Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Percobaan yang berjudul “Pembuatan Membran Kitosan PVA”, bertujuan untuk:


membuat membran kitosan PVA dan mengetahui nilai permeabilitas membran kitosan PVA.
Dimana pada saat ini, membran menjadi alternatif teknologi yang sangat baik digunakan sebagai
metode pengolahan limbah, sehingga teknik pembuatan membran sendiri menjadi suatu hal yang
menarik untuk dipelajari.
Dalam aplikasinya untuk proses pemisahan, pemurnian dan pemekatan, teknologi
membran mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan metoda pemisahan yang konvensional,
di antaranya proses dapat dilakukan secara kontinyu, tidak memerlukan zat kimia tambahan,
konsumsi energi rendah, pemisahan dapat dilakukan pada kondisi yang mudah diciptakan, dapat
dilangsungkan pada temperature rendah sehingga dapat digunakan untuk pemisahan senyawa
yang tidak tahan temperatur tinggi, mudah dalam scale up, tidak membutuhkan kondisi yang
ekstrim (pH dan temperatur), material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan
pemakaiannya dan mudah dikombinasikan dengan proses pemisahan lainnya. Salah satunya
adalah membran kitosan yang paling sering digunakan sebagai teknologi pengolahan limbah
karena pembuatannya yang mudah dan bahan-bahan pembuatan yang terjangkau. Prinsip dasar
yang terjadi pada teknologi pengolahan limbah menggunakan membran adalah filtrasi. Dimana
filtrasi merupakan metode pemisahan dua atau lebih campuran berdasarkan perbedaan ukuran
dan bentuk.
Proses pemisahan dengan menggunakan media membran dapat terjadi karena membran
mempunyai sifat selektifitas yaitu kemampuan untuk memisahkan suatu partikel dari
campurannya. Hal ini dikarenakan partikel memiliki ukuran lebih besar dari pori membran.
Upstream merupakan sisi umpan terdiri dari bermacam-macam molekul (komponen)
yang akan dipisahkan, sedangkan downstream adalah sisi permeat yang merupakan hasil
pemisahan. Pemisahan terjadi karena adanya gaya dorong (driving force) sehingga molekul-
molekul berdifusi melalui membran yang disebabkan adanya perbedaan tekanan (∆P), perbedaan
konsentrasi (∆C), perbedaan energi (∆E), perbedaan temperature (∆T). Faktor-faktor yang
berpengaruh dalam proses pemisahan dengan membran meliputi : a. Interaksi membran dengan
larutan b. Tekanan c. Temperature , dan d. Konsentrasi polarisasi. Dalam penggunaannya,
pemilihan membran didasarkan kepada sifat-sifat sebagai berikut : a. Stabil terhadap perubahan
temperatur b. Mempunyai daya tahan terhadap bahan-bahan kimia c. Kemudahan untuk
mendeteksi kebocoran d. Kemudahan proses penggantian e. Efisiensi pemisahan (Mulder, M
1995).
Prinsip proses pemisahan dengan membran adalah pemanfaatan sifat membran, di mana
dalam kondisi yang identik, jenis molekul tertentu akan berpindah dari satu fasa fluida ke fasa
lainnya di sisi lain membran dalam kecepatan yang berbeda-beda, sehingga membran bertindak
sebagai filter yang sangat spesifik, di mana satu jenis molekul akan mengalir melalui membran,
sedangkan jenis molekul yang berbeda akan “tertangkap” oleh membrane . Driving force yang
memungkinkan molekul untuk menembus membran antara lain adanya perbedaan suhu, tekanan
atau konsentrasi fluida. Driving force ini dapat dipicu antara lain dengan penerapan tekanan
tinggi, atau pemberian tegangan listrik
Membran kitosan termodifikasi dengan PVA (Polivinil Alcohol) dan PEG (Poly
Ethylene Glicol) telah terbukti efektif dalam pengolahan limbah industri. Walaupun pemanfaatan
PVA dan PEG dalam pembuatan membran sudah biasa dilakukan, tetapi perlu dilakukan
peningkatan kualitas membran dengan cara optimasi proses pembuatan membran seperti
menentukan rasio komposisi dan kecepatan pengadukan (Wahyuni, Siswanto, & Putra, 2017).
Prosedur pembuatan membran kitosan adalah menyiapkan 3 gram padatan PVA berupa
butitan-butiran berwarna putih dilarutkan dalam 100 ml aquades tidak berwarna. Kemudian
distirer selama 2 jam sampai homogen. Setelah distirer larutan menjadi homogen dan berwarna
putih. Tujuan dilakuan stirer adalah untu membantu proses pengadukan agar PVA lebih mudah
laru dalam aquades. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan 3 gram kitosan berupa serbuk
berwarna kuning dilarutkan ke dalam 100 ml larutan CH3COOH 1% tidak berwarna. Larutan
CH3COOH 1% digunakan sebagai pelarut karena gugus karboksil dalam asam asetat
mempermudah pelarutan kitosan dalam air. Hal ini disebabkan oleh terjadinya interaksi hidrogen
antara gugus karboksil dari asam asetat dengan gugus amina asam kitosan. Kitosan dilarutkan
kedalam asam asetat terjadi reaksi protonasi yang menghasilkan garam amina pada gugus
kitosan yaitu:
R- NH2 + CH3COOH  R NH3+ CH3COOH
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan stirrer selama 2 jam, Setelah distirer selama 2 jam
larutan menjadi homogen berwarna kuning. Alasan pelarutan PVA dan kitosan dilakukan stirer
selama 2 jam adalah agar PVA maupn kitosan tepat larut. kemudian larutan PVA dan kitosan
dicampur dalam satu wadah dan ditambahkan 2,5 gram padatan PEG berupa butiran-butiran
berwarna putih. Kemudian distirer selama 3 jam agar larutan PVA, larutan kitosan dan padatan
PEG menjad suatu larutan yang homogen. Setelah distirer selama 3 jam, larutan berubah warna
menjadi kuning. Kemudian dicetak ke daam 5 gelas kimia dengan volume larutan berturut-turut
adalah 60 ml, 70 ml, 80 ml, 90 ml, dan 100 ml. Larutan membran yang telah dicetak diangin-
anginkan di bawah sinar matahari sampai kering. Pada hari ketiga ketika dilakukan pengamatan,
larutan membran volume 60 ml pada bagian permukaan terbentuk kristal-kristal (++), volume 70
ml terbentuk kristal (+), sedangkan pada volume 80 ml, 90 ml dan 100 ml belum terlihat adanya
kristal yang terbentuk. Kemudian pada pengamatan ke 2 minggu, larutan membran volume 60 ml
sudah kering merata dan menyusut, volume 70 ml sudah kering tetapi penyusutannya masih
sedikit, volume 80, 90, dan 100 ml juga sudah kering, tetapi masih terdapat beberapa bagian
yang belum kering. Dari pengamatan yang dilakukan selama berkali-kali dapat disimpulkan
tingkat kecepatan pengeringan dari yang paling cepat sampai yang paling lambat adalah sebagai
berikut: larutan membran volume 60 ml > 70 ml > 80 ml > 90 ml> 100 ml.
Selanjutnya dilakukan pengamatan membrane pada minggu ke 4, didapatkan larutan
membrane volume 60 ml, 70 ml, 80 ml, 90 ml dan 100 ml sudah kering merata dan terdapat
penyusutan, dimana membrane dengan volume 100 ml mengalami penyusutan yang paling
signifikan dibandingkan dengan membrane dengan volume 60 ml, 70 ml, 80 ml, dan 90 ml.
membran volume 100 ml memiliki tekstur yang kasar serta pada saat kering mengalami
penyusutan sehingga bentuknya tidak lagi bulat seperti ruang pada gelas kimia. Tekstur
membrane yang didapat lembaran membrane bersifat lentur elastis. Pada membrane volume 60
ml memiliki ketebalan paling kecil (tipis) dari pada membran dengan volume 70 ml, 80 ml, 90
ml, dan 100 ml, sedangkan membran dengan volume 100 ml memiliki ketebalan paling besar
dibandingkan membran dengan volume 60 ml, 70 ml, 80 ml, 90 ml. membran dengan volume
80 ml, didapatkan membran yang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis serta memiliki tekstur
elastis, permukaannya tidak terlalu kasar, keringnya merata, serta tetap berbentuk bulat, tidak
terlalu berbentuk mengalami penyusutan dibandingkan dengan membran dengan volume 100 ml.
Penambahan senyawa pemlastis seperti polivinil alcohol (PVA) akan mengurangi gaya antar
molekul rantai polimer kitosan sehingga elastisitas membrane meningkat dan membrane mudah
dibentuk pada saat preparasi (Mat dan Liong, 2009)
Langkah selanjutnya yaitu Membran yang telah dicetak dikeringkan pada suhu kamar.
Selanjutnya, ditambahkan larutan NaOH 1% ke dalam membran kitosan yang sudah kering dan
didiamkan hingga membran terangkat ke permukaan. Tujuan Penambahan NaOH yaitu sebagai
larutan nonpelarut yang dapat berdifusi ke bagian bawah membrane yang berhimpitan dengan
gelas kimia, sehingga membrane tersebut akan terdorong keatas dan terkelupas. Untuk
menghilangkan NaOH dilakukan pencucian pada membran secara berulang-ulang menggunakan
aquades. Prosedur yang sama juga diterapkan untuk pembuatan membran PVA dengan volume
60 ml, 70 ml, 80 ml, 90 ml, dan 100 ml.
Alasan pembuatan membran kitosan dengan kombinasi PVA dan PEG adalah agar
terbentuk membran kitosan yang hidrofobik dan kuat. Keberadaan gugus amina pada kitosan
menyebabkan kitosan larut dalam asam. Gugus amina pada kitosan akan bereaksi dengan gugus
hidroksi (-OH) dari PVA melalui ikatan hidrogen sehingga dapat memperkuat sifat komposit
membran. Penambahan PVA bertujuan untuk meningkatkan kekuatan membran kitosan serta
untuk pembentukan karakter gel pada membran (Wang,dkk .2004) Selain itu alasan pemilihan
PVA sebagai kombinasi bahan pembuatan membran adalah karena memiliki sifat mudah larut
dalam air, kestabilan mekanik dan fleksibel, dan mudah dibentuk menjadi film. Menurut
penelitian Irwan Noezar dkk (2008) mengenai pembuatan membran PVA, membran tersebut
memiliki sifat yang sangat mudah berinteraksi dengan air. Hal ini disebabkan karena gugus
fungsional yang dimilikinya berupa gugus OH, sehingga membran bersifat hidrofilik. Molekul-
molekul air akan berinteraksi dengan membran melalui pembentukan ikatan hidrogen. Gugus
hidroksil yang terdapat pada rantai polimer akan menyebabkan membran PVA bersifat Polar.
Sifat Hidrofilik dan kepolaran membran akan menentukan selektivitas dan fluks membran.

Gambar 1.1 Struktur Polivinil Alkohol (wang et al.2004)


PVA dagang biasanya merupakan campuran dari beberapa tipe stereoregular yang
berbeda (isotaktik, ataktik, dan sindiotaktik). Mutu PVA dagang yang baik ditentukan oleh
derajat hidrolisinya. Derajat hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin
tinggi derjat hidrolisisnya, maka kelarutannya akan semakin rendah (Hasan dan Peppas 2000).
Namun, PVA juga memiliki kelemahan yaitu stabilitas yang rendah terhadap air, sehingga
hidrofilitasnya relatif tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan membran yang terbentuk mudah
mengembang (swelling) sehingga dapat menurunkan kinerjanya. Sedangkan penambahan PEG
sebagai porogen dilakukan untuk menambah pori-pori yang terbentuk pada membran sehingga
dapat meningkatkan fluks.
Gambar 1.2 Struktur PEG (wang et al. 2004)
Alasan pembuatan membran menggunakan bahan kitosan adalah karena sifat
polikationik kitosan berperan penting pada proses pemisahan padatan dalam aplikasi filtrasi.
Sifat polikationik tersebut mendorong terjadinya adsorpsi dan absorpsi pada membran, sehingga
poluan tidak hanya tertahan di permukaan membran, tetapi polutan yang lolos dari permukaan
membran akan mengalami absorpsi oleh membran bagian dalam, sehingga polutan tetap tertahan
di dalam membran.

Gambar 1.3 Struktur Kitosan (wang et al 2004)


Alasan penggunaan CH3COOH 1% sebagai pelarut adalah karena gugus karboksil
dalam asam asetat mempermudah pelarutan kitosan dalam air karena terjadi interaksi hidrogen
antara gugus karboksil dari asam asetat dengan gugus amina asam kitosan.
Alasan Penambahan Larutan NaOH pada gelas kimia saat membrane sudah kering yaitu
larutan nonpelarut yang dapat berdifusi ke bagian bawah membrane yang berhimpitan dengan
gelas kimia, sehingga membrane tersebut akan terdorong keatas dan terkelupas. Untuk
menghilangkan NaOH dilakukan pencucian pada membran secara berulang-ulang menggunakan
aquades.
Uji Fluks
Fluks didefinisikan sebagai banyaknya spesi yang dapat menembus membran tiap
satuan luas membran persatuan waktu. Fluks ditentukan oleh jumlah pori membran. Fluks
demikian dinyatakan sebagai fluks volume (Jv) (Mulder, M, 1995). uji fluks air dimana
Membran yang diperoleh kemudian dipotong berbentuk lingkaran sesuai dengan disain alat
ultrafiltrasi. Membran yang telah dibuat kemudian diuji dengan menggunakan alat sel
ultrafiltrasi system Konversi, Dead-end. Pada sistem operasi ini, arah aliran umpan yang
digunakan tegak lurus terhadap membran. Ultrafiltrasi sistem ini memiliki kelemahan karena
sangat cepat sekali mengakibatkan fouling yang sangat tinggi, karena arah aliran yang demikian
dapat mengakibatkan terbentuknya lapisan cake dipermukaan membran pada sisi umpan. Fouling
atau penyumbatan merupakan masalah yang sangat umum terjadi, yang terjadi akibat
kontaminan yang menumpuk di dalam dan permukaan pori membran dalam waktu tertentu.
Fouling tidak dapat dielakkan, walaupun membran sudah melalui proses pre-treatment. Jenis
fouling yang terjadi sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk diantaranya kualitas
umpan, jenis membran, bahan membran, dan perancangan serta pengendalian proses. Tiga jenis
fouling yang sering terjadi pada membran adalah fouling akibat partikel, biofouling, dan scaling.
Kontaminasi ini menyebabkan perlunya beban kerja lebih tinggi, untuk menjamin kapasitas
membran yang berkesinambungan. Pada titik tertentu, beban kerja yang diterapkan akan menjadi
terlalu tinggi, sehingga proses tidak lagi ekonomis. Fouling dapat diminimalisasi dengan cara
menaikkan pH sistem, menerapkan sistem backwash, serta penggunaan zat disinfectant untuk
mencegah bakteri yang dapat menyerang membran. Sedangkan cara untuk menyingkirkan
fouling adalah dengan flushing atau chemical cleaning. Ketebalan cake terus meningkat terhadap
waktu sehingga flux yang dihasilkan terus menurun hingga mencapai nilai nol. Membran yang
telah dibentuk diletakkan pada dasar alat. Aquades sebagai air sampel dimasukkan ke dalam
tabung umpan sebanyak ±150 mL. Pada alat operasi diberi tekanan operasi dari kompresor
sebesar 1 atm sehingga air sampel akan mengalir melewati membran yang disebut permeate.
Permeate yang keluar tersebut ditampung dalam gelas ukur setiap selang waktu 5 menit selama 1
jam.

KESIMPULAN
Dari percobaan yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa membran yang
paling baik yaitu membran dengan volume 80 ml dimana membran tersebut memiliki tekstur
elastis, permukaan yang tidak terlalu kasar, dengan permukaan yang tidak terlalu tebal serta tidak
terlalu tipis, keringnya merata dan tetap berbentuk bulat mengikuti bentuk wadah gelas kimia.

Anda mungkin juga menyukai