Anda di halaman 1dari 4

Mata Kuliah : Hukum Perancangan Kontrak

Program Studi : Hukum


Dosen Pengampu : Agus Burhan Ahmad Fariz, S.E., S.H., M.H
Waktu : Jumat, 23 September 2022
Nama : Yeni Eriana Rizky
Nim : 442010110
Kelas : HKM.20.C2

1. Istilah dan Pengertian Perancangan Kontrak

Istilah perancangan kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract drafting.


Perancangan adalah proses, cara, atau perbuatan merancang. Sedangkan kontrak
adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum hak dan kewajiban. Jadi, perancangan kontrak
merupakan proses atau cara merancang kontrak.
Merancang kontrak adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi, dan
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Struktur kontrak adalah susunan dari
kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para pihak. Anatomi kontrak adalah
berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya. Substansi kontrak merupakan isi yang akan dituangkan dalam
kontrak yang akan dirancang oleh para pihak. Substansi kontrak ada yang
dinegosiasi oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara sepihak oleh
salah satu pihak. Kontrak semacam ini disebut dengan kontrak baku (standard
contract)1

2. Sumber-sumber Hukum Perancangan Kontrak

Sumber hukum dari perancangan kontrak yang berasal dari undang-undang


adalah sumber hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh pemerintah atas persetujuan DPR, di antaranya:
1. KUHPerdata (BW)
a. Buku III BW tentang Perikatan, khususnya Pasal 1338 ayat (1).

1
 Salim HS (et.al.), Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 1
b. Buku IV KUHPerdata tentang pembuktian dan daluarsa, khususnya dari Pasal
1865 sampai dengan Pasal 1894 yang berkaitan dengan pembuktian dan
tulisan.
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, yaitu Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 22.
3. Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor
4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Serta Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
4. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia.
5. Pasal 38 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Selain undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat pula sumber hukum
perancangan kontrak lainnya, seperti traktrat dan yurisprudensi.
Hal-hal yang diatur di dalam buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini :
1. Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan Pasal
1312 KUH Perdata)
2. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata sampai
dengan Pasal 1352 KUH Perdata)
3. Hapusnya perikatan (Pasal 1381 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1456
KUH Perdata)
4. Jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata sampai dengan 1540 KUH Perdata)
5. Tukar menukar (Pasal 1541 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1546 KUH
Perdata)
6. Sewa menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1600 KUH
Perdata)
7. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUH Perdata sampai
dengan Pasal 1617 KUH Perdata)
8. Persekutuan (Pasal 1618 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1652 KUH
Perdata)
9. Badan Hukum (Pasal 1653 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1665 KUH
Perdata)
10. Hibah (Pasal 1666 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1693 KUH Perdata)
11. Penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1739 KUH
Perdata)
12. Pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1753 KUH
Perdata)
13. Pinjam meminjam (Pasal 1754 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1769
KUH Perdata)
14. Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770 KUH Perdata sampai dengan Pasal
1773 KUH Perdata)
15. Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774 KUH Perdata sampai dengan Pasal
1791 KUH Perdata)
16. Pemberian Kuasa (Pasal 1792 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1819
KUH Perdata)
17. Penanggungan utang (Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850
KUH Perdata)
18. Perdamaian (Pasal 1851 KUH Perdata sampai dengan Pasal KUH Perdata)
Dari pembagian pasal yang berkaitan dengan kontrak di dalam KUH Perdata di
atas tidak disebutkan secara sistematis pasal berapa yang menjadi acuan bagi para
pihak untuk dapat merancang suatu bentuk kontrak yang baik dan benar. Namun di
dalam pengaturan hukum kontrak yang telah dibahas sebelumnya, kontrak
mengandung system terbuka (open system) yang artinya bahwa setiap orang bebas
untuk mengadakan suatu perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum
diatur di dalam undang-undang. Hal tersebut di atas terlihat dari ketentuan yang
tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua
perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya’’.
Ketentuan di dalam Pasal 1338 KUH Perdata tersebut memberikan kebebasan
bagi para pihak untuk dapat:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3. Menentuka isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
Namun sistem pengaturan hukum kontrak yang bersifat sistem terbuka tersebut
tidak lantas memberikan pengertian bagi para pihak untuk dapat melakukan segala
bentuk perjanjian yang diinginkannya. Sebab kontrak atau perjanjian tersebut tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dan
memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat dinyatakan sah dan berlaku bagi para
pihak didalamnya agar mentaati dan mematuhi isi dari kontrak tersebut sesuai
dengan Pasal 1338 KUH Perdata.

3. Manfaat Perancangan Kontrak


1. Memberikan kepastian tentang identitas pihak-pihak yang dalam kenyataannya
terlibat dalam perjanjian.
2. Memberikan kepastian dan ketegasan tentang hak dan kewajiban utama
masing-masing pihak sesuai dengan inti kontrak atau perjanjian yang hendak
diwujudkan para pihak.
3. Memberikan jaminan tentang keabsahan hukum legal validity dan
kemungkinan pelaksanaan secara yuridis legal enforceablility dari kontrak yang
dibuat.
4. Memberikan petunjuk tentang tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban para
pihak yang terbit dari kontrak yang mereka adakan.
5. Memberikan jaminan kepada masing-masing pihak bahwa pelaksanaan janji-
janji yang telah disepakati dalam kontrak yang bersangkutan akan menerbitkan
hak untuk menuntut pelaksanaan janji-janji atau prestasi dari pihak yang lain
yang mengingkari janjinya.
6. Menyediakan jalan yang dianggap terbaik bagi para pihak untuk
menyelesaikan perselisihan-perselisihan atau perbedaan pendapat yang
mungkin terjadi ketika transaksi bisnis mulai dilaksanakan.
7. Memberikan jaminan bahwa janji-janji dan pelaksanaan janji-janji yang dimuat
di dalam kontrak adalah hal-hal yang mungkin wajar, patut dan adil untuk
dilaksanakan fair and reasonable.

Anda mungkin juga menyukai