Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

“PERJANJIAN TUKAR MENUKAR”

KELOMPOK 2

KHANZA SUKMA SYAFA (20416274201034)

DEPI SUSANTI (20416274201148)

MUSLIM HAMBALI (20416274201017)

ATA ARDIANSYAH (20416274201011)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadiratNya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Perjanjian Tukar Menukar”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa


masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritikan dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini tentang


Perjanjian Tukar Menukar ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Karawang, 18 November 2022

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketentuan tentang tukar – menukar dalam KUH perdata diatur pada bab ke
enam, dari Pasal 1541 sampai dengan pasal 1546. Ketentuan tersebut sangat singkat
karena hanya terdiri dari enam pasal, akan tetapi walaupun hanya terdiri dari enam
pasal, ketentuan tersebut sangat luas karena pasal 1546 KUH perdata mengatakan
bahwa aturan – aturan tentang persetujuan jual – beli berlaku terhadap persetujuan tukar
menukar. Kita telah mengatahui bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi
syarat – syarat yangtelah ditetapkan dalam undang – undang. Syarat – syarat itu diatur
dalam Pasal 1320 KUH perdata, maka untuk sahnya suatu perjanjian tukar – menukar
haruslah memenuhi syarat – syarat yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH
perdata. Selain mengatur syarat untuk sahnya suatu perjanjian dalam membahas
ketentuan umum tentang perjanjian penulis telah menguraikanbahwa dari pasal 1320
tersebut dapat disimpulkan asas konsensualitas yang berlaku dalam hukum perjanjian.

Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena


undangundang. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal
1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa :“Suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih”. Setiap perjanjian yang melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah
pihak adalah mengikat bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini
berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku di dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-
Undang
Hukum Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”1

1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta:
Rajawali, 2010.

3
Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1338 (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Salah satunya
adalah perjanjian Tukar Menukar.Tukar-menukar diatur dalam Pasal 1541 sampai
dengan Pasal 1546 KUH Perdata. Perjanjian tukar-menukar adalah"Suatu persetujuan,
dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu
barang secara bertimbal balik sebagai suatu ganti barang lainnya." (Pasal 1451 KUH
Perdata) Definisi ini terlalu singkat, karena yang ditonjolkan adalah saling memberikan
benda antara satu sama lain. Akan tetapi menurut hemat penulis, perjanjian tukar-
menukar adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak yang satu dengan pihak
lainnya, dalam perjanjian itu pihak yang satu berkewajiban menyerahkan barang yang
ditukar, begitu juga pihak lainnya berhak menerima barang yang ditukar. Barang yang
ditukar oleh para pihak, dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Penyerahan barang bergerak cukup penyerahan nyata, sedangkan barang tidak bergerak
menggunakan penyerahan secara yuridis formal .

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Tukar Menukar?
2. Apa saja Subjek dan Objek Tukar Menukar ?
3. Apa saja hak dan kewajiban dalam Perjanjian Tukar Menukar?
4. Resiko apa saja yang ditimbulkan dari Perjanjian Tukar Menukar ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami definisi Perjanjian Tukar Menukar
2. Untuk mengetahui subjek dan objek Perjanjian Tukar Menukar
3. Untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban dalam Perjanjian Tukar Menukar
4. Untuk mengetahui risiko yang ditimbulkan dari Perjanjian Tukar Menukar

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perjanjian Tukar Menukar


Di dalam pengertiannya tukar menukar itu berasal dari bahasa Belanda yaitu
“Ruiling” yang mempunyai arti kata tukar menukar, atau “Ruilen” yang berarti
menukarkan.2
Dalam perkembangannya pengertian tukar menukar antara lain: a)
Menurut KUH Perdata Pasal 1541 yang menyatakan :
“Tukar menukar ialah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak
mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik,
sebagai gantinya suatu barang lain”.
b) Menurut Subekti menyatakan :
“Bahwa perjanjian tukar menukar ini adalah juga suatu perjanjian konsensuil,
dalam arti bahwa perjanjian itu sudah jadi dan mengikat pada detik tercapainya
sepakat mengenai barang-barang yang menjadi objek dari perjanjiannya” 3
c) Menurut Kansil menyatakan : “Perjanjaian tukar menukar itu sama dengan
perjanjian jual beli, tetapi perbedaannya pada tukar menukar kedua belah pihak
berkewajiban untuk menyerahkan barang, sedangkan pada jual beli pihak yang
satu wajib menyerahkan barang dan pihak yang lain menyerahkan uang”. 4
Perjanjian tukar menukar sama hal seperti perjanjian obligatoir yakni
jual beli, dalam arti bahwa belum memindahkan hak milik tetapi baru pada taraf
memberikan hak dan kewajiban.Pemindahan atau pengalihan hak terjadi apabila
masing-masing dari pihak barang yang menjadi objek perjanjian saling
memberikan barang yang di pertukarkan, sehingga pada saat itu kepemilikan
barang tersebut beralih.5

2 N.E.Algra, Kamus Istilah Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983, hlm.487


3 Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1975, hlm.54
4 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm.251. 5
http://eprints.undip.ac.id/17417/1/FITHA_I NACROSSHITA _MAHARANI.pdf, diakses
Bulan November 2022..

5
2.2 Subjek dan Objek dalam Perjanjian Tukar Menukar
Subjek hukum dalam perjanjian tukar menukar adalah pihak pertama dan pihak
kedua sedangkan yang dapat menjadi objek tukar menukar adalah semua barang.
Baik barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak (Pasal 1542 KUH
Perdata) dengan syarat barang yang menjadi objek tukar menukar tidak
bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan.
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, yang menjadi syarat ketiga untuk sahnya
suatu perjanjian ialah suatu hal tertentu atau obyek tertentu tersebut sebagai salah
satu syarat untuk sahnya suatu perjanjian maka sudah barang tentu bahwa setiap
perjanjian tukar-menukar haruslah mempunyai sesuatu yang menjadi obyek
perjanjiannya.
Mengenai syarat ketiga ini, dalam Pasal 1333 KUH Perdata dinyatakan bahwa
syarat itu tidak hanya mengenai jenis dari obyek tertentu, tetapi juga meliputi
bendabenda yang jumlahnya pada saat dibuat perjanjian belum ditemukan, asal
jumlah itu dapat ditentukan atau dihitung kemudian. Artinya, selain dapat
ditentukan jenisnya, obyek itu harus dapat ditentukan jumlahnya atau dapat
ditentukan kemudian.
Dengan demikian maka mengenal obyek tertentu dalam hal ini dapat diartikan
dalam dua hal yaitu, tertentu dalam arti dapat ditentukan pada saat dibuat perjanjian
dan tertentu dalam arti dapat ditentukan kemudian sesudah dibuat perjanjian.

2.3 Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Tukar Menukar


Masing-masing pihak mendapatkan hak untuk menuntut diserahkannya hak
milik atas barang yang menjadi objek perjanjian. Perbuatan pemindahan hak milik
atas masing-masing barang adalah perbuatan (perbuatan hukum) yang dinamakan
“livering” atau menyerahkan hak milik secara yuridis. 5
“ segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi objek perjanjian tukar
menukar. Kalau jual beli adalah mengenai barang dengan uang, maka tukar
menukar ini adalah suatu transaksi mengenai barang dengan barang. Untuk dapat
melakukan perjanjaian tukar menukar, masing-masing pihak harus memiliki dari
barang yang dia janjikan untuk diserahkan dalam tukar menukar tersebut. Adapun

5 Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, 1987, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di
Indonesia, Jakarta: Bina Aksara

6
syarat bahwa masing-masing harus memiliki itu, baru berlaku pada saat pihak
yang bersangkutan menyerahkan hak milik atas barangnya. ”

Kewajiban untuk menanggung (“vrijwaring”,”warranty”) sebagaimana diatur


dalam Pasal 1491 KUH Perdata yang menyatakan: “penanggungan yang menjadi
kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal yaitu: pertama,
penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tentram; kedua, tiadanya cacat
yang tersembunyi pada barang tersebut atau yang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian, hal itu bahwa perjanjian tukar
menukar sama halnya dengan jual-beli yang tertera pada Pasal 1546 yang 73
menyatakan: “untuk lain-lainnya, aturan-aturan tentang persetujuan jualbeli berlaku
terhadap persetujuan tukar menukar.”6
Mengenai obyek yang dapat ditentukan kemudian tersebut dalam Pasal 1334
KUH Perdata mengatakan bahwa barang-barang yang akan ada dikemudian hari
dapat menjadi obyek perjanjian, misalnya, panen padi disawah seluas satu hektar.
Kita telah mengetahui bahwa tukar menukar menurut Pasal 1541 KUH Perdata
adalah persetujuan untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik.
Rumusan itu dapat kita lihat bahwa yang dipertukarkan dalam tukar menukar adalah
barang dengan barang, maka jelaslah bahwa yang menjadi obyek dalam tukar
menukar adalah barang-barang tertentu.
Mengenai barang-barang tertentu tersebut, Pasal 1542 KUH Perdata yang
menyatakan sebagai berikut “segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi
bahan tukar menukar”.
Yang dimaksud dengan apa yang dapat dijual dalam hal ini adalah sesuai
dengan Pasal 1332 KUH Perdata yang menyatakan hanya barangbarang yang dapat
diperdagangkan sajalah yang dapat menjadi obyek persetujuan, maka jelasnya yang
dapat menjadi obyek tukar menukar adalah barang-barang yang dapat dijual atau
diperdagangkan.8

2.4 Risiko dalam Perjanjian Tukar Menukar


Mengenai risiko dalam perjanjian tukar menukar adalah jika sesuatu barang
tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya,
maka persetujuan dianggap gugur atau batal demi hukum dan siapa yang dari pihak

6 Handri Rahardjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Jakarta


8
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: PT Alumni, 1986.

7
telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang telah diberikan
dalam tukar menukar7.
Peraturan tentang risiko dalam perjanjian tukar menukar ini sudah tepat sekali
untuk suatu perjanjian yang bertimbal balik karena dalam perjanjian yang demikian
itu seorang menjanjikan prestasi demi untuk mendapatkan kontrak prestasi.
Soal risiko didalam perjanjian tukar menukar diatur dalam Pasal 1545 KUH
Perdata, menyatakan sebagai berikut:
“Dalam hal timbulnya suatu perikatan untuk tukar menukar suatu barang
tertentu yang telah disepakati untuk ditukar musnah dengan tidak dikehendaki
miliknya, perjanjian adalah menjadi gugur dan barang siapa dari kedua belah pihak
telah memenuhi prestasinya, dapatlah ia menuntuk kembali barang yang telah di
berikannya dalam tukar menukar8”. Isi Pasal 1545 KUH Perdata ini tampak suatu
pencerminan yang adil dan tepat. Adil dan tepat isi Pasal tersebut dapat di lihat dari
perkataan “menjadi gugur dan barang s iapa dari kedua belah pihak telah memenuhi
prestasinya dapatlah menuntut kembali barang yang telah di berikannya”. Perkataan
ini dapat disimpulkan bahwa risiko atas musnahnya barang yang telah diperjanjikan
untuk ditukar dibebankan kepada pundak masing-masing pemilik barang. Jadi apa
yang diberikan oleh Pasal 1545 itu adalah tepat.
Jika pihak yang satu telah menerima suatu barang yang telah ditukar kepadanya
dan kemudian membuktikan bahwa pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut,
maka tidak dapatlah dipaksa menyerahkan barang yang telah janjikan dari pihaknya
sendiri, melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya itu.
Kepada siapapun yang karena suatu penghukuman untuk menyerahkan barangnya
kepada orang lain, telah terpaksa melepaskan barang yang telah diterimanya dalam
tukar menukar, dapat memilih apakah akan menuntut pengembalian barang yang
telah diberikan. Ketentuan ini merupakan perwujudan dari masing-masing pihak
untuk menjamin kenikmatan, ketentraman atas barang-barang yang telah diserahkan

dalam tukar menukar. Namun dengan sendirinya penuntutan pengembalian barang


yang telah diserahkan kepada pihak lawan, hanya dapat dilaksanakan selama barang
itu masih ada ditangan (dalam pemiliknya) pihak tersebut, sebab dapat juga terjadi
pihak tersebut sudah menjual kepada orang lain dalam hal yang demikian tinggalah
tuntutan ganti rugi yang dapat dilakukan.

7 http://eprints.undip.ac.id/17417/1/FITHA_I NACROSSHITA _MAHARANI.pdf, diakses Bulan


November 2022
8 R. subekti dan R. Tjitrosudibyo.2005. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita

8
2.5 Syarat dan Biaya dalam Perjanjian Tukar Menukar (Tanah)

Dalam perjanjian tukar menukar suatu barang pasti terdapat persyaratan atau
biaya yang muncul atas pertukaran tersebut. Tidak terkecuali pertukaran bisa terjadi
untuk sebidang tanah atau lahan, baik itu antar personal atau perusahaan. Syarat dan
biaya Pertukaran atas sebidang lahan atau tanah diatur tersendiri pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 128 tahun 2015 tentang Jenis dan tarif atas
jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian Agraria dan
tata ruang/Badan Pertanahan Nasional juga Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasinal Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan
Pengaturan Pertanahan. Kedua aturan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum
dalam melakukan suatu perikatan perjanjian tukar menukar atas sebidang
tanah/lahan.
Adapun persyaratan untuk pengurusan perubahan atas tanah/lahan dari
pertukaran adalah sebagai berikut ;
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau
kuasanya di atas materai cukup;
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan;
3. Fotokopi identitas dari para pemohon/para ahli waris (KTP, KK) dan Kuasa
biladikuasakan, yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket.
4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket (untuk badan/perusahaan);
5. Sertifikat Asli;
6. Akta Tukar Menukar dari PPAT;
7. Ijin Pemindahan Hak apabila di dalam sertipikat/keputusannya dicantumkan
tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan
jika telah diperoleh ijin dari instansi yang berwenang;
8. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya
oleh petugas loket.
9. Penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah
lebih dari 60 Juta Rupiah.

Untuk biaya pengurusan peralihan atas tanah atau lahan dari perjanjian tukar
menukar diatur pada PP nomor 128 tahun 2015, pada pasal 16 ayat (2) yaitu “tarif
pelayanan pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam

9
pasal 15 huruf b, berupa pelayanan pendaftaran pemindahan peralihan Hak Atas
Tanah untuk perorangan dan Badan Hukum, dihitung berdasarkan rumus T =
(1%xNilai Tanah)+ Rp.50.000,-“
Jadi perhitungannya sebagai berikut ;
Luas/1000 x Nilai Tanah+Rp50.000 atau ZNT/1000 + Rp 50.000 setiap bidang.
Contoh Perjanjian Tukar Menukar (Tanah)

AKTA TUKAR-MENUKAR
Nomor: ../

Pada hari ini ., tanggal . () bulan tahun .. (.), hadir di hadapan saya .. yang
berdasarkan Surat Keputusan . tanggal .. nomor diangkat/ditunjuk sebagai Pejabat
Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, yang dimaksud dalam pasal
7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dengan
daerah kerja . dan berkantor di , dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya kenal
dan akan disebut pada bagian akhir akta ini:

Nama :
Tempat/Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :
Status Kawin :
Kewarganegaraan :
Nomor Induk Kependudukan :
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.

Nama :
Tempat/Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :
Status Kawin :

10
Kewarganegaraan :
Nomor Induk Kependudukan :
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.

Para penghadap dikenal oleh saya.

Pihak Pertama menerangkan bahwa mereka telah mengadakan tukar-menukar


atas satu bidang hak milik:

hak milik Nomor . sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur/Gambar Situasi


tanggal Nomor seluas m2 (.. meter persegi) dengan Nomor Identifikasi Bidang
Tanah (NIB): . dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPTPBB) Nomor Obyek Pajak (NOP): , yang merupakan milik Pihak Pertama.
dengan:

hak milik Nomor . sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur/Gambar Situasi


tanggal Nomor seluas m2 (.. meter persegi) dengan Nomor Identifikasi Bidang
Tanah (NIB): . dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPTPBB) Nomor Obyek Pajak (NOP): , yang merupakan milik Pihak Kedua.

Selanjutnya, semua yang diuraikan di atas dalam akta ini disebut Obyek
TukarMenukar.

Selanjutnya, para penghadap menerangkan:


Bahwa tukar-menukar ini telah terjadi dengan tambahan berupa uang yang
dibayarkan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebanyak Rp (... Rupiah);
Bahwa tambahan uang tersebut di atas telah diterima penuh oleh Pihak Kedua,
dan untuk penerimaan itu akta ini berlaku pula sebagai tanda penerimaannya
(kuitansi).

Para pihak melakukan tukar-menukar dengan syarat-syarat sebagai berikut:


Pasal 1

Mulai hari ini para penghadap masing-masing telah menerima penyerahan


obyek tukar-menukar sebagai penukaran dari hak kepunyaannya semula dan segala

11
keuntungan yang didapat dari dan segala kerugian/beban atas obyek tukar-menukar
tersebut menjadi hak/beban pihak yang menerimanya masing-masing.

Pasal 2

Kedua pihak satu sama lain saling menjamin bahwa obyek tukar-menukar
tersebut tidak tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak terikat
sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak tercatat dalam sertifikat dan bebas
dari beban-beban lainnya yang berupa apa pun.

Pasal 3

Mengenai tukar-menukar ini telah diperoleh izin pemindahan hak dari .. tanggal
. Nomor .

Pasal 4

Pihak Kedua dengan ini menyatakan bahwa dengan tukar-menukar ini


kepemilikan tanahnya tidak melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana tercantum
dalam pernyataannya tanggal ..

Pasal 5

Dalam hal terdapat perbedaan luas tanah yang menjadi obyek tukar-menukar
dalam akta ini dengan hasil pengukuran oleh instansi Badan Pertanahan Nasional,
maka para pihak akan menerima hasil pengukuran instansi Badan Pertanahan
Nasional tersebut dengan tidak memperhitungkan kembali nilai tukar-menukar dan
tidak akan saling mengadakan gugatan.

Pasal 6

Kedua belah pihak dalam hal ini dengan segala akibatnya memilih tempat
kediaman hukum yang umum dan tidak berubah pada Kantor Pengadilan Negeri ..

12
Pasal 7

Biaya pembuatan akta ini, uang saksi, dan segala biaya peralihan hak ini
dibayar oleh kedua belah pihak masing-masing untuk separuh bagian.

Akhirnya hadir juga di hadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang
sama dan disebutkan pada akhir akta ini yang menerangkan telah mengetahui apa
yang diuraikan di atas dan menyetujui tukar- menukar dalam akta ini.

Demikianlah akta ini dibuat di hadapan para pihak dan: sebagai saksi-saksi,
dan setelah dibacakan dan dijelaskan, maka sebagai bukti kebenaran pernyataan
yang dikemukakan oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua tersebut di atas, akta ini
ditandatangani/cap ibu jari oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua, para saksi dan saya,
PPAT, sebanyak 2 (dua) rangkap asli, yaitu 1 (satu) rangkap lembar pertama
disimpan di kantor saya, dan 1 (satu) rangkap lembar kedua disampaikan kepada
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota . untuk keperluan pendaftaran peralihan
hak akibat tukar-menukar dalam akta ini.

Pihak Pertama Pihak Kedua

. .

Persetujuan Persetujuan

.. ..

Saksi Saksi
. .

Pejabat Pembuat Akta Tanah

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kewajiban untuk menanggung (“vrijwaring”,”warranty”) sebagaimana diatur
dalam Pasal 1491 KUH Perdata yang menyatakan: “penanggungan yang
menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal
yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tentram;
kedua, tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut atau yang
sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian, hal
itu bahwa perjanjian tukar menukar sama halnya dengan jual-beli yang tertera
pada Pasal 1546 yang 73 menyatakan: “untuk lain-lainnya, aturan-aturan tentang
persetujuan jualbeli berlaku terhadap persetujuan tukar menukar.” Mengenai
obyek yang dapat ditentukan kemudian tersebut dalam Pasal 1334 KUH Perdata
mengatakan bahwa barang-barang yang akan ada dikemudian hari dapat menjadi
obyek perjanjian, misalnya, panen padi disawah seluas satu hektar.

3.2 SARAN

.Kita telah mengatahui bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat –
syarat yang telah ditetapkan dalam undang – undang. Syarat – syarat itu diatur dalam
Pasal 1320 KUH perdata, maka untuk sahnya suatu perjanjian tukar – menukar haruslah
memenuhi syarat – syarat yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH perdata.
Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1338 (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya

Harahap, Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: PT Alumni.

Rahardjo, Handri. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jakarta : Pustaka


Yustisia

C.S.T. Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Balai Pustaka

Prakoso, Djoko dan Bambang Riyadi Lany. 1987. Dasar Hukum Persetujuan
Tertentu di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara

Subekti. 1975. Aneka Perjanjian. Bandung : PT Alumni

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2010. Perikatan yang Lahir dari
Perjanjian, Jakarta: Rajawali.

Anda mungkin juga menyukai