Anda di halaman 1dari 10

Nama : Ahmad Muzaini

Kelas : PAI D

NIM : 200101110116

Pengembangan Materi Al-Quran dan Hadits

Review buku ke-2

PENDAHULUAN

Dalam ayat ini larangan mengurangi takaran dan timbangan dikaitkan dengan keseimbangan
alam raya. Ini bisa dipahami bahwa bersikap jujur dan adil adalah bukanlah perintah agama
semata, tetapi justru untuk menjaga keseimbangan alam raya ini. Sebab ketidakadilan dan
ketidakjujuran dalam hal apa pun akan merusak dan melanggar tatanan keseimbangan kosmos
tersebut, karena respons keberatan dari sikap-sikap menyimpang tersebut tidak hanya datang dari
komunitas manusia, tetapi juga dari seluruh alam raya. Karena itulah, “adil dianggap sebagai
hukum kosmos”. Beberapa gambaran prinsip keseimbangan inilah yang biasa dikenal dengan
istilah “moderasi”. Kata “moderasi” sendiri berasal dari bahasa Inggris, moderation, yang artinya
adalah sikap sedang atau sikap tidak berlebihan. Jika dikatakan “orang itu bersikap moderat”
berarti ia bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim. Sementara dalam bahasa Arab, kata
“moderasi” biasa diistilahkan dengan wasat atau wasatiyah; orangnya disebut wasit. Kata wasit
sendiri sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia yang memiliki tiga pengertian, yaitu 1)
penengah, pengantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan sebagainya), 2) pelerai
(pemisah, pendamai) antara yang berselisih, dan 3) pemimpin di pertandingan.2 Yang jelas,
menurut para pakar bahasa Arab, wasat adalah “segala yang baik sesuai dengan objeknya”.
Dalam sebuah ungkapan Arab disebutkan: (sebaik-baik segala sesuatu adalah yang berada di
tengah-tengah). Misalnya, dermawan, yaitu sikap di antara kikir dan boros, pemberani, sikap di
antara penakut (al-jubn) dan nekat/ngawur (tah☼wur), dan lain-lain.

Di samping itu, dari segi kebahasaan, antara apa yang dikehendaki oleh term “moderasi” dengan
apa yang dikehendaki oleh term tersebut ketika dipindah ke dalam bahasa Arab ternyata tidak
identik. Kata “moderasi”, dengan merujuk kepada pengertian dasarnya, baik dari bahasa aslinya
(Inggris) maupun dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah mengacu kepada makna perilaku
atau perbuatan yang wajar dan tidak menyimpang. Sementara kata moderasi dalam bahasa Arab,
paling tidak, terdapat tiga term yang saling berkelindan, yaitu wasat, mizan, dan ‘adl. Pemetaan
ini menjadi cukup penting karena tema utama yang akan dibahas adalah moderasi menurut Al-
Quan. Artinya, moderasi dalam hal ini bukan dijelaskan dalam perspektif umum, tetapi dengan
merujuk kepada Al-Quran. Oleh karena itu, term-term yang memiliki ketersinggungan makna
dengan term “moderasi” harus diulas dan dibahas lebih dalam. Di sinilah, peranan Al-Quran
sebagai hudan. Ia tidak saja mengoreksi pemahaman kognitif masyarakat terhadap term-term
yang ada dalam Al-Qur╨an, seperti sabar, syukur, takdir, dan sebagainya, juga memberi
perspektif yang lebih luas terhadap beberapa term yang tidak ditemukan di dalam Al-Quran,
seperti term “moderasi” ini.

A. Term-term yang Menunjukkan Arti Moderasi


1. Term wasat

Term wasat beserta derivatnya hanya disebutkan lima kali di dalam Al-Quran. Pada
mulanya, term ini berarti sesuatu yang memiliki dua ujung yang ukurannya sama.5
Namun, secara umum, wasa berarti berada di tengah-tengah antara dua hal. Makanya,
seseorang yang mengatur jalannya pertandingan dikatakan “wasit” karena ia berada di
antara dua pemain, tidak memihak ke kanan atau ke kiri. Term wasat juga bisa berarti
biasa atau wajar, Term wasat juga digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berada di
antara dua hal yang buruk. Jika demikian, kata wasat juga bisa dipahami sebagai sifat
yang lurus, adil, dan bersih. Atau secara umum, seseorang dikatakan wasat jika ia adalah
orang pilihan dan dianggap paling mulia.

Kata wasat sendiri biasa digunakan oleh orang-orang Arab untuk menunjukkan arti
khiyār (pilihan atau terpilih). Jika dikatakan, ia adalah orang yang wasat berarti orang
yang terpilih di antara kaumnya Agama Islam dikatakan agama yang wasa• karena Islam
adalah agama yang terpilih di antara agama-agama yang lain.8 Dengan demikian, jika
umat Islam dikatakan sebagai ummah wasat, maka itu merupakan sebuah harapan mereka
bisa tampil menjadi umat pilihan yang selalu bersikap adil.

2. Term al-Wazn
Term al-wazn dengan seluruh kata jadiannya di dalam Al Quran terulang sebanyak 28
kali. Makna dasarnya adalah sesuatu yang digunakan untuk mengetahui ukuran
sesuatu.10 Dari sini, bisa dilihat bahwa kata tersebut pada mulanya berarti benda,
sebagaimana kata al-mizan yang berarti timbangan, yang lazim diketahui dan dipahami
oleh banyak orang sebagai alat yang digunakan untuk menimbang barang atau benda.
Kata al-mizan di sini juga tidak berarti benda atau alat karena ia digunakan untuk
mengukur perilaku manusia. Artinya, Allah bukan bermaksud menyuruh Rasul-Nya
untuk meletakkan sebuah alat untuk mengukur keadilan dan kebaikan seseorang. Akan
tetapi, secara metafora, ayat tersebut bisa dipahami bahwa kita-kitab yang diturunkan
kepada para rasul adalah sebagai parameter untuk melihat apakah mereka berlaku adil
atau tidak.

Dari pemaparan di atas, maka term al-mīzān jika dipahami dalam konteks moderasi
adalah berlaku adil dan jujur dan tidak menyimpang dari garis yang telah ditetapkan.
Sebab, ketidakadilan dan ketidakjujuran sejatinya merusak keseimbangan kosmos atau
alam raya.

3. Term al-Adl

Pembicaraan tentang moderasi juga harus membicarakan term ‘adl, yang dengan seluruh
derivatnya ditemukan sebanyak 28 kali. Memang ada banyak makna yang dikandung
oleh term ‘adl tersebut, antara lain, istiqāmah (lurus/tidak bengkok),12almusāwah (sama),
yakni orang yang adil adalah orang yang membalas orang lain sepadan dengan apa yang
diterimanya, baik maupun buruk,13at-taswiyah (mempersamakan), Term ya‘dilūn di sini
diartikan dengan ‘menyekutukan’, karena ketika seseorang mempersekutukan Allah
sejatinya ia telah menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Term ‘adl juga berarti
keseimbangan/keserasian, Melihat beberapa makna yang dikandung oleh term ‘adl, maka
sikap moderasi hanyalah salah satu makna yang dicakup oleh term ‘adl tersebut, yaitu
seimbang, serasi dan tidak memihak.

B. Term-term yang Menunjukkan Arti Ekstrim

Sebagai lawan dari moderasi atau bersikap moderat adalah ekstrim. Kata “ekstrim” juga
berasal dari bahasa Inggris, extreme, yang berarti “perbedaan yang besar”, seperti the
extreme of the hot and cold (perbedaan yang besar antara suhu yang panas dengan suhu yang
dingin). Juga berarti “berbuat keterlaluan, pergi dari ujung ke ujung, berbalik memutar,
mengambil tindakan/ jalan yang sebaliknya.” Sementara dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata ekstrim diartikan dengan “paling ujung, paling tinggi, paling keras.” Melihat
hal ini, maka kata ekstrim bisa dikaitkan banyak hal. Misalnya, cuaca, sikap/perilaku,
ucapan, teori, hukum, ide pemikiran, dan sebagainya. Misalnya, “cuaca di sini sangat
ekstrim,” artinya, cuaca tersebut tidak seperti biasanya, bisa sangat dingin atau sangat panas,
“pemikirannya cukup ekstrim,” berarti cara dia memahami persoalan berbeda dengan orang
kebanyakan atau kelompok mainstream, dan sebagainya. Dengan demikian, apapun sikap
atau perilaku seseorang jika ia dikategorikan ekstrim selalu berkonotasi buruk.

Dalam bahasa Arab, paling tidak, ada dua term yang bisa dimaknai dengan ekstrim, yaitu al-
guluww dan tasyaddud. Term tasyaddud, dalam bentuknya seperti itu, tidak ditemukan di
dalam Al-Quran. Namun, dalam bentuknya yang lain banyak dijumpai dalam Al-Qur an,
misalnya syadad, syidad, asyidda’, dan asyad. Sementara term yang lain, guluw, berasal dari
gal yagl‼ yang berarti melampaui batas (tajawuz al-hadd). Dari kedua ayat di atas dapat
dipahami bahwa sikap alguluww yang dimaksudkan di sini adalah menyangkut akidah/
keimanan. Term ahli kit☼b adalah bermakna umum Yahudi dan Nasrani. Artinya, sikap
kaum Yahudi dengan tetap berpegang teguh kepada kitab Taurat, padahal mereka hidup pada
masa Nabi Muhammad adalah ekstrim. Sementara sikap ekstrim kaum Nasrani adalah
menganggap Isa anak tuhan dan mendustakan Muhammad sebagai Rasulullah. Namun
demikian, tidak selalu yang berlebihan itu dianggap batil. Misalnya, lebih dari tiga kali ketika
membasuh anggota tubuh di saat berwudu. Ini tidak dianggap batil, tetapi makruh.

PRINSIP-PRINSIP MODERASI DALAM ISLAM

1. Keadilan (‘Adilah)
Setidaknya ada tiga ragam kata adil dalam Al-Quran, Ketiga kata–qist, ‘adl, dan mizan
pada berbagai bentuknya digunakan oleh Al-Quran dalam konteks perintah kepada
manusia untuk berlaku adil. Sekurang-kurangnya ada empat makna keadilan yang
dikemukakan oleh para pakar agama.
Pertama, adil dalam arti “sama”. Anda dapat berkata bahwa si A adil, karena yang anda
maksud adalah bahwa dia memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang
dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan yang dimaksud adalah
persamaan dalam hak.
Kedua, adil dalam arti “seimbang”. Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang
di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan
kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian.
Ketiga, adil adalah “perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu
kepada setiap pemiliknya.” Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan
sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat.”
Lawannya adalah “kezaliman”, dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain.
Dengan demikian menyirami tumbuhan adalah keadilan dan menyirami duri adalah
lawannya, pengertian keadilan seperti ini, melahirkan keadilan sosial.
Keempat, adil yang dinisbatkan kepada Ilahi. Adil di sini berarti “memelihara kewajaran
atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat
sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu.” Keadilan Ilahi pada dasarnya
merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan-Nya mengandung konsekuensi bahwa
rahmat Allah subhanalah wa ta‘ala tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu
dapat meraihnya. Dia memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada
tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya.
2. Keseimbangan (Tawazun)
Keseimbangan yaitu suatu sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian
hubungan antara sesama ummat manusia dan antara manusia dengan Allah subhananahu
wa ta‘ala. Prinsip keseimbangan dapat diekspresikan dalam sikap politik, yaitu sikap
tidak membenarkan berbagai tindakan ekstrim yang seringkali menggunakan kekerasan
dalam tindakannya dan mengembangkan kontrol terhadap penguasa yang lalim.
Keseimbangan ini mengacu kepada upaya untuk mewujudkan ketentraman dan
kesejahteraan bagi segenap warga masyarakat.
Tawazun, berasal dari kata tawazana yatawazanu tawazunan berarti seimbang. Juga
mempunyai arti memberi sesuatu akan haknya, tanpa ada penambahan dan pengurangan,
dan keseimbangan tidak tercapai tanpa kedisiplinan. Keseimbangan, sebagai sunah
kauniyyah berarti keseimbangan rantai makanan, tata surya, hujan dan lain-lain.
3. Toleransi (Tasamuh)
Toleransi (tasamub) adalah tenggang rasa atau sikap menghargai dan menghormati
terhadap sesama, baik terhadap sesama muslim maupun dengan nonmuslim. Sikap
tasamub juga berarti sikap toleran, yaitu tidak mementingkan diri sendiri dan juga tidak
memaksakan kehendak. Tasamub yaitu sikap toleran yang berintikan penghargaan
terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat.16
Adapun prinsip toleransi memastikan bahwa kehidupan yang damai dan rukun
merupakan cerminan dari kehendak untuk menjadikan Islam sebagai agama yang damai
dan mampu mendamaikan, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah
mendamaikan kaum Muhajirin dan Ansar, antara suku Aus dan Khazraj. Dalam falsafah
Jawa sikap toleransi ini sering disebut dengan tepo seliro, artinya mengukur segala
sesuatu dengan introspeksi pada diri sendiri.

CIRI DAN KARAKTERISTIK MODERASI ISLAM

A. Memahami Realitas
B. Memahami Fikih Prioritas
C. Menghindari Fanatisme Berlebihan
D. Mengedepankan Prinsip Kemudahan dalam Beragama
E. Memahami Teks-teks Keagamaan Secara Komprehensif
F. Keterbukaan dalam Menyikapi Perbedaan
G. Komitmen Terhadap Kebenaran dan Keadilan

MODERASI ISLAM DALAM AKIDAH

Berdasarkan penelusuran terhadap wawasan Al-Quran, Islam secara garis besar dapat dibagi ke
dalam dua kelompok: akidah dan syariah. Bagian pertama dijelaskan dalam Al-Quran dengan
menggunakan term “īmān” dan turunannya, sedangkan bagian kedua dijelaskannya dengan
menggunakan ungkapan “‘amilus-sālihāt” dan yang sepadan dengannya.

1. Sesuai dengan Fitrah dan Akal Fitrah dan akal sehat merupakan piranti sangat penting
yang telah diberikan kepada manusia untuk menemukan kebenaran. zāhir bin ‘Āsyūr
(1879—1973) mendefinisikan fitrah sebagai bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah
pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan
Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya.8 Sesuatu yang dibangun
dengan argumentasi yang tidak sesuai dengan fitrah dan akal sehat dengan demikian tidak
memiliki dasar yang kuat. Itu sebabnya, dalil-dalil akli memiliki peranan sangat penting
dalam Ilmu Kalam. Para teolog bahkan sepakat bahwa dalil akli yang dibangun di atas
premis-premis yang sahih akan mendatangkan keyakinan dan memenuhi tuntutan
keimanan.
2. Ciri akidah Islam adalah jelas dan mudah. Tidak ada kekaburan, kerumitan, dan
kerancuan di dalamnya. Pesan-pesan akidah dalam Al-Quran begitu jelas sehingga dapat
dipahami oleh orang siapa pun dan memuaskan dan menenangkan jiwa, serta
menanamkan keyakinan yang benar dan tegas di dalam hati. Salah satu contoh
kejelasannya adalah pemaparan Al-Quran tentang keesaan Allah.
3. Bebas dari Kerancuan dan Paradoksal
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa argumentasi-argumentasi yang dibangun Al-Quran
menyangkut akidah sangat jelas dan mudah untuk dipahami dan diterima akal. Ini artinya,
di dalamnya tidak ada kerancuan dan paradoksal karena akal tidak mungkin dapat
menerima sebuah kebenaran yang di dalamnya terdapat kedua hal tersebut.
4. Kokoh dan Abadi
Kekokohan dan keabadian akidah Islam merupakan konsekuensi langsung dari
konstruksinya yang dibangun oleh argumentasi-argumentasinya yang sesuai dengan fitrah
dan akal sehat. Ini terbukti dengan eksistensinya sampai saat ini walaupun dihadapkan
dengan berbagai tantangan dari berbagai ideologi seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
5. Tidak Bertentangan dengan Ilmu Pengetahuan
Islam memerintahkan umatnya untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu, tidak mungkin terjadi kontradiksi antara fakta-fakta ilmiah dengan pesan-pesan
akidah dalam Al-Quran. Nash yang eksplisit (sarīh) dan fakta ilmiah adalah dua hal yang
sama-sama qariī(pasti) sehingga tidak mungkin terjadi kontradiksi antara keduanya.
Bahkan, Islam mengajarkan bahwa akidah Islam seharusnya menjadi basis bagi segala
macam ilmu pengetahuan.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah Islam memiliki ajaran-ajaran yang
moderat. Ciri-ciri yang tampak adalah bahwa akidah Islam serasi dengan fitrah dan akal,
mudah dan terang, tidak ada unsur kerancuan dan paradoksal, abadi, dan tidak
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Moderasi ajaran-ajarannya terlihat dalam
pemaparan tentang pokok-pokok keimanan seperti ketuhanan, kenabian, malaikat, dan
kitab suci. Pemaparannya berada di tengah-tengah antara dua kutub ekstrim akidah
Yahudi dan akidah Nasrani. Ini membuktikan dengan jelas bahwa akidah Islam adalah
ajaran yang benar-benar bersumber dari Allah subhānahū wa ta‘ālā. Wallāhu a‘lam bis-
sawāb.

MODERASI ISLAM DALAM SYARIAH

Ada 3 dasar/asas dalam penetapan syariat Islam, yaitu:

1. Tidak menyulitkan

2. Menyedikitkan/meringankan beban

3. Berangsur-angsur dalam pembinaan hukum

Syariah menurut bahasa bermakna sumber air yang didatangi untuk minum. Kemudian orang-
orang Arab menggunakan kata syariah dalam arti jalan yang lurus. Secara istilah, pengertian
syariah menurut Mannā‘ Khalīl al-Qannān adalah apa-apa yang ditetapkan Allah bagi para
hamba-Nya, baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalah, maupun tatanan kehidupan
lainnya dengan semua cabangnya yang bermacam-macam guna merealisasikan kebahagiaan
mereka baik di dunia, maupun di akhirat. Sallām Madkūr mengatakan bahwa para ahli fikih
mendefinisikan syariah sebagai hukum-hukum yang ditetapkan Allah bagi para hambaNya, agar
mereka menjadi orang yang beriman, beramal saleh dalam kehidupannya, baik yang berkaitan
dengan perbuatan, akidah, maupun yang berkenaan dengan akhlak.1 Syariah terbagi kepada dua
macam, yaitu syariah dalam makna yang luas dan syariah dalam makna yang sempit. Syariah
dalam makna yang luas, mencakup aspek akidah, akhlak, dan amaliah, yaitu mencakup
keseluruhan norma agama Islam, yang meliputi seluruh aspek doktrinal dan aspek praktis.
Adapun syariah dalam makna yang sempit merujuk kepada aspek praktis (amaliah) dari ajaran
Islam, yang terdiri dari norma-norma yang mengatur tingkah laku konkret manusia seperti
ibadah, nikah, jual beli, berperkara di pengadilan, menyelenggarakan negara, dan lain-lain.

MODERASI ISLAM DALAM AKHLAK: ANTARA MATERIALISME DAN


SPIRITUALISME
moderasi Islam dalam akhlak yang menekankan keseimbangan antara orientasi kebendaan dan
kerohanian. Setidak-tidaknya ada tiga agenda besar yang bisa dilakukan kaum muslimin dalam
menyelamatkan krisis spiritual dan krisis kemanusiaan akibat orientasi kebendaan yang
terlampau dominan pada abad ini :

Pertama, menghidupkan kembali nilai-nilai spiritualitas

yang merupakan jiwa agama guna mewujudkan makna hidup dan hidup bermakna. Manusia
modern di era global ini menghadapi persoalan makna hidup karena tekanan yang sangat
berlebihan kepada segi material kehidupan. Kemajuan dan kecanggihan dalam cara mewujudkan
keinginan memenuhi hidup material yang merupakan ciri utama zaman modern ternyata harus
ditebus dengan ongkos yang sangat mahal, yaitu hilangnya kesadaran akan makna hidup yang
lebih mendalam. Definisi sukses dalam perbendaharaan kata manusia modern hampir-hampir
identik hanya dengan keberhasilan mewujudkan angan-angan dalam bidang kehidupan material
semata-mata. Ukuran sukses dan tidak sukses kebanyakan terbatas hanya kepada seberapa jauh
orang bersangkutan menampilkan dirinya secara lahiriah dalam kehidupan material.

Kedua, menyadarkan umat manusia terus-menerus tentang fitrahnya yang suci bahwa manusia
secara universal adalah sebuah entitas yang tergantung dan sangat membutuhkan Tuhan
(Fathir/35: 15). Tuhan dekat dan terlibat dalam keseharian manusia, bahkan lebih dekat
dibandingkan dengan jarak antara manusia dengan dirinya sendiri (al-Baqarah/2: 186 dan
Qāf/50: 16). Tuhan tidak mengantuk dan tidak tidur, bahkan tidak merasa bosan dan lelah dalam
memelihara langit dan bumi (alBaqarah/2: 255). Apa dan siapa saja yang berada di langit dan di
bumi selalu meminta kepada-Nya sehingga setiap waktu Tuhan dalam kesibukan (ar-Rahmān/55:
29).

Ketiga, menghidupkan terus menerus penghormatan terhadap konsep kemanusiaan universal. Al-
Quran menyatakan bahwa Allah telah memuliakan anak cucu Adam (al-Isrā/17: 70).
Penghormatan terhadap konsep kemanusiaan universal itu diwujudkan dengan keinsafan bahwa
Allah telah menciptakan manusia itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan umat
manusia itu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku; kemudian perbedaan itu dikenali sebaik
mungkin supaya terwujud kesalingpahaman di antara umat manusia yang budayanya beraneka
ragam tersebut (al-hujurāt/49: 13). Hindari kejahatan kemanusiaan melalui perang dan
pengusiran suatu etnis dari tanah airnya hanya karena kelompok-kelompok sosial itu berbeda
keyakinan agamanya dari yang banyak dan kuat (al-Mumtahanah/60: 8-9). Sebab membunuh
satu orang yang tidak bersalah, bukan disebabkan karena membunuh atau berbuat fasad
(merampok atau mengganggu keamanan dan ketertiban) di bumi seperti membunuh seluruh umat
manusia. Sebaliknya, menghidupkan satu orang manusia seakan-akan telah menjaga
kelangsungan hidup seluruh umat manusia (al-Māidah/5: 32).

MODERASI ISLAM DALAM MUAMALAH

Anda mungkin juga menyukai