Anda di halaman 1dari 2

Ketika Menjadi Ibu

Oleh Via Ajeng

Ketika menjadi ibu adalah karier paling utama, maka tiada cara bagi setiap muslimah untuk terus
membenahi dirinya. Menambah ilmu, mengasah potensi, lantas berkarya tiada henti. Sebab
rumah tangga adalah sungai panjang yang muaranya adalah surga. Bila setiap ibu memperkaya
dirinya dengan ilmu, maka bahteranya insyaAllah akan dimudahkan menuju muara, surga yang
di sana segala kepenatan menjadi sirna.

Ketika menjadi ibu adalah cita-cita paling mulia, maka menempa diri setiap hari adalah niscaya.
Tempaan itu, wahai calon ibu, ada pada setiap kesusahan, ada pada setiap perjuangan di jalan-
jalan kebaikan. Tempaan itu, wahai para calon ibu, ada pada majelis-majelis ilmu. Di sana kan
kau temui bekal mengarungi samudera rumah tangga.

Ketika menjadi ibu adalah eksistensi bagi tiap wanita, maka menimba ilmu tiada ujungnya. Tak
perlu khawatir bila mampu sampai S-3, sebab kehidupan rumah tangga meniscayakan muslimah
menjadi manusia multitasking yang harus banyak bisa. Sebab setiap ibu memiliki 24 jam
waktunya untuk mengelola rumah dan seisinya. Betapa butuh ilmu manajemen(emosi, pikiran,
konflik, dll) yang membuatnya harus berperan di garda depan.

Menjadi ibu adalah menjadi pelita, yang dengan ilmunya rumah dan seisinya dipenuhi cahaya.
Bagaimana ia menjadi madrasah pertama bagi buah hatinya, bagaimana ia menjadi pelayan setia
untuk suaminya, bagaimana ia menjadi bidadari yang dengan ketaatannya mampu melahirkan
kenyamanan dan ketenangan di dalam rumah.

Menjadi ibu adalah menjadi air yang terus mengalir dengan kejernihan ilmunya, ketenangan
hatinya, dan setiap keteguhan untuk dapat berperan secara totalitas dalam rumah tangganya.
Hingga selayaknya air yang terus mengalir, terus bergerak, amal-amal yang terus diperankannya
adalah mata air keberkahan yang menjadikan kehidupan rumah tangganya menjadi indah nan
berkah hingga jannah.

Menjadi ibu adalah menjadi langit luas dan lautan dalam. Bagaimana hatinya seluas langit yang
dapat menampung segala rasa dan keluh semesta. Bagaimana batinnya menjadi lautan dalam
yang di sana kesetiaan, cinta, ketaatan, kepatuhan dipulangkan. Sementara ia tahu bahwa cinta,
kesetiaan, ketaatan kepada suaminya hanyalah anak tangga untuk dapat meraih keridhoan-Nya.

Menjadi ibu adalah menjadi hujan. Seperti yang kita tahu, hujan adalah cinta. Yang tanpa ampun
membagi cintanya kepada semesta, cinta kepada orang-orang rumah, cinta kepada suadara,
tetangga dan kerabatnya. Seperti hujan, setiap ibu akan melahirkan kesejukan ditiap kesyukuran
yang bersemayam di dalam hati, lisan dan sikapnya. Dan kesyukuran itu wahai calon ibu, adalah
yang akan melahirkan berbagai kebaikan dan kebermanfaatan.
Maka menjadi ibu adalah sebaik-baik peran perempuan. Yang dengan peran itu, setiap anak
tegak berdiri menggapai mimpi dengan potensinya untuk memperbaiki peradaban. Dengan peran
itu, setiap keluarga memiliki tiang yang kokoh, yang dirindukan umat untuk memperbaiki
peradaban dunia. Dengan peran itu, setiap generasi tumbuh dengan penuh cinta, ilmu, kasih
sayang dan akhlak yang mulia. Dengan peran itu, setiap suami merasa tenteram dalam hidupnya,
langkah-langkah kebaikan menjadi langkah bersama dan terasa ringan penuh kegembiraan.

Menjadi ibu meniscayakan ilmu dan akhlak mulia yang dimiliki. Sebab dengan ilmu, setiap ibu
dapat memainkan perannya dengan tenang dan totalitas. Sebab dengan akhlak mulia, setiap ibu
akan mencipta ketenangan, cinta dan kenyamanan di dalam rumah tangganya.

Ati kula selembar godhong

Mabur jeblok teng suketan

Mangke riyen, jarke kula sekedap teturon teng mriki

Wonten sing tasih pengen kula sawang, sing sakniki tansah luput

Sekedap punika selawase, sak derenge panjenengan nyaponi taman saben enjing.

Anda mungkin juga menyukai