Anda di halaman 1dari 7

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT MENGGUNAKAN LIMBAH

DAUN NANAS SEBAGAI BAHAN UTAMA UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT


Ulfiana Puteri Al Masri 1), Liona Margarita Siahaan2),Geo Rayfandy3)
Program Studi Teknik Kimia S1, Fakultas Teknik, Universitas Riau

1
ulfianaputeri29@gmail.com
2
lionamargarita_120195@gmail.com
3
georayfandy@gmail.com

Abstrak

Membran merupakan fase permeable atau semipermeable yang pada umumnya berupa padatan
polimer tipis yang dapat menahan pergerakan bahan tertentu. Teknologi membran merupakan salah
satu teknologi yang dapat dikembangkan untuk mendukung pengolahan air bersih di Indonesia
khususnya untuk pengolahan air gambut. Membran dapat dibuat dari bahan polimer seperti selulosa
asetat. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat membran selulosa asetat dengan memanfaatkan
selulosa dari limbah daun nanas sebagai bahan baku utama pembuatan membran, serta menguji
karakteristik membran yang dihasilkan. Variabel tetap pada penelitian ini berupa komposisi zat kimia
yang digunakan, waktu pengadukan, waktu pendiaman, suhu dan waktu annealling, sedangkan
variabel berubah berupa waktu penguapan pelarut (15 detik, 30 detik, 45 detik). Penelitian diawali
dengan pengambilan serat dari limbah daun nanas, proses bleaching, proses asetilasi, pembuatan
membran selulosa asetat, serta menguji membran yang dihasilkan. Limbah daun nanas dipilih
sebagai bahan baku utama karena daun nanas mengandung selulosa yang tinggi sebesar 69,5-71,5%.
Hal ini menjadikan daun nanas cukup potensial untuk dijadikan bahan baku pembuatan membran
selulosa asetat. Hasil yang membran yang diperoleh memiliki kuat tarik sebesar 1,2-2,16 Mpa, pori
sebesar 50-70 nm, fluks sebesar 13-30 L/m2jam, serta nilai rejeksi 48-90% terhadap warna dan
66-98% terhadap zat organik.

Kata kunci : Membran, Nanas, Selulosa Asetat, Air Gambut

1. PENDAHULUAN
Tanaman nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu tanaman yang banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia terutama di daerah Sumatera, salah satunya Riau.
Kabupaten Kampar merupakan salah satu daerah pertanian di Riau yang memiliki potensi
besar untuk pengembangan perkebunan nanas. Berdasar-kan data dari Informasi Komoditas
Hortikultura No. 04/03/I, 25 Maret 2013, pada tahun 2011 Kabupaten Kampar menghasilkan
nanas sebanyak 6.173 ton. Umumnya tanaman nanas hanya dimanfaatkan buahnya saja,
sedangkan bagian lainnya belum banyak digunakan. Setiap kali panen, limbah terbesar
dihasilkan oleh daunnya yaitu sebesar 90%, dimana daun nanas mengandung selulosa yang
tinggi dengan lignin yang sangat kecil, yaitu 69,5-71,5% selulosa dan 4,4-4,7% lignin [3].
Hal ini menjadikan daun nanas cukup potensial untuk dijadikan bahan baku pembuatan
membran selulosa asetat.
Kebutuhan air bersih akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Penyebab utama kekurangan air bersih bukanlah sumber daya air yang minim, namun karena
pengelolaan air yang tidak tepat. Salah satu sumber air melimpah yang tidak digunakan

1
secara efektif di Riau adalah air gambut. Teknologi membran merupakan salah satu teknologi
yang dapat dikembangkan untuk mendukung pengolahan air bersih di Indonesia khususnya
untuk pengolahan air gambut di daerah Kabupaten Kampar, Riau. Perkembangan teknologi
membran mengalami kemajuan yang sangat pesat karena memiliki banyak keunggulan
dibandingkan metode pemisahan lainya [2].
Membran dapat dibuat dari bahan polimer (organik dan anorganik). Salah satu polimer
organik yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan membran adalah selulosa
asetat. Selulosa asetat memiliki kelebihan yaitu ekonomis, mudah dikelola, bersifat hidrofilik,
dapat merejeksi garam yang tinggi, serta merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui
[1]. Di samping itu, bahan baku utama dari membran selu-losa asetat yaitu selulosa
ketersediaannya melimpah di Riau.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Tahapan Penelitian
2.1.1 Proses Pengambilan dan Bleaching Serat Daun Nanas
Pada proses ini, diawali dengan membersihkan daun dari durinya serta diambil
seratnya dengan bantuan alat dekortikator. Lalu dilakukan penggerusan dengan menggunakan
potongan kaca tumpul untuk menyempurnakan hasil serat yang diinginkan. Kemudian serat
dicuci bersih dan di jemur dibawah sinar matahari ± 3 hari. Lalu dilakukan proses bleaching
dilakukan untuk meningkatkan kemurnian selulosa yang telah didapatkan, serta
menghilangkan zat-zat warna yang tidak diinginkan. Bleaching dilakukan 1 kali, dimana
digunakan larutan H2O2 15% sebanyak 300 ml, dengan waktu reaksi selama 30 menit pada
suhu 80°C.
2.1.2 Proses Asetilasi Selulosa Daun Nanas
Sebanyak 10 gram serat daun nanas ditambahkan asam asetat glasial 24 mL sambil
diaduk pada suhu 40˚C selama 1 jam. Lalu ditambahkan campuran asam sulfat pekat 0,1 mL
dan asam asetat glasial 60 mL, dan diaduk selama 45 menit. Kemudian campuran
didinginkan hingga mencapai suhu 18˚C dan ditambahkan asetat anhidrida sebanyak 27 mL
yang sudah didinginkan sampai suhu 15˚C. Selanjutnya ke dalam campuran ditambahkan
asam sulfat pekat 1 mL dan asam asetat glasial 60 mL diaduk dengan waktu asetilasi 3 jam
pada suhu 40˚C. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan asam asetat 67% (v/v) sebanyak
30 mL tetes demi tetes selama 2 jam pada suhu 40˚C dan diaduk lagi dengan melakukan
waktu hidrolisis 15 jam pada suhu kamar [7].
2.1.3 Proses Pembuatan Membran Selulosa Asetat
Pembuatan membran selulosa asetat pada penelitian ini menggunakan metode inversi
fasa. Selulosa asetat, formamide, dan aseton dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL lalu
diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah homogen, pengadukan dihentikan dan larutan
casting didiamkan selama 24 jam guna menghilangkan gelembung-gelembung udara yang
terdapat dalam larutan casting. Komposisi selulosa asetat, formamida, dan aseton yang
digunakan yaitu 16%, 27%, dan 57%.
Larutan casting dicetak di atas plat kaca yang dipinggirnya telah diberi selotip.
Larutan casting dituang, diratakan, dan didiamkan di udara terbuka sesuai variabel penelitian

2
untuk menguapkan sebagian pelarut. Selanjutnya membran didiamkan selama 1 hari dalam
akuades, lalu dialiri air selama 2 jam untuk menghilangkan kelebihan pelarut. Lalu dilakukan
proses anealling pada membran dengan suhu 70˚C selama 15 detik, kemudian disimpan
dalam larutan Natrium azida 0,1% [8].

2.1.4 Analisa Hasil


1. Fourier Transform Infrared (FTIR)
Pengamatan terhadap gugus fungsional dilakukan menggunakan uji fourier transform
infrared (FTIR). Uji ini bertujuan untuk mengkonfirmasi keberadaan pelarut dalam membran.
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Uji SEM berfungsi untuk mengetahui morfologi dari membran yang dihasilkan.
Morfologi merupakan bentuk atau keadaan permukaan suatu material. Hasil uji SEM dapat
menunjukkan ukuran dan bentuk pori pada sampel.
3. Uji Tarik
Membran yang berkualitas tinggi ialah membran dengan sifat mekanik yang tinggi.
Pengukuran sifat mekanik membran dilakukan dengan uji tarik.
4. Nilai Permeabilitas Membran
Untuk mengukur permeabilitas membran dihitung dengan perbandingan volume
permeat per satuan luas membran per satuan waktu. Nilai ini juga dipengaruhi oleh pori yang
terdapat pada membran.
5. Uji Parameter Air
Pada uji ini, dilakukan pengujian terhadap air gambut sebelum melalui membran dan
sesudah melalui membran. Adapun parameter yang diuji ialah pH, zat organik, dan warna.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Produk dari penelitian ini berupa membran selulosa asetat dengan waktu penguapan
yang berbeda. Membran dengan waktu penguapan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar
4.1 berikut.

Gambar 4.1 Membran selulosa asetat dengan waktu penguapan (a) 15 detik,
(b) 30 detik, dan (c) 45 detik
Pengukuran sifat mekanik dilakukan untuk melihat kualitas membran. Pengukuran
sifat mekanik membran dilakukan dengan uji tarik. Hasil uji tarik dapat ditentukan dengan
nilai kuat tarik, elongasi, dan modulus young yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Hasil pengujian sifat mekanis membran
Tarik (Mpa) Elongasi dulus Young (Mpa)
Jenis Membran
(%)

3
Selulosa asetat -15s 1,2 16,3 7,5
Selulosa asetat -30s 1,6 13,6 12,1
Selulosa asetat -45s 2,16 12,98 16,7
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa waktu penguapan mempengaruhi kekuatan
mekanik pada membran. Semakin lama waktu penguapan maka interaksi antara
molekul-molekulnya semakin kuat. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penguapan
pelarut dapat menghasilkan membran dengan pori yang rapat karena ketika pelarut diuapkan,
larutan polimer yang masih berbentuk cair bergerak mengisi pori sehingga menghasilkan pori
yang lebih rapat. Pori yang semakin rapat akan meningkatkan kuat tarik membran.
Analisa membran selulosa asetat menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pelarut atau zat aditif yang terikat atau terjebak dalam membran. Adanya ikatan
yang baru antara membran dengan pelarut serta aditif atau dengan salah satunya akan
menghasilkan perubahan puncak-puncak serapan. Adapun struktur ikatan yang terbentuk dari
membran selulosa asetat pada berbagai variasi waktu penguapan dapat dilihat pada Gambar
4.2 berikut.

Gambar 4.2 Hasil uji FTIR pada membran dengan waktu penguapan (a) 15 detik,
(b) 30 detik, dan (c) 45 detik
Pada Gambar 4.2 menunjukkan pola FTIR pada sampel membran selulosa asetat yang
dengan berbagai waktu penguapan. Apabila terdapat aseton yang terjebak, memberikan
-1
puncak serapan karbonil pada panjang gelombang sekitar 1710 cm . Hasil uji FTIR pada
Gambar 4.2 menunjukan tidak ada pelarut yang terjebak.
Karakterisasi SEM pada membran bertujuan untuk mengetahui bentuk morfologi dan
bentuk pori pada membran yang dihasilkan. Hasil analisa SEM dapat dilihat pada Gambar 4.3
berikut.

Gambar 4.3 Hasil uji SEM pada membran dengan waktu penguapan (a) 15 detik,

4
(b) 30 detik, dan (c) 45 detik
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa permukaan atas (lapisan aktif) membran
selulosa asetat mempunyai ukuran pori yang kecil. Hal ini dikarenakan ketika cetakan larutan
casting didiamkan di udara terbuka, pelarut pada lapisan atas membran mengalami difusi ke
atmosfir, sehingga lapisan atas akan kekurangan pelarut. Semakin lama waktu penguapan
membuat lapisan atas membran semakin rapat dan porinya semakin kecil. Adapun pori-pori
yang terbentuk memiliki ukuran 50-70 nm. Berdasarkan penelitian sebelumnya dengan
menggunakan selulosa asetat, aseton dan PEG dengan variasi waktu penguapan 5, 10 dan 15
detik. Hasil yang diperoleh adalah pada waktu penguapan 15 detik menghasilkan pori yang
lebih kecil dibandingkan waktu penguapan 5 dan 10 detik [4]. Hasil ini sesuai dengan
penelitian ini yang menunjukkan bahwa waktu penguapan yang semakin lama menghasilkan
ukuran pori yang lebih kecil.
Hasil uji terhadap air gambut sebelum pengolahan menggunakan membran dan
setelah menggunakan membran dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Hasil pengujian terhadap air gambut sebagai sampel
Parameter Satuan Kadar
Warna Pt/Co 385
pH 4,5
Zat organik mg/lt 650
(Sumber: Dinas PU dan Tata Ruang Pengujian Material dan Bahan Konstruksi, 2018)
Tabel 4.3 Hasil pengujian terhadap air gambut setelah diolah menggunakan membran
Parameter
Metode Z
Kode
o W p at
Sampel
. Pengujian arna H organi
k
Selulosa 2 22
5
asetat -15s 00 0
Tanpa
Selulosa 1 5 16
Pretreatmen
. asetat -30s 10 ,8 5
t
Selulosa 9 10
6
asetat -45s 8,5 0
Selulosa 7 6 30
asetat -15s 0 ,8
Dengan
Selulosa 5 10
Pretreat 7
. asetat -30s 0
ment
Selulosa 3 7 7
asetat -45s 8 ,2
(Sumber: Dinas PU dan Tata Ruang Pengujian Material dan Bahan Konstruksi, 2018)
Data hasil analisa pengujian air gambut awal dan setelah melalui membran
menunjukkan terjadi penurunan nilai parameter dari air gambut berupa warna, pH, dan zat
organik. Penurunan yang terjadi menunjukkan bahwa kinerja membran cukup baik.
Permeabilitas dari membran dapat diperoleh melalui pengukuran nilai fluks air. Fluks
ini merupakan salah satu parameter yang menentukan kinerja membran. Penentuan fluks air

5
diperoleh dengan mengukur banyaknya volume air yang melewati tiap satuan luas permukaan
membran persatuan waktu. Hubungan fluks dengan variasi waktu penguapan dapat dilihat
pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hubungan fluks dengan variasi waktu penguapan


Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa fluks air paling rendah pada membran dengan
variasi waktu penguapan 45 detik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin lama waktu
penguapan pelarut yang diberikan dapat mempengaruhi terbentuknya pori membran. Pori
membran akan semakin kecil atau semakin rapat sehingga dapat menurunkan nilai fluks.
Pada analisa awal adalah mengukur warna pada umpan dan permeat sehingga dapat
diketahui tingkat rejeksi warna dari ketiga jenis membran dengan sampel air gambut. Nilai
rejeksi membran dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Pengaruh waktu penguapan terhadap nilai rejeksi membran


Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penguapan maka nilai
rejeksi yang dihasilkan semakin tinggi, hasil rejeksi terbesar pada waktu penguapan 45 detik.
Semakin lama waktu penguapan akan menghasilkan nilai fluks yang lebih kecil dan nilai
rejeksi yang semakin besar [4]. Waktu penguapan yang semakin lama akan menghasilkan
membran dengan ukuran pori yang kecil dan lapisan atas membran semakin padat. Sehingga
hanya molekul yang ukurannya lebih kecil dari pori yang dapat melewati membran.

4. KESIMPULAN
Selulosa asetat dapat disintesis dari limbah daun nanas. Membran selulosa asetat dapat
disintesis dengan bahan utama selulosa asetat yang berasal dari limbah daun nanas.
Semakin besar waktu penguapan maka semakin kecil ukuran pori yang menyebabkan nilai
fluks semakin kecil dan rejeksi semakin besar. Membran yang dihasilkan memiliki kuat

6
tarik sebesar 1,2-2,16 Mpa, pori sebesar 50-70 nm, fluks sebesar 13-30 L/m2jam, serta nilai
rejeksi 48-90% terhadap warna dan 66-98% terhadap zat organik.

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Republik Indonesia untuk dukungan finansial selama
pelaksanaan penelitian ini.

6. REFERENSI
[1]. Anwar, K. 2006. Variasi Komposisi Casting dalam Metode Inversi Fase Proses
Membran Selulosa Triasetat.
[2]. Ciptaraharja, I., & Praptowidodo, V. S. 2006. Membran Nanofiltrasi untuk
Penghilangan Ion Valensi Tinggi Dan Senyawa Organik Dari Sumber Air Salinitas
Tinggi. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 5(3), 478-489.
[3]. Jayanudin, J. 2009. Pemutihan Daun Nanas Menggunakan Hidrogen
Peroksida. Jurnal Rekayasa Proses, 3(1), 10-14.
[4]. Kusworo, T. D., Budiyono, D. Ikhsan, N. Rokhati, A. Prasetyaningrum, F. R.
Mutiara dan N. R. Sofiana. 2017. Effect of Combination Dope Composition and
Evaporation Time on the Separation Performance of Cellulose Acetat Membrane
for Demak Brackish Water Treatment. MATEC Web of Conferences 101:01004.
[5]. Menteri Kesehatan. 2017. Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar
Baku Mutu Kresehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air.
[6]. Mulder M. 1996. Basic and Principles Of Membrane Technology. London: Kluwer.
[7]. Muliawati, E. C. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Membran Nanofiltrasi untuk
Pengolahan Air. Semarang. Magister Teknik Kimia-UNDIP.
[8]. Pinem, J. A., Bahri, S., Saputra, E., & Anita, S. 2016. Pengolahan Air Sungai
Menggunakan Teknologi Membran: Pengaruh Membran Selulosa Asetat Terhadap
Kualitas Air Olahan Sungai Siak.
[9]. Prasetiyo, K. W. 2014. Karakterisasi Bionanokomposit Serat Daun Nanas sebagai
Bahan Plastik Kemasan Makanan.
[10]. Rakhmat, F dan H. Fitri. 2007. Budidaya dan Pasca Panen Nanas. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Timur. 21 hal.
[11]. Scott, K., & Hughes, R. Industrial membrane separation technology.
1996. London: Blackie Academic & Professional. xiii.
[12]. Sutapa I. 2003. Efisiensi Alum Sulfat Sebagai Koagulan dalam Proses Produksi Air
Bersih. Jakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia.

Anda mungkin juga menyukai