna kuning emas (prada) yang mengisi hampir sebagian besar ragam hias di
bangsal ini sangat kontras dengan warna merah sebagai latarnya, membuat banngunan ini
nampak berkilauan, megah dan mewah.
Ragam hias yang terdapat pada Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta ada berbagai
macam jenisnya, ada yang terdapat pada langit-langit atau tumpangsari dan ada yang berada pada
tiang atau saka penyangga bangunan. Adapun ornamen yang terdapat pada tiang Bangsal
Kencana Kraton Yogyakarta adalah diantaranya Saton, Praba, Sorotan, Mirong, Tlacapan, hiasan
umpak. Penelitian selanjutnya difokuskan pada ornamen yang memiliki bentuk dasar segitiga
yaitu Praba dan Tlacapan. core.ac.uk/download/pdf/33523338.pdf
Secara visual ornamen pada bangunan Bangsal Kencono sangat berpengaruh untuk
menambah nilai estetika, dan ornamen-ornamen pada bangunan ini tidak hanya mempunyai
fungsi sebagai komponen yang menambah keindahan pada bangunan Bangsal Kencono. Akan
tetapi komponen ini mempunyai nilai filosofis yang menggambarkan kehidupan manusia di
dalamnya, alam sekitar dan sang penguasa.
1. Saton
Saton berasal dari kata satu, yaitu kue yang di buat dengan cetakan. Di namakan saton
karena hiasan ini mirip kue satu berbentuk bujur sangkar dengan hiasan daun-daunan atau
bunga-bunagaan.
Ukiran saton biasa di ukirkan pada tiang-tiang rumah pada bagian atas dan bawah,Untuk
membuat hiasan saton pada bangunan di dalam keraton harus di pahatkan oleh ahli-ahli ukir
yang berpengalaman serta tekun dalam bekerja. Para tukang ukir ini di beri gelar Abdidalem
Wedana.
2. Praba
Dalam Kamus Jawa Kawi menurut asal katanya praba berarti sinar, cahaya, semarak,
kemegahan. Menurut K.R.T Jatiningrat (wawancara 17 Maret 2015) praba atau praban memiliki
arti cahaya, nimbus, aura atau cahaya di atas kepala (hallo). Praba dalam agama Budha
digambarkan pada patung Budha ketika sedang duduk bermeditasi, penggambaran praba berada
di belakang punggung Budha berbentuk segitiga dengan ujung melengkung runcing.
Sumber : http://adacyntya.blogspot.com
Setiap orang memiliki cahaya praba masing-masing namun kuantitas atau kekuatannya
yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan tingkat konsentrasi masing-masing orang yang
berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat konsentrasi seseorang maka semakin kuat cahaya praba
yang dipancarkan. Biasanya orang yang sering melakukan kegiatan bermeditasi serupa biksu,
pemuka agama, atau raja. core.ac.uk
3. Sorotan
Ragam hias sorotan biasanya berada di bawah ornamen praba yang menghadap ke bawah
dan di atas hiasan putri mirong. Bentuknya hampir seperti tombak yang memiliki tiga ujung
runcing. Sorotan sendiri berasal dari kata sorot, sesuatu yang berhubungan dengan kata sorot
adalah sinar atau cahaya.
4. Mirong
Mirong adalah satu di antara macam motif ragam hias pada tiang Bangsal kencono dan
beberapa bangsal lainnya di dalam Keraton Yogyakarta. Mirong ikut memperindah tampilan
tiang bangsal. dan simbol tentang makna tertentu. Para interpreter memaknainya dari sudut
pandang bentuk, kepercayaan dan agama, yaitu mirong sebagai bentuk kaligrafi huruf Arab Alif-
lam-mim atau Alif-lam-mim-ra,
Sumber : Arsitektur Rumah Tradisional
Jawa. R.Ismunandar
Di balik sejumlah makna yang ada, ternyata terdapat makna-makna yang tersembunyi
yang dapat diungkap. Hubungan antar makna yang sudah ada, sudut pandang orientasi arah
hadap motif, letak dan hierarki, ternyata dapat digunakan untuk mengungkap makna-makna yang
baru. Simulasi-simulasi motif dibantu beberapa prinsip korektif, semakin mempermudah
membuka makna yang tersembunyi, dan akhirnya dapat diangkat ke permukaan. Semuanya
semakin menambah beragamnya makna mirong, tanpa menutup makna yang telah ada. Motif
mirong ternyata memiliki makna sebagai status terpenting, yaitu bahwa motif mirong adalah
gambaran sosok Sultan. Mirong semestinya juga sebagai tanda tentang hak milik suatu
bangunan, bahwa bangunan yang dikenai motif mirong menandai sebagai hak milik Keraton atau
atau sebagai milik Sultan. Masyarakat pada umumnya oleh karena itu dapat mempertimbangkan
tingkat kelayakan secara etika kemungkinan penerapan mirong pada bangunan miliknya atau
bangunan di luar Keraton. ejournal.kemenperin.go.id/dkb/article/view/1028
5. Tlacapan
Ragam hiasa Tlacapan terletak pada ujung atas tiang menempel dengan hiasan praba
yang menghadap ke bawah. Warnanya kuning emas, dengan teknik pewarnaan blok atau
menutup seluruh permukaan ukiran. Menurut Ismunandar (1990) tlacap berasal dari kata tlacap
yang berarti memakai tlacap. Biasanya hiasan tlacapan berbentuk deretan segitiga sama kaki
dengan ukuran yang sama besar dan sama tinggi. Untuk ragam hias tlacapan yang berada pada
bangsal kencono Kraton Yogyakarta ini memiliki hiasan pengisi berupa daun dan bunga yang
dideformasi.
Sumber : Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. R.Ismunandar
6. Hiasan Umpak
Umpak merupakan batu penyangga tiang (saka guru, penanggap, penitih) yang berbentuk
menyerupai prisma yang terpotong ujung atasnya, di bagian permukaan kelilingnya dihiasi
dengan ornamen padma. Menurut Dorno (2014) hiasan tersebut dikatakan motif padma karena
dianggap sebagai penggambaran motif teratai yang di deformasi bentuknya. Motif teratai seperti
ini hampir mirip dengan alas patung dewa dalam agama Hindhu-Budha. Namun seiring
masuknya agama Islam di Indonesia dan tanah Jawa khususnya, hiasan umpak ini memiliki arti
yang berbeda. Menurut K.R.T Jatiningrat (wawancara 17 Maret 2015) ragam hias pada umpak
yang berada pada Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta merupakan stiliran 53 dari huruf arab
mim hak mim dal = kependekan dari Muhammad Nabi besar umat Islam, hal tersebut sama
seperti yang dikemukakan oleh Ismunandar. Ragam hias umpak dengan dasar warna hitam,
sementara untuk garis motifnya digunakan warna kuning emas sehingga terlihat sangat kontras.
Jawa. R.Ismunandar
Tetapi karena hiasan pada umpak tersebut belum dimengerti oleh masyarakat banyak,
maka berakibat umpak yang beragam hias mim hak mim dal tersebut di luar Kraton Yogyakarta
banyak dipergunakan tidak sesuai dengan seharusnya, malahan menjadi dasar landasan tiang
bendera.
Jadi umpak yang merupakan dasar penyangga tiang yang berada di Bangsal Kencono
Kraton Yogyakarta memiliki hiasan berupa ornamen urutan huruf arab mim hak mim dhal yang
membentuk kata Muhammad. Ornamen ini dipasangkan sebagai hiasan umpak karena
diharapkan sifat kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai dasar contoh kepemimpinan di Kraton
Yogyakarta. Namun penggunaannya di luar Kraton kurang dipahami oleh masyarakat, hal ini
mungkin saja terjadi karena pemahaman masyarakat masih kepada pengertian bahwa hiasan
tersebut berupa bunga teratai atau padma.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan bentuk, fungsi, dan makna ornamen yang terdapat pada bangunan Bangsal
Kencana Kraton Yogyakarta jika ditinjau dari pembahasan pada lembaran sebelumnya dapat di
simpulkan bahwa ke tiga poin sangat berperan penting untuk mendeskripsikan karakteristik
bangunan Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
core.ac.uk/download/pdf/33523338.pdf