Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL ILMIAH

KARAKTERISTIK ARSITEKTUR BANGSAL KENCANA

KERATON YOGYAKARTA

DI SUSUN OLEH :

Rizki Fauzi

151411491

UNIVERSITAS WIDYA MATARAM

YOGYAKARTA
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Pengumpulan Data

2.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

2.3 Sistematika Penulisan

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Ciri Fisik Pada Bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta

3.2 Fungsi Bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta

3.3 Nilai Filosofis Pada Ornamen Bangunan Bangsal Kencono

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta


Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia. pada
tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan
rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini
kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton
merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai
pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya,
keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-
balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat

Dari beberapa bangunan yang di bangun oleh Sri Sultan Hamengkubowo I terdapat
rumah adat yang di namakan Bangsal Kencono. oleh sebagian pihak menganggap Bangsal
Kencono merupakan bangunan dengan desain yang banyak terdapat keunikan dari sisi
arsitekturnya maupun dari nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Ciri fisik pada bangunan Bangsal kencana Keraton Yogyakarta

2. Apakah fungsi bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta

3. Mendeskripsikan nilai filosofis ornamen pada bangunan bangsal kencono

1.3. Tujuan
1. Mengetahui ciri-ciri fisik bangunan Bangsal Kencono Keraton Yogyakarta.

2. Mengetahui keunikan bangunan Bangsal Bencono Keraton Yogyakarta.

3. Mengetahui nilai filosofis pada bangunan Bangsal Kencono Keraton Yogyakarta.


BAB II
METODE PENELITIAN

2.1. Tempat Dan Waktu Penelitian


Proses penelitian di laksanakan di lingkungan Keraton Yogyakarta pada tanggal

11/10/2018.

2.2. Pengumpulan Data


Pengumpulan data dengan menggunakan studi literatur

2.3. Sistematika Penulisan


Pada karya tulis ini terdiri atas 4 Bab, pada Bab I akan di uraikan tentang Latar Belakang
masalah, rumusan masalah, Tujuan penelitian. Pada Bab II di uraikan tentang Metode Penelitian
yang terdiri dari Tempat dan Waktu penelitian, Pengumpulan Data, dan Sistematika penulisan.
Dan di Bab III akan di uraikan tentang Pembahasan yang terdiri dari :

1. Ciri fisik pada bangunan Bangsal kencana Keraton Yogyakarta.

2. apakah fungsi bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta.

3. mengungkap nilai filosofis pada bangunan bangsal kencono.

Dan pada Bab IV akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

BAB III
PEMABAHASAN

3.1 Ciri Fisik Pada Bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta


Bangsal Kencana terletak di tengah komplek Kedhaton Kraton Yogyakarta, yang dulunya
bernama bangsal Alus ketika pertama kali didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kemudian Bangsal Kencana dibangun total oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II, menurut
keterangan dari K.R.T Jatiningrat ( wawancara 15 April 2015) dengan sengkalan yang berbunyi
Trus Manunggal Panditaning Rat dibaca Trus = 9, Manunggal = 1, Pandita = 7, Rat = 1 atau
1719 tahun Jawa sama dengan 1793 M. Dikisahkan setelah proses pembangunan bangsal
Kencana oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II sempat terjadi perdebatan dengan ayahnya yaitu
Sultan Hamengku Buwono I, kemudian HB I memindahkan bangsal Kencana yang baru
dibangun tersebut ke sebelah barat bangsal Manis menjadi bangsal Pengapit.

Gambar XI: Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta

Sumber : Dokumentasi Trusti,Maret 2015

Bangsal Kencana berbentuk joglo mangkurat lambang gantung dengan empat susun atap
dan atap kedua atau penanggap menggantung pada atap di atasnya, sementara atap ketiga
menempel dengan sambungan lambangsari pada atap kedua. Pada bangsal ini memiliki tiga
tingkatan lantai, lantai yang paling tingggi yang letaknya ditengah-tengah pendopo biasanya
dipergunakan sebagai singgasana sang Sultan. Tiang pada bangsal Kencana terdiri dari 4 saka
guru, 16 saka penanggap, 23 saka penitih serta 8 saka santen berbentuk bulat, dan 8 saka
tambahan yang tidak memiliki ukiran ragam hias. Di sekeliling bangsal Kencono dihiasi
tumbuhan paku yang potnya terbuat dari keramik dan memiliki gambar atau hiasan lukisan ala
Tiongkok.
Beberapa cerita menyebutkan bahwa ketika Sultan duduk di Bangsal Kencana berada ditengah
atau dibawah persilangan tumpangsari yang terbagi menjadi empat sesuai pola kiblat-papat-lima-
pancer, Sultan selalu menghadap ke timur atau ke arah matahari terbit sama seperti letak bangsal
Kencana, Prabayeksa, dan Gedong Jene yang menghadap ke timur. Hal tersebut sebagai simbol
bahwa arah timur sebagai awal kehidupan atau sesuai dengan pola rotasi matahari yang terbit
dari timur dan tenggelam di barat. Simbol ini mengingatkan manusia bahwa setiap kehidupan
pasti ada awal dan ada akhir. Selaras dengan kepercayaan tersebut selain posisi duduk Sultan, hal
lain yang juga memiliki konsep yang sama yaitu ketika proses mengkhitan putra mahkota
dilakukan pada pagi hari ketika matahari mulai merekah dan dengan posisi menghadap ke timur.

Bangsal Kencana sendiri diapit oleh dua bangunan limasan memanjang yakni Tratag
Bangsal Kencana di sisi timur yang semula dipergunakan untuk pentas wayang orang kolosal
khususnya pada masa Hamengku Buwana VIII (1921-1939) dan Tratag Prabayeksa di sisi barat
yang biasa dipergunakan oleh para penari bedhaya sebelum berpentas di Bangsal Kencana.
Dalam ensiklopedi Kraton Yogyakarta oleh Dinas Kebudayaan D.I.Y (2009) dijelaskan pada
masa Hamengku Buwana VII (1877-1921) semua tratag ini dibangun ulang dengan tiang-tiang
besi tuang impor yang serupa kolom klasik Eropa dengan hiasan sulur berbunga yang melilit dan
atap metal bergelombang.

Sebagian besar warna yang digunakan sebagai latar bangsal Kencana adalah warna
merah kecoklatan, sementara sebagai latar ragam hiasnya adalah warna merah. Lingkungan
Kraton menyebutnya dengan warna merah darah sapi, konon dulu ketika pewarnaannya
menggunakan cat dengan campuran darah sapi. Dikisahkan pula bahwa pada masa penjajahan
Belanda dan ketika itu kaum penjajah memasuki Kraton merasa gelisah, cemas, dan takut. Orang
percaya bahwa hal tersebut terjadi karena pengaruh darah sapi yang digunakan sebagai campuran
catnya. Pada masa sekarang hal tersebut tidak dilakukan lagi, karena Kraton sudah terbuka untuk
umum dan menggunakan cat biasa agar tidak memiliki dampak seperti dulu.

Warna merah digunakan sebagai latar dan warna kuning emas (prada) digunakan sebagai
warna utama ragam hias di bangsal Kencana. Warna merah pada bangsal Kencono
megisyaratkan sifat yang dominan (berkuasa) karakternya sangat kuat sebagai warna untuk
menonjolkan ragam hiasnya dan cocok untuk mewakili karakter Kraton yang identik dengan
kekuasaan. Warna kuning emas (prada) yang mengisi hampir sebagian besar ragam hias di
bangsal ini sangat kontras dengan warna merah sebagai latarnya, membuat banngunan ini
nampak berkilauan, megah dan mewah.

Ragam hias yang terdapat pada Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta ada berbagai
macam jenisnya, ada yang terdapat pada langit-langit atau tumpangsari dan ada yang berada pada
tiang atau saka penyangga bangunan. Adapun ornamen yang terdapat pada tiang Bangsal
Kencana Kraton Yogyakarta adalah diantaranya Saton, Praba, Sorotan, Mirong, Tlacapan, hiasan
umpak. Penelitian selanjutnya difokuskan pada ornamen yang memiliki bentuk dasar segitiga
yaitu Praba dan Tlacapan. core.ac.uk/download/pdf/33523338.pdf

3.2 Fungsi Bangunan Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta


Selain dipergunakan untuk pentas wayang orang dan tari bedhaya semang, fungsi utama
bangsal Kencana adalah sebagai tempat menerima tamu agung Kraton. Di samping itu juga
untuk menyelenggarakan upacara pernikahan, upacara khitanan, serta yang tidak kalah penting
adalah kegiatan Ngabekten Syawal yang dilaksanakan setiap tahunnya. Kegiatan ini berupa
perayaan Hari Raya Idul Fitri yang dilakukan dari para abdi dalem, pejabat, dan kerabat Kraton
menghaturkan sembah dan saling memohon maaf. core.ac.uk/download/pdf/33523338.pdf

3.3 Nilai Filosofis Pada Ornamen Bangunan Bangsal Kencono

Secara visual ornamen pada bangunan Bangsal Kencono sangat berpengaruh untuk
menambah nilai estetika, dan ornamen-ornamen pada bangunan ini tidak hanya mempunyai
fungsi sebagai komponen yang menambah keindahan pada bangunan Bangsal Kencono. Akan
tetapi komponen ini mempunyai nilai filosofis yang menggambarkan kehidupan manusia di
dalamnya, alam sekitar dan sang penguasa.

Beberapa Ornamen yang terdapat di bangunan Bangsal Kencana :

1. Saton

Saton berasal dari kata satu, yaitu kue yang di buat dengan cetakan. Di namakan saton
karena hiasan ini mirip kue satu berbentuk bujur sangkar dengan hiasan daun-daunan atau
bunga-bunagaan.

foto : Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. R.Ismunandar


Hiasan saton ini yang di ukirkan pada bangunan tradisional ini tidak hanya berwarna polos.
Sehubungan dengan latar belakang Keraton (back ground) yang berwarna hijau tua ataupun
warna merah tua, maka hiasan saton juga berwarna seperti itu. Kadang-kadang di tambahkan
dengan warna kuning emas.

Ukiran saton biasa di ukirkan pada tiang-tiang rumah pada bagian atas dan bawah,Untuk
membuat hiasan saton pada bangunan di dalam keraton harus di pahatkan oleh ahli-ahli ukir
yang berpengalaman serta tekun dalam bekerja. Para tukang ukir ini di beri gelar Abdidalem
Wedana.

2. Praba

Dalam Kamus Jawa Kawi menurut asal katanya praba berarti sinar, cahaya, semarak,
kemegahan. Menurut K.R.T Jatiningrat (wawancara 17 Maret 2015) praba atau praban memiliki
arti cahaya, nimbus, aura atau cahaya di atas kepala (hallo). Praba dalam agama Budha
digambarkan pada patung Budha ketika sedang duduk bermeditasi, penggambaran praba berada
di belakang punggung Budha berbentuk segitiga dengan ujung melengkung runcing.

Sumber : http://adacyntya.blogspot.com

Setiap orang memiliki cahaya praba masing-masing namun kuantitas atau kekuatannya
yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan tingkat konsentrasi masing-masing orang yang
berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat konsentrasi seseorang maka semakin kuat cahaya praba
yang dipancarkan. Biasanya orang yang sering melakukan kegiatan bermeditasi serupa biksu,
pemuka agama, atau raja. core.ac.uk

3. Sorotan

Ragam hias sorotan biasanya berada di bawah ornamen praba yang menghadap ke bawah
dan di atas hiasan putri mirong. Bentuknya hampir seperti tombak yang memiliki tiga ujung
runcing. Sorotan sendiri berasal dari kata sorot, sesuatu yang berhubungan dengan kata sorot
adalah sinar atau cahaya.

Sumber : Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. R.Ismunandar

Menurut K.R.T Jatiningrat (wawancara 17 Maret 2015) hiasan sorotan merupakan


stilisasi dari tulisana arab mim hak mim dhal yang dibaca Muhammad (Nabi besar agama Islam).
Menurut Dorno (2014) ornamen sorotan menyimbolkan pusaka kraton sebenarnya adalah Agama
Islam yang menjunjung tinggi Nabi Muhammad sebagai uswatun khasanah atau panutan yang
terbaik, agama yang diajarkan lurus seperti seperti cahaya sorotan.

4. Mirong

Mirong adalah satu di antara macam motif ragam hias pada tiang Bangsal kencono dan
beberapa bangsal lainnya di dalam Keraton Yogyakarta. Mirong ikut memperindah tampilan
tiang bangsal. dan simbol tentang makna tertentu. Para interpreter memaknainya dari sudut
pandang bentuk, kepercayaan dan agama, yaitu mirong sebagai bentuk kaligrafi huruf Arab Alif-
lam-mim atau Alif-lam-mim-ra,
Sumber : Arsitektur Rumah Tradisional

Jawa. R.Ismunandar

Di balik sejumlah makna yang ada, ternyata terdapat makna-makna yang tersembunyi
yang dapat diungkap. Hubungan antar makna yang sudah ada, sudut pandang orientasi arah
hadap motif, letak dan hierarki, ternyata dapat digunakan untuk mengungkap makna-makna yang
baru. Simulasi-simulasi motif dibantu beberapa prinsip korektif, semakin mempermudah
membuka makna yang tersembunyi, dan akhirnya dapat diangkat ke permukaan. Semuanya
semakin menambah beragamnya makna mirong, tanpa menutup makna yang telah ada. Motif
mirong ternyata memiliki makna sebagai status terpenting, yaitu bahwa motif mirong adalah
gambaran sosok Sultan. Mirong semestinya juga sebagai tanda tentang hak milik suatu
bangunan, bahwa bangunan yang dikenai motif mirong menandai sebagai hak milik Keraton atau
atau sebagai milik Sultan. Masyarakat pada umumnya oleh karena itu dapat mempertimbangkan
tingkat kelayakan secara etika kemungkinan penerapan mirong pada bangunan miliknya atau
bangunan di luar Keraton. ejournal.kemenperin.go.id/dkb/article/view/1028

5. Tlacapan

Ragam hiasa Tlacapan terletak pada ujung atas tiang menempel dengan hiasan praba
yang menghadap ke bawah. Warnanya kuning emas, dengan teknik pewarnaan blok atau
menutup seluruh permukaan ukiran. Menurut Ismunandar (1990) tlacap berasal dari kata tlacap
yang berarti memakai tlacap. Biasanya hiasan tlacapan berbentuk deretan segitiga sama kaki
dengan ukuran yang sama besar dan sama tinggi. Untuk ragam hias tlacapan yang berada pada
bangsal kencono Kraton Yogyakarta ini memiliki hiasan pengisi berupa daun dan bunga yang
dideformasi.
Sumber : Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. R.Ismunandar

6. Hiasan Umpak

Umpak merupakan batu penyangga tiang (saka guru, penanggap, penitih) yang berbentuk
menyerupai prisma yang terpotong ujung atasnya, di bagian permukaan kelilingnya dihiasi
dengan ornamen padma. Menurut Dorno (2014) hiasan tersebut dikatakan motif padma karena
dianggap sebagai penggambaran motif teratai yang di deformasi bentuknya. Motif teratai seperti
ini hampir mirip dengan alas patung dewa dalam agama Hindhu-Budha. Namun seiring
masuknya agama Islam di Indonesia dan tanah Jawa khususnya, hiasan umpak ini memiliki arti
yang berbeda. Menurut K.R.T Jatiningrat (wawancara 17 Maret 2015) ragam hias pada umpak
yang berada pada Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta merupakan stiliran 53 dari huruf arab
mim hak mim dal = kependekan dari Muhammad Nabi besar umat Islam, hal tersebut sama
seperti yang dikemukakan oleh Ismunandar. Ragam hias umpak dengan dasar warna hitam,
sementara untuk garis motifnya digunakan warna kuning emas sehingga terlihat sangat kontras.

Sumber : Arsitektur Rumah Tradisional

Jawa. R.Ismunandar

Tetapi karena hiasan pada umpak tersebut belum dimengerti oleh masyarakat banyak,
maka berakibat umpak yang beragam hias mim hak mim dal tersebut di luar Kraton Yogyakarta
banyak dipergunakan tidak sesuai dengan seharusnya, malahan menjadi dasar landasan tiang
bendera.

Jadi umpak yang merupakan dasar penyangga tiang yang berada di Bangsal Kencono
Kraton Yogyakarta memiliki hiasan berupa ornamen urutan huruf arab mim hak mim dhal yang
membentuk kata Muhammad. Ornamen ini dipasangkan sebagai hiasan umpak karena
diharapkan sifat kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai dasar contoh kepemimpinan di Kraton
Yogyakarta. Namun penggunaannya di luar Kraton kurang dipahami oleh masyarakat, hal ini
mungkin saja terjadi karena pemahaman masyarakat masih kepada pengertian bahwa hiasan
tersebut berupa bunga teratai atau padma.

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan bentuk, fungsi, dan makna ornamen yang terdapat pada bangunan Bangsal
Kencana Kraton Yogyakarta jika ditinjau dari pembahasan pada lembaran sebelumnya dapat di
simpulkan bahwa ke tiga poin sangat berperan penting untuk mendeskripsikan karakteristik
bangunan Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA
 id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat

 Sumber : Dokumentasi Trusti,Maret 2015

 core.ac.uk/download/pdf/33523338.pdf

 Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. R.Ismunanda

Anda mungkin juga menyukai