Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai pulau yang saat
ini memiliki 34 provinsi yang tersebar dari sabang hingga sampai merauke. Masing-
masing pulau tersebut memiliki kebudayaannya masing-masing, Keanekaragaman
budaya tersebut antara lain dari segi agama, ras, suku maupun kebudayaan tersebar di
setiap provinsi sehingga membuat indonesia memiliki banyak hasil karya leluhur yang
dijaga dan dilestarikan sampai saat ini. Salah satu dari hasil karya tersebut yang menjadi
saksi bahwa hebatnya nenek moyang bangsa Indonesia pada zaman dahulu adalah dari
segi arsitekturnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa antara kebudayaan dan arsitektur tidak
dapat dipisahkan dari waktu ke waktu, salah satu contoh yang dapat dilihat adalah
rumah adat / rumah tradisional di masing- masing daerah yang mencirikan atau sebagai
simbol kebudayaan di daerah tersebut. Sehingga keberadaan rumah adat tidak lepas dari
adanya kebudayaan yang berkembang di masing-masing daerah. Selain itu
keanekaragaman bentuk arsitektur rumah adat di setiap daerah selain dipengaruhi oleh
unsur kebudayaan setempat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh
cuaca dan iklim di daerah setempat, civitas yang tinggai di rumah tersebut, kondisi
sekitar tapak dan lain-lain.
Dari keanekaragaman arsitektur rumah adat di indonesia, salah satu yang
menarik adalah Arsitektur tradisional rumah adat Jawa yang berasal dari pulau Jawa
yang merupakan salah satu bentuk warisan budaya dalam seni merancang bangunan
yang lahir dan berkembang di Indonesia. Arsitektur tradisional rumah adat Jawa banyak
dipengaruhi oleh arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dan juga sangat berkontribusi
pada perkembangan arsitektur modern di Indonesia pada abad ke-20. Arsitektur rumah
Jawa ditandai dengan adanya aturan hierarki yang dominan seperti yang tercermin pada
bentuk atap rumah. Nilai-nilai yang terkandung yang tercermin dan melekat pada
Rumah tradisional Jawa dijadikan pedoman dalam masyarakat adat jawa di dalam
keseharian mereka seperti rumah adat Jawa memiliki tata letak yang sangat mirip antara
satu dengan lainnya, tetapi bentuk atap ditentukan pada status sosial dan ekonomi dari
pemilik rumah.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 1


Di era modernisai ini, perkembangan zaman sudah banyak merubah pola
perilaku dan tatanan hidup manusia, hal ini dilakukan karena adanya tantangan yang
harus dihadapi demi untuk hidup dan beradaptasi di masa sekarang. Sehingga nilai-nilai
kebudayaan masyarakat berubah seiring dengan perkembangan zaman, hal ini
merupakan suatu yang mutlak atau pasti terjadi mengingat sifat dari kebudayaan
tersebut adalah bersifat dinamis. Sama seperti arsitektur, karena arsitektur merupakan
salah satu isi dari kebudayaan (Djauhari Sumintardjo, 2008, hal.112) sehingga mau
tidak mau arsitektur tradisional rumah adat akan mengalami perubahan menajdi
arsitektur modern. Tetapi apakah arsitektur tradisional rumah adat tersebut menghilang
seiring perkembangan zaman, atau terjadi perubahan dari fungsi maupun materialnya,
hal tersebut akan menjadi pembahasan dalam makalah ini, mengenai Peran Rumah
Adat Joglo Jawa Tengah Dalam Menghadapi Perkembangan Zaman. Judul ini diambil
dari permasalahan yang ada di zaman sekarang, dimana saat ini semakin menipisnya
rumah adat tradisional yang ada maupun berkembang di zaman modern ini sehingga hal
ini akan menjadi pokok pembahasan dengan mengambil studi kasus rumah adat
tradisional di daerah Jawa tepatnya yaitu rumah adat Joglo.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja nilai nilai yang terkandung dalam Rumah Adat Tradisional Jawa
(Joglo)?
1.2.2 Bagaimana ciri ciri Rumah Adat Joglo?
1.2.3 Bagaimana peran Rumah Adat Joglo dalam menghadapi perkembangan
zaman?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui nilai nilai yang terkandung dalam Rumah Adat
tradisional Jawa (Joglo).
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana ciri ciri Rumah Adat Joglo.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana peran Rumah Adat Joglo dalam menghadapi
perkembangan zaman.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 2


1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang di kemukakan dalam penulisan ini :
a. Untuk Mahasiswa
1. Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai nilai-nilai yang terkandung
pada arsitektur tradisional khususnya arsitektur tradisional rumah adat
Joglo.
2. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai karakteristik bentuk-bentuk
serta hal-hal yang mempengaruhi bentuk pada arsitektur tradisional Joglo.
b. Untuk Dosen
1. Membantu penilaian terhadap kemampuan mahasiswa dalam membuat
makalah
2. Membantu menambah pengetahuan mengenai nilai-nilai, serta bentuk pada
arsitektur tradisional Joglo.
c. Untuk Masyarakat
1. Dapat dijadikan referensi dalam menambah pengetahuan baru mengenai
nilai-nilai yang terkandung pada arsitektur tradisional Joglo.
2. Dapat dijadikan peninjauan dalam mennangani permasalahan terkait
pelestarian budaya terutama dari segi arsitekturnya

1.5 Metode Penulisan


1. Jenis Penulisan
Jenis penulisan yang digunakan adalah jenis penulisan deskrptif
kualitatif, yaitu dengan menggunakan metode studi pustaka dengan mengkaji
dan membandingkan dengan sumber-sumber yang relevan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah berupa studi pustaka,
yaitu dilakukan dengan mencari serta mengumpulkan data-data berupa
literatur, buku, artikel, dan lain-lain yang berhubungan dengan materi yang
dibawakan.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 3


1.6 Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi atas beberapa bagian, diantaranya :
1. BAB I Pendahuluan
Berisikan tentang uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan.
2. BAB II Tinjauan Pustaka dan Objek
Bagian kedua berisikan tentang teori-teori bentuk dalam arsitektur serta
memaparkan tentang lokasi, kondisi dan karakteristik objek pembahasan.
3. BAB III Pembahasan
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai peran arsitektur Rumah Adat Batak
Toba dalam menghadapi perkembangan zaman .
4. BAB IV Penutup
Berisi kesimpulan mengenai data yang telah di bahas dan saran atau
masukan sesuai dengan materi yang dibawakan.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN OBJEK

2.1 Dasar Dasar Bentuk Arsitektur


Menurut Vitruvius, tidak ada istilah bentuk. Bentuk menurut Vitruvius hanya
dikaitkan dengan fungsikan/utilitas yang merupakan gabungan antara teknik dengan
estetika. Objek-objek dalam persepsi memiliki wujud (bentuk) (Abecrombie, 1984 : 37).
Wujud merupakan hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi
bentuk yang nyata (Ching, 1979 : 50) Berdasarkan hal tersebut bentuk merupakan
istilah yang memiliki beberapa pengertian yang dapat dihubungkan dari penampilan
eksterior dengan dikenali, sebagai contoh seperti sebuah bentuk dari kursi atau
seseorang yang menduduki kursi tersebut. Hal ini menjelaskan kondisi tertentu dimana
sesuatu dapat diwujudkan melalui keberadaannya, misalnya bila kita membahas
mengenai air dalam bentuk es, dimana wujud dari es tersebut dapat dilihat secara visual.
Dalam seni serta perancangan, seringkali mempergunakan istilah tersebut untuk
menggambarkan struktur formal mengenai sebuah pekerjaan atau cara dalam menyusun
dan mengkoordinasikan unsur-unsur serta bagian dari suatu komposisi untuk
menghasilkan suatu gambaran nyata. Dalam konteks studi tersebut, bentuk dapat
dihubungkan baik dengan struktur internal maupun garis internal serta prinsip yang
memberikan kesatuan secara menyeluruh (Ching, 2007 : 34)
Menurut D.K.Ching (1996:50-51), sebagai tambahan bagi bentuk dasar bentuk-
bentuk memiliki ciri atau sifat visual sebagai berikut :
a. Wujud
Wujud merupakan ciri-ciri pokok yang menunjukan bentuk yang merupakan
hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi suatu bentuk.
b. Dimensi
Dimensi yaitu panjang, lebar dan tinggi. Dimensi menentukan proporsinya,
sedangkan skala ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap
bentuk-bentuk lain disekelilingnya.
c. Warna

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 5


Warna adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk, yakni
atribut yang paling menyolok yang membedakan suatu bentuk terhadap
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
d. Tekstur
Tekstur berarti karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur mempengaruhi baik
perasaan kita pada waktu menyentuh maupun kualitas pemantulan cahaya
menimpa permukaan bentuk tersebut.
Keseluruhan ciri-ciri visual bentuk tersebut pada kenyataannya dipengaruhi
oleh keadaan bagaimana memandangnya, seperti perspektif/sudut pandang, jarak
terhadap bentuk tersebut, keadaan pencahayaan, lingkungan visual yang mengelilingi
sebuah bentuk benda.
Sedangkan dalam pengetian lain menguraikan bahwa bentuk bentuk arsitektur
memiliki unsur-unsur: Garis, Lapisan, Volume, Tekstur dan Warna. Kombinasi atau
perpaduan dari kesemua unsur tersebut akan menghasilkan ekspresi bangunan. Ini
menghasilkan suatu pengungkapan maksud dan tujuan bangunan secara menyeluruh.
Hendraningsih, dkk (1985 : 14) dalam Estetika Bentuk (1999) menguraikan
lebih lanjut keterkaitan bentuk dan fungsi :
a. Dalam Bahasa bentuk bagian-bagian bentuk di kombinasikan untuk menghasilkan
ekspresi.
b. Bentuk bangunan atau bentuk-bentuk bagian-bagian manusia dapat dilihat sebagai
kesatuan.
c. Organisasi bentuk dijelaskan oleh bagian-bagiannya.
d. Bagian menunjukan bagian karakteristik yang merupakan bagian dari bentuk
arsitektur.
e. Bentuk harus berasal dari tuntutan pemakaiannya.
f. Bentuk harus berhubungan dengan kondisi gunanya.
Peranan bentuk menentukan citra arsitektur yang mendasari perancangan
bangunan. Pemilihan unsur-unsur bentuk yang tepat beserta pertimbangan karakternya
akan menghasilkan bentuk yang sesuai dengan citra yang diharapkan muncul. Hal ini
menjadi sangat penting mengingat citra merupakan faktor penentu eksistensi desain
yang mendasari kekhasan suatu desain, yang membedakan suatu karya arsitektur
dengan karya arsitektur lainnya.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 6


2.2 Unsur-Unsur Arsitektur Rumah Tradisional
Salain (dalam catatan kuliah Arsitektur Indonesia, 2017) Rumah tradisional
merupakan rumah yang sudah dibangun secara turun temurun dari generasi kegenerasi
namun mengalami sedikit perubahan akan tetapi identitas tradisionalnya masih tetap
terlihat. Berdasarkan lokasi geografi, topografi dan situasi lingkungan di Indonesia,
rumah tradisional memiliki 3 tipe, diantaranya :
a. Pile Dwelling (di ketinggian diatas kolom tinggi)
b. The House Built on The Ground (diatas tanah, memiliki pondasi batu)
c. The Floating Dwelling (terapung di permukaan air atau mengikuti kanal,
sungai/lembah).
Arsitektur Nusantara khususnya rumah tradisional nusantara dikelompokan
berdasarkan beberapa ciri yang diantaranya sebagai berikut :
a. Tritisan/overstek lebar
b. Sebagaian besar berbahan dari kayu
c. Memiliki kolong/panggung
d. Hubungan/sambungan dengan ikatan tali, pasak, paku dan pasak.
e. Menggunakan sendi/umpak
f. Mudah dibongkar/knock down.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa arsitektur di Indonesia
dipengaruhi oleh budaya setempat serta iklim lingkungan sekitar yang merupakan
daerah dengan iklim tropis sehingga bangunan harus tahan terhadap iklim, selain itu
wilayah Indonesia juga merupakan daerah yang terdiri memiliki hutan produktif
sehingga rentan terhadap serangan binatang buas. Sehingga bangunan juga harus
memiliki kemampuan untuk melindungi penghuni dari serangan binatang buas. Untuk
membangun yang sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat sekitar menggunakan
bahan-bahan di sekitar lingkungan tempat mereka tinggal yang memiliki potensi
berbeda pada setiap daerah dan pada setiap pulau di Indonesia, sebagaian besar masih
menggunakan kayu dari hasil hutan sebagai bahan bangunan, sebagian juga telah
menggunakan batu alam sebagai bahan dasar bangunan dan di bagian atas
menggunakan kayu, alang-alang, daun kelapa dan sebaginya, terbukti bangunan yang
digunakan menggunakan bahan-bahan di lingkungan sekitar mampu bertahan hingga
puluhan tahun. Sehingga Indonesia kaya akan keanekaragaman arsitekturnya mulai dari

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 7


wilayah sabang di bagian barat, hingga wilayah merauke di bagian timur yang memiliki
ciri-ciri yang berbeda dalam penerapan bahan hingga bentuk bangunan.

2.3 Objek Pembahasan


Adapun objek yang dibahas dalam makalah ini yaitu mengambil objek rumah
Adat Jawa Tengah yaitu Joglo.

2.3.1 Arsitektur Jawa

Seperti disebutkan di atas, arsitektur tradisional di Indonesia sebagai bagian


dari kebudayaan Austronesian memiliki beberapa karaktersitik umum,
diantaranya level lantai bangunan yang dinaikan di atas tanah serta bentuk atap
pitched roof. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang kita lihat pada bangunan
tradisional Jawa. Bangunan tradisional Jawa didirikan langsung di atas tanah
serta memiliki bentuk atap yang cenderung berbeda dari atap kebanyakan
arsitektur tradisional di Indonesia.
Hal ini bisa jadi menunjukkan adanya pengaruh yang masuk dan
mempengaruhi kebudayaan Jawa, sehingga turut mempengaruhi bentuk
bangunan sebagai salah satu hasil kebudayaannya. Ismunandar K (1997)
mengungkapkan bahwa arsitektur vernakular Jawa pada saat itu sesuai dengan
pola dasar atau karakteristik bangunan rumpun Austronesian, yaitu dengan
penggunaan struktur atau pondasi yang berupa tiang atau kolom serta bentuk
atap pitched roof dan extended roof ridge. Akan tetapi, pada saat ini rumah
tradisional masyarakat Jawa didirikan di atas tanah dengan lantai yang dinaikkan
dan bentuk atap yang lebih menyerupai atau mirip dengan tipe rumah bagian
timur Indonesia (Ismunandar K, 1997).

2.3.2 Pola Rumah Tinggal Jawa

Masyarakat Jawa dengan faham Jawanya sering dianggap oleh kalangan lain
sebagai masyarakat yang hidup dalam suasana kepercayaan primitif, walaupun
sebenarnya dengan faham itulah mereka kemudian dikatakan mempunyai sifat-
sifat khusus. Hal yang tampak khusus adalah cara mempertahankan
suasanahidup selaras dengan kehidupan lingkungan di sekitarnya. Hubungan

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 8


antar sesama manusia terjadi didasarkan dua motif yaitu hubungan antara
kawula lan Gusti (hamba dan majikan) hubungan yang nantinya akan
menyebutkan dirinya sebagai ingusan (saya untuk kalangan bangsawan).
Hubungan antara manusia dari lingkungan alam disekitarnya didasarkan pada
anggapan bahwa eksistensi (hidup) dalam kosmos alam raya dipandang sebagai
sesuatu yang teratur dan tersusun secara hirarkis.

Uraian tentang faham kosmologi dalam perkembangan rumah Jawa


menggarisbawahi suatu pernyataan yang mengatakan bahwa dalam kehidupan
budaya Jawa masih terasa mengembangkan kehidupan mistik. Kehidupan mistik
ini masih mempengaruhi pola pikir dan perbuatan mereka, sehingga masuk akal
kalau pola kehidupan ini dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama. Kalau
melihat pola permukiman masyarakat Jawa saat ini (di Demak, Kudus,
Surakarta, Yogyakarta), tampaknya menunjukkan gejala berkembang
sebagaimana pola permukiman di dunia barat, yang tidak lagi berorientasi
dengan faham kosmologi (Lingkungan alamiah). Namun gejala lain yang perlu
diperhatikan adalah bahwa sistem permukiman ini cenderung mengembangkan
salah satu dari dua kemungkinan, yaitu menetap di tempat itu dalam jangka
waktu yang lama dengan cara mengubah bentuk rumah aslinya (menambah,
mengurangi, atau membongkar sama sekali) atau lebih baik pindah ke lain
tempat dengan cara coba-coba (trial and error) hingga dapat menemukan tempat
yang tepat dan layak.

2.3.3 Karakteristik Jawa Tengah


Jawa Tengah terletak di tengah-tengah pulau Jawa, propinsi Jawa Tengah
berbatasan dengan Jawa Barat dan Jawa Timur. Sebagian kecil wilayah selatan
adalah Daerah Yogyakarta provinsi khusus, sepenuhnya tertutup di sisi darat
oleh provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta secara historis dan budaya bagian dari
wilayah Jawa Tengah, meskipun saat ini sebuah entitas politik yang terpisah. Di
sebelah utara dan selatan, provinsi Jawa Tengah wajah Laut Jawa dan Samudera
Hindia. Jawa Tengah juga meliputi pulau-pulau lepas pantai seperti Kepulauan
Karimun Jawa di utara, dan Nusakambangan di barat daya.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 9


Suhu rata-rata di Jawa Tengah adalah antara 18-28 derajat Celcius dan
kelembaban relatif bervariasi antara 73-94 persen. Sementara tingkat
kelembaban yang tinggi ada di sebagian besar bagian dataran rendah dari
provinsi, harganya turun secara signifikan di pegunungan atas. Curah hujan
tertinggi tahunan rata-rata 3.990 mm dengan 195 hari hujan tercatat di Salatiga.
Geografi Jawa Tengah teratur dengan strip kecil dataran rendah dekat pantai
utara dan selatan dengan pegunungan di pusat daerah. Di sebelah barat terletak
sebuah stratovolcano aktif Gunung Slamet, kemudian sedikit lebih jauh ke timur
adalah Kompleks Vulkanik Dieng di Dataran Tinggi Dieng. Pada tenggara dari
dataran tinggi Dieng terletak dataran tinggi Kedu Plain, berbatasan di sebelah
timur oleh gunung berapi kembar Gunung Merapi (gunung berapi paling aktif di
Indonesia) dan Gunung Merbabu. Pada selatan dari Semarang, terletak Gunung
Ungaran, dan ke utara-timur dari kota terletak Gunung Muria di ujung paling
utara Jawa. Ke timur dekat perbatasan dengan Jawa Timur terletak Gunung
Lawu, di mana lereng timur yang berada di Provinsi Jawa Timur.
Karena sejarah volkanik aktif dan abu vulkanik karena itu, Jawa Tengah
merupakan wilayah yang sangat subur untuk pertanian. Melihat sawah yang luas
adalah umum, kecuali di tenggara - wilayah Gunung Kidul - sebagian karena
konsentrasi tinggi batu kapur dan lokasi di bayangan hujan dari cuaca yang
berlaku.
Di Jawa Tengah terdapat kelompok etnis yang terdiri atas bangsa-bangsa
yang berkewarganegaraan Cina, Arab, India, Pakistan, Eropa dan sebagainya.
Disampingkelompok etnis tersebut, di Jawa Tengah juga ada kelompok-
kelompok suku bangsa pendatang, seperti Madura, Kalimantan, Buton, Bugis,
Sunda dan sebagainya. Mereka ini pada umumnya bekerja sebagai nelayan di
daerah dimana mereka tinggal.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 10


2.3.4 Bangunan Tradisional Jawa Tengah

Omah merupakan istilah yang umum digunakan bagi rumah tradisional


Jawa. Omah yang dalam bahasa Jawa berarti rumah tempat tinggal, lebih dari
struktur bangunan fisik, melainkan juga sebagai satuan simbolis, sosial dan
praktis bagi masyarakat Jawa itu sendiri. Kata omah ini digunakan untuk
menyebut atau merujuk pada bagian bangunan di belakang pendapa ataupun
keseluruhan bangunan yang membentuk sebuah kesatuan tempat tinggal dari
orang Jawa. Hal ini menyiratkan representasi yang sebagian atas yang
keseluruhan (Arya Ronald, 2005).
Menurut Prijotomo (1988) suatu kesatuan omah terdiri dari tiga struktur
terpisah yang keseluruhannya membentuk kesatuan dengan masing-masing
struktur memiliki atapnya sendiri. Ketiga struktur ini terdiri dari pendapa,
pringgitan, dan dalem ageng. Pendapa merupakan sebuah pavilion terbuka yang
terletak di bagian paling depan dari kompleks omah, dan berada paling dekat
dengan pintu masuk yang disebut regol. Bangunan ini digunakan untuk
menerima tamu dan untuk menyelenggarakan suatu pertunjukan. Pendapa
biasanya memiliki denah berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang, dengan
empat tiang utama di bagian tengah yang disebut saka guru.
Struktur kedua, selalu menjadi struktur terkecil, disebut pringgitan atau
kampung. Bagian ini digunakan sebagai area pertunjukkan atau panggung pada
pertunjukkan wayang. Dalam keseharian, bangunan yang mneyerupai bentuk
gang ini digunakan untuk menghubungkan pendapa dengan struktur ketiga dari
omah, yaitu dalem ageng. Dalem ageng, yang terletak paling jauh dari pintu
masuk atau regol. Bagian ini merupakan satu-satunya struktur atau bangunan
dengan menggunakanan dinding, dan digunakan sebagai area tempat tinggal
seluruh anggota keluarga.

Seperti disebutkan sebelumnya, istilah omah juga digunakan untuk merujuk


pada dalem ageng. Hal ini karena dalem ageng dianggap sebagai unit dasar
dalam sebuah rumah tradisional Jawa (Tjahjono, 1999). Dengan denah
berbentuk empat persegi panjang dan lantai yag dinaikkan, daerah di dalam
dalem ageng ini dibagi menjadi daerah dalam dan luar, dengan menggunakan
dinding panel.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 11


Dalem merupakan sebuah struktur yang tertutup dan dibagi lagi menurut
sumbu utara-selatan (memanjang) menjadi daerah-daerah yang berbeda. Dalam
bentuk rumah kampung dan limasan, pembagian ini menjadi perbedaan yang
sederhana akan bagian depan dan belakang pada bagian rumah yang lebih
dalam. Sedangkan pada bentuk rumah joglo pembagian ini menjadi lebih
kompleks dengan terbentuknya pembagian kedalam tiga area, yaitu depan,
tengah, dan belakang.

Susunan Rumah
Tradisional Jawa
1. Lawang pintu
2. Pendapa
3. Peringgitan
4. Emperan
5. Dalem
6. Senthong
7. Gandok
8. Dapur
9. Kamar mandi

Gambar 2.1 Denah Susunan Rumah Tradisional jawa


Sumber : Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, p.137

Sisi timur pada bagian depan dalem merupakan tempat berlangsungnya


pekerjaan rumah sehari-hari dan menjadi tempat seluruh anggota keluarga tidur
di atas tempat tidur yang terbuat dari bambu (amben), sebelum anak-anak
tumbuh dewasa. Sedangkan bagian tengah dari dalem sebuah rumah joglo
didefinisikan dengan empat tiang utama rumah. Saat ini area ini tidak digunakan
secara khusus, akan tetapi dalam kepercayaannya, area ini awalnya digunakan
sebagai tempat untuk membakar dupa (perdupaan) sekali dalam seminggu untuk
memperingati atau menghormati dewi kesuburan, Dewi Sri. Area ini juga
merupakan tempat pengantin pria dan wanita duduk saat upacara pernikahan.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 12


Bagian belakang dari dalem terdiri dari tiga ruangan tertutup yang disebut
senthong. Senthong di sisi barat digunakan untuk menyimpan beras dan hasil-
hasil pertanian, sedangkan senthong timur digunakan untuk menyimpan alat-alat
bertani. Senthong tengah dihias dengan mewah karena dianggap sebagai tempat
kediaman Dewi Sri. Pasangan yang baru menikah tidur di sini pada malam
pernikahan. Pada masyarakat Jawa sekarang ini, penggunaan senthong sudah
lebih fleksibel (Tjahjono, 1999).
Selanjutnya, dapur sebagai sebuah struktur yang terpisah (independent),
terletak di luar omah dan dekat dengan sumur. Sumur, sebagai sumber air,
dianggap sebagai sumber kehidupan dan selalu menjadi hal pertama yang
dilengkapi saat membangun rumah baru (Tjahjono, 1999). Selain itu terdapat
elemen tambahan untuk menciptakan rasa privasi yang kuat dari sebuah
keluarga, yaitu dinding luar yang melingkupi rumah.
Dalam perkembangnnya, struktur-struktur lain dapat ditambahkan sebagai
perluasan bangunan, tanpa mengurangi ketiga struktur utama yang disebutkan di
atas. Penambahan ini biasanya bergantung pada status sosial serta ekonomi dari
sebuah keluarga.

2.3.5 Karakteristik Rumah Tradisional Jawa Tengah


Dalam rumah tradisional Jawa memiliki beberapa karakteristik yang
menjadi ciri utama bangunan-bangunannya, diantaranya:
a. Melambangkan atau mencerminkan anggota tubuh

Gambar 2.2 Tiga Bagian Rumah Jawa Secara Vertikal


Sumber: Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, p.91

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 13


Arsitektur tradisional Jawa diatur sesuai susunan tubuh manusia, hal
ini dapat kita lihat dari bangunannya yang terbagi dalam 3 bagian yaitu
kepala (atap), badan (tiang atau kolom serta dinding), dan kaki (pondasi,
tumpak, serta lantai).
b. Orientasi atau arah bangunan
Orientasi ataupun peletakan bangunan tradisional merupakan salah
satu hal yang sangat diperhitungkan oleh masyarakat Jawa. Bangunan-
bangunan ini biasanya diletakkan dalam garis/ sumbu utara-selatan.
c. Struktur
Sebagai suatu proses, arsitektur Jawa mirip dengan jasad hidup yang
tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan
penghuninya. Sistem struktur utama berupa kolom atau tiang yang
menyangga kekuatan bangunan. Dinding pada rumah Jawa tidak
mengalirkan beban, hanya sebagai penutup. Tiang atau kolom yang ada,
didirikan di atas umpak, tidak ditanam ke dalam tanah. Dengan
demikian, struktur ini mudah untuk dibongar- pasang, sehingga
memudahkan untuk penambahan ruang. Dengan kata lain, bangunan
tradisional ini memiliki sistem knock-down, sehingga seluruh bagian
bangunan dapat lebih mudah dipindah ke tempat yang lain. Selain itu,
struktur tersebut diperlihatkan secara jelas, wajar dan jujur, tanpa ada
usaha untuk menutupinya (struktur ekspose).
d. Material
Pada masyarakat tradisional, material yang digunakan adalah material
yang banyak ditemui di alam, lingkungan sekitar mereka. Material yang
akhirnya menjadi karakteristik bangunan tradisional Jawa yaitu kayu,
pada bangunan rumah tradisional, serta batu pada bangunan candi,
tempat pemujaan ataupun kerajaan atau keraton.
e. Pencahayaan dan Penghawaan Alami
Rumah tradisional Jawa memiliki sistem pengudaraan serta
pencahayaan alami, terutama pada siang hari. Pencahayaan serta
pengudaraan alami ruang-ruang rumah tradisional Jawa didapat melalui
bukaan jendela, pintu, ventilasi, dll. Beberapa faktor yang mempengaruhi

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 14


pencahayaan serta penghawaan alami ini pada rumah tardisional ini
diantaranya:
Penggunaan bahan bangunan alami pada struktur serta rangka dan
penutup atap. Bahan-bahan alami ini menjadi insulator termal yang
menyerap panas di siang hari dan mengeluarkan panas di malam
hari.
Keberadaan vegetasi serta ruang-ruang terbuka antar bangunan
Tritisan, selain memberi perlindungan terhadap air hujan juga
memberi perlindungan terhadap sinar matahari.

Gambar 2.3 Penghawaan alami Pada Rumah Adat Joglo


Sumber: Jurnal Penggunaan Arsitektur Tradisional Jawa Pada Restoran, 2009

2.3.6 Bentuk Rumah Tradisional Jawa Tengah


Terdapat beberapa pengelompokkan bentuk rumah masyarakat tradisional
Jawa. Dalam buku Nilai-Nilai Arsitektur Tradisional Jawa, Arya Ronald (2005)
mengelompokkannya berdasarkan status sosial masyarakat itu sendiri yaitu
kampung, limasan, dan joglo.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 15


Gambar 2.4 Hirarki Rumah Menurut Golongan Sosial, Hubungannya Dengan Bentuk
Bangunan/Atap Rumah
Sumber: Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, p.141

Namun, dalam buku Rumah Etnik Betawi, Doni Swadarma (2015) membagi
bentuk rumah tradisonal Jawa dalam 5 tipe, yaitu dengan menambahkan tipe
tajug dan Panggang-pe.

Gambar 2.5 Lima Bentuk Rumah Tradisional Jawa


Sumber: Jurnal Penggunaan Arsitektur Tradisional Jawa Pada Restoran, 2009

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 16


Dalam arsitektur etnik Jawa dikenal dengan adanya ilmu kalang atau
disebutjuga wong kalang, yaitu lima panduan pokok dalam seni bangunan Jawa
sebagai berikut.

Panggang-pe, artinya bangunan yang hanya beratap satu sisi Bentuk


rumah ini tidak digunakan sebagai tempat tinggal, biasanya hanya
dipakai untuk warung atau gubug di tengah sawah. Bentuk pokok
bangunan ini memiliki 4 atau 6 buah tiang atau saka. Sedang pada sisi-
sisi kelilingnya diberi dinding sekedar penahan hawa lingkungan
sekitarnya. Karena bentuknya yang sederhana, bentuk rumah ini hanya
memiliki satu ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan.
Kampung, artinya bangunan dengan atap dua sisi dan terdapat bubungan
di tengahnya. Masyarakat pada zaman dulu beranggapan bahwa orang-
orang yang memiliki bentuk rumah kampung adalah orang yang tidak
mampu atau miskin. Rumah kampung pada umumnya mempunyai denah
empat persegi panjang. Bentuk atap bangunan ini terdiri dari dua buah
bentuk atap persegi panjang yang ditangkupkan. Rumah jenis ini
dianggap sebagai perkembangan dari bentuk rumah sebelumnya.
Bangunan pokok jenis ini terdiri saka-saka yang berjumlah 4, 6 atau 8
dan seterusnya. Tetapi umumnya hanya memerlukan 8 saka.
Limasan, artinya bangunan dengan atap empat sisi dan terdapat
bubungan di tengahnya. susunan ruang pada bentuk limasan tidak jauh
berbeda dengan susunan ruang pada bentuk rumah kampung. Susunan
ruang yang ada dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang depan, ruang
tengah, dan ruang belakang. Akan tetapi, ruangan tengah memiliki
ukuran yang lebih besar (luas) dari ruang depan dan belakang. Pada
ruang belakang terdapat tiga senthong, yaitu senthong kiwa,
senthong tengah, dan senthong tengen. Pada bentuk rumah ini,
penambahan senthong atau kamar biasanya ditempatkan di sebelah kiri
senthong kiwa dan disebelah kanan senthong kanan. Terdapat perbedaan
antara limasan dengan Joglo, yaitu pada atap brunjung dan konstruksi
bagian tengah. Atap brunjung rumah limasan lebih panjang, dan lebih
rendah, daripada daripada atap brunjung rumah joglo.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 17


Joglo atau tikelan, bangunan yang terdiri dari soko guru dengan atap-atap
belah sisi terdapat sebuah bubungan ditengahnya. Bagian utama dari
bentuk atap joglo lebih curam dan bubungan atapnya memiliki ukuran
yang jauh lebih pendek dari bubungan atap sebelumnya. Keempat tiang
utama rumah yang menopang atap ditutupi dengan struktur yang unik
yang terdiri dari balok yang berlapis-lapis yang disebut tumpang sari.
Ciri bentuk bangunan joglo lainnya adalah memiliki empat tiang pokok
yang terletak di tengah yang disebut saka guru. Lalu terdapat pula
bagian kerangka yang disebut sunduk atau sunduk kili, sunduk ini
berfungsi sebagai penyiku atau penguat bangunan agar tidak berubah
posisinya. Oleh karena itu sunduk ini terletak pada ujung atas saka
guru, dibawah blandar.
Bentuk rumah ini pada kenyataanya memang hanya dimiliki oleh
orang- orang yang mampu, karena untuk membangun rumah joglo
dibutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal. Di
samping itu, jika terjadi kerusakan maka perbaikan tidak bisa hanya
dilakukan pada bagian yang rusak saja, sehingga membutuhkan biaya
perbaikan yang tidak sedikit (Sugiarto Dakung, 1998).
Rumah bentuk joglo yang dimiliki golongan bangsawan biasanya
memiliki bangunan yang lebih lengkap. Di sebelah kiri-kanan dalem
ada bangunan kecil memanjang yang disebut gandhok yang memiliki
kamar-kamar.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 18


1 2

Gambar 2.5 Skema Rumah Joglo

1. Skema rumah bentuk Joglo milik orang biasa


2. Skema rumah bentuk Joglo milik bangsawan
Sumber: Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa p. 137 dan 138

Gambar 2.6 Skema Kompleks Bentuk Rumah Joglo (lengkap) dan Bagian-Bagiannya
Sumber : Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa p. 142

Tajug atau masjid, artinya bangunan dengan sok guru yang atapnya
terdiri dari empat sisi, tanpa bubungan atau meruncing.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 19


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Peranan Rumah Adat Joglo Jawa Tengah di Masa Sekarang


Rumah Adat Joglo jika dilihat di zaman modern seperti saat ini berdasarkan
rumah adat Joglo asli dari Jawa Tengah yaitu masih tetap dilestarikan sampai saat ini.
Hal ini terbukti dari adanya bangunan Keraton Yogyakarta sebagai tempat tinggal dari
Sultan, Rumah adat joglo yang berdiri kokoh dan megah yang dipelihara oleh
masyarakat Yogyakarta dengan sedemikian rupa tanpa adanya renovasi dan pergantian
bahan bangunan. Hal ini karena kebudayaan daerah tersebut masih melekat di
masyarakat Jawa Tengah sehingga mereka masih memiliki rasa tanggung jawab untuk
mendalami dan melestarikan budaya mereka. Selain itu rumah adat joglo juga memiliki
nilai-nilai dan filosofi luhur yang sangat penting dan digunakan sebagai pedoman bagi
masyarakat Jawa Tengah dalam bertingkah laku. Selain itu Keraton Yogyakarta juga
masih difungsikan sebagai area untuk menjalankan upacara-upacara keagamaan yang
masih kental akan adat istiadat dan budaya dari leluhur mereka terdahulu
Seiring dengan perkembangan jaman yang begitu pesat dan juga kemajuan
teknologi, arsitektur tradisional sudah mulai banyak mengalami perubahan. Perubahan
tersebut dapat dilihat dari sisi tampilan bangunan, penggunaan material hingga alih
fungsi bangunan. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan dari pola pikir masyarakat
yang terus berkembang dan juga kemajuan dari teknologi mengakibatkan arsitektur
tradisional yang mampu menjadi identitas dari suatu daerah sudah perlahan-lahan mulai
ditinggalkan. Dengan semakin berkurangnya bangunan arsitektur tradisional pada masa
kini mengakibatkan masyarakat kurang memahami dan menghargai warisan dari nenek
moyang yang sudah diwariskan dari pada jaman dahulu. Sehingga dapat dikatakan
bahwa arsitektur rumah adat Joglo dapat menyatu dan mengikuti perkembangan jaman
dari waktu ke waktu.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 20


Gambar 3.1 Kompleks Bangunan Keraton Yogyakarta
Sumber : http://otakberita.blogspot.com/

3.2 Perubahan Fungsi

Rumah Joglo pada masa lampau difungsikan sebagai tempat tinggal dari orang-
orang yang berpengaruh di zamannya/yang memiliki status sosial tinggi seperti
Sultan dan kaum bangsawan lainnya sehingga Rumah Joglo ini kebanyakan
hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah bentuk
joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal daripada
rumah bentuk yang lain. Seiring dengan perkembangan jaman rumah joglo telah
banyak mengalami perubahan terutama dari segi fungsi bangunan. Pada
umumnya rumah joglo merupakan rumah adat dari daerah Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Yogyakarata yang fungsinya sebagai rumah tinggal. Namun rumah
joglo tidak hanya bisa ditemui didaerah Jawa saja, namun juga bisa ditemukan
dibeberapa daerah di Indonesia. Di Pulau Bali misalnya, kita bisa menjumpai
arsitektur rumah joglo di berbagai tempat. Dimana konsep rumah joglo
difungsikan sebgai resort maupun restoran. Berikut merupakan kondisi rumah
joglo pada masa kini.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 21


3.2.1 Bandara Soekarno Hatta
Bandara Soekarno Hatta merupakan salah satu bandara internasional yang
ada di Indonesia. Pada area kedatangan dan keberangkatan penumpang
digunakan bangunan yang menggunakan konsep joglo. Hal tersebut dikarenakan
agar bandara Soekarno Hatta tetap memiliki identitas Indonesia sehingga terjadi
perubahan fungsi dari joglo sebagai tempat tinggal kemudian berubah fungsi
menjadi tempat meeting point.

Gambar 3.2 Bentuk Rumah Adat Joglo Pada Bandara Soekarno-Hatta


Sumber : http://www.skyscrapercity.com/
3.2.2 Warung Gula Bali The Joglo
Merupakan Rumah Makan yang cukup terkenal dikawasan Bali. Dimana
konsep dari Warung Gula Bali The Joglo lebih menonjolkan ke konsep natural.
Hal tersebut dapat dilihat dari bangunann inti. Pada bangunan inti ini digunakan
konsep arsitektur rumah joglo. Rumah joglo dipilih karena memiliki bentuk yang
cukup eksotis dan mampu menyatu dengan alam. Sehingga terjadi perubahan
fungsi dari fungsi sebagai tempat tinggal berubah menjadi fungsi sebagai rumah
makan.

Gambar 3.3 Bentuk Rumah Adat Joglo Pada Rumah Makan Di Denpasar Bali
Sumber : Pribadi

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 22


3.3 Perubahan Fisik
Selain perubahan dari fungsi bangunan, juga terjadi beberapa perubahan dari
material bangunan yang digunakan. Hal tersebut dikarenakan semakin majunya
teknologi dan penggunaan tersebut dirasa lebih efisien. Namun pada beberapa
bagian tetap dipertahankan seperti halnya konstruksi atap yang menggunakan
eksposes.

3.3.1 Perubahan Material


1. Atap
Atap bagian joglo pada jaman dahulu sudah menggunakan struktur
dari kayu, bahkan hingga saat ini masih tetap menggunakan struktur dari
kayu. Hal tersebut dikarenakan sifat dari struktur rumah joglo yang
terekspose. Tetapi terdapat perubahan dari segi material penutup atap
dimana jglo jaman dahulu menggunakan bahan sirap kayu sedangkan
Pada bagian penutup atap rumah joglo zaman sekarang menggunakan
genting

Gambar 3.4 Perubahan Material Penutup Atap Pada Rumah Adat Joglo
Sumber : http://otakberita.blogspot.com/

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 23


2. Dinding
Pada bagian penutup dinding rumah joglo pada umumnya
menggunakan kayu dengan beberapa hiasan ornamen. Namun kini
masyarakat sudah beralih menggunakan batu bata dengan pertimbagan
waktu penggunaan yang bertahan lama.

Gambar 3.5 Pergantian Material Penutup Dinding Rumah Adat Joglo

Sumber : http://otakberita.blogspot.com/

3. Lantai
Rumah tradisional joglo pada dahulu tidak menggunakan bahan
penutup lantai, namun kini karena seiring perkembangan teknologi bahan
bangunan sudah mulai menggunakan bahan penutup lantai baik dari
keramik maupun hanya berupa plesteran saja.

Gambar 3.6 Pergantian Material Penutup Lantai Rumah Adat Joglo

Sumber : http://otakberita.blogspot.com/

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 24


3.3.2 Perubahan Bentuk

Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada


mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di
sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut
tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas
makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah
bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan
tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di
tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami
perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang
hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat
perubahan konstruksi.
Dari perubahan-perubahan tersebut timbulah bentuk-bentuk
rumah joglo yang beraneka macam dengan namanya masing-masing.
Adapaun, jenis-jenis joglo yang ada, antara lain :

- Joglo Jompongan, Merupakan bentuk rumah joglo yang memakai 2


buah pengeret dengan denah bujur sangkar. Bentuk ini merupakan
bentuk dasar joglo.
- Joglo Kepuhan Lawakan, Merupakan rumah Joglo tanpa memakai
geganja atap berujung sehingga kelihatan tinggi
- Joglo Ceblokan, Merupakan rumah joglo yang memakai saka
pendhem (terdapat bagian tiang setelah bawah terpendam) sering
bentuk ini tidak memakai sunduk.
- Joglo Kepuhan Limolasan, Merupakan rumah joglo yang memakai
sunduk bandang lebih panjang dan ander agak pendek, sehingga atap
berujung panjang.
- Joglo Sinom Apitan, Merupakan rumah joglo yang memakai 3 buah
pengeret,3 atau 5 buah tumpang dan 4 empyak (atap) emper.
- Joglo Pengrawit, Merupakan rumah joglo yang memakai lambang
gantung,atap berujung merenggang dari atap penanggap,atap empar
merenggang dari atas penanggap, tiap sudut diberi tiang (saka).

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 25


- Joglo Kepuhan Apitan, Merupakan rumah joglo yang memiliki
empyak berujung lebih tinggi (tegak) karena pengeret lebih pendek.
- Joglo Semar Tinandhu, Joglo Semar Tinandu (semar diusung/semar
dipikul) diilhami dari bentuk tandu. Joglo ini biasanya digunakan
untuk regol atau gerbang kerajaan.
- Joglo Lambang Sari, merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap
menerus. Bentuk ini paling banyak dipakai pada bangunan
tradisional jawa.
- Joglo Wantah Apitan, Merupakan rumah joglo yang memakai 5 buah
tumpang, memakai singup, memakai geganja dan memakai tikar
lumajang

- Joglo Hageng, Merupakan rumah joglo yang memiliki ukuran lbh


rendah dan ditambah atap yg disebut pengerat dan ditambah tratak
keliling Pendapa Agung Istana mangkunegaran Surakarta.
- Joglo Mangkurat, merupakan yang biasanya mempunyai bentuk atap
yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai
dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud,
tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan
tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo
dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 26


Gambar 3.7 Perubahan Bentuk Rumah Adat Joglo

Sumber : http://www.hdesignideas.com/2017/03/mengenal-bentuk-atap-rumah-joglo-
rumah.html

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 27


BAB IV
PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan
Arsitektur tradisonal, salah satunya Arsitektur Rumah Adat Jawa Tengah yaitu
Joglo merupakan suatu tradisi dari nenek moyang kita yang memiliki sifat yang
dinamis, yaitu tidak tertutup terhadap adanya perubahan. Perubahan-perubahan ini
umumnya disebabkan oleh adanya perubahan kebutuhan akan ruang, baik dari segi
luasan, fungsi ataupun pemaknaan. Dengan begitu, penggunaan unsur-unsur arsitektur
tradisional pada berbagai fungsi dengan konteks yang berbeda bukan lagi menjadi hal
yang aneh. Omah merupakan istilah yang umum digunakan bagi rumah tradisional
Jawa. Omah yang dalam bahasa Jawa berarti rumah tempat tinggal, lebih dari struktur
bangunan fisik, melainkan juga sebagai satuan simbolis, sosial dan praktis bagi
masyarakat Jawa itu sendiri. Suatu kesatuan omah terdiri dari tiga struktur terpisah yang
keseluruhannya membentuk kesatuan dengan masing-masing struktur memiliki atapnya
sendiri. Ketiga struktur ini terdiri dari pendapa, pringgitan, dan dalem ageng. Dalam
rumah tradisional Jawa memiliki beberapa karakteristik yang menjadi ciri utama
bangunan-bangunannya, diantaranya melambangkan atau mencerminkan anggota
tubuh(kepala, badan, kaki), orientasi bangunan yang mengahdap ke utara-selatan,
strukturnya menggunakan sistem knock down sehingga keseluruha bangunan dapat lebih
mudah dipindahkan, material yang digunakan yaitu material yang ada di lingkungan
mereka seperti kayu dan batu candi, Pencahayaan serta pengudaraan alami ruang-ruang
rumah tradisional Jawa didapat melalui bukaan jendela, pintu, ventilasi, dll.
Seiring dengan perkembangan jaman yang begitu pesat dan juga kemajuan
teknologi, arsitektur tradisional sudah mulai banyak mengalami perubahan. Perubahan
tersebut dapat dilihat dari sisi tampilan bangunan, penggunaan material hingga alih
fungsi bangunan. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan dari pola pikir masyarakat
yang terus berkembang dan juga kemajuan dari teknologi mengakibatkan arsitektur
tradisional yang mampu menjadi identitas dari suatu daerah sudah perlahan-lahan mulai
ditinggalkan. Dengan semakin berkurangnya bangunan arsitektur tradisional pada masa
kini mengakibatkan masyarakat kurang memahami dan menghargai warisan dari nenek
moyang yang sudah diwariskan dari pada jaman dahulu. Sehingga dapat dikatakan

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 28


bahwa arsitektur rumah adat Joglo dapat menyatu dan mengikuti perkembangan jaman
dari waktu ke waktu.

4.2 Saran
Sebagai masyarakat yang sadar dan menghargai hasil karya, adat istiadat dan
kebudayaan yang diberikan leluhur kita pada zaman dahulu hendaknya selalu dijaga dan
dilestarikan. Salah satu nya kita dapat melestarikannya dari segi arsitektur seperti
Rumah Adat Joglo yang merupakan salah satu warisan budaya dari Jawa Tengah karena
pada bangunan tersebut terdapat nilai-nilai dan filosofi hidup yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam berperilaku sehari-hari. Selain itu untuk pemerintah maupun
masyarakat yang terkait, dengan adanya perubahan zaman hendaknya kita tidak
menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalam arsitektur tradisional tersebut
melainkan sebaiknya dipadukan dengan arsitektur masa kini.

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 29


DAFTAR PUSTAKA

Ching, Francis DK.1979. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan Edisi


ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
K. Ismunandar. 1997. Joglo: Arsitektur Rumah Tradisional Jawa.
Semarang: Dahara Prize
Kustianingrum. 2009. Penggunaan Arsitektur Tradisional Jawa Pada
Restoran. Skripsi. FT, Prodi. Arsitektur, Universitasi Indonesia
Ronald, Arya. 2005. Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Swadarma, Dony. dkk. 2015. Rumah Etnik Betawi. Jakarta: Griya Kreasi

http://www.hdesignideas.com/2017/03/mengenal-bentuk-atap-rumah-joglo-
rumah.html, diakses tanggal 17 oktober 2017
http://otakberita.blogspot.com/, diakses tanggal 17 oktober 2017

Rumah Adat Joglo Jawa Tengah 30

Anda mungkin juga menyukai