Anda di halaman 1dari 47

IDENTIFIKASI ELEMEN PEMBENTUK ARSITEKTUR

NDALEM NOTOPRAJAN

ARSITEKTUR NUSANTARA

DISUSUN OLEH:

NUGROHO AGUNG SUSANTO 211412190

OLIVIA AYU BELINDA LIMAKSANA 211412106

AIDAH NUR FITRIANI 211412218

ANSELMUS BOKI LIWUN 211412111

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA


DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................... 1

DAFTAR ISI........................................................................................ 2– 3

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.................................................................................. 4

2. Tujuan............................................................................................... 4

3. Metode Penelitian.............................................................................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 5

BAB III. HASIL OBSERVASI

1. Pemetaan dan profil nDalem Notoprajan......................................... 6–7

2. Hasil Observasi nDalem Notoprajan................................................ 8– 18

3. Fungsi dan Tata Ruang..................................................................... 19 – 24

4. Fungsi Ruang..................................................................................... 25

5. Ornamen............................................................................................ 25 – 26

6. Bentuk Atap...................................................................................... 27

7. Kosmologi (Senthong Tengah)......................................................... 27 – 28

BAB IV. HASIL WAWANCARA

1. Profil Narasumber.............................................................................. 29

2. Hasil Wawancara dengan KRT. Kusumonegoro................................ 30 – 36

3. Hasil Wawancara dengan RM. Setiawan (23 Juni 2023)................. 37 – 39

4. Hasil Wawancara dengan RM. Setiawan (11 Juli 2023)................. 40 – 42


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 43

LAMPIRAN .......................................................................................... 44

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Sebuah bangunan arsitektur idealnya memiliki nilai fungsi dan estetika
sebagaimana bangunan tersebut direncanakan. Selain nilai fungsi dan estetika, sebuah
bangunan juga memiliki nilai sejarah tersendiri bagi pemilik dan penikmat bangunan itu
sendiri. Bangunan Arsitektur Tradisional di Nusantara kini semakin jarang dijumpai, hal
ini dikarenakan masyarakat setempat memilih jenis konstruksi bangunan yang lebih
sederhana atau minimalis. Bangunan dengan gaya Arsitektur Tradisional dirasakan lebih
rumit untuk dibangun jika dibandingkan dengan bangunan minimalis yang berkembang
pada masa modern. Oleh karena itu, peran arsitek sangat besar dalam melestarikan sejarah
dan nilai-nilai budaya yang menyatu dengan pengetahuan konstruksi tradisional yang sejak
dahulu kala telah diterapkan oleh masyarakat di berbagai daerah pada gaya Arsitektur
Tradisional di seluruh Nusantara. Pengetahuan tentang bangunan tradisional didapatkan
dengan sebuah studi lapangan pada bangunan tradisional. Dalam studi lapangan ini,
bangunan tradisional yang terpilih untuk menjadi obyek penelitian adalah nDalem
Notoprajan. NDalem Notoprajan terletak di Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta.
NDalem Notoprajan merupakan salah satu bangunan tradisional yang memiliki nilai
sejarah dan budaya, karena bangunan ini telah berdiri sejak awal tahun 1800 hingga saat
ini.
2. Tujuan
Mengidentifikasi penerapan elemen-elemen arsitektur dan tata ruang pada gaya
bangunan Arsitektur Tradisional khususnya bangunan tradisional di Yogyakarta.
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode studi lapangan, yaitu penelitian yang
dilakukan sepenuhnya di lapangan melalui observasi, wawancara, pemetaan dan
pengambilan foto serta video sebagai bentuk dokumentasi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pandangan hidup masyarakat Jawa secara garis besar dapat diurai menjadi
kepercayaan, pengetahuan, etika sosial, dan rasa estetika (Ronald, 2005). Kepercayaan
masyarakat Jawa dihubungkan dengan dasar filosofi budaya Jawa mengenai keberadaan
jagad gedhe (alam besar) dan jagad cilik (alam kecil). Manusia (mikrokosmos) harus
selaras dengan alam (makrokosmos). Keselarasan vertikal dengan alam dapat melahirkan
pandangan tentang alam yang suci dan roh alam sebagai sumber pemberi hidup
(Cahyandari, 2012).

Arsitektur memiliki peran penting sebagai penanda kekuatan, status, dan privasi
sehubungan dengan keyakinan kosmologis. Kosmologi Jawa juga mencakup makna
dikotomi, misalnya, sakral dan profan, pria dan wanita, depan dan belakang, dan privat dan
publik (Ronald, 1988). Tipologi arsitektur Jawa diklasifikasi terutama dalam karakter atap
dan pembagian ruang. Bentuk bangunan terbagi dalam susunan mulai dari tingkatan yang
tertinggi yaitu tajug (masjid), joglo (golongan ningrat), limasan (golongan menengah),
kampung (rakyat biasa), dan panggang pe (rakyat biasa). Rumah-rumah tersebut memiliki
jenis atap yang berbeda untuk menunjukkan kedudukan sosial dan ekonomi pemilik rumah
(Cahyandari, 2012).

Ragam hias bangunan tradisional Jawa meliputi ragam hias flora, fauna, alam, dan
religi. Ragam hias flora tidak dapat dilepaskan dari pengaruh jaman pra-Islam (jaman
Hindu). Flora yang dipergunakan sebagai ragam hias pada bangunan tradisional Jawa
memiliki makna suci. Ragam hias flora lebih banyak jenisnya. Arti ragam hias ini adalah
keindahan dan kebaikan berwarna merah, hijau, dan kuning (emas) (Cahyandari, 2012).

5
BAB III
HASIL OBSERVASI

1. Pemetaan dan Profil NDalem Notoprajan.


NDalem Notoprajan adalah salahsatu rumah Pangeran Keraton Yogyakarta yang
terletak di daerah Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta. NDalem Notoprajan
diperkirakan dibangun pada tahun 1800-an dan berdasarkan cerita dari narasumber (Romo
Setiawan), nDalem Notoprajan memang sudah ada sejak dulu dan pada waktu itu pihak
Keraton memberikanya kepada GPH Notoprojo yang mana merupakan keturunan dari Sri
Sultan HB VII, sehingga dinamakan nDalem Notoprajan. Setelah beliau wafat, nDalem
Notoprajan sempat tidak berpenghuni yang mana kemudian ditempati oleh saudara dari
Sultan HB VIII, yaitu GKR Maduretno dan sekitar tahun 50-an diserahkan kepada GPH
Hadiwijoyo. Bangunan utama di area nDalem Notoprajan terdiri dari bangunan pendopo,
bangunan ndalemnya dan regol (gerbang). Menurut narasumber, usia nDalem Notoprajan
tertua kedua setelah nDalem Mangkubumi yang merupakan ndalem tertua diantara ndalem-
ndalem yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta. Berdasarkan narasumber nDalem
Notoprajan dibangun sebagai makna simbolis Dewi Sri atau dewi kemakmuran. Hal ini
ditunjukan dengan adanya ruang khusus di area senthong tengah pada bangunan ndalem
yang memang ditujukan untuk Dewi Sri. (www.kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Ndalem Notoprajan merupakan sebuah kompleks bangunan yang terdiri dari


beberapa bangunan, dimana bangunan utama yang terdapat di area komplek adalah regol,
bangunan pendhopo dan ndalem itu sendiri. Selain bangunan utama, di dalam komplek
nDalem Notoprajan juga terdapat beberapa bangunan yang mengelilingi bangunan utama.

6
Gambar 1.1 Bangunan Utama di Komplek nDalem Notoprajan

7
2. Hasil Observasi NDalem Notoprajan
a. Pendopo

Gambar 2.1 Situasi Komplek nDalem Notoprajan

8
Gambar 2.2 Eksterior Pendhopo

Gambar 2.3 Eksterior Pendhopo

9
Pendhopo nDalem Notoprajan merupakan salah satu bangunan utama di komplek
nDalem Notoprajan. Pendhopo ini menurut narasumber (RM. Setiawan) didirikan
bersamaan dengan didiriknnya nDalem, yaitu pada awal 1800 an. Bangunan pendhopo
dalam arsitektur tradisional jawa, merupakan ruang yang digunakan untuk acara-acara,
baik itu penyambutan, perjamuan dan pernikahan. Adapun bangunan pendhopo ini
memiliki bentuk persegi panjang dengan dimensi 25 x 30 m dan memiliki 2 jenis atap,
yaitu atap limasan pada area depan dan atap joglo di area inti pendhopo. Bangunan
pendhopo pada atap joglo ditopang oleh 4 saka guru serta 12 saka penanggap dan pada
atap limasan ditopang oleh 12 saka, saka-saka tersebut ditopang oleh umpak-umpak
yang terbuat dari batu kali. Pada struktur joglo, saka guru menopang tumpang sari yang
mana pada area tumpang sari terdapat balok kayu dhadha paesi. Dhadha paesi sendiri
memiliki arti dhadha (dada/hati), paesi (paes/hias) yang jika disatukan memiliki arti
hati yang dihias. Adapun material yang digunakan di area pendhopo hampir semuanya
adalah kayu jati. Atap pendhopo dulunya menggunakan penutup atap sirap kayu,
dikarenakan sirap kayu mudah rusak akibat terkena cuaca dan iklim, maka pada saat
ini penutup atap diganti dengan sirap bitumen atau aspal.
Menurut narasumber (RM. Setiawan), sejak tahun 1970, pendhopo telah
mengalami 3 kali pemugaran yang difokuskan pada pergantian elemen-elemen
bangunan yang telah rusak. Pemugaran sendiri didanai oleh pihak Keraton Yogyakarta
melalui alokasi Dana Istimewa.

Gambar 2.4 Umpak Tiang Pendhopo

10
Gambar 2.5 Dhadha Paesi di Pendhopo

Gambar 2.6 Struktur Atap Pendhopo

11
b. Paretan

Gambar 2.7 Paretan

Paretan merupakan area yang terletak diantara area pendhopo dan area ndalem.
Fungsi dari paretan sendiri dulunya merupakan area drop-off bagi tamu yang datang ke
nDalem Notoprajan menggunakan kendaraan, baik itu kereta kuda maupun mobil.
Selain itu, paretan juga menjadi ruang penghubung antara pendhopo dan ndalem.
Bangunan paretan memiliki bentuk persegi panjang dengan atap kampung dan ditopang
dengan 8 tiang yang bertumpu pada umpak batu sedangkan konstruksi bangunan
paretan menggunakan struktur rangka kayu jati.

12
NDalem

Gambar 2.7 Lokasi nDalem

nDalem di komplek Notoprajan berada di area belakang pendhopo dan paretan.


Ndalem dalam arsitektur tradisional jawa merupakan area hunian, oleh karena itu
bangunan ndalem terdapat pembagian ruang-ruang yang masing-masing memiliki
fungsi-fungsi tersendiri.

13
Akses Bangunan

Bangunan ndalem di Notoprajan memiliki akses utama di area depan dan samping.
Masing-masing akses terdapat pintu-pintu yang masih memiliki model atau design
lama. Adapun material pintu-pintu tersebut terbuat dari kayu jati.

Gambar 2.8 Akses menuju Ndalem

14
Gambar 2.9 Pintu Depan Ndalem

Gambar 2.10.A Pintu Barat Ndalem

15
Gambar 2.10.B Pintu Timur Ndalem

Pintu-pintu yang terdapat di area akses menuju ndalem dan pintu-pintu di ruang-
ruang ndalem memiliki ukuran atau dimensi yang relatif pendek dibandingkan dengan
ukuran atau dimensi pintu-pintu bangunan modern. Hal ini disebabkan oleh filosofi
orang jawa, dimana tamu harus selalu menghormati tuan rumah dengan cara
menunduk, maka dari itu dibuatlah pintu-pintu tersebut memiliki ukuran yang lebih
pendek dibandingkan dengan pintu-pintu pada umumnya. Adapun arah bukaan pintu
di ndalem terdapat 2 jenis, yaitu arah bukaan ayun dan digantung. Untuk pintu-pintu di
bagian samping barat dan timur yang masing-masing memiliki 3 buah pintu, terdapat
2 pintu ayun dan 1 pintu gantung. Sedangkan pintu-pintu yang terdapat di area depan
memiliki 2 pintu ayun dan 5 pintu gantung.

16
Gambar 2.11 Arah Bukaan Pintu Depan

Gambar 2.12 Arah Bukaan Pintu Samping

17
Gambar 2.13 Perbandingan Ukuran Pintu di Ndalem

Pada masing-masing area akses menuju bangunan ndalem, terdapat ruang transisi
yang menurut narasumber juga bisa disebut teras. Untuk area ruang transisi atau teras
di depan menurut narasumber disebut juga dengan ruang pringgitan. Ruang pringgitan
sendiri selain digunakan untuk teras depan, dahulu juga sering digunakan untuk ruang
pertunjukan wayang kulit, dimana keluarga kerajaan menyaksikan pertunjukan di area
dalam ndalem.

Gambar 2.14 Ilustrasi Sketsa Pertunjukan Wayang di Ndalem Notoprajan

18
Fungsi Ruang & Tata Ruang
Pada bangunan ndalem terdapat pembagian ruang-ruang yang masing-masing
memiliki fungsi-fungsi tersendiri. Berikut merupakan ruang-ruang yang terdapat di
bangunan ndalem :
● Pringgitan
Pringgitan merupakan ruang yang terdapat di area depan ndalem. Ruang ini
selain berfungsi menjadi teras depan juga berfungsi sebagai area pertunjukan
wayang. Pada zaman dahulu, dalang menampilkan pertunjukan wayang di area ini
menghadap ke arah ndalem, jadi keluarga kerajaan hanya melihat bayangan dari
pertunjukan wayang tersebut.

Gambar 2.15 Ruang Pringgitan

19
● NDalem
Ndalem merupakan ruang yang terletak di depan ruang senthong tengah.
Pada ruang ndalem inilah tiang saka guru dari atap joglo ndalem berada. Area ruang
ndalem dulu digunakan untuk tempat berkumpul keluarga pangeran dan sekaligus
menjadi tempat melihat pertunjukan wayang bagi keluarga kerajaan atau keluarga
pangeran.

Gambar 2.16 Ruang Ndalem

20
● Senthong Tengah
Senthong tengah berada di sebelah utara dari ruang ndalem. Ruang
senthong tengah memiliki bentuk persegi panjang dan merupakan pusat kesakralan
di bangunan ndalem. Pada ruang senthong tengah terdapat amben/tempat tidur yang
terbuat dari kayu serta terdapat ukiran-ukiran pada tempat tidur/amben. Dahulu
senthong tengah digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka yang dimiliki
oleh keluarga pangeran, selain itu ruang ini juga merupakan simbol peraduan Sang
Dewi Sri atau dalam mitologi jawa merupakan dewi pembawa kemakmuran dan
kesuburan.

Gambar 2.17 Ruang Senthong Tengah

21
● Senthong Kiwa-Tengen
Ruang senthong kiwa-tengen merupakan ruang yang mengapit ruang
senthong tengah, jadi ruang ini berada di sisi kanan dan kiri senthong tengah. Ruang
ini memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran yang hampir sama dengan
ruang senthong tengah. Senthong kiwa-tengen dahulu digunakan untuk tempat
beristirahat bagi anak-anak atau saudara keluarga pangeran. Pada ruang senthong
kiwa tengen terdapat lukisan pada langit-langit, dimana langit-langit pada senthong
kiwa-tengen terbuat dari blabag/papan kayu.

Gambar 2.18 Ruang Senthong Kiwa-Tengen

22
● Gandhok Kiwa-Tengen
Gandhok merupakan ruang kamar yang terletak di area belakang bagian kiri
dan kanan. Masing-masing ruang gandhok terdiri dari 2 ruang kamar dan ruang
gandhok sendiri memiliki perbedaan elevasi dari ruang senthong. Ruang gandhok
memiliki bentuk persegi panjang dan hanya memiliki 1 akses masuk. Adapun ruang
ini memiliki fungsi untuk ruang beristirahat atau menurut narasumber bisa disebut
dengan kamar tidur yang digunakan anak-anak keluarga pangeran.

Gambar 2.19 Ruang Gandhok dan Proporsi Pintu

23
● Mburi Omah
Mburi omah merupakan ruang yang terletak di area belakang ndalem. Mburi omah
memiliki bentuk ruang persegi panjang dengan atap berupa limasan. Ruang mburi
omah sendiri diapit oleh ruang gandhok kiwa-tengen. Pada ruang mburi omah terdapat
pintu yang mengakses ke halaman belakang ndalem. Ruang ini dulu digunakan untuk
aktivitas sosial keluarga pangeran.

Gambar 2.20 Ruang Mburi Omah

24
Fungsi Ruang

Sumber: Cahyandari, 2007

Ornamen
Di Dinding Senthong Tengah terdapat ornamen kaligrafi, flora dan aksara jawa
yang diukir langsung di papan kayu. Selain itu juga terdapat lukisan di kaca yang
didatangkan langsung dari Perancis.

Gambar 2.21 Ornamen Senthong Tengah

25
Ornamen di dhadha paesi melambangkan bahwa dhadha atau hati itu juga dihias
bukan hanya luarnya saja yang indah tetapi hatinya juga dihias agar indah.

Gambar 2.22 Ornamen Dhadha Paesi

Amben di Senthong Tengah terdapat banyak ukiran flora.

.
Gambar 2.23 Ornamen Amben di Senthong Tengah

Gambar 2.24 Ornamen di Senthong Kiwo dan Tengen

26
Bentuk atap
Bangunan nDalem terdiri dari tiga atap yang menaungi setiap ruang-ruang
didalamnya, yang mana terdapat dua atap Limasan di bagian utara dan selatan atap
Joglo. Bentuk atap Joglo menaungi ruang nDalem, Senthong Tengah, Senthong
Tengen, Senthong Kiwo, Gandhok Kiwo, Gandhok Tengen, Kulon Omah, Wetan
Omah dan Mburi Omah. Kemudian, bentuk atap Limasan di bagian selatan menaungi
area pringgitan, sedangkan atap Limasan yang berada di sisi utara atap Joglo
merupakan atap yang menaungi ruang Gadri (dapur). Pada saat ini area Gadri tidak
dapat diakses untuk penelitian ini, namun keterangan tersebut disampaikan oleh
narasumber (RM. Setiawan).

Kosmologis (Senthong Tengah)


Segi kosmologi ditinjau dari ketenteraman yang perlu dicapai lahir batin bagi
penghuni rumah dan menyelaraskan diri dengan lingkungan alam. Oleh karena itu,
perlu diperhatikan bentuk fisik bangunan dengan tujuan untuk menyelaraskan diri
dengan alam, mengingat alam dapat menjadi sahabat maupun musuh pada saat-saat
tertentu. Pandangan ini merupakan dasar utama masyarakat Jawa sungguh selektif
dalam memulai proses pembuatan tempat tinggalnya. Karena jika salah perhitungan
maka, segalanya akan berakhir dengan sia-sia (Theodorus, 2020). Perwujudan nilai-
nilai dan konsep kosmologi pada bangunan tradisional Jawa ini dijelaskan oleh
narasumber (RM. Setiawan) terletak pada Senthong Tengah. Keluarga Keraton
menganut kepercayaan Kejawen dan mempercayai bahwa Senthong Tengah
merupakan pusat kesakralan dari bangunan nDalem Notoprajan karena diyakini
sebagai simbolis kediaman Dewi Sri. Meskipun bangunan saat ini kosong dan tidak
berpenghuni, ritual pemberian sesaji tetap rutin dilakukan setiap malam Jum’at. Hal ini
disampaikan oleh narasumber (RM. Setiawan, 2023) bahwa kegiatan tersebut
merupakan wujud dari menyelaraskan diri dengan alam, dimana sosok Dewi Sri
diyakini adalah Dewi kebajikan dan kemakmuran. Harapan memperoleh kemakmuran
merupakan sebuah konsep kosmologis yang khas bagi penganut kepercayaan Kejawen.

27
Sebuah tempat tidur yang berada pada Senthong Tengah ini tidak digunakan
sebagai tempat tidur oleh penghuni nDalem sejak dahulu. Tempat tidur tersebut juga
merupakan bagian dari simbolis dari konsep kosmologi rumah tradisional Jawa.
Menurut narasumber, di dalam area nDalem dilarang untuk bersiul, sebab jika bersiul
di dalam nDalem maka akan mendapatkan kesialan. Nilai-nilai spiritual di bangunan
ini juga sangat tinggi, menurut naraasumber sejak GKR Maduretno (penghuni terakhir)
dari trah Sultan HB VII, tidak ada lagi keluarga kerajaan atau Keraton yang berniat
untuk menghuni bangunan ini. Hal tersebut dikarenakan banyak aktivitas spiritual yang
tidak mampu untuk dihadapi. Narasumber juga menyampaikan bahwa pendhopo dan
nDalem telah mengalami pemugaran sebanyak tiga kali, yang mana setiap pemugaran
haruslah dipilih harinya mengikuti kalender Jawa dan dihitung oleh Keraton.
Kemudian, dilaksanakan sugengan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pemugaran.

Gambar 2.25 Foto Sesaji yang disiapkan

28
BAB IV
HASIL WAWANCARA

Profil narasumber:

● RM. Setiawan, merupakan putra bungsu dari GBPH. Hadiwijoyo (trah Sri Sultan
HB VIII).

● KRT. Kusumonegoro, dengan nama asil RM. Enggar Pikantoyo, (trah Sri Sultan
HB VII), yang mana kini menjabat sebagai Penghageng II Kawedanan Hageng
Punakawan Wahana Sarta Kriya. Beliau bertanggung jawab atas pemeliharaan
infrastruktur Keraton, seperti bangunan dan kendaraan, termasuk kereta pusaka.

29
Hasil Wawancara dengan KRT. Kusumonegoro

Hasil Wawancara dengan narasumber yaitu KRT. Kusumonegoro dengan


nama asli RM. Enggar Pikantoyo (trah Sultan HB VII)

Penanya : “Ini kan kita dapat sumber literatur dari internet terkait tata
ruang Ndalem Notoprajan, ini mau crosscheck apakah nama
nama nya sudah sesuai atau ada yang kurang sesuai”

Narasumber : “Ooo pendopo n era digambar”

Penanya : “Dereng Pak”

Narasumber : “Nggih pun mboten nopo nopo, Ndalem itu pakai l tidak
pakai k. Senthong tengah itu yang ada kamar kecil seperti
rumah atau ada yang nyebut pedaringan”

Penanya : “Mburi omah”

Narasumber : “Mburi omah itu kalau dalam bahasa keratonan namanya


gadri”

Penanya : “Fungsine kagem nopo nggih?”

Narasumber : “Menawi rumiyin nggih kagem aktivitas keluarga, meja


makan teng riku walaupun bisa wonten gandhok”

Penanya : “Sepanjang bangunan?”

Narasumber : “Nggih”

Penanya : “Pedaringan”

Narasumber : “Senthong tengah jadi senthong tengah dalam rumah punika


nDalem ageng yang disakralkan tapi terkhusus lagi senthong
tengah. Senthong tengah itu ada bentuk rumah itu ada patung
sepasang laki laki dan perempuan. Disitu menurut
kebudayaan Jawa bahwa itu adalah tempat peraduannya
Dewi Sri. Dewi Kemakmuran sehingga diharapkan bahwa
penghuni rumah itu mendapat kemakmuran. Nha tempat tidur
itu juga hanya sebagai bentuk simbol tidak digunakan untuk
tidur. Senthong tengah ada patung sepasang laki laki dan
perempuan kemudian di tengahnya juga ada semacam pohon

30
berisi biji bijian dan macam macam artinya kan itu tadi
agraris. Kemudian bentuknya ada padi, jagung, macam
macam itu dimasukkan disitu. Makanya ada yang
menyebutnya pasren. Pasren itu tempatnya Dewi Sri”

Penanya : “Itu tadi yang mburi omah nama?”

Narasumber : “Gadri”

Penanya : “Itu fungsinya untuk apa?”

Narasumber : “Untuk aktivitas sosial penghuni situ jadi justru senthong


tengah ndalem ini tidak digunakan untuk apa apa. Memang
dulunya tidak dipergunakan untuk aktivitas apapun”

Penanya : “Bukan rumah pangeran ya?”

Narasumber : “Ya rumah pangeran tapi tempat tinggalnya memang tidak


disitu. Jadi memang ‘kediamannya Dewi Sri’. Malah
terkadang supaya kesan spiritualnya masuk itu tidak ada
genteng kaca jadi betul betul gelap”

Penanya : “Jadi digelapkan ya?”

Narasumber : “Digelapkan”

Penanya : “Jadi memang listrik pun dipadamkan”

Narasumber : “Ada listrik tapi tidak dihidupkan malah justru dalam gelap
tadi ada api tak kunjung padam tadi kalo di keraton Kyai Wiji
itu selama 24 jam beratus ratus tahun ada api semacam sentir
begitu. Disini ada lampu tetapi lampu penerangannya bukan
matahari. Lampu nya hanya sekedar berapa lah sing penting
ketok”

Penanya : “Yang disini itu ada lampu”

Narasumber : “Iya”

Penanya : “Tapi kata Romo Setiawan itu baru?”

Narasumber : “Apanya?”

Penanya : “Lampunya baru”

Narasumber : “Jaringannya baru lampunya sudah lama”

31
Penanya : “Jadi ini bangunannya sebagai simbol saja? Untuk tempat
kediaman Dewi Sri”

Narasumber : “Untuk ruangan ini saja Ndalem Ageng meniko wonten


mriku”

Penanya : “Lebih ke spiritual nggih?”

Narasumber : “Betul. Untuk menyimpan pusaka. Rumiyin di kanan kiri ini


menika tombak. Disini ditata. Tatanan e yo seperti nek
menata kayu lubang lubang terus didirikan. Jadi nek mlebet
mriki ada lemari panggung sing berkaki itu juga untuk
pusaka. Itu biasanya di kiri kanan meniko. Ini kan
bangunannya bentuk tempat tidur e begini, di kiri kanan ada”

Penanya : “Jadi pusat kesakralannya ada di?”

Narasumber : “Disini di senthong tengah”

Penanya : “Kalo sejarah pertama kali dibangun”

Narasumber : “Saya tidak tau pasti. Kalo mengingat nama kampung


tersebut adalah Notoprajan, itu berarti Ndalem ini. Kalo
menilik itu dulu juga diceritakan ada seorang pangeran yang
bernama Pangeran Notoprojo itu era Hamengkubuwono II
atau sampai dengan era Hamengkubuwono V karena
Pangeran Notoprojo itu pernah menjadi suaminya Nyi Ageng
Serang. Tapi apakah dahulu bentuk bangunan nya seperti apa
atau ada renovasi tidak ada catatannya. Ini indikasi bahwa
dari Kampung tersebut namanya kok Notoprajan dan dulu
keturunan dari Pangeran Notoprojo juga bertempat tinggal di
sekitar nDalem”

Penanya : “Keturunan juga masih di sekitar sini?”

Narasumber : “Wonten niku, tasih nggih. Itu juga bebarengan di sebelahnya


parkiran bis namanipun serangan apakah ini ada
hubungannya dengan antara Notoprojo kan pernah menikah
juga”

Penanya : “Berarti kalo rumah di bangunan Keraton itu ciri khas nya
memang selalu ada senthong tengah ya”

Narasumber : “Ya”

32
Penanya : “Pasti ya?”

Narasumber : “Pasti. Ini kan nDalem jadi sultan itu kan memiliki putra
banyak atau putri suka banyak nah yang mempunyai
kedudukan atau jabatan ini biasanya rumah nDalem nya itu
yang luas termasuk yang berhubungan dengan ini lengkap.
Ada nDalem nDalem yang bangunannya kecil tetapi tidak
lengkap”

Penanya : “Biasa nggih berarti tidak menjabat”

Narasumber : “Iya kedudukannya di keraton itu putra dari permaisuri tetapi


juga memiliki kedudukan memiliki jabatan karena tidak
semua putra sultan itu memiliki jabatan”

Penanya : “Tapi secara umum pasti ada?”

Narasumber : “Tidak selalu”

Penanya : “Tapi bentuk pendopo di Notoprajan ini mirip dengan yang


di kampus saya ya Romo”

Narasumber : “Ya, yang jelas kalau pendopo di kampus dibangun era HB


VI untuk putra sulungnya yang nantinya diharapkan menjadi
putra mahkota menggantikan”

Penanya : “Kalo nDalem itu ruang spiritual, kegiatan yang disana niku
nopo nggih? Tradisi tradisi”

Narasumber : “Kula mboten ngertos nggih, mung ngagem nyimpen


nyimpen pusaka”

Penanya : “Meniko Jawa wonten sesaji leluhur menika teng riku?”

Narasumber : “Nggih teng riku. Sebenarnya di nDalem nDalem di semua


pintu raketan nganggo sudi. Jadi dari daun pisang dipakai
untuk tempat bunga. Setiap malam Jumat dan Selasa Kliwon
itu semua mata air dan pintu pintu dikasih. Kan entah
sumbernya darimana tapi dalam budaya Jawa Yogyakarta itu
bahwa manusia selain hablum minallah hablum minannas
hablum minal alam jadi bagaimana hubungan antara manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan
alam yang tak kasat mata. Jadi supaya terjadi harmoni”

33
Penanya : “Iya kemarin saya tanya Romo Wawan ada sesaji setiap
malam jumat di tempat tertentu kan saya penasaran apakah
itu mungkin tempat kesenengannya HB VIII atau HB VII
apakah ada seperti itu?

Narasumber : “Tidak, mungkin beliau sendiri dulu hanya melanjutkan dulu


orangtuanya juga disitu”

Penanya : “Menawi biasanipun senthong kiwo tengen kagem nopo”

Narasumber : “Kagem kamar”

Penanya : “Dados pangerannya tidur disitu?”

Narasumber : “Nah pangeran meniko biasane gumantung biasane wonten


yoso menopo naminupun kados paviliun. Karena ada
beberapa model nDalem pangeran meniko tidak bertempat
tinggal di bangunan utama tetapi justru di paviliun”

Penanya : “Lajeng sek ngagem kamar niku sopo nggih”

Narasumber : “Putra putra menika. Nha nek putra ne kathah ngagem tempat
tidur naminipun tedeng”

Penanya : “Dados setunggal nggih”

Narasumber : “Nggih, wonten mriko”

Penanya : “Ini ada papan kayu yang dilukis, itu ada makna nya tidak
Romo?”

Narasumber : “Saya tidak tahu itu kan empat sahabat nabi. Saya tidak tahu
kenapa dan sejak kapan tetapi beliau sampaikan bahwa ini
sejak beliau kecil tinggal dilahirkan sudah seperti itu”

Penanya : “Ada unsur islam nya berarti ya?”

Penanya : “Kalo yang gandhok itu untuk apa ya romo? Ini emper
nDalem atau nopo nggih?”

Narasumber : “Nggih meniko emper ndalem, terasnya rumiyin terbuka”

Penanya : “Jadi terbuka untuk teras nggih?”

Narasumber : “Nggih”

34
Penanya : “Itu romo pintunya ketinggiannya kok pendek pendek ya?”

Narasumber : “Konon ceritanya orang itu selalu harus berhati hati, disetiap
manapun termasuk juga sopan santun tapi apakah termasuk
mana filosofi ne yo ra ngerti”

Penanya : “Niku sekat sekat asli?”

Narasumber : “Niku ketingalipun kok nggih asli”

Penanya : “Kenapa kok tidak dijadikan tempat wisata?”

Narasumber : “Waduh nek kui saya tidak ngerti itu kan kebijakan keraton”

Penanya : “Menawi pringgitan niku kagem nopo?”

Narasumber : “Mrisani ringgit, hanggih namane kan pringgitan pa-ringgit-


an ringgit”

Penanya : “Nopo niku romo?”

Narasumber : “Wayang kulit. Ini yang berbeda dari jaman dulu dan
sekarang. Jaman sekarang orang itu kan kalo melihat wayang
di depan dalang. Dulu itu di belakang dalang kan melihat
bayangan nya wayang itu kan bayang. Kalo ini namanya
paretan”

Penanya : “Paretan itu”

Narasumber : “Jalur kereta. Ketika ada paretan tidak ada kuncung karena
sama sama fungsinya untuk jalan kereta”

Penanya : “Dhodho paesi itu artinya apa romo?”

Narasumber : “Paes itu dihias jadi hati yang dihias”

Penanya : “Itu yang di kasur ukiran nya banyak sekali. Apakah semua
seperti itu?”

Narasumber : “Tergantung pemiliknya”

Penanya : “Ornamen itu menunjukkan apa to?”

Narasumber : “Status jabatan semakin banyak ornamen ya semakin tinggi


jabatan pemilik”

35
Penanya : “Apakah semua nDalem ada?”

Narasumber : “Tidak”

Penanya : “Meniko kagem spiritual kan Dewi Sri ya meniko


didatangkan atau pripun?”

Narasumber : “Kados ngeten kepercayaan bahwa meniko Dewi Sri


diharapkan untuk rawuh. Nah ketika rawuh di sebuah tempat
meniko wonten peraduan e. Dengan peraduan dihias
dipercantik diharapkan Dewi Sri itu betah wonten mriku”

Penanya : “Itu di senthong kiwo tengen ada lukisan di langit langit satu
ditengah dan 4 di pojok itu artinya apa?”

Narasumber : “Saya tidak ngerti artinya karena tidak baku tidak semua
senthong ada itu”

Penanya : “Apakah ada campur tangan dari Belanda dalam


pembangunannya? Karena ada semacam akulturasi di dalam
bangunan nDalem”

Narasumber : “Ya bisa saja. Sekarang seperti keraton saja tidak murni
tradisional Jawa ada unsur unsur dari Eropa”

36
Hasil Wawancara dengan RM. Setiawan (23 Juni 2023)

Penanya : “Apa fungsi bangunan pendhopo pada area nDalem


Notoprajan”

Narasumber : “Dulu pernah digunakan untuk sekolah tari”

Penanya : “Siapa keluarga Keraton yang pernah menghuni bangunan


nDalem?”

Narasumber : “GKR Maduretno, Saudara dari Sultan HB VIII”

Penanya : “Apakah bangunan pernah dilakukan pemugaran atau


renovasi?”

Narasumber : “Pertama kali dipugar untuk mantu HB IX”

Penanya : “Apakah dari dulu namanya nDalem Notoprajan?”

Narasumber : “Ya, dari dulu memang namanya nDalem Notoprajan.”

Penanya : “Mengapa diberi nama nDalem Notoprajan?”

Narasumber : “Karena dulu pertama kali dibangun oleh Gusti Notoprojo.


Gusti Notoprojo lebih sepuh dari HB VII.”

Penanya : “Gusti Nnotoprojo keturunan HB ke berapa?”

Narasumber : “Gusti Notoprojo keturunan HB ke berapa kurang tahu”

Penanya : “Pemugaran bangunan pertama kali tahun berapa?”

Narasumber : “Tahun 1970”

Penanya : “Pemugaran kedua tahun berapa?”

Narasumber : “Kedua yang memugar bidang kesenian, namun hanya


gentengnya saja, dulu gentengnya sirap”

Penanya : “Pemugaran terakhir kapan?”

37
Narasumber : “Masih baru, Pemugaran terakhir menggunakan Dana Is.”

Penanya : “Pemugaran terakhir apa yang dilakukan?”

Narasumber : “Kayu-kayu pada langit-langit ada yang diganti.”

Penanya : “Untuk pemugaran apakah ada ritual?”

Narasumber : “Iya, ada ritual dengan tumpeng, nasi gurih”

Penanya : “Kayu yang digunakan untuk struktur apa?”

Narasumber : “Kayu jati”

Penanya : “Jika melanggar ritual apa yang akan terjadi?”

Narasumber : “Disini itu tukang kalau ada yang melanggar langsung suruh
turun, pokoknya disini jangan bersiul. Kalau ada maling bisa
masuk tidak bisa keluar, hanya muter-muter saja disini.
Ritualnya dahulu itu sudah turun-temurun.”

Penanya : “Apakah Romo sudah disini sejak lama?”

Narasumber : “Oh saya sejak tahun 1955, sejak lahir. Bapak saya kelahiran
1923. Bapak saya itu anak HB VIII”

Penanya : “Berarti Romo masih ada garis keturunan njih?”

Narasumber : “Iya”

Penanya : “Nama yang diberikan keraton pada Romo”

Narasumber : “Hanya RM. Setiawan, begitu saja”

Penanya : “Bangunan utama di Notoprajan mengapa kosong?”

Narasumber : “Kalau untuk tempat tinggal saya kira nggak ada yang kuat
ya. Saya dan anak saya saja tidak tinggal di dalam situ.”

38
Penanya : “Apakah masih ada sesaji yang disiapkan untuk bangunan?”

Narasumber : “Iya, setiap malam Jumat, hanya dupo dan kopi. Dulu zaman
SMA itu pasti ada yang kesurupan”

Penanya : “Berarti yang tinggal di dalam komplek ini semua mengabdi


pada Keraton?”

Narasumber : “Ya di sana itu sopirnya HB IX, Semua turun temurun tinggal
disini.”

Penanya : “Bagian Pendhopo ini yang masih asli yang mana?”

Narasumber : “Oh Semuanya masih asli, hanya yang rusak-rusak saja”

Penanya : “Berarti di sini Romo semua yang mengurus nDalem ini?

Narasumber : “Itu gini, ada surat kekancingan, yang mengurus siapa dan
hanya sebagai simbolis lah. Ya kalau ada izin apa begitu,
kayak saya yang tertua yang disuratinya. Kalau harian-harian
itu saya, kalau ada penelitian-penelitian itu saya”

Penanya : “Jadi bagian dari Keraton bagaimana rasanya Romo?”

Narasumber : “Terus terang, ini anak saya disini, adik saya tinggal disini,
kakak saya yang belum lama meninggal juga mengabdi pada
Keraton.”

Penanya : “Mengapa disini tidak dijadikan tempat wisata?”

Narasumber : “Wah itu dari keraton, nggak tau ya. Orang dari Jawa Timur
itu bertatto lalu masuk kesini langsung lari, katanya takut. Itu
kalau kesini selalu ke saya dulu, suatu kali itu tidak izin ke
saya, langsung lari ketakutan.”

39
Hasil Wawancara dengan RM. Setiawan (11 Juli 2023)

Penanya : “Ini bangunan apa yang terletak di sebelah barat nDalem?”

Narasumber : “Ini dulu kayu-kayu bukan kaca seperti ini”

Penanya : “Lalu ini diberi kaca sejak kapan?”

Narasumber : “Kira-kira ya sekitar tahun 1970-an”

Penanya : “Karena keinginan yang menghuni atau bagaimana?”

Narasumber : “Iya, supaya tidak terlihat serem begitu. Ini sekarang yang
ninggali istrinya Ibu Jiu Wijayanti, itu dosen ISI. Kalau
suaminya sudah meninggal”

Penanya : “Itu tulisan RM Soerjosotjipto itu siapa ya Romo?”

Narasumber : “Itu dulu yang pertama menghuni. Dulu itu juga kakak Bapak
saya kan di kulon progo, lalu disuruh tinggal disini oleh
Bapak saya, lalu turun-temurun”

Penanya : “Kalau yang paling pojok dekat gerbang masuk itu bangunan
apa Romo?”

Narasumber : “Oh yang mau ambruk itu ya, itu seperti untuk jaga dulu.”

Penanya : “Romo, dulu apakah ada abdi dalem yang tinggal disini?”

Narasumber : “Abdi Dalemnya itu ngabdi di Keraton tapi tinggal disini.


Yang pojok itu sopirnya HBIX”

Penanya : “Kalau garasi yang ada disini untuk mobil siapa?”

Narasumber : “Itu mobil warga setempat, ya disewakan untuk warga”

Penanya : “Kalau adik Romo tinggal dimana?”

40
Narasumber : “Itu sebelah barat ndalem persis nanti sampai halaman ke
belakang itu area adik saya”

Penanya : “Limasan sebelum atap joglo di pendhopo itu untuk apa?”

Narasumber : “Sifatnya tambahan saja, biar lebih pantes”

Penanya : “Kemarin di info oleh Romo Enggar, kalau pringgitan itu


digunakan untuk pertunjukan wayang apa betul?”

Narasumber : “Ya itu juga pernah untuk pertunjukan tari, malamnya untuk
pertunjukkan wayang”

Penanya : “Keluarga Raja itu duduk di ndalem untuk menonton


pertunjukkan wayang?”

Narasumber : “Oh VIP itu di dalem iya.”

Penanya : “Kalau wayang kulit Romo dimana pertunjukkannya?”

Narasumber : “Oh di pendhopo kalau wayang kulit.”

Penanya : “Apakah dari dulu sudah ada garasi-garasi mobil itu?”

Narasumber : “Ya itu bapak saya sudah ndak ada dulu, perlu bayar PBB,
jadi itu disewakan untuk tambah-tambah biaya.”

Penanya : “Ibu Romo namanya siapa?”

Narasumber : “Ya aslinya Suradyah”

Penanya : “Kalau nama dari keraton?”

Narasumber : “Ya itu terus dengan Bapak saya”

Penanya : “Kalau bangunan tempat kelahiran Bapaknya Romo itu


kosong?”

41
Narasumber : “Ya ada yang menunggu, kalau ada keluarga yang datang
ditidurkan situ, biar nggak usah ke hotel”

42
DAFTAR PUSTAKA

Cahyandari. Tata Ruang Dan Elemen Arsitektur Pada Rumah Jawa Di Yogyakarta Sebagai
Wujud Kategori Pola Aktivitas Dalam Rumah Tangga. Jurnal Arsitektur Komposisi, Vol.10,
No.2. 2012

Theodorus. Rumah Tradisional Jawa Dalam Tinjauan Kosmologi, Estetika, dan Simbolisme
Budaya. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan. Vol.6, No.1. 2020

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/dalem-notoprajan/

www.earth.google.com

43
LAMPIRAN DOKUMENTASI

HASIL SKETSA NDALEM

HASIL SKETSA SAAT ACARA WAYANG JAMAN DAHULU

44
HASIL SKETSA PENDOPO NDALEM NOTOPRAJAN

45
DOKUMENTASI SAAT WAWANCARA DENGAN ROMO WAWAN DI NDALEM

46
DOKUMENTASI SAAT WAWANCARA DENGAN KRT. KUSUMONEGORO

DOKUMENTASI SAAT WAWANCARA DENGAN KRT. KUSUMONEGORO

47

Anda mungkin juga menyukai