Anda di halaman 1dari 4

SIKAP KRITIS, SKEPTIS DAN NEGATIF

Kita sering mendengar istilah bersikap kritis, atau mungkin yang lebih sering adalah
berpikir kritis, dalam pengertian yang sederhana bisa diartikan bahwa berpikir kritis
adalah tidak mudah mempercayai sesuatu. Dalam pengertian menurut pakar seperti
John Dewey, ia mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses “aktif”, Dewey ingin
mengontraskannya dengan cara berpikir dimana seseorang menerima begitu saja
gagasan-gagasan dan informasi dari orang lain, atau bisa dikatakan sebagai proses
“pasif”. Baginya berpikir kritis adalah sebuah proses “aktif”- proses dimana Anda
memikirkan pelbagai hal secara lebih mendalam untuk diri Anda sendiri, mengajukan
berbagai pertanyaan untuk diri Anda, menemukan informasi yang relevan untuk diri
Anda, dan lain-lain ketimbang menerima pelbagai hal dari orang lain sebagian
besarnya secara pasif.

Selain itu Michael Scriven mendefinisikan berpikir kritis adalah interpretasi dan
evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan
argumentasi. Dari gagasan ini ia berargumen bahwa berpikir kritis merupakan
kompetensi akademis yang mirip dengan membaca dan menulis dan hampir sama
pentingnya. Melihat kedua definisi berpikir kritis diatas pastilah seorang mahasiswa
mesti memiliki pola berpikir yang demikian. Jika tidak maka ia seharusnya kata
maha dihilangkan statusnya. Ia hanya akan menjadi budak ideologi, dan orang-
orang yang berkepentingan untuk menyebarkan ideologinya. Ia hanya akan ditelan
oleh arus informasi yang semakin tidak karuan ini.

Nah, berbicara tentang berpikir kritis, skeptis adalah saudara kembarnya, hampir
tidak ada perbedaan antara kritis dan skeptis. Mereka merupakan pola pikir yang
tidak mudah mempercayai sesuatu. Dalam dunia pendidikan sikap skeptis sangat
penting; sikap untuk tidak dengan mudahnya ‘menelan’ pendapat orang lain begitu
saja; untuk tidak cepat puas dengan jawaban yang dihasilkan, melainkan berusaha
untuk mencari pendapat dari berbagai sudut pandang dan kemudian
menyimpulkannya sendiri.

Kedua pola pikir diatas adalah hal yang selalu harus dilakukan mahasiswa dalam
berbagai hal. Mula dari informasi tentang kampusnya, sampai informasi mengenai
negara. Gawat betul kalau mahasiswa mudah percaya pada segala informasi yang
diterimanya. Misalnya saja ada informasi dan isu-isu yang tidak jelas. Mahasiswa
yang tidak punya pola pikir kritis dan skeptis akan menerima mentah-mentah
informasi itu tanpa melihat lebih lanjut pada bukti yang ada atas info tersebut.
Tetapi alih-alih membudayakan sikap kritis, paradigma yang ada sekarang adalah
mahasiswa yang kritis biasanya diidentikkan dengan menolak kebijakan, dengan
demo atau sering dibilang turun ke jalan. Berbicara lagi mengenai demo, sebagian
orang berpikir bahwa demo adalah cara yang negatif untuk menyampaikan
pendapat. Itu adalah pendapat kolot. Demo tidak selalu anarkis, demo tidak selalu
bikin rusuh. Kalau tidak ada (demo-red) atau dilarang, bukan negara demokrasi
dong Indonesia. Dan berpikir kritis tidak melulu soal menolak kebijakan, ia adalah
satu pola pikir yang mampu membangun mahasiswa untuk mendapat ide-ide baru.
Maka lebih kolot lagi pendapat soal mahasiswa kritis itu yang suka demo.

Atau yang lebih mengganggu saya adalah ketika kita berpikir untuk tidak lekas
percaya, atau mencari sesuatu di balik suatu kebijakan misalnya, kita dibilang
berpikir negatif. Wah, itu lebih fatal lagi. Berpikir kritis itu berbeda dengan berpikir
negatif. Pikiran negatif sendiri adalah sebuah proses pemikiran yang
menggambarkan sisi buruk dari sesuatu yang dilihat dan dialami manusia. Sedang
berpikir kritis tidak selalu soal menolak kebijakan atau hal-hal yang berbau negatif.

Yang sering kali dikaitkan dengan berpikir negatif adalah pers. Selalu mencurigai
sesuatu, mencari dan menemukan apa yang salah. Lalu mengangkatnya ke
permukaan. Padahal kalau seseorang yang mengatakan pers itu berpikiran kritis dan
mencari sudut pandang lain mestinya dia juga sadar bahwa hal tersebut adalah
untuk perubahan ke arah kebaikan. Dan bukan begitu pula, pers bukan berpikir
negatif, melainkan kritis atau skeptis. Mencari apa yang ada dibalik suatu kebijakan,
peristiwa, dan lain-lain, lalu mencari data untuk membuktikan kebenarannya.

Sering teman saya bilang, anggota persma itu isinya orang-orang berpikiran negatif.
Apa-apa salah, melihat sesuatu dari sisi buruknya saja, mencari-cari kesalahan.
Awal pembuktian sesuatu atau kita mempercayai sesuatu adalah mencari dan
melihat dari segi pandang yang lain. Dan selain itu persma mencari-cari bukan soal
kesalahan, tapi juga kebenaran yang ada untuk membuktikan sesuatu. Awal dari
sesuatu kalau kita tidak berpikir dan mencari mengenai apa yang ada dibaliknya
tidak akan bisa menghasilkan sesuatu bukan? Untuk itulah mahasiswa dituntuk
berpikir kritis dan skeptis, agar mampu mencapai tri darma perguruan tinggi.
Mahasiswa dituntut untuk menjadi seorang yang mampu untuk mengemban
tanggung jawab besar dari masyarakat. Mahasiswa ideal adalah mahasiswa yang
mampu menyeimbangkan segala ilmu yang didapatkannya dari perguruan tinggi,
ataupun dari luar sehingga mampu mewujudkan sikap-sikap yang patut dicontoh.
Sikap-sikap tersebut antara lain adalah prestatif, aktif, tanggap, kritis, visioner, dan
bertanggung jawab.

Seseorang yang prestatif adalah seseorang yang mampu menunjukkan prestasinya


dalam bidang yang di dalaminya baik secara formal maupun non formal. Menjadi
seseorang yang prestatif tidaklah mudah karena seperti yang semua orang tahu,
mendapatkan prestasi itu tidaklah mudah. Kita harus benar-benar memahami bidang
yang kita jalani. Namun orang yang prestatif itu tidak selalu seseorang yang terlibat
dengan kompetisi-kompetisi resmi. Seseorang bisa disebut prestatif jika dia berhasil
mencapai sesuatu yang tidak semua orang bisa mencapainya. Pastinya seseorang
yang prestatif dapat membanggakan orang-orang disekitarnya apalagi dirinya
sendiri. Tidak lengkap pastinya seseorang yang prestatif tanpa sebuah sikap ke-
aktifan yang mendukungnya. Ke-aktifan seseorang dianggap sangat penting guna
mendukung pola pikir orang itu sendiri. Apabila orang tersebut memiliki pola pikir
yang sistematis dan baik, orang tersebut hanya akan bisa mewujudkannya melalui
ke-aktifannya. Semakin kita aktif semakin orang lain tahu akan pola pikir kita, apabila
kita memang sudah memiliki pola pikir yang sistematis dan baik, semua orang akan
mendukung kita dalam mewujudkan visi kita yang dianggap orang lain dapat
memajukan semua orang.

Menjadi orang yang tanggap itu mudah, namun jarang dari kita yang mau tanggap
pada situasi dan kondisi di sekitar kita. Mungkin jika kita tanggap, kita akan dapat
mewujudkan lingkungan yang baik. Dimulai dari hal yang paling kecil sampai menuju
hal yang paling besar yang dapat kita rubah. Kita harus memulai untuk tanggap
pada kondisi di sekitar kita sehingga kita terpicu untuk berpikir maju ke depan.
Jangan hanya berpikir untuk merubah sesuatu yang salah, namun lakukan itu dari
hal terkecil yang kita bisa. Orang yang mampu berpikir kritis terhadap suatu kondisi
akan tergerak untuk berpikir ke depan, bagaimana agar bisa memecahkan suatu
masalah yang terjadi pada kondisi kita sehari-hari. Tanggap dan kritis ini berjalan
searah jadi, jika kita tanggap pada suatu permasalahan kita biasanya juga kritis dan
tergerak untuk memberikan solusi. Kedua sikap ini hanya akan tumbuh jika kita
berani untuk mencoba membenarkan sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Namun jika seseorang sudah mulai untuk tanggap dan kritis pada suatu kondisi,
pastinya orang tersebut harus merencanakan solusi yang dia sediakan jauh ke
depan. Sikap ini dinamakan visioner. Pentingnya seorang pemimpin memiliki
kemampuan menggambarkan dengan jelas tujuan-tujuan yang akan diraihnya di
masa depan adalah syarat utama bagi seorang pemimpin yang visioner. Suatu
kepemimpinan visioner melibatkan kesanggupan, kemampuan, kepiawaian yang
luar biasa untuk menawarkan kesuksesan dan kejayaan di masa depan. Seorang
pemimpin yang visioner mampu mengantisipasi segala kejadian yang mungkin
timbul, mengelola masa depan dan mendorong orang lain utuk berbuat dengan cara-
cara yang tepat. Hal itu berarti, pemimpin yang visioner mampu melihat tantangan
dan peluang sebelum keduanya terjadi sambil kemudian memposisikan organisasi
mencapai tujuan-tujuan terbaiknya. Kepemimpinan visioner memiliki ciri-ciri yang
menggambarkan segala sikap dan perilakunya yang menunjukkan
kepemimpinannya yang berorientasi kepada pencapaian visi, jauh memandang ke
depan dan terbiasa menghadapi segala tantangan dan ressiko. Seseorang yang
mampu melihat jauh kedepan, dan dengan optimis yakin akan meraih tujuannya,
pasti mampu membantu menyelesaikan permasalahan di sekitarnya. Meskipun
seseorang yang visioner memiliki cita-cita yang jauh ke depan, orang tersebut pasti
peduli dengan kondisi sekitarnya. Namun yang terakhir ini tidak kalah pentingnya,
yaitu tanggung jawab.

Semua hal bila dilakukan dengan rasa penuh tanggung jawab akan menjadi optimal.
Karena kita tahu bahwa bila kita mengerjakan sesuatu itu dilandasi dengan rasa
tanggung jawab kita akan merasa lebih termotivasi untuk melakukannya. Setiap
orang tidak pernah lepas dari tanggung jawab. Setiap orang pasti memiliki tanggung
jawab yang berbeda-beda, tergantung peran orang itu sendiri. Jadi siapapun kita,
kita tidak boleh melupakan tanggung jawab kita. Tanggung jawab kepada keluarga,
masyarakat, ataupun Tuhan. Semua itu harus kita sadari dan jadikan batasan
motivasi kita untuk berbuat lebih.

Kita harus percaya diri ketika melakukan sesuatu. Karena jika kita percaya kita
mampu melakukan itu semua, kita akan bisa. Yang menciptakan batasan adalah
otak kita sendiri, jadi kita harus berpikir lebih dari apa yang ingin kita capai. Tentu
saja, semua sikap-sikap tersebut harus dilandasi oleh akhlak pribadi orang itu
sendiri. Selama kita tidak memiliki akhlak yang melandasinya, kita tidak akan
memanfaatkan sikap-sikap tersebut dengan baik. Akhlak ataupun budipekerti
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Selain untuk membuat
manusia mengerti mana yang salah dan mana yang benar, akhlak juga memberikan
pengaruh akan niat ikhlas atau tidaknya orang tersebut menggunakan ilmunya.
Intinya semua kembali pada pribadi masing-masing. Kita harus berpegang teguh
pada apa yang selama ini kita percayai, dengan sikap-sikap PATRIOT tadi, kita akan
dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan juga kita akan dapat
membangun bangsa ini dengan sikap-sikap kita ini, selama kita mau berusaha untuk
jadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai