Anda di halaman 1dari 2

Karena Begitulah yang Allah Suka

Suatu ketika dalam sebuah acara, saya dan soerang kawan memiliki pendapat yang berbeda. Kami
memiliki cara yang berbeda untuk mencapai sebuah tujuan. Kami berdebat satu sama lain, bahkan salah
satu dari kami kabur dalam agenda tersebut sebab cara dan pendapat kami berbeda. Saat tiba-tiba di
tengah acara korlap berpindah tangan, semua alur komunikasi jadi berantakan dan tim kami pecah
menjadi dua kubu. Semua karena kami beda cara dan pendapat.

Saat itu kami benar-benar kebingungan sebab keputusan kami tak hanya berpengaruh dengan internal
kami saja, melainkan ke eksternal, masyarakat, lembaga keamanan, sebab kami mengadakan acara di
luar kota. Dalam suasana menegangkan, internal kami harus pecah dan satu orang kabur karena beda
cara dan pendapat. Sementara, acara harus berjalan, peserta harus menikmati, keamanan harus
dipastikan.

Kawan-kawan kebingungan. Akhirnya kami menunjuk korlap yang baru dan berusaha mengejar kawan
kami yang kabur. Seperti biasa, setiap acara kami selalu membuat rundown dengan banyak versi dan
banyak kemungkinan. Sehingga itu memudahkan kami dalam realisasi di hari-H. Meski jelas
penyusunannya melalui survei yang dalam dan berulang kali, analisis kondisi peserta, output yang
diharapkan bahkan sampai pada tahap alur emosi peserta, semua kami coba perkirakan. Prinsip kami,
semua harus clear sebelum terjun. Karena bila ada satu hal yang tidak clear, maka akan mempengaruhi
agenda yang lain, sebab agenda satu dengan yang lain akan saling berkaitan.

Keadaan internal yang sedang tidak baik-baik saja tak lantas membuat kami kehilangan kemudi untuk
tetap menjalankan acara, bahkan menyukseskan acara. Semua berperan bukan lagi dengan jobdesnya,
melainkan saling bantu dan saling back up. Meski begitu, fungsi koordinator harus tetap berjalan agar
semuanya teratur. Kami selalu berusaha untuk percaya satu sama lain. Bukan karena sudah lama
bekerja bersama, melainkan agar apa yang dituju segera sampai siapapun yang mengeksekusi.

Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya. Bahwa di rumah ini akan banyak hal yang mengaduk-
aduk perasaan serta pikiran. Ku pikir awalnya semua yang tinggal di sini akan sangat menjunjung nilai-
nilai yang penuh kasih sayang. Semua orang telah beres pemahamannya tentang menghargai orang lain,
menyayangi sesama manusia, memuliakan saudaranya. Nyatanya semuanya hanya ekspektasi yang
terlalu tinggi. Dan aku tetap saja merasa sendiri.

Hari itu aku pindah kos. Kos kali ini menurut kawan-kawanku adalah kos elit dengan penghuni kos para
muslimah. kata kawan-kawanku, muslimah di kos ini adalah mereka-mereka yang prestatif, rata-rata
punya jabatan penting di organisasi kampus. Selain itu, mereka juga banyak menginspirasi para
muslimah untuk menjadi mahasiswi yang berkontribusi, bisa diandalkan, kreatif, inovatif, dan banyak hal
yang dalam pandangan para mahasiswa itu menjadi hal yang dianggap keren dan dijadikan teladan.

Ahh, tak sabar rasanya ingin kenal mereka yang keren-keren. Pasti nanti ketika sudah kenal dekat
dengan mereka aku bisa ketularan keren dong. Ya minimal ikutan dibilang keren karena satu kos
denngan mereka. Membayangkan itu, aku makin bersemangat mengangkut barang-barangku dan
bersegera untuk menempati kamarku hari ini juga.

Tibalah hari pertama,

Anda mungkin juga menyukai