Anda di halaman 1dari 7

ISSN(Cetak) : 2620-6048

ISSN(Online) : 2686-6641

OPTIMASI KONSENTRASI NaHSO3 DAN UKURAN KULIT


PINANG TUA PADA PEMBUATAN SURFAKTAN NATRIUM
LIGNOSULFAT (NaLS)

SUKMAWATI

Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Medan


Email: sukmawati@itm.ac.id

ABSTRAK
Surfaktan adalah zat yang ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau
pembasahan dengan menurunkan tegangan muka, dan dapat digunakan sebagai emulsifier,
corrosion inhibition, defoaming, detergency, emuliency, dan lain-lain. Penelitian ini
memanfaatkan kulit pinang sebagai bahan baku pembuatan surfaktan natrium lignosulfonat
(NaLS) karena memiiki kandungan lignin sebesar 13-26%. Tujuan dari penelitian ini untuk
menentukan ukuran kulit pinang dan konsentrasi larutan pemasak NaHSO 3, serta menentukan
kualitas dari surfaktan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan reaktor labu leher tiga
dengan variasi ukuran kulit pinang (100, 120, 150, 200) mesh dan konsentrasi larutan pemasak
NaHSO3 (35, 45, 55, dan 65%) pada waktu perebusan 60 menit, suhu 115 oC, pH 4, dan
kecepatan pengadukan 80 rpm. Dari hasil penelitian didapatkan surfaktan natrium lignosulfonat
paling tinggi dengan karakteristik yang sesuai standar surfaktan alkyl benzene sulfonate yang
dijual dipasaran pada komposisi ukuran kulit pinang 200 mesh dan konsentrasi larutan NaHSO3
65% dengan kriteria sebagai berikut; Berbau sulfur dan agak asam, warna kuning, pH 5, dan
larut sempurna dalam air. Semakin kecil ukuran kulit pinang dan semkin tinggi konsentrasi
larutan NaHSO3, maka semakin besar pula kadar natrium lignosulfonat yang didapat.
Berdasarkan analisa dengan spektrofotometer didapat kadar surfaktan natrium lignosulfonat yang
maksimum, yaitu 0,5988 ppm, dengan absorbansi 0,551 nm.
Kata Kunci: kulit pinang, lignin, sulfonasi, surfaktan natrium lignosulfonat

ABSTRACT
Surfactant is a substance that is added to a liquid to improve its spread or wetting properties by
reducing face tension, and can be used as an emulsifier, corrosion inhibition, defoaming,
detergency, emuliency, and others. This research utilizes areca nut skin as raw material for
making surfactant sodium lignosulfonate (NaLS) because it has a lignin content of 13-26%. The
purpose of this study was to determine the size of the areca nut skin and the concentration of the
NaHSO3 cooking solution, and to determine the quality of the surfactants. This research was
carried out by using a three neck pumpkin reactor with various sizes of areca nut skin (100, 120,
150, 200) mesh and the concentration of NaHSO3 cooking solution (35, 45, 55, and 65%) at
boiling time 60 minutes, temperature 115 0C, pH 4, and the stirring speed is 80 rpm. The results
showed that the highest sodium lignosulfonate surfactant with characteristics that match the
standard surfactant alkyl benzene sulfonate sold in the market at a composition of 200 mesh
areca nut skin size and concentration of 65% NaHSO3 solution with the following criteria; It
smells of sulfur and is somewhat acidic, yellow in color, pH 5, and dissolves completely in water.
The smaller the size of areca nut skin and the higher the concentration of NaHSO3 solution, the
greater the sodium lignosulfonate level obtained. Based on the analysis with a
spectrophotometer, the maximum level of sodium lignosulfonate surfactant was 0.5988 ppm, with
an absorbance of 0.551 nm.
Keyword: betel nut, lignin, sulfonation, surfactant sodium lignosulfonate

44 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life
ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

PENDAHULUAN
Surfaktan (surface active agent) atau zat aktif permukaan, adalah senyawa kimia yang terdapat pada
konsentrasi rendah dalam suatu sistem, mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan antarmuka pada
sistem tersebut. Dapat digunakan sebagai emulsifier, corrosion inhibition, defoaming, detergency,
emuliency, dan lain-lain.Tanaman pinang (Areca catechu L.) adalah salah satu jenis palma yang tersebar
luas di wilayah Indonesia, baik secara individu maupun populasi, dan umumnya ditanam sebagai tanaman
pagar atau pembatas. Pinang terdapat merata di seluruh Indonesia antara lain di Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. Biasanya tumbuh bagus atau subur di daerah pantai sampai pada
ketinggian ± 700 m dpl. Kulit pinang menyumbang sekitar 60–80% dari total berat buah pinang. Kulit
pinang mengandung selulosa dengan variasi porsi hemiselulosa (35,0–64,8%), lignin (13,0–26,0%),
pectin dan protopektin [1]. Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga yang berikatan
secara kovalen dengan selulosa dan hemiselulosa. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila
dibandingkan dengan polisakarida, karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil
propana. Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel (lamela tengah) dan menyebabkan
kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar. Selama
perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir dalam dinding sel, menembus di antara
fibril-fibril sehingga memperkuat dinding sel. p-hidroksinamil alkohol, p-koumaril alkohol, koniferil
alkohol dan sinapil alkohol merupakan senyawa induk (prekursor) primer dan prekursor tersebut
merupakan unit pembentuk lignin [2].

Gambar 1. (1) p-koumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alcohol

Penggolongan Surfaktan
Surfaktan dapat digolongkan menjadi empat golongan berdasarkan muatan surfaktan, yaitu:
1. Surfaktan anionik
2. Surfaktan kationik
3. Surfaktan non ionik
4. Surfaktan amfoter
Natrium lignosulfonat (NaLS) termasuk jenis surfaktan anionik karena memiliki gugus sulfonat dan
garamnya (-NaSO3) yang merupakan gugus hidrofilik (suka air) serta gugus hidrokarbon yang merupakan
gugus hidrofobik. Menurut ASTM Standard C 494-79, natrium lignosulfonat (NaLS) adalah bahan
tambahan kimia termasuk jenis water reducing admixture (WRA) atau plasticizer yang memiliki
kemampuan sebagai bahan pendispersi (dispersant) pada berbagai sistem dispersi partikel (pasta semen
dan gipsum).

Gambar 2. Struktur senyawa Natrium Lignosulfonat

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 45
ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

METODE
Prosedur Penelitian
Memberikan perlakuan awal pada kulit pinang yaitu penghalusan,melakukan pengayakan untuk
mengambil serbuknya yang lolos ayakan berdasarkan ukurannya,selanjutnya mereaksikan berdasarkan
ukuran serbuk kulit pinang 100 Mesh, 120 Mesh, 150 Mesh, 200 Mesh sebanyak 3 gram dengan larutan
Natrium Bisulfit 6 gram dalam 240 ml Aquadest dengan konsentrasi 35%, 45%, 55%, dan 65%, pH
diatur 4 menggunakan asam sulfat pekat, kemudian merebusnya pada suhu 115 0C selama 60 menit
dalam reaktor labu leher tiga,mengulangi langkah diatas untuk setiap variabel. Menyaring larutan hasil
reaksi sehingga didapatkan residu dan filtrat, setelah itu menganalisis filtrat yang mengandung
lignosulfonat dengan metode spektrofotometri UV-Visible.
Persiapan Sampel
Mengukur sampel sebanyak 100 ml dan memasukkan sampel kedalam corong pisah 250
ml,menambahkan 3-5 tetes indikator pp dan larutan NaOH 1 N tetes demi tetes kedalam sampel sampai
timbul warna merah muda, kemudian menghilangkan warna tersebut dengan menggunakan H2SO4 1 N
tetes demi tetes,menambahkan larutan metilen biru sebanyak 25 ml, jika warna biru menghilang atau
menjadi pucat sekali selama ekstraksi dengan menggunakan CHCl3, berarti kadar sulfonat tinggi sekali,
maka larutan sampel harus diganti kemudian menyiapkan sampel baru,menambahkan 10 ml CHCl 3,
mengocok kuat-kuat larutan tersebut selama 30 detik sambil membuka tutup corong pisah
sesekali,membiarkan terjadi pemisahan fase, menggoyangkan perlahan-lahan, menambahkan sedikit
alkohol bila terbentuk emulsi, setelah itu mengeluarkan lapisan bawah yang mengandung CHCl 3 dan
menampungnya dalam corong pisah yang lain,mengulangi ektraksi seperti pada langkah kedua dan ketiga
sebanyak dua kali,menambahkan 50ml aquadest kedalam larutan ekstrak klorofom gabungan dan
mengocoknya kuat-kuat selama 30 detik,membiarkan sampai terjadi pemisahan fase dan
menggoyangkannya perlahan-lahan kemudian mengeluarkan lapisan bawah dan memasukkannya
kedalam labu ukur,menambahkan klorofom kedalam larutan tersebut hingga tepat pada tanda tera,mkur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 580 nm dan catat serapannya.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Mengoptimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk pemakaian alat.Memipet larutan
baku masing-masing 100 ml kedalam corong pisah 250 ml. Menambahkan larutan metilen biru sebanyak
25 ml. Menambahkan 10 ml CHCl3, mengocoknya kuat-kuat selama 30 detik dan membuka tutup corong
sesekali. Membiarkan hingga terjadi pemisahan fase, menggoyang-goyangkan corong perlahan-lahan dan
menambahkan sedikit alkohol bila terjadi pembentukan emulsi, lalu mengeluarkan lapisan bawah dan
menampungnya dalam corong pemisah yang lain. Memasukkan larutan ekstrak kedalam labu ukur 100
ml dan menambahkan klorofom tepat pada tanda tera.Ukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 620 nm dan catat serapannya
Uji Kelarutan Dalam Air
Memipet 5 ml larutan natrium lignosulfonat dengan menggunakan pipet ukur dan dimasukan ke
dalam gelas ukur 100 ml,menambahkan aquadest mulai dari 10 mL sampai 50 ml,mengamati apakah
larutan natrium lignosulfonat dapat larut dalam aquadest.
Kerja Densitas
Menimbang berat piknometer kosong.Menimbang berat piknometer berisi NaLS. Menghitung
massa sampel Natrium Lignosulfonat (NaLS) dengan cara (Berat pikno berisi sampel - berat pikno
kosong).Menghitung densitas dengan persamaan;
=
Keterangan;
= densitas
m = massa
v = volume piknometer

46 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life
ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

HASIL

Tabel 1. Pengaruh Ukuran Partikel Kulit Pinang dan Konstrasi NaHSO3 terhadap kadar Surfaktan NaLS
Konstrasi Larutan Ukuran Partikel Kulit Kadar Surfaktan NaLS
Pemasak NaHSO3 (%) Pinang (Mesh) (ppm)
100 0,4473
35% 120 0,4523
150 0,4691
200 0,4832
100 0,4865
45% 120 0,4866
150 0,4905
200 0,492
100 0,4997
55% 120 0,5051
150 0,5149
200 0,5171
100 0,5182
65% 120 0,5421
150 0,577
200 0,5988

Tabel 2. Karakteristik Larutan Lignosulfonat


Karakteristik
Konsentrasi Ukuran Kulit
NaHSO3 (%) Pinang (Mesh) Density Volume
Warna
(gr/ml) (mL)
100 Kuning 8,8 110
120 Kuning 8,9 112
35
150 Kuning 9,1 114
200 Kuning 9,3 115
100 Kuning 9,5 115
120 Kuning 9,7 120
45
150 Kuning 9,8 123
200 Kuning 9,8 130
100 Kuning 10,7 133
120 Kuning 10,8 135
55
150 Kuning 10,8 140
200 Kuning 11,1 144
100 Kuning 11,1 145
120 Kuning 11,2 146
65
150 Kuning 11,4 150
200 Kuning 13 153

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 47
ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

Pengaruh Ukuran Kulit Pinang Terhadap Kadar Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS)

Gambar 3. Grafik Pengaruh Ukuran Kulit Pinang Terhadapa Kadar Surfaktan Natrium Lignosulfonat
(NaLS)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ukuran kulit pinang yang
maksimum pada pembuatan surfaktan natrium lignosulfonat adalah 200 mesh dengan konstrasi larutan
pemasak 65% yang ditunjukkan pada kurva berwarna biru dimana kadar surfaktan natrium lignosulfonat
paling tinggi didapat sebesar 0,5988 ppm.
Kadar Surfaktan natrium lignosulfonat terus mengalami kenaikan hingga pada perbandingan
konsentrasi 65%. Hal tersebut terjadi karena lignin bersulfonasi menjadi senyawa surfaktan natrium
lignosulfonat.
Hal ini sesuai denga teori yang menyatakan ukuran partkel yang lebih kecil menyebabkan luas
permukaan kontak menjadi lebih besar, dimana luas permukaan yang besar ini mengakibatkan
perpindahan masa/difusi ion menjadi semakin banyak, sehingga kadar lignosulfonat yang dihasilkan juga
lebih besar. Hal ini disebabkan jika semakin kecil ukuran kulit pinang dan semakin tinggi konsentrasi
NaHSO3 maka akan mempercepat laju reaksi untuk mensulfonasi lignin pada kulit pinang, sehingga
semakin banyak lignin yangn bereaksi dengan NaHSO3 yang membentukan surfaktan natrium
lignosulfonat (NaLS) [3].
Pembentukan surfaktan (lignosulfonat) terjadi melalui rekasi sulfonasi molekul lignin dengan
bisulfit [4].
HSO-3 + lignin-OH lignin –SO3- + H2O
Pengaruh Konsentrasi NaHSO3 Terhadap Absorbansi Surfantan Natrium Lignosulfonat (NaLS)

Gambar 4. Grafik Pengaruh Konsentrasi NaHSO3 Terhadap Absorbansi


Surfantan Natrium Lignosulfonat (NaLS)

Berdasarkan gambar grafik pengaruh konsentrasi NaHSO3 terhadap absorbansi surfaktan natrium
lignosulfonat dapat dilihat pada grafik berwarna hijau dimana semakin tinggi konsentrasi NaHSO 3 dan
semakin kecil ukuran kulit pinang, maka absorbansi surfaktan natrium lignosulfonat paling tinggi sebesar
0,5510 nm.

48 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life
ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

Hal ini sesuai dengan teori hokum Lamber-Beer, dimana konsentrasi bebanding lurus dengan
absorbansi. Artinya konstrasi semakin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan semakin tinggi, begitupun
sebaliknya konsentrasi semakin rendah absorbansi yag dihasilkan juga semakin rendah.
Pengaruh Konsentrasi NaHSO3 Terhadap Densitas Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS)

Gambar 5. Grafik Pengaruh Konsentrasi NaHSO3 Terhadap Densitas Surfaktan


Natrium Lignosulfonat (NaLS)

Berdasarkan gambar grafik pengaruh konsentrasi terhadap densitas surfaktan natrium lignosulfonat
dapat dilihat pada grafik berwarna biru bahwa semakin tinggi kinsentrasi larutan NaHSO 3 dan semakin
kecil ukuran kulit pinang , maka densitas surfaktan natrium lignosulfonat yang dihasilkan akan semakin
tinggi. Pada perbandingan ukuran kulit pinang 200 mesh dengan konsentrasi larutan NaHSO 3 65%.
Densitas surfaktan natrium lignosulfonat paling tinggi sebesar 1,3 gr/mL.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan jika semakin tinggi konsentrasi NaHSO 3 dan semakin
kecil ukuran kulit pinang yang direaksikan maka konsentrasi lignin dalam larutan juga semakin banyak
untuk membentuk kadar surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS). Jika kadar surfaktan natrium
lignosulfonat semakin besar maka nilai densitas juga semakin meningkat.
Karakteristik Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS) yang dihasilkan dari Kulit Pinang
Dibandingkann dengan Karakteristik Surfaktan yang Terbuat Secara Sintetis Alkyl Benzene Sulfonate
(ABS). Hasil dari karakteristik surfaktan natriium lignosulfonat dapat dilihat pada Tabel.3 dibawah ini:

Tabel 3. Karakteristik Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS)


Karakteristik Lignosulfonat (NaLS) Surfaktan sintesis (ABS)
Berbau Sulfur dan agak Berbau Sulfur dan agak
Bau
asam asam
Warna Kuning keruh Colat kehitaman
pH 5 5
Kelarutan dalam air Larut Sempurna Larut Sempurna

1. Bau
Hasil analisa karakteristik bau larutan natrium lignosulfonat hasil sulfonasi menunjukkan adanya bau
yang agak asam dan sedikit berbau sulfur, dimana bau ini disebabkan oleh adanya pengaruh
penambahan asam sulfat yang menyebabkan larutan berbau agak asam dan karena adanya
penambahan gugus SO-3 yang menyebabkan adanya bau belerang, sehingga bau ini dapat dijadikan
indikasi adanya kandungan surfaktan di dalam larutan hasil sulfonasi tersebut, sebab larutan standar
surfaktan anionik yang menjadi pembanding dalam penelitian ini juga memiliki bau yang sama
dengan larutan surfaktan hasil sulfonisasi.
2. Warna
Karakteristik warna juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses terbentuknya
lignosulfonat (surfaktan). Berdasarkan hasil analisa warna dari larutan lignosulfonat hasil sulfonasi
dapat diketahui bahwa warna larutan tersebut adalah kuning kecoklatan dan coklat kehitaman. Hal ini
menunjukkan adanya perubahan warna larutan yang semula bening menjadi kuning kecoklatan dan
ada juga yang berwarna kehitaman. Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya penambahan
gugus SO-3 pada struktur lignosulfonat berupa ikatan rangkap.

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 49
ISSN(Cetak) : 2620-6048
ISSN(Online) : 2686-6641

3. pH
Pada proses pembuatan surfaktan pH merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi proses
terbentuknya surfaktan (lignosulfonat). Pada proses pembuatan surfaktan pH yang diperlukan agar
proses pembuatan surfaktan dapat berjalan baik yakni pada pH 4, karena pada kondisi pH tersebut
lignin akan bereaksi dengan natrium bisulfit yang akan membentuk lignosulfonat melalui proses
sulfonasi. Dari hasil analisis karakteristik pH surfaktan yang dihasilkan baik dari sabut kelapa maupun
yang dibuat secara sintetis memiliki pH 5 atau pH asam.
4. Kelarutan dalam air
Hasil analisa menunjukkan bahwa surfaktan hasil penelitian mampu larut dengan sempurna di dalam
air, sama dengan larutan surfaktan sintesis yang digunakan sebagai surfaktan pembanding.
5. Kelebihan dari surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) dibanding surfaktan sintesis alkyl benzene
sulfonate (ABS)
Biosurfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) mempunyai sifat fisik yang mirip seperti surfaktan
sintetis alkyl benzene sulfonate, akan tetapi biosurfaktan lebih rendah tingkat toksisitasnya, mudah
terurai secara biologi, lebih efektif pada suhu, pH dan kadar garam yang berlebihan, dan lebih mudah
disintesis sehingga tidak terlalu merusak perairan seperti sungai dan lingkungan sekitar. Disamping itu,
sifat aktif permukaan yang dimilikinya berbeda dengan surfaktan yang disintesis secara kimia.
Biosurfaktan mempunyai banyak struktur. Sebagian besar adalah lemak, yang memiliki ciri struktur
surfaktan amfifil. Bagian lipofil dari lemak hampir selalu gugus hidrokarbon dari satu atau lebih asam
lemak jenuh atau tak jenuh dan mengandung struktur siklik atau gugus hidroksi. Sebagian besar
biosurfaktan bermuatan netral atau negatif. Pada biosurfaktan anionik, muatan itu disebabkan oleh
karboksilat dan fosfat atau kelompok sulfat. Sedangkan ABS sangat tidak menguntungkan karena
ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan adanya rantai bercabang pada
strukturnya. Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang
terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa [5]. Deterjen ini lolos lewat instalasi pengolahan
limbah tanpa berubah, sehingga menyebabkan sungai berbusa, dan bahkan menyebabkan air PAM juga
berbusa.

SIMPULAN
Semakin kecil ukuran partikel sabut kelapa, maka kadar surfaktan yang dihasilkan semakin tinggi.
Kadar surfaktan paling tinggi sebesar 0,5988 ppm dengan ukuran sabut kelapa 200 mesh. Semakin tinggi
konsentrasi larutan pemasak NaHSO3 maka kadar lignosulfonat yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Kadar surfaktan paling tinggi dengan nilai absorbansi 0,5510 nm dengan konsentrasi larutan pemasak
NaHSO3 65%. Pada perbandingan ukuran kulit pinang 200 mesh dengan konsentrasi larutan NaHSO 3
65% didapat densitas surfaktan natrium lignosulfonat paling tinggi sebesar 1,3 gr/mL. Surfaktan natrium
lignosulfonat (NaLS) dari sabut kelapa memiliki karakteristik yang hampir sama dengan standar
Surfaktan Sintetis alkyl benzene sulfonate (ABS) yang dijual dipasaran (SNI-M-45-1990-0 balai riset dan
standarisasi industri: Palembang). Dengan kriteria sebagai berikut:Berbau sulfur dan agak asam, Warna
kecoklatan, pH 4, Larut sempurna dalam air.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Rajan, A., Kurup, G.J., Abraham, TE, “Biosoftening Of Arecanut fiber For Value Added
Product”, Elsevier B.V. Bioactive Polymer Engineering Section,India,2005.
[2] Heradewi, "Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS)”. Skripsi. F, Teknologi Pertanian –IPB, Bogor,2007.
[3] Hendra dan Putra, “Optimasi Konsentrasi NaHSO3 dan Ukuran Sabut Kelapa Pada Pembuatan
Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS)”,ITM, Medan,2017.
[4] Trivita, anna, furi,”Pengaruh perbedaan ukuran partikel dari ampas tebu dan Konsentrasi natrium
bisulfit(NaHSO3) pada pembuatan surfaktan”Bogor,2009.
[5] Achmad, R,” Kimia Lingkungan”, Edisi 1,Yogyakarta, Andi Offset, hlm. 15-16, 2004.

50 Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life

Anda mungkin juga menyukai