Anda di halaman 1dari 3

Berikut definisi singkat dari Domino & Domino (2006, pp 77) mengenai 15 needs yang dipakai Murray dan

sedikit aku
tambahin dari materi kuliahku:
1. Achievement: Kebutuhan untuk menyelesaikan tugas dengan baik.
Kebutuhan ini menggambarkan keinginan dari dalam seseorang untuk melakukan dan mencapai yang terbaik dalam
kegiatan atau tugas mereka. Seseorang dengan needs achievement yang tinggi itu seperti temanmu yang ambisi. Mereka
ingin mengerjakan tugas sebaik mungkin, mendapat nilai setinggi langit, dan suka menyelesaikan hal-hal yang sulit.
2. Deference: Kebutuhan untuk mengikuti/bergabung dengan orang lain.
Nilai yang tinggi pada deference membuat seseorang ingin “berkonformitas” terhadap seseorang atau kelompok
tertentu. Dalam prosesnya, mereka perlu mengetahui instruksi, harapan, saran-saran, dan pikiran dari orang lain. Nilai
tinggi pada deference membuatnya membiarkan orang lain untuk mengatur dan memimpinnya.
3. Order: Kebutuhan untuk terorganisir dan rapi.
Kamu pasti punya seorang teman yang tampil rapi, dirinya selalu terorganisir dan teliti dalam sehari-harinya.
Karakteristik rapi dan tertibnya menjadi pertanda kalau needs order-nya dia tinggi. Selain rapi dan terorganisir, needs
order yang tinggi juga bisa terlihat dari caranya mengatur jadwal serta seringkali mereka akan membuatnya dengan
sangat detail.
4. Exhibition: Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian.
Needs ini sangat mirip dengan ciri-ciri seseorang yang ekstrovert, suka bercerita, memiliki selera humor dan suka
menceritakan pengalaman pribadi mereka. Mereka ingin menjadi pusat perhatian dengan mengatakan hal-hal yang
menarik, menggunakan bahasa-bahasa yang “berat”, atau menanyakan sesuatu yang tidak bisa dijawab.
5. Autonomy: Kebutuhan untuk bebas dari tanggung jawab dan kewajiban.
Datang tak diundang dan pulang tanpa pamit. Seseorang dengan needs autonomy yang tinggi akan datang dan pergi
sesuai keinginannya. Bisa dikatakan kalau dirinya independen dan tidak akan terkekang oleh sekitarnya.
6. Affiliation: Kebutuhan untuk berteman.
Needs affiliation yang tinggi menandakan kalau orang tersebut setia kepada temannya dan berpartisipasi secara aktif
untuk berteman dengan orang lain. Membangun lingkaran pertemanan yang luas, tetapi tetap erat dengan satu dan
lainnya.
7. Intraceptions: Kebutuhan untuk menganalisis orang lain dan diri sendiri.
Seseorang dengan intraceptions sangat cocok jadi mahasiswa psikologi. Nilai tinggi pada needs ini menandakan kalau
orang tersebut suka menganalisis motif, perasaan, dan bersimpati dengan orang lain. Mereka suka memprediksi cara
seseorang bertindak dan memikirkan alasan dibalik tindakan seseorang yang menarik perhatian mereka.
8. Succorance: Kebutuhan untuk menerima dukungan dan pertolongan dari orang lain.
Nilai yang tinggi pada needs ini kerap kali menandakan bahwa orang tersebut suka diberi perhatian, dalam kondisi yang
berbeda. Mereka ingin dibantu saat terlihat kesakitan, berusaha mendapatkan simpati dan senang ketika orang lain
khawatir saat mereka sakit.
9. Dominance: Kebutuhan untuk memimpin.
Sesuai dengan namanya, seseorang dengan nilai tinggi pada kebutuhan ini akan lebih senang dalam berdebat dengan
orang lain. Bisa dikatakan juga kalau mereka kompetitif, ingin menjadi ketua komite, dan memimpin orang-orang lain.
10. Abasement: Kebutuhan untuk mengakui dan menerima kesalahan.
Individu dengan abasement tinggi mudah untuk merasa bersalah saat melakukan kesalahan, merasa jika penderitaan dan
kesengsaraan pribadi lebih baik dibandingkan bahaya, merasakan perlunya hukuman atas setiap tindakan yang salah.
Sebagai contoh, needs ini cocok dengan stereotip orang yang “tidak enak-an.”
11. Nurturance: Kebutuhan untuk membantu maupun menunjukkan afeksi pada orang lain.
Orang-orang dengan nurturance yang tinggi merupakan sosok temanmu yang baik banget. Mereka selalu membantu
teman-teman dan orang lain yang kurang beruntung, memaafkan, bersimpati, dan murah hati bagi orang-orang
disekitarnya.
12. Change: Kebutuhan untuk perubahan dalam kehidupan.
Needs change yang tinggi berarti ya, orangnya suka perubahan. Seseorang yang suka menjelajahi dan mencoba hal-hal
yang belum pernah dilakukan maupun dicoba sebelumnya. Mereka suka hal-hal baru dan suka mengikuti trend-trend
yang senantiasa berubah.
13. Endurance: Kebutuhan untuk menyelesaikan tugas dan bertahan.
Sesuai namanya, kebutuhan ini menunjukkan komitmen dan fokus kepada tugas mereka. Semakin tinggi nilai mereka
pada kebutuhan ini, semakin gigih juga mereka ketika mengerjakan tugas. Mereka kebalikan anak
yang deadliner, mereka mengerjakan semuanya secepat dan sebaik mungkin.
14. Heterosexuality: Kebutuhan untuk menjadi menarik bagi lawan jenis.
Needs ini berfokus kepada interaksi seseorang terhadap lawan jenisnya. Semakin tinggi nilainya, semakin banyak yang
ingin mereka tahu tentang lawan jenisnya. Pastinya hal ini akan meliputi topik-topik sosial dan seksual.
15. Aggression: Kebutuhan untuk mengungkap isi pikiran dan kritis terhadap orang lain.
Sesuai namanya, needs ini bisa diartikan dalam cara yang positif dan negatif. Dalam satu sisi, nilai yang tinggi pada
kebutuhan ini bisa berarti kalau dia kritis terhadap pendapat orang lain dan suka menyampaikan pendapatnya sendiri.
Namun, di sisi lain orang ini cepat dalam membantah pendapat lain, mudah marah, dan semacamnya.
Fungsi Tes EPPS
Tes Kepribadian EPPS sering digunakan di Indonesia diantara orang dewasa dan mahasiswa (Rosadi, 2018). Secara
umum, tes ini digunakan untuk keperluan riset dan konseling dengan menggunakan 15 needs sebagai variabel
kepribadian yang independen (Domino & Domino, 2006, 77).
Dalam konseling, tes EPPS digunakan untuk membantu seseorang dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan motif
kerja mereka. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki nilai Exhibition yang tinggi akan lebih cocok sebagai MC atau
Influencer. Kalau nilai Order-nya tinggi, mungkin dia akan lebih cocok jadi ketua karena lebih terorganisir dan rapi.
Bisa dikatakan kalau tes kepribadian ini digunakan untuk mencari tahu needs yang secara tidak sadar dimiliki orang
tersebut.
Kritik Terhadap Tes EPPS
Tiada gading yang tak retak, dan begitu pula tes EPPS juga memiliki beberapa kritik terhadapnya. Seperti tes
kepribadian lainnya, tes EPPS perlu disesuaikan dengan konteks sosial budaya Indonesia agar culture-fair (dampak
budaya tertentu terhadap reliabilitas dan validitas hasil tes) dan menjadi konsisten/reliabel.
Tes ini memiliki scoring ipsative, yang digunakan untuk mengidentifikasi faking, meskipun mampu mengurangi
validitas tes (Changing Minds, n.d.). Beberapa ahli psikometrik mengatakan kalau jenis penilaian ini memiliki korelasi
negatif dengan metode pengukuran lain (Meglino dan Ravlin, 1998) atau tidak optimal untuk analisis faktor (Cattel dan
Brennan, 1994). 
Tes ini juga rentan terhadap social desirability, yaitu jawaban yang mengikuti norma atau harapan dari masyarakat.
Untuk menghindari permasalahan social desirability, tes EPPS menggunakan dua pernyataan dengan tingkat social
desirability yang sama.

Anda mungkin juga menyukai