Anda di halaman 1dari 131

PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA

TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN DESA


JATIREJO KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH

(Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Durkheim)

Diajukan kepada FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Guna mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)

SKRIPSI

Oleh:

Rima Setiyawati

1110015000068

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS


ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2014/1435 H
ABSTRAK

Rima Setiyawati (1110015000068). Peranan Dukun Bayi Dalam Perspektif


Masyarakat Jawa Terhadap Proses Persalinan Di Dusun Noloprayan Desa
Jatirejo Kabupaten Semarang (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik
dan Organik Emile Dhurkeim). Oleh Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor MA.
Di era modern seperti sekarang ini peranan dukun bayi masih sangat besar
pengaruhnya dalam masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Begitu pula dengan
masyarakat dusun Noloprayan yang masih menggunakan jasa dukun bayi untuk
penanganan persalinan daripada melalui bidan. Hal tersebut menarik ketika dikaji
melalui teori solidaritas sosial mekanik dan organik Emile Dhurkeim. Tujuan
penulisan skripsi ini adalah (1) Mengetahui bagaimana peranan dukun bayi dalam
perspektif masyarakat Jawa terhadap proses persalinan di dusun Noloprayan, desa
Jatirejo, kecamatan Suruh, kabupaten Semarang, (2) Mengetahui persepsi
masyarakat setempat mengenai peran dukun bayi tersebut. Teknik pengumpulan
data dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pergeseran peran dukun bayi. Sejak
tahun 2012 dukun bayi di dusun Noloprayan tidak lagi berperan sebagai tenaga
penolong persalinan tetapi hanya melakukan penanganan kehamilan bagi ibu
hamil dan pelayanan perawatan pasca persalinan. Peran tersebut telah diambil alih
oleh bidan. Dikaji melalui teori solidaritas mekanik Emile Dhurkeim, bahwa
kecenderungan masyarakat setempat yang memilih dukun bayi sebagai konsultan
kesehatan kehamilan dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayinya
menunjukkan suatu kondisi masyarakat yang masih patuh terhadap adat dan
tradisi yang berlaku sehingga masyarakat ini bersifat primitif dan sederhana.
Sedangkan sikap masyarakat yang menunjuk bidan sebagai rujukan utama pelaku
penolong persalinan oleh Dhurkeim dikatakan sebagai masyarakat yang lebih
maju, kompleks dan berfikir rasional. Hasil persepsi masyarakat Noloprayan
mengenai peranan dukun bayi terhadap proses persalinan dan pelayanan kesehatan
adalah baik yaitu sebagai agen pelestarian budaya pada peristiwa diseputar
kehamilan dan kelahiran masyarakat Jawa.
Saran yang dapat diajukan kepada masyarakat Noloprayan khususnya kepada
dukun bayi supaya diberikan penjadwalan jam kerja agar lebih efektif dan efisien.
Bagi pemerintah setempat hendaknya menyediakan fasilitas serta memberikan
binaan pada dukun bayi dan bidan desa, agar pelayanan kesehatan yang dilakukan
dapat terjamin memuaskan masyarakat.

Kata kunci : Dukun bayi dan persalinan

i
ABSTRACT

Rima Setiyawati (1110015000068). The Role of TBAs (Traditional Birth


Attendants) In the Perspective of Javanese Community on Delivery Process
at Noloprayan Hamlet, Jatirejo Village, Semarang Regency (By Using Emile
Dhurkheim’s Theory Approach of Mechanicaland Organic Solidarity).

In the modern era like today, the role of TBAs still have very big influence in the
community, particularly the Javanese community. As wellas the people of
Noloprayan hamlet that still use the services of TBAs for delivery handling rather
than a midwife. It is interesting when studied by using Emile Dhurkeim’s theory
of mechanical and organic social solidarity. The purpose of this paper is (1)
Knowing how the role of TBAs in the perspective of Javanese community on
deliveryprocess at Noloprayanhamlet, Jatirejo village, Suruh district, Semarang
regency, (2) Knowing perception of local community on the role of TBAs. Data
collection technique used is qualitative-descriptive analysis method. The data
were collected through observation, interviews, and documentation.
The results showed that there was a shift in the role of TBAs. Since 2012,TBAs at
Noloprayan hamlet no longer act as birth attendants but only handling pregnancy
for pregnant women and postpartum care services. The role has been taken over
by midwife. Being assessed by using Emile Dhurkeim’s theory of mechanical
solidarity, that the tendency of the local community who choose TBAs as a
consultant of pregnancy health and post-partum care for the mother and her baby
showed a condition of society which still adhere to the prevailing customs and
traditions so that these communities are primitive and simple,while community
attitudes which point to midwife as the main reference for birth attendant were
referred by Dhurkeim as more advanced, complex and rational thinkingsocieties.
Perception results of Noloprayan communityregarding to the role of TBAs on
delivery process and health care is good, namely as an agent of cultural
preservation at events concerning pregnancy and birth of the Javanese
community.
The suggestions can be submitted to the Noloprayan community, especially
TBAs, is that they are given a schedule of working hours to make it more
effective and efficient. For local government should provide facilities and
guidance toTBAs and village midwives, so that health care can be guaranteed to
satisfy the public.

Key word : Traditional Birth Attendants

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, Segala puji dan syukur


penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Alhamdulillah rabbil „alamiin, senantiasa penulis panjatkan kepada-
Nya. Karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi serta shalawat
dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga
dan para sahabatnya.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat


terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyeleseikan skripsi ini. Izinkanlah penulis
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada:

1. Ibu Dra. Nurlena Rifa‟i, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Berkat jasa Beliau yang senantiasa
memberikan yang terbaik untuk seluruh mahasiswa Pendidikan IPS.
3. Bapak Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor, MA, selaku dosen pembimbing.
Berkat jasa beliau, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan sangat baik.
4. Bapak H. Syamsuddin, Kepala Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
5. Bapak Bushaeri, Kepala Dusun Noloprayan Desa Jatirejo.
6. Ibu H. Shulaikah, Dukun bayi di Dusun Noloprayan Desa Jatirejo.
7. Seluruh warga masyarakat di Dusun Noloprayan Desa Jatirejo.
8. Seluruh civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
9. Nenek dan Ibunda ku tercinta, yang senantiasa memberikan semangat dan
dukungan moril dan materil. Serta tak henti-hentinya memanjatkan doa

iii
kepada-Nya untuk penulis, agar senantiasa mendapatkan Ridho-Nya di
setiap langkah perjuangan dalam menempuh perjalanan yang berliku untuk
menggapai kesuksesan.
10. Adikku tersayang, Gesang Prasetyo, yang senantiasa memberikan
motivasi, do‟a, dan canda tawa kepada penulis.
11. Paman dan bibik ku, Aminudin SE, Ika Rusilowati SE, Siti Muawanah SE,
Lia Listiana SE, Trimunaryati, Muhammad Mansyur, Siti Kholisoh, dan
Saptan Keton yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada
penulis.
12. Sahabat sejatiku, Eka Rahayu, Novi Arianti, Dine Ertanti Zuhri, Maya
Rizki Yulianti, Lita Jamallia, dan Usniah yang selalu memberikan do‟a,
bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika sedang gundah gulana.
Serta “Someone” ku tercinta, Shalihin Said sebagai penyemangat dan
membantu penulis dalam penulisan skripsi ini semoga oleh Allah
disatukan dalam ikatan yang suci.
13. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2010, khusunya
kelas A Sosiologi- Antropologi yang telah banyak memberikan banyak
inspirasi kepada penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yag telah
memberikan bantuan, menyelesaikan skripsi ini.

Ahirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis berdo‟a, semoga Allah
SWT menerima amal bakti yang diabdikan dengan ikhlas mendapatkan balasan
yang setimpal.

Amin-amin ya robbal alamin.

Jakarta, 16 Juli 2014

Penulis,

Rima Setiyawati

iv
DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK..............................................................................................................i

ABSTRAC………………………………………………………………………..ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................1

B. Pembahasan Masalah.........................................................10

1. Identifikasi Masalah....................................................10

2. Pembatasan Masalah....................................................10

3. Rumusan Masalah........................................................10

4. Pertanyaan Penelitian..................................................11

C. Hipotesis............................................................................11

D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian....................................11

BAB II. DESKRIPSI TEORITIS DAN

KERANGKAKONSEPTUAL..................................................13

A. Deskripsi Teoritis ......................................................................13

1. Perspektif Masyarakat...........................................................13

a. Definisi Perspektif.......................................................13

b. Perspektif Masyarakat.................................................13

2. Masyarakat Jawa...................................................................14

v
a. Definisi Masyarakat.....................................................14

b. Masyarakat Jawa..........................................................15

1) Karakteristik Pulau Jawa.........................................15

2) Budaya Masyarakat Jawa........................................17

a) Agama...............................................................17

b) Bahasa...............................................................17

c) Sikap hidup.......................................................19

d) Sistem Kemasyarakatan...................................20

e) Sistem Pemerintahan........................................21

f) Mata Pencaharian.............................................22

g) Kesehatan.........................................................22

h) Kesenian...........................................................23

3. Kehamilan.............................................................................24

a. Defininisi Kehamilan.......................................................24

b. Upaya Masyarakat............................................................25

c. Penjagaan Kesehatan........................................................25

4. Persalinan..............................................................................26

a. Definisi Persalinan...........................................................26

b. Tenaga Penolong Persalinan............................................26

1) Dukun Bayi.................................................................26

2) Peran Dukun Bayi.......................................................28

3) Layanan Dukun Bayi..................................................31

4) Cara Pertolongan Persalinan Oleh Dukun Bayi..........31

5. Teori Solidaritas Emile Dhurkeim........................................32

vi
a. Biografi Emile Dhurkeim................................................32

b. Teori Solidaritas Sosial....................................................33

1) Solidaritas Mekanis.....................................................34

2) Solidaritas Organis......................................................35

B. Kerangka Konseptual dan Skema..................................................35

C. Penelitian Relevan……………………………………………….38

BAB III. METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN...............39

A. Objek....................................................................................39

B. Subjek...................................................................................39

C. Data yang dikumpul..............................................................40

D. Sumber Data.........................................................................40

E. Teknik Pengumpulan Data....................................................41

1. Observasi.....................................................................41

2. Wawancara..................................................................42

3. Dokumen.....................................................................43

4. Analisa.........................................................................43

F. Teknik Pengolahan Data......................................................44

G. Teknik Penulisan Skripsi.....................................................44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………45

A. DESKRIPSI DATA……………………………………45

1. Posisi Dusun Noloprayan.............................................45

2. Budaya Masyarakat.....................................................46

vii
3. Kependudukan............................................................49

4. Agama dan Sistem Kepercayaan...............................50

5. Perekonomian.............................................................50

6. Hubungan dengan Dusun lainnya...............................51

7. Prestasi Pembangunan................................................51

B. TEMUAN HASIL ANALISIS………………………..53

1. Temuan Lapangan Tentang Dukun Bayi………...53

a. Prestasi Dukun Bayi.............................................53

b. Cara Pertolongan Dukun Bayi dalam Persalin….53

c. Keamanan Bayi yang ditangani...........................55

d. Syarat – syarat penanganan Bayi oleh Dukun

bayi......................................................................55

e. Hubungan Dukun Bayi dengan Warga Masyarakat

………………………………………………….56

f. Hubungan Dukun Bayi dengan Instansi dan tenaga

Medis………………………………..................56

1) Hubungan Dukun Bayi dengan Puskesmas....56

2) Hubungan Dukun Bayi dengan Bidan............57

2. Temuan Lapangan Tentang Pergeseran Dukun....57

a. Peran Dukun Bayi sampai dengan 2011................57


b. Peran Dukun Bayi Sejak 2012 sampai Sekarang...58
3. Temuan Lapangan Tentang Perspektif Masyarakat

Terhadap Dukun………………………………........58

a. Perspektif Masyarakat Mengenai Dukun Bayi......59

viii
b. Faktor Penyebab Masyarakat Memilih Dukun Bayi

sebagai Penolong Persalinan..................................59

c. Tanggapan Masyarakat Mengenai Peranan Dukun

Bayi dalam Proses Persalinan...............................59

C. PEBAHASAN TEMUAN………………………….....61

1. Ketepatan Hipotesis....................................................61

2. Kerangka Konseptual TeoriTemuan............................63

3. Perspektif Peneliti tentang Dukun Bayi di Dusun

Noloprayan.................................................................68

BAB V. PENUTUP.................................................................................68

A. Kesimpulan........................................................................68

B. Saran...................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


1. Landasan Filosofis
Pesatnya kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menghantarkan manusia kepada peradaban yang lebih baik. Manusia dengan
berbagai bentuk aktivitasnya seolah dipermudahkan dengan ketersediaan
fasilitas-fasilitas hidup yang semakin canggih. Kemajuan teknologi
diberbagai bidang turut serta dalam mengubah cara pandang dan cara
berfikir manusia menjadi lebih fleksibel dan mengikuti arah perkembangan
zaman. Kemajuan dalam bidang medis misalnya, adanya perubahan-
perubahan baik dari segi cara, alat yang digunakan, serta sumber daya
manusianya. Hal ini sebagai salah satu indikasi munculnya suatukesadaran
pentingnya kesehatan.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 34 ayat 3 menegaskan bahwa negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Oleh sebab itu,
pemerintaah mulai mengupayakan berbagai program dalam bidang
kesehatan salah satunya adalah upaya peningkatan kesehatan pada
ibu dan anak. Hal ini dicantumkan dalam GBHN tahun 1993 yang
menyatakan bahwa, “Pembinaan anak yang dimulai sejak anak
dalam kandungan diarahkan pada peningkatan kualitas kesehatan
ibu dan anak dengan mempertinggi mutu gizi, menjaga kesehatan
jasmani dan ketenangan jiwa ibu serta dengan menjaga
ketentraman suasana keluarga dan pemenuhan kebutuhan dasar
keluarga...”.1
Program-program kesehatan masyarakat yang telah tersebar luas
jangkauan pelayanan kesehatannya hingga ke daerah-daerah pelosok di
tanah air adalah salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam
mensejahterakan masyarakat, Akan tetapi faktanya masih ditemukan
berbagai kendala mengenai pelaksanaan pelayanan bagi ibu dan bayi,
seperti misalnya terdapat tingginya angka kematian ibu dan bayi pada saat

1
Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks
Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. vii.

1
2

persalinan, faktor sosial budaya, serta pengetahuan dan perilaku budaya


yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan menurut ilmu
kedokteran.
Para ahli antropologi melihat bahwa pembentukan janin, kelahiran
hingga kematian pada umumnya dianggap oleh warga berbagai
masyarakat di berbagai penjuru dunia sebagai peristiwa-peristiwa
yang wajar dalam kehidupan manusia. Dalam konteks kehamilan
dan kelahiran bayi itu, setiap masyarakat memiliki cara-cara
budaya mereka sendiri dalam memahami dan menanggapi
peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah
dipraktekkan jauh sebelum masuknya sistem medis biomedikal
dilingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat
juga memiliki cara-cara tertentu dalam mengatur aktivitas-aktivitas
mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin.2

Beberapa masyarakat percaya bahwa setiap perpindahan tahapan


kehidupan adalah suatu hal yang krisis baik bersifat nyata atau gaib
sehingga diperlukan upaya pencegahan yaitu dengan mengadakan upacara-
upacara adat. Peristiwa kehamilan dan melahirkan adalah tahapan kritis
dalam kehidupan yang tetap harus dijalanimaka sebagian dari masyarakat
menitik beratkan perhatiannya terhadap aspek kultural dari kehamilan dan
kelahiran itu. Orang Jawaadalah salah satu contoh masyarakat yang menitik
beratkan perhatiannya pada 2 aspek kultural tersebut sehingga mereka
sering melakukan upacara-upacara ritual seputar kedua peristiwa penting
tersebut.
Geertz pada penelitiannya di daerah terpencil Jawa timur,
Mojokuto, menjelaskan bahwa upacara ritual sebagai tahapan
peralihan (rites of passage) yang menekankan kesinambungan dan
identitas yang mendasari semua segi kehidupan dan transisi serta
fase-fase khusus yang dilewati yang dalam keseluruhannya
slametan tersebut memiliki simbolisme khusus dari peristiwa-
peristiwa tersebut.3

Upacara adat disekitar kehamilan yang masih dijalankan oleh orang


Jawa antara lain Tingkeban (upacara di usia 7 bulan kehamilan), babaran

2
Ibid., h. viii.
3
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1983), h.48.
3

atau brokahan (upacara kelahiran bayi), sepasaran (upacara hari kelima


setelah bayi dilahirkan), dan selapanan (upacara bulan pertama sejak bayi
dilahirkan). Dari keseluruhan tahapan upacara tersebut masing-masing
memiliki simbol, makna dan tujuan yang berbeda-beda.
Adanya kepercayaan masyarakat Jawa atas peristiwa kehamilan
sebagai aspek kultural yang sarat akan kemistisan, maka pemberian
pertolongan dan tempat persalinan juga menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan. Peran dukun bayi atau paraji berperan penting sebagai
penolong proses persalinan jika dibandingkan dengan penanganan seorang
bidan. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan masyarakat terhadap dukun
sebagai pelaku pertolongan pada kelahiran yang lebih menitik beratkan pada
aspek kultural dan memiliki kekuatan gaib.

2. Landasan Historis
Menurut amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1)
menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejatera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memproleh pelayanan kesehatan”.4 Guna menjalankan apa
yang menjadi amanat UUD 1945, dalam hal memperoleh pelayanan
kesehatan maka pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk menentukan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Persalinan yang oleh masyarakat Jawa dianggap sebagai proses
kultural dan memaknai suatu kehamilan dan kelahiran sebagai suatu krisis
kehidupan yang dihubungkan dengan hal yang gaib, maka tempat dan
pertolongan persalinan menjadi sangat penting. Dukun bayi yang tidak
hanya sebatas penolong persalinan tetapi juga memiliki keahlian secara
gaib, banyak dipilih masyarakat Jawa sebagai pelayanan kesehatan dalam
konteks persalinan.

4
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html.diakses pada
tgl 8 Jan 2014.
4

Di Indonesia persalinan dukun sebesar 75% sampai 80% terutama


di daerah pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat dipedesaan terhadap kesehatan masih rendah serta perilaku
budaya yang masih di pertahankan. Pertolongan persalinan oleh dukun
menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dapat dipahami bahwa dukun
tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan.5 Orang
yang pergi keseorang bidan untuk melahirkan menjadi petunjuk kuat tentang
urbanismenya yang bersangkutan, pegawai pemerintah, dan kalangan yang
berpendidikan. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa mereka lebih
memilih untuk melepaskan tradisi diseputar kehamilan dengan menganut
pandangan yang lebih rasional.
Berbeda dengan masyarakat yang menganut pandangan rasional,
masyarakat yang menggunakan jasa dukun bayi, percaya bahwa pemberian
pertolongan saat melahirkan bukan masalah teknis belaka jauh dari itu,
keahlian gaib yang dimiliki seoarang dukun akan mampu mengurangi
penderitaan dan kesulitan ketika melahirkan. selain faktor kepercayaan,
faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebabnya. Dengan
menggunakan jasa dukun bayi itu, biaya yang akan dikeluarkannya lebih
murah jika dibandingkan dengan biaya dengan memakai jasa seorang bidan.
Belum lagi soal layanan yang diberikan antara keduanya, seorang dukun
biasanya memberikan perawatan baik sebelum dan sesudah kelahiran.
Selama kurang lebih 40 hari pasca kelahiran dukun bayi masih
mendampingi ibu dan bayi guna memberikan ramua-ramuan tradisioanal
dan pijit perawatan bagi keduanya.
Dukun bayi adalah pelayan kesehatan yang mempunyai tujuan
sama seperti bidan namun berbeda dalam hal penanganan. Jika bidan
menangani persalinan dengan menggunakan keahlian medis dan difasilitasi

5
Manuaba, dalam http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.
html.diakses pada tgl 8 Jan 2014 pukul 23.00 WIB.
5

oleh alat-alat medis yang modern, maka berbeda halnya dengan cara kerja
dukun bayi. Mereka bekerja dengan cara dan alatyang masih sederhana.
Peran dan keberadaan dukun bayi tetap harus dilestarikan dan
diperhatikan perkembangannya, karena kehadiran dukun bayi ditengah-
tengah masyarakat adalah selain untuk melestarikan budaya dan adat
istiadat yang berlaku didalam masyarakat juga dapat membantu
meringankan biaya persalinan bagi keluarga yang kurang mampu.
Mengingat bahwa kesehatan adalah hak setiap warga Indonesia,
sehingga secara mandiri dan bertanggung jawab masyarakatberhak
menetukan pelayanan kesehataan dalam hal ini persalinan, maka bagi
masyarakat yang menentukan pilihannya kepada dukun bayi berhak juga
atas jaminan kesehatan pasca persalinan. Maka untuk mengupayakannya
pemerintah memberikan pelatihan terhadap para dukun bayi secara
terprogram yang salah satunya melalui program puskesmas.
Di dalam program pelatihan tersebut para dukun bayi diberikan
berbagai pelatihan-pelatihan mengenai cara penanganan persalinan,
penanganan jika terjadi kesulitan dalam bersalin, penanganan nifas, dan
pelatihan terhadap cara perawatan bayi dan ibu pasca bersalin, secara sehat
dan bersih yang sesuai dengan standar medis.
Pengadaan Program ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk
meminimalisir tingkat kematian ibu dan bayi serta kesakitan ibu dan
perinatal terhadap pelayanan persalinan oleh dukun bayi. Sehingga
kesehatan yang merupakan hak seluruh warga Indonesia telah diupayakan
oleh pemerintah.

3. Landasan Yuridis
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 ayat 3 tentang kesehatan
menyatakan bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
6

jawab menentukan sendiri pelayanaan kesehatan yang diperlukan bagi


dirinya.6
Mengacu pada Undang- Undang tersebut di atas, dukun bayi
memiliki hak dalam memberikan pertolongan persalinan sebagai alternatif
pilihan masyarakat meskipun tidak memiliki keahlian secara medis.
Masyarakat atau individu memiliki kebebasan apakah ia akan melahirkan
melalui bidan atau melalui seorang dukun bayi. Tentu pemilihan kedua
alternatif tersebut masing-masing memiliki resiko yang berbeda satu dengan
lainnya.
Kebebasan individu atau masyarakat dalam menentukan pelayanan
kesehatan dalam hal ini dukun bayi, selain faktor ekonomi,adanya
kepercayaan serta adat istiadat seputar kehamilan dan kelahiran oleh
masyarakat Jawa dimaknai sebagai suatu proses kultural yang syarat akan
kepercayaan, maka peranan dukun bayi sangatlah penting karena dukun
bayi dipercaya memiliki keahlian gaib dalam membantu proses persalinan.

4. Kekontemporeran
Dukun bayi adalah gabungan dari dua kata, yakni dukun dan bayi.
Masing-masing kata ini mengandung makna yang berbeda satu sama
lainnya, namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat sehingga
penggabungan kedua kata tersebut membentuk suatu kesatuan pemahaman
yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam bahasa Arab, “Dukun bayi disebut kahin adalah kata yang
biasa dipakai untuk mengungkapkan orang yang dapat meramal nasib
dengan batu kerikil. Kata dukun juga dapat dipakai untuk orang yang
mengerjakan perkara orang lain dan berusaha untuk memenuhi segala
kebutuhannya”.7 Penyembuh, secara umum di Indonesia, di Jawa khususnya

6
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html.diakses pada
tgl 8 Jan 2014.
7
Yusuf Al-Qardhawi, Menjelajahi Alam Ghaib, ilham, mimpi, jimat, dan Dunia
Perdukunan dalam Islam, (Jakarta: Hikmah, 2003), Cet.1, h. 277.
7

disebut dengan dukun8. Sedangkan menurut kamus istilah penting modern,


kata bayi memiliki pengertian anak kecil yang belum lama lahir.9
Dari penggabungan kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa
dukun bayi adalah seseorang yang memiliki keahlian dan kemampuan
secara tradisional dalam membantu proses kelahiran seorang bayi.
Pengertian dukun bayi yang dikemukakan oleh DepKes RI (1994),
Pada dasarnya dukun bayi atau Paraji adalah, “Seorang anggota
masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat
kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong
persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut
dengan secara turun temurun, belajar secara praktis atau dengan
cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan bidan
serta melalui petugas kesehatan.”10
Batas kewenangan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan
menurut Depkes RI (1994: 14) adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan pertolongan persalinan meliputi mempersiapkan
tempat, kebutuhan ibu dan kebutuhan bayi, mempersiapkan alat-
alat persalinan sederhana secara bersih, mencuci tangan sebatas
siku dengan sempurna (10 menit).
2. Memimpin persalinan normal dengan teknik-teknik sederhana
yang meliputi membimbing ibu mengejan, menahan perineum,
merawat tali pusat, memeriksa kelengkapan placenta.
3. Dukun tidak melakukan tindakan yang dilarang seperti memijat
perut serta mendorong rahim, menarik plasenta, memasukkan
tangan ke dalam liang senggama.
4. Melakukan perawatan pada bayi baru lahir yang meliputi
perawatan mata, mulut dan hidung bayi baru lahir, perawatan tali
pusat dan memandikan bayi.11
Di dalam prakteknya, tidak semua dukun yang tidak berbekal
keahlian medis karena banyak dukun bayi yang memperoleh pelatihan-
pelatihan yang dilakukan oleh tenaga medis guna melakukan pertolongan
persalinan secara bersih dan sehat.

8
Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A.. Dokter Atau Dan Dukun: Pergumulan
Pengobatan Di Indonesia, (Jakarta : LEMLIT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 55.
9
Ivenie Dewintari S, Alvina Tria Febianda, Kamus Istilah Penting Modern, (Jakarta:
Aprindo 2003), h.42.
10
http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada tgl 4
jan 2014.
11
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. diakses
pada tgl 8 Jan 2014.
8

Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh


tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. Sedangkan dukun tidak terlatih
adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau
dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Peranan dukun
beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat
dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih
dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan.12
Peran dukun dalam pertolongan persalinan dalam Pedoman
Kemitraan Bidan dengan Dukun adalah sebagai berikut:
a. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan
b. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transportasi untuk
pergi ke bidan atau memanggil bidan
c. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti air
bersih dan kain bersih
d. Mendampingi ibu pada saat persalinan
e. Membantu bidan pada saat proses persalinan
f. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat yang
sesuai tradisi setempat
g. Membantu bidan dalam perawatan bayi baru lahir
h. Membantu ibu dalam inisiasi menyusui dini kurang dari 1
jam
i. Memotivasi rujukan jika diperlukan
j. Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah
persalinan.13

B. Pembahasan Masalah
1. Identifikasi Masalah

12
Definisi dukun bayi, http://www.bascommetro.com/2011/04/definisi-dukun-bayi.html,
di akses pada Selasa, 18 Maret 2014.
13
http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada
tanggal 4 januari 2014.
9

Dari latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasikan


permaslahan sebagai barikut:
a. Kemajuan teknologi dibidang ilmu medis dan kedokteran telah
berkembang sangat pesat dengan menjamurnya tenaga medis dan
kesadaran kesehatan dalam suatu masyarakat.
b. Resiko kematian dan penyakit pada ibu dan bayi tinggi akibat proses
persalinan melalui dukun bayi
c. Dukun bayi tidak memiliki keahlian dalam bidang medis selain praktek
kerja secara tradisional
d. Mahalnya biaya persalinan melalui jasa bidan

2. Pembatasan Masalah
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, supaya penelitian lebih
terarah sesuai dengan judul dan tujuan dilakukannya penelitian, maka
penulis memberikan batasan permasalahan ini pada jasa dukun bayi yang
masih bertahan dan tetap digunakan dalam hal ini pada proses persalinan
atau kelahiran, meskipun dukun bayi tidak memiliki keahlian medis serta
dalam prakteknya masih menggunakan cara-cara tradisional yang secara
turun-temurun dilakukan.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari identifikasi permasalahan yang ada, agar
penelitian lebih terarah dan fokus, maka rumusan masalahnya yaitu peneliti
hanya melakukan observasi dan penelitian di Dusun Noloprayan, Desa
Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang mengenai kondisi
masyarakat setempat yang sudah maju dan mengikuti arah perkembangan
zaman, tetapi eksistensi dan peran dukun bayi sebagai pelaku pertolongan
persalinan tradisional yang tidak memiliki kemampuan medis masih tetap
mendapatkan tempat dihati para masyarakat.
10

4. Pertayaan Penelitian
Dengan dasar rumusan masalah atau lingkup pembahasan di atas,
maka penulis dapat mengajukan pertanyaan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Bagaimana persepsi masyarakat di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo,
Kabupaten Semarang tentang dukun bayi terhadap proses persalinan?
b. Bagaimana peranan dukun bayi terhadap proses persalinan bagi
masyarakat Jawa, khusunya bagi masyarakat di Dusun Noloprayan?

C. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan yang diajukan atas pertanyaan penelitian
yang berupa kalimat pernyataan peneliti. Berdasarkan dari pertanyaan
penelitian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah bagi masyarakat
Noloprayan dengan melahirkan melalui dukun bayi serta mentaati adat-istiadat
dalam menjalankan ritual diseputar kehamilan dan kelahiranakan membawa
keberkahan tersendiri bagi kelangsungan hidup jabang bayi.

D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun skripsi pada program
strata satu (S1) Pendididikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi
Sosiologi-Antropologi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
b. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana peranan dukun bayi dalam
perspektif masyarakat Jawa terhadap proses persalinan di Dusun
Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang dan
untuk mengetahui mengapa masyarakat setempat masih menggunakan
jasa dukun bayi sebagai penolong persalinan.
11

2. Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan kegunaan
bagi dunia akademik, masyarakat, dan bagi penulis. Adapun manfaatnya
sebagai berikut:
a. Bagi Akademisi
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi akademisi, dan
penelitian lanjutan secara lebih mendalam terhadap bagian dari setting
penelitian ini.
b. Bagi masyarakat umum
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengevaluasian
dan pengambilan keputusan bagi keluarga dan calon ibu dalam pemilihan
pertolongan persalinan.
c. Bagi Penulis
Dapat menambah informasi dan wawasan mengenai peranan
dukun bayi (paraji) dalam membantu proses persalinan pada calon Ibu.
12

BAB II
DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Deskripsi Teoritis
1. Perspektif Masyarakat
a. Definisi Perspektif
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Perspektif adalah
pandangan (jauh ke masa depan), kita harus dapat melihat kehidupan”.1
Sedangkan secara kognitif,“Perspektif yakni sudut pandang manusia dalam
memilih opini, kepercayaan, dan lain-lain”.2 Sehingga didalam memberikan
respon atau tanggapan terhadap suatu peristiwa atau fenomena sosial itu
tergantung kepada cara berfikir atau sudut pandang masing-masing
seseorang yang diperkuat dengan alasan-alasan teoritik sehingga akan
berpengaruh terhadap perilaku mereka.
b. Perspektif Masyarakat
Perspektif masyarakat adalah sudut pandang atau cara pandang
masyarakat atau sekelompok orang tertentu dalam memberikan pendapat
atau opininya tentang sesuatu hal yang dipercayai, yang ada dalam realitas
sosial. Proses penganalisaan suatu peristiwa pada dasarnya dipengaruhi oleh
apa yang kita sebut dengan persepsi atau pandangan, mereka
mengeneralisasikan sesuatu yang mereka respon sesuai dengan opini yang
didasarkan pada alasan alasan yang kuat.
2. Masyarakat Jawa
a. Definisi Masyarakat
Masyarakat merupakan golongan besar atau kecil terdiri dari
beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara
1
Badudu, Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1994), h.19
2
http://id.wikipedia.org/wiki/PerspektifDisambiguasi, Di akses pada tgl 8 Januari 2014,
pukul 16.46

12
13

golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Definisi masyarakat


adalah, “Suatu kesatuan sosial yang berisikan sejumlah orang, menempati
suatu wilayah dengan batas-batas yang jelas, menyandang suatu
kebudayaan, dan biasanya memiliki suatu bahasa”.3
Adapun pengertian masyarakat secara umum menurut pendapat
para ahli antara lain :
1. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah suatu kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu
yang bersifat kontityu, dan yang terkait oleh suatu rasa idenetitas
bersama.
2. Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin dalam buku Cultural Sociology,
masyarakat atau Society adalah “.......the largest grouping in which
common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are
operative”.4
3. Menurut Anderson dan Parker, sebagai bentuk kehidupan bersama,
memberikan perincian mengenai ciri-ciri pokok masyarakat , yaitu (1)
adanya jumlah orang; (2) menempati wilayah geografis tertentu; (3)
mengadakan hubungan tetap dan teratur satu sama lain; (4) membentuk
suatu sistem hubungan antarmanusia; (5) adanya keterkaitan akibat
kepentingan bersama; (6) mempunyai tujuan dan bekerja sama; (7)
mengadakan ikatan berdasarkan unsur-unsur sebelumnya; (8) memiliki
solidaritas sosial; (9) memiliki ketergantungan sosial; (10) membentuk
sistem nilai; (11) membentuk kebudayaan.5
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam suatu masyarakat terdapat sebuah interaksi, norma, adat-istiadat,
3
Ahmad Fedyani Saifuddin, Catatan Reflektis Antropologi Sosialbudaya, (Institut
Antropologi Indonesia, 2011), Cet.1, h. 143.
4
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Aksara Baru, 1980), Cet.ke-2, h.
160-161.
5
M. Ridwan Lubis, Agama Dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2010), h. 67.
14

hukum atau aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah


lakuwarga didalam masyarakat tersebut sekaligus dijadikan sebagai
pandangan hidup didalam kehidupannya.
b. Masyarakat Jawa
Dalam menunjukkan suatu masyarakat tertentu yang sifatnya
mengkrucut, maka ada istilah community yang diterjemahkan sebagai
masyarakat setempat yang menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku,
atau bangsa. Masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial
yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Dasar-dasar dari
masyarakat setempat adalah lokalitas, solidaritas, dan perasaan semasyarakat
setempat
Masyarakat Jawa yaitu suatu masyarakat yang mendiami wilayah di
Pulau Jawa yang terikat oleh aturan-aturan, norma, serta adat-istiadat yang
berlaku di masyarakat Jawa tersebut. Sebanyak 60% orang Jawa tersebar
diseluruh Nusantara bahkan dipelosok-pelosok wilayah. Hal ini membuat
orang-orang Jawa mudah dijumpai oleh orang lain dari suku selain Jawa.

1) Karakteristik Pulau Jawa


Pulau Jawa merupakan salah satu pulau diIndonesia, suatu
kepulauan yang terbentang antara 6 derajat lintang utara, 11 derajat lintang
selatan dan 95-141 derajat Bujur Timur. Pulau Jawa sendiri terletak di
antara 5-10 derajat Lintang Selatan dan 105-115 derajat Bujur Timur.6
Pulau Jawa kurang lebih sepanjang 1.100 km dan rata-rata selebar
120 km dan terletak antara garis lintang selatan ke-5 dan ke-8. Dengan 132-
187 km persegi (termasuk Madura), Jawa memuat kurang dari 7 % dari
tanah seluruh Indonesia.7Jawa terdiri dari dataran-dataran rendah dengan
tanah vulkanis yang subur, beberapa daerah yang agak kering khususnya di
6
Budi Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia,
2000), h. 37.
15

sebelah selatan pulau, dan terdapat beberapa gunung berapi yang masih
aktif, Iklim Pulau Jawa adalah tropis. Di dataran rendah suhu rata-rata
berkisar antara 26 dan 27 derajat Celsius dengan kelembaban udara rata-rata
85% sampai dengan 73%. Pulau Jawa tidak mengenal musim dingin dan
musim panas tetapi ada perbedaan yang cukup jelas antara musim penghujan
dengan musim kering walaupun juga dalam musim kering, khususnya di
bagian utara dan barat Pulau Jawa, sering ada hujan.8
Dari 150 juta orang Indonesia seluruhnya kurang lebih 64% atau
96 juta hidup di Jawa dan Madura dengan kepadatan penduduk rata-rata 726
orang per kilometer persegi. termasuk wilayah-wilayah yang paling padat
penduduknya di dunia. Tetapi karena di Pulau Jawa daerahnya tidak dihuni
secara merata karena kesubururannya tidak sama di mana-mana, seperti
Jawa Barat dan Jawa Timur masih ada beberapa daerah yang masih sedikit
penduduknya maka kepadatan penduduk nyata dalam daerah-daerah yang
ada penduduknya itu jauh lebih tinggi. Misalnya, di sekitar Malang
kepadatan penduduk melebihi dua ribu penduduk per kilometer persegi.
Kota-kota terpenting Indonesia terletak di Jawa yaitu Jakarta, Bandung,
Bogor; Cirebon, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta,
Madiun, Kediri, dan Malang.9

2) Budaya Masyarakat Jawa


Masyarakat Jawa memiliki ragam budaya yang unik diantaranya
adalah sebagai berikut :
a) Agama
Masyarakat Jawa sebagian besar adalah pemeluk agama Islam.
Tetapi faktanya ada dua kategori agama Islam yang dianut oleh

8
Ibid. h. 38.
9
Franz Magnis- Suseno Sj, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa, (Jakarta: Gramedia, 1985), h.9-11
16

masyarakat Jawa, yaitu agama Islam orang Jawa yang bersifat sinkretis
dan agama Islam Puritan.
Bentuk agama Islam orang Jawa yang sifatnya sinkretis
diwujudkan dalam bentuk Agami Jawi atau Kejawen yaitu suatu
kompleks keyakinan yang diadopsi dari konsep-konsep Hindu-Budha
yang cenderung ke arah mistik. Sedangkan bentuk agama Islam yang
bersifat puritan diwujudkan dalam Varian Agami Islam Santri, “Yaitu
suatu ajaran yang lebih menekankan pada dogma-dogma ajaran Islam
yang sebenarnya tetapi juga terdapat sedikit unsur Hindhu Budha”.10
Masyarakat Jawa juga banyak yang menganut agama selain
agama Islam seperti agama Katolik, Protestan, Budha dan
Hindu. Jumlah penganut agama Katolik melebihi satu juta
orang, dan mereka pada umumnya terpusat di daerah pusat
kebudayaan Jawa. Orang jawa yang beragama Protestan dalam
tahun 1967 berjumlah lebih dari 250.000. Penganut agama
Budha dan Hindu hanya kecil sekali jumlanya, dan pada
umumnya berasal dari daerah sekitar kota Yogyakarta.11

b) Bahasa
Masyarakat Jawa adalah orang yang bahasa ibunya bahasa
Jawa sehingga orang Jawa merupakan penduduk asli bagian tengah dan
timur pulau Jawa yang berbahasa Jawa dalam berbahasa sehari-hari.
Bahasa orang Jawa tergolong sub-keluarga Hesperonesia dari
keluarga bahasa Malayo-Polinesia. Bahasa Jawa memiliki suatu sejarah
kesusasteraan yang dimulai pada abad ke-8, dan berkembang melalui
beberapa fase yang dapat dibeda-bedakan atas dasar beberapa ciri
idiomatik yang khas dan beberapa lingkungan kebudayaan yang
berbeda-beda dari tiap pujanngganya. Fase-fase tersebut adalah sebagai
berikut:

10
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 312.
11
Ibid., h. 313.
17

1) Bahasa Jawa Kuno, yang dipakai dalam prasasti-prasasti keraton


pada zaman antara abad ke-8 dan ke-10, dipahat pada batu atau
diukir pada perunggu, dengan bahasa yang seperti dipergunakan
dalam karya-karya kesusasteraan kuno abad ke-10 hingga ke-14.
Hanya sebagian kecil dari naskah-naskah Jawa kuno yang kita
miliki sekarang dibuat di Jawa Tengah; bagian terbesar ditulis di
Jawa Timur.
2) Bahasa Jawa Kuno yang dipergunakan dalam kesusasteraan Jawa-
Bali. Kesusasteraan ini ditulis di Bali dan di Lombok sejak abad ke-
14. Kemudian dengan tibanya Islam di Jawa Timur, kebudayaan
Hindu-Jawa pindah ke Bali dimana kebudayaan itu menjadi mantap
dalam abad ke-16. Bahasa kesusasteraan ini hidup terus sampai
abad ke-20, tetapi ada perbedaan yang pokok dengan bahasa yang
dipakai sehari-hari di Bali sekarang.
3) Bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan Islam di Jawa
Timur. Kesusateraan ini ditulis di zaman berkembangnya
kebudayaan Islam yang menggantikan kebudayaan Hindu- Jawa di
daerah aliran Sungai Brantas dan daerah hilir Sungai Bengawan
Solo dalam abad ke-16 dan ke-17.
4) Bahasa kesusasteraan kebudayaan Jawa-Islam di daerah Pesisir.
Kebudayaan yang berkembang di pusat-pusat agama di kota pantai
utara Pulau Jawa dalam abad ke-17 dan ke-18, oleh orang Jawa
sendiri disebut Kebudayaan Pesisir. Orang Jawa juga membedakan
antara kebudayaan Pesisir yang lebih muda, yang berpusat di kota
pelabuhan Cirebon, dan suatu kebudayaan Pesisir Timur yang lebih
tua yang berpusat di kota-kota Demak, Kudus, dan Gresik.
5) Bahasa kesusasteraan di kerajaan Mataram. Bahas ini adalah
bahasa yang dipakai dalam karya-karya kesusasteraan karangan
para pujangga keraton Kerajaan Mataram abad ke-18 dan ke-19,
18

yang terletak didaerah aliran Sungai Bengawan Solo di tengah


komplek Pegunungan Merapi-Merbabu-Lawu di Jawa Tengah,
dimana bertemu juga lembah Sungai Opak dan Praga.
6) Bahasa Jawa masakini, adalah bahasa yang dipaki dalam
percakapan sehari-hari dlam mayarakat orang Jawa dan dalam
buku-buku serta surat-surat kabar berbahasa Jawa dalm abd ke-20
ini.12

c) Sikap Hidup Orang Jawa


Didalam Serat Sasangka Djati, dituliskan delapan sikap dasar
manusia yang terdiri dari dua pedoman hidup yakni Tri-Sila dan Panca-
Sila. Tri-Sila merupakan pokok yang harus dilaksanakan setiap hari
dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu pertama, berbakti kepada Tuhan
yang Maha Esa, kedua adalah percaya kepada semua Utusan Tuhan dan
ketiga, taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.13
Sebelum manusia dapat melaksanakan Tri-Sila tersebut maka sesorang
harus memiliki watak dan tingkah laku yang disebutkan dalam Panca-Sila
yaitu:
a. Pertama, rila adalah keiklasan hati sewaktu menyerahkan segalah
miliknya, kekuasaannya, dan seluruh hasil karyanya kepada Tuhan,
dengan tulus iklas, dengan mengingat bahwa semua itu ada pada
kekuasaan-Nya.
b. Kedua, narimo adalah tidak menginginkan milik orang lain, serta
tidak iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain. Dengan begitu
orang narimo adalah orang yang selalu bersyukur terhadap apa yang
diberikan oleh Tuhan.

12
Ibid., hal. 17-18.
13
Herusatoto, op. cit., h. 71.
19

c. Ketiga, temen adalah perilaku yang selalu menepati janji atau


ucapannya sendiri. Baik janji yang diucapkan dengan lisan atau janji
dalam hati. Sedangkan orang yang tidak menepati kata hatinya berarti
ia menipu dirinya sendiri.
d. Keempat, sabar adalah merupakan tingkah laku terbaik, yang harus
dimiliki setiap orang. Karena sabar itu berarti momot, kuat terhadap
segalah cobaan, tetapi bukan berarti putus asa.
e. Kelima, budi luhur adalah selalu berusaha untuk menjalankan
hidupnya dengan segalah tabiat dan sifat-sifat yang dimiliki oleh
Tuhan Yang Maha Esa.14
Dari delapan sikap dasar manusia diatas dapat disimpulkan
bahwa sikap hiduporang Jawa bersifat religius yaitu selalu mengaitkan
segala sesuatunya kepada Tuhan serta menjunjung tinggi nilai-nilai
kebersamaan dan keharmonisan kehidupan antar sesama.

d) Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan pada masayarakat Jawa dapat dilihat dari
dua pengklasifikasian lapisan sosial yang ditinjau dari segi sosial-
ekonomis dan kegamaannya.
Dari segi sosial-ekonomis, terdapat dua golongan sosial yaitu,
Wong cilik atau orang kecil, merupakan lapisan masyarakat
paling rendah terdiri dari sebagian besar petani dan orang-orang
yang berpendapatan rendah di kota, dan kaum priyayi,
merupakan lapisan masyarakat yang menduduki tingkat teratas,
terdiri dari kaum pegawai dan orang-orang intelektual.
Sedangkan dari segi religiunitasnya terdapat golongan santri dan
abangan. Santri merupakan golongan yang berusaha hidup sesuai
dengan ajaran agama Islam sedangkan abangan merupakan

14
Ibid. h. 73.
20

sekelompok orang yang hidup dengan tradisi-tradisi pra-Islam


dan dipengaruhi dengan unsur-unsur animisme.15

e) Sistem Pemerintahan
Desa merupakan tempat pemukiman menetap bagi masyarakat
Jawa yang terdiri dari beberapa dukuh atau dusun. Desa menjadi wilayah
hukum dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan tingkat daerah paling
rendah. Wilayah administratif diatas desa adalah kecamaatan, yaitu suatu
kumpulan dari 15 sampai 25 desa yang dikepalai oleh seorang camat.16
Secara administratif, suatu desa di Jawa disebut kelurahan yang
dikepalai seorang lurah. Lurah dipilih oleh dan dari penduduk desa
sendiri, dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi calon yang dipilih
atau yang memilih. Dalam organisasi pemerintahan sekaligus sebagai
badan pimpinan rakyat, seorang lurah diwajibkan untuk mengangkat
pembantu- pembantu yang disebut sebagai pamong desa yang meliputi
(1) carik, yang bertindak sebagai pembantu umum dan sekretaris desa,
(2) sosial, yang memelihara kesejahteraan penduduk baik rohani maupu
jasmani,(3) kemakmuran, yang mempunyai kewajiban memperbesar
produksi pertanian, (4) keamanan, yang bertanggung jawab atas
ketentraman lahir dan batin penduduk desa. (5) kaum, yakni yang
mengurus soal-soal mengenai nikah, talak dan rujuk, kegiatan keagamaan
serta kematian.17
Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah didesa dilakukan
secara demokratis, terbuka, jujur dan biasanya dilakukan di tempat
terbuka seperti pekarangan rumah atau di tengah lapang.

15
Koentjaraningrat op. cit., h.12.
16
Koentjaraningrat: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1985),
h.59
17
Ibid. h. 150.
21

f) Mata pencaharian
Sumber utama penghasilan masyarakat Jawa yang notabennya
wilayah pedesaan adalah bertani. Di daerah dataran tinggi, seperti
pegunungan masyarakat memanfaatkan lahannya untuk dijadikan sebagai
tegalan atau lahan kering yang ditanami sayur mayur, buah-buahan dan
jenis pohon lainnya. Sedangkan untuk daerah dataran rendah dibuka lahan
persawahan dan palawija. Bagi orang desa yang tidak memiliki sawah
mereka bekerja sebagai buruh tani yaitu menggarap sawah orang lain
dengan sistem yang disepakati oleh kedua pihak.
Selain dari sektor pertanian, sumber pendapatan masyarakat
diperoleh dari hasil berdagang, menjadi tukang, dan menjadi seorang
pegawai seperti guru, PNS, pamong desa, lurah, camat dan lain
sebagainya.

g) Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, dalam hal ini pengobatan, masyarakat
Jawa khususnya Jawa Tengah mengenal pengobatan-pengobatan secara
tradisioanal.
Pengobatan tradisioanal disini terdiri dari 3 jenis yaitu (1)
pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat
traadisional atau jamu yang dapat dikerjakan setiap induvidu
baik dengan menggunakan ramuan tradisional yang telah
diproduksi oleh pabrik atau perusahaan, maupun suatu
ramuan yang dibuat sendiri berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki dari tanaman obat yang ada disekitarnya, (2)
pengobatan tradisioanal dengan keterampilan khusus yaitu
urut/ pijit, persalinan dan tusuk jarum, (3) pengobatan
tradisional paranormal. Yaitu dikerjakan para pengobat atas
kepercayaan indra keenam.18

18
Tumanggor, Op.cit.,h. 73.
22

Orang Jawa memanfaatkan pekarangan mereka untuk ditanami


jenis-jenis tanaman yang memiliki khasiat pengobatan. Selain obat
tradisional, masyarakat ini juga memakai obat dan pengobatan secara
medikal ketika penyakit yang diderita bersifat serius dan memerlukan
penanganan medis.

h) Kesenian
Masyarakat Jawa memiliki keberagaman seni budaya
diantaranya adalah seni peran, seni tari,seni musik, dan seni membatik.
Seni peran pada masyarakat Jawa memiliki beragam
versi. Di Jawa Tengah seni peran dikenal dengan sebutan
ketoprak yang ditemukan pada akhir tahun 1923, di Surabaya
terkenal dengan ludruk, sedangkan di Jawa Barat dikenal
dengan istilah sandiwara lelucon. Bentuk dari seni peran yang
populer di Jawa adalah pertunjukan seni wayang baik wayang
wong, golek, ataupun wayang kulit. Wayang dimainkan oleh
seorang dalang yang berada dibelakang layar. Sebagian besar
cerita yang diangkat dalam pewayangan adalah cerita
Mahabarata dan Ramayana. Seni pertunjukan ini sebagian besar
dipengaruhi oleh unsur agama Hindu-Budha.19
Seni batik merupakan metode pembuatan design tekstil
dengan teknik pencelupan menggunakan bahan dasar lilin. Batik
memiliki beragam corak dan warna corak yang paling populer yaitu
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Produksi batik merupakan industri
penting di Jawa. Pusat-pusat batik yang terkenal di Jawa adalah batik
khas Yogyakarta, Solo, Pekalongan dan Surabaya.
Seni tari pada masyarakat Jawa terdiri dari dua kelompok
yaitu tarian putri klasik dan tarian yang modern. Tarian putri klasik
terdiri dari srimpi dan bedaya keduanya merupakan tarian kelompok
yang ditarikan oleh para gadis yang berjumlah 4 atau 9 orang.

19
Koentjaraningrat: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, h.104.
23

Sedangkan tarian modern biasanya ditarikan oleh kedua jenis kelamin


yang dikenal dengan wayang wong. Semua jenis tarian memiliki
makna yang berbeda-beda.20

3. Kehamilan
a. Definisi Hamil
Pengertian kehamilan yang dikemukakan oleh BKKBN (Badan
Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional) menyatakan bahwa,
“kehamilan adalah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang
matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan
keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh”.21
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah
suatu proses dimana terjadinya pertemuan antara sel telur dengan sperma
yang kemudian tumbuh menjadi embrio, dengan masa hamil selama 9 bulan.

b. Upaya masyarakat
Dari hasil penelitian Swasono (1998) melaporkan bahwa perilaku
ibu pada kehamilan, persalinan dan nifas berbeda-beda, respon masyarakat
yang bersifat budaya terhadap fenomena kelahiran bayi ditunjukkan sejak
mulai terbentuknya janin sampai melahirkan. Respon-respon tersebut
mempunyai implikasi yang baik maupun yang buruk terhadap kesehatan
bayi dan ibunya, dengan demikian aspek sosio budaya yang berkaitan
dengan kelahiran bayi sejak dari perkembangan janin dalam kandungan ibu
sampai masa nifas merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam upaya
pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya.22

20
Geertz, op. cit., h. 379-388.
21
http://www.kesehatan123.com/2642/kehamilan/, diakses pada Senin, 21 April 2014
22
Arum Pratiwi, Buku Ajar Keperawatan Transkultural, (Yogyakarta: Gosyen Publishing,
2011), h. 24.
24

Kehidupan Jawa yang bersifat ritualistis, dimana perubahan-


perubahan dan kejadian-kejadian baru harus dimasukkan secara formal
kedalam struktur keadaan yang sudah ada, kejadian-kejadian harus diatur
dan dibekukan lewat upacara sebelum diakui adanya, keberadaannya harus
diakui secara ritual yang hakekatnya ritual-ritual tersebut menyangkut daur
kehidupan seperti kelahiran, khitanan dan perkawinan.23
Proses kelahiran yang dianggap sebagai peristiwa religiomagi baik
pra dan pasca kelahiran masyarakat Jawa melakukan berbagai upacara
selamatan dari mulai bulan ketujuh masa kehamilan, tingkeban (yang
diselenggarakan hanya apabila anak yang dikandung adalah anak pertama
bagi si ibu, si ayah, atau keduanya), pada kelahiran bayi itu sendiri (babaran
atau brokahan), lima hari sesudah kelahiran (pasaran), dan satu bulan
setelah kelahiran (selapanan).
Selain ritual upacara seputar kehamilan dan kelahiran, masyarakat
Jawa juga mengenal berbagai pantangan saat kehamilan baik dari faktor
makanan ataupun dari faktor perilaku. Calon ibu dilarang memakan
makanan dan berperilaku tertentu. Pantangan-pantangan masa kehamilan ini
dimaksudkan untuk menghindari bahaya dan keselamatan bayi.24

c. Penjagaan Kesehatan
Dari segi magis, mentaati berbagai macam pantangan kehamilan
berarti secara tidak langsung telah melakukan upaya penjagaan kesehatan
sekaligus penghindaran dari bahaya bagi kelangsungan bayi. Tetapi secara
medis, masyarakat Jawa telah mengenal adanya program-program kesehatan
yang diadakan oleh pihak puskesmas setempat guna memberikan pelayanan
kesehatan bagi ibu dan bayi.

23
Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Kelangsungan dan
Perubahan Kulturil, (Jakarta: Gramedia, 1983), h. 53-54.
24
Hildred Geertz, Keluarga Jawa, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), h. 91-93.
25

Melalui program PKK yang diadakan disetiap desa secara rutin


yaitu setiap 2 bulan sekali, masyarakat khususnya ibu hamil mendapatkan
penyuluhan-penyuluhan seputar kesehatan bagi bayi dan calon ibu.
Penjagaan kesehatan kehamilan juga ditunjukkan dengan mengurangi
konsumsi obat-obatan kimia dan menggunakan ramu-ramuan tradisional
yang diyakini lebih sehat danaman bagi ibu dan bayi.

4. Persalinan
a. Definisi Persalinan
Menurut Manuaba, persalinan adalah, “Suatu proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup bulan ataudapat hidup di
luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain tanpa bantuan
(kekuatan sendiri)”.25
Pengertian lain menurut Prawirohardjo persalinan adalah, “Proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42
minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.”26

b. Tenaga Penolong
Masyarakat Jawa memandang suatu kelahiran sebagai salah satu
puncak dari krisis kehidupan dalam sebuah rumah tangga. Kelahiran bagi
orang Jawa adalah momentum yang sarat akan upacara-upacara slametan
dan sedikit banyak mengandung mistis. Oleh orang Jawa, ketika akan
melahirkan mereka akan lebih memilih seorang dukun bayi dari pada
seorang ahli medis untuk membantu proses persalinan mereka.

25
http://khikmatulleli.blogspot.com/p/definisi-persalinan.html, diakses pada tanggal 21 April
2014 pukul 09.00 WIB.
26
http://khikmatulleli.blogspot.com/p/definisi-persalinan.html, diaksespada Senin, 21 April
2014 pukul 15.37 Wib.
26

1) Dukun Bayi
Dukun bayi adalah,“Seseorang yang khusus menolong
mengobati ibu hamil, persalinan, dan perawatan anak”.27 Dukun bayi
sering juga disebut dengan paraji.
Paraji menurut Departemen Kesehatan RI (1994)adalah,
“Seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang
mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong
persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut
dengan secara turun temurun, belajar secara praktis atau dengan cara
lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan bidan serta melalui
petugas kesehatan”.28
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukun bayi
atau paraji dalam melakukan pertolongan persalinan tidak menggunakan
bantuan alat medis dan melakukan penanganan sesuai dengan
pengalaman pertolongan sebelumnya. Keterampilan yang mereka miliki
selain dari faktor keturunan, diperoleh juga dari hasil belajar.
Keahlian dan proses pendidikan untuk menjadi seorang dukun
bayi bermacam-macam. Keahlian yang mereka miliki dapat
berasal dari warisan nenek moyang mereka yang secara turun-
temurun tetap dijalankan, cara lain yang lebih umum dengan
melalui proses belajar melalui orang lain (berguru). Dan dalam
peranannya sebagai seorang dukun, mereka banyak melakukan
tirakat dengan cara berpuasa, bertapa, dan meditasi.29

Hal lain keterampilan yang diperoleh adalah dari apa yang


mereka sebut kasyaf, ilham, wahyu, wangsit atau renungan. Mereka

27
Tumanggor, Op.cit., h.75.
28
http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada tgl 4 jan
2014
29
Geertz, op.cit., h. 117-118.
27

beranggapan, dari sanalah mengetahui ilmu gaib atau ilmu Laduni


(mengetahui apa yang sudah dan belum terjadi).30
Batas kewenangan dukun dalam melakukan pertolongan
persalinan menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:
1) Mempersiapkan pertolongan persalinan meliputi mempersiapkan
tempat, kebutuhan ibu dan kebutuhan bayi, mempersiapkan alat-
alat persalinan sederhana secara bersih, mencuci tangan sebatas
siku dengan sempurna (10 menit).
2) Memimpin persalinan normal dengan teknik-teknik sederhana
yang meliputi membimbing ibu mengejan, menahan perineum,
merawat tali pusat, memeriksa kelengkapan placenta.
3) Dukun tidak melakukan tindakan yang dilarang seperti memijat
perut serta mendorong rahim, menarik plasenta, memasukkan
tangan ke dalam liang senggama.
4) Melakukan perawatan pada bayi baru lahir yang meliputi
perawatan mata, mulut dan hidung bayi baru lahir, perawatan tali
pusat dan memandikan bayi.31
Menurut orang Jawa seseorang yang membantu proses
persalinan dan perawatan terhadap bayi dan ibu pasca melahirkan
adalah, “Orang yang harus mengetahui tentang segala macam upacara,
sajian serta mantera, dan harus memiliki pengetahuan mengenai jamu-
jamu untuk merawat bayi yang baru lahir serta ibunya”.32

2) Peran Dukun Bayi


a) Peran dukun bayi sebagai penolong persalinan

30
Endra K. Prihadi, Makhluk Halus dalam Fenomena Kemusyrikan,h.157-160.
31
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. diakses pada
tgl 8 Jan 2014
32
Koentjaraningrat, op. cit., h.103.
28

Kelahiran (babaran) merupakan klimaks dari krisis dalam


rumah tangga yang dimulai sejak bulan ketiga dari masa mengandung.
Dukun bayi dipanggil untuk menolong kelahiran dan disamping
berlaku sebagai seorang bidan, dukun bayi merupakan orang yang ahli
dalam ilmu gaib. Peran dukun bayi terlihat sangat penting ketika ia
mempertahankan seorang bayi dan ibunya dari bahaya-bahaya gaib
yang mungkin akan menimpa mereka, dengan menggunakan keahlian
dibidangnya yang menggunakan cara dan ilmu gaib. 33 Bidan, tentu
tidak memiliki keahlian magis seperti halnya keahlian dukun bayi
(paraji) selain keahliannya yang secara medis.
b) Peran dukun bayi dalam memberikan perawatan kepada bayi dan ibu
Dukun bayi juga memberikan asuhan keperawatan kepada ibu
dan bayi baik sebelum ataupun sesudah melahirkan. Asuhan
keperawatan adalah ”Suatu proses rangkaian kegiatan pada praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien yang
sesuai dengan latar belakang budayanya, pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan”.34
Menurut hukum Islam bahwa, “Seorang ibu yang baru
melahirkan harus menjalani masa pantang selama 40 hari. dalam
bahasa Jawa masa ini disebut ngedah, dan selama waktu itu bayi dan
ibunya masih harus diawasi oleh dukun atau bidan”.35
Dukun bayi datang setiap hari selama 35 hari pertama untuk
meneruskan perawatan. Selama lima hari pertama pasca kelahiran
yaitu setiap dua kali sehari bayi di pijit yang oleh masyarakat Jawa

33
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa Di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1984), h. 285.
34
Pratiwi,op. cit.,h. 34.
35
Koentjaraningrat, op. cit., h. 105-106.
29

dikenal dengan istilah dadah. Pijit ini bertujuan untuk melatih


kelenturan tubuh bayi.36
Pasca melahirkan, seorang ibu mendapatkan perhatian dan
perawatan khusus dari dukun yang membantu persalinananya.
Diantaranya adalah perawatan dengan memberikan ramuan tradisional.
Bahan-bahan ramuan itu digunakan untuk berbagai tujuan,
antara lain untuk mengembalikan tenaga, untuk
memperkuat tubuh sang ibu, mengembalikan fungsi-fungsi
tubuh menjadi seperti sebelum ia hamil, membersihkan
tubuh dari nifas dan zat-zat yang dianggap kotor lainnya,
serta mengembalikan bentuk tubuh dalam konteks
keindahan tubuh.37
Selain berupa ramuan, perawatan pasca melahirkan berupa mandi
khusus yang oleh orang Jawa disebut sebagaiadus wuwung, yaitu sang ibu
bayi mandi dengan mengguyur badannya mulai dari kepala dan seluruh
tubuh, dengan mata tetap terbuka dan tiap kali bersamaan dengan guyuran
air, ibu bayi harus membuka mulutnya untuk menghembuskan udara.
mandi dengan cara seperti ini ditujukan untuk menjaga ibu bayi dari
gangguan makhluk halus. Perawatan selanjutnya adalah dadah walik
yaitu mengurutnya kembali pada keadaan semulaseperti sebelum
melahirkan.38
c) Peran Paraji sebagai Pemimpin Jalannya Upacara Slametan
Bagi masyarakat Jawa proses kelahiran bukan hanya sebagai
peristiwa biomedikal saja, melainkan juga suatu peristiwa
39
religiomegi. Selain tugas dukun bayi sebagai pelaku pertolongan
persalinan dan keperawatan, dukun bayi juga berperan sebagai
pemimpin jalannya ritual diseputar pra dan pasca kelahiran.

36
Hildred Geertz, op. cit., h. 95.
37
Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks
Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. 23.
38
Hildred Geertz, op. cit., h. 95.
39
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, loc. cit.
30

Oleh Geertz disebutkan bahwa, “Upacara-upacara yang secara


turun-temurun dijalankan oleh masyarakat Jawa, menekankan
kesinambungan dan identitas yang didasarkan pada seluruh segi
kehidupan dan transisi serta fase-fase khusus yang dilewati”.40 Oleh
sebab itu, pada masa kehamilan, kelahiran, dan pasca kelahiran orang-
orang Jawa selalu mengadakan upacara selamatan sebagai bentuk rasa
syukur dan demi keselamatan ibu dan bayi. Upacara-upacara slametan
diseputar kelahiran seperti Tingkeban, babaran (kelahiran), pasaran,
dan pitonan pada proses pelaksanaanya dipimpin atau dipandu oleh
seorang dukun bayi yang semula membantu persalinan wanita terebut.
3) Layanan Dukun Bayi
Layanan yang diberikan dukun bayi terhadap ibu dan bayi, baik
sebelum dan setelah melahirkan, adalah sebagai berikut:
a. Dukun mau mendatangi setiap ibu hamil untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan.
b. Dukun mematok harga murah, kadang bisa disertai atau diganti
dengan sesuatu barang misalnya beras, kelapa, dan bahan dapur
lainnya.
c. Dukun bayi dapat melanjutkan layanan untuk 1-44 hari pasca
melahirkan dengan sabar memanjakan ibu dan bayinya misalkan dia
mencuci dan membersihkan ibu setelah melahirkan.41

4) Cara Pertolongan Persalinan


Cara pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi
pada umumnya masih dengan cara serta alat yang sederhana. Tahapan-
tahapan pertolongan persalinan adalah sebagai berikut:
40
Geertz,op. cit., h. 48
41
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. diakses pada tgl 8 Jan
2014.
31

a. Tahap pertama, persiapan tempat bersalin


Dukun bayi menyiapakan tempat bersalin dengan menggelar alas
sertamemposisikan calon ibu dengan duduk senden.
b. Tahap kedua, pemijatan
Dukun bayi melakukan pemijatan terhadap calon ibu pada bagian
kaki, paha, serta perut sambil membacakan mantera untuk
memberikan perlindungan kepada ibu dan bayi. Sementara itu sang
suami berada tepat dibelakang istri untuk menopang sambil
mengunyah sebuah ramuan dari dukun bayi yang kemudian
disemburkan ke ubun-ubun sang istri.
c. Tahap ketiga, pemotongan tali pusat setelah turunnya plasenta.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan pisau bambu yang telah
diberi mantera khusus. Setelah itu dilakukan proses pengolesan
kunyit pada tunggal tali pusatuntuk mempercepat proses pengeringan
luka.
d. Tahap keempat, penguburan ari-ari.
Proses penguburan ari-ari ini dilakukan dengan membacakan
mantera yang dimaksudkan agar bayi terhindar dari bahaya, ari-ari
dikuburkan di sekitar halaman rumah.
e. Tahap terakhir yaitu pencucian bekas alas melahirkan istri (kopohan).
Pada tahap ini khusus dikerjakan oleh suami. Proses ini disertai
dengan ritual bakar kemenyan, merang, bunga, dan wangi-wangian
serta pembacaan mantera yang diajarkan oleh dukun bayi.42

42
Hildred Geertz, op. cit., h. 93-94.
32

5. Teori solidaritas sosial Emile Durkheim


a. Biografi Emile Durkheim
Emile Durkheim (1859-1917), adalah Profesor Sosiologi Pertama dari
Universitas Parisia lahir pada tahun 1858 di Perancis dari kaum Yahudi. Ayah
dan kakeknya adalah seoarng rabi. Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di
Ecole Normale Suprerieure sebelumnya ia pernah dua kali mengalami
kegagalan ketika ingin masuk di sekolah Lycee Louis-Le-Grand di Inggris.
Berkat profesor Fustel de Coulanges dan Emile Boutroux, Durkheim tumbuh
menjadi seorang Mahasiswa yang sangat berpengaruh di Ecole. Sesudah
menamatkan pendidikannya di Ecole, Durkheim mengabdi disalah satu SMA di
Paris selama 5 tahun selama mengajar, Ia memfokuskan kepada pengajaran
praktis ilmiah serta moral daripada pendekatan filsafat tradisional. 43 Durkheim
meninggal dunia pada usia 59 tahun, yaitu pada 15 November 1917.
Semasa hidupnya Durkheim secara aktif menaruh perhatiannya pada
politik negara Perancis, terutama dalam hal untuk menemukan nilai dan prinsip
yang sebaiknya menjadi pedoman pelaksanaan pendidikan yang dilandaskan
pada aspek sekuler. Durkheim terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran sosial
Comte, Maistre, dan St. Simon. Dan gagasan-gagasan individualistik Herbert
Spencer dan aliran utilatiriumdari Inggris. Hasil karya ilmiah pertamanya
berjudul Division Of Labour yang memuat tentang reaksi terhadap pandangan
yang menyatakan bahwa masyarakat industrial modern cukup didasarkan pada
perjanjian-perjanjian kontraktual antara individu-individu yang didorong oleh
kepentingan diri sendiri tanpa adanya suatu kesepakatan. Tetapi dalam buku
tersebut, ia menyatakan bahwa jenis konsensus pada masyarakat modern
berbeda dengan sistem sosial yang lebih sederhana. Durkheim menyebutnya
sebagai solidaritas sosial. Solidaritas mekanis dicirikan sebagai tipe yang
bersahaja dan dibentuk atas dasar kolektifitas sedangkan solidaritas organis

43
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Gramedia, 1986),
h.167-168.
33

meupakan bentuk yang dilandaskan pada pembagian kerja sehingga sifatnya


modern.
Dalam bukunya yang berjudul Rules of Suciological Methods,
Durkheim berbicara mengenai tugas sosiologi sebagai ilmu yang meneliti
tentang karakteristik fakta sosial serta hal-hal yang mengendalikan tingkah
laku manusia.
Kelanjutan dari karya ilmiah Emile Durkheim adalah tentang
fenomena bunuh diri yang terjadi dalam berbagai kelompok serta sebab-sebab
sosial yang melatarbelakangi peristiwa tersebut yang dituangkan dalam buku
yang berjudul Sucide. Hasil karya lain dari Dhurkeim, yang ditulis dalam
bahasa Perancis adalah:
a) Socialism and St. Simon,
b) Professional Ethics and Civic Morals,
c) The Elementary F orms of Religious Life.44

b. Teori Solidaritas Sosial


Di dalam buku the Devision of Labor in Society (1968), Emile
Durkheim membagi klasifikasi kelompok yang didasarkan pada solidaritas
sosial yaitu suatu keadaan dimana hubungan antara individu atau kelompok
berdasarkan perasaan dan kepercayaan yang dianut bersama dan kemudian
diperkuat dengan adanya pengalaman emosianal pada suatu masyarakat
tersebut. Oleh Durkheim, rasa solidaritas ini diklasifikasikan ke dalam suatu
kelompok yang sifatnya sederhana (pedesaan) dan kelompok masyarakat yang
sifatnya kompleks (perkotaan).
Durkheim melakukan analisa terhadap ikatan-ikatan sosial antara
masyarakat primitif dengan masyarakat modern. Ia menyimpulkan bahwa
ikatan sosial yang ada pada masyarakat primitif berdasarkan kesamaan moral

44
Soerjono Soekanto, Emile Dhurkeim Aturan-aturan Metode Sosiologis, (Jakarta:
Rajawali, 1985), h. 153-155.
34

dan memiliki tingkat kesadaran kolektif yang tinggi, ia menyebutnya sebagai


solidaritas mekanis. Sedangkan pada masyarakat modern ikatan kolektifitasnya
relatif rendah dan adanya pembagian kerja yang ketat, Durkheim menyebutnya
sebagai solidaritas organis.

1. Solidaritas Mekanik
Menurut Durkheim bahwa, “Seluruh warga masyarakat pada
solidaritas mekanis diikat oleh apa yang dinamakan collective conscience,
yaitu suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan
perasaan kelompok yang sifatnya memaksa”.45
Maka pada kelompok masyarakat ini terbentuk suatu kesadaran
bersama, norma-norma sebagai pedoman hidupnya, dan menjunjung tinggi
adat-istiadatnya dan oleh sebab itu terdapat suatu sanksi pagi para
pelanggarnya. Solidaritas mekanik ini terdapat pada masyarakat pedesaan
yang masih sederhana.
Oleh Durkheim, penekanan terhadap klasifikasi kelompok ini
adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang
tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan pola normatif yang sama diantara
masyarakatnya.46 Oleh sebab itu masyarakat primitif memiliki tingkat
kolektifitas yang kuat terhadap pemahaman norma dan kepercayaan
bersama, sehingga didalamnya bersifat rigid dan religius.

2. Solidaritas Organik
Solidaritas organis merupakan bentuk solidaritas yang mengikat
masyarakat kompleks yaitu masyarakat yang telah mengenal pembagian

45
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1993), h.90.
46
Johnson, op. cit., h.183.
35

kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian
dan kesepakatan-kesepakatan antara berbagai kelompok profesi.47
Pada kelompok masyarakat ini tingkat kesadaran kolektif sangat
lemah, kemarahan kolektif yang timbul akibat adanya penyimpangan
dimungkinkan sangat kecil sehingga sanksi terhadap pelanggaran hukum
hanya sebatas mengembalikan keseimbangan atau memulihkan keadaan
(restitutive). Yang termasuk pada pengklasifikasian jenis solidaritas organis
adalah masyarakat perkotaan.

B. Kerangka Konseptual dan Skema


Berdasarkan kajian teoritis diatas, maka kerangka konseptual atau
kerangka pikir yang dijadikan sebagai dasar dalam penelitian ini adalah
keberadaan masyarakat Jawa yang menduduki hampir diseluruh wilayah Indonesia
dengan keberagaman budayanya seperti agama, bahasa, sistem kemasyarakatan,
sistem mata pencaharian, kesehatan dan kesenian telah menjadikan orang Jawa
mudah dikenal dan ditemukan di pelosok-pelosok daerah diseluruh Indonesia.
Dalam bidang kesehatan, masyarakat Jawa memiliki sudut pandang yang
berbeda dalam memaknai suatu kehamilan dan kelahiran. Mereka memandang
kedua fenomena tersebut khususnya kelahiran sebagai suatu puncak krisis
kehidupan dalam suatu rumah tangga sehingga keberadaannya dianggap sebagai
peristiwa religiomagi dimana sebelum dan sesudah proses kelahiran berlangsung
masyarakat Jawa melakukan berbagai ritual selametan.
Oleh karena pemaknaan orang Jawa terhadap proses kelahiran suatu hal
yang magis, maka tenaga penolong persalinan menjadi faktor penting dalam
proses tersebut. Pada masyarakat Jawa dikenal istilah dukun bayi sebagai
penolong persalinan secara tradisional. Selain sebagai penolong persalinan, dukun
bayi juga berperan sebagai pemimpin serangkaian ritual saat kehamilan, kelahiran,

47
Sunarto. loc. cit.
36

ataupun paska kelahiran seorang bayi. Hal tersebut sejalan dengan persepsi
masyarakat Jawa yang memandang proses persalinan adalah suatu hal yang
bersifat religiomagi, dimana setiap fase dalam kehamilan ataupun kelahiran
merupakan suatu peristiwa yang harus diakui keberadaannya, dengan menjalankan
serangkaian ritual.
Peran dukun bayi sebagai penolong persalinan, pelayananan perawatan
pasca melahirkan bagi ibu dan bayi, dan sebagai pemimpin jalannya serangkaian
ritual pra dan pasca kelahiran, menjadi sumber kebahagiaan bagi Orang tua, anak,
dan masyarakat pada umumnya.
Oleh sebab itu, kondisi diatas akan dianalisis melalui pendekatan teori
solidaritas sosial yaitu teori solidaritas mekanik dan organik dari Emile Durkheim.
Solidaritas sosial yaitu suatu keadaan dimana hubungan antara individu dan atau
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama kemudian diperkuat oleh pengalaman emosional bersama adalah lebih
mendasar dari pada hubungan kontraktual yang didasarkan atas persetujuan
rasional.
Solidaritas mekanis adalah suatu tipe masyarakat yang sederhana,
memiliki tingkat kolektifitasnya yang kuat dan keseragaman moral. keadaan
seperti ini digambarkan pada masyarakat pedesaan. Sedangkan solidaritas organis
merupakan tipe masyarakat yang kompleks dan memiliki pembagian kerja yang
nyata, tetapi tingkat kolektifitasnya lemah. Emile Durkheim menggambarkan
keadaan ini adalah pada masyarakat perkotaann. Lebih jelasnyaa kerangka pikir
diatas disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :
37

Kerangka Pikir dan Skema

Karakteristik h. 15

Masyarakat Jawa
h. 15
Budaya h. 17

Sikap hidup h. 19
Agama h. 17 Bahasa h. 17 Sistem sosial h. 20

Mata pencaharian h. 22 Kesenian h. 23

Pemerintahan h. 21 Kesehatan h. 22

Kehamilan h. 24 Persalinan h. 26

Upaya masyarakat h. 24 1. Tenaga penolong


23 2. Cara pertolongan
Penjagaan kesehatan h. 25 h. 26 dan 31

Peran h. 28 Layanan h. 31

Kebahagiaan

1. Orang tua
2. Anak
3. Masyarakat

NOLOPRAYAN

1. primitif
2. kolektifitas
Mekanik Pedesaan
h.35 tinggi
Teori 3. persamaan moral
SolidaritasSosi 4. kesamaan
al Emile emosional
Dhurkeim h. 32 Organik h.
35 1. kompleks Perkotaan
2. adanya pembagian
kerja secara rinci
3. kolektifitas rendah
38

Dari kerangka konseptual yang penulis bentangkan, akan dijadikan acuan


dalam mengumpulkan, menyusun, dan menganalisa hasil temuan lapangan.
C. Penelitian Relevan
a. Rina Mayasaroh,3501408015 (2012) Peran Dukun Bayi dalam
Penanganan Kesehatan Ibu dan Anak di Desa Bolo Kecamatan Demak
Kabupaten Demak. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.
Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa peran yang dijalankan
oleh dukun bayi di Desa Bolo terbagi dalam tiga peran periodenya, yaitu
peran dalam penanganan ibu hamil pada masa kehamilan, peran dalam
penanganan persalinan serta perawatan pasca persalinan bagi ibu dan
bayinya. Dari tiga dukun bayi yang ada di Desa Bolo, ditemukan fakta
bahwa terdapat spesialisasi dan pembagian kerja tidak tertulis dimana
setiap dukun bayi menangani permasalahan yang berbeda-beda. Selain itu
diketahui bahwa secara umum peran yang dijalankan oleh para dukun bayi
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori fungsi, yaitu dalam
fungsi penanganan kesehatan ibu dan anak secara lahiriah dan fungsi non-
medis, yaitu sebagai mediator pasien dengan dunia supranatural.48
b. Tulisan Vita P. Sukandi, M. Idrus Mufty, Endang P Gularso, serta Meutia
F. Swasono dan Herman L. Soeselisa mengenai bentuk-bentuk respons
terhadap kehamilan, kelahiran, dan perawatan ibu pada saat melahirkan
hingga masa pascapersalinan, dan tulisan mengenai penggunaan ramu-
ramuan untuk kesehatan ibu dan bayi.49

48
http://khikmatulleli.blogspot.com/p/definisi-persalinan.html, diaksespada Senin, 21 April
2014 pukul 15.37 Wib.
49
Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks
Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. 34.
39

BAB III
METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN

A. Objek dan Desain Penelitian


Dalam memecahkan permasalahan terkait dengan judul skripsi di atas
maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi deskriptif
dimana penulis akan mendeskripsikan dan menggambarkan berbagai kondisi dan
keadaan dari berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat
tempat atau lokasi penelitian dilangsungkan.
Objek dari penelitian ini adalah realitas sosial yang ada di dalam
masyarakat Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten
Semarang yang memilih dukun bayi sebagai rujukan utama untuk membantu
persalinan mereka dari pada melahirkan melalui jasa bidan. Diharapkan dengan
metode studi deskriptif peneliti dapat memberikan gambaran mengenai fenomena
sosial masyarakat tersebut sesuai dengan objek dan kajian yang akan diteliti
dengan berdasarkan kondisi yang ilmiah bukan kondisi yang laboratoris atau
terkendali.

B. Subjek Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan 12 narasumber sebagai sumber
yang diwawancarai. Narasumber ini terdiri atas subjek penelitian yaitu dukun
bayi, sedangkan informan dalam penelitian ini adalah ibu hamil, ibu yang
memiliki anak bayi dan balita, ayah dari bayi dan balita, tokoh masyarakat, dan
petugas kesehatan setempat.

C. Data yang dikumpulkan


Data yang dikumpulkan sebagai data utama dalam penelitian kualitatif ini
dikumpulkan oleh peneliti sendiri dengan dibantu oleh orang lain. Data-data yang
dikumpulkan peneliti adalah sebagai berikut:

39
40

1. Informasi mengenai kondisi Dusun Noloprayan Desa Jatirejo dan kondisi


ekonomi penduduknya data tersebut diperoleh dari wawancara kepada pihak-
pihak terkait dan dokumentasi berupa catatan-catatan penting, arsip, dan foto.
2. Informasi mengenai persepsi masyarakat setempat terhadap dukun bayi sebagai
penolong persalinan, data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada
masyarakat.
3. Informasi mengenai dukun bayi beserta kegiatannya, data tersebut diperoleh
dari hasil wawancara kepada dukun bayi di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo,
Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang.

D. Sumber Data
Data merupakan sumber yang paling penting dalam suatu penelitian.
Melalui data, peneliti dapat mengungkap sekaligus menemukan jawaban-jawaban
permasalahan dari objek dan kajian penelitian. Secara garis besar sumber data
dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Data Primer
Dalam hal ini data primer yang diperoleh oleh peneliti merupakan hasil
dari pengumpulan informasi-informasi yang dilakukan secara langsung melalui
wawancara kepada pihak terkait yakni, 1 orang dukun bayi, 8 warga
masyarakat setempat, 1 petugas kesehatan setempat, dan 2 pamong desa
setempat. Pengumpulan data primer dari pihak-pihak yang terkait dengan objek
permasalahan penelitian guna memperoleh informasi mengenai kegiatan dukun
bayi dalam pertolongan persalinan, dan perspektif atau pandangan masyarakat
setempat mengenai peranan dukun bayi.
2. Data Sekunder
Data sekunder sebagai data penunjang berlangsungnya penelitian yang
diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung dari pihak-pihak yang
berkaitan dengan objek kajian penulisan skripsi ini. Adapun data-datanya
seperti, deskripsi kisah dukun bayi di Desa Noloprayan seperti cerita mengenai
41

cara pertolongan persalinan pada ibu yang melahirkan, prestasi dukun bayi,
hubungan duku bayi dengan pihak bidan dan Puskesmas, dan data penduduk
yang berada di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan. Suruh,
Kabupaten Semarang serta berbagai literatur yang relavan dengan objek kajian
penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan
menentukan dan menafsirkan data yang ada misalnya data sehubungan dengan
penanganan proses persalinan oleh dukun bayi. Sedangkan Instrumen
pengumpulan data dilapangan pada penelitian ini menggunakan wawancara
mendalam, observasi, dan dokumentasi.

1. Teknik Pengamatan (Observasi)


Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara
sistematis.1 Sedangkan menurut S. Margono (1997: 158) observasi diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian.2
a) Pedoman Observasi
Pedoman observasi pada penelitian ini digunakan untuk melakukan
pengecekan keabsahan data jika mengalami keraguan tentang data yang
diperoleh dan untuk mendapatkan persepsi masyarakat terhadap dukun bayi,
serta aktivitas dukun bayi dalam pemberian pertolongan persalinan.

1
Arikunto dalam Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. ke-1, h. 143.
2
Dra, Nurul Zuriah, M.Si, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan, Teori – Aplikasi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. ke-2, h. 173.
42

Dalam melakukan penelitiannya kedudukan peneliti hanya sebatas


pengamat atas fenomena sosial yang ada tanpa harus terlibat langsung dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat terebut (observasi nonparticipan). Untuk
itu, peneliti akan melakukan pengamatan pencatatan terhadap perilaku
masyarakat di Dusun Noloprayan yang masih menggunakan jasa dukun bayi
sebagai penolong persalinan mereka, sehingga peneliti akan dapat
menyimpulkan dari hasil keseluruhan perilaku sosial masyarakat tersebut.

2. Teknik Wawancara (Interview)


Interview atau wawancara merupakan suatu sesi tanya jawab yang
dilakukan dua orang atau lebih secara langsung dan saling bertatap muka.
Patton (2001) menegaskan bahwa tujuan wawancara untuk mendapatkan dan
menemukan apa yang terdapat di dalam pikiran orang lain.3
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara secara mendalam (in-depth interview) yaitu, “Proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama”.4

a) Pedoman Wawancara
Dalam penelitian ini pedoman wawancara yang digunakan adalah
pedoman wawancara tak terstruktur atau wawancara terbuka. wawancara
dilakukan secara santai dan tidak terikat oleh aturan-aturan yang baku
sehingga bahasa yang digunakan dapat disesuaikan dengan siapa wawancara
akan dilakukan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperoleh

3
Gunawan, Op. cit, h. 165.
4
Dr.Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Edisi Pertama, h. 139.
43

berbagai informasi dari sumber data primer tentang dukun bayi dan
perspektif masayarakat setempat terhadap proses persalinan yang dikerjakan
oleh dukun bayi.
Wawancara dilakukan kepada 1 orang dukun bayi untuk
mengetahui peranannya terhadap proses persalinan, 2 orang Pamong desa
untuk data-data mengenai kondisi sosial budaya Dusun Noloprayan serta
terhadap masyarakat di daerah setempat sebanyak 8 orang untuk
mengetahui persepsinya mengenai keberadaan dukun bayi sebagai tenaga
penolong persalinan. Sesi tanya jawab ini dilakukan secara mendalam untuk
mendapatkan informasi secara detail dan lebih fokus.

3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber
noninsani.5 Pengumpulan data lapangan dengan teknik ini adalah dengan
menggunakan buku catatan-catatan penting, arsip, dan foto-foto untuk 8 orang
memperoleh data sekunder sebagai penunjang data primer.
Teknik ini digunakan peneliti untuk memperoleh dataatau informasi
mengenai posisi dan letak Dusun Noloprayan, data kependudukan, data kondisi
sosial budaya dan latar belakang ekonomi warga setempat, serta catatan-catatan
penting yang berkaiatan dengan topik pembahasan.
Dalam melengkapi studi dokumnentasi, peneliti juga menggunakan
dokumen yang berbentuk gambar yaitu berupa foto-foto yang mendukung
pokok pembahasan yaitu tentang kegiatan dukun bayi pada pertolongan
persalinan, keberadaan masyarakat, serta foto-foto mengenai kondisi yang
terkait dengan pembahasan masalah penelitian.

5
Gunawan, Op. cit, h. 176.
44

4. Analisa
Analisa yang dimaksudkan disini berupa hasil dari data yang
dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data yang kemudian disimpulkan
oleh peneliti yang sesuai dengan kajian penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data (Analisis Data)


Pengolahan data atau analis data merupakan tahap yang sangat penting
karena merupakan garis besar dari hasil penelitian yang datanya dapat disajikan
dan dapat diambil keseimpulan dari tujuan akhir suatu penelitian. Proses analaisis
data umumnya dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang dikumpulkan baik
dari hasil wawancara, hasil pengamatan, dokumen pribadi, dokumen resmi, dan
lain sebagainya.
Oleh karena penelitian ini mengunakan metode deskriptif kualitatif, maka
proses analisis data yang dilakukan adalah dalam bentuk pertahapan yaitu
berbentuk urutan atau berjenjang yang dimulai pada tahap pra penelitian, tahap
pelaksanaan penelitian, dan terakhir tahap pasca penelitian. Adapun dalam
melaksanakan kegiatan pertahapan tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

G. Refleksi Penelitian
Pengumpulan data dilapangan melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara secara langsung atau face to face
kepada narasmber yaitu kepada Kepala Dusun dan Bayan atau sekretaris desa
untuk memperoleh data mengenai kondisi sosial-budaya masyarakat di Dusun
Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Wawancara
kepada dukun bayi untuk mendapatkan data-data terkait dengan aktivitas dukun
bayi dalam memberikan bantuan pertolongan persalinan, peneliti sekaligus
melakukan pengamatan terhadap sarana dan prasarana yang digunakan dukun bayi
di dalam memberikan pelayanannya. Peneliti juga secara langsung melakukan
45

wawancara di kediaman masing-masing warga setempat untuk mendapatkan


persepsi dan tanggapan mereka terhadap keberadaan dukun bayi. Seluruh
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden, dilakukan dengan santai
dengan menggunakan bahasa yang disesuaikan dan tidak baku. Sebagai data
penunjang, peneliti menggunakan beberapa foto dan arsip yang berkaitan dengan
topik permaslahan. Foto dan arsip diperoleh dengan cara meminta kepada para
warga masyarakat dan juga Pamong Desa jika data berupa hal-hal yang berkaitan
dengan kondisi Dusun Noloprayan seperti data jumlah RT dalam satu Dusun, luas
wilayah, alokasi dana pembangunan desa.
Selama penelitian berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap
fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat Noloprayan.

H. Teknik Penulisan Skripsi


Teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu pada pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
46

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data
1. Posisi Dusun Noloprayan
Secara administratif Desa Jatirejo terletak disebelah selatan kota Suruh
yang merupakan kota kecamatan dan masuk ke dalam pemerintahan Kabupaten
Semarang dengan luas wilayah sekitar 8.638.000 m dan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 1.302 jiwa sedangkan jumlah perempuan sebanyak 1.393 jiwa. Total
keseluruhan adalah sebanyak 2.695 jiwa.1 Desa Jatirejo terdiri dari 6 dusun, antara
lain Dusun Kauman, Dusun Krajan, Dusun Gruneng, Dusun Kalegen, Dusun
Dukuh, Dusun Gedongan, dan Dusun Noloprayan.
Secara administratif luas daerah Noloprayan sekitar 60 hektar dengan
rincian sebagai berikut, lahan pertanian seluas 40 hektar, lahan kering atau ladang
seluas 4 hektar, dan pemukiman sekitar 16 hektar.2
Dusun Noloprayan memiliki batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan dusun Kauman
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan persawahan
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Dukuh
4. Sebelah Timur berbatasan dengan dusun Gruneng
Letak dusun Noloprayan sangat strategis dan dekat dengan pusat
pemerintahan, yaitu jarak antara dusun dengan pemerintahan desa sekitar 200 m,
jarak dengan kecamatan sekitar 1,5 km, jarak menuju wilayah kabupaten sekitar
48 km, dan jarak menuju wilayah privinsi sekitar 70 km. Kondisi ini berpengaruh
terhadap kemudahan akses penduduk untuk mencapai pusat pemerintahan baik

1
Hasil Wawancara dengan Bapak Kepala Dusun, Busaeri di Balai Desa pada tanggal 23 Juni
2014 pukul 11.10 WIB.
2
Hasil Wawancara dengan Kepala Dusun, Busaeri di Balai Desa pada tanggal 23 Juni 2014
pukul 11.10 WIB.

46
47

pada tingkat pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten, bahkan tingkat provinsi


serta mobilisasi penduduk yang tinggi.

a. Budaya Masyarakat
Di Noloprayan sebagian besar masyarakatnya patuh terhadap adat-istiadat
dan budaya nenek moyang mereka yang secara turun menurun diwariskan.
Selametan yang oleh Geertz merupakan prosesi ritual yang seringkali
dilakukan oleh masyarakat Jawa atas pemaknaan suatu peristiwa tertentu sebagai
wujud rasa syukur terhadap Tuhan, oleh masyarakat Noloprayan serangkaian
ritual ini juga dijalankan hampir pada semua aspek kehidupan sehari hari seperti
misalnya, selametan perayaan hari-hari besar umat Islam, selametan menjelang
bulan Ramadhan, selametan penempatan rumah baru, slametan perkawinan,
selametan kehamilan, selametan kelahiran dan kematian.
Pada masyarakat Noloprayan, wanita hamil dianggap sedang dalam
periode rawan yang harus mendapatkan perlindungan agar terhindar dari bahaya
yang nyata maupun yang bersifat gaib. Oleh karenanya pada usia kandungan 7
bulan masyarakat ini selalu melakukan upacara mitoni mereka percaya bahwa usia
kandungan 7 bulan adalah usia yang rawan sekaligus sebagai usia kandungan yang
kuat dan siap untuk melahirkan jika dibandingkan dengan usia kandungan delapan
bulan meskipun pada usia kandungan 7 bulan bayi masih prematur. Hal ini senada
dengan apa yang dikatakan oleh Meutia Swasono dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa, “Orang Jawa menganggap usia tujuh bulan kandungan sebagai
saat yang penting, sehingga perlu dilakukan upacara yang disebut mitoni untuk
menyambutnya dan menangkal bahaya yang mungkin timbul pada masa itu”.3
Hal lain yang menjadi pusat perhatian bagi wanita hamil adalah mengenai
pantangan melakukan perbuatan serta memakan makanan tertentu yang dipercaya
apabila mengindarinya maka akan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan.

3
Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks
Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. 5.
48

Oleh karenya, dengan mentaati segala pantangan pada tahap ini sama saja telah
melakukan penjagaan kehamilan.
Ketika bayi sudah lahir, sesegera mungkin dilakukan slametan brokahan
yaitu suatu upacara sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran bayi dengan selamat.
Prosesi upacara dijalankan dengan pembuatan nasi tumpeng yang kemudian
dibacakan doa oleh sesorang yang ditunjuk oleh pihak keluarga. Biasanya orang
tersebut adalah sesepuh atau orang yang dituakan didaerah sekitar tempat tinggal
dan memiliki pengetahuan agama yang kuat. Upacara ini lebih menekankan
kepada kedatangan kerabat dari kedua belah pihak serta para tetangga sekitar
rumah. Peunutupan ritual diakhiri dengan membagikan nasi tumpeng kepada para
tamu undangan.
Adat pemberian nama pada bayi baru dilakukan setelah sembilan hari
pasca kelahirannya yang dibarengi dengan pemotongan beberapa helai rambut
sibayi dimana masyarakat menyebutnya dengan sepasaran. Selanjutnya
menginjak usia 35 hari seluruh rambut bayi dicukur gundul dengan tujuan agar
kelak rambut bayi tumbuh dengan lebat. Ini disebut selapanan. Seluruh rangkaian
upacara baik sepasaran maupun selapanan bersifat magis oleh sebab itu, dukun
bayi yang dulu membantu proses kelahiran bayi berperan sebagai pemimpin
jalannya prosesi ritual.
Selain budaya di seputar kehamilan dan kelahiran, terdapat pula nilai-nilai
dan kebudayaan Jawa yang sampai sekarang tetap dijunjung tinggi oleh para
warganya. Antara lain:
1. Gotong Royong
Hidup harmonis dan tolong-menolong pada masyarakat ini terlihat pada
hampir di seluruh kegiatan sosial seperti, pembuatan rumah, pembetulan jalan,
pembersihan sarana-sarana umum, acara perkawinan, dan upacara kematian.
2. Slametan (kondangan)
Seluruh Peristiwa yang dianggap penting atau bermakna baik oleh
individu ataupun kolektif dipercayai datang dari Tuhan sebagai hukum aksi-
49

reaksi baik itu berupa berita kesenangan maupun berita duka oleh sebab itu,
serangkaian kejadian tersebut harus dibekukan dengan mengadakan slametan.
Warga Noloprayan menyebutnya dengan istilah kondangan. Budaya
kondangan ini dimaksudkan sebagai bentuk rasa prihatin dan mawas diri jika
berupa berita kesusahan dan sebagai wujud syukur jika berupa berita gembira.
Sebagai contoh ketika salah satu anggota keluarga mendapatkan kesenangan
seperti menikah, mendapat kerjaan, lulus Ujian, masa panen tiba, penempatan
rumah baru, penggantian nama, dan menyambut hari-hari besar Islam
sedangkan berita duka seperti ketika ada salah satu anggota keluarga yang
meninggal dunia, ketika mendapatkan musibah, dan gagal panen.
Acara kondangan pada umumnya hanya dihadiri para tetangga yang
dilaksanakan di rumah orang yang mempunyai hajat atau terkadang
dilakukan di masjid atau mushola terdekat. Acara ini biasanya menggunakan
nasi tumpeng dan “urap”4 dan diisi dengan pembacaan doa, pembacaan surat
yasin, dan tahlilan. Hal ini disesuaikan dengan permintaan tuan rumah.
3. Ziarah kubur pada hari kamis
Masyarakat percaya bahwa melakukan ziarah kubur pada hari kamis di
waktu sore menjelang malam adalah wajib dilakukan dengan anggapan bahwa
pada hari tersbut merupakan hari dimana dosa-dosa manusia di ampuni oleh
Tuhan Allah. Tetapi seiring perkembangan zaman budaya ini dapat ditepis
masyarakat setempat dengan anggapan hari apapun adalah baik untuk
berziarah dan mendoakan mendiang sanak-saudaranya dan penghapusan dosa
dapat dilakukan ketika kapan saja kita bertaubat.
4. Nyadran (Bersih-bersih makam)
Nyadran merupakan acara membersihkan makam kuburan pada pagi
sampai menjelang siang hari yang dihadiri seluruh warga setempat. Pada acara
tersebut para orang tua membawa beberapa makanan yang kemudian

4
Urap yang dimaksud adalah sayuran yang melengkapi nasi tumpeng sekaligus sebagi lauk
yang terdiri dari toge, bayam, kacang panjang, daun kaemangi, daun adas, tempe rebus, ikan teri.
50

dikumpulkan dan dibagi-bagikan kepada seluruh warga yang datang dimana


sebelumnya telah dibacakan doa. Setelah nyadran selesei maka diteruskan
dengan tahlilaan yang dilakukan di musola terdekat dengan membawa nasi
tumpeng.
Kegiatan nyadran dilakukan 2 kali setiap 1 tahun yaitu pada tanggal
12 Jumadil awal dan 15 Sya’ban dalam hitungan bulan Jawa.5 Menurut
kalender Nasional kedua bulan tersebut jatuh pada tanggal 15 Juni dan 12
Maret. Adat tersebut sampai sekarang ini masih tetap dijalankan.
5. Seni musik
Seni musik yang berkembang pada masyarakat ini adalah seni marawis
yang dimainkan sekitar 5 atau 6 orang yang didominasi oleh golongan tua
laki-laki. Hampir di seluruh acara atau kegiatan peringatan yang bersifat
nasionalis maupun religius selalu dibuka dengan menyanyikan lagu-lagu
sholawatan yang diiringi dengan alat musik tradisional.

b. Kependudukan
Dusun Noloprayan merupakan salah satu dusun yang ada di desa Jatirejo.
Pada awalnya dusun Noloprayan hanya terdiri 3 RT dan 3 RW, tetapi sejak tahun
2011 sampai sekarang dusun ini bergabung dengan dusun di sebelahnya yaitu
dusun Gedongan dan menjadi 5 RT dan 5 RW dengan rincian sebagai berikut:
a. RT 001/ RW 001 terdiri dari 36 KK
b. RT 002/ RW 002 terdiri dari 28 KK
c. RT 003/ RW 003 terdiri dari 31 KK
d. RT 004/ RW 004 terdiri dari 39 KK
e. RT 005/ RW 005 terdiri dari 45 KK6

5
Wawancara kepada warga Noloprayan, mbah Solah Pada Sabtu, 14 Juni 2014 pukul 07.00
WIB
6
Buku Induk Penduduk (BIP), Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, RT 001-005/ RW 001-005.
51

Berdasarkan pada data akhir Mei 2014, jumlah keseluruhan penduduk


Noloprayan sebanyak 638 jiwa, dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 316
jiwa, jumlah perempuan sebanyak 322 jiwa, sedangkan usia balita berjumlah 30
jiwa. Dusun ini memiliki luas wilayah sekitar kurang lebih 60 hektar. Penduduk
warga yang berlokasi di dusun Noloprayan ini memiliki ragam jenis pekerjaan
yaitu, Tani, Buruh, Buruh Lepas, PNS, Sopir, Tukang, Ojek, Penjahit, Pedagang,
Pengusaha Mebel, Penggilingan Padi, dan Karyawan Swasta. Buruh menduduki
presentase paling tinggi yaitu sebesar 60%, Tani sebesar 30%, dan 10% untuk
jenis pekerjaan lain.

c. Agama dan Sistem Kepercayaan


Seluruh masyarakat yang berlokasi di dusun Noloprayan memeluk agama
7
Islam . Dalam penelitiannya terhadap masyarakat di daerah pedalaman Jawa yaitu
di daerah Mojokuto yang sekarang menjadi Mojokerto, Geertz mengklasifikasikan
Islam ke dalam 3 golongan yaitu abangan, santri, dan priyayi8. Pada masyarakat
Noloprayan hanya terdapat 2 golongan yaitu santri dan priyayi. Golongan santri
merupakan golongan yang paling mendominasi mereka adalah para sesepuh dan
pemimpin pondok pesantren beserta para muridnya dan sebagian masa petani.
Yang kedua yaitu priyayi, mereka terdiri dari keluarga yang bekerja pada sektor
sipil dari keseluruhan penduduk Noloprayan.

d. Perekonomian
Perekonomian di wilayah ini secara garis besartermasuk perekonomian
kelas menengah ke bawah dengan rata-rata pendapatan per kartu keluarga (KK)
adalah di bawah 1 juta per bulan. Perekonomian masyarakat Noloprayan bertumpu

7
Hasil Wawancara dengan Sekretaris Desa, Abdul Khamid di kediamannya pada tanggal
22 Juni 2014 pukul 05.00 WIB.
8
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1983), h.44.
52

pada sektor pertanian baik sebagai petani ladang maupun petani padi. 9 Bagi warga
penduduk yang tidak memiliki sawah mereka bekerja sebagai buruh tani yaitu
dengan menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi hasil atas kesepakatan
kedua belah pihak. Para pemilik sawah biasanya bekerja pada sektor
pemerintahan tingkat desa seperti lurah, kepala urusan (bayan), sekretaris desa
(carik), dan kepala dusun (Bekel).
Sektor kedua adalah perdagangan, banyak warga yang mendirikan toko-
toko kecil di sekitar pekarangan rumah mereka, pedagang keliling, pedagang di
pasar, pengusaha penggilingan padi, dan pengusaha mebel. Selain kedua hal
tersebut, terdapat warga yang memiliki beberapa pekerjaan lain yaitu sebagai PNS,
guru, tukang, ojek, penjahit, dan karyawan swasta tetapi presentasenya sangat
sedikit.

e. Hubungan dengan Dusun lainnya


Warga dusun Noloprayan selalu menjaga hubungan baik antar sesama
dusun maupun warga desa lainnya. Sikap gotong royong masih erat dan dijunjung
tinggi. Hal ini diperlihatkan dengan bersedianya menjadi sinoman10 ketika
terdapat warga dari dusun sebelah yang sedang mengadakan acara pernikahan, ikut
berpartisipasi membantu perbaikan jalan, bersih-bersih desa, membangun sarana
umum, dan membantu pemakaman pada warga yang meninggal dunia.
Hubungan baik lainnya dijalin dengan kerjasama dibidang irigasi yaitu
antar petani sepakat untuk secara bergilir mendapatkan pengairan sawah mereka
dengan memanfaatkan sebuah sungai yang menjadi sumber utama selain irigasi
yang dibangun oleh pemerintah desa.

9
Hasil Wawancara dengan Abdul Khamid pada tanggal 23 Juni 2014 pukul 09.44 WIB.
10
sinoman, yaitu pelayan pada saat resepsi pernikahan yang tugasnya membagi-bagikan sneck
dan makanan kepada para tamu undangan biasanya terdiri dari laki-laki dan perempuan.
53

f. Prestasi Pembangunan
Dana pembangunan di desa Jatirejo bersumber pada Dana Alokasi Umum
Desa (DAUD). Setiap tahun desa tersebut mendapatkan sebesar 87 juta untuk
pembangunan infrastruktur sebesar 70% dan 30% untuk pemberdayaan
masyarakat.
Prestasi pembangunan pada dusun Noloprayan masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan wilayah lain. Pembangunan di wilayah ini hanya bergantung
pada Dana Alokasi Umum Desa (DAUD) yang dianggarkan oleh pemerintahan
desa sebesar Rp 4.500.000 sampai 5.000.000 per tahun. Selain dari DAU dana
pembangunan diperoleh dari swadaya masyarakat11.
Prestasi pembangunan yang di capai di dusun Noloprayan dapat
digolongkan ke dalam dua bidang yaitu dibidang fisik dan nonfisik.
a. Pembangunan Fisik
Pembangunan fisik dalam hal ini adalah pembangunan infrastruktur
desa yaitu dengan perbaikan jalan, penerangan umum,membangun mushola
terbaik antar dusun, poskampling, pondok pesantren, dan sistem irigasi yang
bagus. Pembangunan Irigasi atau pengairan pada wilayah ini terdiri dari 3
macam yaitu,
1. Irigasi Teknis, yaitu pengairan yang dibangun dari pemerintahan dan
memakai sistem pintu.
2. Irigasi Nonteknis, yaitu pengairan yang berasal dari sungai-sungai dan
selokan.
3. Irigasi Sekunder, yaitu pengairan yang berasal dari sumber mata air
Senjoyo.

11
Hasil Wawancara dengan Kepala Desa, Bapak Syamsudin di kantor Balai Desa pada tanggal 22
Juni 2014 pukul 09.30 WIB.
54

b. Pembangunan Nonfisik
Pembangunan di bidang nonfisik adalah pengadaan program PKK
yang dilakukan setiap 1,5 bulan sekali, program Posyandu setiap 1 bulan sekali,
dan kegiatan RT-an setiap sebulan sekali.12

B. TEMUAN HASIL ANALISIS


1. Temuan Lapangan Tentang Dukun Bayi
a. Prestasi Dukun Bayi
Berbicara mengenai prestasi, dukun bayi memiliki keahlian dalam
hal pertolongan persalinan secara tradisional, sebagai konsultan bayi dan ibu
bayi, serta memiliki kemampuan secara magis dalam praktiknya sebagai
seorang dukun bayi. Keahliannya tidak hanya dikenal oleh warga sekitar
tetapi juga sampai pada warga di daerah lain. Meskipun sebagai dukun bayi
tradisioanl tetapi ia juga mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan oleh
pihak Puskesmas setempat. Dan dalam praktiknya dukun bayi telah
bekerjasama dengan bidan dan pihak Puskesmas setempat.
Selain profesinya sebagai dukun bayi, masyarakat sekitar seringkali
menyebutnya sebagai Nyai yaitu sebutan bagi orang yang memiliki
pengertahuan lebih di bidang agama. Oleh sebab itu, status sosial dukun bayi
masuk dalam kategori kelas menengah ke atas yaitu sebagai orang yang
dituakan.

b. Cara Pertolongan Dukun Bayi dalam Persalinan


Cara pertolongan persalinan oleh dukun bayi bersifat tradisional
baik teknik maupun alat yang digunakannya. Langkah-langkah pertolongan
persalinan oleh dukun bayi sama halnya dengan proses persalinan pada

12
Hasil Wawancara dengan Kepala Kadus dan Kepala Desa, Bapak Busaeri dan Bapk Symsuddin
di kator Balai Desa Jatirejo pada tanggal 17 juni 2014 pukul 13.54 WIB.
55

umumnya, sehingga tidak ada teknik tertentu atau syarat-syarat khusus


untuk pasien ketika akan bersalin. Dukun bayi hanya akan menunggu calon
ibu sampai waktunya tiba untuk melahirkan. Dalam hal ini yang menjadi
pusat perhatian dalam serangkaian persalinan adalah pemotongan tali pusar
atau placenta pada bayi. Menurut kepercayaan setempat, placenta ini adalah
kakang kawah atau saudara kembar dari bayi yang harus diperlakukan
dengan baik dan memiliki kekuatan magic sehingga didalam pemotongan
dan penguburannya harus dilakukan oleh dukun bayi tersebut.
Alat yang digunakan dalam pemotongan placenta mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Awal karirnya dukun bayi menggunakan
welat yaitu sebuah pisau yang terbuat dari bambu, kemudian berganti
menjadi gunting, dan terakhir adalah gunting khusus. Pemotongan Placenta
ini menjadi pusat perlakuan khusus bagi bayi. Pemotongan yang salah
terhadap placenta akan berakibat fatal bagi jabang bayi sehingga dalam hal
ini dukun bayi menggunakan cara, teknik, dan ramuan-ramuan tradisional
untuk melakukan pemotongan placenta tersebut.
Cara pemotongan placenta dilakukan dengan memegang erat ujung
yang menjadi batas ari-ari menurut perhitungan dukun bayi, kemudian mulai
melakukan pemotongan dengan pisau yang terbuat dari bambu, kemudian
bekas luka dibalut dengan garam, kunyit, dan njet. 13 Ramuan ini oleh dukun
bayi dipercaya dapat menyembuhkan bekas luka dan meredam kesakitan
pada bayi pasca pemotongan placenta.
Selanjutnya adalah penguburan placenta atau ari-ari yaitu ari-ari
dimasukkan kedalam wadah dan dibawah wadah tersebut terdapat secarik
kertas bertuliskan lafal basmalah terbalik, daun sirih, dan kapur kemudian
dikuburkan dalam satu tempat dan diberikan penerangan.Tempat penguburan
biasanya di sekitar pekarangan rumah.

13
Hasil wawancara dengan Dukun bayi yaitu, Emak Ikah Pada Selasa, 17 Juni 2014 Pukul
10.30 WIB.
56

c. Keamanan Bayi yang ditangani


Di dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang penolong
persalinan secara tradisional, dukun bayi juga mendapatkan berbagai
pelatihan-pelatihan medis yang diadakan oleh pihak puskesmas dan bidan
dan telah bersertifikat resmi sehingga dalam melakukan penanganan
terhadap bayi dapat terjamin secara medis.
Setelah kelahiran, dukun bayi memiliki tanggung jawab
mendampingi ibu dan bayi selama bulan pertama kelahirannya, yaitu dengan
memberikan perawatan lanjutan berupa pijit bagi keduanya dalam konteks
pemulihan pasca persalinan oleh ibu dan kesehatan bagi bayi.
Pada sembilan hari kelahiran bayi, dukun melakukan pijit pada bayi
yang dikenal oleh warga Noloprayan dengan sebutan dadah walik. Hal ini
dimaksudkan agar tubuh sibayi tidak rentan dari penyakit dan memantapkan
organ-organ tubuh pada bayi selain itu dukun bayi juga membantu
memandikan bayi serta memberikan ramuan-ramuan tradisional agar bayi
tidak mudah rewel. Karena pada usia ini, bayi masih rentan terhadap
kekuatan-kekuatan gaib yang ada disekelilngnya sehingga diperlukan pagar
atau penangkal oleh dukun bayi. Perawatan yang diberikan dukun bayi
berlangsung sampai selapanan, yaitu usia bayi menginjak pada 1 bulan
kelahirannya tetapi, dukun bayi tidak lagi memandikannya dan hanya datang
seminggu dua kali untuk memijit atau dadah bagi bayi.
Selain bayi, ibu bayi juga mendapatkan perawatan yang berupa pijit
dengan tujuan memulihkan kondisi fisik dan mengembalikan fungsi-fungsi
tubuh setelah melahirkan.

d. Syarat – syarat Penanganan Bayi oleh Dukun bayi


Secara umum dukun bayi akan terus mendampingi bayi sampai 45
hari kelahiranya. Selama rentang waktu tersebut perkembangan bayi akan
57

tetap dipantau oleh dukun bayi yang menangani kelahirannya dengan cara
mengunjungi tempat tinggal bayi.
Pemberian nama pada bayi dilakukan pada hari kelima kelahirannya
dan dihadiri oleh dukun bayi yang menangani kelahirannya. Acara tersebut
dikenal sebagai acara sepasaran. Pada acara tersebut dukun bayi memotong
sehelai rambut bayi dengan diberikan doa-doa tertentu sebagai syarat
jalannya ritual.
Kemudian pada usia 45 hari kelahirannya diadakan selapanan yaitu
pencukuran seluruh rambut bayi, hal ini juga dilakukan oleh dukun bayi yang
membantu kelahirannya, pencukuran seluruh rambut bayi tersebut memiliki
maksud dan tujuan agar kelak rambut bayi tumbuh dengan bagus dan secara
magis bayi tidak mudah rewel dan lemah terhadap penyakit.

e. Hubungan Dukun Bayi dengan Warga Masyarakat


Dukun bayi memiliki hubungan yang sangat baik terhadap warga
masyarakat khususnya warga Noloprayan. Di dalam memberikan perawatan
baik kepada bayi ataupun ibu bayi mereka tidak harus diwajibkan
mendatangi dukun bayi tetapi secara sukarela dukun bayi akan mendatangi
rumah pasiennya selama jarak tempat tinggal mereka terjangkau. Pemberian
upah atas perawatan yang diberikan oleh dukun bayi tidak dipatok harga
tertentu semua diberikan atas dasar kemampuan financial pasien.

f. Hubungan Dukun Bayi dengan Instansi dan Tenaga Medis


1). Hubungan dukun bayi dengan Puskesmas
Sebagai seorang penolong persalinan tradisional dukun bayi
juga mendapatkan berbagai pelatihan-pelatihan medis dan program-
program kesehatan yang diadakan oleh pihak puskesmas setempat
terkait dengan penanganan bayi dan cara pertolongan persalinan secara
sehat dan bersih. Dengan ikut sertanya dukun bayi dalam program-
58

program yang dicanangkan oleh pihak puskesmas tersebut telah


terbina hubungan yang baik antara keduanya sehingga dalam
menjalankan tugasnya sebagai dukun tradisional mendapatkan
pengawasan dari pihak tenaga medis, khusunya puskesmas.
2). Hubungan dukun bayi dengan Bidan
Hubungan antara bidan dengan dukun bayi sangat baik dan
kooperatif. Pasalnya, salah satu bidan yang bertugas di Puskesmas
pada daerah tersebut adalah anak dari dukun bayi tersebut. Oleh sebab
itu, ketika dukun bayi mengalami kesulitan dalam menangani
persalinan pasien maka dukun bayi akan membuat rujukan atas alih
fungsi penanganan dukun bayi kepada bidan. Atau kerjasama lain
ditunjukkan ketika proses persalinan dilakukan oleh dukun bayi, bidan
seringkali terlibat dalam proses tersebut.

2. Temuan Lapangan Tentang Pergeseran Peran Dukun


a. Peran Dukun Bayi sampai dengan 2011
Sejak awal menekuni profesi sampai tahun 2011, dukun bayi
berperan aktif baik secara individu maupun berdampingan dengan bidan
dalam melakukan pertolongan persalinan. Setelah persalinan selesai, selama
kurang lebih 45 hari ke depan dukun bayi mendampingi ibu dan bayi guna
mendapatkan perawatan pasca persalinan. Selama masa ini, dukun bayi secara
intensif yaitu setiap 3 hari sekali dalam seminggu selalu mengunjungi bayi
untuk diberikan dadah walik yaitu pijit bagi bayi yang berfungsi untuk
menjaga bayi agar tidak rentan terhadap penyakit serta menormalkan fungsi-
fungsi tubuh.
Selanjutnya peran dukun bayi terlihat pada ritual upacara sepasaran
dan selapanan yaitu pada hari kesembilan kelahirannya, diadakan slametan
sebagai bentuk syukur atas kelahiran jabang bayi dengan mencukur sehelai
rambut bayi. dan pada usia 45hari setelahnya, bayi diberikan nama dengan
59

mengadakan ritual pencukuran seluruh rambut bayi. Kedua ritual tersebut


dipimpin oleh dukun bayi baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak
hanya bayi yang mendapatkan perhatian khusus tetapi juga ibu bayi, mereka
mendapatkan perawatan pijit tradisonal guna mengembalikan fungsi-fungsi
tubuh serta mengembalikan bentuk tubuh semula setelah pasca melahirkan.
Selain sebagai tenaga penolong persalinan dan perawatan pasca
bersalin dukun bayi mengawal perkembangan janin sampai siap lahir serta
memberikan rujukan untuk pertolongan persalinan. Pemantaun terhadap ibu
hamil dilakukan dengan memberikan informasi-informasi kesehatan serta
pantangan-pantangan selama masa ini. Menginjak usia tujuh bulan
kehamilannya, diadakan upacara pitonan dalam ritual ini disiapkan tujuh rupa
urap yang terdiri dari kacang-kacangan dan sayur-sayuran serta adanya tujuh
macam rujak sebagai syarat ritual tersebut. Pada prosesi ini terdapat mandi
wuwung yaitu calon ibu dimandikan oleh dukun bayi dengan mengguyurkan
air dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tidak mengedipkan mata
selama proses dimandikan.

b. Peran Dukun Bayi Sejak 2012 sampai Sekarang


Tercatat sejak 2 tahun terakhir ini, dukun bayi di dusun Noloprayan
tidak lagi melakukan penanganan pertolongan persalinan. Hal ini dikarenakan
faktor usia yang sudah lanjut. Oleh sebab itu, pada awal tahun 2012, mulai
terjadi pergeseran peran dalam penanganan persalinan, dimana peran tersebut
diambil alih oleh bidan.
Meskipun dukun bayi tidak lagi berperan sebagai pelaku pertolongan
persalinan, dukun bayi tetap aktif dalam memberikan pelayanan perawatan
bagi bayi dan ibu bayi pasca bersalin, mendampingi bayi selama 45 hari
kelahirannya, serta pelayanan konsultasi kesehatan diseputar kehamilan. Akan
tetapi terjadi perubahan cara pelayanan yang diberikan yaitu dukun bayi tidak
lagi melakukan kunjungan ke rumah pasien. Seluruh kegiatannya dilakukan di
60

rumah kediaman dukun bayi baik pijit maupun konsultasi kehamilan.


Sehingga pergeseran peran hanya terjadi pada aspek pertolongan persalinan
dan kunjungan pelayanan.

3. Temuan Lapangan Tentang Perspektif Masyarakat Terhadap Dukun


Bayi
a. Perspektif Masyarakat Mengenai Dukun Bayi
Secara umum masyarakat yang berlokasi di Dusun Noloprayan
memandang dukun bayi sebagai seorang yang memiliki kemampuan lebih
atau supranatural dalam menekuni profesinya. Secara-sosio kultural, kelahiran
bagi orang Jawa dianggap sebagai krisis kehidupan yang harus diseimbangkan
antara Tuhan dan alam sehingga adanya ritual dan upacara adalah mutlak
dilakukan adanya. Menurut Ruqoyah, “Hanya dukun bayi yang dapat
melakukan pertolongan persalinan dan cepat tanggap mengenai kemungikan
terjadinya kesulitan kelahiran dengan kemampuan yang dimiliki dukun
bayi”.14 Pandangan lain mengenai dukun bayi menurut Pamong Desa, Busaeri
bahwa, “Menjadi dukun bayi adalah pilihan yang tidak semua orang dapat
melakukannya sehingga memberikan pertolongan persalinan dan serangkaian
kegiatan yang menyertainya adalah suatu pekerjaan mulia yang telah
menyelamatkan manusia dari bahaya magis dan nonmagis”.15

b. Faktor Penyebab Masyarakat Memilih Dukun Bayi sebagai Penolong


Persalinan
Secara umum masyarakat Dusun Noloprayan masih tetap
menggunakan jasa dukun bayi sebagai pelayanan kesehatan kehamilan,
persalinan, dan perawatan pasca persalinan adalah faktor ekonomi, adat-
14
Hasil wawancara dengan Ibu Ruqoyah di ke diamannya pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 16.00
WIB.
15
Hasil wawancara dengan Bapak Busaeri di ke diamannya pada tanggal 18 Juni 2014 pukul 15.00
WIB
61

istiadat, tradisi, kepercayaan masyarakat, dan adanya faktor kemantapan diri.


Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan salah satu warga
masyarakat setempat yang menggunakan jasa dukun bayi yaitu untuk
melakukan perawatan setelah melahirkan, berupa pijit baik untuk ibu ataupun
bayi.16 Selain faktor-faktor tersebut warga merasa tidak canggung dan
sungkan ketika harus berhadapan dan berbicara dengan dukun bayi guna
menanyakan hal-hal yang ingin diketahuinya.

c. Tanggapan Masyarakat Mengenai Peranan Dukun Bayi dalam Proses


Persalinan
Dukun bayi yang menekuni profesi sebagai penolong persalinan
secara tradisional, mendapatkan apresiasi baik dari warga masyarakat
khususnya warga yang berlokasi di dusun Noloprayan. Mereka berasumsi,
keberadaan dukun bayi dan praktiknya berarti telah melestarikan budaya
Jawa yang secara turun-temurun dijalankan pada peristiwa diseputar kelahiran
seorang bayi. Hal ini sejalan dengan teori solidaritas mekanik Emile
Durkheim yang mengatakan bahwa, “Dalam masyarakat yang menganut
solidaritas mekanis, yang diutamakan ialah persamaan peilaku dan sikap.
Perbedaan tidak dibenarkan”.17 Dengan tetap melakukan upacara-upacara
selametan di seputar peristiwa kehamilan dan kelahiran, masyarakat di Dusun
Noloprayan terikat oleh aturan-aturan para leluhur mereka.
Selain melestarikan budaya leluhur, keberadaan dukun bayi sangat
membantu bagi warga yang kurang mampu secara ekonomi karena biayanya
sangat terjangkau. Banyak masyarakat yang memahami bahwa peristiwa di
seputar kehamilan dan kelahiran adalah sesuatu yang sifatnya magis. Mereka

16
Hasil Wawancara dengan Ibu Lia di kediamannya pada tanggal 8 Agustus 2014 pukul 10.00
WIB.
17
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1993), h. 90.
62

percaya setiap tahapannya diperlukan perlakuan khusus yang hanya dapat


dilakukan oleh orang tertentu, dalam hal ini adalah dukun bayi.
Dukun bayi selain berperan sebagai penolong persalinan ia juga
sebagai pemimpin jalannya berbagai ritual diseputar kehamilan dan kelahiran,
seperti ritual 7 bulanan, brokahan (kelahiran), pemotongan sehelai rambut
bayi, serta ritual pemberian nama jabang bayi pada 45 hari kelahirannya. Oleh
karena itu, kepercayaan warga Noloprayan atas berbagai ritual tersebut yang
harus dilaksanakan sebagai wujud ketaatan mereka terhadap budaya leluhur
yang mengandung hal-hal gaib. Menurut Abdul Khamid, “Warga di Dusun
Noloprayan sangat bergantung pada peran dukun bayi yang memang memiliki
keahlian secara magis”.18

C. PEMBAHASAN TEMUAN
1. Ketepatan Hipotesis

Dari hipotesa yang diajukan peneliti yaitu bahwa bagi masyarakat


Noloprayan sebagai orang Jawa dengan melahirkan melalui dukun bayi serta
mentaati adat-istiadat dalam menjalankan ritual diseputar kehamilan dan
kelahiran akan membawa keberkahan tersendiri bagi kelangsungan hidup
jabang bayi.
Hipotesa tersebut di atas telah terbantahkan dengan hasil data yang
diperoleh dilapangan, yaitu bukan faktor kepercayaan atas dampak pentaatan
adat-istiadat kelahiran, akan tetapi tingginya kesadaran masyarakat terhadap
resiko persalinan melalui jasa dukun bayi sehingga mereka lebih memilih
bidan sebagai tenaga penolong persalinan dengan alasan klinis. Munculnya
kesadaran masyarakat mengenai kesehatan diiringi dengan suatu fakta bahwa
dukun bayi yang berlokasi di Dusun Noloprayan sejak 2 tahun terakhir ini

18
Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Khamid di ke diamannya pada tanggal 18 Juni 2014
pukul 09.00 WIB.
63

sudah tidak lagi menangani persalinan karena faktor lanjut usia. Meskipun
tidak menangani persalinan, akan tetapi dukun bayi masih tetap melayani
perawatan bagi bayi dan ibu bayi pasca melahirkan serta menerima
penanganan kesehatan kehamilan bagi ibu hamil.
Setelah proses persalinan baik melalui dukun bayi ataupun bidan
masyarakat setempat tetap menjalankan adat istiadat pasca melahirkan
seperti sepasaran yang jatuh pada hari ke sembilan kelahiran bayi, inti acara
tersebut adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas kelahiran bayi
dengan ritual pemotongan sehelai rambut bayi yang dilakukan oleh dukun
bayi yang dulu menangani kelahirannya atau secara mandiri oleh ayah jabang
bayi. Selanjutnya selapanan, yaitu pemberian nama bagi bayi setelah 45 hari
kelahirannya dengan melakukan pencukuran seluruh rambutnya oleh dukun
bayi atau dikerjakan secara mandiri. Adat- istiadat pada masa kehamilan pun
juga masih dijalankan bagi ibu hamil sekalipun memilih bidan sebagi tenaga
penolong persalinannya nanti yaitu upacara pada usia ke tujuh kehamilan
(pitonan). Pada acara tersebut masyarakat mengadakan selametan dengan
menghidangkan makanan tertentu yang dihadiri oleh para tetangga.

2. Analisa Kerangka Konseptual dan Teori Temuan


Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kerangka pikir yang
diajukan penulis terdapat kesesuaian sekaligus ketidak sesuaian pada kondisi
yang ada di Dusun Noloprayan sebagai lokasi penelitian.
Sebagian besar penduduk di Desa Jatirejo, khususnya Dusun
Noloprayan merupakan asli keturunan suku Jawa yang khas dengan
kebudayaanya. Bahasa Jawa menjadi bahasa komunikasi sehari-hari yaitu
bahasa ngoko dan krama. Bahasa Ngoko digunakan untuk berkomunikasi
antar sebaya atau orang tua kepada orang yang lebih muda biasanya bahasa
ini menunjukkan keakrabaan satu sama lainnya. Sedangkan untuk
64

berkomuniakasi dengan orang yang lebih tua atau yang memiliki status sosial
lebih tinggi, digunakan bahasa krama untuk menghormati lawan bicaranya.
Agama Islam merupakan ajaran yang dianut oleh seluruh warga
yang berlokasi di Noloprayan. Pada masyarakat ini, Islam memiliki dua
pengklasifikasian golongan yaitu golongan santri dan priyayi. Golongan
santri diduduki oleh para ulama, para santri, dan sebagian besar petani
sedangkan golongan priyayi diduduki orang-orang yang bekerja di sektor
pemerintahan baik tingkat desa, kecamatan, ataupun kabupaten. Secara tidak
langsung kondisi tersebut membentuk suatu sistem sosial yang ada didalam
masyarakat.
Oleh karena sebagian besar perekonomian warga Noloprayan
bertumpu pada sektor pertanian, maka mata pencaharian warga setempat
adalah sebagai petani dan buruh tani meskipun terdapat pekerjaan lain selain
kedua profesi tersebut. Di bidang kesenian, masyarakat melestarikan seni
musik yaitu Rabbana. Kesenian tersebut sering dipentaskan pada peringatan
hari-hari besar umat Islam ataupun hari besar Nasional dengan pusat kegiatan
di pondok pesantren. Masyarakat Noloprayan merupakan masyarakat yang
agamis, seluruh sendi kehiduupannya didasarkankan pada aturan agama
sehingga secara tidak langsung membentuk sikap hidup pada setiap pribadi
warganya. Sebagai orang Jawa sikap andhap ashor atau saling menghargai
dan nilai-nilai gotong royong masih dijunjung tinggi. Seperti halnya pada
masyarakat Jawa umumnya, slametan sebagai pemaknaan atas semua
peristiwa yang dianggap penting masih dijalankan oleh warga yang
berlokasi di Noloprayan.
Di bidang kesehatan, khusunya kehamilan dan kelahiran secara
sosio kultural masyarakat Noloprayan menyikapi kedua hal tersebut sebagai
suatu fase kritis dan puncak dari tahapan kehidupan. Upaya yang dilakukan
masyarakat adalah dengan melakukan berbagai upacara slametan di seputar
kehamilan, seperti mengadakan upacara pitonan yang dilakukan pada usia ke
65

tujuh bulan masa kehamilannya. Ritual tersebut ditunjukan agara bayi


mendapat perlindungan secara magis. Sedangkan untuk penjagaan
kehamilan, masyarakat mengenal berbagai pantangan baik yang berasal dari
makanan ataupun perbuatan. Dampak dari pentaatan pantangan tersebut
dipercaya masyarakat sebagai bentuk penjagaan bayi terhadap penyakit dan
bahaya.
Ketidaksesuaian antara kerangka pikir dengan hasil penelitian
terlihat pada pelaku pertolongan persalinan. Memasuki tahap kelahiran,
pelaku pertolongan persalinan memiliki peranan penting. Semenjak 2 tahun
terakhir ini dukun bayi yang berlokasi di dusun Noloprayan sudah tidak
menjalankan profesinya sebagai penolong persalinan karena muncul
tingginya tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan faktor lanjut
usia pada dukun bayi sehingga peran dukun bayi digantikan oleh bidan.
Meskipun masyarakat tidak lagi menggunakan dukun bayi sebagai
penolong persalinan tetapi untuk perawatan pasca persalinan dan konsultasi
serta penanganan kehamilan bagi ibu hamil, warga Noloprayan masih
mempercayakannya kepada dukun bayi untuk mengerjakannya. Oleh sebab
itu, peran dukun bayi masihterlihat meskipun terjadi perubahan sikap warga
dari tradisional menjadi modern, dalam hal ini pemilihan pelaku pertolongan
persalinan. Sikap fleksibel pada masyarakat yang tidak melupakan adat-
istiadat leluhur dalam konteks kehamilan dan kelahiran menciptakan
kebahagiaan bagi masyarakat Jawa khususnya bagi masyarakat yang
berlokasi di Dusun Noloprayan.
Kondisi di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa ada dua cara
pikir berlawanan pada masyarakat Noloprayan dalam menyikapi kehamilan
dan persalinan. Pertama, sebagai masyarakat yang fleksibel terhadap
perkembangan zaman peran pelaku persalinan oleh dukun bayi mulai luntur
dan digantikan dengan bidan. Kedua, sebagai orang Jawa yang taat terhadap
tradisi dan budayanya dalam menyikapi kehamilan dan pasca persalinan
66

banyak warga yang tetap saja mendatangi dukun bayi untuk melakukan
konsultasi dan penanganan kehamilan serta perawatan ibu dan bayi pasca
persalinan.
Pola pikir yang berbeda tersebut sesuai dengan teori solidaritas
mekanik Emile Durkheim yang menyebutkan bahwa terdapat persamaan
moral, emosional, tingkat kolektifitas yang tinggi antar warga, serta masih
terdapat perilaku primitif pada pola kehidupannya. Kondisi ini digambarkan
oleh masyarakat Noloprayan yang memposisikan dukun bayi sebagai pelaku
yang berperan penting dalam penanganan kehamilan bagi ibu hamil dan
perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi. Sedangkan perilaku warga
Noloprayan yang memilih bidan sebagai pelaku pertolongan persalinan
membuktikan bahwa telah adanya perubahan pola pikir dari tradisional
menjadi modern dan lebih rasional sehingga muncul kesadaran warga
terhadap pentingnya penanganan persalinan sehat dan bersih. Lebih jelasnya
kerangka konseptual temuan yang sesuai dengan keadaan riil masyarakat
Noloprayan di atas ditampilkan melalui skema atau bagan sebagai berikiut:
67

Skema 1.2 Kerangka Konseptual Temuan

Peran Dukun Bayi

Sejak menjadi dukun Tahun 2012 sampai


bayi sampai tahun 2011 Sekarang

1. Penolong 1. Pelayanan
Persalainan Perawatan
2. Pelayanan Pasca
Perawatan Pasca Persalinan
Persalinan 2. Konsultasi dan
3. Penanganan penanganan
kehamilan Kehamilan

Masyarakat Jawa dan


kebudayaannya

Masyarakat Noloprayan

Kehamilan Persalinan

Upaya Masyarakat Tenaga Penolong


dan Penjagaan
Kesehatan

Dukun bayi Bidan

Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik

Teori Solidaritas Sosial Emile


Dhurkeim
68

3. Perspektif Peneliti tentang Dukun Bayi di Dusun Noloprayan

Keberadaan dukun bayi memiliki peran penting bagi warga yang


berlokasi di Noloprayan. Walaupun dukun bayi tidak lagi perperan sebagai
pelaku penolong persalinan dan hanya sebagai konsultan kesehatan bagi ibu
dan bayi, warga setempat tetap memposisikan dukun bayi sebagai orang
yang memiliki andil dalam melestarikan serangkaian tradisi kehamilan
ataupun kelahiran karena bagaimana pun berbagai ritual tersebut telah
mengakar dan menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan warga yang
bertempat di Dusun Noloprayan.
Meskipun faktor usia dukun bayi di Dusun Noloprayan yang sudah
lanjut , dalam memberikan pelayanannya terhadap para pasien dukun bayi
tetap cekatan dan memiliki loyalitas tinggi terhadap profesi yang ditekuni.
Kinerjanya sebagai konsultasi kesehatan tradisional yang lebih
mengedepankan aspek sosio-kultural terhadap penjagaan dan upaya
masyarakat dalam menghadapi kehamilan ataupun kelahiran telah
mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat setempat ataupun luar daerah.
Kepercayaan warga masyarakat di Dusun Noloprayan terhadap
peristiwa kehamilan dan kelahiran sebagai suatu fase kehidupan yang kritis
dan mempunyai sisi mistis, jelas membangun suatu anggapan yang disertai
dengan perilaku mereka yang membentuk suatu kebudayaan tetentu. Oleh
Durkheim disebutkan bahwa, “Dalam masyarakat seperti ini semua anggota
pada dasarnya memiliki kepecayaan sama, pandangan, nilai dan semuanya
memiliki gaya hidup yang kira-kira sama”.19 Sehingga muncul anggapan
dari warga masyarakat setempat bahwa dukun bayi itu memiliki peranan
yang sangat penting dalam hal penanganan kehamilan, persalinan, dan
perawatan pasca bersalin.

19
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakata: Gramedia, 1986), h. 185.
62

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan dan penelitian yang penulis lakukan, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa jasa dukun bayi masih digunakan oleh warga
Noloprayan dengan alasan faktor ekonomi, adat-istadat, tradisi, sugesti
masyarakat serta kemantapan masyarakat serta faktor kepercayaan. Adapun
selama menjalankan profesinya, dukun bayi telah memiliki ijin praktek dari
pemerintahan daerah setempat dan telah mengikuti berbagai pelatihan-
pelatihan medis dibidangnya sehingga pertolongan persalinan dapat dilakukan
secara bersih dan sehat dan masyarakat tidak perlu meragukan keahlian sebagai
tenaga tradisional.
Sejak 2 tahun terakhir ini dukun bayi di Dusun Noloprayan tidak lagi
menangani persalinan tetapi hanya membuka praktik konsultan terhadap
kesehatan seputar kehamilan dan bayi serta pelayanan perawatan bagi ibu dan
bayi pasca bersalin. Hampir semua perawatan dilakukan dengan teknik pijit
baik untuk bayi, ibu bayi ataupun pada ibu yang hamil namun masing-masing
memiliki teknik dan ritual yang berbeda satu dengan lainnya. Setiap ada ibu
yang barusaja melahirkan segera mengunjungi dukun bayi untuk melakukan
dadah bagi bayidan pijit guna mengembalikan fungsi tubuh pasca persalinan.
Meskipun hanya sebagai konsultan kesehatan bagi ibu dan bayi dan pelayanan
perawatan pasca persalinan, dukun bayi tetap memiliki peranan penting bagi
kesehatan iu dan anak pada masyarakat Noloprayan serta ikut melestarikan
tradisi dan adat-istiadat masyarakat Jawa diseputar kehamilan dan kelahiran.
Dikaji melalui teori solidaritas sosial Emile Durkheim bahwa
kecenderungan masyarakat setempat yanglebih memilih dukun bayi untuk
melakukan penanganan kehamilan pada ibu hamil, dan perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayinya menunjukkan suatu kondisi masyarakat yang
masih patuh terhadap adat-istiadat dan tradisi yang berlaku sehingga bersifat
primitif dan sederhana yang oleh Durkheim disebut solidaritas mekanik.

68
1
69

Sedangkan sikap masyarakat yang memilih bidan sebagai rujukan utama


penolong persalinan oleh Durkheim dikatakan sebagai masyarakat yang lebih
maju, kompleks dan berfikir rasionalitas. Masyarakat seperti menunjukkan
sikap ingin berusaha melepas tradisi diseputar persalinan. Kondisi demikian
dicirikan sebagai masyarakat dengan solidaritas organik. Hasil persepsi
masyarakat Noloprayan mengenai peranan dukun bayi terhadap proses
persalinan dan pelayanan kesehatan adalah baik yaitu sebagai agen pelestarian
budaya Jawa pada peristiwa diseputar kehamilan dan kelahiran.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis ajukan kepada pihak terkait yaitu
dukun bayi, pemerintah desa, serta masyarakat setempat adalah:
1. Disarankan agar profesi dukun bayi sebagai pelaku pertolongan persalinan
tradisional sekaligus sebagai konsultan kesehatan dapat diwariskan dan
memiliki penerus profesi tersebut, dengan cara memberikan bimbingan
dan pelatihan-pelatihan oleh dukun bayi kepada masyarakat, khusunya
bagi warga masyarakt yang berlokasi di dusun Noloprayan.
2. Sebagai konsultan kesehatan kehamilan sekaligus pelayanan perawatan
pasca persalinan bagi ibu dan bayi, didalam menjalankan praktiktersebut
semestinya diberikan penjadwalan jam kerja agar lebih efektif dan efisien.
3. Pemerintah Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang selaku
pemerintahan desa dimana praktik dukun bayi dilakukan, sudah
seharusnya mendukung dan memfasilitasi sarana dan prasarana kepada
dukun bayi untuk menunjang profesinya sebagai konsultan kesehatan
tradisional (dalam hal ini kehamilan dan kelahiran) agar terciptanya rasa
nyaman bagisetiap pasien yang berkunjung.
4. Selanjutnya bagi masyarakat Dusun Noloprayan sudah semestinya
memberikan dukungan serta partisipasinya terhadap keberadaan dukun
bayi sebagai pelaku persalinan dan konsultan kesehatan tradisioanl karena
dengan ikut berpartisipasi sebagai masyarakat Jawa kita telah turut serta
didalam melestarikan budaya di seputar kehamilan dan kelahiran yang
secara turun-temurun dijalankan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

BUKU :

Bernando, Jefri . Ragam Kesehatan Tanpa Sadar Orang Tua Ketika Melahirkan.
Jakarta: Arena Kids, 2014.

Doyle Paul Johnson. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia,

1986.

Fedyani, Saifuddin Ahmad. Catatan Reflektis Antropologi Sosialbudaya. Institut

Antropologi Indonesia, 2011.

Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta:

Dunia Pustaka Jaya, 1983.

Geertz, Hildred. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers, 1983.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas

Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1980.

Herusatoto, Budi. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha

Widia, 2000.

Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), Cet. ke-1, h. 143.
Ivenie Dewintari S, Alvina Tria Febianda, Kamus Istilah Penting Modern.

Jakarta: Aprindo 2003

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya


Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Edisi Pertama, h.
139.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980.

Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.


Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan,

1985.

Koentjaraningrat. Masyarakat Desa Di Indonesia. Jakarta: Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 1984.

Lubis, M. Ridwan. Agama Dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung: Citapustaka

Media Perintis, 2010.

Mulder, Niels. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Kelangsungan dan

Perubahan Kulturil. Jakarta: Gramedia, 1983.

Nurul Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan, Teori –


Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Pratiwi, Arum. Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Gosyen

Publishing, 2011.

Prihadi, K. Endra. Makhluk Halus dalam Fenomena Kemusyrikan.

Rusmin Tumanggor,. Dokter Atau Dan Dukun: Pergumulan Pengobatan Di


Indonesia. Jakarta: LEMLIT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
Suseno, Franz Magnis. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tenyang

Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia, 1985.

Swasono, F. Meutia. Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam

Konteks Budaya. Jakarta: UI PRESS, 1998.

Shadily, Hassan. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Rineka Cipta: 1993

Sutan Zain, Mohammad Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Yusuf Al-Qardhawi, Menjelajahi Alam Ghaib, ilham, mimpi, jimat, dan Dunia

Perdukunan dalam Islam. Jakarta: Hikmah, 2003.


INTERNET :

http://id.wikipedia.org/wiki/Perspektifdisambiguasi. Di akses pada tgl 8 Januari

2014, pukul 16.46.

http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada

tgl 4 januari 2014 pukul 09.32 WIB.

http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. di

akses pada tgl 8 januari 2014 pukul 16.45WIB.


GAMBAR KEGIATAN

PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT


JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN
DESA JATIRREJO KABUPATEN SEMARANG

(Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Dhurkeim)

A. Kegiatan Masyarakat

Peta Desa Jatirejo

Tradisi kegiatan bersih-bersih makam (Nyadran) yang dilakukan pada Kamis, 15 Juni 2014
pukul 07.00- 08.30 WIB yang dihadiri warga Noloprayan.
Foto Dukun bayi dan peneliti pasca wawancara pada Selasa, 17 Juni 2014 Pukul 10.00 WIB di
kediaman rumah dukunbayi

Wawancara peneliti kepada dukun bayi di kediamannya pada Minggu, 22 Juni 2014 pada
pukul 10.00 s/d seleseai.
Tempat Praktik dukun bayi dalam memberikan Pelayanannya yaitu pijit dan dadah terhadap
ibu dan bayi.

Data warga penduduk RT /RW 001-005 dusun Noloprayan, desa Jatirejo Kecamatan Suruh,
Kabupaten Semarang.
Acara Lomba Memasak panganan Tradisional yang diadakan oleh Ibu-Ibu PKK sertag dihadiri
oleh Bapak Kepala desa Jatirejo dalam rangka memeriahkan Hari Kartini pada tanggal 21
April 2014 di Gedung Balai desa Jatirejo.

Rapat Kerja PKK yang dihadiri para anggotanya pada tanggal 15 Juni 2014 Pukul 09.00 yang
diadakan di gedung Balai Desa Jatirejp.
Kegiatan Swasembada pembuatan Irigasi Oleh warga setempat di area persawahan antara dsn
Noloprayan dengan dsn Dukuh desa Jatirejo pada Minggu, 13 April 2014 Pukul 08.00 WIB.

Foto penulis dengan Bpk Bushaeri selaku kepala dusun Noloprayan di kediamannya pada 23
Juni 2014 Pukul 15.30 WIB.
Tempat Placenta (ari-ari) bayi dikuburkan yaitu di depan rumah. Foto dambil penulis pada
Senin, 4 Agustus 2014 pukul 09.00 dan 19.00 WIB.

Salah satu responden dengan bayinya yang berumur 15 hari, yang melahirkan melalui bidan
setempat. Foto diambil pada Minggu, 3 Agustus 2014 pukul 10.13 WIB di kediamannya.
Bayi bersama asisten dukun bayi setelah mendapatkan perawatan dari dukun bayi berupa pijit
“dadah” . Foto diambil pada Kamis, 7 Agustus 2014 pukul 19.30 WIB.

Dukun bayi membantu memandikan bayi yang ditemani ayah bayi dikediaman orang tua sibayi
tersebut pada Kamis, 7 Agustus 2014 pukul 08.00 WIB.

Acara Selapanan (Pemberian nama di hari 45 kelahiran bayi) yang dipimpin oleh ustad Heri
dan dihadiri para tetangga, foto diambil dikediaman orang tua bayi pada Jum’at, 15 Agustus
2014 pukul 19.13 WIB.
Bunga, gunting rambut, gunting kuku, minyak wangi, dan kertas yang ditulisakan lafal
berbahasa arab sebagai syarat upacara Selapanan yang di bacakan doa oleh ustad.

Foto penulis bersama bayi dan foto ritual pemotongan rambut bayi dalam upacara selapanan,
pemotongan rambut dilakukan oleh seluruh tamu undangan. Foto diambil pada Jum’at, 15
Agustus 2014 pukul 20.00 WIB.
PEDOMAN PELIPUTAN DATA

PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI

DUSUN NOLOPRAYAN DESA JATIREJO KABUPATEN SEMARANG

No Kode Sasaran Kajian Data yang dicari Sumber data Metode Catatan

Primer Sekunder Tempat observ interview dokum Tes analisis

asi entasi

1. I Landasan

Penelitian

pendahuluan

2. I.A Latar Belakng 1. filosofis Buku Perpus UI, 

Masalah 2. Historis Buku Ui &

3. Yuridis Buku Internet

4. kekontemporeran Buku
5. Preliminari riset Buku

3. I.B Permasalahan

dan Pertanyaan

Penelitian Kondisi masyarakat Observasi Dsn.    

di Dusun1. P Noloprayan

Noloprayan yang
e

maju tetapi dalam


r

hal persalinanmmasih

dengan caraa

tradisional yakni
s

penggunaan jasa
a

dukun bayi l Dsn.

2. Pertanyaan Obsevasi Noloprayan    


Penelitian 1) Mengapa

masyarakat masih

memakai jasa

dukun bayi yang

sebagian besar

tidak memiliki

keahlian dalam

bidang medis

untuk membantu

proses

pertolongan

persalinan?

2) Bagaimana

Peranan Dukun
Bayi terhadap

proses persalinan

bagi masyarakat

Jawa?

4. I.C Hipotesis diduga bahwa 

pemakain jasa

dukun bayi yang

sebagian besar

tidak memiliki

keahlian dalam

bidang medis,

sebagai pemberi

pertolongan
persalinan oleh

masyarakat

dianggap karena

mahalnya biaya

persalinan

melalui tenaga

medis dalam hal

ini bidan dan

dokter serta

faktor budaya

yang secara

turun temurun

ingin tetap

mereka
lestarikan

sebagai

masyarakat

Jawa.

5. I. C & Tujuan dan 

D Signifikansi

Penelitian

1. Tujuan a. tujuan Khusus

2. Signifika b. tujuan Umum

nsi

6. I. F Metode a. Objeknya Masyarakat

penelitian Yang Dusun

digunakan Noloprayan
b. Subjeknya

c. Data yang   

dikumpulkan

d. sumber Data Inform

an

Observasi

wawancar

e. Teknik a, Dokument   

pengumpula observasi asi


Data

f. Pengolahan Data 

g. Penulisan skripsi

7 I.G Pendekatan Data

dan Keilmua

1. Pendekatan Data Kualitatif Dokumen Wawancar Dusun     

Data a dan Noloprayan

Observasi

2. Pendekatan Ilmu Kesehatan,

Keilmuan sosiologi,

Antropologi dan

Metodologi
penelitian

8 II Deskripsi

Teoritis dan

Kerangka

Konseptual

9 II.A 1. Kajian Teoritis

a. konsep Pengertian mengenai Buku dan Perpus UIN

Prespektif Prespektif Kamus

Perpus

b. Konsep Pengertian Buku Fredom

Masyarakat masyarakat Perpus

c. Konsep Suku Buku Fredom

Jawa Pengertian suku

Jawa dan konsep Perpus UI


Hidupnya Buku

d. Konsep Pengertian

Masyarakat Masyarakat Jawa Perpus UIN

Jawa dan kehidupannya Buku

e. Prespektif Prespektif

Masyarakat masyarakat Jawa Perpus

Jawa Fredom &

f. Konsep Pengertian Dukun Buku UI

Dukun Bayi Bayi Perpus

Fredom

g. Layanan yang Layanan yang Buku

diberikan diberikan Dukun

Dukun Bayi Bayi terhadap pasien


10. II.B Kerangka

Konseptual

11 III Gambaran

Umum objek

Penelitian

A. Kondisi a. Posisi Dusun Dokumen

Objektif c. Budaya Dokumen

Dusun Masyarakat

Noloprayan, d. Kependudukan Dokumen

Desa Jatirejo, e. Ajaran dan Dokumen

Kab. Agama

Semarang f. Perekonomian Dokumen

g. Hubungan

dengan Dusun
Lain Interview Observ Interview

h. Prestasi Dokumen asi interview

Pembangunan

12. IV Data Temuan


Lapangan

Peranan Dukun

Bayi dalam

Prespektif

Masyarakat

Jawa terhadap

Proses

Persalinan

a. Dukun Bayi a. Prestasi Dukun Interview  

Bayi

b. Keamanan Bayi Interview  

yang ditangani

c. Syarat Interview  

Penanganan Bayi
oleh Dukun Bayi

d. Hubungan Dukun Interview  

Bayi dengan Warga

Mayarakat

e. Hubungan Dukun Interview  

Bayi dengan

Puskesmas

b. Perspektif a. Perspektif Interview

Masyarakat Masyarakat  

terhadap Dukun mengenai Dukun

Bayi Bayi

b. Faktor yang Interview

menyebabkan

masyarakat
memeilih bersalin  

memalaui dukun

bayi

c. Tanggapan Interview  

Masyarakat

mengenai

peranan dukun

bayi sebagai

penolong

persalinan

13. V Penutup a. Kesimpulan

b. Saran 
PEDOMAN OBSERVASI

PERANAN DUKUN BAYI DALAM MASYARAKAT JAWA TERHADAP


PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN KABUPATEN
SEMARANG

(Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organi Emile Dhurkeim)

1. Jumlah penduduk
2. Kondisi masyarakat secara sosial budaya
3. Perekonomian masyarakat
4. Dukun bayi dan aktifitasnya dalam menjalankan profesinya
5. Alat yang digunakan dukun bayi
6. Perawatan bayi dan ibu pascapersalinan
7. Perilaku masyarakat yang menggunakan jasa dukun bayi
8. Pemaknaan kehamilan menurut dukun bayi dan masyarakat
9. pantangan makanan bagi ibu hamil
10. Pandangan masyarakat terhadap dukun bayi
11. Langkah-langkah pertolongan persalinan
12. Persepsi masyarakat mengenai dukun bayi
TRANSKRIP OBSERVASI

PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA


TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN DESA
JATIREJO KABAUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH

(Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Durkheim)

1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Noloprayan ini sebanyak 638 jiwa, dengan rincian jumlah
laki-laki sebanyak 316 jiwa, jumlah perempuan sebanyak 322 jiwa, sedangkan
usia balita berjumlah 30 jiwa. Data ini berdasarkan bulan Mei 2014. Yang rata-
rata penduduknya adalah buruh, baik buruh tani ataupun buruh pabrik.
Pada awalnya dusun Noloprayan hanya terdiri 3 RT dan 3 RW, tetapi
sejak tahun 2011 sampai sekarang dusun ini bergabung dengan dusun di
sebelahnya yaitu dusun Gedongan dan menjadi 5 RT dan 5 RW dengan rincian
sebagai berikut:
a. RT 001/ RW 001 terdiri dari 36 KK
b. RT 002/ RW 002 terdiri dari 28 KK
c. RT 003/ RW 003 terdiri dari 31 KK
d. RT 004/ RW 004 terdiri dari 39 KK
e. RT 005/ RW 005 terdiri dari 45 KK
Letak dusun Noloprayan sangat strategis, yaitu dekat dekan pusat
pemerintahan tingkat desa,tingakat kecamatan, dan tingkat kabupaten
sehingga aksesnya sangat mudah.
2. Kondisi masyarakat secara sosial budaya
Secara umum masyarak atau warga di Noloprayan adalah masyarakat yang
agamis dan masih memegang teguh tradisi-tradisi dari para pendahulunya.
Seperti budaya nyadran (bersih-bersih kuburan), seni rabbana, melakukan
selametan setiap menemui peristiwa-peristiwa yang penting aik peristiwa
kesedihan ataupun kebahagiaan. Meski demikian terdapat sebagian
masyrakatnya yang sudah mulai berfikir modern dan mengikuti perkembangan
jaman. Masyrakat pada dusun ini selain religious, mereka juga sangat
menjunjung nilai-nilai kebersamaan yaitu gotong royong. Ini terlihat ketika
terdapat warga yang sedang mengalami kesusahaan atau ada warga yang ingin
membngun rumah. Maka dengan senang hati masyarakat Noloprayan akan
membantu tanpa menunggu ajakan. Sebagian besar penduduk Noloprayan usia
remaja banyak yang putus sekolah, sehingga banyak yang hanya lulusan SMA,
SMP, bahkan tingat SD.

3. Perekonomian masyarakat
Pertanian adalah sector penting bagi masyarakat Noloprayan. Sebagian besar
penduduknya adalah petani, baik petani sawah, lading, dan petani buah. Banyak
dari mereka yang idak memilki tanah persawahan sehingga banyak penduduk
yang hanya menjadi burh tani dengan menggarap sawah orang lain dengan
sistem bagi hasil.

4. Dukun bayi dan aktifitasnya dalam menjalankan profesinya


Selain sebagai penolong persalinan, dukun bayi juga sangat berperan penting
setelah pasca persalinan. Yaitu memberikan pelayanannya berupa pijit bagi bayi
dan ibu bayi untuk mengembalikan fungsi-fungsi organ tubuh. Selain itu dukun
bayi memiliki andil dalam prosesi ritual yang dilakukan sebagai wujud
pentaatan terhadap tradisi sekaligus penjagaan bagi diri sendiri, keluarga, dan
yang terpenting bagi bayi yang baru saja lahir agar terhindar dari bahaya.
Dukun berperan sebagai pemimpin jalannya ritual.

5. Alat yang digunakan dukun bayi


Sedikit banyak alat-alat yang digunakan dukun bayi dalam melakukan dlam
membantu wanita melahirkan adalah masih menggunakan lat yang sederhana.
Misalnya sebagai alas untuk meahirkan hanya berupa dipan yang terbuat dari
bamboo tikar yang menjadi alasnya. Dalam melakukan pemotongan ari-ari
dukun bayi menggunakan welat yaitu sejenis pisau yang terbuat dari bamboo,
sangat tajam. Tetapi alat ini diganti dengan gunting biasa. Kemudian dari segi
ramuan, bahan yang sering digunakan dukun bayi adalah garam, kunyit, daun
sirih, kapur sirih, bunga yang bermacam-macam jenisnya, air dalam wadah atau
kendi. Garam dipercaya mampu menyembuhkan penyakit-penyakit yang
muncul pada bayi, misalnya agar bayi tidak mudah kaget. Selain alat dan
ramuan terdapat mantra-mantra yang memang dijadikan syarat untuk
melakukan aktifitas dukun bayi seperti saat mengalami kesulitan dalam
melahirkan, pada saat pemotongan ari-ari atau kakang kawah.
Seiring perkembangan zaman, alat yang digunakan dukun bayi mengalami
perubahan, dalam hal ini alat yang digunakan dalam memotong ari-ari bayi.
Perubahan secara bertahap dari welat, kemudian gunting biasa, dan sampai pada
gunting khusus.

6. Perawatan bayi dan ibu pascapersalinan


Semua teknik perawatan bagi bayi dn ibu bayi berbentuk pijit. Pijit bagi bayi
dinamakan dadah sedangkan pijit bagi ibu bayi dinamakan dadah walik. . pijit
tersebut difungsikan untuk mengembalikan fungsi-fungsi organ tubuh setelah
melahirkan. Agar tenaga pulih dan agar air ASI lancar.
7. Perilaku masyarakat yang menggunakan jasa dukun bayi
Warga masyarakat Noloprayan sangat menjunjung tinggi kebudayaan yang
secara turun temurun dilakukan oleh para pendahulunya, dalam hal ini masih
berfungsinya dukun bayi sebagai tenaga pertolongan persalinan. Kondisi ini
bertahan sampai sekarang.

8. Pemaknaan kehamilan menurut dukun bayi dan masyarakat


Pemahaman antara dukun bayi dengan masyarakat mengenai kehamilan
memiliki kesamaan. Yakni menganggap kehamilan itu sebagai suatu tahap
kehidupan yang pasti dialami oleh setiap manusia perempuan, fase kritis yang
didalamnya terdapat unsur-unsur mistik. Sehingga masyarakat menaggapinya
dengan cara yag mistik pula. Seperti pengupayaan penjagaan kehamilan yang
diperhatikan betul oleh masyarakat. Misalnya masyarakat mentaati segala
pantangan baik dari segi makanan ataupun tingkah laku yang akan dapat
membahayakan jabang bayi. Selain pantangan pengupayaan penjagaan
kehamilan melalui pentaatan pantangan makanan, warga setempat juga
menjalankan berbagai ritual seperti uacara tujuh bulan kehamilan atau pitonan,
brokahan, sepasaran, dan juga selapanan.

9. Pantangan makanan bagi ibu hamil


Banyak sekali jenis makanan yang dipantangkan bagi seseorang yang hamil.
Seperti tidak boleh memakan es yang dipercaya akan membuat anak susah
keluar ketika dilahirkan, tidak boleh memakan cabai merah yang akan membuat
badan bayi ketika lahir merah dan kulit mudah mengkelupas, ibu hamil tidak
boleh tidur diwaktu pagi yaitu antara jam 07.00-11.00 karena akan berimbas
kepada proses kelahirannya kelak, baik ayah dan ibu yang hamil tidak boleh
membunuh dan memotong hewan atau menyiksa hewan, dan ketika mengupas
apapun yang di ikat tidak boleh digunting harus di lepas secara hati-hati.
10. Pandangan atau persepsi masyarakat terhadap dukun bayi
Secara umum masyarakat di Noloprayan menganggap dukun bayi sebagai
orang yang di tuakan dan ahli dalam urut dan persalinan. Warga setempat
sangat menyegani dukun bayi. Karen selain profesinya sebagi dukun, ia juga
sebagai orang yang ahli agama, bahkan banyak dari warga yang menyebutnya
dengan sebutan “Nyai”. ( sebutan untuk orang yang pandai agama).

11. Langkah-langkah pertolongan persalinan


Cara pertolongan persalinan yang dilakukan dukun bayi, hampir sama dengan
apa yng dilakukan tenaga bidan atau dokter. Dukun bayi hanya akan menunggu
saat yang tepat dan siap untuk bayi dilahirkan sambil mengurut-urut pelan
bagian perut ibu sembari membacakan doa doa. Tugas suami adalah menjaga
dan mengusap-usap sekitar kepala istri sembari mengucapkan lafal basmalah.
Setelah kepala bayi keluar maka dengan sigap dukun bayi membalikkan jabang
bayi yang disertai dengan doa khusus, kemudian dilakukan pemotongan kakang
kawah atau ari-ari menggunakan welat. Dukun bayi memegang erat ujung yang
menjadi batas ari-ari menurut perkiraan dukun bayi kemudian baru dipotong.
Bekas luka di balut dengan ramuan yang sudah dihaluskan terdiri dari garam,
kunyit, dan sejenis tepung. Agar luka mudah kering.
Setelah bayi lahir segera sang ayah mencuci kopohan atau kotoran bekas
melahirkan, di cuci di kali dan tidak boleh di gosok. Ugas ini wajib dikerjakan
oleh suami.
PEDOMAN WAWANCARA

PERANAN DUKUN BAYI DALAM MASYARAKAT JAWA TERHADAP


PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN KABUPATEN
SEMARANG

(Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organi Emile Dhurkeim)

Nama :

Jabatan :

Jenis Kelamin :

A. Dukun bayi
1. Sejak kapan menggeluti profesi dukun bayi
2. Tujuan profesi
3. Menyikapi persalinan
4. Langkah-langkah pertolongan persalinan
5. Alat dan perlengkapan yang digunakan
6. Ramuan yang digunakan
7. Strategi menghadapi kesulitan dalam bersalin
8. perawatan yang diberikan terhadap ibu dan bayi
9. Menyikapi pasien
10. Menyikapi bayi
11. Upah jasa dan jam kerja

B. Kepala Dusun:
1. Sejak kapan menjabat sebagai Kepala dusun
2. Gambaran umum dusun Noloprayan
3. Kondisi masyarakat secara sosial dan ekonomi
4. Kependudukan warga dusun Noloprayan
5. Prestasi pembangunan di Dusun Noloprayan
6. Kebudayaan masyarakat Noloprayan
7. Hubungan masyarakat dengan dusun tetangga
8. Tanggapan kadus terhadap peranan dukun bayi dalam pertolongan
persalinan
9. Tanggapan kadus terhadap perilaku masayarakat yang menggunakan jasa
dukun bayi

C. Masyarakat:
1. Pandangan masyarakat mengenai kehamilan dan kelahiran
2. Pengguna jasa dukun bayi atau bukan
3. Pandangan mengenai dukun bayi
4. Alasan bersalin dengan jasa dukun bayi
5. Pendapat mengenai penanganan dukun bayi dalam pertolongan
persalinan
6. Hubungan dengan dukun bayi
7. Upah jasa dukun bayi
8. Tanggapan mengenai kinerja dukun bayi
a

TR,ANSKRIP WAWANCARA

PERANAI{ DUKUN BAYI DAI,AM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA


TERHADAP PROSESPERSALINAN DI DUSUN NOT.,OPRAYANDESA
JATIREJO KABAI]PATEN SEMARANG

(IutelatuiPendekatanTeori SolidaritasMekanik dan Organik Emile Dhurkeim)

Nama : Busaeri
Alamat : DusunNoloprayanRT 002 RW 002 DesaJatirejoKec.

Iabatan ;fftrsemarang
JenisKlelamin : Lakilaki

1. Penulis: BerapakahluasDusunNoloprayan?
Kadus : Luasnyasekitar60 hektar.tuas lahanpertaniansekitar4Ohektar,
lahan kering sekitar4 hektardanlahanunarkpemikimanadalah
sekitar 16hektat''.
2. Penulis: ApakahdusunNoloprayandekatdenganpusatpemerintahan?
Kadus :Iya, kondisinya sangat strategis dimana dekat dengan pusat
pemerinahandesayakni sekitar 200 m, pemerintahankecamatan
sekitar 1,5 km" pemerintahankabupaten sekitar 48 lan, dan
propinsi sekitar70 1cl4".
3. Penulis: BagaimanaKondisi Perekonomiandi dusunNoloprayan?
Kadus : Kondisinya sangat rendab, dan termasuk perekonomian
menengahkebawah d€,$anpendapatanper KK dibawahangka1
juta perbulanya.
di dusunNoloprayan"?
4. Peulis: BagaimanaPrestasipembangunan
Kadus : Prestasipembangunandi desa ini sangatrendahsekali, surnber
danahanyadidapatdari danaaliran umrxll desa@AIjD) sebesar

t
:4
vI

Rp4.500.000sampaiRp5.000.000pertahunda4da.riswadaya
masyarakat".
apayangtelahdilakukandi dusunNoloprayan?
5 . Penulis:Pembangunan
Kadus : Pembangunanyang dilatcukanadalah penobangunan fisik dan

nonfisik
Penulis: Apa itu pembangunannonfisik danfisik?
Kadus : Pembangnanfisik itu mencakuppembangunaninfrastrukurdesa
seperti jalaq pembuatanjalan desa,mushola,batrlcan
pembangunanpondok pesantrean-Sedangftan pembangunan
nonfisik itu berupa pengadaanprogram PKK Posyandu' dan
secaranrtin.
AcaraRT-an ketigaprogrcmitu di lakSanakan
7. Penulis: Berapajumlah Pendudukdi Noloprayan?
Kadus: Sekitar820jiwa-
8. Penulis: Apa sajakahjenis peke{aan pda wargaNoloprayan?
Kadus : sebagianbesarwargadisini menjadiseoamgTani danburuhtani.
secaraberurutanmasing-masingmenempatipresentase30o/odan
6}yo, sedangkan10vo nya adalalahpnis pekerjaanlain seperti
tukang pedagang penjahit' pengusahajNS, sopr, dan sebagai
karyawanswasta."
9. Penulis :Bagaimanahubungan ant;1radusun noloprayan dengan dusun
lainnya?
Kadus : Baik. SangatErat gotongroyongnya
10.Penulis: ApasajakahkebudayaanpadamasyarakatNoloprayan?
Kadus : warga disini masihselalubergotongro{ong dalamsetiapapapun
kesempatan,merekarnasih menjalankanbudayaNyadran yaitu
bersihbersih makamyang dilakukan setahundua kali, kemudian
menekunijeOismusik rabbanqdan tentu gja budayatahlilan dan
kondangann. Peristiwa apapun baik suka maupun duka
masyarakatkita selalumengadakankondanganatau doa bersama
denganmengndangparutetanggasekitarumah'

rpetextl
t

I
addlJ
{1xa1

11.Penulis: Bagaimanataaggapaqandamengenaiperandukunbayi terhadap


persalinandidusunNoloprayan
?
Kadus : saya sangatsenangdenganadanyadukun bayi ditengah-tengah
kemajuanteknologiktususnyadibidangkesehatan.banyakwarga
yang melakukan persalinan melalui jasa bidan, tetapi dalam
mengurusbayi sertapemulihan-pemulihan pascabersalinbanyak
dari merekayangtetapmengunjungidukunbayi untuk melakukan
perawatanbaik bagi ibu dan bayi. walaupun pada kenyataannya
umur dukun bay yang sudahsangatsepuhtetapi beliau masih
sangatcekatandalammelakukantugasnya ini dibuktikan dengan
pengakuanpara pasiennyadan denganmasih banyaknyapasien
yangmenggunakan
jasa-jasanyasAmpaisaatini.

wawancaradenganResponden
padahari selasa,17Juni2014pukul 19.00wIB
di kediamanKepalaDusunNolopra.yan

Responden

Busaeri
'r

MASYARAKAT DUSI]N"NOLOPRAYANDESAJATIRE.IO
KECAMATAI\{ SURUHKABUPATEN SEMARANGJAWA TENGAH

ST,RATKETERANGAI\

Denganini, atasnamaDukunBayi menerangkan


bahwa:

Nama : RimeSetiyawati

Jurusan Sosial(P.lPS)
: Pendidikanllmu Pengertahuan

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tujuan : PenelitianLapangandalamrangkatugasakhir/skripsi

Adalah benar bahwa yang bersangkuantelatr mengadakanpenelitian dan


\ryawancaradi MasyarakatDusun Noloprayanterhitung sejak tanggal 16 Juni
2014 sld 22 Juni 2014 denganjudul skripsi sPeranan Dukun Bayi dalam
Perspektif Masyarakat Jswa Terhadap Proses Persalinan di Dusun
Noloprayan Desa Jatirejo Kabupaten Semarang (Melalui Pendekatan Teori
SolidaritasMekanik dan Organik Emile Dhurkeim)".

Demikian suratketeranganini kami buat dengansebenar-benarnya.

Mengetahui

I
I
I
ir'l.

ST]RATKETERANGA}I

Sayayangbertandatangandi bawahini :

Nama : H. Syamsuddin

Jabatan : KepalaDesa

Alamat Propinsi
: DesaJatirejo,KecamatanSuruh,Kabupaten.Semarang,
JawaTengah

Denganini menerangkan
bahwa:

Nama Rima Setiyawati

Jabatan MahasiswiFakultasllmu Tarbiyah dan Keguruan(FITK) LJIN


Syarif Hidayatullah Jakarta

Nim r l l00r5000068

Alamat Dsn. Noloprayan,RT/RW 0041002DesaJatirejo,Kec. Suruh,


Kab.Semarang

Agama : lslam

Tujuan dalamrangkatugasakhir/skripsi
: PenelitianLapangan

Nama tersebutbenar-benartelah mengadakanwawancafalangsungdengankami,


dalamrangkapenyelesaianskripsinya.

Demikianlah keterangan ini kami buat dengan sebenar-benarnyq agar yang


berkepentinganmengetahuiadanya.

Jawa Tengah, 16 Juni 2014

UJ ffip,rffiTffi
JATIREJ
-*
t
I

MASYARAKAT DUSTIXNOI,OPRAYAI\IDESA JATIREJO


KECAMATAN SURUHKABUPATENSEMARANGJAWA TENGAH

ST]RATKETERANGAI\

bahwa:
llenganini, atasnamaDukunBayi menerangkan

Rima Setiyawati

Jurusan Sosial(P.lPS)
Pendidikanllmu Pengertahuan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tujuan PenelitianLapangandalamrangkatugasakhir/skripsi

Adalah benar bahwa yang bersangkuantelah mengadakanpenelitian dan


wawancara di lr{asyarakatDusun Noloprayanterhitung sejak tanggal 16 Juni
2014 denganjudul skripsi *Peranln Dukun Bayi dalam
2014 sld 22 Jluurri
Perspektif Masyarakat Jawa Terhadap Proses Persalinan di Dusun
Nolopiayan Desa Jatirejo Kabupaten Semarang (Melalui PendekatanTeori
SolidaritasMekanik dan Organik Emile Dhurkeim)".

Demikian suratketeranganini karni buat dengansebenar-benarnya.


I
I

KEMENTERIANAGAMA No.Dokumen : FITK-FR-AKD-082


UiN JAKAR,TA Tgl.Terbit : 1 Maret 2010
,FORM(FR) No. Revisi: '. Q2
FITK
Jl. k. H. JuandaNo 95 Ciputat 191 2 lndonesia Hal 1t1
IZINPENELITIAN
SURATPERMOHONAN
Nomor: Un.01/F.1/KM.01
3123.912014 3 juni2014
Jakarta,
Lamp.'.Outline/Proposal
Hal : Permohonan lzin Penelitian

KepadaYth.

Bpk KepalaDesaJatirejo,
B p k .N u rC h o l i sS . P d
diTempat

As salamu'alaikurn wr.wb.
Denganhormatkamisampaikan
bahwa,

Nama : Rima Setiyawati


NIM :1110015000068
iurusan :PenCidikanllmuSosial,KonsentrasiSosiologi-Antropologi
Semester :VlliiS
JudulSkripsi : PerananDukunBayiDalamPerspektifMasyarakatJawaTerhadap
Proses PerslinanDi Dusun NoloprayanDesa JatirejoKabupatern
Semarang (Meialui PendekatanTeori SolidaritasOrganik Dan
MekanikEmileDhurkeim)
adalahbenar mahasiswa/iFakultasllmuTarbiyahdan KeguruanUIN Jakartayang
sedangmenyusunskripsi,dan akanmengadakanpenelitian(riset)di instansiyang
Saudarapimpin.

Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan mahasiswa tersebut


melaksanakanpenelitiandimaksud.

Atas perhatiandan kerjasamaSaudara,kami ucapkanterimakasih.

Wassalamu'alaikum wr.wb.

ikan

anto,M.Pd
24200801| 012
Tembusan:
1 . D e k a nF I T K
2. PembantuDekanBidangAkademik
3. Mahasiswa yangbersangkutan
v
I

KEMENTERIANAGAMA No.Dokumen : FITK-FR-AKD-08'1


UINJAKARTA Tgl.Terbit I Maret 2010
FORM(FR) No. Revisi: : 0'1
FITK
Jl. lr. H. luanda No 95Ciputat 15412lndonesia Hal 1t1
S U R A TB I M B I N G A N
SKRIPSI
N o m o r : U n . 0 1 / F . 1 / K M ..0311 . . . . . . . . 1 2 0 1 4 Jakarta,24 Februari 2014
Lamp. : -
Hal : Bimbingan Skripsi
'Kepada
Yth.

Prof.RusminTumanggor
PembimbingSkripsi
FakultasIhnu Tarbiyahdan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullalr
Jakarta.

Assalamu'alaikumwr.vtb.
Dengan ini diharapkankesediaanSaudara untuk rnenjadi pernbimbing UII
(rnateri/teknis)
penuli sanskipsi mahasiswa:
Nama : Rima Setiyawati
NIM : I I 10015000068
Jurusan : Pendidikan
Ilmu Pengetahuan
Sosial
Semester : 8 (Delapan)
Judr,rl
Skripsi : PerananDukun Bayi dalarn Prespektif Masyarakata.lawa
TerhadapProsesPersalinandi DusunNoloprayan,Desa Jatirejo,
Kab. Semarang(Melalui PendekatanTeori SolidaritasMekanik
danOrganikErnileDhurkeim)
padatanggal25 Novernber
oleh Jurusanyang bersangkutan
.lirdultersebuttelah disetujLri
2013, abstraksiloutline terlarnpir.Saudaradapatmelakukanperubahanredaksionalpada
jr,rdul tersebut.Apabila perubalransubstansialdianggap perlu, mohon pembimbing
menghubungi Jurusan terlebihdahulu.

Birnbingan skripsi ini diharapkanselesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat
diperpanjangselama6 (enarn)bulanberikutnyatanpasuratperpanjangan.

karniucapkanterirnakasih.
Atas perhatiandankerjasamaSaudara,

WctssaIamu'aleikumv,r.wb.

a.n.Dekan

,.',,.,*-*N.IP:'19730424
2008011012
'
Teurbusan: ., i: .l,,.,.

L DekanFITK
ybs.
2. Mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai