ABSTRAK
Kabupaten Rokan Hulu terkenal dengan wisata religinya dengan dibangunnya masjid Islamic
Center Madani yang setiap minggu dikunjungi oleh ribuan pengunjung dari berbagai daerah.
Untuk menunjang ciri khas daerah wisata religi ini direncanakan untuk membudidayakan
tanaman kurma yang diinspirasi oleh Kitab Suci al-Qur’an untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat Desa Babussalam. Terkait dengan introduksi tanaman kurma
yang relatif baru di Indonesia, diperlukan sosialisasi dan penyuluhan tentang potensi tamanan
kurma dan konsep peraturan desa yang terkait yang sejalan dengan konsep green constitution.
Penyuluhan ini bertujuan memberikan pembinaan kepada masyarakat Desa Babussalam
Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu sebagai Desa yang memiiki program budidaya
tanaman kurma melalui peraturan desa dan meningkatkan taraf hidup masyarakat desa
babussalam sekaligus sebagai desa percontohan budidaya kurma. Berdasarkan lima indikator
(peningkatan pengetahuan peserta, keaktifan peserta, kesesuaian materi pelatihan dengan
kebutuhan peserta, adanya faktor dampak implementasi kegiatan ke depan dan tingkat
partisipasi berdasarkan jumlah peserta), kegiatan ini dinilai berhasil dan dapat meningkatkan
pengetahuan, motivasi dan kesiapan masyarakat dan perangkat Desa Babussalam dalam
mengimplementasikan bididaya tanaman kurma sebagai trade mark kabupaten Rokan Hulu
sebagai daerah tujuan wisata religi ke depan.
Kata kunci: kurma, budidaya, green constitution
PENDAHULUAN
Di Indonesia sebagian besar rakyat hidup pada sektor pertanian dan sektor ini masih
memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian Negara, maka pemberdayaan ekonomi
rakyat juga berarti membangun ekonomi pertanian dengan lebih baik. Lebih lanjut
diungkapkan Suryono (2007), dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan,
sector pertanian harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan kokoh,
sehingga di pedesaan dapat tercapai swasembada berbagai produk pertanian, terutama
pangan, sebelum memasuki era perindustrian. Lebih khususnya, ketahanan pangan local
harus tercapai lebih dahulu dan pertanian harus mendapatkan prioritas utama.(Syahza 2016).
Lebih lanjut diungkapkan oleh Basri (2007), pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus
mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya
mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya
sulit diterapkan mekanisme pasar. Masyarakat desa jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak
punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih. Pembangunan
pedesaan yang efektif tidak saja akan mewujudkan pembagian kekayaan dan pendapatan
yang merata, tetapi juga merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang pesat karena berhasil
mendorong berkembangnya industrialisasi. Dengan kata lain, kesejahteraan masyarakat akan
meningkat kalau kesejahteraan sudah tercapai, pasti kepentingan lain akan lebih mudah lagi
dicapai (Syahza 2016).
Saat ini telah muncul sejumlah terminologi dan konsep dalam berbagai bidang yang terkait
dengan kesadaran lingkungan hidup. Ada terminologi dan konsep yang disebut green
economy, green technology, green entrepreneurship, green innovation, green marketing,
green building, green architecture, green city, green mining, green party, green politics, dan
lain-lain. Semua terminologi dan konsep ini pada intinya menekankan pentingnya
mengadopsi aspek lingkungan hidup (green) dalam bidang-bidang tersebut.
Namun, ada satu terminologi dan konsep tentang green yang kini tampaknya masih belum
terdiseminasi dan dipahami secara luas, yaitu green constitution (konstitusi hijau).
Terminologi dan konsep green constitution merupakan fenomena baru di kalangan praktisi
dan akademidi yang menggeluti tentang isu lingkungan, termasuk di kalangan para ahli
hukum dan konstitusi. Adalah Profesor Jimly Asshiddiqie yang mencoba mengakrabkan
publik Indonesia dengan terminologi dan konsep green constitution tersebut, terutama
melalui bukunya yang berjudul Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Asshidiqie:2010)
Pada prinsipnya, green constitution melakukan konstitusionalisasi norma hukum lingkungan
ke dalam konstitusi melalui menaikkan derajat norma perlindungan lingkungan hidup ke
tingkat konstitusi. Dengan demikian, pentingnya prinsip pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup menjadi memiliki
pijakan yang kuat dalam peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, green constitution
kemudian mengintrodusir terminologi dan konsep yang disebut dengan ekokrasi (ecocracy)
yang menekankan pentingnya kedaulatan lingkungan.
Dalam konteks Indonesia, green constitution dan ecocracy tercermin dalam gagasan tentang
kekuasaan dan hak asasi manusia serta konsep demokrasi ekonomi sebagaimana ditegaskan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 28H Ayat (1) dan
pasal 33 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan basis konstitusional bagi
green constitution. Dengan demikian, norma perlindungan lingkungan hidup di Indonesia
sebetulnya kini telah memiliki pijakan yang semakin kuat. Namun, masih belum banyak
pembuat kebijakan publik maupun masyarakat luas di Tanah Air yang mengetahui dan
memahami tentang hal yang penting ini. Itulah sebabnya diperlukan program untuk
menyebarluaskan pengetahuan pemahaman tentang green constitution dan ecocracy tersebut.
Program Green Constitution ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Terkait dengan kebijakan eknomi dan lingkungan, ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 yang
sebelumnya hanya berisi empat butir ketentuan dengan rumusan yang samar-samar dan
bersifat ‘multi-interpretasi’ sejak Perubahan Keempat 2002, Pasal 33 itu dilengkapi menjadi
terdiri atas 5 ayat, dan Pasal 34 menjadi terdiri atas 4 ayat, sehingga seluruhnya menjadi 9
butir ketentuan. Kesembilan norma konstitusi tersebut ditambah lagi dengan ketentuan yang
terkait dengan hak asasi manusia Pasal 28H ayat (1) menjadi sepuluh norma dasar yang
menyebabkan UUD 1945 benar-benar harus dipandang sebagai konstitusi perekonomian, di
samping konstitusi politik. Karena itu, UUD 1945 dewasa ini telah makin tegas
mempermaklumkan diri sebagai konstitusi ekonomi (economic constitution, the constitution
of economic policy), di samping sebgai konstitusi politik (political constitution).
Sebagaimana diakui dalam Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945. Sebagai konsekuensi
tauhid, yaitu keimangan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka setiap
manusia Indonesia dipahami sebagai Khalifah Tuhan di atas muka bimu yang diberi
kekuasaan untuk mengolah dan mengelola alam kehidupan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran bersama berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efifiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Memang berkembang kelompok pendapat yang berusaha menafsirkan ketentuan Pasal 33
UUD 1945 menurut alur pikirannya sendiri, seolah-olah adanya Pasal 33 itu tidak
mempunyai makna sama sekali. Pasal 33 ditafsirkan seolah tidak menolak ekonomi pasar
liberal asal tujuan akhirnya untuk sebesar-besar kemakmuran. Pengertian demian itu tentu
sama saja jika Pasal 33 itu dihapuskan sama sekali dari rumusan UUD 1945.
Dengan menempatkannya sebagai norma-norma konstitusi, maka ketentuan-ketentuan
konstitusional perekonomian itu mempunyai kedudukan yang dapat memaksa untuk dipakai
sebagai standar rujukan dalam semua kebijakan ekonomi.[28] Dengan perkataan lain,
ekonomi memperhitungkan, politik memutuskan, tetapi hukumlah yang akhirnya
menentukan.
Rokan Hulu terkenal dengan wisata religinya yaitu wisata masjid Islamic Senter Madani yang
setiap minggu dikunjungi oleh ribuan pengunjung dari berbagai daerah, ini juga merupakan
situasi yang dapat dianalisis, karena dengan demikian menunjukkan tingginya wisata yang
datang ke Rokan Hulu, hal ini menjadi pemicu juga bagi kepala desa terpilih desa
Babussalam untuk membudidayakan kurma sebagai pengembangan wisata religi Islamic
senter tersebut. Kurma dapat diolah menjadi berbagai makanan yang dapat dijadikan oeh-oleh
bagi pengunjung wisata di Rokan Hulu. Ini adalah peluang yang menjanjikan bagi
masyarakat desa babussalam. Jika bisa dikelola dengan baik dan diproteksi dengan peraturan
desa yang baik pula.
Bupati Rokan hulu periode Tahun 2011-2016, Drs H Achmad, M.Si, menyatakan optimis
tanaman kurma akan menjadi alternatif yang menjanjikan sebagai pengganti tanaman kelapa
sawit dan karet. Optimis Bupati Achmad, bisa berkembangnya tanaman kurma di Kabupaten
Rohul karena karakteristik tanah dan suhu di Rohul sama dengan di Thailand, yang kini
pengembangan tanaman kurma sudah berhasil di Negara Gajah Putih tersebut. Bukan saja
karena suhu, tanah dan karakteristik iklim sama di Thailand, namun Rokan Hulu pada saat
kepemimpinan Drs H Achmad,M.Si sudah bekerjasama dengan pemilik perkebunan Kurma
terbesar di Negara Thailand, Mr Sak Lamjuan (Gambar 1), yang sudah berhasil
mengembangkan tanaman kurma di negaranya dan melakukan penelitian selama 18 tahun.
Bibit kurma asal Thailand dapat dilihat pada Gambar 2. Maka dalam rangka pemberdayaan
masyarakat Desa Babussalam Kabupaten Rokan Hulu dilakukan kegiatan pengabdian tentang
budidaya Tanaman Kurma dan Peraturan Desa yang berbasis Green Constitution.
SIMPULAN
Kegiatan sosialisasi penyuluhan dan pelatihan budidaya tanaman kurma dan konsep Green
Constitution telah berhasil dilaksanakan. Hal ini terlihat dari lima indikator yaitu peningkatan
pengetahuan peserta, keaktifan peserta selama berlangsungnya kegiatan, jumlah peserta,
kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan peserta tentang solusi pendapatan alternatif,
adanya faktor dampak dalam menyiapkan perangkat dan masyarakat desa Babussalam dalam
mengimplementasikan usaha budidaya tanaman kurma sebagai trade mark pendukung
wilayah Rokan Hulu sebagai daerah wisata yang islami dan religius ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Almasdy Syahza, 2012, Ekonomi Pembangunan, Teori dan Kajian Empirik Pembangunan
Pedesaan (edisi Revisi), Unri Press: Pekanbaru.
Eckersley, Robert, Environmentism and Political Theory, (State University of New York
Press, Albany, 1992).
Friedman, Thomas L., Hot, Flat, and Crowded: Why We Need Green Revolution, (PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009).
Gidden, Anthony, Beyond Left and Right: the Future of Radical Politics (Stanford University
Press, Stanford, 1994).
.
Jimly Asshiddiqie.2009. Green Constitution (Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Maret Priyanta. 2010. Jurnal Konstitusi : Penerapan Konsep Konstitusi Hijau (Green
Constitution) di Indonesia sebagai Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mahkaman Konstitusi.
Lafferty, William M. and Meadowcroft, James, Democracy and the Environment: Problems
and Prospects, (Edward Elgar Publishing Limited, UK, 1996).
Majda El Muhtaj, Dimensi-dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, (PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009).
Mas Achmad Santosa, Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup, dalam ICEL Staff
Articles, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Jakarta.
Masyhur Effendi, Prinsip-prinsip Dasar HAM dan Hukum Lingkungan Hidup, (FH
Universitas Brawijaya, Malang, 1986).
Masyhur Effendi dan Taufani Sukmana Evandri, HAM Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis,
Sosial, Politik (Hukum Hak Asasi Manusia) Dalam Masyarakat, (Ghalia Indonesia,
Bogor, 2007).
Miller, Norman, Environmental Politics: Interest Groups, the Media, and the Making of
Policy, (Lewis Publishers, United States of America, 2002).