NDALEM NOTOPRAJAN
ARSITEKTUR NUSANTARA
DISUSUN OLEH:
SAMPUL............................................................................................... 1
DAFTAR ISI........................................................................................ 2– 3
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.................................................................................. 4
2. Tujuan............................................................................................... 4
3. Metode Penelitian.............................................................................. 4
4. Fungsi Ruang..................................................................................... 25
5. Ornamen............................................................................................ 25 – 26
6. Bentuk Atap...................................................................................... 27
1. Profil Narasumber.............................................................................. 29
LAMPIRAN .......................................................................................... 44
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Sebuah bangunan arsitektur idealnya memiliki nilai fungsi dan estetika
sebagaimana bangunan tersebut direncanakan. Selain nilai fungsi dan estetika, sebuah
bangunan juga memiliki nilai sejarah tersendiri bagi pemilik dan penikmat bangunan itu
sendiri. Bangunan Arsitektur Tradisional di Nusantara kini semakin jarang dijumpai, hal
ini dikarenakan masyarakat setempat memilih jenis konstruksi bangunan yang lebih
sederhana atau minimalis. Bangunan dengan gaya Arsitektur Tradisional dirasakan lebih
rumit untuk dibangun jika dibandingkan dengan bangunan minimalis yang berkembang
pada masa modern. Oleh karena itu, peran arsitek sangat besar dalam melestarikan sejarah
dan nilai-nilai budaya yang menyatu dengan pengetahuan konstruksi tradisional yang sejak
dahulu kala telah diterapkan oleh masyarakat di berbagai daerah pada gaya Arsitektur
Tradisional di seluruh Nusantara. Pengetahuan tentang bangunan tradisional didapatkan
dengan sebuah studi lapangan pada bangunan tradisional. Dalam studi lapangan ini,
bangunan tradisional yang terpilih untuk menjadi obyek penelitian adalah nDalem
Notoprajan. NDalem Notoprajan terletak di Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta.
NDalem Notoprajan merupakan salah satu bangunan tradisional yang memiliki nilai
sejarah dan budaya, karena bangunan ini telah berdiri sejak awal tahun 1800 hingga saat
ini.
2. Tujuan
Mengidentifikasi penerapan elemen-elemen arsitektur dan tata ruang pada gaya
bangunan Arsitektur Tradisional khususnya bangunan tradisional di Yogyakarta.
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode studi lapangan, yaitu penelitian yang
dilakukan sepenuhnya di lapangan melalui observasi, wawancara, pemetaan dan
pengambilan foto serta video sebagai bentuk dokumentasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pandangan hidup masyarakat Jawa secara garis besar dapat diurai menjadi
kepercayaan, pengetahuan, etika sosial, dan rasa estetika (Ronald, 2005). Kepercayaan
masyarakat Jawa dihubungkan dengan dasar filosofi budaya Jawa mengenai keberadaan
jagad gedhe (alam besar) dan jagad cilik (alam kecil). Manusia (mikrokosmos) harus
selaras dengan alam (makrokosmos). Keselarasan vertikal dengan alam dapat melahirkan
pandangan tentang alam yang suci dan roh alam sebagai sumber pemberi hidup
(Cahyandari, 2012).
Arsitektur memiliki peran penting sebagai penanda kekuatan, status, dan privasi
sehubungan dengan keyakinan kosmologis. Kosmologi Jawa juga mencakup makna
dikotomi, misalnya, sakral dan profan, pria dan wanita, depan dan belakang, dan privat dan
publik (Ronald, 1988). Tipologi arsitektur Jawa diklasifikasi terutama dalam karakter atap
dan pembagian ruang. Bentuk bangunan terbagi dalam susunan mulai dari tingkatan yang
tertinggi yaitu tajug (masjid), joglo (golongan ningrat), limasan (golongan menengah),
kampung (rakyat biasa), dan panggang pe (rakyat biasa). Rumah-rumah tersebut memiliki
jenis atap yang berbeda untuk menunjukkan kedudukan sosial dan ekonomi pemilik rumah
(Cahyandari, 2012).
Ragam hias bangunan tradisional Jawa meliputi ragam hias flora, fauna, alam, dan
religi. Ragam hias flora tidak dapat dilepaskan dari pengaruh jaman pra-Islam (jaman
Hindu). Flora yang dipergunakan sebagai ragam hias pada bangunan tradisional Jawa
memiliki makna suci. Ragam hias flora lebih banyak jenisnya. Arti ragam hias ini adalah
keindahan dan kebaikan berwarna merah, hijau, dan kuning (emas) (Cahyandari, 2012).
5
BAB III
HASIL OBSERVASI
6
Gambar 1.1 Bangunan Utama di Komplek nDalem Notoprajan
7
2. Hasil Observasi NDalem Notoprajan
a. Pendopo
8
Gambar 2.2 Eksterior Pendhopo
9
Pendhopo nDalem Notoprajan merupakan salah satu bangunan utama di komplek
nDalem Notoprajan. Pendhopo ini menurut narasumber (RM. Setiawan) didirikan
bersamaan dengan didiriknnya nDalem, yaitu pada awal 1800 an. Bangunan pendhopo
dalam arsitektur tradisional jawa, merupakan ruang yang digunakan untuk acara-acara,
baik itu penyambutan, perjamuan dan pernikahan. Adapun bangunan pendhopo ini
memiliki bentuk persegi panjang dengan dimensi 25 x 30 m dan memiliki 2 jenis atap,
yaitu atap limasan pada area depan dan atap joglo di area inti pendhopo. Bangunan
pendhopo pada atap joglo ditopang oleh 4 saka guru serta 12 saka penanggap dan pada
atap limasan ditopang oleh 12 saka, saka-saka tersebut ditopang oleh umpak-umpak
yang terbuat dari batu kali. Pada struktur joglo, saka guru menopang tumpang sari yang
mana pada area tumpang sari terdapat balok kayu dhadha paesi. Dhadha paesi sendiri
memiliki arti dhadha (dada/hati), paesi (paes/hias) yang jika disatukan memiliki arti
hati yang dihias. Adapun material yang digunakan di area pendhopo hampir semuanya
adalah kayu jati. Atap pendhopo dulunya menggunakan penutup atap sirap kayu,
dikarenakan sirap kayu mudah rusak akibat terkena cuaca dan iklim, maka pada saat
ini penutup atap diganti dengan sirap bitumen atau aspal.
Menurut narasumber (RM. Setiawan), sejak tahun 1970, pendhopo telah
mengalami 3 kali pemugaran yang difokuskan pada pergantian elemen-elemen
bangunan yang telah rusak. Pemugaran sendiri didanai oleh pihak Keraton Yogyakarta
melalui alokasi Dana Istimewa.
10
Gambar 2.5 Dhadha Paesi di Pendhopo
11
b. Paretan
Paretan merupakan area yang terletak diantara area pendhopo dan area ndalem.
Fungsi dari paretan sendiri dulunya merupakan area drop-off bagi tamu yang datang ke
nDalem Notoprajan menggunakan kendaraan, baik itu kereta kuda maupun mobil.
Selain itu, paretan juga menjadi ruang penghubung antara pendhopo dan ndalem.
Bangunan paretan memiliki bentuk persegi panjang dengan atap kampung dan ditopang
dengan 8 tiang yang bertumpu pada umpak batu sedangkan konstruksi bangunan
paretan menggunakan struktur rangka kayu jati.
12
NDalem
13
Akses Bangunan
Bangunan ndalem di Notoprajan memiliki akses utama di area depan dan samping.
Masing-masing akses terdapat pintu-pintu yang masih memiliki model atau design
lama. Adapun material pintu-pintu tersebut terbuat dari kayu jati.
14
Gambar 2.9 Pintu Depan Ndalem
15
Gambar 2.10.B Pintu Timur Ndalem
Pintu-pintu yang terdapat di area akses menuju ndalem dan pintu-pintu di ruang-
ruang ndalem memiliki ukuran atau dimensi yang relatif pendek dibandingkan dengan
ukuran atau dimensi pintu-pintu bangunan modern. Hal ini disebabkan oleh filosofi
orang jawa, dimana tamu harus selalu menghormati tuan rumah dengan cara
menunduk, maka dari itu dibuatlah pintu-pintu tersebut memiliki ukuran yang lebih
pendek dibandingkan dengan pintu-pintu pada umumnya. Adapun arah bukaan pintu
di ndalem terdapat 2 jenis, yaitu arah bukaan ayun dan digantung. Untuk pintu-pintu di
bagian samping barat dan timur yang masing-masing memiliki 3 buah pintu, terdapat
2 pintu ayun dan 1 pintu gantung. Sedangkan pintu-pintu yang terdapat di area depan
memiliki 2 pintu ayun dan 5 pintu gantung.
16
Gambar 2.11 Arah Bukaan Pintu Depan
17
Gambar 2.13 Perbandingan Ukuran Pintu di Ndalem
Pada masing-masing area akses menuju bangunan ndalem, terdapat ruang transisi
yang menurut narasumber juga bisa disebut teras. Untuk area ruang transisi atau teras
di depan menurut narasumber disebut juga dengan ruang pringgitan. Ruang pringgitan
sendiri selain digunakan untuk teras depan, dahulu juga sering digunakan untuk ruang
pertunjukan wayang kulit, dimana keluarga kerajaan menyaksikan pertunjukan di area
dalam ndalem.
18
Fungsi Ruang & Tata Ruang
Pada bangunan ndalem terdapat pembagian ruang-ruang yang masing-masing
memiliki fungsi-fungsi tersendiri. Berikut merupakan ruang-ruang yang terdapat di
bangunan ndalem :
● Pringgitan
Pringgitan merupakan ruang yang terdapat di area depan ndalem. Ruang ini
selain berfungsi menjadi teras depan juga berfungsi sebagai area pertunjukan
wayang. Pada zaman dahulu, dalang menampilkan pertunjukan wayang di area ini
menghadap ke arah ndalem, jadi keluarga kerajaan hanya melihat bayangan dari
pertunjukan wayang tersebut.
19
● NDalem
Ndalem merupakan ruang yang terletak di depan ruang senthong tengah.
Pada ruang ndalem inilah tiang saka guru dari atap joglo ndalem berada. Area ruang
ndalem dulu digunakan untuk tempat berkumpul keluarga pangeran dan sekaligus
menjadi tempat melihat pertunjukan wayang bagi keluarga kerajaan atau keluarga
pangeran.
20
● Senthong Tengah
Senthong tengah berada di sebelah utara dari ruang ndalem. Ruang
senthong tengah memiliki bentuk persegi panjang dan merupakan pusat kesakralan
di bangunan ndalem. Pada ruang senthong tengah terdapat amben/tempat tidur yang
terbuat dari kayu serta terdapat ukiran-ukiran pada tempat tidur/amben. Dahulu
senthong tengah digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka yang dimiliki
oleh keluarga pangeran, selain itu ruang ini juga merupakan simbol peraduan Sang
Dewi Sri atau dalam mitologi jawa merupakan dewi pembawa kemakmuran dan
kesuburan.
21
● Senthong Kiwa-Tengen
Ruang senthong kiwa-tengen merupakan ruang yang mengapit ruang
senthong tengah, jadi ruang ini berada di sisi kanan dan kiri senthong tengah. Ruang
ini memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran yang hampir sama dengan
ruang senthong tengah. Senthong kiwa-tengen dahulu digunakan untuk tempat
beristirahat bagi anak-anak atau saudara keluarga pangeran. Pada ruang senthong
kiwa tengen terdapat lukisan pada langit-langit, dimana langit-langit pada senthong
kiwa-tengen terbuat dari blabag/papan kayu.
22
● Gandhok Kiwa-Tengen
Gandhok merupakan ruang kamar yang terletak di area belakang bagian kiri
dan kanan. Masing-masing ruang gandhok terdiri dari 2 ruang kamar dan ruang
gandhok sendiri memiliki perbedaan elevasi dari ruang senthong. Ruang gandhok
memiliki bentuk persegi panjang dan hanya memiliki 1 akses masuk. Adapun ruang
ini memiliki fungsi untuk ruang beristirahat atau menurut narasumber bisa disebut
dengan kamar tidur yang digunakan anak-anak keluarga pangeran.
23
● Mburi Omah
Mburi omah merupakan ruang yang terletak di area belakang ndalem. Mburi omah
memiliki bentuk ruang persegi panjang dengan atap berupa limasan. Ruang mburi
omah sendiri diapit oleh ruang gandhok kiwa-tengen. Pada ruang mburi omah terdapat
pintu yang mengakses ke halaman belakang ndalem. Ruang ini dulu digunakan untuk
aktivitas sosial keluarga pangeran.
24
Fungsi Ruang
Ornamen
Di Dinding Senthong Tengah terdapat ornamen kaligrafi, flora dan aksara jawa
yang diukir langsung di papan kayu. Selain itu juga terdapat lukisan di kaca yang
didatangkan langsung dari Perancis.
25
Ornamen di dhadha paesi melambangkan bahwa dhadha atau hati itu juga dihias
bukan hanya luarnya saja yang indah tetapi hatinya juga dihias agar indah.
.
Gambar 2.23 Ornamen Amben di Senthong Tengah
26
Bentuk atap
Bangunan nDalem terdiri dari tiga atap yang menaungi setiap ruang-ruang
didalamnya, yang mana terdapat dua atap Limasan di bagian utara dan selatan atap
Joglo. Bentuk atap Joglo menaungi ruang nDalem, Senthong Tengah, Senthong
Tengen, Senthong Kiwo, Gandhok Kiwo, Gandhok Tengen, Kulon Omah, Wetan
Omah dan Mburi Omah. Kemudian, bentuk atap Limasan di bagian selatan menaungi
area pringgitan, sedangkan atap Limasan yang berada di sisi utara atap Joglo
merupakan atap yang menaungi ruang Gadri (dapur). Pada saat ini area Gadri tidak
dapat diakses untuk penelitian ini, namun keterangan tersebut disampaikan oleh
narasumber (RM. Setiawan).
27
Sebuah tempat tidur yang berada pada Senthong Tengah ini tidak digunakan
sebagai tempat tidur oleh penghuni nDalem sejak dahulu. Tempat tidur tersebut juga
merupakan bagian dari simbolis dari konsep kosmologi rumah tradisional Jawa.
Menurut narasumber, di dalam area nDalem dilarang untuk bersiul, sebab jika bersiul
di dalam nDalem maka akan mendapatkan kesialan. Nilai-nilai spiritual di bangunan
ini juga sangat tinggi, menurut naraasumber sejak GKR Maduretno (penghuni terakhir)
dari trah Sultan HB VII, tidak ada lagi keluarga kerajaan atau Keraton yang berniat
untuk menghuni bangunan ini. Hal tersebut dikarenakan banyak aktivitas spiritual yang
tidak mampu untuk dihadapi. Narasumber juga menyampaikan bahwa pendhopo dan
nDalem telah mengalami pemugaran sebanyak tiga kali, yang mana setiap pemugaran
haruslah dipilih harinya mengikuti kalender Jawa dan dihitung oleh Keraton.
Kemudian, dilaksanakan sugengan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pemugaran.
28
BAB IV
HASIL WAWANCARA
Profil narasumber:
● RM. Setiawan, merupakan putra bungsu dari GBPH. Hadiwijoyo (trah Sri Sultan
HB VIII).
● KRT. Kusumonegoro, dengan nama asil RM. Enggar Pikantoyo, (trah Sri Sultan
HB VII), yang mana kini menjabat sebagai Penghageng II Kawedanan Hageng
Punakawan Wahana Sarta Kriya. Beliau bertanggung jawab atas pemeliharaan
infrastruktur Keraton, seperti bangunan dan kendaraan, termasuk kereta pusaka.
29
Hasil Wawancara dengan KRT. Kusumonegoro
Penanya : “Ini kan kita dapat sumber literatur dari internet terkait tata
ruang Ndalem Notoprajan, ini mau crosscheck apakah nama
nama nya sudah sesuai atau ada yang kurang sesuai”
Narasumber : “Nggih pun mboten nopo nopo, Ndalem itu pakai l tidak
pakai k. Senthong tengah itu yang ada kamar kecil seperti
rumah atau ada yang nyebut pedaringan”
Narasumber : “Nggih”
Penanya : “Pedaringan”
30
berisi biji bijian dan macam macam artinya kan itu tadi
agraris. Kemudian bentuknya ada padi, jagung, macam
macam itu dimasukkan disitu. Makanya ada yang
menyebutnya pasren. Pasren itu tempatnya Dewi Sri”
Narasumber : “Gadri”
Narasumber : “Digelapkan”
Narasumber : “Ada listrik tapi tidak dihidupkan malah justru dalam gelap
tadi ada api tak kunjung padam tadi kalo di keraton Kyai Wiji
itu selama 24 jam beratus ratus tahun ada api semacam sentir
begitu. Disini ada lampu tetapi lampu penerangannya bukan
matahari. Lampu nya hanya sekedar berapa lah sing penting
ketok”
Narasumber : “Iya”
Narasumber : “Apanya?”
31
Penanya : “Jadi ini bangunannya sebagai simbol saja? Untuk tempat
kediaman Dewi Sri”
Penanya : “Berarti kalo rumah di bangunan Keraton itu ciri khas nya
memang selalu ada senthong tengah ya”
Narasumber : “Ya”
32
Penanya : “Pasti ya?”
Narasumber : “Pasti. Ini kan nDalem jadi sultan itu kan memiliki putra
banyak atau putri suka banyak nah yang mempunyai
kedudukan atau jabatan ini biasanya rumah nDalem nya itu
yang luas termasuk yang berhubungan dengan ini lengkap.
Ada nDalem nDalem yang bangunannya kecil tetapi tidak
lengkap”
Penanya : “Kalo nDalem itu ruang spiritual, kegiatan yang disana niku
nopo nggih? Tradisi tradisi”
33
Penanya : “Iya kemarin saya tanya Romo Wawan ada sesaji setiap
malam jumat di tempat tertentu kan saya penasaran apakah
itu mungkin tempat kesenengannya HB VIII atau HB VII
apakah ada seperti itu?
Narasumber : “Putra putra menika. Nha nek putra ne kathah ngagem tempat
tidur naminipun tedeng”
Penanya : “Ini ada papan kayu yang dilukis, itu ada makna nya tidak
Romo?”
Narasumber : “Saya tidak tahu itu kan empat sahabat nabi. Saya tidak tahu
kenapa dan sejak kapan tetapi beliau sampaikan bahwa ini
sejak beliau kecil tinggal dilahirkan sudah seperti itu”
Penanya : “Kalo yang gandhok itu untuk apa ya romo? Ini emper
nDalem atau nopo nggih?”
Narasumber : “Nggih”
34
Penanya : “Itu romo pintunya ketinggiannya kok pendek pendek ya?”
Narasumber : “Konon ceritanya orang itu selalu harus berhati hati, disetiap
manapun termasuk juga sopan santun tapi apakah termasuk
mana filosofi ne yo ra ngerti”
Narasumber : “Waduh nek kui saya tidak ngerti itu kan kebijakan keraton”
Narasumber : “Wayang kulit. Ini yang berbeda dari jaman dulu dan
sekarang. Jaman sekarang orang itu kan kalo melihat wayang
di depan dalang. Dulu itu di belakang dalang kan melihat
bayangan nya wayang itu kan bayang. Kalo ini namanya
paretan”
Narasumber : “Jalur kereta. Ketika ada paretan tidak ada kuncung karena
sama sama fungsinya untuk jalan kereta”
Penanya : “Itu yang di kasur ukiran nya banyak sekali. Apakah semua
seperti itu?”
35
Penanya : “Apakah semua nDalem ada?”
Narasumber : “Tidak”
Penanya : “Itu di senthong kiwo tengen ada lukisan di langit langit satu
ditengah dan 4 di pojok itu artinya apa?”
Narasumber : “Saya tidak ngerti artinya karena tidak baku tidak semua
senthong ada itu”
Narasumber : “Ya bisa saja. Sekarang seperti keraton saja tidak murni
tradisional Jawa ada unsur unsur dari Eropa”
36
Hasil Wawancara dengan RM. Setiawan (23 Juni 2023)
37
Narasumber : “Masih baru, Pemugaran terakhir menggunakan Dana Is.”
Narasumber : “Disini itu tukang kalau ada yang melanggar langsung suruh
turun, pokoknya disini jangan bersiul. Kalau ada maling bisa
masuk tidak bisa keluar, hanya muter-muter saja disini.
Ritualnya dahulu itu sudah turun-temurun.”
Narasumber : “Oh saya sejak tahun 1955, sejak lahir. Bapak saya kelahiran
1923. Bapak saya itu anak HB VIII”
Narasumber : “Iya”
Narasumber : “Kalau untuk tempat tinggal saya kira nggak ada yang kuat
ya. Saya dan anak saya saja tidak tinggal di dalam situ.”
38
Penanya : “Apakah masih ada sesaji yang disiapkan untuk bangunan?”
Narasumber : “Iya, setiap malam Jumat, hanya dupo dan kopi. Dulu zaman
SMA itu pasti ada yang kesurupan”
Narasumber : “Ya di sana itu sopirnya HB IX, Semua turun temurun tinggal
disini.”
Narasumber : “Itu gini, ada surat kekancingan, yang mengurus siapa dan
hanya sebagai simbolis lah. Ya kalau ada izin apa begitu,
kayak saya yang tertua yang disuratinya. Kalau harian-harian
itu saya, kalau ada penelitian-penelitian itu saya”
Narasumber : “Terus terang, ini anak saya disini, adik saya tinggal disini,
kakak saya yang belum lama meninggal juga mengabdi pada
Keraton.”
Narasumber : “Wah itu dari keraton, nggak tau ya. Orang dari Jawa Timur
itu bertatto lalu masuk kesini langsung lari, katanya takut. Itu
kalau kesini selalu ke saya dulu, suatu kali itu tidak izin ke
saya, langsung lari ketakutan.”
39
Hasil Wawancara dengan RM. Setiawan (11 Juli 2023)
Narasumber : “Iya, supaya tidak terlihat serem begitu. Ini sekarang yang
ninggali istrinya Ibu Jiu Wijayanti, itu dosen ISI. Kalau
suaminya sudah meninggal”
Narasumber : “Itu dulu yang pertama menghuni. Dulu itu juga kakak Bapak
saya kan di kulon progo, lalu disuruh tinggal disini oleh
Bapak saya, lalu turun-temurun”
Penanya : “Kalau yang paling pojok dekat gerbang masuk itu bangunan
apa Romo?”
Narasumber : “Oh yang mau ambruk itu ya, itu seperti untuk jaga dulu.”
Penanya : “Romo, dulu apakah ada abdi dalem yang tinggal disini?”
40
Narasumber : “Itu sebelah barat ndalem persis nanti sampai halaman ke
belakang itu area adik saya”
Narasumber : “Ya itu juga pernah untuk pertunjukan tari, malamnya untuk
pertunjukkan wayang”
Narasumber : “Ya itu bapak saya sudah ndak ada dulu, perlu bayar PBB,
jadi itu disewakan untuk tambah-tambah biaya.”
41
Narasumber : “Ya ada yang menunggu, kalau ada keluarga yang datang
ditidurkan situ, biar nggak usah ke hotel”
42
DAFTAR PUSTAKA
Cahyandari. Tata Ruang Dan Elemen Arsitektur Pada Rumah Jawa Di Yogyakarta Sebagai
Wujud Kategori Pola Aktivitas Dalam Rumah Tangga. Jurnal Arsitektur Komposisi, Vol.10,
No.2. 2012
Theodorus. Rumah Tradisional Jawa Dalam Tinjauan Kosmologi, Estetika, dan Simbolisme
Budaya. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan. Vol.6, No.1. 2020
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/dalem-notoprajan/
www.earth.google.com
43
LAMPIRAN DOKUMENTASI
44
HASIL SKETSA PENDOPO NDALEM NOTOPRAJAN
45
DOKUMENTASI SAAT WAWANCARA DENGAN ROMO WAWAN DI NDALEM
46
DOKUMENTASI SAAT WAWANCARA DENGAN KRT. KUSUMONEGORO
47